Upload
emas-agus-prastyo-wibowo
View
35
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SUPERSEMAR
Citation preview
KONTROVERSI SUPERSEMAR
Hari ini setelah 44 tahun dikeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), kasus ini masih menyimpan misteri. Teks aslinya belum terdapat pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Menurut versi resmi yang beredar Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
SURAT Perintah Sebelas Maret (Supersemar) biasa dimaknai sebagai tonggak perubahan pemerintahan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, meski sebenarnya apa yang tertera dalam surat tersebut sekarang ini masih diselimuti oleh misteri.
Kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar, terutama menyangkut tiga hal, masih belum menemukan titik terang.
Ketiga hal itu adalah pertama, mengenai teks. Kedua, terkait proses mendapatkan surat itu. Ketiga, mengenai interpretasi isi perintah itu.
Naskah asli Supersemar sendiri hingga sekarang belum ditemukan. Keluarnya surat itu tidak bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa yang terjadi sebelumnya. Presiden Soekarno memiliki penafsiran berbeda dengan kelompok Soeharto.
Dokumen yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia terdiri dari beberapa versi. Namun, sebenarnya perbedaan antarnaskah, misalnya mengenai tempat penandatanganan , apakah Jakarta atau Bogor tidak mengubah substansinya. Demikian pula jumlah halaman surat perintah itu satu atau dua halaman itu hanya soal teknis.
Para saksi dan pelaku utama di seputar lahirnya Supersemar 11 Maret 1966, mereka adalah Bung Karno, Soebandrio, Chairul Saleh, Leimena, Sabur, Soeharto, M Jusuf, Amir Machmud, dan Basoeki Rahmat. Tentu dari sembilan orang ini, ada yang pro Bung Karno, ada pula pro Pak Harto.
Tapi, yang banyak berbicara soal kesaksian adalah mereka yang pro Pak Harto. Karena yang ber-kubu dengan Bung Karno, sejak awal sudah diintimidasi, bahkan menjalani penjara seumur hidup dan hukuman mati.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal.
Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap.
Menguak Kontroversi Supersemar – Sampai kini Supersemar (Surat Perintah 11
maret 1966) masih kontroversi, atau belum terkuak secara terang benderang. Ada
banyak kontroversi dari Supersemar, tetapi kami hanya akan mempublish beberapa
kontroversi Supersemar tersebut.
Menguak Kontroversi Supersemar. Kontroversi pertama, yakni tentang proses
penyusunan dan penyerahan surat tersebut yang terkesan tidak wajar. Menguak
kontroversi Supersemar. Surat tersebut bukanlah atas inisiatif dan kemauan Bung
Karno sendiri. Anggota Tjakrabirawa Letda (purn.) Soekarjo Wiliardjito mengaku
bahwa Jenderal Panggabean menodongkan pistolnya ke arah Bung Karno.
Kesaksian Soekarjo ini didukung oleh kaswadi dan Serka (Purn.) Ran Ismail, mereka
melihat tamu yang datang ke Bogor bukan 3 orang (seperti yang tertulis dibuku
sejarah resmi) tetapi berjumlah 4 orang. Lebih lanjut kaswadi mengakui bahwa
pada waktu itu, dia melihat Panggabean ada di istana Bogor.
Kontroversi yang kedua tentang siapa pengetik Supersemar? Kemudian muncul lagi
pengakuan Letkol (Purn.) TNI-AD Ali Ebram, staf asisten 1 Intelejen resim
Tjakrabirawa bahwa dia yang mengetik surat dengan didikte oleh Bung karno. Ia
mengetik dengan gemetar dan mengatakan bahwa konsep itu berasal dari
Soekarno sendiri.
Kontrovesi ketiga, yang disampaikan oleh ben Anderson. Ia mengutip pengakuan
seorang tentara yang berpangkat rendah yang mengaku waktu itu bertugas di
istana Bogor. Tidak dijelaskan nama dan pangkat dari tentara ini, tetapi Ben
Anderson merasa yakin dengan keterangannya bahwa mungkin saja Supersemar
yang asli itu dihilangkan karena diketik dengan kop mabes Angkatan darat . jadi jika
dipertahankan tentu sangat lucu, surat kepresidenan ditulis dengan kertas berkop
MBAD. Jadi surat itu “dihilangkan”. Bukan karena isi tetapi Kop Surat.
Nah itulah Kontroversi Supersemar yang sampai pada tahun 2011 ini masih
terselebung. Dan mungkin sejarah itu tidak kan pernah terungkap sejarah terang
benderang, tapi akan memunculkan beberapa versi atau interpretasi, begitupun
dengan Supersemar ini.***