76
KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN DI INDONESIA Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Ilham Herdinata 1110048000064 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M

KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM

HUKUM JAMINAN DI INDONESIA

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Ilham Herdinata

1110048000064

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 2: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM

JAMINAN DI INDONESIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ILHAM HERDINATA

1110048000064

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 3: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN
Page 4: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN
Page 5: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN
Page 6: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

v

ABSTRAK

Ilham Herdinata. KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT

DALAM HUKUM JAMINAN DI INDONESIA. Di bawah bimbingan Dr.

Alfitra SH. M. Hum dan Dr. Hj. Mesraini M.Ag. Program Studi Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan kontrak franchise dalam

pemberian kredit perbankan melihat adanya kemungkinan penggunaan kontrak

franchise sebagai objek jaminan utang dalam perspektif perundang-undangan di

Indonesia. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis

normatif dengan studi kepustakaan. Franchise (waralaba) merupakan salah satu

bisnis yang berbasis Hak Kekayaan Intelektual dan memerlukan sebuah modal

yang cukup untuk melakukan pengembangan usaha franchise. Sebagai salah satu

hak kebendaan yang mempunyai nilai ekonomis dan memenuhi syarat dijadikan

sebagai agunan kredit, kontrak franchise belum memiliki dasar hukum yang jelas.

Agunan kredit tidaklah menjadi masalah apabila barang yang dijadikan sebagai

agunan merupakan barang yang lazim digunakan masyarakat sebagai objek

penjaminan atas utang, tetapi akan timbul masalah apabila barang yang dijadikan

agunan tidaklah umum dipakai sebagai objek jaminan. Dalam hal konsep hukum

perdata dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yakni

suatu perjanjian dapat mengesampingkan Undang-undang selama perjanjian

tersebut tidak mencederai kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat dan berlaku

sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

Kata Kunci : Franchise, Hukum Jaminan ,Agunan, Surat berharga.

Pembimbing : 1. Dr. Alfitra SH. M.Hum.

2. Dr. Hj. Mesraini M.Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1986 sampai 2011

Page 7: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, terrucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin

tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam

semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan khatamul anbiya’I

walmursalin Muhammad SAW.

Dengan setulus hati ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang

ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena

keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak

pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari tanpa dorongan dari pembimbing dan semua pihak

yang mendukung penelitian ini hingga selesai, pada kesempatan ini, izinkanlah

penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada, yang terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan para

Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Isalam Negeri syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejjaziey, S.H, M.H, M.A, Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan

Arip Purkon, S.Hi, M.A, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Dr. Alfitra, S.H, M.Hum, dan Dr. Hj. Mesraini M.Ag, dosen pembimbing

skripsi yang telah membimbing selama penulisan skripsi.

Page 8: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

vii

4. Seluruh Staf Dosen dan pengajar yang ada di dalam lingkungan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis. Khususnya untuk dosen yang telah memberi inspirasi yang

sangat berarti bagi penulis yaitu Prof. Dr. Tahir azhari, S.H,M.H. Asrori S.

Karni, S.Ag, M.H., Ibu Dra. Hj. Hafni Muchtar, S.H., M.H., MM. Dr. Ria

Safitri, S.H., M.Hum. Nahrowi, S.H, M.H. Nur Rohim yunus. LL.M serta dosen

lainnya yang tak bisa disebutkan namanya tanpa mengurangi rasa hormat.

5. Kedua orang tua terhebat Ayahanda Sadino dan Ibunda Nanik Herawati yang

senantiasa mendidik, membantu, mendukung dan melimpahkan kasih sayang

serta do’a yang tiada henti.

6. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2010, terima kasih atas segala

bentuk dukungan dan ilmu yang telah kalian berikan. Khususnya sahabat luar

biasa saya, Aryadillah, Mustafa Aqib, Eko Yulianto, Satyawan Pari Kresno,

Chairunisa Juhriyah, Rizky Hariyo, Faizal, dan Galuh Hayu. Terimakasih atas

segala bentuk bantuan dan kesabaran kalian selama berkawan dengan saya.

Semangat untuk kita semua, raih mimpi kita, kalian adalah orang-orang hebat

dengan segala ketulusan dan kebaikan kalian, semoga Tuhan selalu merestui

jalan kita.

7. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata di Desa Suka Maju, terimakasih atas

kebersamaannya, kekompakan, dan rasa persahabatannya, semoga silaturahmi

tetap terjaga sampai nanti.

8. Sahabat terbaik, Sandi AP, Rentino, Rieski, Ria Herdiana, Gerry, Jentel,

Apriyanto, Iqrom, Saeful, Soma, Syamsul, Zakaria, Adha, Mona, Sarah Eka,

Rahmadianti, Tanti, Azhari, Caesal, Ferdina, Haini, Albert, Ferbian, Reza dan

Arif. Semoga semangat membara kita tiada pernah padam.

Page 9: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

viii

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan

berjasa dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materil sampai

detik ini penulis panjatkan do’a, semoga Allah memberikan Balasan yang berlipat dan

menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua

dalam menjalani hari esok. Amin.

Jakarta, 2 April 2015 M

Ilham Herdinata

Page 10: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 7

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ...................................... 8

E. Kerangka Konseptual ............................................................. 9

F. Metode Penelitian ................................................................... 10

G. Sistematika Penelitian ............................................................ 13

BAB II TINJAUAN UMUM FRANCHISE SEBAGAI HAK

KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Franchise .............................................................. 15

B. Sejarah Franchise.................................................................... 19

C. Perlindungan Terhadap Para Pihak Menurut Undang-

Undang yang Berlaku di Indonesia ........................................ 23

Page 11: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

x

BAB III ASPEK HUKUM DALAM PEMBERIAN KREDIT OLEH

LEMBAGA PERBANKAN

A. Pengertian dan Prinsip dalam Pemberian Kredit Bank .......... 30

B. Batasan dan Larangan dalam Pemberian Kredit .................... 36

C. Kegunaan dan Fungsi Jaminan Kredit dalam Pemberian

Kredit ...................................................................................... 40

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERKAIT KONTRAK

FRANCHISE YANG DIJADIKAN AGUNAN KREDIT

A. Kedudukan Kontrak Franchise Sebagai Surat Berharga........ 44

B. Posisi Agunan dalam Perjanjian Kredit yang Disalurkan

Oleh Lembaga Perbankan....................................................... 48

C. Analisa Kontrak Franchise Sebagai Objek Jaminan dalam

Perjanjian Kredit ..................................................................... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 59

B. Saran ....................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62

Page 12: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep bisnis waralaba (franchise) akhir-akhir ini telah menjadi salah

satu trendsetter yang memberi warna baru dalam dinamika perekonomian

Indonesia. Setidaknya dalam tiga tahun terakhir, animo masyarakat

Indonesia terhadap munculnya peluang usaha waralaba sangat signifikan.

Animo ini terefleksi pada dua cermin yakni : jumlah pembeli waralaba dan

jumlah peluang usaha (business opportunity) yang terkonversi menjadi

waralaba. Berdasarkan data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) di tahun

2014, jumlah semua waralaba yang ada di Indonesia sebanyak 2.100 merek,

dan 400 di antaranya adalah merek asing1.

Menurut Reitzel, Lyden, Roberts dan Severance dikutip dari buku

yang berjudul “Study Guide To Accompany Reitzel-lyden-roberts-severance

Contemporary Business Law: Principles And Cases”, bahwa franchise di

definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang

dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada

orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada

usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati2. Sedangkan menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang

1 http://www.franchiseindonesia.org , Diakses pada 19 Agustus 2014.

2 Gunawan Widjaja, Waralaba. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 17.

Page 13: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

2

waralaba, di dalam ketentuan umumnya disebutkan bahwa “waralaba adalah

hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha

terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan

barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan

dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.

Hak Eksklusif yang dapat diberikan oleh undang-undang dalam hal

kontrak franchise ialah Hak untuk membuka dan mengelola counter atau

tempat usaha di lokasi yang disepakati para pihak, hak untuk menggunakan

nama dan karakteristik milik franchisor yang sudah dikenal secara baik oleh

masyarakat, hak untuk menerima informasi mengenai manajemen bisnis dan

pemasaran milik franchisor, hak untuk menerima petunjuk/padoman teknis

tertentu secara komprehensif dari franchisor ,dan hak promosi atas seluruh

counter di Indonesia. Berdasarkan fakta tersebut bahwa sifat dari kontrak

franchise memiliki nilai yang berguna dan mengandung beberapa hak

ekslusif kekayaan intelektual lainnya seperti hak merek dalam hal

penggunaan atas nama dan karakteristik milik franchisor serta hak ekslusif

lainnya seperti hak paten dan kontrak, sehingga kontrak franchise tersebut

dapat menjadi suatu asset tidak berwujud (intangible asset)3 yang membawa

manfaat ekonomi jika diperalihkan karena isi dari kontrak tersebut

menghasilkan royalty yang cukup besar. kontrak franchise tersebut dapat

dikategorikan sebagai hak milik industri. Bagi bangsa Indonesia,

3 Kuswadi. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Keuangan, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2005), h. 52.

Page 14: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

3

pengembangan Hak Milik Industri merupakan perkembangan yang baru,

tetapi bagi negara maju telah dikenal karena pandangan akan prinsip

manfaat atau nilai ekonomi (economic value) yang cukup besar bagi

pendapatan Negara4.

Pengertian jaminan berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor

10 Tahun 1998 tidak sama dengan pengertian jaminan berdasarkan Undang-

Undang Perbankan Tahun 1967. Menurut Undang-Undang Perbankan

Tahun 1967, pengertian “jaminan” disamakan dengan “agunan”. Adapun

“jaminan” menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

diartikan “keyakinan atas iktikad dan kemampuan nasabah serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”. Jaminan kredit

yang dimaksud Undang-Undang Perbankan Nomor 8 Tahun 1998 bukanlah

jaminan kredit yang selama ini dikenal dengan sebutan collateral yang

merupakan bagian dari Prinsip 5 C sebagai penerapan analisis kredit

perbankan5.

Selama ini masyarakat awam mempersamakan pengertian “jaminan

kredit” dengan “agunan kredit”, padahal pengertian keduanya berbeda.

Jaminan kredit adalah jaminan utama yang berwujud tidak nyata, yaitu

jaminan yang berupa “keyakinan” bank atas “iktikad baik” nasabah debitur

4 Suyud Margono. Hak Milik Industri, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2011), h. 24.

5 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 273.

Page 15: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

4

untuk melunasi utangnya sesuai perjanjian, sedangkan agunan kredit adalah

jaminan tambahan yang pada umumnya berwujud fisik (misalnya : rumah,

tanah, mobil, surat berharga, dan lain-lain) yang dicadangkan untuk

pelunasan hutang. Agunan kredit terdiri dari agunan pokok dan agunan

tambahan. Pengertian jaminan kredit secara tersirat dan tersurat dijelaskan

dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang

Perbankan yang menyatakan bahwa:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,

Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang

mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur

untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai

dengan yang diperjanjikan”.

Agunan kredit tidaklah menjadi masalah apabila barang yang

dijadikan sebagai agunan merupakan barang yang lazim digunakan

masyarakat sebagai objek penjaminan atas utang, tetapi akan timbul masalah

apabila barang yang dijadikan agunan tidaklah umum dipakai sebagai objek

jaminan. Dalam hal konsep hukum perdata dikenal dengan asas kebebasan

berkontrak (freedom of contract) yakni suatu perjanjian dapat

mengesampingkan undang-undang selama perjanjian tersebut tidak

mencederai kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat dan berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, melainkan kebebasan

berkontrak tersebut akan batal demi hukum apabila tidak memberikan

keadilan yang proporsional kepada salah satu pihak, karena hal tersebut

dianggap tidak memenuhi Pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian

terkait sebab yang halal. Oleh sebab itu dalam hal perjanjian yang bersifat

Page 16: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

5

tambahan, undang-undang harus memberikan legitimasi perlindungan

terhadap pihak-pihak yang melakukan hubungan hukum perjanjian. Hukum

penjaminan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

serta peraturan pelaksanaannya melalui peraturan pemerintah, peraturan

menteri, dan peraturan Bank Indonesia. Surat berharga itu sendiri adalah

surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksana

pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang yang

pembayarannya tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang,

melainkan dengan alat bayar lain6.

Seiring berkembangnya bisnis dan dunia perbankan khususnya

perkreditan surat berharga pun bisa dijadikan jaminan. Saat ini berdasarkan

regulasi yang terkait, Surat berharga yang dapat dijadikan jaminan antara

lain saham, obligasi, sukuk dan lain-lain, namun didalam praktik terdapat

surat berharga yang tidak termasuk kedalam kategori surat berharga yang

dapat dijadikan agunan, melainkan surat yang berharga untuk pihak tertentu

saja dan tidak berlaku umum, yakni Sertifikat franchise. Seiring dengan hal

tersebut, keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) hak yang timbul bagi

hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna

untuk manusia khususnya kontrak franchisse kurang diperhatikan untuk

dimasukkan ke dalam bentuk barang-barang yang dapat dijadikan agunan.

Hal tersebut dikarenakan nilai objek dari HKI bersifat fluktuatif atau tidak

6 Abdulkadir Muhammad. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2007), h. 5.

Page 17: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

6

tetap, namun akan terjadi perbedaan kepentingan yang disebabkan oleh

terpenuhinya nilai-nilai yang terkandung dalam HKI sehingga dapat

dijadikan sebagai objek collateral apabila dikaitkan dengan syarat-syarat

benda jaminan yang diatur di dalam hukum jaminan di Indonesia dengan

praktik yang terjadi. Sehubungan dengan surat berharga yang dapat

dijadikan sebagai jaminan, maka penulis tertarik membahas status surat

kontrak franchise sebagai jaminan kredit perbankan ditinjau dari hukum

jaminan Indonesia. Dengan judul “KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI

AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN DI INDONESIA”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum jaminan

maka penelitian ini difokuskan pada status surat kontrak franchise

yang dijadikan sebagai objek agunan penjaminan dalam kredit

perbankan di Indonesia dikaitkan dengan regulasi yang mengatur

hukum jaminan seperti Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-

undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

2. Perumusan Masalah

Page 18: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

7

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan batasan masalah di atas,

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah kedudukan kontrak franchise dalam pemberian kredit

perbankan?

b. Apakah kontrak franchise dapat digolongkan sebagai suatu surat

berharga yang dapat menjadi jaminan dalam pemberian kredit

perbankan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tinjauan

hukum jaminan di Indonesia terhadap pernyataan kontrak franchise

sebagai objek jaminan kredit perbankan. Sedangkan secara khusus

penelitian ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui kedudukan kontrak franchise dalam pemberian

kredit perbankan.

b. Untuk mengetahui kontrak franchise digolongkan sebagai suatu

surat berharga yang dapat menjadi jaminan dalam pemberian kredit

perbankan.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Page 19: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

8

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang perjanjian dengan klausul perjanjian tambahan

menggunakan objek jaminan kontrak franchise.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi pelaku usaha dan masyarakat yang hendak mengajukan kredit

perbankan agar bisa menggunakan surat perjanjian kontrak franchise.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini berjudul “Fidusia Sebagai

Jaminan dalam Pemberian Kredit di Perusda BPR Bank Pasar Klaten”

Penelitian ini disusun oleh Sheeny Adisti, Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Tahun 2010, dalam skripsinya penulis bertujuan untuk

mengetahui pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia

di Perusda BPR Bank Pasar Klaten. Serta mengetahui hak–hak dan

kewajiban pemberi dan penerima jaminan fidusia bila terjadi wanprestasi

dan resiko dalam pemberian kredit. Yang membedakan penelitian yang akan

penulis angkat dengan penelitian sebelumnya adalah, peneliti lebih

memfokuskan Kontrak Franchise sebagai agunan atau objek jaminan. Dan

pembahasan mengenai perlindungan terhadap pihak-pihak melalui analisis

peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba.

Selanjutnya penelitian oleh Muhammad Rasyid yang berjudul

“Analisis Terhadap Bisnis Waralaba Berdasarkan PP.No 42 Tahun 2007”,

Fakultas Hukum Univesitas Sumatra Utara 2011. Penelitian ini membahas

Page 20: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

9

mengenai perbedaan antara peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

jika dibandingkan dengan peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 1997

tentang waralaba. Perbedaan penelitian Muhammad Rasyid dengan penulis

terletak pada materi dan permasalahan yang dikaji, dimana penulis

menganalisis tentang kontrak franchise sebagai jaminan kredit berlandaskan

peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Dalam hal ini peneliti fokus

terhadap kontrak franchise sebagai sebuah jaminan keterkaitannya dengan

syarat-syarat benda jaminan yang diatur di dalam hukum jaminan di

Indonesia.

Buku yang berjudul “Seri Hukum Harta Kekayaan: Kebendaan Pada

Umumnya” yang ditulis oleh Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja yang

diterbitkan oleh Kencana menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan

dengan hukum kebendaaan, mulai dari pengaturan kebendaan hukum di

Indonesia, pengertian kebendaan hingga macam dan jenis kebendaan serta

macam dan jenis hak kebendaan, ciri dan asas hukum kebendaan dan Jura

in re alenia.

E. Kerangka Konseptual

Franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan

atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam

rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan

dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan

perjanjian franchise. Franchise dapat diartikan juga sebagai hak yang

Page 21: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

10

diberikan oleh franchisor kepada franchisee berupa Hak atas Kekayaan

Intelektual (HKI) dan Business Format.

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan

sebagai pelaksana pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran

sejumlah uang yang pembayarannya tidak dilakukan dengan menggunakan

mata uang, melainkan dengan alat bayar lain

Agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi

pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika

peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan

tersebut.

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang

jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum

untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum.

F. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis

dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan

konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu

kerangka tertentu. Sementara itu, penelitian hukum merupakan

Page 22: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

11

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode penelitian yuridis normatif, penelitian dilakukan dengan

meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dan pengkajian

terhadap Undang-undang untuk menjelaskan mengenai aspek normatif

dan yuridis.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis

normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

hukum yang sedang ditangani7. Pendekatan dilakukan terhadap

berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan kontrak franchise

sebagai agunan, seperti : Undang-undang nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan

Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007

Tentang Waralaba dan peraturan organik lain yang berhubungan

7 Peter M Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Jakarta Kencana, 2011).

Page 23: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

12

dengan objek penelitian. Pendekatan konsep (conceptual approach)

digunakan untuk memahami konsep-konsep pernyataan penjaminan

surat perjanjian kontrak franchise. Dengan didapatkan konsep yang

jelas maka diharapkan penormaan dalam aturan hukum kedepan tidak

lagi menjadi pemahaman yang kabur dan ambigu.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Dalam penelitian ini yang

termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-undang : Kitab

Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007

Tentang Waralaba.

Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan-bahan non-hukum

tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan

peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber

non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan

Page 24: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

13

berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber

dan hierarkinya.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan

hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang

akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia tentang

kontrak franchise sebagai jaminan kredit perbankan.

G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun

perinciannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Meliputi latar belakang, dilanjutkan dengan batasan

dan rumusan Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

Page 25: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

14

(Review) kajian Terdahulu, kerangka konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Umum Franchise sebagai Hak Kekayaan Intelektual.

Pada bab ini penulis membahas pengertian dari franchise, sejarah

dari franchise dan perlindungan terhadap pihak-pihak (analisis

peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba).

BAB III Aspek Hukum Pemberian Kredit oleh Lembaga Perbankan.

Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian dan prinsip

dalam pemberian kredit bank, batasan dan larangan dalam

pemberian kredit, dan kegunaan serta fungsi jaminan kredit dalam

pemberian kredit.

BAB IV Analisa Kontrak Franchise sebagai Agunan. Pada bab ini

menguraikan hasil analisis penelitian dan pembahasan mengenai

kontrak franchise sebagai agunan kredit, serta menjawab

pertanyaan dalam rumusan masalah dalam penulisan karya

ilmiah ini.

BAB V Penutup. Bab ini sebagai bagian terakhir dalam penelitian ini.

berisi tentang kesimpulan yang bibuat oleh penulis dari

pembahasan yang dilakukan, sekaligus merupakan jawaban dari

rumusan masalah yang terdapat pada bab satu. Selain itu juga, bab

ini berisi tentang uraian kesimpulan, saran dan kata penutup.

Page 26: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

15

BAB II

TINJAUAN UMUM FRANCHISE SEBAGAI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

A. Pengertian Franchise

Waralaba atau dalam istilah Bahasa Inggris disebut dengan Franchise

adalah suatu sistem yang berkembang dari lisensi di bidang hak milik

intelektual di bidang penjualan barang-barang dan jasa. Apa yang terdapat

dalam kontrak lisensi biasanya juga terdapat dalam suatu kontrak franchise,

hanya saja kontrak franchise biasanya lebih luas (comprehensif). Hal ini

karena selain franchise harus memproduksi barang dan jasa yang sama

dengan yang dibuat oleh franchisor atau perusahaan induknya, juga sering

sekali pula harus disajikan dan harus dipasarkan sesuai dengan cara yang

dilakukan dan diminta oleh franchisor.

Franchise sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis

antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai franchisor

dan pihak lain sebagai franchisee, dimana di dalamnya diatur, bahwa pihak

franchisor sebagai pemilik suatu merek dan teknologi, memberikan haknya

kepada franchise untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan merek dan

teknologi tersebut.8

Ada beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para ahli

mengenai pengertian atau definisi dari franchise. Dalam hal ini akan

8 Gunawan Widjaja, Waralaba. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 11.

Page 27: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

16

dikemukakan beberapa pengertian mengenai franchise sebagai gambaran

untuk mengetahui apa itu franchise.

Menurut Gunawan Widjaja, Waralaba merupakan salah satu bentuk

pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada

umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan

sistem, metode, tata cara. prosedur, metode pemasaran dan penjualan

maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara

eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima

lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat

eksklusif.9

Jadi, dalam hal ini Penerima Waralaba tidak dapat menggabungkan

usaha miliknya dengan usaha milik Pemberi Waralaba. Menurut pasal 13

ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Merek menjelaskan bahwa:

“Perjanjian Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemilik merek

terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada

pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek

tersebut, baik untuk seluruh atau sebagaian jenis barang dan/atau jasa yang

didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”.

Lisensi tidak hanya menyangkut mengenai Merek tetapi juga mencakup

hak-hak intelektual lainnya seperti paten, hak cipta, desain industri dan

sebagainya.

Menurut Adrian Sutendi, Perjanjian Lisensi biasa tidak sama dengan

perjanjian waralaba. Pada perjanjian lisensi biasa hanya meliputi satu bidang

9 Gunawan Widjaja, Waralaba. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 12.

Page 28: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

17

kegiatan saja, misalnya pemberian izin lisensi bagi penggunaan merek

tertentu ataupun lisensi pembuatan satu/beberapa jenis barang tertentu

sedangkan pada perjanjian waralaba, pemberian lisensi melibatkan berbagai

macam hak milik intelektual, seperti nama perniagaan, merek, model,

desain.”10

Menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan

waralaba ialah: “suatu sistem pendistribusian barang dan jasa kepada

pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak

kepada individu atau perusahaan (franchise) untuk melaksanakan bisnis

dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara – cara yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”. Di dalam

kamus ekonomi bisnis perbankan mengartikan bahwa franchise adalah

“suatu hak tunggal yang diberikan kepada perorangan atau suatu organisasi,

oleh suatu pihak lain, baik perorangan atau organisasi (perusahaan,

pemerintah dan sebagainya) untuk menjalankan suatu wewenang

khususnya menyangkut perbuatan dan atau penjualan di wilayah tertentu11

.

Dari sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan

secara khusus kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau

merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut

pandang hukum franchise adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam

10 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.93.

11

T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, ( Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1992), h. 24.

Page 29: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

18

bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk

jasa. 12

Berdasarkan semua pengertian atau definisi tentang waralaba

(franchise) diatas pada dasarnya mengandung elemen/unsur pokok sebagai

berikut :

1. Franchisor yaitu pihak pemilik/produsen dari barang atau jasa yang

telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak

eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang dan jasa itu.

2. Franchise yaitu pihak yang telah menerima hak eksklusif itu dari

franchisor.

3. Penyerahan hak – hak secara eksklusif (dalam praktek meliputi

berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari

franchisor kepada franchise.

4. Standarisasi mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee,

serta supervisi secara sukarela berkala dalam mempertahankan mutu.

5. Imbalan prestasi dari franchise kepada franchisor yang berupa initial

fee dan royalties biaya – biaya lain yang disepakati oleh kedua belah

pihak.

6. Penempatan wilayah tertentu.

7. Pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan yang

diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan ketrampilan.

12

www.franinfo.com , Diakses pada 2 November 2014.

Page 30: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

19

Waralaba dapat berkembang dengan pesat dikarenakan sarana

pengembangan usaha ini, digunakan oleh berbagai jenis bidang usaha retail,

makanan, salon, binatu dan lain sebagainya. Waralaba juga mulai

berkembang di berbagai negara termasuk di Indonesia, baik waralaba asing

yang dijalankan oleh pengusaha Indonesia sebagai Penerima Waralaba,

maupun waralaba yang dikembangkan oleh pengusaha Indonesia, yang

sering disebut sebagai waralaba lokal, di antaranya Es Teller 77, Alfamart,

dan Sabana Fried Chicken.

B. Sejarah Franchise

Konsep waralaba/franchise pada mulanya muncul sejak 200 tahun

sebelum masehi. Ketika itu, terdapat seorang pengusaha keturunan Cina

memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk

makanan dengan merk tertentu. Kemudian juga terjadi di Perancis pada

tahun 1200-an, ketika itu penguasa Negara dan penguasa gereja

mendelegasikan kekuasaannya kepada para pedagang dan ahli pertukangan.

Pada saat itu hal ini disebut “diartes de franchise”, yang berarti bahwa para

pedagang dan ahli pertukangan memiliki hak untuk menggunakan dan

mengolah hutan yang berada dibawah kekuasaan Negara dan gereja.

Kemudian sebagai imbalannya penguasa Negara dan penguasa gereja

menuntut jasa tertentu atau uang. Namun, sebenarnya konsep waralaba

seperti yang kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat13

.

13

Sutedi Adnrian, Hukum Waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.1

Page 31: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

20

Pada tahun 1851 konsep dasar waralaba ini diawali dan berkembang

di Amerika Serikat, kemudian tumbuh dengan pesat pada tahun 1950-an dan

1960-an. Ide atau dasar pemikiran ini walnya adalah bagaimana agar suatu

produk yang dihasilkan di suatu negara bagian dapat dijual ke negara bagian

lainnya. Selanjutnya dikemudian hari ide tersebut diistilahkan sebagai

franchise. Hal ini merupakan bentuk penyempurnaan dan/atau

perkembangan dari masa-masa sebelumnya14

.

Kurang lebih dua abad yang lalu perusahaan-perusahaan bir

memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan kecil sebagai upaya

mendistribusikan produk mereka. Pada masa ini waralaba yang sekarang

dikenal diistilahkan sebagai “straight product franchising” (waralaba

produksi murni). Pada awalnya sistem ini dipergunakan pada industri Coca

Cola yang kemudian berkembang sebagai sistem pemasaran industri mobil

(general-motor) oleh produsen bahan bakar, yang memberikan hak waralaba

kepada pemilik pompa bensin sehingga terbentuk jaringan penyediaan untuk

memenuhi suplai bahan bakar dengan cepat15

.

Setelah perang dunia ke II di amerika serikat berkembang sistem

waralaba generasi ke dua yang istilahkan “entire business francheshing”.

Jadi, sistem waralaba mengalami perkembangan, yaitu tidak hanya

perjanjian mengenai satu aspek produksi, tetapi cenderung meliputi seluruh

aspek pengoprasian perusahaan waralaba. Dimana pemberi waralaba

14

Sumardi Juajir, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Trans Nasional,

(bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995), h.2

15

Sutedi Adnrian, Hukum Waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.2

Page 32: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

21

(Franchisor) memiliki konsep berupa bentuk atau dekorasi tempat usaha,

kebijakan perusahaan, dan sistem manajemen atau organisasi perusahaan.

Kemudian di berikan kepada penerima waralaba (franchise).

Bentuk franchise yang paling sederhana dan umum adalah produk

franchise atau trade name franchise yang dipelopori oleh mesin jahit singer.

Singer sewing machine company merupakan pihak pertama yang

mengembangkan franchise sebagai cara menjual produk dan jasa serta telah

menciptakan suatu bentuk pemasaran produknya (dalam hal ini mesin-mesin

jahit), dimana bentuk pemasaran produk tersebut dapat dianggap sebagai

bentuk embrio dari sistem franchise. Pada tahun 1980-an singer

membangun jaringan dealer dan salesman yang membayar kepada singer,

sebagai royalti atas diberikannya hak memasarkan mesin jahit singer ke

daerah tertentu. Meskipun usaha tersebut kurang sukses dan tidak

dilanjutkan setelah berjalan sepuluh tahun, singer telah berjasa

mengembangkan franchise.

Bisnis franchise ini seolah-olah melejit begitu saja, banyak orang

terkejut. Franchise dianggap tanpa melalui proses perkembangan dari awal.

Apa yang dilakukan oleh Ray Kroc pada McDonald’s adalah

mempopulerkan sistem bisnis yang telah ada beberapa abad yang lalu.

Sesungguhnya franchise telah ada sejak dulu, sebelum McDonald’s sukses.

Baru tahun 1950-an sistem bisnis franchise mulai dikenal luas yang juga

dikenal sebagai peristiwa “Franchise Boom” di kawasan Amerika dan

Page 33: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

22

sekitarnya. Sejak saat itu mulai nampak variasi bentuk dari sistem franchis

dan rupanya sistem bisnis ini semakin berkembang hingga saat ini.

Ekspansi di bidang franchise secara bertahap dimulai pada era tahun

1950-an, dimana pada masa itu sistem bisnis franchises merupakan suatu

jaringan usaha suatu mata rantai. Para franchisor mulai berfikir untuk

mencari lokasi yang tepat bagi pendirian output yang menentukan

penempatan pengurus yang tepat bagi produksinya. Dalam

perkembangannya dewasa ini franchise juga sudah melewati batas-batas

negara, artinya sistem bisnis franchise tidak hanya dilakukan dalam wilayah

suatu negara tertentu atau nasional, tetapi juga dilakukan dengan pihak asing

di luar negara franchisor.

Jadi hubungan bisnis franchise bukan hanya bersifat lokal/nasional

tetapi sudah bersifat internasional. Sebagai contoh di Indonesia saat ini

sudah banyak perusahaan-perusahaan asing yang memberi hak lisensi

kepada pengusaha di Indonesia, baik untuk memproduksi barang, memberi

hak pemakaian merek, service/format dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan

tersebut beragam bentuknya mulai dari bisnis restaurant, retail shop,

garment, hotel dan lain-lain, namun yang lebih banyak dikenal orang adalah

dalam bisnis fast food seperti Kentucky Fried Chicken, McDonald’s,

Wendy’s dan lain sebagainya. Yang terpenting dalam perkembangan

franchise saat ini adalah bagaimana mengembangkan konsep atau ide

franchisor agar dapat dikembangkan oleh franchisee dengan mutu, standar

dan keseragaman tetap terjaga.

Page 34: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

23

C. Perlindungan Terhadap Para Pihak Menurut Undang-Undang yang

Berlaku di Indonesia

Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena,

baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba, keduanya berkewajiban

untuk memenuhi prestasi tertentu. Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar

pembentukannya. Dasar pembentukkannya tertuang dalam syarat-syarat

sahnya suatu perjanjian, yaitu:16

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Para pihak (Franchisor dan franchise) yang bersepakat dalam suatu

transaksi franchise selain mempermasalahkan persoalan persoalan yuridis,

juga mengutamakan hal lain yang lebih penting yaitu adanya jaminan bahwa

baik Franchisor maupun franchisee adalah pihak -pihak yang secara bisnis

dapat diandalkan kerjasamanya, kemampuan manajerialnya dan

bonafiditasnya untuk bersama – sama membangun kerjasama bisnis.

Tuntutan di atas sebenarnya menjadi ukuran dalam menentukan

unsur–unsur pokok kesepakatan, persyaratan, hak dan kewajiban para pihak

yang pada akhirnya dituangkan di dalam klausula-klausula suatu perjanjian

franchise. Dari sudut pandang yang terkandung dalam suatu perjanjian

16

R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), h. 134.

Page 35: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

24

franchise yang umumnya terdiri dari pasal–pasal, jika dilakukan suatu

identifikasi terhadap pokok materi yang terpenting di dalam perjanjian

tersebut, maka terdapat klausula–klausula utama, sebagai berikut:

a. Objek yang difranchisekan

Objek yang difranchisekan biasanya dikemukakan di awal

perjanjian franchising. Objek yang di franchisekan harus menjelaskan

secara cermat mengenai barang/jasa apa yang termasuk dalam

franchise.

b. Tempat Berbisnis

Tempat berbisnis dan penampilan yang baik dan membawa ciri

Franchisor dibutuhkan dalam usaha franchise. Tempat yang akan

dijadikan lokasi berbisnis harus diperhatikan dengan baik agar

kerjasama yang dijalankan menghasilkan keuntungan yang layak.

Bagian ini memuat persyaratan tempat berbisnis yang layak untuk

memasarkan barang/jasa milik Franchisor. Franchisor biasanya turut

menentukan dan atau memberikan persetujuan kepada franchisee

mengenai tempat yang akan dipakai dalam menjalankan bisnis .

c. Wilayah franchise

Bagian ini meliputi pemberian wilayah oleh Franchisor kepada

franchisee, dimana dalam pertimbangan pemberian wilayah ini harus

didasarkan pada strategi pemasaran. Idealnya wilayah yang diberikan

merupakan wilayah yang tidak terlampau luas ataupun terlampau

sempit, sehingga dapat dieksploitasi secara maksimal. Pemberian

Page 36: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

25

wilayah ini didasarkan agar pemberian suatu wilayah tertentu dapat

menjamin tidak ada persaingan usaha sejenis baik yang dilakukan oleh

sesama jenis franchisee ataupun oleh Franchisor sendiri.

d. Sewa Guna

Sewa guna ini dilakukan apabila lokasi usaha franchise didapat

dengan suatu sewa. Jangka waktu sewa ini paling tidak harus sama

dengan jangka waktu berlakunya perjanjian franchise. Seringkali

franchise menggunakan tempat untuk berbisnis yang bukan miliknya,

ia menyewa suatu tempat untuk melakukan aktivitas franchise. Dalam

hal tempat tersebut diperoleh berdasarkan perjanjian sewa menyewa

maka secara bijaksana lamanya waktu menyewa tempat tidak lebih

singkat dibandingkan dengan jangka waktu perjanjian franchise.

e. Pelatihan Dan Bantuan Teknik Dari Franchisor

Pelatihan dan bantuan teknik merupakan hal yang penting

karena suatu bisnis dengan pola franchise mengandalkan kualitas

produk baik barang/jasa dan kualitas pelayanan yang baik dalam

menjalankan bisnisnya. Kualitas yang baik hanya dapat diperoleh

dengan cara pemberian pelatihan yang baik, mantap, berkualitas, serta

pemberian bantuan teknik yang diberikan secara berkala oleh

Franchisor kepada franchisee. Franchisee harus menilai kelayakan

dari pelatihan serta bantuan teknik yang diberikan oleh Franchisor

kepadanya. Kelayakan ini penting karena sangat berguna bagi

franchise didalam menjalankan bisnisnya, karena apabila franchise

Page 37: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

26

tidak mendapatkan bantuan teknik serta pelatihan yang cukup maka

akan mendapat kesulitan di dalam menjalankan roda bisnisnya.

f. Standar Operasional

Standar operasional yang diterapkan dalam franchise biasanya

terlampir dalam buku petunjuk/operation manuals. Petunjuk tersebut

mengandung metode, dalam bentuk tertulis yang lengkap untuk

menjalankan bisnis franchise. Menurut Martin Mendelsohn17

buku

pedoman yang berisikan standar bisnis ini terbagi dalam beberapa

bagian, yaitu :

1. Pendahuluan yang mengutamakan uraian pendahuluan yang

menguraikan hakikat dasar dari sistem kerja serta falsafah bisnis

jasa personal yang mendasarinya;

2. Sistem operasional yang menguraikan bagaimana sistem operasi

dibentuk, dan bagaimana serta mengapa berbagai unsur – unsur

pokok saling bersesuaian.

3. Metode operasional yang mendetail menguraikan mengenai

perlengkapan apa yang diperlukan, apa fungsinya, dan

bagaimana mengoperasikannya.

4. Serta instruksi pengoperasian yang meliputi :

a. Buka jam/hari;

b. Pola – pola Perdagangan;

c. Jadwal dan pergantian staf;

d. Penggunaan bentuk dan prosedur yang standar;

e. Persyaratan yang berkaitan dengan penampilan staf;

f. Prosedur pelatihan staf;

g. Prosedur memperkerjakan staf dan peraturan perundang –

undangannya;

17

Martin Mendelsohn, Franchising – Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchasee,

Alih Bahasa oleh : Arief Suyoko, Fauzi Bustami, Hari Wahyudi, PT Pustaka Binaman Presindok,

Jakarta, 1993, h. 104-106.

Page 38: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

27

h. Prosedur untuk mendisiplinkan staf serta kewajiban yang

harus dipenuhi oleh franchise sebagi pemakai;

i. Kebijakan penetapan harga;

j. Kebijakan pembelian;

k. Standar produk termasuk prosedur mengenai keluhan

pelanggan;

l. Standar layanan;

m. Tugas–tugas staf;

n. Pembayaran uang franchise;

o. Akuntansi;

p. Control kas dan prosedur perbankan;

q. Termasuk prosedur yang berhubungan dengan cek, kartu

cek dan kartu kredit;

r. Periklanan dan pemasaran;

s. Persyaratan yang berkenaan dengan presentasi gaya gedung

yang dimiliki Franchisor;

t. Juga persyaratan mengenai cara untuk mempergunakan

merek dagang dan/atau jasa, asuransi, prosedur

pengendalian sediaan.

Sebelumnya berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997

tentang waralaba (yang sekarang diganti dengan Peraturan Pemerintah No.

42 Tahun 2007), masalah waralaba menjadi persoalan besar, karena

pewaralaba (franchisor) harus menggantungkan pada kesepakatan yang

tertulis di dalam kontrak kerja sama. Artinya kedua belah pihak harus sangat

teliti dan hati-hati atas apa yang disepakati. Perlindungan dari ketetapan lain

yang mengatur suatu kerja sama waralaba dapat diasumsikan sulit diperoleh,

kalaupun ada.18

Berarti yang menjadi dasar yang sangat kuat hingga

kekuatannya sama dengan undang-undang ialah sebuah perjanjian yang

tertuang dalam kontrak waralaba/franchise itu sendiri, sehingga perjanjian

waralaba itu merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para

18 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008), h. 79.

Page 39: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

28

pihak dari perbuatan merugikan pihak lain. Adapun asas tersebut merupakan

termaktub dalam sebuah asas yang disebut asas Pacta Sun Servanda.

Walaupun suatu perjanjian waralaba merupakan kesepakatan antara

dua pihak, tetapi paling tidak ada dua pihak lain yang terkena dampak dalam

isi perjanjian waralaba, yaitu sebagai berikut:

1. Franchisee lain dalam sistem waralaba yang sama;

2. Konsumen atau klien dari franchisee maupun masyarakat umumnya.

Franchisee lain dalam sitem waralaba (franchising) yang sama

berharap bahwa franchisee yang baru menjadi anggota akan menjaga nama

dari seluruh sistem dengan menepati standar yang telah menyebabkan

seluruh sistem berhasil.

Sebagai payung hukum (umbrella act) dari suatu perjanjian waralaba

terdapat Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Pasal 5 mengatakan

bahwa sebelum membuat perjanjian, pemberi waralaba harus

mencantumkan secara tertulis dan benar, sekurang-kurangnya mengenai:19

a. Nama dan alamat para pihak;

b. Jenis Hak atas Kekayaan Intelektual;

c. Kegiatan usaha;

d. Hak dan kewajiban para pihak;

e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran

yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;

f. Wilayah usaha;

g. Jangka waktu perjanjian;

h. Tata cara pembayaran imbalan;

i. Kepemilikkan, perubahan kepemilikkan, dan hak ahli waris;

j. Penyelesaian sengketa;

k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.

19 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008), cet. 1, h. 90.

Page 40: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

29

Hal-hal yang diatur oleh hukum dan peraturan perundang-undangan

merupakan das sollen yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian

waralaba. Jika para pihak mematuhi semua peraturan tersebut, maka tidak

akan muncul masalah dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Akan tetapi,

sering juga terjadi das sein yang menyimpang dari das sollen.

Penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi. Wanprestasi terjadi ketika

salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di

dalam perjanjian waralaba. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan

kerugian bagi salah satu pihak yang menyebabkan kerugian. Kemungkinan

pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi ini merupakan bentuk

perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum di Indonesia.

Selain itu terdapat beberapa undang-undang yang mengatur terkait

perlindungan para pihak yang melakukan perjanjian waralaba/franchising,

yaitu Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001, Undang-undang Hak cipta

No. 19 Tahun 2002, Undang-undang Hak Paten No 14 Tahun 2001.20

Dengan beranjak pada rumusan , pengertian, dan konsep waralaba yang

telah dijelaskan dapat diketahui bahwa pemberian waralaba senantiasa

terkait dengan pemberian hak untuk menggunakan dan/atau memanfaatkan

HKI seperti penjelasan di atas.

20 Syopiansyah Jaya Putra, Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan

Intelektual, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet. 1, h. 132-133.

Page 41: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

30

BAB III

ASPEK HUKUM DALAM PEMBERIAN KREDIT OLEH

LEMBAGA PERBANKAN

A. Pengertian dan Prinsip Dalam Pemberian Kredit Bank

Kata “kredit” berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang berarti

“kepercayaan”. Kata “kredit” dalam dunia bisnis pada umumnya diartikan

sebagai kesanggupan akan meminjam uang, atau kesanggupan akan

mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau

jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak21

. Pasal 1 angka 11

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Undang-Undang

Perbankan) menyebutkan definisi dari kredit yaitu:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Perjanjian kredit Bank merupakan perjanjian pendahuluan

(woorowereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan

hasil permufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai

hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Bila dilihat dari sudut

pandang hukum perikatan, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian kredit

ini termasuk ke dalam perjanjian sepihak. Dikatakan perjanjian sepihak

karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen.

21

Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010) h. 263.

Page 42: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

31

Inilah yang kemudian disebut sebagai perjanjian standar atau perjanjian

baku. Perjanjian baku biasanya berupa sebuar formulir yang berisi

kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Di dalam formulir tersebut

pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing

pihak. Nantinya yang perlu dilengkapi hanga hal-hal yang bersifat subjektif,

seperti waktu dan identitas. Peranan bank selaku pemberi kredit baru

berfungsi apabila telah dicapai kesepakatan dalam perjanjian kredit antara

pihak bank/Kreditor dengan pihak nasabah/Debitur yang selanjutnya diikuti

dengan penyerahan uang kepada nasabah/Debitur oleh bank selaku Kreditor.

Penyerahan uang sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang

dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang berlaku dalam model perjanjian

kredit kedua belah pihak. Dalam praktek perbankan menunjukkan bahwa

seseorang yang bermaksud untuk mendapatkan kredit bank, memulai

langkahnya dengan mengajukan permohonan kredit. Untuk itu biasanya

bank telah menyediakan formulir tertentu yang harus diisi oleh pemohon

kredit. Dalam formulir perjanjian tersebut berisi tentang apa saja syarat-

syarat yang harus dipenuhi seseorang atau badan hukum untuk mengajukan

kredit serta berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila permohonan

kredit tersebut diberikan.

Secara umum terdapat dua jenis kredit yang diberikan bank kepada

nasabahnya, yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaan dan kredit

ditinjau dari segi jangka waktunya. Menurut segi penggunaannya, kredit

dibagi menjadi :

Page 43: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

32

1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang

menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya.

2. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang yang

perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.

Sedangkan jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa :

1. Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang diberikan tidak lebih dari satu

tahun.

2. Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari

satu tahun tapi tidak lebih dari tiga tahun.

3. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari tiga

tahun.

Perjanjian kredit dalam prakteknya mempunyai 2 bentuk

1. Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan (diatur dalam Pasal 1874

KUHPerdata),

Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila

tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang

menandatanganinya. Supaya akta bawah tangan tidak mudah dibantah

maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang berakibat akta bawah

tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik.

2. Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik (diatur dalam Pasal 1868

KUHPerdata) Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu

membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak.

Page 44: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

33

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang

memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara

Pemberi utang (Kreditor) disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain

pihak. Namun dalam pemberian kredit tersebut haruslah memenuhi unsur-

unsur pokok kredit, yaitu :

1. Kepercayaan, setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya

keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh

Debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

2. Waktu, pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh

Debitur dipisahkan oleh tenggang waktu.

3. Risiko, pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung resiko di

dalamnya yaitu resiko yang terkandung dalam jangka waktu antara

pelepasan kredit dan pembayaran kembali.

4. Prestasi, setiap terjadi kesepakatan antara bank dan Debitur mengenai

suatu pemberian kredit, pada saat itu pula terjadi suatu prestasi dan

kontra prestasi.22

Pemrosesan permohonan kredit mencakup sejumlah aspek yang perlu

dianalisis oleh bagian marketing, dengan melibatkan bagian lain seperti

yang ditunjukkan dalam kurung berikut:

1. Pengecekan daftar hitam atau kredit macet, apakah calon debitur

termasuk di dalamnya (account officer).

22 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana,2009) h. 58.

Page 45: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

34

2. Aspek yuridis, dari legalitas badan hukum dan legalitas usaha (account

officer/bagian hukum).

3. Mengenai usaha debitur, ditinjau dari aspek marketing, aspek keuangan,

aspek teknik/produksi, aspek manajemen (marketing/account officer).

4. Aspek jaminan kredit dan pengikatan barang-barang jaminan (account

officer/bagian hukum).

5. Kajian ulang permohonan atau persetujuan permohonan fasilitas kredit

(risk management).

6. Cara pengikatan kredit (bagian hukum).

7. Penandatanganan surat perjanjian kredit (bagian hukum dan bagian

operasional).

Menurut Kasmir, prosedur dan penilaian kredit secara umum bagi

setiap bank tidak jauh berbeda; yang berbeda hanyalah pada persyaratan dan

ukuran penilaian dengan pertimbangan masing-masing bank.23

Dalam ketentuan Pasal 9 dan Pasal 4 huruf b Undang-Undang

Perbankan secara tegas disebutkan bahwa yang memberikan kredit adalah

bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat sedangkan yang

menerima kredit secara tegas tidak disebutkan. Bank dalam menilai suatu

permintaan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit/calon penerima kredit

berpedoman pada faktor-faktor sebagai berikut:

1. Watak atau Characteristic

23 Kasmir, Manajemen Bank, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) h. 95.

Page 46: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

35

Maksud watak disini adalah kepribadian, moral dan kejujuran

pemohon kredit apakah, dia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik

sesuai dengan perjanjian kredit tersebut atau yang akan diadakan.

2. Kemampuan atau Capacity

Maksudnya adalah kemampuan mengendalikan, memimpin,

menguasai bidang usahakanya, kesungguhan dan melihat perspektif masa

depan, sehingga usaha pemohon kredit berjalan dengan baik dan

memberikan keuntungan.

3. Modal atau Capital

Maksudnya adalah pemohon kredit itu wajib memiliki modal sendiri

sebab adanya modal sendiri menunjukkan pemohon itu adalah pengusaha

lalu untuk mengembangkan perusahaannya perlu mendapat kredit dari bank

yang mana kredit ini berfungsi sebagai tambahan modal.

4. Jaminan atau Collateral

Maksudnya adalah kekayaan yang dapat dilihat sebagai jaminan guna

pelunasan hutang dikemudian hari seandainya penerima kredit tidak

melunasi hutangnya.

5. Kondisi Ekonomi atau Condition of Economy

Maksudnya adalah situasi ekonomi dalam jangka waktu tertentu akan

memungkinkan pemohon kredit memperoleh keuntungan yang menurut

perhitungan didapat dari kegunaan kredit itu. Kelima faktor-faktor tersebut

dinamakan Analisa Kredit yang merupakan ukuran kemampuan penerima

Page 47: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

36

kredit untuk mengembalikan pinjaman kreditnya dari kelima faktor analisa

kredit ini mengandung 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:

1. Unsur Subjektif, yaitu berupa modal.

2. Unsur Objektif, yaitu berkenaan dengan organisasi, administrasi,

modal dan keadaan ekonomi.

3. Unsur Yuridis, yaitu yang berkenaan dengan struktur yuridis dari

badan usaha penerima kredit dari bank.

Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada

diri Kreditur, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada

Debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari Debitur pada

waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat

perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Hak dan

kewajiban Debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban

Kreditor. Jadi dari berdasarkan hal tersebut di atas , diketahui bahwa:

1. Pemberi kredit adalah bank.

2. Penerima kredit adalah pihak yang memberikan jaminan dan memnuhi

syarat-syarat dalam analisa kredit.

B. Batasan dan Larangan dalam Pemberian Kredit

Salah satu penyebab dari kegagalan usaha bank adalah penyediaan

dana yang tidak didukung dengan kemampuan bank mengelola konsentrasi

penyediaan dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi

kegagalan usaha bank maka bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian

dalam pemberian kredit, antara lain dengan melakukan penyebaran

Page 48: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

37

(diversifikasi) portofolio penyediaan dana melalui pembatasan penyediaan

dana, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait.

Pembatasan penyediaan dana adalah persentase tertentu dari modal bank

yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK). BMPK

mendapatkan pengaturan dasar dalam Undang-Undang Perbankan.

Pengaturan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum.

Tujuan ketentuan BMPK adalah untuk melindungi kepentingan dan

kepercayaan masyarakat serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank,

dimana dalam penyaluran dananya, bank diwajibkan mengurangi risiko

dengan cara menyebarkan penyediaan dana sesuai dengan ketentuan BMPK

3 vide Pasal 1 angka 2 PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum 5 yang telah ditetapkan sedemikian rupa

sehingga tidak terpusat pada peminjam dan/atau kelompok peminjam

tertentu. Penyediaan dana dalam kerangka BMPK tidak hanya berupa kredit,

tetapi meliputi seluruh portofolio penyediaan dana yaitu penanaman dana

bank dalam bentuk :

a. kredit;

b. surat berharga;

c. penempatan;

d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali;

e. tagihan akseptasi;

f. darivatif kredit (credit derivative);

g. transaksi rekening administratif (seperti guarantee, letter of credit);

h. tagihan derivatif;

Page 49: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

38

i. potential future credit exposure;

j. penyertaan modal;

k. penyertaan modal sementara;

l. bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan

huruf a sampai dengan huruf k.

Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank

dapat dilakukan paling tinggi 10 % dari modal bank. Untuk penyediaan

dana kepada seorang peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dengan

bank dapat dilakukan paling tinggi 20 % dari modal bank. Sementara,

penyediaan dana kepada satu kelompok peminjam yang bukan merupakan

pihak terkait dapat dilakukan paling tinggi 25 % dari modal bank. Peminjam

digolongkan sebagai anggota suatu kelompok peminjam apabila peminjam

mempunyai hubungan pengendalian dengan peminjam lain baik melalui

hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan. Sementara, pihak

terkait adalah peminjam dan/atau kelompok peminjam yang mempunyai

keterkaitan dengan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI No.

7/3/PBI/2005. Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian

pihak terkait dengan bank dan dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Bank dinyatakan melakukan pelanggaran larangan terhadap ketentuan

Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) apabila pada saat

pemberiannya saldo kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

tersebut melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan oleh Bank

Indonesia. Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK tersebut, selain dapat

dikenakan sanksi, juga akan diperhitungkan dalam penilaian tingkat

kesehatan bank. Bank diwajibkan pula untuk menyampaikan laporan

Page 50: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

39

bulanan setiap bulan kepada Bank Indonesia mengenai penyediaan dana

kepada peminjam dan sekelompok peminjam yang melampaui BMPK,

seluruh penyediaan dana kepada piihak-pihak yang terkait dengan bank.24

Apabila kewajiban ini dilanggar oleh bank maka bank yang bersangkutan

dapat dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar denda, administratif

dan/atau sanksi pidana.25

Selain pembatasan dalam pemberian kredit berupa BMPK, diatur pula

pembatasan dalam pemberian kredit berupa larangan dalam pemberian

kredit. Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

23/70/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/3/UKU

masing-masing tanggal 28 Februari 1991 telah mengatur pembatasan

pemberian kredit untuk pembelian dan pemilikan saham oleh bank.

Disebutkan, bahwa bank tidak diperkenankan atau dilarang:

a. Memberikan kredit untuk membiayai pembelian saham atau modal

kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham, kecuali untuk pemberian

kredit investasi untuk pembiayaan barang modal (aktiva

tetap/bergerak) yang diperlukan oleh perusahaan yang melakukan

kegiatan jual beli saham atau pembelian obligasi yang diperdagangkan

di pasar modal;

b. Memiliki saham yang tidak dimaksudkan sebagai penyertaan.

24 Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010) h. 295

25

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka

Utama Grafiti, 2003), h. 88.

Page 51: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

40

Pelanggaran akan ketentuan ini akan dikenakan sanksi dalam rangka

pengawasan dan pembinaan oleh Bank Indonesia. Ketentuan tersebut

disempurnakan lagi dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

24/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 24/1/UKU

masing-masing tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit pada Perusahaan

Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham. Disebutkan beberapa hal yang

berkaitan dengan pembatasan dalam pemberian kredit bank untuk jual beli

saham, yaitu:

a. Bank dilarang memberikan kredit dengan agunan pokok dan agunan

tambahan berupa saham perusahaan lain;

b. Bank dilarang memberikan kredit kepada perorangan atau perusahaan

yang bukan perusahaam sekuritas untuk jual beli saham kecuali

pemberian kredit kepada koperasi dalam rangka pembelian saham

bank yang bersangkutan.26

C. Kegunaan dan Fungsi Jaminan Kredit dalam Pemberian Kredit

Fungsi jaminan kredit dalam dunia perbankan sangat besar.

Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak peminjam dalam

rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-

pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Pada umumnya pihak

pemberi pinjaman mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum

26 Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010) h.298.

Page 52: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

41

memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu,

keharusan penyerahan jaminan hutang tersebut sering pula diatur dan

disyaratkan oleh peraturan intern pihak pemberi pinjaman dan atau oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Jaminan secara yuridis

adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-

piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian,

dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga

jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.

Menurut Subekti adanya jaminan ini sangat penting kedudukannya

dalam mengurangi resiko kerugian bagi pihak bank (kreditor). Adapun

jaminan yang ideal dapat dilihat dari :

1. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan;

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk

meneruskan usahanya;

3. Memberikan kepastian kepada kreditor dalam arti bahwa apabila perlu

maka diuangkan untuk melunasi utang si debitur27

Thomas Suyatno mengemukakan bahwa,

”Jaminan secara umum dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau

pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran

kembali suatu hutang. Penyerahan kekayaan debitur merupakan bukti

kesungguhan debitur untuk mengembalikan dana yang dipinjamkan oleh

kreditur”.

Thomas Suyatno berpendapat bahwa kegunaan jaminan adalah untuk:

27 Usman,Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Putaka Utama, 2004). h. 286.

Page 53: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

42

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan

pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut

apabila nasabah melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar

kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam

perjanjian.

2. Menjamin agar nasabah berperan serta dalam transaksi untuk

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan unutk meninggalkan

usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau

perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya

kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya.

3. Memberi dorongan kepada debitur (tertagih) untuk memenuhi

perjanjian kredit. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai

dengan syarat –syarat yang telah di setujui agar ia tidak kehilang an

kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.28

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit, jaminan kredit juga sebagai

motivator kepada debitur supaya menjalankan usahanya secara baik, dan

menggunakan dana kredit sesuai dengan tujuan pengajuan dan pemberian

kredit, memanajemen keuangannya secara hati-hati sehingga mampu untuk

memenuhi prestasinya sampai berakhirnya perjanjian kredit dengan

pelunasan sampai pada akhirnya kembalinya hak menguasai terhadap benda

yang dijaminkan kepada kreditur dalam hal ini lembaga pembiayaan. Dari

definisi jaminan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa fungsi utama dari

28 Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta 2007). hal. 81

Page 54: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

43

jaminan adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari kreditur. Dalam hal ini

bahwa seorang calon debitur mempunyai kemampuan untuk memenuhi

clausul yang telah disepakati dalam perjanjian kredit yang telah disepakati

bersama oleh para pihak.

Page 55: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

44

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT KONTRAK FRANCHISE YANG

DIJADIKAN AGUNAN KREDIT

A. Kedudukan Kontrak Franchise Sebagai Surat Berharga

Surat berharga biasanya sering disebut dengan istilah negotiable

instrument, negotiable paper atau commercial paper.29

Surat berharga diatur

secara lex generalis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Dimana pada pokoknya KUHD tidak membatasi ruang lingkup surat

berharga.

Peranan surat berharga sebagai alternatif pendanaan atau pembiayaan

dalam kegiatan pasar uang di Indonesia dirasakan mulai sangat penting.

Faktor-faktor yang menciptakan kondisi para pelaku pasar uang giat

mencari alternatif lain dari sumber penanaman pembiayaan dana antara lain

adalah likuiditas perekonomian yang ketat, tingkat suku bunga di dalam

negeri yang relatif tinggi, dan ekspansi kredit yang cenderung melambat.

Tingginya ongkos pembiayaan perbankan serta sulitnya memperoleh kredit

dari bank telah mendorong timbulnya praktek-praktek intermediasi, yaitu

perusahaan-perusahaan mencari sumber danayang relatif murah dan cepat

tersedia, sedangkan di pihak lain pemilik dana berusaha mencari penanaman

dana yang relatif aman. Hal ini tercermin dari pertumbuhan perdagangan

instrumen-instrumen pasar uang yang baru seperti surat berharga.

29

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 444.

Page 56: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

45

Jadi surat berharga itu sebetulnya sama dengan surat hutang lainnya

seperti promes dan obligasi. Walaupun pada saat ini surat berharga sedang

menarik perhatian berbagai kalangan, sebenarnya ketentuan yang mengatur

mengenai surat berharga ini belum ada, sehingga masyarakat masih

mengkhawatirkan tentang kepastian hukum atas kepemilikan surat berharga.

Oleh karena itu aturan main tentang surat berharga sudah sangat mendesak

dan hal ini seharusnya mulai dipikirkan mengingat akhir-akhir ini surat

berharga sedang menjadi salah satu alternatif pembiayaan yang sangat

diminati oleh kalangan yang membutuhkannya.

Abdulkair Muhammad membedakan hal tersebut kedalam surat

berharga dan surat yang memiliki harga, dimana surat berharga adalah surat

yang penerbitannya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan

suatu prestasi. Sedangkan yang kedua adalah surat yang memiliki harga,

dimana surat yang memiliki harga atau nilai tidaklah untuk diperjualbelikan,

melainkan hanya untuk alat bukti bagi pemegangnya bahwa ia merupakan

orang yang berhak secara hukum untuk menikmati hak yang disebutkan

dalam surat tersebut.30

Secara umum surat berharga memiliki fungsi antara lain sebagai alat

pembayaran, alat pemindahan hak tagih, dan surat legitimasi (surat bukti

hak tagih). berdasarkan ciri-cirinya, Pennington dan Hudson menjelaskan

ciri-ciri surat berharga antara lain:31

30

Abdulkadir Muhammad. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 5.

31

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 106.

Page 57: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

46

1. Persyaratan dari dokumen tersebut harus mengizinkan dokumen

tersebut dipindah tangankan

2. Mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang

3. Perpindahan hak

4. Memiliki sumber hukum peralihan

Selain memiliki ciri-ciri, surat berharga juga memiliki persyaratan

yang harus dipenuhi agar suatu surat dapat dikatakan sebagai surat berharga.

Persayaratan tersebut antara lain:32

1. Syarat Formal

Syarat Formal dalam satu surat berharga meliputi, nama atau

jenis surat berharga disebutkan secara jelas; memuat atau

mengandung persyaratan suatu kesanggupan, janji atau perintah

membayar yang tidak bersyarat; mencantumkan pihak yang

wajib melakukan pembayaran atau memenuhi kewajiban; tertera

tanggal dan tempat surat berharga diterbitkan atau ditarik;

ditandatangani penerbit atau penarik yang sah.

2. Syarat Materil

Syarat materiil dari surat berharaga ialah; adanya perikatan dasar

atau sebab yang halal; merupakan hak tagih untuk mendapatkan

pembayaran; dapat dialihkan dengan endosemen dan cessie;

tidak dapat dibatalkan oleh penerbit atau penarik; tersedia dana

atau objeknya jika surat tersebut dicairkan.

32 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 107.

Page 58: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

47

Bila dianalisis berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan diatas,

maka kontrak franchise dapat saja tergolong kedalam surat berharga

berdasarkan KUHD, hal tersebut tidak lepas dari tidak terbatasnya surat

berharga menurut KUHD. Akan tetapi karena kebutuhan agar surat berharga

dapat dipindahtangankan atau dicairkan secara cepat maka terjadi

pembagian dalam pengertian surat berharga yang awalnya tidak terbatas

menjadi terbatas.

Bila dilihat berdasarkan ciri-ciri surat berharga kontrak franchise

dapat saja digolongkan menjadi surat berharga, dimana kontrak franchise

telah memenuhi sebagian besar ciri-ciri surat berharga, yakni perpindahan

hak dan memiliki sumber hukum perlihan. Sedangkan dalam ciri yang

kedua yakni, “mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah

uang”, kontrak franchise setidaknya juga memiliki kewajiban untuk

menyerahkan suatu barang, akan tetapi barang tersebut tidak berbentuk

uang, melainkan berbentuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang

tentunya bernilai ekonomis dan dapat diukur dengan uang. Hanya dalam ciri

pertama yang tidak dipenuhi secara mutlak oleh kontrak franchise agar

dapat disebut sebagai surat berharga, dimana dalam kontrak franchise tidak

diizinkan atau dijelaskan bahwa kontrak tersebut dapat dipindahtangankan,

sehingga sementara ini kontrak franchise tidak termasuk kedalam surat

berharga dan hanya digolongkan kedalam surat yang memiliki harga yang

tidak diperuntukkan untuk diperjualbelikan. Akan tetapi seiring dengan

perkembangan dunia usaha yang semakin pesat bukan tidak mungkin bila

Page 59: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

48

kedepannya kontrak franchise dapat lebih mudah dipindahtangankan

sebagai objek jaminan, baik berbentuk gadai maupun fidusia.

B. Posisi Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Disalurkan Oleh

Lembaga Perbankan

Secara etimologis kredit berasal dari bahasa latin, yakni credere yang

berartikepercayaan. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia,

kredit berarti pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara

mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh

bank atau badan lain.33

Menurut pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan pengertian kredit tersebut, maka diketahui bahwa pemberian

kredit oleh bank kepada nasabah debitur dilakukan dengan kesepakatan

(biasa disebut perjanjian) pinjam-meminjam. Perjanjian tersebut dibuat

berdasarkan asas kepercayaan bank sebagai kreditur kepada nasabah sebagai

debitur bahwa nasabah akan melunasi pinjamannya berdasarkan waktu dan

cara yang telah ditentukan serta disertai dengan pemberian bunga atau bagi

hasil.

33 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009 ), h. 57.

Page 60: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

49

Setidaknya terdapat 4 (empat) unsur dalam pemberian kredit, yakni:34

1. Kepercayaan, yakni adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi

yang diberikan kepada nasabah debitur akan dilunasi berdasarkan

waktu dan cara yang disepakati.

2. Waktu, yakni adanya jangka waktu yang diberikan oleh bank

sebagai kredit antara pemberian dan pelunasan kredit yang telah

disepakati.

3. Prestasi dan kontraprestasi, yakni adanya objek tertentu dalam

pemberian kredit, berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat telah

dicapainya kesepakatan pemberian kredit oleh bank.

4. Resiko, yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama

jangka waktu antara pemberian dan pengembalian kredit.

Guna meminimalisir potensi resiko yang terjadi dalam pemberian

kredit, maka bank perlu melakukan analisis kredit yang bertujuan untuk

meyakinkan bank bahwa debitur benar-benar dapat dipercaya dan memiliki

itikad baik dalam pengembalian pinjamannya. Dalam menerapkan analisis

kredit, maka bank wajib menerapkan prinsip 5 C’s dan 5 P yang terdiri

atas:35

a. Penilaian watak/kepribadian (charachter)

34 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 268.

35

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 273.

Page 61: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

50

Penilaian terhadap watak atau kepribadian debitur dimaksudkan

untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik debitur dalam

mengembalikan dana pinjamannya.

b. Penilaian kemampuan (capacity)

Penilaian kemampuan ini ditujukan untuk mengetahui

kemampuan dan keahlian debitur dalam bidang usaha yang akan

dibiayai. Sehingga bank akan memiliki keyakinan bahwa usaha

yang akan dibiayainya akan berjalan dengan baik dan debitur

dapat mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang

ditentukan.

c. Penilaian terhadap modal (capital)

Dalam menyalurkan kredit bank wajib untuk mengetahui posisi

keuangan calon debitur, sehingga dapat diketahui kemampuan

debitur dalam menunjang pertumbuhan usahanya.

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Untuk menanggung resiko yang mungkin muncul dikemudian

hari, maka calon debitur pada umumnya wajib menyediakan

jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah

dicairkan serta memiliki nilai minimal setara dengan jumlah

pinjaman.

e. Penilaian terhadap prospek usaha debitur (condition of economy)

Page 62: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

51

Dalam menyalurkan kredit, bank wajib menganalisis keadaan

dan potensi pasar, baik didalam maupun diluar negeri, sehingga

prospek perkembangan usaha debitur dapat diketahui prospek

usahanya dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:

a. Pihak Yang terlibat (Party)

Para pihak yang terlibat adalah titik sentral dalam pemberian

kredit, maka dari itu bank wajib memperhatikan hal ini.

b. Tujuan kredit (Purpose)

Tujuan kredit merupakan hal harus diketahui debitur, apakah

kredit ditujukan untuk hal yang diperbolehkan oleh undang-

undang atau tidak, serta memastikan bahwa kredit benar-benar

diperuntukkan untuk hal yang telah diperjanjikan.

c. Pembayaran (Payment)

Bank juga wajib memperhatikan pula apakah debitur memiliki

ketersediaan dana untuk melunasi kredit.

d. Perolehan laba (Profitability)

Dalam pemberian kredit, bank juga wajib untuk memperkirakan

dan memastikan potensi keuntungan yang akan didapatkan oleh

debitur.

e. Perlindungan (Protection)

Dalam memberikan kredit bank wajib untuk mendapatkan

perlindungan dan kepastian dari adanya kemungkinan macetnya

kredit yang diberikan oleh bank.

Page 63: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

52

Berdasarkan analisa dan penilaian yang dilakukan oleh bank dalam

pemberian kredit, maka bank memerlukan suatu jaminan dalam memberikan

kredit. hal ini bertujuan untuk melindungi bank sebagai kreditur apabila

sewaktu-waktu kreditur melakukan wanprestasi yang menyababkan

kerugian bagi bank.

Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang no. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

menjelaskan bahwa:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan dalam prinsip syariah, Bank

Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam

atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk

melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai

dengan yang diperjanjikan”.

Sedangkan dalam penjelasannya dijelaskan bahwa “mengingat bahwa

agunan merupakan salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila

berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan, agunan dapat hanya

berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan”.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan diatas, maka Undang-Undang

nomor 10 tahun 1998 telah membedakan antara jaminan kredit dengan

agunan kredit, dimana jaminan kredit dalam Undang-undang tersebut

berbeda dengan collateral yang dimaksud dalam prinsip 5 C’s. Yang

dimaksud jaminan dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 adalah

“keyakinan atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur dalam

Page 64: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

53

melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai

dengan yang diperjanjikan”.36

Sedangkan agunan merupakan istilah dari

konsep jaminan didalam Undang-Undang nomor 14 Tahun 1967 yang

berorientasi barang atau jaminan kebendaan (collateral orientation).

Pemberian agunan sebagai salah satu instrumen penyerahan kredit

bukan merupakan faktor utama hal tersebut ditunjukkan dalam penjelasan

pasal 8 Undang-Undang no. 10 Tahun 1998 bahwa:

“Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit,

maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan atas

kemampuan nasabah debiturmengembalikan utang-utangnya, agunan

dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan

kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa

barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang tidak berkaitan

langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan

tambahan.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka agunan dapat dibagi kedalam dua

jenis, yakni:37

1. Agunan utama

Agunan utama dalam pemberian kredit merupakan batrang yang

dibiayai oleh dana pinjaman dari bank, misalnya dana kredit dari

bank digunakan untuk membeli sebuah truk, maka yang menjadi

suatu agunan utama adalah truk tersebut

2. Agunan tambahan

36 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 281.

37

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 283.

Page 65: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

54

Agunan tambahan merupakan barang yang tidak dibiayai oleh

bank dan tidak terkait dengan kegiatan operasional usaha yang

dibiayai oleh bank

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/2005 Tentang

Penilaian Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dapat menjadi

agunan tambahan meliputi, surat berharga dan saham yang aktif

diperdagangkan dalam bursa efek di indonesia atau memiliki peringkat

investasi diikat dengan gadai; tanah, gedung dan rumah tinggal diikat

dengan hak tanggungan; pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran diatas

20 meter kubik diikat dengan hipotek; serta kendaraan motor dan persediaan

diikat dengan fidusia. Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka agunan

bukanlah hal yang esensial dalam pemberian kredit. Hal tersebut membuat

bank dapat memberikan kredit selama jaminan yang berupa keyakinan

terhadap kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman telah

terpenuhi. Bahkan bank dapat memberikan kredit dengan menggunakan

kredit yang seblumnya telah dibiayai sebelumnya dan dimungkinan untuk

memberikan pinjaman tanpa agunan tambahan.

Ditinjau dari sudut kontraknya, agunan merupakan perjanjian accesoir

dari suatu kontrak pemberian kredit. Sedangkan yang menjadi perjanjian

pokoknya adalah perjanjian utang-piutang antara pihak bank sebagai

kreditur dan nasabah sebagai debitur. Hal tersebut ditujukan untuk

memastikan posisi kreditur secara hukum terkait pengembalian piutangnya

Page 66: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

55

manakala debitur pailit atau wanprestasi. Hal tersebut sejalan dengan pasal

1338 ayat 1 KUH Perdata bahwa:

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya”.

Sedangkan perjanjian yang sah sendiri diatur dalam pasal 1320 KUH

Perdata, dimana sayarat sahnya perjanjian meliputi:38

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa

Ayat 29, yang berbunyi:

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama suka diantara kamu." (Qs. An Nisa': 29)

Agunan yang diperjanjikan sebagai perjanjian accesoir dan telah

memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

akan memberikan kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur karena

perjanjian ini bersifat baku dan memiliki asas eksekutorial, sehingga pihak

kreditur (dalam hal ini bank) akan berkedudukan sebagai kreditur preferen

yang pelunasan hutangnya akan diutamakan ketimbang kreditur konkuren

38 R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), h. 134.

Page 67: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

56

apabila debitur yang menyertakan agunan dalam pemberian kredit

mengalaim pailit.

C. Analisa Kontrak Franchise Sebagai Objek Jaminan Dalam Perjanjian

Kredit

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa

kontrak franchise bukanlah suatu surat berharga, hal ini berdampak kepada

sulitnya mengalihkan penguasaan terhadap kontrak franchise kepada pihak

ketiga. Salah satu sebabnya ialah karena kontrak franchise erat kaitannya

dengan Hak Kekayaan Atas Intelektual (HKI), khususnya merek dan rahasia

dagang, sehingga dikhawatirkan apabila kontrak franchise dapat dengan

mudah dialihkan akan menggugurkan aspek rahasia dagang yang merupakan

bagian dari HAKI dalam kontrak franchise tersebut.

Hal tersebut bukan berarti kontrak franchise tidak dapat diuangkan,

meskipun tidak semudah surat berharga dalam hal pemindahan tangan,

setidaknya HAKI masih berpotensi dijadikan sebagai agunan dalam suatu

pemberian kredit. Dimana dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah dijelaskan bahwa

pemberian suatu kredit yang dilakukan oleh bank tidak diwajibkan

menggunakan agunan tambahan, melainkan dapat menggunakan objek yang

dibiayai sebagai jaminan selama bank yakin akan itikad dan kemampuan

debitur dalam melunasi pinjamannya.

Agunan pokok tersebut antara lain dapat berupa barang, proyek

ataupun hal tagih yang dibiayai, atau benda lain yang terkait dengan

Page 68: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

57

kegiatan operasional yang dibiayai oleh bank. Dalam hal ini pemberian

kredit usaha waralaba oleh suatu bank BUMN di Indonesia tidak

mensyaratkan adanya agunan tambahan seperti layaknya kredit lainnya.

Salah satu faktor yang mendorong hal tersebut menurut pendapat penulis

adalah karena bank telah berkeyakinan akan itikad dan kemampuan debitur

dalam melunasi hutangnya.

Keyakinan tersebut antara lain disebabkan dengan pembiayaan

terhadap usaha franchise lebih menjamin dibanding usaha lain karena objek

franchise merupakan suatu konsep dan sistem usaha yang telah terbangun

dan terbukti berhasil dalam mendapatkan keuntungan berdasarkan

pengalaman yang dilakukan oleh Franchisor, maka dari itu kredit usaha

waralaba seringkali mensyaratkan kontrak franchise dalam pengajuan kredit

usaha waralaba, selain sebagai bukti otentik, hal tersebut ditujukan sebagai

bahan analisis bagi bank untuk mendapatkan keyakinan penuh atas itikad

dan kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit sebagai bentuk

jaminan.

Pemberian kredit tersebut, lebih khususnya dalam hal pemberian

kredit investasi, yang menjadi agunan pokok ialah usaha yang dibiayai

(dalam hal ini usaha franchise yang dibuktikan dengan kontrak Franchisor

dengan franchisee). Sedangkan dalam hal pemberian kredit modal kerja,

maka yang akan menjadi agunan pokoknya adalah persediaan barang dari

Page 69: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

58

usaha waralaba tersebut, dan dalam hal ini kontrak franchise akan menjadi

syarat mutlak bagi pemberian kontrak ini.39

Perkembangan hukum mengenai agunan ini mulai mengalami

perkembangan setelah dikeluarkannya Undang-undang No 9 Tahun 2006

tentang Resi Gudang, yang tmemasukan Resi Gudang sebagai bagian dari

konstruksi hukum agunan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat berdasarkan

Peraturan Bank Indonesia atau PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor

9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No 7/2/PBI/2005 tentang

Penilaian Aktiva Bank Umum, pada pasal 46 meliputi :

a. Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan dibursa

efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat

secara gadai;

b. Tanah, gedung dan rumah tinggal yang diikat dengan Hak

Tanggungan;

c. Pesawat udara atau kapal lau dengan ukuran diatas 20 meter

kubik yang diikat dengan Hipotek;

d. Kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara

Fidusia; dan atau

e. Mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan iikat

dengan Hak Tanggungan;

f. Resi gudang yang diikat dengan hak Jaminan atas Resi

Gudang.

39

www.advokatmuhammadjoni.com diakses pada tanggal 14 Desember 2014.

Page 70: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

59

Sangat jelas bahwa hingga saat ini kontrak franchise belum

tercantum sebagai salah satu bentuk agunan kredit yang diakui di Indonesia,

walaupun disatu sisi seluruh HKI yang diatur dalam undang-undang memuat

syarat yang sangat memungkinkan HKI untuk dapat dijadikan sebagai

agunan kredit perbankan. Oleh karenanya, menjadikan HKI sebagai bagian

dari agunan di Indonesia akan sangat mungkin dilakukan, sebagaimana Resi

Gudang yang pada akhirnya dapat dijadikan agunan (collateral).

Page 71: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat menarik

beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kontrak franchise bukanlah suatu surat berharga yang dapat dijaminkan,

dikarenakan sulitnya mengalihkan penguasaan terhadap kontrak franchise

kepada pihak ketiga. Salah satu sebabnya ialah karena kontrak franchise

erat kaitannya dengan Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI), khususnya

merek dan rahasia dagang. Sehingga dikhawatirkan apabila kontrak

franchise dapat dengan mudah dialihkan akan menggugurkan aspek

rahasia dagang yang merupakan bagian dari HAKI dalam kontrak

franchise tersebut. Hal tersebut bukan berarti kontrak franchise tidak dapat

diuangkan, meskipun tidak semudah surat berharga dalam hal pemindahan

tangan, setidaknya HAKI masih berpotensi dijadikan sebagai agunan

dalam suatu pemberian kredit. Dimana dalam penjelasan pasal 8 Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah dijelaskan bahwa

pemberian suatu kredit yang dilakukan oleh bank tidak diwajibkan

menggunakan agunan tambahan, melainkan dapat menggunakan objek

yang dibiayai sebagai jaminan selama bank yakin akan itikad dan

kemampuan debitur dalam melunasi pinjamannya.

2. Berdasarkan ciri-ciri surat berharga kontrak franchise dapat saja

digolongkan menjadi surat berharga, dimana kontrak franchise telah

Page 72: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

60

memenuhi sebagian besar ciri-ciri surat berharga, yakni perpindahan hak

dan memiliki sumber hukum peralihan. Sedangkan dalam ciri yang kedua

yakni, “mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang”,

kontrak franchise setidaknya juga memiliki kewajiban untuk menyerahkan

suatu barang, akan tetapi barang tersebut tidak berbentuk uang, melainkan

berbentuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang tentunya bernilai

ekonomis dan dapat diukur dengan uang. Hanya dalam ciri pertama yang

tidak dipenuhi secara mutlak oleh kontrak franchise agar dapat disebut

sebagai surat berharga, dimana dalam kontrak franchise tidak diizinkan

atau dijelaskan bahwa kontrak tersebut dapat dipindahtangankan, sehingga

sementara ini kontrak franchise tidak termasuk kedalam surat berharga dan

hanya digolongkan kedalam surat yang memiliki harga yang tidak

diperuntukkan untuk diperjualbelikan. S eiring dengan perkembangan

dunia usaha yang semakin pesat bukan tidak mungkin bila kedepannya

kontrak franchise dapat lebih mudah dipindah tangankan sebagai objek

jaminan, baik berbentuk gadai maupun fidusia.

B. Saran

1. Adanya AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) pemerintah diharapkan dapat

menciptakan peraturan baru agar kontrak franchise tersebut dapat

dijadikan sebagai jaminan dengan tidak menghilangkan esensi dari HAKI

yang terkandung dalam kontrak franchise, khususnya rahasia dagang dari

kontrak franchise tersebut. Perlu adanya undang-undang secara khusus

mengatur tentang franchise sehingga memberikan jaminan kepastian

Page 73: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

61

hukum. Pengawasan yang jelas oleh lembaga yudikatif untuk mencegah

terjadinya wanprestasi oleh salah satu pihak.

2. Di dalam memberikan kredit kepada calon debitor, pejabat bank terutama

pejabat bank bagian kredit dalam melaksanakan analisis sistem dan tata

cara 5 C’s of Credit (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan

Condition of economy) diharapkan melakukan analisis tersebut dengan

lebih cermat dan cerdik. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya kredit

bermasalah/macet di masa yang akan datang, karena berhasil tidaknya

penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kredibilitas bank yang

bersangkutan. Diharapkan dalam penyelesaian kredit bermasalah, terjadi

kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak ketiga yang

membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam penyelesaian

kredit bermasalah, semakin lama penyelesaiannya justru akan menambah

semakin besar kerugian yang akan dialami oleh kedua belah pihak, karena

kedua belah pihak baik itu pihak bank atau pihak nasabah akan terus

terbebani dengan waktu dan biaya penyelesaian kredit bermasalah tersebut

3. Dalam pelaksanaan eksekusi obyek Hak Tanggungan banyak kendala yang

dihadapi, oleh karena itu perlu adanya ketentuan eksekusi yang merupakan

terobosan dalam memenuhi tuntutan masyarakat dan penting pula eksekusi

dibuat suatu cabang Ilmu Hukum Eksekusi tersendiri, karena selama ini

hukum eksekusi yang ada merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata.

Page 74: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

62

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Djoni S. Gozali & Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2010).

Gunawan Widjaja, Waralaba. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003).

Hakim Lukman, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: Med Press, 2008).

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana,2009).

Kasmir, Manajemen Bank, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).

Kuswadi, Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Keuangan, (Jakarta: PT.

Elex Media Komputindo, 2005).

Margono Suyud, Hak Milik Industri, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).

Mendelsohn Martin, Franchising – Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan

Franchaisee, Alih Bahasa oleh : Arief Suyoko, Fauzi Bustami, Hari

Wahyudi, (Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindok, 1993).

M Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986).

Muhammad Abdulkadir, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga,

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007).

Muljadi, Kartini & Widjaja Gunawan. Seri Hukum Harta Kekayaan:

Kebendaan Pada Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2003).

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011).

R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003).

Sumardi Juajir, Aspek-Aspek Hukum Franchise & Perusahaan Trans Nasional,

(bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995).

Sutedi Andrian, Hukum Waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008).

Syopiansyah Jaya Putra, Yusuf Durachman, Etika Bisnis & Hak Kekayaan

Intelektual, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009).

Page 75: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

63

Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta 2007).

T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, ( Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1992).

Usman Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Putaka Utama, 2004).

Widjaja Gunawan, Seri Hukum Bisnis: Rahasia Dagang, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2001).

Widjaja Gunawan & Yani Ahmad, Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000).

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.

Pustaka Utama Grafiti, 2003).

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pasal 1874 KUHPerdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak

Paten.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak

cipta.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi

Gudang.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007.

Page 76: KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29730/3/ILHAM... · KONTRAK FRANCHISE SEBAGAI AGUNAN KREDIT DALAM HUKUM JAMINAN

64

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang

Waralaba.

C. Internet

www.franchiseindonesia.org/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2014.

www.franinfo.com diakses pada tanggal 4 Desember 2014.

www.advokatmuhammadjoni.com diakses pada tanggal 14 Desember 2014.