39
PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN DENGAN KONTRAKTUR DIGITI III-V MANUS DEXTRA Periode : 6-11 Juli 2015 Oleh: Nur Alfiani G99122087 Pembimbing: Oleh: Dessy Puteri H. G99141086 Pembimbing: dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE 1

kontraktur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah plastik

Citation preview

PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN DENGAN

KONTRAKTUR DIGITI III-V MANUS DEXTRA

Periode : 6-11 Juli 2015

Oleh:

Nur AlfianiG99122087

Pembimbing:

Oleh:

Dessy Puteri H.G99141086

Pembimbing:

dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

I. Identitas Pasien

Nama: An. Z

Umur: 1 Tahun 3 bulan

Jenis kelamin: Laki-laki

Agama: Islam

Alamat: Ngancar Pitu, Ngawi, Jawa Timur

Tanggal Masuk: 8 Juli 2015

Tanggal Periksa: 10 Juli 2015

Status Pembayaran: BPJS

II. Keluhan Utama

Jari tangan kanan sulit untuk diluruskan

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan jari tengah hingga kelingking sulit untuk diluruskan, apabila dipaksa untuk diluruskan pasien merasa sakit. Ibu pasien mengaku sebelum jari tengah sampai kelingking tangan kanan sulit diluruskan, 6 bulan yang lalu pasien pernah mengalami luka bakar akibat terkena bara api pada tangan kanan. Setelah luka sembuh lama kelamaan pasien sulit untuk meluruskan jari tangan kanannya.

Pasien kemudian dibawa ke RSUD Ngawi, karena di RSUD Ngawi tidak ada ahli bedah plastic pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosis rujukan kontraktur digiti III-V manus dekstra.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat operasi : disangkal

Riwayat Trauma: luka bakar, 6 bulan yang lalu

Riwayat Perawatan: disangkal

Riwayat alergi: disangkal

Riwayat penyakit jantung: disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa: disangkal

Riwayat alergi: disangkal

Riwayat penyakit jantung: disangkal

VI. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama orang tua serta kakeknya. Pasien berobat di RSUD Dr.Moewardi dengan fasilitas BPJS

VII. Riwayat Nutrisi

Pasien makan dan minum teratur, pasien mau makan sayur-sayuran serta buah-buahan. Lauk yang dimakan pasien juga bervariasi

B. PEMERIKSAAN FISIK

I. Primary Survey

a. Airway: bebas

b. Breathing: spontan, thoracoabdominal, pernafasan 20 x/menit

c. Circulation: nadi 84 x/menit

d. Disability: GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm)

e. Exposure: suhu 36,6C

II. Secondary Survey

a. Keadaan umum: pasien sakit ringan, gizi kesan baik.

b. Kepala: mesocephal, jejas (+) lihat status lokalis.

c. Mata: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), diplopia (-/-).

d. Telinga: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tragus (-/-).

e. Hidung: bentuk asimetris, napas cuping hidung(-), sekret(-), keluar darah (-).

f. Mulut: gusi berdarah (-), lidah kotor (-), maloklusi (-).

g. Leher: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat.

h. Thorak: bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

i. Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi: bunyi jantung I-II intenstas normal, regular,

bising (-).

j. Pulmo

Inspeksi: pengembangan dada sama dengan kiri.

Palpasi: fremitus raba kanan sama dengan kiri,

nyeri tekan (-/-).

Perkusi: sonor/sonor.

Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+) normal,

suara tambahan (-/-).

k. Abdomen

Inspeksi: distended (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Perkusi: timpani

Palpasi: supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-)

l. Genitourinaria: BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-),

nyeri BAK (-).

m. Muskuloskletal: nyeri (+) pada anggota gerak atas sebelah kanan, ROM terbatas pada anggota gerak atas sebelah kanan.

n. Ekstremitas

Akral dingin Oedema

-

_

-

_

-

_

-

_

Jejas

+

_

-

_

III. Status Lokalis

Regio Manus Dekstra

Look:Tampak kontraktur pada digiti III-V

Feel:Nyeri bila digerakkan (+)

Move:ROM aktif dan pasif terbatas.

C. DIAGNOSIS

Kontraktur digiti III-V manus dextra

D. PLANNING

1. Pro Release kontraktur.

2. Intramedullary pinning

3. Tutup defek bertahap

BAB II

JAWABAN UJIAN

1. ANAMNESIS

Anamnesis dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang yang melihat langsung kejadian yang dialami pasien, yang harus ditanyakan dalam anamnesis pasien-pasien yang mengalami kontraktur antara lain:

a. Apakah penyebab pasien mengalami kontraktur?

i. Luka bakar.

ii. Trauma benda tajam

iii. Penyakit sendi

iv. Imobilisasi eksternal.

v. Kelainan neurologis

vi. Kecelakaan olahraga.

vii. Perkelahian.

b. Dimana kejadiannya? Sudah berapa lama pasien mengalami kejadian tersebut?

c. Apakah penanganan yang dilakukan setelah pasien mengalami hal tersebut?

d. Apakah pengaruh kontraktur terhadap aktivitas pasien sehari-hari?

2. PEMERIKSAAN FISIK

a. Inspeksi secara teliti untuk mencari adanya:

i. Deformitas,

ii. Laserasi,

iii. Edema

iv. Keloid

b. Palpasi untuk mengetahui kelainan pada tulang dan jaringan pada tangan.

i. Palpasi untuk kelainan tulang phalang dan metacarpal.

ii. Palpasi antebrachii untuk meraba vaskularisasi dari manus

iii. Palpasi untuk mengetahui keadaan tendon pada antebrachii dan metacarpal

c. Movement

i. Melakukan Finkelstein test untuk mengetahui adanya tenosinovitis tendoabductor pollicis longusdanextensor pollicis brevis.

ii. Melakukan test Froments sign kelemahan ototadduktor policiskarena kelumpuhannervus ulnaris

iii. Melakukan Intrinsic-plus test untuk mengidentifikasi pemendekan otot-otot intrinsik tangan.

iv. Melakukan Phalen test untuk mengetahui adanya keterbatasan dari fleksi wrist joint

3. DIAGNOSIS DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Diagnosis pada pasien di atas kontraktur digiti III dan raw surface digiti II post release kontraktur.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan laboratorium untuk menganalisa jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan hemoglobin), hematokrit, protrombin time, partial tromboplastin time, ion (natrium, klorida), Albumin, dan golongan darah.

Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:

Hb: 12-15 g/dLNatrium: 135-145 mEq/L

AE: 4,2-6,2. 103/LKalium: 3,1-4,3 mEq/L

AL: 4-11.103/LKlorida: 95-105 mEq/L

AT: 150-350.103/LKreatinin: 0,5-1,5 mg/dL

Hct: 38-51%GDS: < 200 mg/dL

PT: 11-14 detikAlbumin: 3-5,5 g/dL

APTT: 20-40 detik

b. Pemeriksaan Radiologi

i. Rontgen

Sinar X dapat bermanfaat untuk mendiagnosis kontraktur karena penyempitan ruang sendi yang terlihat mengindikasikan sendi yang rapat dan kontraksi, dilakukan juga pemeriksaaan fisik yang melibatkan tes fisik dan manual untuk menguji gerakan sendi.

ii. USG

USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk kontraktur, terutama kontraktur Dupuytren. USG menghasilkan gambaran posisi antara tulang, arteri, dan nodul. Selain itu, dari USG juga didapatkan perbedaan echo struktur nodul dan jaringan sekitar. Early nodule pada kontraktur Dupuytren terlihat lebih hpoechoic dibanding dengan tendon. Sedangkan nodul yang telah lama terlihat isoechoic atau hiperechoic.

5. RENCANA PENATALAKSANAAN

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif.

Pada luka bakar, kontraktur biasanya muncul ketika garis skar vertical dengan garis tension kulit, dan melintasi persendian. Harus ditekankan bahwa penanganan primer pada luka bakar haruslah bertujuan untuk menghindari skar kontraktur dengan menggrafting pasien secepat mungkin. Pada beberapa kasus pedicle flap atau free flap secara primer dapat digunakan untuk menengani defek dan mencegah kontraktur. Terapi pilihan untuk skar kontraktur adalah scar revision dikombinasi dengan prosedur bedah lainnya, sesuai dengan lokasi, luas dan bentuk kontraktur. Sebagai contoh, Z-plasti dapat langsung mengurangi skar dan mengurangi skin tension. Bila skar kontraktur kemungkinan menyebabkan retriksi ruang gerak, skin grafting atau flap diindikasikan untuk menutup defek jaringan. Perluasan jaringan dapat digunakan akhir-akhir ini dengan berbagai bentuk dan volume sebagai prosedur sekunder untuk merekonstruksi defek. Perluasan jaringan tidak digunakan sebagai penutupan primer pada luka terbuka. Pada kontraksi yang parah, skin graft tetap memberikan hasil yang baik sebagai myocutaneus atau fasciocutaneus axial flap. Merupakan pilihan dokter bedah untuk menggunakan metode mana yang akan digunakan.

6. EDUKASI, PENYULUHAN, DAN PENCEGAHAN SEKUNDER

Edukasi, penyuluhan, dan pencegahan sekunder yangdapat dilakukan adalah dengan menyarankan agar menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kontraktur, yaitu :

a. Menggunakan pengaman saat bekerja dengan api atau zat kimia yang bersifat korosif

b. Meningkatkan keamanan terhadap alat-alat yang dapat menimbulkan luka bakar.

c. Menghindarkan anak-anak dari benda-benda yang dapat menyebabkan luka bakar.

d. Memberi edukasi pada anak tentang penggunaan alat-alat yang berisiko menyebabkan luka .

BAB III

TINJUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Kontraktur dapat terjadi pada setiap sendi pada tubuh. Gangguan fungsi persendian ini mungkin sebagai hasil dari immobolisasi yang disebabkan trauma atau penyakit., cedera saraf seperti kerusakan pada medulla spinalis dan stroke, atau penyakit otot, tendon ataupun ligamentum. Keadaan ini tentunya akan sangat merugikan dikemudian hari bagi penderita kontraktur sendi karena adanya keterbatasan gerakan yang akan mengakibatkan ketidakmampuan fisik dalam melakukan aktivitas maupun rasa tidak nyaman karena posisi statis yang terus menerus dirasakan. Dengan kemajuan ilmu kedokteraan sekarang, penyebab berkurangnya ruang gerak akibat kontraktur dapat dikurangi secara efektif.

Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.

B. ETIOLOGI

Proses terjadinya kontraktur didasarkan pada empat etiologi primer yaitu immobilisasi eksternal, trauma, beberapa penyakit sendi, dan kerusakan neurologis.

1. Immobilisasi eksternal

terjadi ketika sendi dalam posisi stasioner dalam periode waktu yang lama, terjadi adhesi antar jaringan ikat sendi.

2. Trauma

jaringan ikat di sekitar sendi mengalami tarikan atau robekan

3. Penyakit sendi

diantaranya adalah rheumatoid arthritis.

4. Defek Neurologis

trauma pada sistem saraf sentral maupun perifer dapat menghasilkan impuls abnormal yang berakibat restriksi pada jaringan sendi.

C. MEKANISME

Otot dan jaringan ikat berpengaruh terhadap terjadinya kontraktur. Hilangnya sarcomer di akhir myofibril dan memendek serta hilangnya elasitas jaringan ikat menyebabkan kontraktur. Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dipertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur. Pada kontraktur sendi, imobilisasi, kelemahan otot dan kekakuan otot merupakan faktor utama dalam terjadinya kontraktur.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan jaringan yang menyebabkan ketegangan, kontraktur dibagi menjadi :

1. Kontraktur Dermatogen

Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.

1. Kontraktur Tendogen

Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.

a. Dupuytren kontraktur

b. Kontraktur Volkman

c. Kontraktur Tendo Achiles

d. Trigger Finger

3. Kontraktur Arthrogen

Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis kontraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan Fisik

a. Goniometer: Keterbatasan ruang sendi dapat diukur dengan goniometer. Namun secara klinis, kontraktur sendi dapat berupa trauma yang ditandai dengan kerusakan otot, kapsul, ligamen, tendong, kulit dan syaraf di sekitar sendi sehingga harus dilakukan pemerikasaan yang sangat teliti pada setiap komponen tersebut.

b. Allens test: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan patensi dari anastomosis pembuluh darah di tangan. Pertama-tama pemeriksa mempalpasi dan mengoklusi (menekan) arteri radialis dan ulnaris. Pasien kemudian diminta untuk membuka dan menutup jari tiga sampai lima kali dengan cepat sampai kulit telapak tangan sembab. Tekanan kemudian dilepaskan salah satu bisa arteri radialis atau ulnaris, kecepatan kembalinya warna normal tangan dicatat. Pengujian diulangi dengan melepas arteri yang tidak dilepas pada pengujian pertama. Hasil tes positif menunjukkan bahwa tidak ada atau berkurangnya hubungan antaraarcus ulnaris superficialisdanarcus radialis profunda.

c. Bunnel-Littler test: Sebuah tes yang dirancang untuk mengidentifikasi kontraktur otot intrinsik atau kontraktur sendi pada sendi PIP (Proximal Inter Phalang). Pemeriksa memflexikan PIP hingga maksimal sambil sebelumnya sedikit mengekstensikan sendimetacarpophalang(MCP). Hasil tes positif untuk kontraktur kapsul sendi jika sendi PIP tidak dapat difleksikan. Tes ini positif untuk kontraktur otot intrinsik jika MCP sedikit fleksi dan PIP dapat diflexikan sepenuhnya.

d. Finkelstein test: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan adanya tenosinovitis tendoabductor pollicis longusdanextensor pollicis brevis. Tes ini biasanya digunakan untuk menentukan adanya penyakitde Quervains. Pasien membuat kepalan dengan ibu jari ditekuk di dalam keempat jari lainnya. Pasien kemudian mendeviasikan (tulang)metacarpalpertama ke arahulnardan memanjangkan sendi proksimal ibu jari (yakni dengan menekuk kepalan tangan kearah ulnar) . Jika pasien mengalami rasa sakit, maka dikatakan sebagai hasil tes positif.

e. Froments sign: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan adanya kelemahan ototadduktor policiskarena kelumpuhannervus ulnaris. Pasien diminta untuk memegang selembar kertas memakai ujung ibu jari dan sisi radial jari telunjuk. Hasil uji positif jika saat penguji menarik kertas dari pegangan pasien makaphalang terminalibu jari pasien akan terfleksikan atau jika sendi MCP di ibu jari menjadi sangat memanjang (Jeannes sign).

f. Intrinsic-plus test: Sebuah tes yang dirancang untuk mengidentifikasi pemendekan otot-otot intrinsik tangan. Tes ini menjadi spesifik pada tangan pasien dengan rheumatoid arthritis, terutama pada tahap awal sebelum ada kerusakan atau cacat pada tangan. Pada tes ini, sendi MCP jari yang sedang diuji di hiperekstensi-kan. Maka sendi jari di tengah dan distal akan menjadi sedikitfleksiakibat tarikan pasif jaringan. Pemeriksa kemudian mencoba untuk memflexikan sendi PIP jari tersebut. Jika terdapat hambatan dalam memfleksikan jari tersebut maka dianggap sebagai tanda positif.

g. Phalens test(fleksi pergelangan tangan): Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan adanyacarpal tunnel syndrome. pergelangan tangan pasien difleksikan maksimal oleh pemeriksa, kemudian pasien mempertahankan posisi ini dengan menahan satu pergelangan tangan dengan pergelangan tangan yang lain selama 1 menit. Hasil uji positif jika terdapatparestesiadi ibu jari, jari telunjuk, dan lateral jari manis.

h. Tight retinacular ligament test: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan adanya pemendekanligamen retinacularatau adanya ikatan pada kapsul sendi interphalangeal distal(DIP). Pemeriksa memegang sendi PIP pasien dalam posisi ekstensi penuh sembari memfleksikan sendi DIP. Jika sendi DIP tidak dapat difleksikan, maka tes dianggap positif (baik disebabkan karena kontraktur ligamencollateralatau kontraktur kapsul sendi). Untuk membedakannya, sendi PIP difleksikan dan jika sendi DIP dapat difleksikan dengan mudah maka kapsul sendi dianggap normal.

i. Tinels sign: Sebuah tes yang dirancang untuk mendeteksicarpal tunnel syndrome. Pemeriksa mengetuk diatas terowongan carpal di pergelangan tangan. Hasil uji positif jika pasien merasakan paresthesia di distal dari pergelangan tangan.

2. Pemeriksaan penunjang

a. Rontgen

Sinar X dapat bermanfaat untuk mendiagnosis kontraktur karena penyempitan ruang sendi yang terlihat mengindikasikan sendi yang rapat dan kontraksi, dilakukan juga pemeriksaaan fisik yang melibatkan tes fisik dan manual untuk menguji gerakan sendi.

b. USG

USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk kontraktur, terutama kontraktur Dupuytren. USG menghasilkan gambaran posisi antara tulang, arteri, dan nodul. Selain itu, dari USG juga didapatkan perbedaan echo struktur nodul dan jaringan sekitar. Early nodule pada kontraktur Dupuytren terlihat lebih hpoechoic dibanding dengan tendon. Sedangkan nodul yang telah lama terlihat isoechoic atau hiperechoic.

F. PENCEGAHAN

Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi :

1. Mencegah infeksi

Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.

2. Skin graft atau Skin flap

Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.

3. Fisioterapi

Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi :

a. Proper positioning (posisi penderita)

b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi

c. Stretching

d. Splinting / bracing

e. Mobilisasi / ambulasi awal

G. PENATALAKSANAAN

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif.

1. Kontraktur Dermatogen (oleh karena kehilangan kulit)

a. Jaringan parut lurus/linear

scar release dengan Z plasti/ W plasti kalau perlu ditambah dengan skin graft

b. Jaringan parut melingkar/ lingkaran

multiple Z plasti

c. Jaringan parut luas dan dalam

Eksisi scar, skin graft/flap local dari kulit sekitarnya: transpotition flap

2. Kontrraktur Tendogen

a. Volkman Kontraktur

Terapi susah dan tidak adekuat untuk mengembalikan fungsi tangan sebisanya dengan:

Arthroplasti

Arthrodese

Kalau perlu transplantasi tendo

Pencegahan

Jangan memanipulasi terlalu kasar dan bersemangat

Gips sirkuler jangan terlalu ketat

b. Dupuytren Kontraktur

Insisi di banyak tempat

Fasciestomi

Z-plasti dan atau dibiarkan terbuka

Sering hasil tidak adekuat pada eksisi fascia palmaris

Operasi dilakukan beberapa kali sehingga mengurangi trauma besar, perdarahan

c. Kontraktur/pemendekan Achilles

Memperpanjang tendo

Dengan irisan Z atau bertangga

d. Trigger Finger

Insisi sarung tendo yang menyempit sehingga tendo dapat meluncur lagi dan iritasi hilang

Pada luka bakar, kontraktur biasanya muncul ketika garis skar vertical dengan garis tension kulit, dan melintasi persendian. Harus ditekankan bahwa penanganan primer pada luka bakar haruslah bertujuan untuk menghindari skar kontraktur dengan menggrafting pasien secepat mungkin. Pada beberapa kasus pedicle flap atau free flap secara primer dapat digunakan untuk menengani defek dan mencegah kontraktur. Terapi pilihan untuk skar kontraktur adalah scar revision dikombinasi dengan prosedur bedah lainnya, sesuai dengan lokasi, luas dan bentuk kontraktur. Sebagai contoh, Z-plasti dapat langsung mengurangi skar dan mengurangi skin tension. Bila skar kontraktur kemungkinan menyebabkan retriksi ruang gerak, skin grafting atau flap diindikasikan untuk menutup defek jaringan. Perluasan jaringan dapat digunakan akhir-akhir ini dengan berbagai bentuk dan volume sebagai prosedur sekunder untuk merekonstruksi defek. Perluasan jaringan tidak digunakan sebagai penutupan primer pada luka terbuka. Pada kontraksi yang parah, skin graft tetap memberikan hasil yang baik sebagai myocutaneus atau fasciocutaneus axial flap. Merupakan pilihan dokter bedah untuk menggunakan metode mana yang akan digunakan.

Metode:

1. Skin flap (Pedicle Flap)

Suatu teknik operasi untuk dapat memperbaiki skar dan kontraktur dimana kulit dan subkutan dll dipindah dari suatu bagian badan ke bagian badan yang lain dengan suatu pedicle vascular.

Design flap harus memperhatikan :

Supply vaskuler

Daerah jangkauannya

Arah putar rotasi

Ikut sertanya fascia profunda yang kaya pembuluh darah

Macam:

a. Random Flap

Misal: Z-plasti, advancement flap, rotation flap, transpotition, interpolation.

b. Axial Flap

Vaskularisasi langsung dari pembuluh darah arteri kulit.

Panjang flap tergantung daerah vaskularisasi arteri.

Misal: Forehead flap, deltopectoral flap, inguinal flap.

c. Musculocutaneus Flap

Pedicle vascular di dalam otot-otot tertentu (perlu tahu vascularisasi otot-otot tertentu)

d. Free Flap

Flap kulit / musculocutaneus dilepaskan dari vaskularisasinya disambungkan kembali pada pembuluh darah resipien.

Perlu teknik bedah mikro.

Tipe-tipe skin flap menurut lokasi:

1. Lokal

a. Flap yang diputar pada titik poros (Pivot Point)

Rotation flap/ pemutaran

Transpotition flap/ pemindahan

Interpotition flap/ penyisipan

b. Advancement Flap/Pemajuan

Simple

V-Y

Bipedicle

2. Jauh

a. Direct (langsung): dari donor defek

Trunk: abdominal, groin manus

Extr. superior: cross arm flap muka

Cross finger flap jari-jari

Extr. Inferior: Cross leg flap

b. Indirect (tidak langsung)

Donor (tube) pergelangan tangan defek muka

Leher (tube) hidung, bibir, auricular

Extr. Inferior (tube paha) tibia anterior

1. Metode Z-plasti

Metode Z-plasti adalah suatu teknik operasi untuk memperbaiki skar dan kontraktur. Pada metode ini, kulit di sekitar jaringan parut akan dibuat flap dalam bentuk segitiga-segitiga kecil yang biasanya mengikuti bentuk huruf Z. teknik yang dipilih disesuaikan dengan bentuk jaringan parut yang ada. Kemudian flap dijahit kembali sesuai garis dan lipatan asli kulit. Jaringan skar yang baru biasanya akan tampak lebih samara. Metode Z-plasti berguna pula mengurangi tekanan pada jaringan yang terjadi kontraktur.

2. Skin Graft

Pada prosedur skin graft, jaringan kulit diambil dari bagian yang sehat kemudian ditransplantasikan ke bagian tubuh yang terkena jejas. Jaringan kulit yang diambil yaitu segmen epidermis dan dermis dipisah sempurna dari blood supply donor sebelum ditanam di daerah lain tubuh (resipien). Metode skin graft tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan, karena sering kali struktur dan warna jaringan kulit yang ditransplantasikan berbeda dengan jaringan kulit di sekitarnya. Area kulit yang diambil untuk skin graft biasanya juga akan digantikan oleh jaringan parut, tetapi skin graft dapat mengembalikan fungsi kulit dengan baik.

Macam-macam skin graft:

1. STSG (Split Thickness Skin Graft/Tandur Alih Kulit Sebagian)

Jenis-jenis:

a. Thin Split Thickness Graft (tipis)

b. Medium (tebal kulit sedang)

c. Thick split Thickness Graft (tebal)

Berbagai lokasi donor menurut kebutuhan resipien (paling sering paha).

Alat untuk mengambil: dermatom

Ketebalan kulit dapat diatur 10-25 perseribu inchi

Misal: pisau humby, brown elektrik, brown air driver dermatom, reese dermatome.

2. FTSG (Full Thickness Skin Graft/Tandur Kulit Seluruh Tebal)

Ketebalan : epidermis dan seluruh dermis

Sifat-sifat:

Mendekati tekstur kulit normal meliputi: tekstur/kelenturan, warna, pertumbuhan rambut, retraksi kulit lebih sedikit.

Donor:

Makin dekat resipien sifat makin mirip

Paling sering dipakai: retro auricular, supra clavicular, lengan atas sebelah dalam, lipat paha (inguinal), abdomen bagian bawah.

Alat mengambil: pisau bedah (lemak dibuang dengan gunting)

Baik untuk: muka, daerah sendi

3. Ekspansi/Perluasan jaringan

Pada prosedur ekspansi jaringan, sebuah balon dimasukkan ke dalam kulit di sekitar jaringan parut, balon diisi dengan cairan saline agar kulit dapat meregang. Setelah jumlah kulit yang meregang cukup, yaitu setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, balon dilepaskan. Selanjutnya, kulit baru yang terbentuk ditarik untuk menggantikan jaringan parut yang ada.

4. Resurfacing kulit dengan laser

Terdapat dua macam laser yang digunakan untuk memperbaiki permukaan jaringan parut yang tidak rata, yaitu laser CO2 dan laser Erbium (laser YAG). Laser CO2 digunakan pada jaringan parut yang lebih superficial. Kedua jenis laser tersebut bekerja dengan cara mengelupas lapisan kulit paling luar, sehingga jaringan kulit baru dan lebih halus terbentuk.

5. Dermabrasi

Metode dermabrasi dapat memperhalus permukaan jaringan parut yang tidak rata dengan cara mengelupas lapisan paling atas kulit. Kulit akan diinjeksi dengan cairan anestesi, kemudian diampelas dengan hati-hati menggunakan sikat yang berputar atau butiran permata sampai sejumlah kulit yang diharapkan hilang terkelupas.

H. PROGNOSIS

Prognosis kontraktur tergantung dari penyebabnya. Secara umum, semakin awal kontraktur ditangani, semakin baik prognosisnya. Restorasi integritas anatomis dan gerakan sendi merupakan hal yang adapat dilakukan pada sebagian besar kontraktur. Prognosis kemajuan tergantung pada kecepatan intervensi dini saat munculnya gejala awal dari ruang gerak sendi yang terbatas, sementara penegakan etiologi sangat berkaitan dengan metode penatalaksaan kontraktur.

DAFTAR PUSTAKA

3. Adhistana P, Atmodiwirjo P. Microsurgery reconstruction in plastic surgery division FKUI - RSCM, from 2009 2010. 2012. Jurnal Plastik Rekonstruksi; Vol 1 No 2

4. Adsule PR, Desai SP. To study the effectiveness of pre operative splints and conventional occupational therapy in moderate and severe contracture of hand. 2012. The Indian Journal of Occupational Therapy; Vol. 4 No. 1

5. Adu E.J. Management of contactures : a five year experience at komfo anokye teaching hospital in Kumasi. Ghana Medical Journal. 2011. 66-72.

6. Agee JM. 2012. Reversing PIP Joint Contractures: Applicability of the Digit Widget External Fixation System. Sacramento: Hand Biomechanics Lab, Inc.

7. Andringa A, Van de Port I, Willem Mejer J. Long-term use of a static hand-wrist orthosis in chronic stroke patients: a pilot study. Hindawi Publishing Corporation. 2013. Volume, Article ID 546093, 5 pages

8. Calandruccio, JH. 2012. Reoperative Dupuytren Contracture, dalam: S.F.M. Duncan (ed.), Reoperative Hand Surgery. New York: Springer Science and Bussiness LLC.

9. contractures: report of 77 cases. Turkish Journal of Trauma. 2010;16 (5):401-406

10. DiDomenico L, Baze E, Gatalyk N. Revisiting the tailor s bunion and adductovarus deformity of the fifth digit. Clin Podiatr Med Surg. 2013. 30:397422

11. Engstrad et. al. Hand function and quality of life before and after fasciectomy for Dupuytren contracture. Journal of Hand Surgery-American. 2014.Volume, (39), 7, 1333-1343.

12. Farmer S.E, James M. Contractures in orthopedic and neurological conditions : a review of causes and treatment. Disability and Rehabilitation. 2001. 23(13),549-558

13. Farzad M, et al. Non Surgical Treatment of Established Forearms VolkmannContracture in Child: A Case Report. Iranian Rehabilitation Journal, 2010 Vol. 8, No. 1

14. Fournier K et. al. A diabetic patient presenting with stiff hand following fasciectomy for Dupuytren's contracture: A case report.Cases Journal 2008, 1:277

15. Grishkevich VM. Postburn dorsal and palmar interdigital commissural contractures: Anatomy and treatment: A new approach. Advances in Bioscience and Biotechnology, 2013, 4, 518-530

16. Gulgonen A, Ozer K. The Correction of Postburn Contractures of the Second Through Fourth Web Spaces. J Hand Surg. 2007;32A:556564.

17. Guven E et. al. Treatment of post-burn upper extremity, neck and facial

18. Hyunjic L, et.al. The surgical release of dupuytrens contracture using multiple transverse incisions. Arch Plast Surg .2012;39:426-430

19. Katalinic OM, Harvey LA, Herbert RD. Neurological conditions: a systematic review prevention of contractures in people with effectiveness of stretch for the treatment and. PHYS THER. 2011; 91:11-24

20. Kozin SH. Upper-extremity congenital anomalies. J Bone Joint Surg Am. 2003;85:1564-1576.

21. Lannin NA, et.al. Effects of splinting on wrist contracture after stroke a randomized controlled trial. Stroke. 2007;38:111-116.

22. Ledbetter K. 2010. The HELP Guide To Burn Contractures In Developing Countries. Nepal: Global Health

23. Palmieri TL, et.al. Alterations in functional movement after axillary burn scar contracture: a motion analysis study. American Burn Association. 2003. 0273-848

24. Roswati E. Scleroderma: A Case Report. CDK-194. 2012. vol. 39 no. 6

25. Ryzewicz M, Wolf JM. Trigger digits: principles, management, and complications. J Hand Surg. 2006;31A:135146.

26. Schneider J, et.al. Contractures in burn injury: defining the problem. J Burn Care Res. 2006;27:508514

27. Schwarz RJ, Joshi KD. Management of post-burn contractures. Journal of Nepal Medical Association . 2004; 43: 211-217

28. Tucker SC. Reconstruction of severe hand contractures: An illustrative series. Indian Journal of Plastic Surgery. 2011 Vol 44 Issue 1

1