Upload
erwin-kurniawan
View
67
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
konservasi
Citation preview
1. PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum
Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas
lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah.
Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat
penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau
bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya
konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai
sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa
dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak
sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di
seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan
bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut.
Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah dan
budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu.
Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan
terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan
oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia saat ini banyak yang
menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan
ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan
kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk
mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno
bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah
menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya
(Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu, konservasi bangunan bersejarah
sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh
para pendahulu kita.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis memaparkan beberapa permasalahan, yaitu:
a. Apa pengertian konservasi bangunan kuno bersejarah?
b. Apa saja jenis konservasi bangunan kuno bersejarah?
c. Apa saja tolok ukur konservasi bangunan kuno bersejarah?
d. Bagaimana pelaksanaan konservasi bangunan kuno bersejarah?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
a. Mengetahui apa pengertian dari konservasi bangunan kuno bersejarah.
b. Mengetahui apa saja jenis dari konsevasi bangunan kuno bersejarah.
c. Mengetahui apa saja tolok ukur konservasi bangunan kuno bersejarah
d. Mengetahui bagaimana pelaksanaan konservasi bangunan kuno bersejarah
2. KONSEP
Secara umum konservasi mempunyai arti pelestarian yaitu
melestarikan/mengawetkan daya dukung, mutu fungsi, dan kemampuan lingkungan
secara seimbang (MPL, 2010; Anugrah, 2008). Konservasi lahir akibat adanya semacam
kebutuhan untuk melestarikan sumber daya alam yang diketahui mengalami degradasi
mutu secara tajam. Dampak degradasi tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kalau
tidak diantisipasi akan membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada kehidupan
generasi mendatang. Konservasi merupakan upaya perubahan atau pembangunan yang
tidak dilakukan secara drastis dan serta merta, merupakan perubahan secara alami yang
terseleksi. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam konsep konservasi, yaitu menanam,
melestarikan, memanfaatkan, dan mempelajari.
Sebagaimana diketahui, kesinambungan masa-lampau masa-kini masa-depan,
yang mengejawantahkan dalam karya-karya arsitektur setempat, merupakan faktor kunci
dalam penimbuhan rasa harga diri, percaya diri, dan jati diri, atau identitas. Keberadaan
bangunan kuno yang mencerminkan kisah sejarah, tata cara hidup, budaya, dan
peradaban masyarakat, memberikan peluang bagi generasi penerus untuk menyentuh dan
menghayati perjuangan nenek moyangnya.
Bangunan yang menjadi obyek konservasi dipertahankan persis seperti keadaan
aslinya. Sasarannyapun lebih terbatas pada benda peninggalan arkeologis. Konsep yang
statis tersebut kemudian berkembang menjadi konsep konservasi yang bersifat dinamis,
dengan cakupan yang lebih luas pula. Sasarannya tidak terbatas pada obyek arkeologis
saja, melainkan meliputi karya arsitektur lingkungan atau kawasan dan bahkan kota
bersejarah. Konservasi lantas merupakan istilah yang menjadi payung dari segenap
kegiatan pelestarian lingkungan binaan, yang meliputi preservasi, restorasi, rehabilitasi,
rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi.
3. PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Menurut Danisworo (1995): ”Konservasi adalah upaya untuk melestarikan,
melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti gedung-gedung
tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kepadatan pendudukan
yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya”. Berarti, konservasi juga
merupakan upaya preservasi dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu seperti
kegiataan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat
membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya.
Sementara itu, Piagam Burra menyatakan bahwa pengertian konservasi dapat
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Oleh karena itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup
preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker,
1996; Al-vares,2006).
Tujuan dari konservasi adalah mewujudkan kelestarian seumber daya alam hayati
serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Dengan demikian,
konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju pelestarian nilai dan
warisan budaya yang lebih baik dan bekesinambungan. Dengan kata lain bahwa
dalam konsep konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew) ,
memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali
(recycle), dan menguangkan kembali (refund).
3.2 Jenis-jenis Konservasi
Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
Preservasi
Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun
disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah
penghancuran.
Restorasi
Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi
semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun
kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
Rekontruksi
Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan
kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan
baru atau lama.
Adaptasi
Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat
digabungkan.
Revitalisasi
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian
fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai
budaya masyarakat.
3.3 Tolok Ukur atau Kriteria Konservasi Bangunan Bersejarah
Ada beberapa tolok ukur dalam pelaksanaan konservasi bangunan bersejarah.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis (1990), setiap negara memiliki kriteria
yang berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari
definisi yang digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa
literatur yaitu Catanese (1986), Pontoh (1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992),
kriteria yang menggambarkan dasar-dasar pertimbangan atau tolok ukur mengapa
suatu obyek perlu dilestarikan adalah sebagai berikut:
Tolok ukur fisik-visual
Estetika/arsitektonis , berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural,
meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.
Keselamatan , berkaitan dengan pemeliharaan struktur bangunan tua
agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni
maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.
Kejamakan/tipikal , berkaitan dengan obyek yang mewakili kelas dan
janis khusus, tipikal yang cukup berperan.
Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa dari
peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak
dimiliki daerah lain.
Keluarbiasaan/keistimewaan , suatu obyek observasi yang memiliki
bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi
tanda atau ciri suatu kawasan tertentu.
Peranan sejarah , merupakan lingkungan kota atau bangunan yang
memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan
simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu
kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.
Penguat karakter kawasan, berkaitan dengan obyek yang
mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk
meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.
Tolok ukur non fisik
Ekonomi , dimana kondisi bangunan tua yang baik akan menjadi daya
tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya
sehingga dapat digali potensi ekonominya.
Sosial dan budaya , dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai
agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting
bagi masyarakat.
3.4 Pelaksanaan Konservasi Bangunan Bersejarah
Pelaksanaan konservasi akan disesuaikan dengan kondisi bangunan tua tersebut.
Sebelum melakukan konservasi, sebaiknya mengidentifikasi aspek pertimbangan
pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek tersebut kemudian diuraikan berdasarkan
komponen yang akan diatur dalam konservasi. Setelah itu dari komponen itu akan
dirumuskan dasar pengaturannya dan menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam
konservasi. Kegiatan pengaturan komponen juga dilakukan sesuai kondisi bangunan
tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat
berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:
Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara
komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada
karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang
kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.
Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang
rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli.
Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan
bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang setipe.
Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan
penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan,
terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan
bentuk baru tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan
bentuk yang telah ada.
Contoh studi kasus:
Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang
Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak
terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian
menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya
berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan
pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin
dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah
melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya
memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social
Responsibility kepada masyarakat.
Hal-hal yang perlu dikerjakan:
1. Melakukan inventarisasi benda cagar budaya (bangunan kuno-bersejarah)
2. Tahapan yang dilakukan :
Pendataan Kerusakan, bekerjasama dengan Pusat Studi Urban Unit
Heritage Universitas Katolik Soegijapranata
Awal Juni 2009 dilakukan uji praktek pekerjaan pemugaran pada beberapa
ruangan dipandu oleh Paul Hunter dari New York University
Awal Juni 2009 mengajukan ijin perbaikan / perawatan ke Dinas Tata
Kota Pemkot Semarang, dengan menyelesaikan beberapa kewajiban ; a.
PembayaranPBB b. Rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala) Jawa Tengah
Juli 2009 melakukan kerjasama dengan BP3 untuk melakukan studi teknis
perbaikan Gedung Lawang Sewu sekaligus untuk memenuhi syarat
perijinan.
Telah dilakukan tahap awal perbaikan hall dan lobby Gedung A (bagian
atap dan dinding) sebagai uji bahan & uji teknis pengerjaan
September 2009, ijin dari BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu )
Pemerintah Kota Semarang untuk perbaikan dan perawatan Gedung
Lawang Sewu. Sehingga setelah ijin keluar, maka dimulailah perbaikan
dan perawatan Gedung Lawang Sewu tahap selanjutnya, melalui Proses
Lelang.
Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona A akan bekerjasama dengan
Departemen Perdagangan Republik Indonesia
Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona B akan dikomersialkan
Sistem management Gedung Lawang Sewu akan dikelola secara
profesional terkait perawatan gedung, keamanan, promosi dan pemasaran
oleh Unit Pelaksana Teknis dan seluruh pendapatan komersial merupakan
pendapatan Daerah Operasi 4 Semarang
Dokumentasi:
Bangunan Lawang Sewu Setelah dilakukan proses Konservasi
Bangunan Lawang Sewu Setelah dilakukan proses Kpemugaran
DAFTAR PUSTAKA
Alvares. 2006. Kegiatan Budaya. http://en.Wikipedia. Diunduh 17 April 2014
Antariksa, 2009. Makna Budaya dalam Konservasi Bangunan dan Kawasan. http://antariksaarticle.blodspot.com. Diunduh 17 April 2014
Budiharjo, Eko. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan.
Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan.http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/2359. Diunduh 17 April 2014
Nurmala. 2003. panduan pelestarian bangunan tua di kawasan pecinan pasar baru bandung.
http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/01/VOL-14-NO-3-4.pdf.
Diunduh 17 April 2014
Ranchman, Maman. Konservasi Nilai dan Warisan
Budaya.http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/view/2062. Diunduh 17 April
2014
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya
.http://indonesianheritagerailway.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=144%3Arevitalisasi-lawang-
sewu&catid=53&Itemid=143&lang=id