Upload
siti-rini-rahmayanti
View
25
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
-
Citation preview
Nama: Siti Rini Rahmayanti Praktikum ke-6
NRP: G2412007 Hari, tanggal: Jumat, 10 Oktober 2014
KORELASI CURAH HUJAN DENGAN ARAH DAN KECEPATAN ANGIN DI
WILAYAH TROPIS
PENDAHULUAN Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak
dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Angin diberi nama sesuai dari arah mana
angin datang. Kecepatan angin adalah rata-rata laju pergerakan angin yang merupakan
gerakan horizontal udara terhadap permukaan bumi suatu waktu yanng diperoleh dari hasil
pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap bulannya dan memiliki satuan knot.
Kecepatan angin di wilayah ekuator menunjukkan perbedaan musim hujan dan musim
kemarau(Tjasyono 2008).
Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia
mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting peranannya dalam
mempengaruhi pola curah hujan. Antara bulan Oktober sampai Maret, angin monsoon
timur laut akan melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara
bulan April sampai September angin akan bergerak dari arah tenggara melintasi benua
Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali mengandung
uap air(Ernyasih 2012).
Menurut Threwartha (1995), ITCZ adalah garis atau zona yang berkaitan dengan
pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang sangat rendah dari daerah
sekitarnya dan berada di antara dua cekungan equatorial. ITCZ merupakan daerah
pertemuan angin yang membentuk awan penghasil hujan yang berada di sekitar wilayah
itu sehingga hujan turun cukup deras secara berkesinambungan. ITCZ adalah sumbu arus
angin pasat di daerah tropis yang memisahkan pasat timur laut dari pasat tenggara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di wilayah ekuator dan memiliki iklim
tropis. Wilayah ekuator pada umumnya merupakan wilayah pusat tekanan rendah atau lebih
dikenal dengan wilayah siklon. Wilayah siklon merupakan merupakan wilayah tempat
berkembangnya awan-awan konvektif yang menjadi sumber pertumbuhan badai dan cuaca
buruk lainnya . Wilayah ini lebih dikenal dengan nama Inter Tropical ConvergenceZone
(ITCZ). Wilayah ini terletak antara lintang 5o sampai 23o baik utara maupun selatan. ITCZ
memainkan peran penting pada keseimbangan energi atmospheric dan iklim di bumi.
PEMBAHASAN
Gambar 1 Arah angin dan presipitasi bulan Januari 1979
Pada bulan Januari wilayah Indonesia menjadi daerah pusat tekanan rendah, angin
dari arah tenggara, timur laut, barat daya, serta barat laut berhembus menuju Indonesia
dengan kecepatan yang cukup tinggi, hal ini terlihat pada gambar bahwa vektor angin
cukup panjang. Hal ini bersamaan dengan posisi ITCZ berada di belahan bumi selatan.
Indonesia dilalui ITCZ pada bulan Januari. ITCZ adalah tempat terjadi konveksi awan yang
biasanya berasal dari laut sebelah utara ekuator. Sabuk ITCZ pembawa hujan ini terbentuk
akibat konvergensi angin pasat dekat ekuator yang akan bergerak melintasi ekuator dari
utara ke selatan atau sebaliknya sesuai dengan pergerakan semu matahari. Konvergensi
pada ITCZ inilah yang dapat menciptakan hujan deras di kawasan yang dilaluinya, hujan
dengan intensitas tinggi cukup merata di Seluruh Indonesia.
Gambar 2 Arah angin dan presipitasi bulan Februari 1979
Pada bulan Februari ITCZ masih berada pada daerah Indonesia, namun agak
bergeser ke selatan hal ini menunjukkan bahwa wiayah Indonesia masih menjadi pusat
tekanan rendah, namun lokasinya sedikit bergeser ke selatan. Angin yang berhembus pun
masih dengan kecepatan yang cukup tinggi, pada bulan Februari Indonesia bagian barat
(Sumatera bagian selatan, Jawa, serta Kalimanan bagian barat) masih mengalami musim
hujan dengan intensitas cukup tinggi.
Gambar 3 Arah angin dan presipitasi bulan Maret 1979
Pada bulan Maret pergerakan ITCZ semakin ke selatan, pusat tekanan rendah pun
semakin bergeser mengikuti pola pergeseran ITCZ. Pada bulan maret, angin paling banyak
berhembus dari arah timur laut, sehingga pada bulan ini intensitas hujan di Indonesia bagian
barat mulai menurun., sedangkan pada wilayah Indonesia bagian timur hujan masih terjadi
dengan intensitas cukup tinggi.
Gambar 4 Arah angin dan presipitasi bulan April 1979
Pada bulan april angin paling banyak berhembus kencang dari arah timur laut,
sehingga terjadi intensitas hujan tinggi di daerah Indonesia bagian timur serta Kalimantan
bagian barat, serta wilayah Sumatera bagian utara. Untuk wilayah Jawa, intensitas hujan
yang terjadi cukup rendah, karena pada bulan ini angin dari arah selatan dibelokkan di
Samudera Hindia.
Gambar 5 Arah angin dan presipitasi bulan Mei 1979
Pada bulan Mei ITCZ bergerak kearah utara pusat tekanan rendah pun semakin
bergerak ke utara, untuk wilayah Indonesia bagian utara, masih mengalami intensitas hujan
sedang, sedangkan untuk ilayah selatan Indonesia sedah mengalami musim kemarau
dengan intensitas hujan yang rendah.
Gambar 6 Arah angin dan presipitasi bulan Juni 1979
Pada bulan Juni ITCZ semakin ke arah utara, angin dengan kecepatan cukup tinggi
banyak berhembus menuju wilayah Asia Tenggara, pada bulan ini seluruh wilayah
Indonesia mengalami intensitas hujan yang rendah, bahkan untuk wilayah Jawa hujan
hampir tidak terjadi.
Gambar 7 Arah angin dan presipitasi bulan Juli 1979
Posisi diatas menggambarkan bahwa pada bulan Juli, posisi ITCZ berada pada
belahan bumi utara,semua angin yang bergerak dengan kecepatan tinggi menuju ke arah
Asia Tenggara, hal ini membuat hapir seluuruh wiayh Indonesia tidak terjadi hujan pada
bulan ini (mengalami musim kemarau).
Gambar 8 Arah angin dan presipitasi bulan Agustus 1979
Pada bulan Austus, ITCZ kembali bergerak ke arah selatan. Bila ITCZ dekat
khatulistiwa, konvergensi dari angin permukaan di sepanjang ITCZ adalah kemungkinan
terbentuk dari aliran paralel, dengan angin timur mendekati dari kedua arah utara dan
selatan. Ketika Trade Winds bertemu di suatu tempat di ITCZ yang lemah dan hampir
bersamaan ke sana, yang cenderung untuk mempersempit ITCZ, dan menunjukkan
aktivitas sedikit hujan.
Gambar 9 Arah angin dan presipitasi bulan September 1979
Pada bulan September ITCZ semakin bergerak ke arah selatan, pusat tekanan
rendah berkumpul di sebagian wilayah Indonesia, hal ini mengakibatkan sebagian wilayah
Indonesia bagian utara mengalami musim hujan.
Gambar 10 Arah angin dan presipitasi bulan Oktober 1979
Mendekati akhir tahun, ITCZ terus bergerak ke arah selatan, pusat tekanan rendah
berada di wilayah Indonesia, sehingga angin dari berbagai arah berkumpul menuju
Indonesia, pada bulan ini sebagian wilayah Jawa sudah mengalami hujan dengan intensitas
sedang.
Gambar 11 Arah angin dan presipitasi bulan November 1979
Pada bulan November pusat tekanan rendah berada diantara wilayah Sumatera dan
Kalimantan, angin yang membawa awan hujan berkumpul di wilayah Indonesia, pada
bulan ini sebagian besar Jawa, Sumatera dan Kalimantan mengalami hujan dengan
intensitas yang cukup tinggi, sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian timur mengalami
hujan dengan intenitas sedang.
Gambar 12 Arah angin dan presipitasi bulan Desember 1979
Pada bulan Desember ITCZ berada di selatan equator, pusat tekanan rendah berada
diantara wilayah Jawa, Kalimantan, dan Sumatera, pada wilayah Indonesia bagian Barat
mengalami hujan dengan intensitas tinggi, untuk wilayah dengan tipe hujan monsunal,
Desember merupakan bulan dimana terjadi puncak musim hujan.
Angin selalu bergerak karena perbedaan tekanan udara dan selalu dari tekanan
udara tinggi ke tekanan udara rendah. Perbedaan tekanan ini disebabkan karena perbedaan
suhu, perbedaan suhu ini antara lain adalah disebabkan karena perbedaan penerimaan
radiasi. Disamping itu ada gaya sekunder yang mempengaruhi angin yaitu : Gaya Coriolis,
gaya sentrifugal dan gaya gesekan (Tjasyono, 2005). Tekanan udara merupakan unsur dan
pengendali iklim yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi, karena peranannya
sebagai penentu dalam penyebaran curah hujan. Perubahan tekanan udara akan
menyebabkan perubahan kecepatan dan arah angin, perubahan ini akan membawa pula
pada perubahan suhu dan curah hujan. Dengan demikian penyebaran curah hujan di seluruh
permukaan bumi berhubungan sangat erat dengan sistem tekanan udara dan angin (Pradipta
2013).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pola ITCZ mengikuti pergerakan semu
matahari, pada bulan di akhir tahun, matahari berada di wilayah selatan khatulistiwa,
dengan radiasi yang tinggi mengakibatan wilayah ini menjadi pusat tekanan rendah,
sehingga angin bergerak ke wilayah ini. Angin yang membawa awan hujan mengakibatkan
hujan dengan intensitas tinggi di wilayah selatan equator.
Indonesia dilalui ITCZ pada bulan Januari. ITCZ adalah tempat terjadi konveksi
awan yang biasanya berasal dari laut sebelah utara ekuator. Namun, karena sifatnya
fluktuatif, ITCZ bergeser ke selatan dan kembali ke utara ekuator. Energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan keberadaan ITCZ diperoleh dari penguapan di permukaan laut
yang dibawa oleh konvergensi angin troposfer bawah. Jadi ITCZ tidak lain adalah palung
ekuatorial yang lokasinya berubah-ubah sesuai dengan perubahan thermal ekuatorial dan
tergantung pada gerak matahari serta distribusi daratan dan lautan. Sabuk ITCZ pembawa
hujan ini terbentuk akibat konvergensi angin pasat dekat ekuator yang akan bergerak
melintasi ekuator dari utara ke selatan atau sebaliknya sesuai dengan pergerakan semu
matahari. Konvergensi pada ITCZ inilah yang dapat menciptakan hujan deras di kawasan
yang dilaluinya (Widodo 2009).
KESIMPULAN
Radiasi matahari yang tinggi di daerah tropis mengakibatkan wilayah tersebut
menjadi pusat tekanan rendah dengan potensi pertumbuhan awan hujan aktif yang tinggi
sehingga kemungkinan untuk terjadi hujan sangat tinggi pula, sehingga angin bergerak
dengan kecepatan cukup tinggi menuju wiayah tersebut dan mengakibatkan hujan di
wilayah tersebut. Pola hujan di wiayah equator, khususnya Indonesia mengikuti pola
pergerakan matahari dan ITCZ.
DAFTAR PUSTAKA
Ernyasih. 2012. Hubungan Iklim (Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban dan Kecepatan
Angin) dengan Kasus Diare di Jakarta Tahun 2007-2011[tesis]. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Jakarta.
Pradipta Nur Suri ,Sembiring Pasukat, Bangun Pengarapen . 2013. Analisis Pengaruh
Curah Hujan di Kota Medan. Jurnal Saintia Matematika. Vol. 1, No. 5 (2013), pp.
459468.Tjasyono, Bayong. 2008. Klimatologi. Bandung : ITB.
Trewartha, G.T. 1995. Pengantar Iklim Edisi Kelima. Yogyakarta : Gadjah Mada
University.
Widodo. 2009. Analisis ITCZ dan pengaruhnya terhadap cuaca di Indonesia[makalah]
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB Bogor.