14
KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF DALAM BAHASA LAMPUNG: PENDEKATAN FONETIK AKUSTIK The Contrast of Directive and Declarative Speech Mode in Lampung Language: Accoustic Phonetic Approach Wawan Prihartono Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220 Telepon (021) 4706288, 4706287, 4896558, 4894564; Faksimile 4706288 Pos-el: [email protected] Diajukan: 23 Januari 2017, direvisi: 12 Maret 2017 Abstract Lampung language is a local language that needs to be preserved continuously as a support to national language. Therefore, comprehensive studies are needed to support the vitality of Lampung language. This study describes and documents the spoken Lampung language, namely directive speech mode niku mau masa? gule and declarative speech mode naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan use acoustic phonetic study. This study uses a mixture of quantitative and qualitative methods with experimental approaches. The data is measured using praat application to describe pitch movement and pitch contours. As a result, the directive spoken mode has a contrast to the declarative speech mode. The directive utterance mode has a rising tone contour while declarative speech mode has a descendent tone contour. Then, purpose of speech is usually pronounced with high intensity, it is contrast with other intensities arround. Keywords: contrast Speech and Lampung Language Abstrak Bahasa Lampung merupakan bahasa daerah yang perlu terus dilestarikan karena sebagai penyangga bahasa nasional. Untuk itu diperlukan kajian-kajian yang komprehensif untuk menopang vitalitas bahasa Lampung. Penelitian ini mendeskripsikan dan mendokumentasikan tuturan dalam bahasa Lampung, yaitu tuturan modus direktif niku mau masa? gule dan tuturan modus deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan menggunakan kajian fonetik akustik. Penelitian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan eksperimental. Data diukur menggunakan aplikasi praat lalu dideskripsikan karakteristik alir nada (pitch movement) dan kontur nadanya (pitch contours). Hasilnya, tuturan modus direktif memiliki kontras dengan tuturan modus deklaratif. Tuturan modus direktif memiliki kontur nada naik sedangkan tuturan modus deklatarif memiliki kontur nada turun. Kemudian, Tujuan tuturan biasanya diucapkan dengan intensitas tinggi, kontras dengan intensitas lainnya. Kata Kunci: Kontras Tuturan dan Bahasa Lampung

KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF DALAM BAHASA LAMPUNG: PENDEKATAN FONETIK AKUSTIK

The Contrast of Directive and Declarative Speech Mode in Lampung Language: Accoustic Phonetic Approach

Wawan Prihartono

Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220

Telepon (021) 4706288, 4706287, 4896558, 4894564; Faksimile 4706288 Pos-el: [email protected]

Diajukan: 23 Januari 2017, direvisi: 12 Maret 2017

Abstract

Lampung language is a local language that needs to be preserved continuously as a support to national language. Therefore, comprehensive studies are needed to support the vitality of Lampung language. This study describes and documents the spoken Lampung language, namely directive speech mode niku mau masa? gule and declarative speech mode naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan use acoustic phonetic study. This study uses a mixture of quantitative and qualitative methods with experimental approaches. The data is measured using praat application to describe pitch movement and pitch contours. As a result, the directive spoken mode has a contrast to the declarative speech mode. The directive utterance mode has a rising tone contour while declarative speech mode has a descendent tone contour. Then, purpose of speech is usually pronounced with high intensity, it is contrast with other intensities arround.

Keywords: contrast Speech and Lampung Language

Abstrak

Bahasa Lampung merupakan bahasa daerah yang perlu terus dilestarikan karena sebagai penyangga bahasa nasional. Untuk itu diperlukan kajian-kajian yang komprehensif untuk menopang vitalitas bahasa Lampung. Penelitian ini mendeskripsikan dan mendokumentasikan tuturan dalam bahasa Lampung, yaitu tuturan modus direktif niku mau masa? gule dan tuturan modus deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan menggunakan kajian fonetik akustik. Penelitian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan eksperimental. Data diukur menggunakan aplikasi praat lalu dideskripsikan karakteristik alir nada (pitch movement) dan kontur nadanya (pitch contours). Hasilnya, tuturan modus direktif memiliki kontras dengan tuturan modus deklaratif. Tuturan modus direktif memiliki kontur nada naik sedangkan tuturan modus deklatarif memiliki kontur nada turun. Kemudian, Tujuan tuturan biasanya diucapkan dengan intensitas tinggi, kontras dengan intensitas lainnya.

Kata Kunci: Kontras Tuturan dan Bahasa Lampung

Page 2: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

114

1. Pendahuluan

Bahasa Lampung dituturkan oleh Ulun Lampung, yaitu suku yang mendiami pertama kali provinsi Lampung, sebagian provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah--daerah Martapura, Muaradua di Ogan Komering Ulu, Kayu Agung, Komering di Ogan Komering Ilir, Merpas--daerah selatan Bengkulu, dan Cikoneng--daerah pantai barat Banten. Bahasa Lampung masuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan masih satu kerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan lain-lain.

Berdasarkan data yang bersumber dari Wikipedia menyebutkan bahwa bahasa Lampung memiliki dua dialek. Pertama, dialek A (api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun) dan yang kedua adalah subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun). Hal ini diperkuat oleh temuan Dr Van Royen yang mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Subdialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.

Berdasarkan data dari Ethnoloque, dialek Belalau (dialek Api), terbagi menjadi: (1) Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan

Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang; (2) Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras; (3) Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara; (4) Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu; (5) Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat; (6) Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay

Page 3: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

115

Jaya; Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komering dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muaradua, Martapura, Belitang, Cempaka, Buay Madang, Lengkiti, Ranau dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan. Kemudian, dalek Abung (dialek Nyo), terbagi menjadi: (1) Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Lampung Selatan meliputi desa Muaraputih dan Negararatu. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung meliputi kelurahan Labuhanratu, Gedungmeneng, Rajabasa, Jagabaya, Langkapura, dan Gunungagung (kelurahan Segalamider) dan (2) Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2014 tentang pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra, serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia pasal 6, bahasa Lampung sebagai bahasa daerah berfungsi sebagai berikut: (a) pembentuk kepribadian suku bangsa Lampung. Artinya bahasa Lampung dikembangkan dan dilestarikan untuk membentuk kepribadian suku bangsa

Lampung; (b) peneguh jati diri daerah Lampung. Artinya, bahasa Lampung berfungsi sebagai lambang indentitas dan kebanggaan daerah Lampung. Bahasa Lampung merupakan penanda jati diri dan identitas masyarakat Lampung. Maka dari itu, masyarakat Lampung sudah seharusnya bangga dengan bahasa Lampung yang berfungsi sebagai peneguh jati diri masyarakat Lampung; (c) sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah dalam bingkai keindonesiaan; (d) sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat Lampung. Artinya, masyarakat Lampung menggunakan bahasa Lampung untuk berkomunikasi menyampaikan ide dan gagasannya dalam ranah keluarga maupun lingkungan masyarakat adat budaya Lampung. Bahasa Lampung menjadi alat berinteraksi sosial dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam perdagangan, pertanian, kegiatan keagamaan dan budaya, politik, dan lain-lain; (e) bahasa media massa lokal. Artinya, bahasa Lampung memiliki ruang sebagai bahasa pengantar informasi dan pengetahuan kepada masyarakat Lampung; (e) sarana pendukung bahasa Indonesia. Artinya, bahasa Lampung merupakan salah satu pilar pendukung eksistensi bahasa Indonesia; dan (f) sumber pengembang bahasa Indonesia. Artinya, Dalam hal pengembangan kosa kata, bahasa Indonesia banyak mengambil kosa kata budaya bahasa Lampung untuk memperkaya khasanah kosa katanya.

Asim Gunarwan pernah melakukan penelitian pergeseran bahasa Lampung. Hasilnya, bahwa bahasa Lampung diindikasikan berada diambang kepunahan jika tidak dilakukan penanganan sesegera

Page 4: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

116

mungkin karena transmisi antargenerasi bahasa Lampung nyaris terputus pada generasi tua. Dulu bahasa Lampung hanya digunakan oleh kalangan generasi tua. Hanya beberapa generasi muda dan anak-anak yang mengerti bahasa Lampung. Namun, pemerintah dan masyarakat Lampung cepat sadar bahwa bahasa Lampung merupakan identitas Lampung dan masyarakat Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan.

Dokumentasi terhadap bahasa Lampung terus dilakukan dalam upaya mempertahankan bahasa Lampung, mulai dari kajian ilmiah pendokumentasian secara struktural, yaitu dokumentasi struktur fonologi, morfologi, sintaksis, semantik yang dilakukan oleh para pemerhati bahasa dan peneliti, maupun gerakan penggalakan penggunaaan bahasa Lampung itu sendiri oleh masyarakat pemiliknya. Masyarakat Lampung juga mulai mengutamakan bahasa Lampung dalam aktivitas komunikasinya, baik dalam ranah nonformal maupun ranah formal. Dalam ranah formal, bahasa Lampung sudah menjadi bagian dari mata pelajaran muatan lokal di Lampung. Tidak hanya itu, sekarang dengan kemudahan akses ke media sosial, anak muda Lampung mulai kreatif membuat blog yang isinya mendokumentasikan bahasa Lampung, seperti, kamus bahasa Lampung, peribahasa bahasa Lampung hingga ada yang menggarap film-film pendek menggunakan bahasa Lampung yang mereka unggah ke youtube. Yang tidak kalah menarik, mereka juga ada yang melakukan dubbing suara dalam film-film popular di masyarakat, seperti film kartun Spongebob yang mereka unggah ke youtube. Semakin banyak

kajian dan ulasan terhadap bahasa Lampung berarti menambah daya hidup atau vitalitas bahasa Lampung. Semakin banyak generasi muda suku Lampung yang melestarikan dan mengembangkan bahasa Lampung berarti semakin kuat daya vitalitas bahas Lampung. Semakin kuat perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap bahasa Lampung, berarti semakin kokoh daya tahan bahasa Lampung. Dengan memperkuat daya vitalitas bahasa Lampung berarti turut memperkuat pula eksistensi bahasa dan budaya Indonesia karena bahasa dan budaya Indonesia dibangun atas unsur-unsur bahasa dan budaya daerah. Tidak ada bahasa dan budaya Indonesia jika bahasa dan budaya daerah punah atau mati. Tidak ada bangsa Indonesia jika suku bangsa di Indonesia kehilangan identitasnya.

Penelitian ini juga merupakan bagian dari upaya pendokumentasian secara ilmiah terhadap bahasa Lampung, tetapi khusus dokumentasi penelitian tuturan bahasa Lampung dengan menggunakan teori fonetik akustik., yaitu studi produksi ujaran dan persepsi pada tingkat gramatikal yang lebih tinggi, terutama fonologi. Tahap-tahapannya bermula pada bagaimana sinyal ujaran dihasilkan oleh penutur, bagaimana sinyal-sinyal tersebut dipersepsikan oleh pendengar, dan bagaimana sinyal-sinyal tersebut distrukturkan dalam fonologi bahasa. Model akustik produksi ujaran menghitung forman frekuensi, frekuensi dasar, spektrum Amplitudo/intensitas dan durasi yang digunakan untuk menggambarkan varietas bahasa fonetik. Hasil diinterpretasikan dalam kerangka fonologis. Obyek kajian fonetik akustik adalah sinyal ujaran akustik (acoustic

Page 5: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

117

speech signals) sebagai gejala fisika. Selanjutnya, dikembangkan dalam bentuk simbiosis dengan kajian produk ujaran, persepsi ujaran, dan ilmu kebahasaan. Dengan kata lain, kajian ini tidak lagi mengabaikan bagaimana sinyal dihasilkan dan dipersepsikan, dan bagaimana sinyal tersebut distrukturisasi secara linguistik.

Penelitian ini akan melakukan kajian terhadap tindak tutur bahasa Lampung. Tuturan yang dikaji adalah tuturan modus direktif dan deklaratif karena tuturan ini merupakan tuturan umum yang biasa ditemui dalam sebuah komunikasi bahasa, khususnya bahasa Lampung.

Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh seorang penutur supaya mitra tuturnya melakukan tindakan atas tuturannya. Tuturan-tuturan yang termasuk jenis tindak tutur direktif antara lain tindak tutur memohon, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memaksa, dan lain-lain. tindak tutur direktif dalam penelitian ini adalah niku mau masa? gule. Penutur meminta atau mengharap mitra tuturnya untuk memasak. Setelah itu ditindaklanjuti dengan tuturan deklaratif oleh mitra tuturnya (penutur kedua), yaitu tuturan penolakan atau keberatan atas permintaan penutur pertama. Penutur kedua mengucapkan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan. Tindak tutur deklarasi meliputi tindak tutur dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan, dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) membuat dokumentasi data audio tuturan modus direktif niku mau masa? gule dan tuturan modus deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan secara digital menggunakan aplikasi praat, (b) mendeskripsikan dengan data kontinum tuturan modus direktif dan deklaratif tersebut dan selanjutnya membandingkan bentuk tuturan tersebut berdasarkan data yang sudah dideskripsikan, dan (c) menjelaskan tuturan modus direktif dan deklaratif berdasarkan konteksnya secara kualitatif.

2. Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental dengan menggunakan aplikasi praat sesuai dengan ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek), yaitu ancangan yang didesain untuk mendeskripsikan sinyal akustik. Kemudian, hasilnya parameter akustik yang akan dianalisis secara deskriptif. Acuan utama penelitian ini adalah pada teori-teori fonetik akustik yang dikembangkan oleh Lehiste (1970), Hart dkk (1990), Cruttenden (1997) dan Nooteboom (1990).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Data kontinum kuantitatif dari pendekatan eksperimental, yakni dari percobaan terhadap tuturan dengan ketentuan bahwa tiap-tiap tuturan dikenakan perlakuan-perlakuan tertentu dengan kondisi-kondisi yang dapat dikontrol dengan menggunakan alat/instrumen yang sama tersebut dideskripsikan secara kualitatif supaya dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca dari berbagai kalangan.

Page 6: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

118

Data didapat melalui beberapa proses, yaitu memutar film berbahasa Lampung di youtube untuk mencari tuturan modus direktif dan modus deklaratif yang bersih dari noise. Setelah didapat data yang benar-benar sahih, lantas dilakukan perekaman secara audio menggunakan aplikasi praat6023_win32 yang telah diinstall di Laptop merk Samsung CoreTMi3. Hasil berupa rekaman dialog yang dituturkan oleh aktor. Setelah berhasil direkam, data audio dengan bentuk MP3 tersebut diolah lagi menggunakan aplikasi Adobe Audition 1.0 yang sebelumnya juga telah di install di laptop. Tujuannya adalah untuk memilah dialog dan memotongnya sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu mencari tuturan dengan modus direktif dan komisif. Aplikasi Adobe Audition 1.0 juga digunakan untuk mengubah format data dari MP3 menjadi Microsoft Sound Waves supaya mudah dianalisis menggunakan aplikasi praat.

Tahap selanjutnya adalah analisis data penelitian menggunakan aplikasi praat, yaitu: (1) digitalisasi, (2) pembuatan text grid, pembuatan salinan kontur nada, dan kontur intensitas, dan (3) pengontrasan tuturan modus direktif dan deklaratif dalam bahasa Lampung, dan (4) deskripsi temuan penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kontras Tuturan Modus Direktif dan Deklaratif dalam Bahasa Lampung

Data hasil rekaman manual diubah ke dalam bentuk digital menggunakan aplikasi praat. Hal ini dinamakan digitalisasi. Dengan kata lain, data tuturan yang berbentuk

Microsoft Waves Sound Format (WAV) diubah ke bentuk digital dengan menggunakan aplikasi praat. Digitalisasi menghasilkan sinyal akustik yang berbentuk gelombang bunyi sebuah tuturan. Dalam tahap digitalisasi juga dapat dilakukan proses pengeditan suara dengan melakukan ekstraksi sinyal akustik. Maksudnya, tuturan dalam bentuk kurva melodik disesuaikan potongannya seakurat mungkin dengan melakukan ekstrak sinyal akustik berdasarkan posisi tuturan yang ada sehingga nanti akan di dapat sinyal akustik yang sesuai dengan ukuran durasi tuturan yang sebenarnya. Tidak ada ruang kosong (space) di awal dan di akhir ujaran yang dapat menyulitkan dalam proses analisis sinyal akustik nantinya. Ruang kosong ini ditandai dengan noise yang tidak ada hubungannya dengan bunyi ujaran. Bahkan hanya berupa garis tanpa suara.

Tahap selanjutnya dilakukan segmentasi tuturan. Segmentasi tuturan dilakukan dengan memilah bunyi per bunyi pada ujaran yang sudah digitalisasi sebelumnya berdasarkan analisis forman dan sinyal akustik yang tertera dalam gambar di aplikasi praat. Dalam tahap ini bunyi disegmentasikan berdasarkan posisinya masing-masing. Bunyi kontoid biasanya didominasi bunyi tak bersuara yang memiliki karakter forman yang relatif terang dan karakter sinyal akustik dengan intensitas rendah bahkan sering ditandai dengan garis horisontal saja. Sebaliknya, bunyi vokoid biasanya didominasi bunyi bersuara dengan karakter forman yang relatif gelap dan karakter sinyal akustik dengan intensitas dominan atau tinggi bahkan sering ditandai dengan intensitas

Page 7: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

119

gelombang yang tinggi. Tahapan ini dilakukan untuk menentukan durasi bunyi silabis pada ujaran yang disegmentasikan.

Tahap selanjutnya dilakukan proses identifikasi struktur melodik tuturan melalui proses manipulasi tuturan. Dengan kata lain, proses manipulasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kurva melodik sebuah ujaran yang akan diidentifikasi. Kurva melodik tersebut merupakan kontur frekuensi atau kontur nada ujaran yang menggambarkan rangkaian frekuensi atau nada yang berjumlah banyak dan memiliki pola alir naik, pola alir turun, pola alir datar, pola alir naik turun, dan pola alir turun naik, tergantung karakter ujaran. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kontur frekuensi atau kontur nada bisa dilakukan dengan menyederhanakan kontur nada.Hal ini dilakukan untuk mempermudah analisis karena kontur frekuensi atau kontur nada hasil penyederhanaan berupa titik (point) per titik yang lebih sederhana. Berbeda sekali dengan sebelum disederhanakan, titik-titik pemarkah frekuensi atau nada berjumlah tak terhitung dan dalam posisi yang sangat rapat sehingga menyulitkan dalam menganalisisnya.

Penelitian ini menentukan frekuensi intonasi untuk memperoleh struktur melodik suatu tuturan. Hanya saja struktur melodik tuturan tidak dideskripsikan secara bersamaan atau secara utuh, melainkan struktur melodik tuturan di bagi atas unsur silabel yang membangunnya. Jadi penentuan struktur melodik berdasarkan satuan silabel dengan membuat tiga titik (point), yaitu point pertama mendeskripsikan nada awal silabel, point kedua mendeskripsikan nada tengah silabel, dan point ketiga

mendeskripsikan nada akhir silabel. Dengan kata lain, alir nada (pitch movement) atau yang biasa disebut local attributes dalam silabel dideskripsikan secara detail sehingga struktur nada (pitch contours) atau yang biasa disebut global attributes tuturan dapat rinci secara detail pula. Nada-nada tersebut diukur dengan satuan Hertz (Hz) atau semitone (st). Biasanya intonasi hanya dideskripsikan dengan alir nada turun, naik, naik turun, turun naik, naik turun naik, dan turun naik turun saja. Kemudian kontur nada juga biasa dideskripsikan secara sederhana, yaitu dengan kontur nada naik dan kontur nada turun. Padahal jika dikaji lebih teliti dalam alir nada tersebut ada satuan rangkaian nada yang cukup kompleks dengan ukuran nada yang mengalir cukup dinamis membentuk sebuah kontur nada. Maka dari itu, deskripsi alir nada tuturan yang turun, naik, naik turun, turun naik, naik turun naik, dan turun naik turun kesannya terlalu kaku dan statis. Begitu juga dengan deskripsi kontur nada naik dan turun, kesan tuturannya juga nampak kaku dan statis.

3.1.1 Struktur Akustik Tuturan niku mau masa? gule

Tuturan niku mau masa? gule dituturkan oleh laki-laki suku bangsa Lampung dalam sebuah dialog dengan temannya secara spontan. Konteks yang melingkupi tuturan ini adalah kejadian tak terduga yang terjadi di luar prediksi dan harapan pelaku. Waktu sahur yang semestinya diantarkan makanan untuk bersantap sahur bersama temannya tetapi kenyataannya tidak ada makanan sedikitpun. Tuturan tersebut tidak dikondisikan sesuai tujuan penelitian

Page 8: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

120

ini, melainkan berdasarkan skenario film dan improvisasi percakapan pelaku sesuai kehidupan sehari-hari dengan temannya laki-laki yang sama bersuku bangsa Lampung juga. Percakapan menggunakan bahasa Lampung.

Grafik 1

Sinyal Akustik, Text Grid, Kontur Nada, dan Kontur Intensitas Tuturan niku mau

masa? gule

ni ku mau ma saʔ gu le

Time (s)

0 1.031

Time (s)

0 1.0310

500

Fre

quency (

Hz)

Time (s)

0 1.0310

500

Fre

quency (

Hz)

Time (s)

0 1.0310

500

Fre

quency (

Hz)

Time (s)

0 1.03149.43

63.18

Inte

nsit

y (

dB

)

Time (s)

0 1.03149.43

63.18

Inte

nsit

y (

dB

)

Grafik 1 di atas menunjukkan sinyal akustik tuturan niku mau masa? gule. Tuturan tersebut disegmentasi menjadi enam bunyi silabis, yaitu: /ni/, /ku/, /mau/, /ma/, /sa?/, /gu/dan /le/ dan dituturkan dalam tempo 1,031 detik. Garis warna merah di tengah gambar menunjukkan kontur nada tuturan. Secara umum tuturan niku mau masa? gule menunjukkan kontur nada naik. Deskripsi kontur nada ini didapat dengan menghubungkan nada awal pada silabel /ni/ dengan nada akhir pada silabel /le/ yang menunjukkan garis dengan karakter naik. Kemudian, Garis fruktuatif berwarna biru menunjukkan kontur intensitas tuturan. Setiap silabel memiliki ukuran intensitas masing-masing. Sesuai grafik di atas

intensitas tertinggi terdapat pada silabel /ma/, sedangkan intensitas terendah terdapat pada silabel /gu/. Dalam menentukan ukuran intensitas juga disa dilihat dari gambar gelombang suara pada sinyal akustiknya. Jika gambar menunjukkan gelombang suara yang besar atau tinggi menunjukkan intensitasnya tinggi. Begitu juga sebaliknya. Namun, akurasi penentuan intensitasnya kurang baik jika rekaman suara kualitasnya rendah. Grafik 1 menunjukkan bahwa tuturan direktif niku mau masa? gule dengan klimak intensitas pada silabel /mau/ dan /ma/.

Sebenarnya, struktur kontur nada niku mau masa? gule memiliki unsur-unsur alir nada per satuan kata yang cukup rumit dan kompleks seperti pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Deskripsi Durasi dan Kontur Nada

Tuturan niku mau masa? gule

Silabel Posisi Durasi (md)

Frekuensi (Hz)

P1 0.064 309.3

/ni/ P2 0.173 287.1

/ku/ P3 0.318 310.5

/mau/ P4 0.431 302.9

/ma/ P5 0.543 319.9

/sa?/ P6 0.708 329.9

/gu/ P7 0.837 334.0

/le/ P8 1.022 333.9

Berdasarkan tabel 1 di atas dijelaskan bahwa struktur kontur nada niku mau masa? gule dibentuk dari unsur-unsur alir nada pada silabel /ni/, /ku/, /mau/, /ma/, /sa?/, /gu/dan /le/. Tuturan tersebut di awali dari posisi P1, yaitu durasi dan frekuansi awal tuturan dengan durasi 0,064 md (milidetik) dan frekuensi

Page 9: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

121

309,3 Hz (Hertz); dari posisi P1 menuju ke posisi P2, bunyi silabis /ni/, dengan durasi 0,173 md dan frekuensi 287,1 Hz; dari posisi P2 menuju ke posisi P3, bunyi silabis /ku/, dengan durasi 0,318 md dan frekuensi 310,5 hz; dari posisi P3 menuju ke posisi P4, bunyi silabis /mau/, dengan durasi 0,431 md dan frekuensi 302,9 hz; dari posisi P4 menuju ke posisi P5, bunyi silabis /ma/, dengan durasi 0,543 md dan frekuensi 319,9 hz; dari posisi P5 menuju ke posisi P6, bunyi silabis /sa?/, dengan durasi 0,708 md dan frekuensi 329,9 hz; dari posisi P6 menuju ke posisi P7, bunyi silabis /gu/, dengan durasi 0,837 md dan frekuensi 334,0 hz; Terakhir, dari posisi P7 menuju ke posisi P8, bunyi silabis /le/, dengan durasi 1,022 md dan frekuensi 333,9 hz.

Tabel 2 Deskripsi Durasi dan Kontur Intensitas

Tuturan niku mau masa? Gule

Silabel Posisi Durasi (md)

Intensitas (dB)

P1 0.015 57.95

/ni/ P2 0.134 57.92

/ku/ P3 0.267 56.41

/mau/ P4 0.472 63.23

/ma/ P5 0.641 59.84

/sa?/ P6 0.789 53.88

/gu/ P7 0.889 54.72

/le/ P8 0.961 51.53

Berdasarkan tabel 2 di atas

dijelaskan bahwa struktur intensitas niku mau masa? gule dibentuk dari unsur-unsur intensitas pada silabel /ni/, /ku/, /mau/, /ma/, /sa?/, /gu/dan /le/. Tuturan tersebut di awali dari posisi P1, yaitu durasi dan intensitas awal tuturan dengan durasi 0,015 md (milidetik) dan intensitas 57,95 dB (Desibel); dari posisi P1

menuju ke posisi P2, bunyi silabis /ni/, dengan durasi 0,134 md dan intensitas 57,92 dB; dari posisi P2 menuju ke posisi P3, bunyi silabis /ku/, dengan durasi 0,267 md dan intensitas 56,41 dB; dari posisi P3 menuju ke posisi P4, bunyi silabis /mau/, dengan durasi 0,472 md dan intensitas 63,23 dB; dari posisi P4 menuju ke posisi P5, bunyi silabis /ma/, dengan durasi 0,641 md dan intensitas 59,84 dB; dari posisi P5 menuju ke posisi P6, bunyi silabis /sa?/, dengan durasi 0,789 md dan intensitas 53,88 dB; dari posisi P6 menuju ke posisi P7, bunyi silabis /gu/, dengan durasi 0,889 md dan intensitas 54,72 dB; dan yang terakhir, dari posisi P7 menuju ke posisi P8, bunyi silabis /le/, dengan durasi 0,961 md dan intensitas 51,53 dB.

Grafik 1 dan tabel 2 menunjukkan bahwa tuturan direktif niku mau masa? gule memiliki klimak intensitas pada silabel /mau/ dan /ma/ dengan ukuran 63.23 dB dan 59,84 dB pada durasi 0.472 md sampai dengan 0.641 md. Hal ini menyiratkan bahwa penutur pertama ingin menekankan harapan atau permohonan yang tinggi kepada penutur kedua untuk melakukan tindakan dalam tuturannya, yaitu tindakan masa?. Namun, ada keragu-raguan oleh penutur pertama kepada penutur kedua untuk melakukan permohonannya itu dengan adanya penurunan intensitas pada silabel terakhir /le/ dengan ukuran 51.53dB

pada durasi 0.961 md karena penutur pertama tahu bahwa penutur kedua kecewa dengan harapan yang telah diberikan sebelumnya oleh penutur pertama.

Page 10: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

122

3.1.2 Struktur Akustik Tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan

Tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan dituturkan oleh laki-laki suku bangsa Lampung dalam sebuah dialog dengan temannnya secara spontan juga. Tuturan ini merupakan tanggapan atau jawaban dari tuturan pertama, yaitu niku mau masa? gule. Konteks yang melingkupi tuturan ini sama adalah kejadian tak terduga yang terjadi di luar prediksi dan harapan kedua pelaku. Waktu sahur yang semestinya diantarkan makanan untuk bersantap sahur bersama seperti janji temannya tetapi kenyataannya tidak ada makanan sedikitpun. Tuturan ini juga tentunya tidak dikondisikan sesuai tujuan penelitian, melainkan sama seperti tuturan pertama, yaitu berdasarkan skenario film dan improvisasi percakapan pelaku sesuai kehidupan sehari-hari dengan temannya laki-laki yang sama bersuku bangsa Lampung juga.

Grafik2 Sinyal Akustik, Text Grid, Kontur Nada,

dan Kontur Intensitas Tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan

naŋ ma wat na ɳo nuŋ gu an ta an

Time (s)

0 2.912

Time (s)

0 2.91249.6

77.62

Inte

nsit

y (

dB

)

Time (s)

0 2.91249.6

77.62

Inte

nsit

y (

dB

)

Time (s)

0 2.9120

500

Freq

uency (

Hz)

Time (s)

0 2.9120

500

Freq

uency (

Hz)

Grafik 2 di atas menunjukkan sinyal akustik, text grid, kontur nada, dan kontur intensitas tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan. Tuturan tersebut disegmentasi menjadi enam bunyi silabis, yaitu: /naŋ/, /ma/, /wat/, /na/, /ɳo/, /nuŋ, /gu/, /an/, /ta/ /dan /an/. Kemudian, tuturan tersebut dituturan dengan tempo 2,912 milidetik. Garis warna merah di tengah gambar menunjukkan kontur nada tuturan. Secara umum tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan menunjukkan kontur nada turun karena nada awal pada silabel / naŋ/ dengan nada akhir pada silabel /an/ menunjukkan garis dengan karakter turun. Kemudian, Garis fruktuatif berwarna biru menunjukkan kontur intensitas tuturan. Setiap silabel memiliki ukuran intensitas masing-masing. Sesuai grafik di atas intensitas tertinggi terdapat pada silabel /ta/, sedangkan intensitas terendah terdapat pada silabel /naŋ/. Car lain dalam menentukan ukuran intensitas juga bisa dilihat dari gambar gelombang suara pada sinyal akustiknya. Silabel /ta/ digambarkan dengan gelombang suara yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa silabel /ta/ memiliki intensitas yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Silabel /naŋ/ digambarkan dengan gelombang suara yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa silabel /naŋ/ memiliki intensitas yang rendah. Namun, akurasi penentuan intensitas dengan parameter gelombang suara jadi tidak akurat jika kualitas rekaman suara tuturan kurang baik.

Kontur nada naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan memiliki unsur-unsur alir nada per satuan bunyi silabis yang cukup rumit dan kompleks seperti pada Tabel 3 di bawah ini.

Page 11: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

123

Tabel 3 Deskripsi Durasi dan Kontur Nada

Tuturan naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan

Silabel Posisi Durasi (md)

Frekuarnsi (Hz)

P1 0.290 185.8

/naŋ/ P2 0.387 198.4

/ma/ P3 0.544 234.7

/wat/ P4 0.986 241.6

/na/ P5 1.188 229.6

/ɳo/ P6 1.415 277.9

/nuŋ/ P7 1.586 272.7

/gu/ P8 1.796 260.6

/an/ P9 2.036 250.2

/ta/ P10 2.308 198.4

/an/ P11 2.529 155.3

Berdasarkan tabel 3 di atas dijelaskan bahwa struktur kontur nada naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan dibentuk dari unsur-unsur alir nada pada silabel /naŋ/, /ma/, /wat/, /na/, /ɳo/, /nuŋ, /gu/, /an/, /ta/ /dan /an/. Tuturan tersebut di awali dari posisi P1, yaitu durasi dan frekuansi awal tuturan dengan durasi 0,290 md (milidetik) dan frekuensi 185,8 Hz (Hertz); dari posisi P1 menuju ke posisi P2, bunyi silabis /naŋ/, dengan durasi 0,387 md dan frekuensi 198,4 Hz; dari posisi P2 menuju ke posisi P3, bunyi silabis /ma/, dengan durasi 0,544 md dan frekuensi 234,7 Hz; dari posisi P3 menuju ke posisi P4, bunyi silabis /wat/, dengan durasi 0,986 md dan frekuensi 241,6 Hz; dari posisi P4 menuju ke posisi P5, bunyi silabis /na/, dengan durasi 1,188 md dan frekuensi 229.6 Hz; dari posisi P5 menuju ke posisi P6, bunyi silabis /ɳo/, dengan durasi 1.415 md dan frekuensi 277.9

Hz; dari posisi P6 menuju ke posisi P7, bunyi silabis /nuŋ/, dengan durasi 1.586 md dan frekuensi 272.7 Hz; dari posisi P7 menuju ke posisi P8, bunyi silabis /gu/, dengan durasi 1.796 md

dan frekuensi 260.6 Hz; dari posisi P8 menuju ke posisi P9, bunyi silabis /an/, dengan durasi 2.036 md dan frekuensi 250.2 Hz; dari posisi P9 menuju ke posisi P10, bunyi silabis /ta/, dengan durasi 2.308 md dan frekuensi 198.4

Hz; dan yang terakhir adalah dari posisi P10 menuju ke posisi P11, bunyi silabis /ta/, dengan durasi 2.529 md dan frekuensi 155.3 Hz.

Tabel 4 Durasi dan Kontur Intensitas Tuturan

naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan

Silabel Posisi Durasi (md)

Intensitas (dB)

P1 0.215 50.30

/naŋ/ P2 0.327 59.90

/ma/ P3 0.815 65.75

/wat/ P4 1.025 62.03

/na/ P5 1.207 59.63

/ɳo/ P6 1.314 65.34

/nuŋ/ P7 1.407 67.03

/gu/ P8 1.567 66.92

/an/ P9 1.890 73.66

/ta/ P10 2.294 77.64

/an/ P11 73.80 73.80

Berdasarkan tabel 4 di atas

dijelaskan bahwa struktur intensitas naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan dibentuk dari unsur-unsur intensitas pada silabel /naŋ/, /ma/, /wat/, /na/, /ɳo/, /nuŋ, /gu/, /an/, /ta/ /dan /an/. Tuturan tersebut di awali dari posisi P1, yaitu durasi dan intensitas awal tuturan dengan durasi 0.215 md (milidetik) dan intensitas 50.30 dB (Desibel); dari posisi P1 menuju ke posisi P2, bunyi silabis /naŋ/, dengan durasi 0.327 md dan intensitas 59.90

dB; dari posisi P2 menuju ke posisi P3, bunyi silabis /ma/, dengan durasi 0.815 md dan intensitas 65.75 dB; dari posisi P3 menuju ke posisi P4, bunyi silabis /wat/, dengan durasi 1.025 md

Page 12: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

124

dan intensitas 62.03 dB; dari posisi P4 menuju ke posisi P5, bunyi silabis /na/, dengan durasi 1.207 md dan intensitas 59.63 dB; dari posisi P5 menuju ke posisi P6, bunyi silabis /ɳo/, dengan durasi 1.314 md dan intensitas 65.34 dB; dari posisi P6 menuju ke posisi P7, bunyi silabis /nuŋ/, dengan durasi 1.407 md dan intensitas 67.03 dB; dari posisi P7 menuju ke posisi P8, bunyi silabis /gu/, dengan durasi 1.567 md dan intensitas 66.92 dB; dari posisi P8 menuju ke posisi P9, bunyi silabis /an/, dengan durasi 1.890 md dan intensitas 73.66 dB; dari posisi P9 menuju ke posisi P10, bunyi silabis /ta/, dengan durasi 2.294 md dan intensitas 77.64 dB; dan yang terkhir dari posisi P10 menuju ke posisi P11, bunyi silabis /an/, dengan durasi 2.529

md dan intensitas 73.80 dB. Grafik 2 dan tabel 4

menunjukkan bahwa tuturan deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan memiliki klimak intensitas pada silabel /an/ dengan ukuran 73.66 dB pada durasi 1.890 md, /ta/ dengan ukuran 77.64 dB pada durasi 2.294 md , dan /an/ dengan ukuran 73.80 dB pada durasi 73.80md. Hal ini menyiratkan bahwa penutur kedua ingin menolak permintaan penutur pertama untuk memasak karena berharap memperolah makanan hantaran atas janji yng diucapkan oleh penutur pertama. Penolakan penutur kedua juga disiratkan dengan menuturkan silabel /ma/ dan /wat/ yang dituturkan dengan durasi yang relatif panjang, yaitu antara 0.327 md sampai dengan 1.025 md.

4 Simpulan

Sinyal akustik tuturan modus

direktif niku mau masa? gule

disegmentasi menjadi enam bunyi silabis, yaitu: /ni/, /ku/, /mau/, /ma/, /sa?/, /gu/dan /le/. Tuturan ini dituturkan dalam tempo 1,031 milidetik. Tuturan modus direktif niku mau masa? gule menunjukkan kontur nada naik dengan nada awal tuturan sebesar 309.3 Hz dan nada akhir tuturan sebesar 333.9 Hz. Sinyal akustik tuturan modus deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan dibentuk dari unsur-unsur bunyi silabis /naŋ/, /ma/, /wat/, /na/, /ɳo/, /nuŋ, /gu/, /an/, /ta/ /dan /an/. Tuturan ini dituturkan dalam tempo 2,912 milidetik. Tuturan modus deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan menunjukkan kontur nada turun dengan nada awal tuturan sebesar 185,8 Hz dan nada akhir tuturan sebesar 155,3 Hz.

Penekanan intensitas tuturan sering kali dilakukan oleh penutur untuk menekankan fokus dan tujuan tuturan yang ingin disampaikan kepada mitra tutur. Hal ini terlihat pada kontras intensitas pada tuturan direktif niku mau masa? gule maupun pada tuturan deklaratif naŋ mawat naɳo nuŋgu antaan.

Daftar Acuan

Alwasilah Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Brazil, dkk. 1981. Discourse Intonation dan Language Teaching.Singapore: Longman

Bush, Clara N. 1967. Some Acoustic Parameters of Speech and Their Relationships to the Perception of Dialect Differences. . Teachers of English to Speakers of Other Languages, Inc. (TESOL) Stable URL: http://www.jstor.org/stable/3586196. Diunduh 24 April 2016

Page 13: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kontras Tuturan... (Wawan Prihartono)

125

Cruttenden, Alan. 1997. Intonation. Cambrige: Cambrige University Press.

Hazan, Valerie dan Rosen, Stuart (2008). “Clarifying the Speech Perception Deficits of Dyslexic Children”. http://www.ucl.ac.uk/psychlangsci/research/ speech/speechperception/. Diunduh 27 Juni 2012

House, dkk. 1999. Ïntonation modelling in ProSynth: an integrated prosodic approach to speech synthesis”. Int. Congress of Phonetic Science, San Francisco. http://www.phon.ucl.ac.uk/project/prosynth.html. Diunduh 27 Juni 2012.

Iverson, Paul 2008. ”Second Language Vowel Perception”. https://www.ucl.ac.uk/ psychlangsci/research/speech/secondlanguage/ diunduh 27 Juni 2012

Johnson, Keith. 2005.Acoustic and Auditory Phonetic. Australia: Blackwell.

Lindh, Jonas and Eriksson, Anders 2009. “The SweDat Project and Swedia Database for Phonetic and Acoustic Research”. Department of Philosophy, Linguistics and Theory of Science.University of Gothenburg. Gothenburg, Sweden. http://www.phon.ucl.ac.uk/ The SweDat Project and Swedia Database for Phonetic and Acoustic Research. Department of Philosophy/ Diunduh 27 Juni 2012

Nooteboom, Sieb. 1999. ”The Prosody of Speech”: Melody and Rhythm. Dalam Hardcastle, William J. and John Laver. 1999. The Handbook of Phonetics Sciences. Oxford: Basil Blackwell

Prihartono, Wawan. 2012. “Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Medan (Perbandingan dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di Solo)”. Medan: Tesis USU.

Pusat Bahasa. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Rahyono, F.X. 2003. ”Intonasi Ragam Bahasa Jawa Keraton Yogyakarta Kontras Deklaratif, Interogatif, dan Imperativitas”. Desertasi Universitas Indonesia.

Roger, Henry. 2000. The Sound of language: an introduction to Phonetic. England: pearson Education Asia Pte Ltd.

Sanusi, A. Effendi et al. 1996. "Kata Kerja

Bahasa Lampung Dialek Pubian".

Jakarta: Laporan Penelitian Pusat

Bahasa.

Sanusi, A. Effendi et al. 1997. Kata Tugas

Bahasa Lampung Dialek Abung.

Jakarta: Pusat Bahasa.

Sanusi, A. Effendi et al. 1998. Nomina dan

Adjektiva Bahasa Lampung Dialek

Abung. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sanusi, A. Effendi et al. 1998. "Tata Bahasa

Lampung Dialek Abung". Jakarta:

Laporan Penelitian Pusat Bahasa.

Sanusi, A. Effendi et al. 2000. "Tata Bahasa

Lampung Dialek A Pubian". Jakarta:

Laporan Penelitian Pusat Bahasa.

Steven, Kenneth, N.1998. Acoustic Phonetic.

London: The MIT Press.

Page 14: KONTRAS TUTURAN MODUS DIREKTIF DAN DEKLARATIF …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 113—126

126

Sugiono. 2007. “Prosodic Markers of Statement-Question Contrast in Kutai Malay. Leiden”: LOT

’t Hart, J., R. Collier, dan A. Colen. 1990. A perceptual Study of Intonation: An experimental-phonetic Approach to Speech Melody. Cambrige: Cambrige University Press.

TIM. 2016. Rumpun Bahasa Lampung. https://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Lampung. Diakses 5 Januari 2016

TIM. 2016. Lampung Api. https://www.ethnologue.com/language/ljp. Diakses 5 Januari 2016

TIM. 2016. Lampung Nyo. https://www.ethnologue.com/language/abl. Diakses 5 Januari 2016