Upload
duonganh
View
235
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP
PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI.
Di Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
(S. Pd. I)
Oleh
Pramono Hadi Saputro
NIM: 109011000241
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP
PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI DI PONDOK
PESANTREN AL-AMANAH AL-GONTORY
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
PRAMONO HADI SAPUTRO
NIM: 109011000241
Di Bawah Bimbingan
Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. Zaimudin M.Ag
NIP. 19590705 199103 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
ABSTRAK
KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN
KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMANAH AL-
GONTORY
Kata Kunci : Kultur Pesantren, Karakter, Pondok Pesantren, al-Amanah al-
Gontory.
Penelitian ini memfokuskan pada korelasi antara kultur pesantren al-Amanah
al-Gontory terhadap pembentukan karakter para santri dan santriwatinya.
Kemudian juga mencari, adakah keterkaitan kultur pesantren dengan pola
pembentukan karakter santri dan santriwatinya karena kultur adalah budaya
pesantren yang mempengaruhi pola kehidupan, pola fikir, mental, serta karakter
para santri, dipesantren mengunakan system pendidikan asrama dimana para
santrinya didik secara paripurna, yaitu pendidikan 24 jam dalam pengawasan para
guru. Diharapkan bisa membentuk pribadi-pribadi yang unggul yaitu pribadi yang
bukan hanya pintar tetapi juga beriman. Yaitu pendidikan yang mengabungkan
antara akal dan hati.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah
penelitian termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan metode deskriptif analisis, dan korelasional dan juga menggunakan
metode dokumentasi baik di perpustakaan (library research) ataupun di luar
perpustakaan dalam pengumpulan data. Adapun analisis data yang digunakan
adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian ini penulis dapat membatasi masalah yaitu kultur pesantren dan
karakter santri. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara kultur pesantren
dengan pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Amanah al-Gontory
secara keseluruhan dapat dikatakan sudah sangat berhubungan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil korelasi antara variabel X (Kultur pesantren) dan variabel Y
(Karakter santri). Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur pesantren dapat membina
karakter santri, dapat pula membentuk mental, kebiasaan, konsepsi diri dan sikap,
semoga bisa membawa dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah, diri sendiri
dan akhlak terhadap sesama.
PRAMONO HADI SAPUTRO (PAI)
ii
ii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحن الر حيم
Maha suci Allah atas segala karunianya, seraya berserah diri kepada-Nya,
Dzat yang telah mengerakan hati dan fikiran penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “KORELASI KULTUR PESANTREN
TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI” dapat disimpulkan.
“Apalah arti diriku tanpamu, Apalah arti ilmuku tanpa ridhomu, dan engkaulah
yang mengajariku dengan perantara guru-guruku. Wahai Dzat Yang satu-satunya
tempat hamba bersandar, berikan aku jalan keselamatan.”
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada cahaya diatas
cahaya, yaitu Nabi besar Muhammad SAW. Melalui beliaulah semua umat Islam
mendapatkan cahaya iman, sehingga benar-benar memahami Iman, Islam dan
Ihsan. Tidak lupa kepada para kolega beliau dari Anbiyaa dan Mursaliin, juga
Auliyaa Allah yang sama-sama menegakan kalimat laa ilaaha illa Allah. Begitu
juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’at, ulama mu’tabarah, hujjaj
kiyai, guru, santri juga para cendikiawan muslim dan para pelajar yang selalu
siaga untuk menebar rahmat, melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dalam
menegakkan panji-panji Islam. Semoga penulis dan pembaca termasuk ke dalam
golongan tersebut. Amiin
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
sedikit hambatan dan perjuangan, berkat doa dan semangat yang kalian berikanlah
penulisan ini dapat terselesaikan pada waktu yang tepat insya allah.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada
terhingga juga penghargaan yang sebesar-besarnya dengan penuh rasa tadzim
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini, terlebih kepada:
iii
1. Nurlena Rifa’i, M. A. Ph. D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberi kesan tersendiri bagi
penulis, atas semangat dan ilmunya.
2. Bahrissalim, MA, Ketua Jurusan PAI dan Sapiudin Sidiq, M.Ag Sekretaris
Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang sangat sabar dan
profesional dalam mengabdikan dirinya di jurusan pendidikan agama Islam.
penulis ucapkan terima kasih.
3. Dr. Zaimudin, MA, Dosen Pembimbing Skripsi yang begitu sabar telah
menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya dalam memberikan bimbingan,
pengarahan dan petunjuknya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
4. Drs, H. Masan AF, M. Pd, Dosen Penasehat Akademik yang penuh perhatian
telah memberi bimbingan, arahan dan motivasi serta ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa perkuliahan.
5. Pimpinan dan karyawan/karyawati Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
pelayanan dan pinjaman buku-buku yang sangat penulis butuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Selanjutnya ucapan terima kasih untuk orang terkasih yang kasihnya tetap
menyinari sampai saat ini, kepasa kedua orag tuaku ayahanda tercinta
Sutaryono dan Ibundaku Wiji lestari yang tiada kata lelah memberikan support
yang tak ternilai harganya, doa kalian yang memberikan penulis kekuatan tuk
menyelesaikan tugas ahir ini, semoga bisa mengangkat harkat derajat
keluarga, juga adik adiku tersayang semoga bisa cepat segera meyusul untuk
menyelesaikan tugas ahirnya adinda ajeng jiwa pangestu dan si bungsu bimo
satrio wibowo semoga kita bisa membanggakan kedua orang tua kita.
7. Secercah cahaya yang mamasuki kedalam relung jiwa yang Allah berikan
melalui Kyai waluyo Aminudiin dan keluarga, guru kehidupan kami, semoga
cahaya itu tetap menyinari didalam kehidupan penulis dan keluarga, dan tak
ada kata untuk rasa syukur, kami ucapkan trima kasih banyak yang tak ternilai
harganya.
iv
8. Dan juga kepada teman-teman seperjuangan di KAHFI MOTIVATOR
SCHOOL khususnya untuk guru fikir kami, om Bagus dan keluarga yang
banyak memberikan motivasi dari lubuk hati yang terdalam saya ucapkan
trima kasih banyak.
9. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas f angkatan 2009,
kenangan indah dan kebersamaan kita tidak akan terlupakan, terima kasih buat
kalian yang menemani hari-hari penulis selama kuliah.
10. Tak lupa juga teman-teman HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan BMF
Fakultas Tarbiyah serta DEMA ( Dewan Eksekutif Mahasiswa ), LAPENMI (
Lembaga pendidikan mahasiswa islam ) yang selalu ada dalam sumbangsih
arahan dan pemikirannya, demi kelancaran skripsi ini dan telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar banyak tentang organisasi.
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih
atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Khususnya kepada teman yang memberikan inspirasi dalam penelitian saudari
robiatul adawiyah saya ucapkan trima kasih.
12. Dan teman-teman KABISAT ( Komunitas Besar Mahasiswa Islam ) teman
teman perjuangan di kota ini, Bagus harianto, Asep eka, Masruri dan yang tak
bisa dituliskan disini satu persatu, penulis ucapkan trima kasih, sukses untuk
kita semua.
Penulis bermunajat kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah
dilakukan.
Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis
kerjakan mendapat keridhaan dan kecintaan-Nya. Akhirnya, semoga skripsi ini
mampu memberikan manfaat khususnya bagi penulis juga bagi pembaca
umumnya. Amin.
Jakarta, 07 Maret 2014
Pramono Hadi Saputro
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 3
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren .......................................................... 7
1. Pengertian Pondok Pesantren ..................................................................... 7
2. Model-Model Pondok Pesantren ................................................................. 8
3. Asal-Usul Pesantren ................................................................................... 23
4. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren ........................................................ 15
5. Tujuan Pondok Pesantren ............................................................................ 21
6. Pengertian Kultur Pesantren ....................................................................... 15
7. Fungsi Kultur Pesantren .............................................................................. 21
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Pesantren ............................... 15
9. Tujuan Pendidikan Islam ............................................................................. 21
B. Pengertian Karakter Dan Unsur-Unsurnya ..................................................... 15
1. Pengertian Karakter...................................................................................... 21
vi
2. Unsur-Unsur Karakter .................................................................................. 22
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ........................................................... 23
D. Kerangka Berfikir. ..................................................................................... 26
E. Pengajuan Hipotesis .................................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 28
B. Metodologi Penelitian ............................................................................... 28
C. Variabel Penelitian………………………. ............................................... 40
D. Populasi dan Sampel…………………... ................................................... 35
E. Teknik Pengumpulan Data…………….. ................................................... 35
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ........................................................ 40
a. Teknik Pengolahan Data .................................................................. 40
b Teknik Analisis Data ........................................................................ 41
1. Uji Validitas ............................................................................... 41
2. Uji Reliabilitas ........................................................................... 42
3. Uji Normalitas ............................................................................ 42
4. Uji Homogenitas ........................................................................ 43
5. Uji Heteroskedatisitas ................................................................ 43
6. Uji Korelasi ................................................................................ 44
7. Perhitungan Koefisian Determinasi ........................................... 44
G. Hipotesis Statistik ...................................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ................................................................................ 46
1. Gambaran Umum Pesantren al-Amanah al-Gontory ............................... 46
2. Karakteristik Responden .......................................................................... 49
B. Karakteristik Variabel………………... .................................................. 50
1. Pembagian Kelas Interval ........................................................................ 50
2. Uji Validitas ……... ................................................................................ 55
3. Uji Reliabilitas ......................................................................................... 59
vii
C. Uji Prasyarat Analisis Data ....................................................................... 59
1. Uji Normalitas ........................................................................................... 60
2. Uji Homogenitas ........................................................................................ 61
3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................................... 62
D. Uji Hipotesis .............................................................................................. 63
E. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 66
F. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 75
B. Implikasi ...................................................................................................... 76
C. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 78
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren
tetap akan menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah
lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta
berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, juga mengandung makna
keaslian kultur di Indonesia ( indigenous )1. Ditinjau dari segi historisnya,
pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua di Indonesia bahkan
lebih tua lagi dari Republik ini. Pesantren sudah dikenal jauh sebelum
Indonesia merdeka.
Azra memberikan pertanyaan dan jawaban terkait mengapa
pesantren tetap mampu bertahan di antara derasnya arus modernisasi,
karena menurutnya pesantren tidak tergesa-gesa men-trasformasikan
kelembagaan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam modern
sepenuhnya, tetapi melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan dan
mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, seperti sistem perjenjangan,
kurikulum yang jelas dan sistem yang baik.2
Yang paling tampak dari peran pesantren di masa lalu adalah dalam
hal menggerakkan, memimpin, dan melakukan perjuangan mengusir
penjajah. Pada masa-masa mendatang agaknya peran pesantren amat
besar. Misalnya, arus globalisasi dan industrialisasi telah menimbulkan
depresi dan bimbanganya pemikiran serta suramnya prespektif masa
depan. Maka, pesantren amat dibutuhkan untuk menyeimbangkan akal dan
hati3.
Fenomena tersebut disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Di tengah kemajuan ilmu dan teknologi yang menjadi
1 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, ( Jakarta : Paramadina, 1997 ), hal. 3
2 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu ), cet 1, hal.187
3Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2001), hlm. 192
2
motor bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak merasa ragu
terhadap eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu
dilatarbelakangi oleh kecenderungan dari pesantren yang bersikap
menutup diri terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam
merespon upaya modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan
pesantren dalam mentransfer hal-hal yang berbau modern itu merupakan
sisa-sisa dari respon pesantren terhadap kolonial Belanda.4
Akan tetapi pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan
yang berada pada lingkungan masyarakat Indonesia dengan model
pembinaan yang sarat dengan pendidikan nilai, baik nilai agama maupun
nilai-nilai luhur bangsa. Sehingga pesantren menjadi sebuah lembaga yang
sangat efektif dalam pengembangan pendidikan karakter (akhlak) peserta
didik. Seperti ungkapan Sauri yang menyatakan bahwa “pendidikan
karakter di pesantren lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan
karakter di persekolahan”. Di Pesantren, model pembinaan pembelajaran
yang dilaksanakan bersifat kholistik, tidak hanya mengembangkan
kemampuan kognitif, akan tetapi aspek afektif dan psikomotorik siswa
terasah dengan optimal.5
Melalui bidang pendidikan pesantren, Pondok Pesantren al-Amanah
al-Gontory sebagai lembaga pendidikan melakukan tranformasi sosial
budaya. Untuk itu Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory
menyelenggarakan beberapa lembaga pendidikan. Baik lembaga
pendidikan sekolah maupun lembaga pendidikan luar sekolah, yang
dibentuk dalam bentuk kultur pesantren yang baik.
Pendidikan yang dilaksakan di Pondok Pesantren al-Amanah al-
Gontory di kemas dalam pembinaan yang integratif antara pendidikan
asrama dan lembaga formal. Artinya terjadi proses saling mendukung dan
4Hanun Asrohah, Op.Cit ,hal 186
5Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada
Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin
Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012,h 3
3
melengkapi antara pendidikan yang dilaksanakan di asrama santri dengan
pendidikan dan pembinaan di lembaga formal. Pendidikan dan pembinaan
yang dilakukan di sekolah diperdalam di asrama santri yang disesuaikan
dengan jenjang pendidikan di lembaga formal. Sehinggga pendidikan
formal dan non formal tercipta budaya yang saling mendukung.
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti kultur budaya bina
santri Pendidikan Pesantren al-Amanah al-Gontory, karena kultur
merupakan suatu yang penting dalam menjalankan aktifitas pesantren
sebagai roda dalam mewujudkan tujuan ideal yang di cita-citakan sesuai
dengan kebutuhan yang kemudian diperlakukan di Pondok Pesantren
tersebut. Jika diamati kultur budaya mempunyai peranan penting dalam
kehidupan dan perkembangan manusia karena kultur budaya merupakan
wahana dimana anak-anak manusia untuk pertama kali dan seterusnya
mengalami proses pembelajaran menjadi manusia melalui interaksinya
dengan sesamanya, alam yang maha tinggi dalam kehidupan sehari-hari
yang kongkret dan apa adanya. Itulah sebabnya kebudayan disebut sebagai
(life world). Pun juga budaya mempunyai peranan penting dalam proses
membentuk nilai-nilai karakter santri. Apalagi dalam linkungan pondok
pesantren. Dengan paparan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui
secara jelas tentang ”Korelasi Kultur Pesantren Terhadap Pembentukan
Karakter Santri ” Studi Kasus Di Pondok Al-Amanah al-Gontory.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasi beberapa
permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Kultur Pesantren .
Setiap lembaga pendidikan memiliki kultur yang berbeda-beda. Dan
pesantren salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kultur yang
unik yang berbeda dari kultur lembaga pendidikan lainya. Dan ia
merupakan bagian dari lingkungan, dan kultur merupakan ruh dari
sebuah pesantren.
4
2. Proses pendidikan dalam pesantren
Pendidikan pesantren merupakan pendidikan paripurna ,dimana santri
dididik selama 24 jam. Apa yang santri lihat, dengar, dan rasakan
didalamnya merupakan sebuah pendidikan. Dan pendidikan pesantren
membentuk akal dan hati, dipersiapkan untuk bekal menjadi orang
yang pintar dan benar.
3. Tujuan Pesantren.
Tujuan pendidikan yang hakiki adalah mencapai akhlak yang
sempurna. Hal ini sejalan dengan cita-cita para ulama dalam
mendirikan pondok pesantren, yaitu terbentuknya insan kamil.
4. Lingkungan Pesantren.
Selain sistem pesantren dan disiplin yang membentuk karakter dan
bentuk pendidikan pesantren, lingkungan pesantren merupakan salah
satu yang bisa dikatakan berhasil atau tidaknya sistem yang
diterapkan di pesantren bisa terlihat dari baik atau tidaknya
penciptaan yang baik lingkungan pesantren tersebut.
5. Sejarah pesantren
“Jas Merah, Jangan lupakan Sejarah” Soekarno pernah mengatakan
.Bangsa yang besar yang tidak melupakan akan sejarahnya. Begitu
pula dengan pesantren, setiap pesantren pasti memiliki sejarah. Dan
kita akan membahas bagaimana sejarah pesantren di nusantara.
6. Pengertian Karakter
Hasil ahir dari pendidikan pesantren adalah pembentukan karakter
para santri, sebaik apapun sistem pendidikan pesantren tetapi jika
tidak menjadikan santri yang memiliki karakter yang baik maka
sistemnya diragukan.
7. Unsur-Unsur Karakter.
Dilihat dari asal katanya, “karakter” merupakan sebuah konsep yang
berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti mengukir
sehingga terbentuk sebuah pola. Dan pola atau unsur-unsur yang
5
membentuk sebuah pesantren adalah : sikap, emosi, kepercayaan, dan
kebiasaan.
C. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat diketahui
bahwa pada masa modern ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan
kepada beberapa problem pendidikan. Agar masalah yang diteliti lebih
terarah dan tidak keluar dari jalur pembahasan, maka penulis memberi
batasan masalahnya sebagai berikut:
1. Kultur pondok modern Al-Amanah al-Gontory.
2. Korelasi antara kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri .
3. Objek yang diteliti adalah santri dan pengajar Al-Amanah alGontory.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Adakah korelasi yang positif dan signifikan antara kultur Pesantren al-
Amanah al-Gontory.terhadap terbinanya karakter santri ?
E. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis bertujuan untuk menemukan
jawaban kuantitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul
dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan penelitian ini pada garis
besarnya ada dua, yaitu :
1. Menguji korelasi antara variabel x tentang kultur pesantren dengan
variabel y karakter santri.
2. Menguji hipotesis penelitian tentang korelasi variabel x dan y.
6
F. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa mengetahui korelasi antara kultur pesantren dengan
karakter santri. Secara Praktis semoga dapat menyelesaikan permasalahan
yang ada dipesantren dengan menguji korelasi antara kultur pesantren
dengan karakter santri.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu
pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar
para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari
Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk
Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren,
sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau meunasah,
sedangkan di Minangkabau disebut surau.1
Sedangkan istilah pesantren secara etimologis berarti pe-santrian yang
berarti tempat santri, Pondok pesantren adalah suatu lembaga keagamaan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam. Pesantren berarti tempat para santri.2
Poerwadarminta mengartikan pesantren sebagai asrama dan tempat murid-
murid belajar mengaji.3 Louis Ma'lûf mendefinisikan kata pondok sebagai
"khôn" yaitu "setiap tempat singgah besar yang disediakan untuk menginap
para turis dan orang-orang yang berekreasi."4 Pondok juga bermakna "rumah
sementara waktu seperti yang didirikan di ladang, di hutan dan sebagainya."5
1 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,
1997), hal.5
2 Zamakhsyari Dhafier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982 ), h. 18.
3 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h.
764.
4 Louis Ma'lûf, Kamus Munjid, ( Beirut: Dâr al-Mishria ), 1986, h. 597.
5 Muzayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama,( Semarang: Toha Putra),
h. 104.
8
Imam Zarkasyi mendefinisikan pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama islam yang wajib mengunakan system asrama atau
pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat
kegiatan yang menjiwainya karena semua kegiatan tersentral didalamnya,
serta pengajaran agama islam yang diikuti santri sebagai kegiatan
utamanya.6 Menurut Manfred Ziemek, biasanya pesantren didirikan oleh
para pemrakarsa kelompok belajar, yang mengadakan perhitungan dan
memperkirakan kemungkinan kehidupan bersama bagi para santri dan
ustad. Maka berdirilah sebuah pondok, tempat untuk hidup bersama bagi
masyarakat belajar. Dengan kata "pondok" orang membayangkan "gubuk"
atau "saung bambu", suatu lambang yang baik tentang kesederhanaan
sebagai dasar perkiraan kelompok. Di sini guru dan murid tiap hari
bertemu dan berkumpul dalam waktu yang lama bersama-sama menempuh
kehidupan di pondok.7 Lebih lanjut Ziemek menilai pesantren sebagai
lembaga "wiraswasta" dalam sektor pendidikan keagamaan, karena ciri-
cirinya yang dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan
pimpinanannya dan cenderung mengikuti suatu pola tertentu.8
2. Model-Model Pondok Pesantren
Dalam bukunya (Pesantren Dalam Perubahan Sosial), Manfred
Ziemek merinci model-model pondok pesantren menjadi lima jenis (A, B,
C, D, dan E). Model A adalah model paling sederhana, di mana masjid
digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai tempat pengajaran
agama. Model ini khas dengan kaum sufi (pesantren tarekat) dengan
pengajaran-pengajaran yang teratur di dalam masjid dengan pengajaran
pribadi oleh anggota kaum, tetapi kaum santri tidak tinggal dalam
pesantren. Jenis ini adalah tingkat awal dalam mendirikan sebuah
6 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, ( Jakarta : Raja
Grafindo Persada,2005), Cet.ke 25, h.4 7 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h. 18. 8 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.97.
9
pesantren. Di sini diterima beberapa santri untuk tinggal di rumah
pendirinya (kyai).9
Model B. Bentuk dasar model ini dilengkapi dengan suatu pondok
yang terpisah, yaitu asrama tempat tinggal bagi para santri yang sekaligus
menjadi ruangan belajar sederhana. Pondok terdiri dari rumah-rumah
kayu/bambu. Model ini memiliki semua komponen pondok pesantren
"klasik" (kyai, santri, pondok dan masjid).
Model C terdiri dari komponen klasik diperluas dengan suatu
madrasah, menunjukkan dorongan modernisasi. Madrasah dengan sistem
kelas memberikan juga pelajaran umum. Kurikulumnya berorientasi
kepada sekolah-sekolah pemerintah yang resmi. Anak-anak yang tinggal
di sekitar pondok pesantren maupun para santri mukim belajar di
madrasah sebagai alternatif terhadap sekolah pemerintah atau bahkan
sekaligus mereka belajar di keduanya (sekolah umum/madrasah).10
Model D. Disamping perluasan komponen pesantren klasik dengan
sekolah formal (madrasah) banyak pula pesantren yang memiliki program
tambahan seperti keterampilan dan terapan bagi para santri dari desa-desa
sekitar. Dalam sektor pertanian mereka memiliki keterampilan mengolah
lahan, empang, kebun, peternakan,. Juga ada kursus-kursus seperti
elektronik, perbengkelan, pertukangan kayu, dan lain-lain.11
Model E adalah jenis pesantren "modern". Di samping sektor
pendidikan Islam klasik juga mencakup semua tingkat sekolah formal dari
pendidikan dasar (SD) hingga pendidikan tinggi (PT). Juga
diselenggarakan program keterampilan seperti: usaha pertanian, kerajinan,
perikanan, dan lain-lain. Pada pondok pesantren model E ini, para
santrinya turut mengelola pesantren dan mengorganisasi bentuk-bentuk
swadaya koperasi. Program-program pendidikan yang berorientasi
lingkungan mendapat prioritas utama; pesantren mengambil prakarsa dan
mengarahkan kelompok-kelompok swadaya di lingkungannya.
9 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.104 10 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.105 11 Manfred Ziemek, Op.Cit ,h.106
10
Komunikasi intensif dan program pendidikan bersama mengaitkan podok
pesantren "modern" dengan pesantren yang lebih kecil, yang didirikan
dan dipimpin oleh para lulusan "pesantren-pesantren induk".12
3. Asal - Usul Pesantren
Mengenai asal-usul pesantren, para ilmuwan berbeda pendapat namun
dapat dikelompokan menjadi dua; Pendapat pertama, pesantren
merupakan model dari system pendidikan islam yang kesamaan system
pendidikan Hindu-Budha dengan system asramanya,Pigeud berpendapat
yang dikutib oleh Syukri Zarkasi dalam bukunya gontor dan
pembaharuan pendidikan pesantren, bahwa pesantren adalah komunitas
independent yang menyendiri di tempat yang jauh dari kehidupan
masyarakat dan banyak brmukim dipegunungan dan berasal dari lembaga
sejenis zaman pra-islam semacam mandala dan asrama.
Pendapat kedua mengenai asal-usul pesantren,menyatakan bahwa
pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan islam Timur Tengah.13
4. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Sejarah mencatat bahwa kehadiran pesantren di Indonesia seiring
dengan proses penyebaran agama Islam yang dipelopori oleh para wali
.Awalnya, pesantren merupakan pusat-pusat penyebaran islam oleh para
wali sambungan system zawiyah, yang menurut Imam Bawani adalah
system pembelajaran atau transmisi keilmuan yang mula-mula
diselengarakan di dalam secara berkelompok berdasarkan
diversifikasikan aliran sehingga pada tatanan selanjutnya mengkristal
menjadi aliran pemikiran agama ( school of thought ).14
Menurut riwayat
yang mula-mula mendirikan pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim.
Dipondok pesantren itulah beliau mendidik guru-guru agama serta
mubalig-mubalig Islam yang menyiarkan agama Islam ke seluruh pulau
12 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.106 13 Abdullah Syukri Zarkasyi, Opcit , Cet.ke 25, h.63-64 14 Imam Bawani dkk, Pesantren Buruh Pabrik , ( Yogjakarta : LKis ,2011), Cet 1, h 45.
11
Jawa.15
Diperkuat oleh S.M.N Al-Attas yang dikutib oleh Mujamil Qamar
bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah penyebar Islam pertama Islam di
Jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan
berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit.
Vikramavardhana ( berkuasa 788-833/1386-1429) agar masuk Islam.
Sementara diidentifikasikan bahwa pesantren mulai eksis sejak
munculnya masyarakat Islam di Nusantara. Tetapi pesantren yang dirintis
oleh Maulana Malik Ibrahim belum jelas sistemnya, maka keberadaanya
pesantrenya masih dianggap spekulatif dan masih diragukan.16
Sedangkan menurut Ahmad Janan dalam artikelnya memperkuat
argument sebelumnya bahwa pesantren pertama kali berdiri adalah
dimasa walisongo syeikh Malik Ibrahim atau Syeikh Maulana Maghribi
diangap pendiri pertama pesantren di pulau Jawa.Pada masa sebelumnya
sudah ada perguruan Hindu dan Buddha dengan system biara dan asrama
sebagai pendidikan Islam. Isinya dirubah dari ajaran Hindu dan Buddha
menjadi ajaran Islam, dan namanya pun berganti menjadi pondok
pesantren.17
Pondok pesantren yang merupakan bapak dari pendidikan Islam di
Indonesia, (pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan formal di
Indonesia, sebelum pemerintahan kolonial Belanda memperkenalkan
system pendidikan baratnya) didirikan karena adanya tuntutan zaman, hal
ini dapat dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa pesantren dilahirkan
atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama
dan da‟i.
Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama
kalinya, dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan
15 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Hidakarya
Agung,1982),Cet 1, h 231 16 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, ( Jakarta : Erlanga,2002 ), hal 8. 17 .Ahmad Janan, Pondok Pesantren Dalam Perjalanan Sejarah.. Jurnal Pondok Pesantren.
55, 2008.
12
secara pasti. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakasanakan oleh
Departemen Agama Pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa
pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura dengan
nama pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena
tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun
demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia yang peran sertanya tidak di ragukan lagi adalah sangat besar
bagi perkembangan Islam di Nusantara.18
Awal mulanya kehadiran pesantren itu, orang-orang yang masuk
Islam ingin mengetahui lebih lanjut tentang ajaran agama Islam, orang
ingin bisa mengerjakan sembahyang, bisa berdo‟a, bisa membaca al-
Quran. Dari sinilah tumbuh pendidikan agama Islam, pada mulanya
mereka belajar di rumah-rumah, di langgar, di masjid dan kemudian
berkembang menjadi pondok pesantren.
Kesan bahwa ajaran Islam di Jawa pada abad XVII dan XIX berada
di bawah bayang-bayang Walisongo bukanlah hal yang berlebih-lebihan,
bahkan selama hampir lima abad setelah periode Walisongo pengaruh
mereka tetap terlihat jelas sampai sekarang. Pengaruh kuat Walisongo
sepanjang abad-abad itu tampaknya bisa dipahami karena kesuksesan luar
biasa dalam meng-Islamkan Jawa secara damai dan rekonsiliasinya
dengan nilai dan kebiasaan lokal.
Pendekatan Walisongo secara berkesinambungan dilanjutkan
dakwahnya melalui institusionalisasi pesantren, kesalehan sebagai jalan
hidup santri, pemahaman yang jelas terhadap budaya asli. Salah seorang
anak Jaka Tingkir, pangeran Benawa yang di perkirakan hidup pada awal
abad XVII di Kudus Jawa tengah menghabiskan seluruh hidupnya dengan
menjadi guru Tarekat.
Meskipun memiliki trah ningrat, dia lebih menyukai kehidupan
religius dari pada terlibat dalam kehidupan keluarganya. Pilihannya
tinggal di kota religius, Kudus, dan spesialisasinya dalam bidang tarekat
18 Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal,41.
13
benar-benar mirip dengan keadaan pendiri kota itu, sunan kudus, yang
memiliki pengetahuan tantang Islam sangat mendalam sehingga disebut
Wali al-„Alim (guru ilmu).19
Seabad setelah periode Walisongo pada abad XVI, pengaruh
Walisongo dikuatkan oleh Sultan Agung yang memerintah kerajaan
Mataram Yogyakarta, Jawa tengah, dari tahun 1613 hingga 1645.20 Sultan
Agung seorang pengusaha terbesar di Jawa setelah periode Majapahit dan
Demak, dikenal juga sebagai Sultan Abdurrahman dan Khalifatullah
Sayyidin Panotogomo ing Tanah Jawi, yang berarti Khalifatullah atau
pemelihara danpembimbing agama di Pulau Jawa. Dia meresmikan tahun
muslim Jawa baru yang di dasarkan pada peredaran rembulan pada skala
1555 (dimulai pada bulan Maret 1633 M). Oleh karena itu tahun ini
menjadi tahun pertama dari sistem penanggalan muslim Jawa baru, tahun
Islam 1043 H di mulai pada tanggal 8 juli 1633M, dan konsekuensinya
tahun muslim Jawa baru dimulai pada hari yang sama.21
Walisongo dalam dimensi sosio-religius selalu mengembangkan
kwalitas ibadah dalam masyarakat, kemasyhuran mereka sebagaimana
para pemimpin keagamaan yang berpengaruh dilanjutkan dengan
keutamaan ulama di mata para santri Jawa selama berabad-abad, sejak
Islam menjadi agama utama di Jawa kyai benar-benar memiliki status
sosio-religius yang tinggi, setidaknya ada dua macam ulama setelah
periode walisongo. Pertama memegang posisi strategis dalam
pemerintahan, yakni mereka yang hidup di bawah kedaulatan Sultan
Agung yang berperan sebagai orang Alim di sebuah pondok pesantren.
Posisi ini baik diperoleh melalui pernikahan antar keluarga raja atau
melalui posisi yang ditawarkan kepada ulama yang diakui kualitasnya
namun kebanyakan ulama adalah mereka yang betul-betul independen
19Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual
ArsitekturPesantren, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal 70. 20 Abdurrahman Mas‟ud, Op.Cit, hal, 75.
21 Fahruddin, “Peran Pesantren Dalam Menjaga Keluhuran Akhlaq Remaja Di Era Modern
”, Skripsi pada UIN Malang 2011,h 34, tidak dipublikasikan.
14
dari penguasa dan tinggal di pedesaan. Di Jawa, Abad XVIII dapat
disaksikan sebuah kesinambungan yang sama tentang pendekatan dan
misi Walisongo Da‟i tangan ulama itu, bahkan di Madura pada awal abad
XIX juga terlihat sama akan signifikansi Walisongo dalam kehidupan
social muslim.
Dilaporkan bahwa sebelum kelahiran bayi Khalil Bangkalan (1891-
1925 M) ayahnya H. Abd. Latif, seorang kyai di Bangkalan yang
mempunyai lembaga pondok pesantren, memohon kepada Allah supaya
kelak bayinya menjadi wali terkenal seperti Sunan Gunung Jati, salah
seorang walisongo di Jawa Barat. Menurut pemikiran para santri, doa
tampak selalu merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan
keagamaan mereka.22
Mereka percaya bahwa berdoa selalu memiliki
manfaat, karena Al-Quran memuat banyak ajaran tentang doa. Ketika
penguasa muslim Jawa cendrung menjadi pendukung ilmu pengetahuan
Islam, tradisi akademik dalam masyarakat sangat tampak. Pada abad
XVII dan XVIII, tradisi orang Jawa melakukan perjalanan dalam rangka
belajar di pondok pesantren terus tumbuh subur dengan munculnya
kelompok sarjana-sarjana muslim baru dan para sufi yang tersebar di
seluruh Jawa, khusunya di daerah pesisir utara. Para santri pengelana
pergi dari satu pesantren ke pesantren lainnya dalam rangka menuntut
ilmu pengetahuan dari seorang guru yang lebih terkenal. Bahwa tradisi ini
tumbuh subur mungkin dari fertilisasi cross-cultural (proses perkawinan
antar budaya) dengan tradisi Islam dimana thalab al-ilmu (mencari ilmu)
merupakan sebuah ciri khas utama dari sistem pendidikan klasik dan
banyak memberikan sumbangan terhadap persatuan Islam. Patut
diperhatikan bahwa tradisi menuntut ilmu pengetahuan di Jawa pada abad
XVII hingga XIX di tunjukan secara jelas dengan adanya sebuah catatan
lokal yang ditulis pada seperempat pertama abad XIX yaitu kitab Tjentini.
23
22 Abdurrahman Mas‟ud, Op.Cit , h.183 23 Abdurrahman Mas‟ud.Op.Cit ,h.79.
15
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, yaitu sekitar abad ke-XVII-
an nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat
berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam. Kelahiran
pesantren baru selalu diawali dengan cerita perang nilai antara pesantren
yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan
kemenangan pihak pesantren sehingga pesantren dapat di terima untuk
hidup di sebuah masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi
masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral.
Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat pergerakan
pengembangan Islam, hal ini seperti yang diakui oleh Dr. Soebardi dan
Prof.Johns, yang di kutip oleh Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya
”tradisi pesantren”.
“Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak
ke Islaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang
peranan paling penting bagi penyabaran Islam sampai ke
pelosokpelosok. Dari lembaga-lembaga pesantren itulah asal usul
sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara
yang tersedia secara terbatas, yang di kumpulkan oleh pengembara-
pengembara pertama dari perusahaan-perusahaan dagang Belanda
dan Inggris sejak akhir abad ke 16. untuk dapat betul-betul
memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini, kita harus mulai
memperlajari lembagalembaga pesantren tersebut, karena lembaga
inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini‟‟24
Walaupun pada masa penjajahan, pondok pesantren mendapat
tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, pondok pesantren masih
bertahan terus dan tetap tegak berdiri, walaupun sebagian besar berada di
pedesaan, Peranan pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tetap
diembannya. Telah banyak tokoh pejuang dan pahlawan-pahlawan
kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Dalam sejarah perjuangan
mengusir penjajahan di Indonesia, pondok pesantren banyak memberi
24 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ( LP3ES, Jakarta), h., 17-18.
16
andil dalam bidang pendidikan untuk memajukan dan mencerdaskan
rakyat Indonesia. Perjuangan ini dimulai oleh Pangeran Sabrang Lor
(Patih Unus), Trenggono, Fatahillah (jaman kerajaan Demak) yang
berjuang mengusir Portugis (abad ke 15), diteruskan masa Cik Ditiro,
Imam Bonjol, Hasanuddin, Pangeran Antasari, Pangeran Diponegoro, dan
lain-lain sampai pada masa revolusi fisik tahun 1945.25
Dalam perkembangannya, pondok pesantren sangat pesat, pada
zaman Belanda saja jumlah pesantren di Indonesia besar kecil tercatat
sebanyak 20.000 buah.26
Perkembangan selanjutnya mengalami pasang
surut, ada daerah tertentu yang membuka pesantren baru, ada pula
pesantren di daerah lain yang bubar karena tidak begitu terawat lagi.
5. Tujuan Pondok Pesantren
Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan
yang berbeda, sering kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya.
Sekalipun begitu setiap pondok pesantren mengemban misi yang sama
yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam, selain itu di
karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia, setiap
pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita dan
tujuan kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah negara;
Pancasila dan UUD 1945. Menurut Manfred Ziemek yang dikutib oleh
Mujamil Qamar dalam bukunya pesantren dari trasformasi metodologi
menuju demokratisasi institusi tujuan pesantren adalah membentuk
kepribadian memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan
pengetahuan.27
Menurut Mastuhu yang dikutib oleh M,Dian Nafi dkk tujuan utama
pendidikan pesantren adalah mencapai hikmah atau wisdom (
kebijaksanaan) berdasarkan pokok ajaran islam yaitu memahami dan
25 Nawawi, “Sejarah Dan Perkembangan Pesantren”, Jurnal Study Islam Dan Budaya, 2006. 26 Hasbullah. Op.Cit, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) hal,43. 27 Mujamil Qomar, Op. Cit, ( Jakarta : Erlanga,2002 ), hal 4
17
meningkatkan tentang arti kehidupan serta merealisasikan semua peran-
peran dan tangung jawab social.28
Secara umum tujuan pendidikan pondok pesantren adalah
membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi Muballigh Islam
dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
Sedangkan secara khusus tujuan pondok pesantren adalah
mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang „alim dalam ilmu
agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkan
dalam masyarakat sebagaimana yang telah dikembangkan dalam pondok
pesantren Modern.
Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan
pondok pesantren yang di paparkan oleh M. Arifin yang dikutip oleh
Hasbullah dalam bukunya ”Kapita Selekta Pendidikan” (Khusus dan
Umum)29
Bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
berusaha menciptakan kader-kader Muballigh yang diharapkan dapat
meneruskan misinya dalam hal dakwah Islam disamping itu juga di
harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren menguasai betul ilmu-
ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai.
Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari
tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang No.2 tahun 1989
adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”
28 M.Dian Nafi‟ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, (Yogjakarta:Lkis Pelangi
Aksaran,2007),cet 1, h, 49. 29 Hasbullah, Op.Cit ,hal, 44.
18
6. Pengertian Kultur Pesantren
Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah
totalitas dalam sebuah organisasi, way of life, termasuk nilai-nilai,
norma-norma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur
merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan
kelompok yang dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang
bersangkutan.30
Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur
sekolah sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟
Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan
menjadi „cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren.31
Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal
dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun
hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam
perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan
asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan
hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur
juga memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis) dan anak
belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini.32
Menurut Antropolog Clifford Geertz, salah satu ilmuwan Yang
memberikan sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang
pengertian kultur Pesantren Mengemukakan bahwa kultur pesantren
dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, ritual, mitos dan kebiasaan-
kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren,33 atau
suatu perilaku, nilai- nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan
30 Rika Rachmita Sujatma, “Pengembangan Kultur Sekolah”, Jurnal Pendidika, Jakarta, h
55, 2008. 31 H.M.Sulton Masyhud dan Moh.Khusnurdilo, .Manajement Pondok Pesantren, (Diva
Pustaka Jakarta ,2005 ) h, 26. 32 Zuhrati, Pengalaman Mengenai Peran Kultur, 2013, ( www..Zuhrati 10069.Blogspot.com), 33 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 2000),
h, 149.
19
penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk me mandang
persoalan dan memecahkannya.
Dan dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa
kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang
dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam
pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut.
7. Fungsi Kultur Pesantren
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka fungsi
kultur pesantren adalah:34
1) Sebagai identitas dan citra suatu lembaga pendidikan yang
membedakan antara pesantren yang satu dengan pesantren yang lain.
Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor, seperti sejarah, kondisi,
dan system nilai dilembaga tersebut.
2) Sebagai sumber, Kultur pesantren merupakan sumber inspirasi,
kebanggaan dan sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan
(strategi) lembaga pendidikan tersebut.
3) Sebagai pola perilaku , dimana kultur pesantren menentukan
batasbatas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga
pesantren.
4) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan.Dalam
dunia yang berubah dengan amat pesat, kunci keberhasilan suatu
organisasi umum maupun lembaga pendidikan dalam meningkatkan
efektivitasnya terletak pada fleksibilitas dan kemampuan inovatifnya.
Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus berani
melakukan perubahan guna peningkatan mutu lembaga tersebut. Dan
salah satu jalan untuk melaksanakan strategi perubahan tersebut
adalah dengan merubah kultur dilembaga pendidikan itu.
34 Taliziduhu Ndraha, Budaya organisasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), 45
20
5) Sebagai tata nilai. Kultur pesantren merupakan gambaran perilaku
yang diharapkan dari warga pesantren dalam mewujudkan tujuan
institusi pendidikan tersebut. Tata nilai yang dimaksud disini adalah
aktualisasi dari keyakinan seseorang sebagai pemberian makna
terhadap pekerjaan dan sebagai pengabdian kepada Tuhan YME,
karena perilaku yang luhur diajarkan menurut ajaran ketuhanan yang
diwujudkan melalui suatu pekerjaan.
8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kultur Pesantren
Adapun yang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
kultur pesantren adalah sebagai berikut:
1) Faktor internal.
a. Pendiri organisasi
Sumber kultur pesantren yang utama adalah para pendiri lembaga
pendidikan itu. Dimana pembentukan institusi pendidikan oleh
pendirinya didasarkan pada visi dan misi para pendiri itu. Para pendiri
institusi memandang dunia disekitarnya menurut nilai yang termuat
didalam hidupnya, latar belakang sosial,lingkungan dimana ia
dibesarkan serta jenis dan tingkat pendidikan formal yang pernah
ditempuhnya.35
b. Aspek- aspek lembaga pendidikan
Adapun yang dimaksud aspek-aspek pendidikan disini adalah tenaga
pengajar, administrasi, manajerial, dan lingkungan dalam lembaga itu.
Apabila suatu perubahan atau pengembangan lembaga pendidikan perlu
dilaksanakan dengan menerapkan beberapa kebijakan yang baru, maka
strategi untuk implementasi kebijakan tersebut adalah dengan cara
merubah kultur dilembaga itu. Akan tetapi berhasil tidaknya perubahan
kultur itu tergantung pada tepat tidaknya strategi lembaga pendidikan
tersebut dalam mengatur seluruh aspek lembaga pendidikan, seperti
bentuk dan jenis kegiatan apa yang perlu dilakukan serta apa kegiatan
35 Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 49
21
pendukung yang perlu dilakukan. Kesemuanya itu harus tercakup dalam
strategi lembaga pendidikan yang bersangkutan.36
2) Faktor eksternal
Kiranya masih relevan untuk menekankan bahwa pesatnya perkembagan
IPTEK yang perkembangannya melalu pergeseran paradigma sehingga
hal ini berdampak sangat kuat terhadap berbagai bidang kehidupan,
termasuk pada dunia pendidikan. Dengan demikian, dunia pendidikan
dituntut oleh masyarakat agar dapat menyesuaikan dengan perubahan itu
dan hal tersebut akhirnya berpengaruh pada kebijakan pesantren yang
diimplementasikan melalui kultur pesantren.
B. Pengertian Karakter Dan Unsur-Unsurnya
1. Pengertian Karakter
Dilihat dari asal katanya, “karakter” merupakan sebuah konsep yang berasal
dari kata Yunani “charassein”, yang berarti mengukir sehingga terbentuk
sebuah pola. Memiliki suatu karakter yang baik, tidak dapat diturunkan begitu
ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan
pendidikan. Dalam bahasa Arab karakter dikenal dengan istilah “akhlaq”, yang
merupakan jama‟ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan
budi pekeri, perangai, tingkah laku atau tabiat, tatakrama, sopan santun, adab
dan tindakan (Saebani dan Hamid, 2010:13). Ibn Miskawai (W. 421H/1030 M)
sebagai pakar akhlaq terkemuka menyatkaan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.37 Sedangkan karakter menurut
Simon Philips yang dikutib oleh Fathul Mu‟in dalam bukunya Pendidikan
36 Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 51 37 Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok
Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan |
Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 .h 5.
22
Karakter adalah kumpulan tata nilai menuju suatu system, yang melandasi
pemikiran, sikap, dan prilaku yang ditampilan.38
2. Unsur-Unsur Karakter
Ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologis
yang mempengaruhi unsur-unsur terbentuknya karakter pada manusia.Unsur-
unsur ini kadang juga menunjukan bagaimana karakter seseorang .Unsur-unsur
tersebut antara lain, sikap, emosi, kepercayaan dan kebiasaan.
1.Sikap
Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian dari karakternya
bahkan diangap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu tidak
selamanya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu
yang ada dihadapanya, biasanya menunjukan bagaimana karakternya.
2.Emosi
Kata emosi berasal dari kata emovere dalam bahasa latin yang berarti
(berarti luar dan movere artinya bergerak). Emosi adalah bumbu kehidupan
sebab tanpa emosi ,kehidupan manusia akan terasa hambar.Manusia selalu
hidup dengan berfikir dan merasa, oleh karena itu emosi merupakan salah satu
bagian dari karakter.
3.Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari factor'
sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “ salah” atas dasar
bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk
membangun watak dan karakter manusia.
4.Kebiasaan dan Kemauan
38 Fathul Mu‟in ,Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik,( Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media,2011) h,160
23
Kebiasaan adalah komponen konotatif dari factor sosiopsikologis.
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara
otomatis, tidak direncanakan. Ia merupakan hasil pelaziman yang berlangsung
pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali.
Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda dalam menangapi stimulus
tertentu. Kebiasaan memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.
Sementara kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter
seseorang ,jadi kebiasaan dan kemauan adalah bagian dari unsur-unsur karakter.
5.Konsepsi Diri
Hal penting lainya yang berkaitan dengan ( pembangunan ) karakter adalah
konsepsi diri. Konsepsi diri penting karena biasanya tidak semua orang acuh
pada dirinya. Orang yang sukses biasanya adalah orang yang sadar bagaimana
membentuk watak dan karakternya.39
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Adapun peneliti mendapatkan inspirasi dari penelitian terdahulu yang
relevan adalah: Kultur pesantren dalam membentuk sumber daya manusia studi
kasus di Pondok pesantren Nurul jadid Paiton Probolinggo,yang di tulis oleh
saudara Zainuddin dari Uin Malang 2009. Skripsi menjelaskan tentang kultur
budaya pesantren yang membentuk sumber daya manusia yang ada di dalam
pesantren, bisa sumber daya santri, ustad maupun kyai sendiri.skripsi ini
menekankan pengaruh kultur pesantren terhadap etos kerja dari sumber daya
manusia adapun perbedaan dari skripsi penulis adalah ,penulis menekankan
pembentukan karakter santri dari kultur pesantren. Dan penulis mendapatkan
inspirasi penulisan kultur pesantren dari skripsi ini.
Budaya Pesantren: Persimpangan antara Keindonesaan dan
Keislaman,Jurnal Pesantren ditulis oleh Saidi .Sumber kompas. Didalam jurnal
ini, pesantren dalam prakteknya, pesantren memiliki wilayah intern, dan ekstern
yang keduanya tak bisa dipisahkan. Karena memuat semangat keislaman, dan
39 Fathul Mu‟in, Op,Cit, h, 168-179
24
keindonesiaa (Nasionalisme), dan perbedaan dari jurnal dan skripsi penulis
adalah didalam jurnal ini menekankan tentang kultur pesantren dari sisi
perjuangan nasionalisme Indonesia ,dan penulis kultur pesantren untuk
pembentukan karakter santri.
Pengalaman Mengenai Peran Kultur Terhadap Proses Belajar-Teori
Vygotsky, Jurnal pendidikan ,penulis Zuhrati,Spd. Didalam jurnal ini, Vygotsky
menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal dari hubungan sosial
dan kultur. Baik itu kultur individual maupun hubungan pendidikan dengan
perkembangan berperan penting dalam perkembangan kognitif karena memberi
dasar untuk menyimpulkan asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut
Vygotsky, kultur bukan hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif
individual. Kultur juga memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis)
dan anak belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini. Penulis mendapatkan
inspirasi dalam penulisan definisi kultur pesantren. Perbedaan antara jurnal ini
dengan skripsi penulis adalah jurnal ini membahas secara utuh tentang makna
dan definisi kultur saja, sedangkan penulis menuliskan kultur pesantren dan
fungsinya.
Skripsi Korelasi Pendidikan Pondok Pesantren Dengan Prestasi Belajar
Santri Di Mts An-nur .Khusaini UIN Malang 2006. Didalam skripsi ini
dijelaskan tentang sejarah pesantren, dan pola pendidikan pesantren yang dapat
meningkatkan prestasi dari hasil belajar santri. Dan penulis mendapatkan
inspirasi tentang definisi pesantren dan sejarah pesantren, perbedaan antara
skripsi ini dengan karya tulis penulis adalah skripsi ini lebih membahas tentang
system pendidikan pesantren sedangkan penulis lebih menekankan kepada
kultur pesantren.
IBDA‟ Jurnal Study Islam Dan Budaya.Penulis Nawawi. Didalam skripsi
ini dijelaskan tentang sejarah,basis kultural pesantren ,pendidikan keagamaan
dipesantren, kurikulum, system pengajaran, dan sejarah pesantren, penulis
mendapatkan inspirasi tentang definisi, dan sejarah pesantren, perbedaan yang
terdapat dari jurnal ini dan tulisan penulis adalah jurnal ini masih menjelaskan
25
secara umum tentang makna dan definisi pesantren sedangkan penelitian penulis
dikhususkan di Pondok pesantren al-Amanah-al-Gontory.
Dari buku pendidikan karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, yang
ditulis oleh Fatchul Mu‟in. Didalam buku ini tertuliskan tentang pendidikan
karakter dan urgensi pendidikan progresif dan revitalisasi peran guru dan orang
tua,dan penulis mendapatkan inspirasi dalam menuliskan definisi pesantren, dan
perbedaan yang terdapat dalam buku dan dan skripsi penulis adalah jika didalam
buku masih dijelaskan secara umum tentang makna karakter sedangkan didalam
skripsi penulis dikhususkan tentang karakter santri.
Dari buku Tradisi Pesantren yang ditulis oleh Zamakhsyari Dhofier.
Didalam buku ini tertuliskan tentang studi pandangan hidup kyai dan visinya
mengenai masa depan Indonesia dengan tradisi pesantren, di buku ini juga
dituliskan akar dan sejarah awal pesantren dengan segala macam kultur budaya
pesantren didalamnya, perbedaan antara buku ini dengan tulisan penulis adalah
jika didalam buku ini masih bersifat umum dalam menjelaskan tentang sejarah
dan kultur pesantren sedang penulis mengkhususkan dengan penelitian tentang
pesantren di pondok pesantren Al-amanah alGontory.
Tesis, Peningkatan Mutu Prndidikan Pesantren,( Studi Komparatif atas
Pondok Ma‟hadut Tholabah dan Pondok Modern Daruu Ulil Albab di
Kabupatan Tegal ) UIN jakarta penulis Ahmad Ta‟rifin. Didalam tesis ini
penulis menuliskan tentang bagaimana meningkatkan mutu
pesantren,bagaimana meningkatkan manajerial di dalam kultur pesantren,dan
peningkatan professional guru atau ustad.Penulis dalam skripsi ini mendapatkan
inspirasi tentang pondok pesantren dari tesis ini, dan perbedaan tesis ini dengan
tulisan penulis adalah jika didalam tesis ini dijabarkan tentang bagaimana cara
meningkatkan mutu pesantren sedangkan penulis menuliskan bagaimanakah
korelasi dari kultur pesantren terhadap pembinaan karakter santri.
Skripsi tentang Pengembangan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Dalam Mencetak Santri Profesional ( Studi Kasus di Pondok Pesantren An-nur
II Al-Murtadho Bululawang,Malang ) UIN Malang 2010 . Didalam skripsi ini
tertuliskan tentang pengembangan system pendidikan pesantren dan tujuan
26
pesantren berdasarkan undang-undang, penulis mendapatkan inspirasi tentang
tujuan pesantren dan macam-macam pesantren, dan perbedaanya dengan skripsi
penulis, skripsi penulis lebih menekankan pada pesantren dan kulturnya,
sedangkan skripsi ini menekankan pada pesantren dan system pendidikanya.
Jurnal Pesantren, Nu Online,Dengan Judul Antara Kultur Pesantren dan
Kaum Intelektual Modern, penulis W.S. Abdul Aziz. Didalam jurnal ini menurut
penulis. Gusdur walau dilahirkan dari ranah tradisional NU, namun
pemikirannya membusur kepada arah modernis, baik dalam prespektif politik
maupun wacana keagamaan. Dia mengharapkan walaupun berasal dari kultur
pesantren tradisional tetap bisa berproses d kancah politik dan bisa bersaing
dengan kaum modernis. Dan perbedaanya dengan skripsi penulis adalah jurnal
ini lebih berbicara peran santri yang berasal dari kultur pesantren salafi terhadap
perkembangan bangsa, sedang penulis menuliskan tentang kultur pesantren
terhadap terbinanya karakter santri. Journal Pendidikan,Model Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi
.Penulis Dasmin Budimansyah,dkk. Didalam jurnal ini dituliskan tentang
bagaimana pengertian karakter,dan bagaimana menanamkan pendidikan
karakter terhadap mahasiswa, penulis mendapatkan inspirasi tentang makna dan
definisi karakter, dan perbedaanya dengan skripsi penulis adalah jika jurnal ini
karakter mahasiswa sedangkan penulis adalah karakter santri.
D. Kerangka Berfikir
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren tetap saja
menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah salah satu lembaga
pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta berbeda dengan
lembaga pendidikan lainnya tapi juga mengandung makna keaslian kultur di
Indonesia.
Dalam dunia pesantren terdapat kultur pesantren dimana kultur menjadi
corak atau identitas pesantren dalam mendidik dan mengajarkan para santrinya
.Dari kultur juga membentuk pola lingkungan pesantren yang setiap harinya
para santri berada didalam system pendidikan paripurna yaitu pendidikan 24
27
jam, dan apa yang mereka lihat,mereka dengar dan mereka rasakan adalah suatu
pendidikan.Khususnya untuk mendidik mental dan karakter santri menjadi
pribadi yang kuat iman dan kaya amal.
Karena membentuk karakter seseorang bukanlah dengan waktu yang cepat,
pembentukan karakter membutuhkan proses yang panjang, serta adanya
ketauladanan di lingkungan pesantren. Dengan demikian semua yang ada
didalam pesantren bersunguh-sunguh menciptakan kultur pesantren yang positif
dimaksudkan agar menjadi salah satu faktor yang membentuk kepribadian serta
karakter santri.
Dengan kata lain kultur pesantren sangat mempengaruhi karakter santri,
karena kultur merupakan identitas utama suatu lembaga atau organisasi ,dapat
juga dikatakan bahwa kultur merupakan ruh yang dapat membawa kemajuan
atau kemunduran suatu lembaga. Begitu pula kultur yang ada dipesantren maka
dapat dikaitkan keberhasilan pembentukan karakter pesantren dipengaruhi
bagaimana pembentukan kultur pesantren yang telah dipetakan oleh para
pendirinya.
E. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu preposisi atau anggapan yang
mungkin benar dan sering digunakan untuk dasar pembuatan keputusan dan
penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut: “Semakin tinggi kualitas kultur pesantren maka akan semakin
tinggi pula pembinaan karakter santri”. Berdasarkan hipotesis tersebut maka
hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho) dapat dirumuskan. Adapun
rumusan kedua hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara kultur pesantren dengan
terbinanya karakter santri.
Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kultur pesantren dengan
terbinanya karakter santri.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil tempat di Pondok Pesantren
al-amanah al-Gontory. Penelitian dilakukan selama satu bulan , terhitung
pada tanggal 26 November 2013 sampai dengan selesai.
B. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan
menggambarkan dan menjelaskan permasalahan tentang hubungan antara
pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa, maka penulis
menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif-analisis.
Menurut Margono dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan
menyatakan bahwa ”Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan
pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat
menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui”. 1
Di dalam metode deskriptif-analisis terdapat upaya untuk
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.2 Metode
deskriptif tidak hanya berhenti pada menggambarkan kondisi objek
penelitian, tetapi juga menganalisanya berdasarkan metode, teori dan
kemampuan peneliti.3
1 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), Cet. 6, h. 105.
2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), Cet. 7, h. 157.
3 Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 52
29
C. Variabel Penelitian
Dalam setiap penelitian, istilah variabel tidak pernah ketinggalan.
Menurut Y.W.Best yang disebut variabel penelitian adalah kondisi-kondisi
atau serentiristik-serentiristik yang oleh peneliti dimanipulasikan,dikontrol
atau diobservasikan dalam suatu penelitian.4
Dalam penelitian ini penulis mencari korelasi antara sistem pesantren
al-Amanah al-Gontory dengan suasana belajar santri .Ini berarti ada
variabel yaitu :
1. Definisi Teoritis Kultur Pesantren sebagai variabel bebas (
independent Variabel). Dalam penelitian ini kultur pesantren ibarat kendali
situasi terkondisinya suasana belajar yang kondusif.
2. Definisi Oprasional Karakter santri sebagai variabel terikat (
Dependent Variabel ). Maka karakter santri menjadi salah satu dampak
hasil pendidikan pesantren termasuk dari kultur budaya pesantren .
4 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian,(Jakarta:Bumi
Aksara,2003),cet.ke-5,h.118
30
Tabel 1
Variabel Penelitian
NO VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
1 Variabel X
Kultur Pesantren
Definisi
Operasional
1. Sebagai
identitas dan
citra suatu
lembaga
pendidikan.
2. Sebagai
1. Bentuk
budaya atau
kultur
pesantren.
2. Adanya
dukungan dari
masyarakat
sekitar
terhadap
pesantren.
1. Pola
pendidikan
1. Kultur budaya
mengaji Al-quran
setelah sholat 5
waktu.
2. Budaya
mengunakan
bahasa arab dan
inggris dalam
percakapan
sehari-hari.
1. Sikap
masayarakat
terhadap para
santri.
1. Kyai/ustad dapat
31
sumber
inspirasi
,yang dapat
dijadikan
arah
kebijakan.
3. Sebagai pola
prilaku.
kyai/ ustad
terhadap
santri.
2. Peran
kyai/ustad
dalam
menciptakan
kultur
pesantren.
1. Disiplin
pesantren
membentuk
pola prilaku
santri.
2. Organisasi
santri
membentuk
pola prilaku.
dijadikan suri
tauladan bagi
santri.
1.Pengawasan kyai /
ustad terhadap
santri.
1. Manfaat
disiplin bagi
santri.
1. Dengan
berorganisasi
membuat
mental lebih
brani .
2. Jiwa
pemimpin
lebih
berkembang .
3. Membentuk
jiwa social.
32
2 Variabel Y
4. Sebagai
mekanisme
adabtasi
terhadap
perubahan
lingkungan.
\
5. Sebagai tata
nilai
1. Inovasi Pola
kultur
pesantren
mengikuti
perkembang
an zaman.
1. Hasil dari
kultur
pesantren
untuk
menciptakan
budi luhur
santri dan
santriwati.
2. Nilai budaya
disiplin
santri.
1. Pentingnya
laboraturium
bahasa dan
computer
dipesantren.
2. Pentingnya
labolaturium
penelitian
dipesantren.
1. Menghidupkan
sholat berjamaah.
2. Budaya saling
menghargai dan
saling menghormati.
1. Adanya
hukuman bagi
santri yang
terlambat
mengikuti
kegiatan
kurikuler dan
ekstrakulikuler.
33
Karakter Santri
Definisi Oprasional
1. Sikap
2.Emosi
3.Kepercayaan
1. Lebih Peka
terhadap
lingkungan
social.
2. Sopan
santun santri
terhadap
guru.
1. Santri senang
berada di
pondok.
2. Santri bangga
dengan
pondoknya.
1. Santri
mempercayai
keberkahan
kyai.
2. Santri
mempercayai
hasil dari
kesunguhan.
1. Kerja bakti
bersama.
2. Rasa tolong
menolong
terhadap sesama
santri.
1. Santri santun
terhadap guru.
2. Kepatuhan santri
terhadap guru.
1. Santri betah
berada
dipondok.
1. Santri mencintai
almamater
pendidikanya.
1. Santri sangat
menghormati
kyainya.
1. Santri rajin
belajar karena
mempercayai
selogan
34
4.Kebiasaan
5.Kosepsi Diri
1. Kebiasaan
mengucapkan
salam terhadap
orang lain.
2. Kebiasaan
belajar bersama.
1. Santri
menerapkan
dalam dirinya
untuk berbudi
tinggi
2. santri
menerapkan
dalam dirinya
berpengetahuan
luas.
3.Santri
mererapkan
dalam dirinya
harus berbadan
sehat.
„manjadda
wajada.”
1. Santri biasa
mengucapkan
salam kepada
orang lain.
1. Santri terbiasa
belajar
bersama.
1. Santri
mengharuskan
dirinya agar
berbudi tinggi
dengan akhlak
karimah.
1. Santri rajin
membaca
buku.
2. Santri gemar
berdiskusi.
1. Santri senang
berolahraga.
35
D. POPULASI DAN SAMPEL.
1. POPULASI
Adalah keseluruhan subyek penelitian.5 Populasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas satu Mts Ponpes al-Amanah al-
Gontory berjumlah 405 .
2. SAMPEL
Adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasi
yang diteliti.6 Sampel yang akan diambil adalah 20 % dari populasi yaitu 50
orang siswa. Menurut Suharsimi Arikunto di dalam bukunya “ Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan praktek” dijelaskan bahwa apabila subjeknya
kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil
antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Tekhnik yang digunakan dalam
mengambil sampel adalah sampel random atau acak.Penulis mengambil
jumlah 15% dari jumlah keseluruhan yaitu 60 orang santri.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis mengunakan beberapa teknik yaitu :
1. Observasi
Observasi yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.7
Dalam hal ini penulis mengambil dari observasi tentang bagaimana budaya
5 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010), Cet. 14, hal. 173
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010), Cet. 14, hal. 174
7 Chilod Narbuko dan Abu Ahmadi, Op.Cit, h.70
36
kultur pesantren dari segi disipilin pesantren, kultur organisasi, sikap santri-
santrinya dan segala bentuk yang mengacu pada kultur dan karakter pesantren.
2. Interview
Wawancara adalah proses tanya jawab penelitian yang berlangsung secara
lisan dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan.8 Adapun pihak yang
diwawancarai adalah Kepala sekolah. Mengenai adakah korelasi antara kultur
pesantren dengan pembentukan karakter santri.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi ini digunakan sebagai usaha penulis untuk
mendapatkan data-data mengenai keberadaan sekolah yang sedang diteliti dan
data jadwal kegiatan santri dengan tujuan untuk melengkapi penelitian tersebut
sehingga terdapatlah data yang signifikan. Adapun data-data ini diperoleh dari
bagian data di pondok tersebut.
4. Angket (Questionnaire)
Metode angket adalah suatu daftar yag berisikan rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti untuk memperoleh
data, angket ini disasarkan kepada responden (santri kelas I).9 Dengan
menggunakan teknik angket, pengumpulan data sebagai data penelitian jauh
lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga, tidak memerlukan kehadiran
peneliti, dapat dibagikan secara serempak kepada semua responden. Dan untuk
mendapatkan data tentang korelasi kultur pesantren terhadap karakter santri.
8 Ibid, h. 83
9 Ibid, h. 76
37
TABEL 2
Kisi-kisi soal Angket
NO VARIABEL INDIKATOR NO BUTIR JUMLAH
POSITIF NEGATIF .ITEM
Kultur
Pesantren.
1. Sebagai
identitas dan
citra suatu
lembaga
pendidikan.
1. Bentuk budaya
atau kultur
pesantren.
2. Adanya
dukungan dari
masyarakat sekitar
terhadap
pesantren.
1, 2, 3,
4, 5
6, 7, 8
60 soal
2. Sebagai
sumber
inspirasi,
yang dapat
dijadikan
arah
kebijakan.
1. Pola
pendidikan
kyai/ ustad
terhadap
santri.
2. Peran kyai
dalam
menciptakan
kultur
pesantren.
9, 10, 11
14, 15,
12, 13,
3.Sebagai pola
prilaku
1. Disiplin
pesantren
membentuk pola
prilaku santri.
2. Organisasi
16, 17,
18, 19,
21, 22,
,25, 26,
27, 30,
31, 32,
20,
23, 24, 28,
29, 34, 40,
41, 42, 43,
44, 45,
38
santri
membentuk
pola prilaku.
33, 35,
36, 37,
38, 39,
46, 47.
3. Sebagai
mekanisme
adabtasi
terhadap
perubahan
lingkungan.
1. Inovasi Pola
kultur pesantren
mengikuti
perkembangan
zaman
48, 49,
50, 51,
52, 53, 54
5. Sebagai tata
nilai
1. Hasil dari kultur
pesantren untuk
menciptakan budi
luhur santri dan
santriwati.
2. Nilai budaya
disiplin santri.
55, 56,
57, 58,
59, 60,
Karakter Santri.
6. Sikap.
1. Lebih Peka
terhadap
lingkungan social.
2. Sopan santun
santri terhadap
guru.
1, 2, 3,
4, 7, 8,
9, 12,
13, 14,
16,
5, 6, 10,11,
17,
60 soal
7. Emosi 1. Santri senang
berada di pondok.
2. Santri bangga
dengan
pondoknya.
18, 19,
20,
21, 24,
25, 26,
22, 23, 27,
28,
39
8. Kepercayaan
1. Santri
mempercayai
keberkahan kyai.
2. Santri
mempercayai hasil
dari kesunguhan.
29, 30,
31, 32,
33, 34,
35, 39,
40, 41,
42, 43,
36,37,38,
44, 45,
9. Kebiasaan
1. Kebiasaan
mengucapkan
salam terhadap
orang lain.
2. Kebiasaan
belajar bersama.
46, 47,
48, 49,
50,
51, 52, 56.
10. Kosepsi
Diri
1. Santri
menerapkan dalam
dirinya untuk
berbudi tinggi.
2. santri
menerapkan dalam
dirinya
berpengetahuan
luas.
3. Santri
mererapkan dalam
dirinya harus
berbadan sehat.
53, 54,
55, 56,
57, 58,
59, 60
40
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
a. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dengan lengkap,tahap selanjutnya data yang
terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah dan
hipotesa penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing Data
Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh
para pengumpul data.Dimana tujuanya adalah untuk mengurangi
kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan yang
sudah diselesaikan sampai sejauh mungkin.10
2. Kooding
Kooding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden kedalam karegori-kategori .Biasanya klasifikasi dilakukan
dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing
jawaban.11
Untuk lebih memudahkan dalam menyimpulkan hasil
penelitian dari setiap variabel,maka dari jawaban angket yang hanya
berupa angka dideskripsikan dengan kata-kata, yaitu :
10 Ibid,h.153
11 Ibid,h.154
41
Tabel 3
Pengukuran Secara Deskripsi
Alternatif Jawaban Pernyataan
Positif Negatif
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
4
3
2
1
1
2
3
4
b. Teknik Analisa Data.
1. Uji Validitas
Uji validitas untuk mengetahui tingkat kevalidan suatu instrumen yang
diperoleh dari angket (kuesioner) untuk mendapatkan data tentang variabel
kultur pesantren dan karakter santri. Pengujian validitas dilakukan
menggunakan program SPSS 20 dengan metode Korelasi Product Moment
dari Pearson, dengan melihat angka koefisien korelasi (r) yang menyatakan
hubungan antara skor per item dengan skor total. Dengan rumus sebagai
berikut:12
( ) ( )
√* ( ) | ( ) +
Keterangan:
rxy : Angka Indeks Korelasi “r” product Moment
N : Number of Cases
∑XY : Jumlah hasil perkalian skor X dan Y
∑X : Jumlah seluruh skor X
∑Y : Jumlah seluruh skor Y
12 Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, ( Jakarta : Bumi Aksara,
2013), cet. 1, h. 82.
42
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berfungsi untuk meyakinkan apakah instrumen yang
dipakai dapat dipercaya untuk menggali data atau tidak. Pengujian reliabilitas
dilakukan menggunakan program SPSS 20 dengan koefisien Cronbach‟s
Alpha dan corrected item total correlation dengan rumusnya yaitu:13
[
( )] [
Dimana, rumus Varians:
r = Realibilitas instrumen/koefisien alfa
k = Banyaknya butir soal
= Jumlah varians butir
= Total varians
N = Jumlah responden
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dimiliki
peneliti berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas yang digunakan
dalam perhitungan data penelitian ini menggunakan program SPSS 20 dengan
uji Liliefors dengan rumus:14
Keterangan:
Lh = Nilai Liliefors hitung
F(z) = Peluang angka baku
S(z) = Proporsi angka baku
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak, maka nilai Lh dibandingkan dengan nilai kritis L (Ltabel/ Lt)
13 Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 117. 14 Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 163.
Lh = Nilai terbesar dari |F(z) – S(z)|
43
pada taraf nyata 5% (0.05). Kriteria pengujian sampel dianggap normal jika
nilai Lh lebih kecil dari Lt (Lh < Lt), dan sebaliknya sampel dianggap tidak
normal jika nilai Lh lebih besar dari Lt (Lh > Lt).
4. Uji Homogenitas.
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel atau data
yang diteliti memiliki tingkat keragaman yang sama atau berbeda. Dan penulis
mengunakan program spss 20. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji F
untuk data yang independen, dengan rumus:15
Keterangan:
Fh = Nilai hitung dari uji F
S² = Nilai Varian dari masing-masing data
Untuk mengetahui apakah sampel memiliki tingkat keragaman yang sama
atau berbeda, maka Fh dikonsultasikan ke dalam tabel nilai kritis F dengan
taraf nyata 5% (0.05). Dalam pengujian ini data dianggap homogen
(keragaman sama) apabila nilai Fh lebih kecil dari Ft (Fh < Ft).
5. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Menurut Santoso (2007:242) deteksi adanya
heteroskedastisitas adalah :
1. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas.
2. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena heteroskedastisitas.
Penulis menghitung data heteroskedastisitas mengunakan spss 20.
15 Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 174.
𝑆 (𝑋 𝑋 )
𝑛
Dimana
44
6. Uji Korelasi
Perhitungan korelasi menggunakan Product Moment. Dimana Product
Moment Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi antara
dua variable yang kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan
oleh Karl Pearson. Dan penulis menghitungnya dengan bantuan spss 20.
Rumus korelasi Product Moment Karl Pearson, yaitu: 16
2222 )()(
))((
yyNxxN
yxxyN
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi variable X dengan variable Y
∑ XY = jumlah dari hasil perkalian antara skor variable X dan skor variable Y
X = skor variabel X Y = skor variabel Y
7. Perhitungan Koefisien Determinasi
Perhitungan koefisien determinasi ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y yang dinyatakan
dalam bentuk persen. Dimana rumus yang digunakan adalah rumus
“Coefficient of Determination” atau koefisien penentu yang dalam hal ini
digunakan untuk lebih memudahkan pemberian interpretasi angka indeks
korelasi „r‟ product moment pada uji hipotesis di atas.
Rumus Coefficient of Determination yaitu:
KD = r² x 100 %
KD = Koefisien determinasi
r = Koefisien korelasi
Adapun pedoman yang umum digunakan dalam memberikan interpretsi
secara sederhana terhadap angka hasil koefisien korelasi product moment adalah
sebagai berikut.17
:
16 Joko Sulistyo, 6 Hari Jago Spss 17, ( Yogyakarta : Cakrawala, 2010 ), Cet. 1, h.129.
45
Tabel 3.3
Besarnya “r” Product Moment
(rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
memang terdapat kolerasi, akan tetapi
kolerasi itu sangat lemah atau sangat
rendah sehingga kolerasi itu
diabaikan (dianggap tidak ada
kolerasi atau pengaruh antara variabel
X dan variabel Y)
0,20 -0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang lemah atau
rendah.
0,40 – 0,70 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang sedang atau
cukupan.
0,70 – 0,90 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang kuat atau
tinggi.
0,90 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang sangat kuat
atau sangat tinggi.
G. Hipotesis Statistik
H. Ho :
I. Ha :
17 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010),
Cet. 21, h 193
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum Pesantren al-Amanah al-Gontory
a. Letak Pesantren al-Amanah al-Gontory
Letak Pesantren al-Amanah al-Gontory di daerah Tangerang Selatan,
tepatnya di Jln. Taman Makam Bahagia ABRI Kelurahan Perigi Baru
Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten Tlp/fax
: 021-74862163. Untuk dapat sampai di pesantren kita bisa menempuhnya
dengan menggunakan angkutan umum. Dari Plaza Bintaro kita dapat
menggunakan angkutan umum jurusan Komplek Perumahan Graha Raya
dengan menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam.
Kemudian berhenti di depan masjid al-Ghofur dan dilanjutkan lagi dengan
berjalan kaki menuju pondok pesantren tersebut selama kurang lebih dua
puluh menit.
b. Sejarah Singkat Pesantren al-Amanah al-Gontory
Pesantren Modern al-Amanah al-Gontory mulai dirintis pada tahun
1992. Pesantren ini lahir dari keinginan (Alm) H. Nadjih. Hidup untuk
mendirikan sebuah pesantren yang sama dengan pesantren tempat beliau
belajar dulu yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau merasakan
bahwa apa yang telah didapatnya dari Pondok Modern Darussalam Gontor
sangat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, beliau
mulai merintisnya di sebuah tempat di lembah dekat Situ Perigi.
Berdirinya Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory pada tahun 1992
yang diawali dengan adanya keinginan almarhum H. Nadjih. Hidup selaku
Waqif Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory sekaligus pembina
Yayasan al-Urwatul Wutsqo Untuk mewakafkan tanahnya seluas 5,2
hektar guna mendirikan lembaga pendidikan seperti Pondok Modern
47
Gontor di wilayah Tangerang Selatan, namun saat ini yayasan tersebut
berubah menjadi Yayasan al-Amanah al-Gontory yang diketuai oleh al-
Ustadz Syahril Shiddiq, S.Ag
Berangkat dari santri dengan jumlah 5 santri putra dan dewan guru 8
orang, namun Berkat usaha, kerja keras semua pihak dan kepemimpinan
yang baik serta kerjasama yang solid, maka Pondok Pesantren al-Amanah
al-Gontory mulai mendapat nama yang baik di mata masyarakat.
Dukungan alumni dan masyarakat memberikan andil yang besar dalam
perkembangan Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory selanjutnya. Dari
tahun ketahun jumlah santri bertambah dan alumni yang melanjutkan ke
perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri pun semakin meningkat
serta peran aktif para alumni di masyarakat, hal ini semakin memperbaiki
citra Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory.
Seiring berkembangnya Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory dan
tuntutan masyarakat maka pada tahun 2001 Pondok Pesantren al-Amanah
al-Gontory menerima Santriwati hingga saat ini.1 Pola pendidikan di
Pondok Modern al-Amanah al-Gontory menekankan kepada pembentukan
pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat,
berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama
ini merupakan motto pendidikan di Pondok Pesantren al-Amanah al-
Gontory.
1. Berbudi tinggi
Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan
oleh Pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari
yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto
ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.
2. Berbadan sehat
Tubuh yang sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam
pendidikan di pondok ini. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat
1 Sahril Sidiq, hasil wawancara dengan Kepala Yayasan al-Amanah al-Gontory, pada hari
kamis 19 Desember 2013 .
48
melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya.
Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, dan
bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh santri sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.
3. Berpengetahuan luas
Para santri di pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang
secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka
diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang
pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak
terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang
itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia menambah
ilmu.
4. Berpikiran bebas
Berpikiran bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal).
Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip
sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang
kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi
petunjuk illahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri
memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.
49
2. Karakteristik Responden.
Deskripsi data variabel penelitian ini, penulis menganalisis data dan
terdapat dua varibel yaitu varibel kultur pesantren (varibel X) dan variabel
karakter santri ( varibel Y) yang masing-masing variabel terdiri dari 40
item pertanyaan, jadi dari keduanya terdapat 80 item pertanyaan. Pada
variabel (X) yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian sebanyak 31 item
pertanyaan dari 40 item setelah diuji validitas soal dengan spss 20,
sedangkan untuk variabel (Y) yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian
sebanyak 37 item dari 40 pertanyaan yang telah diuji validitas soal dengan
mengunakan spss 20. Jumlah santri laki-laki sejumlah 31 santri sedangkan
santriwati sejumlah 29 di Pondok pesantren al-Amanah al-Gontory.
Adapun peneliti mendapatkan sampel yang terdiri dari 31 santri dan
29 santriwati, mereka semua berada dikelas satu Mts yang terdiri dari 3
kelas untuk para santri yaitu: kelas A, kelas B, dan kelas C, sedang untuk
santriwati juga semua duduk dikelas satu Mts yang terdiri dari 2 kelas
yang terdiri dari kelas A dan B. Semua responden berumur 13 tahun.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Jenis Kelamin Kelas Jumlah Kelas Umur
Laki-laki 3 terdiri dari kelas: A,
B, C.
13 tahun
Perempuan . 2 terdiri dari kelas: A,
B
13 tahun
50
B. Karakteristik Variabel.
1.Pembagian Kelas Interval
Untuk menentukan interfal kultur mengunakan rumus :
k = 1 + 3,3 Log n
k = 1 + 3,3 Log 60 k = banyaknya kelas n = banyaknya data
k = 1 + 6,8 y = 1+6 k = 8(dibulatkan)
i = 32;8 i = 4
Tabel 4.2 Kelas Interval Kultur Pesantren
Berdasarkan data diatas dapat diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.3
Min 89
Max 118
Mean 105,06
Median 105,00
Standar Deviasi 6,373
Range 29
Varian 40,620
Interval F Mid Point Nilai nyata F. Kum
91-94 2 92,5 91,5 – 94,5 2
95-98 2 96,5 95,5 – 98,5 4
99-102 9 100,5 99,5 – 102,5 13
103-106 10 104,5 103,5 – 106,5 23
107-110 10 108,5 107,5 – 110,5 33
111-114 19 112,5 111,5 – 114,5 52
115-118 7 116,5 115,5-118,5 59
119-221 1 220,5 119,5-221,5 60
51
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui skor tertinggi yang
diperoleh oleh santri dan santriwati dalam angket sebesar 220 dan skor
terendah yang diperoleh siswa 91 sehingga diperoleh nilai rentang 29. Range
tersebut tidak terlalu besar sehingga dapat diprediksi bahwa distribusi skor
akan homogen. Semakin kecil range dari sebuah data maka nilai rata-rata yang
diperoleh juga cukup representative untuk mewakili data yang bersangkutan.
Dan untuk nilai tengah sebesar 105,00. Standar deviasi data pembelajaran
pendidikan agama Islam ini tidak terlalu besar yaitu 6,373.
Untuk menentukan tingkat kultur pesantren dalam kategori tinggi,
sedang, dan rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu
menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang
menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Dengan rumus:
X < (µ - 1.0 α) Rendah
(µ - 1.0 α) ≤ X < (µ + 1.0 α) Sedang
(µ + 1.0 α) ≤ X Tinggi
Dimana:
X = skor total tiap-tiap item
µ = mean teoritisnya
α = standar deviasi
dengan rumus tersebut di atas maka siswa dapat digolongkan ke dalam:
Tabel 4,4
Penggolongan Kultur Pesantren
X < {105,06 - 1.0 (6,373)} Rendah X < 99
{105,06 - 1.0 (6,373)}≤ X < {105,06+ 1.0 (6,373)} Sedang 100 ≤ X < 111
{105,06 + 1.0 (6,373)} ≤ X Tinggi 112 ≤ X
Hasil dari penggolongan tingkat kultur pesantren, dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
52
Tabel 4,5
Skor Skala Kultur Pesantren
Kategori Skor Frekuensi Prosentase
Rendah 0 – 99 7 12%
Sedang 100 – 111 28 47 %
Tinggi 112 – 118 25 42 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan
skor antara 112 sampai dengan 118 sebanyak 25 santri dengan prosentase
sebesar 42 % dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan santri yang
mendapat skor antara 100 sampai dengan 111 sebanyak 28 santri dengan
prosentase sebesar 47% dan termasuk dalam kategori sedang. Dengan
demikian dalam penelitian kultur pesantren ini hanya 12% santri saja yang
mendapat skor antara 0 sampai dengan 62 termasuk dalam kategori rendah.
Pada pengumpulan data karakter santri peneliti menggunakan angket
yang disusun berdasarkan indikator yang mengacu pada teori yang terdapat
pada Bab II. Diantaranya mengukur tentang karakter dari unsur-unsur yang
ada didalamnya yaitu sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan, dan konsepsi diri.
Perhitungan statistik data akhlak siswa menggunakan Microsoft Office
Excel Untuk menentukan interfal kultur mengunakan rumus:
k = 1 + 3, 3 Log n
k = 1 + 3, 3 Log 60 k = banyaknya kelas n = banyaknya data
y = 1+6 k = 8(dibulatkan)
i =38 : 8 i= 4,75 dibulatkan 5.
53
Tabel 4.6
Kelas Interval Karakter Santri
Berdasarkan data diatas dapat diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.7
Deskripsi Nilai
Nilai maksimum 148
Nilai minimum 110
Range 38
Mean 132,15
Median 133
Standar Deviasi 8,843
Varian 78.19
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui skor tertinggi yang
diperoleh oleh siswa pada tes karakter santri ini sebesar 148 dan skor terendah
yang diperoleh siswa 110 sehingga diperoleh nilai rentang 38. Dan dari hasil
Interval F Mid Point Nilai nyata F. Kum
110-114 1 112 110,5 – 114,5 1
115-119 3 117 115,5 – 119,5 4
120-124 9 122 120,5 – 124,5 13
125-129 10 127 125,5 – 129,5 23
130-134 10 132 130,5 – 134,5 33
135-139 13 137 135,5 – 139,5 46
140-144 10 142 140,5 – 144,5 56
145-149 4 147 145,5- 149,5 60
Jumlah 60
54
perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 132, 15 nilai tengah sebesar 133
dan Standar deviasi data instrument akhlak ini tidak terlalu besar yaitu 8, 843.
Untuk menentukan tingkat penanaman karakter santri dalam kategori
tinggi, sedang, dan rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal)
yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Dengan
rumus:
X < (µ - 1.0 α) Rendah
(µ - 1.0 α) ≤ X < (µ + 1.0 α) Sedang
(µ + 1.0 α) ≤ X Tinggi
Dimana:
X = skor total tiap-tiap item
µ = mean teoritisnya
α = standar deviasi
Dengan rumus tersebut di atas maka siswa dapat digolongkan ke dalam:
Tabel 4.8
Penggolongan Kultur Pesantren
X < {132,15 - 1.0 (8,843)} Rendah X < 123
{132,15 - 1.0 (8,843)}≤ X < {132,15+ 1.0 (8,843)} Sedang 124 ≤ X < 140
{132,15 + 1.0 (8,843)} ≤ X Tinggi 141 ≤ X
Hasil dari penggolongan tingkat pembelajaran pendidikan agama islam,
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.9
Skor Skala Kultur Pesantren
Kategori Skor Frekuensi Prosentase
Rendah 0 – 123 10 10%
Sedang 124 – 140 38 38 %
Tinggi 141 – 148 12 12%
55
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan
skor antara 141 sampai dengan 148 sebanyak 12 santri dengan prosentase
sebesar 12 % dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan santri yang
mendapat skor antara 124 sampai dengan 140 sebanyak 38 santri dengan
prosentase sebesar 38% dan termasuk dalam kategori sedang. Dengan
demikian dalam penelitian kultur pesantren ini hanya 10% santri saja yang
mendapat skor antara 0 sampai dengan 123 termasuk dalam kategori rendah.
Setelah data yang diperoleh dideskripsikan seperti diatas, maka data-data
tersebut akan diujikan tingkat validitas dan realibitasnya untuk mengukur
apakah data-data tersebut adalah data-data yang valid dan layak untuk
dijadikan penelitian:
2. Uji Validitas
Uji Validitas digunakan sebagai uji prasyarat untuk mengetahui apakah
data yang akan dipakai untuk pengujian hipotesis merupakan data valid atau
tidak. Untuk itu data kuesioner yang telah di dapat, harus diuji validitasnya
terlebih dahulu. Dalam uji validitas ini, butir pertanyaan yang dianggap valid
adalah r hitung > r tabel.
Tabel 4.10
Hasil Uji Validitas Kultur Pesantren
No Variabel (X) Uji Validitas
Angket Kultur
Pesantren
r Hitung r
Tabel
Keterangan
1 Butir Pertanyaan 1 0,307 0,250 Valid
2 Butir Pertanyaan 2 0,270 0,250 Valid
3 Butir Pertanyaan 3 0,75 0,250 Tidak Valid
4 Butir Pertanyaan 4 0,361 0,250 Valid
5 Butir Pertanyaan 5 0,275 0,250 Valid
6 Butir Pertanyaan 6 0,506 0,250 Valid
7 Butir Pertanyaan 7 0,427 0,250 Valid
56
8 Butir Pertanyaan 8 0.377 0,250 Valid
9 Butir Pertanyaan 9 0,352 0,250 Valid
10 Butir Pertanyaan 10 0,477 0,250 Valid
11 Butir Pertanyaan 11 0,199 0,250 Tidak Valid
12 Butir Pertanyaan 12 0,301 0,250 Valid
13 Butir Pertanyaan 13 0,562 0,250 Valid
14 Butir Pertanyaan 14 0,409 0,250 Valid
15 Butir Pertanyaan 15 0,537 0,250 Valid
16 Butir Pertanyaan 16 0,446 0,250 Valid
17 Butir Pertanyaan 17 0,540 0,250 Valid
18 Butir Pertanyaan 18 0,553 0,250 Valid
19 Butir Pertanyaan 19 0,511 0,250 Valid
20 Butir Pertanyaan 20 0,217 0,250 Tidak Valid
21 Butir Pertanyaan 21 0,263 0,250 Valid
22 Butir Pertanyaan 22 0,331 0,250 Valid
23 Butir Pertanyaan 23 0,198 0,250 Tidak Valid
24 Butir Pertanyaan 24 0,259 0,250 Valid
25 Butir Pertanyaan 25 0,519 0,250 Valid
26 Butir Pertanyaan 26 0,275 0,250 Valid
27 Butir Pertanyaan 27 0,331 0,250 Valid
28 Butir Pertanyaan 28 0,474 0,250 Valid
29 Butir Pertanyaan 29 0,034 0,250 Tidak Valid
30 Butir Pertanyaan 30 0,242 0,250 Tidak Valid
31 Butir Pertanyaan 31 0,227 0,250 Tidak Valid
32 Butir Pertanyaan 32 0,115 0,250 Tidak Valid
33 Butir Pertanyaan 33 0,252 0,250 Tidak Valid
34 Butir Pertanyaan 34 0,332 0,250 Valid
35 Butir Pertanyaan 35 0,392 0,250 Valid
36 Butir Pertanyaan 36 0,351 0,250 Valid
37 Butir Pertanyaan 37 0,423 0,250 Valid
57
38 Butir Pertanyaan 38 0,525 0,250 Valid
39 Butir Pertanyaan 39 0,278 0,250 Valid
40 Butir Pertanyaan 40 0,546 0,250 Valid
Dari data diatas terdapat 40 item butir angket, setelah dihitung menggunakan
program SPSS 20 terdapat 31 item butir angket yang valid dan 9 item butir angket
yang tidak valid. Berdasarkan hasil tersebut hanya 31 item butir angket valid yang
dapat digunakan untuk penelitian ini.
Tabel 4.11
Hasil Uji Validitas Karakter Santri
No Variabel (Y) Uji Validitas
Angket Karakter
Santri
r Hitung r Tabel Keterangan
1 Butir Pertanyaan 1 0,503 0,250 Valid
2 Butir Pertanyaan 2 0,385 0,250 Valid
3 Butir Pertanyaan 3 0,478 0,250 Valid
4 Butir Pertanyaan 4 0,506 0,250 Valid
5 Butir Pertanyaan 5 0,657 0,250 Valid
6 Butir Pertanyaan 6 0,458 0,250 Valid
7 Butir Pertanyaan 7 0,538 0,250 Valid
8 Butir Pertanyaan 8 0,501 0,250 Valid
9 Butir Pertanyaan 9 0,517 0,250 Valid
10 Butir Pertanyaan 10 0,410 0,250 Valid
11 Butir Pertanyaan 11 0,498 0,250 Valid
12 Butir Pertanyaan 12 0,385 0,250 Valid
13 Butir Pertanyaan 13 0,532 0,250 Valid
14 Butir Pertanyaan 14 0,411 0,250 Valid
15 Butir Pertanyaan 15 0,491 0,250 Valid
16 Butir Pertanyaan 16 0,513 0,250 Valid
17 Butir Pertanyaan 17 0,269 0,250 Valid
58
18 Butir Pertanyaan 18 0,184 0,250 Tidak Valid
19 Butir Pertanyaan 19 0,361 0,250 Valid
20 Butir Pertanyaan 20 0,310 0,250 Valid
21 Butir Pertanyaan 21 0,481 0,250 Valid
22 Butir Pertanyaan 22 0,549 0,250 Valid
23 Butir Pertanyaan 23 0,341 0,250 Valid
24 Butir Pertanyaan 24 0,255 0,250 Valid
25 Butir Pertanyaan 25 0,495 0,250 Valid
26 Butir Pertanyaan 26 0,533 0,250 Valid
27 Butir Pertanyaan 27 0,697 0,250 Valid
28 Butir Pertanyaan 28 0,502 0,250 Valid
29 Butir Pertanyaan 29 0,354 0,250 Valid
30 Butir Pertanyaan 30 0,598 0,250 Valid
31 Butir Pertanyaan 31 0,470 0,250 Valid
32 Butir Pertanyaan 32 0,411 0,250 Valid
33 Butir Pertanyaan 33 0,570 0,250 Valid
34 Butir Pertanyaan 34 0,486 0,250 Valid
35 Butir Pertanyaan 35 0,468 0,250 Valid
36 Butir Pertanyaan 36 0,545 0,250 Valid
37 Butir Pertanyaan 37 0,207 0,250 Tidak Valid
38 Butir Pertanyaan 38 0,439 0,250 Valid
39 Butir Pertanyaan 39 0,309 0,250 Valid
40 Butir Pertanyaan 40 0,212 0,250 Tidak Valid
Dari data diatas terdapat 40 item butir angket, setelah dihitung menggunakan
program SPSS 20 terdapat 37 item butir angket yang valid dan 3 item butir
angket yang tidak valid.Berdasarkan hasil tersebut hanya 37 item butir angket
valid yang dapat digunakan untuk penelitian ini.
59
3. Uji Reliabilitas
Uji realibilitas dalam penelitian ini juga dilakukan dengan SPSS 20. Suatu
variabel dapat dikatakan realibel jika nilai Crobanch‟s Alpha dari variabel
tersebut lebih besar dari 0,60 atau 60%.
Tabel 4.12
Hasil Uji Realibilitas Variabel X Menggunakan SPSS 20
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0,721 32
Setelah proses dengan SPSS, maka didapat nilai Cronbanch‟s Alpha untuk
variabel kultur pesantren adalah n = 0,721 %. Nilai Cronbach Alpha tersebut
ternyata diatas 0,60%, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan untuk variabel
tersebut adalah reliable untuk memiliki tingkat realibilitas yang sangat baik.
Tabel 4.13
Hasil Uji Realibilitas Variabel Y Menggunakan SPSS 20
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0,738 38
Setelah proses dengan SPSS, maka didapat nilai Cronbanch‟s Alpha untuk
variabel karakter santri dan santriwati n = 0,738 %. Nilai Cronbach Alpha tersebut
ternyata diatas 0,60%, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan untuk variabel
tersebut adalah reliable untuk memiliki tingkat realibilitas yang sangat baik.
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data.
Pengujian persyaratan analisis merupakan bagian penting dalam metode
ilmiah, diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian
hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Pada penelitian ini menggunakan skala
linkert yaitu memberikan nilai 4-3-2-1 untuk pertanyaan positif dan memberikan
60
nilai 1-2-3-4 untuk pernyataan negatif. Maka dari itu penenulis melakukan
beberapa pengujian yang persyaratan analisis data untuk mendapatkan data yang
akurat untuk mendapatkan hasil otentik.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengukur tingkat normalnya suatu data
dalam penelitian. Adapun data yang dianggap normal adalah L hitung < L tabel.
Pada penelitian ini, uji normalitas akan diproses menggunakan SPSS 20 sehingga
hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji Normalitas Variabel X Menggunakan SPSS 20
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Nilai angket 0,117 60 .039
*. This is a lower bound of the true significance.
didapat nilai n =
Dari tabel setelah diproses dengan SPSS, maka diatas dapat diartikan bahwa
L hitung untuk variabel kultur pesantren yaitu 0,117. Kemudian dalam jumlah
respon sebanyak 60 orang maka nilai L tabel = 0,144. Maka dapat diketahui
bahwa 0,104 < 0,144 (L hitung < L tabel). Maka dapat disimpulkan data
berdistribusi normal. Maka data-data yang diperoleh oleh peneliti dari uji
normalitas variabel x dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
Tabel 4.15
Hasil Uji Normalitas Variabel Y Menggunakan SPSS 20
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Nilai angket ,102 60 .196
*. This is a lower bound of the true significance.
didapat nilai n =
61
Dari tabel setelah diproses dengan SPSS, maka diatas dapat diartikan bahwa
L hitung untuk variabel kenakalan remaja smp dwi putra ciputat yaitu 0,102.
Kemudian dalam jumlah respon sebanyak 60 orang maka nilai L tabel = 0,102.
Maka dapat diketahui bahwa 0,102< 0,144 (L hitung < L tabel), maka dapat
disimpulkan data berdistribusi normal. Maka data-data yang diperoleh oleh
peneliti dari uji normalitas variabel y dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
2. Uji Homogenitas.
Tabel 4.16
jawaban responden
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0.105 1 58 0.747
Dari hasil test of homogeneity of variances pada spss 20 dapat diketahui
signifikansi sebesar 0.747.Nilai ini menunjukan bahwa nilai sig > = 0.747 >
0,05, maka dapat disimpulkan kedua kelompok dari santri dan santriwati
mempunyai varian yang sama. Maka data-data dapat dilanjutkan ketingkat analisis
data.
62
3. Uji Heteroskedastisitas.
Tabel 4.17
LAKI PEREMPUAN Unstandardized
Residual
Spearman's rho
LAKI Correlation Coefficient
1.000 .036 -.035
Sig. (2-tailed)
.851 .854
N 30 30 30
PEREMPUAN Correlation Coefficient
.036 1.000 -.093
Sig. (2-tailed)
.851 .624
N 30 30 30
Unstandardized Residual
Correlation Coefficient
-.035 -.093 1.000
Sig. (2-tailed)
.854 .624
N 30 30 30
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi salah satu
variabel independen lebih dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Maka data-data
dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
63
D. Uji Hipotesis.
Tabel 4.18
Hasil input data kolerasi menggunakan rumus Product Moment data diambil
dari spss 20
kultur pesantren karakter santri
kultur pesantren
Pearson Correlation
1 .685**
Sig. (2-tailed)
.000
N 60 60
karakter santri
Pearson Correlation
.685** 1
Sig. (2-tailed)
.000
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil Perhitungan koefisien korelasi antara variabel kultur pesantren (X)
dan variabel karakter santri (Y) didapat angka koefisien korelasi sebesar 0,685.
Kemudian untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan variabel X
(kultur pesantren) untuk pembentukan karakter santri (variabel Y), ini diketahui
dari hasil Coefficient of determination (koefisien penentuan) dengan rumus
sebagai berikut:
KD = r2 x 100%
= 0,6852 x 100%
= 0,469x 100%
= 46,92
Artinya variabel kultur pesantren memberikan kontribusi terhadap
pembentukan karakter santri sebesar 47 % dan sisanya 53 % ditentukan oleh
variabel lain.
Berdasarkan perhitungan diatas ternyata angka korelasi antara variabel X dan
variabel Y rxy yaitu= 0,685 (tidak bertanda negatif), berarti antara kedua variabel
tersebut terdapat korelasi yang positif (korelasi berjalan searah) atau terdapat
64
hubungan positif antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri.
Kemudian nilai tersebut diinterpretasikan dengan cara sederhana yaitu dengan
memberikan interpretasi terhadap angka koefisien product moment.
Dalam memberikan interpretasi secara sederhana terhadap angka indeks
hasil korelasi product moment pada umumnya menggunakan pedoman sebagai
berikut :
Tabel 4.19
Indeks korelasi product moment
Besarnya “r” Product Moment
(rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
memang terdapat korelasi, akan tetapi
korelasi itu sangat lemah atau sangat
rendah sehingga korelasi itu
diabaikan (dianggap tidak ada
korelasi atau pengaruh antara variabel
X dan variabel Y)
0,21 -0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi yang lemah atau
rendah.
0,41– 0,70 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi yang sedang atau
cukupan.
0,71 – 0,90 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi yang kuat atau
tinggi.
0,91 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi yang sangat kuat
atau sangat tinggi.
65
Apabila diperhatikan nilai yang telah diperoleh yaitu 0,685 dan ternyata
terletak antara 0,40 – 0,70. Berdasarkan yang telah dikemukakan diatas, dapat
dijelaskan bahwa korelasi antara variabel X (kultur pesantren) dan variabel Y (
karakter) adalah tergolong korelasi yang sedang atau cukup, sehingga dapat di
interpretasikan bahwa antara kultur pesantren dan pembentukan karakter santri
terdapat korelasi yang positif dan korelasi itu termasuk korelasi yang sedang atau
cukup.
Selanjutnya untuk menjawab hipotesis nol dan hipotesis alternatif dilakukan
dengan berpedoman pada nilai tabel (r tabel) product moment. Hal pertama yang
dilakukan adalah terlebih dahulu mencari df atau db (degree of freedom atau
derajat kebebasan) dengan menggunakan rumus df = N-nr. Diketahui responden
yang diteliti sebanyal 60 orang, maka N = 60. Kemudian terdapat 2 variabel yang
penulis teliti dalam penelitian ini yaitu variabel X (kultur pesantren) dan variabel
Y (karakter santri), maka nr = 2. Dengan demikian maka df = 60 - 2 = 58. Maka
dapat diketahui dengan df sebesar 58 diperoleh r tabel pada taraf signifikasi 5%
sebesar 0,250 dan pada taraf signifikasi 1% sebesar 0,325. Kemudian dapat
diinterpretasikan sebagai berikut.
Pada taraf signifikan 5% diketahui bahwa 0,685 > 0,250 (r hitung lebih
besar daripada r tabel). Maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berarti pada taraf
signifikasi 5% itu terdapat korelasi yang sedang atau cukup antara variabel X
(kultur pesantren) dan variabel Y (pembentukan karakter’;. Berarti pada taraf
signifikasi 1% juga terdapat korelasi yang sedang atau cukup antara variabel X
(kultur pesantren) dan variabel Y (karakter santri). Dengan demikian korelasi
positif antara variabel X (kultur pesantren) dengan variabel Y (karakter santri
),merupakan korelasi positif yang cukup meyakinkan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian .
66
Dalam bagian ini akan disajikan hasil temuan sebagaimana yang
dideskripsikan di atas. Pembahasan akan difokuskan pada permasalahan dan
tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu; pertama, untuk mengetahui
hubungan kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri dalam pendidikan
yang saling mendukung, alasan (reasons) pesantren al-Amanah al-Gontory dalam
membentuk karakter dan kepribadian para santrinya. Kedua, untuk mengetahui
proses pelaksaan budaya pembinaan karakter santri pesantren al-Amanah al-
Gontory melalui kulturnya, dan ketiga faktor penghambat dan pendukung kultur
pesantren al-Amanah al-Gontory dalam membentuk karakter para santrinya.
Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun
karakter bangsa. Sayangnya, pendidikan karakter di Indonesia selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai. Pendidikan karakter
yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari.2
Ironi melihat kebobrokan karakter dan mental generasi muda kita dihadapkan
dengan derasnya arus globalisasi saat ini,yang diserang dari berbagai arah ,lihat
disekeliling kita korupsi dimana-mana kriminalitas merajarela, premanisme
menjadi jalan keluar, dan tawuran pelajar menjadi hal yang biasa, semua itu
terjadi karena rusak moral masyarakat kita dan yang penulis garis bawahi adalah
tentang karakter dan mental masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya untuk
karakter santri pesantren al-Amanah al-Gontory yang didalam karakter ada lima
unsur penting yang diteliti dan dikorelasikan dengan kultur budaya pesantrennya 5
hal itu adalah : Unsur-unsur tersebut antara lain sikap, emosi, kepercayaan, dan
kebiasaan 3 yang dikorelasikan peneliti dalam kultur pesantren ada dalam lima
hal yaitu:
1. Sebagai identitas
2. Sebagai sumber, kultur pesantren merupakan sumber inspirasi
2.Abdullah Syukri Zarkasyi. “Peran Pesantren Dalam Pendidikan Karakter
Bangsa”disampaikan dalam acara Serasehan Nasional Pengembangan Budaya dan Karakter
Bangsa, hari Kamis, 14 Januari 2010 di Jakarta, hal.1-2 3 .Fathul Muin, Op.Cit. hal 167.
67
3. Sebagai pola perilaku.
4. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan
5. Sebagai tata nilai.
Kesimpulan yang peneliti dapatkan adalah sangatlah besar pengaruh kultur
pesantren dalam membentuk karakter dan kepribadian santri kesimpulan ini
didapatkan dari hasil korelasi angket, wawancara serta penelitian.
Didalam kultur pesantren lima unsur inilah yang mencakup bagaimana pola
kehidupan santri dalam keseharian sehari-hari, identitas pesantren sebagai
lembaga pendidikan islam merupakan pokok penting,karena pesantren yang tidak
memiliki identitas yang jelas maka bisa dipertanyakan, adakah kultur pesantren
dan system yang baik didalamnya? Peneliti mendapatkan kesimpulan dari hasil
penelitian bahwa identitas pesantren yang jelas, pasti memiliki kultur dan system
pesantren yang baik, dan dari identitas dapat membentuk suatu karakter .
Sedangkah kultur sebagai sumber insprasi, sangatlah benar dilapangan
adanya, dari hasil penelitian bahwa sumber inspirasi pesantren adalah kyai
ataupun pimpinan pesantren, penulis menyimpulkan bahwa kyai yang memiliki
visi dan misi besar dalam mengembangkan budaya atau kultur pesantren yang
memiliki semboyan-semboyan dan filosofi hidup yang kuat, di pondok pesantren
banyak semboyan-semboyan pandangan hidup kyai yang dipajang didinding
pesantren, dan itu sangat berpengaruh bagi karakter santrinya karena, inspirasi
ataupun contoh yang baik dari kyai salah satu factor yang mempengaruhi dalam
pembentukan karakter santri.
Sebagai pola perilaku, peran kultur membentuk pola fikir, pola kebiasaan,
dan pola sikap dalam hubungan dengan orang lain, ini sudah diterapkan didalam
kultur pesantren dimana santri sudah terbiasa hidup bersama-sama dan terbiasa
dengan budaya antri, budaya disiplin pesantren, dan lain-lainya. Sudah pasti
semua itu merupakan bagian dalam membentuk karakter santri, ataupun kultur
sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan,dan tata nilai yang
terdapat dalam kultur pesantren al-Amanah al-Gontory banyak mengikuti pola
perkembangan zaman, seperti membuat labolatorium bahasa, dalam tata nilai juga
masih memegang teguh nilai-nilai agama islam seperti mewajibkan shalat
68
berjamaah bagi para santrinya, budaya salam, Akan tetapi nilai-nilai keislaman
dalam pesantren tidak boleh berubah karena merupakan tatanan moralitas yang
bersifat rahmatan li al-„alamin (universal) yang berdasarkan pada al-Qur’an dan
Hadist4. Semua itu dicanangkan semata-mata untuk menanamkan akhlak yang
baik bagi para santrinya.
Budaya bina santri dari pendidikan pesantren al-Amanah al-Gontory adalah
terdiri dari sarana dan prasarana berupa beberapa organisasi di dalamnya, yang
antara lain biro kepesantrenan, biro koordinatorat, biro keuangan, biro
kependidikan, dan elemen-elemen organisasi daerah asrama masing masing
bagian, dan asrama masing-masing. Hal ini diciptakan untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pembinaan yang berlangsung dalam pesantren. Dari bagian-bagian
organisasi selalu eksis mengadakan rapat rapat dalam menentukan rencana,
strategi, disiplin, dan aturan-aturan, pengawasan dan membina para santri dalam
pendidikan pondok pesantren al-Amanah al-Gontory. Hal ini telah menjadi
budaya di pesantren tersebut.
Didalam proses pendidikan pesantren ada kontak interaksi pendidikan
paripurna yaitu pendidikan 24 jam yang hanya bisa dilakukan didalam pesantren
,semua itu bertujuan agar peserta didik menjadi orang yang berilmu dan beriman
yang bisa mengkolaborasikan antara fikir dan hati.Pesantren menjadi sebuah
wilayah yang memiliki budayanya tersendiri, ia memosisikan sebagai sub-kultur
dimempunyai cara bersosialisasi tersendiri dalam memupuk mental,karakter dan
sikap para santri agar tertanam jiwa agamis dan nasionalis.
Unsur-unsur pembina sistem pendidikan pesantren Al-Amanah Al-Gontory
sama halnya dengan pesantren pada umumnya,ada didalam element-element
pesantren seperti:, kiyai, santri, Masjid, asrama, atau pondok, rumah kyai5.
lembaga pendidikan formal. Untuk mencapai sebuah tujuan visi misi pesantren al-
Amanah al-Gontory dalam mencapai target pesantren pengurus selalu
mengadakan rapat kepengurusan dalam dalam suasana menciptakan pembinaan
4 Abdullah syukri zarkasyi,” Gontor Dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren” (jakarta:PT.
Raja Grafindo,2005), hlm xii
5 .Zamakhsyari Dhofier,”Tradisi Pesantren Edisi Revisi : Studi Pandangan Hidup Kyai Dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia “( Jakarta : LP3ES,2011).hlm 79.
69
santri dalam pendidikan yang kondusif, efisien, dan terarah melalui kesepakatan
bersama melalui hasil pembinaan dan pendidikan di Pesantren al-Amanah al-
Gontory merupakan pola yang saling berhubungan antara pendidikan formal dan
non formal serta pengembangan minat bakat, di pondok pesantren al-Amanah al-
Gontory merupakan budaya yang telah terbangun. Keanekaragaman Asrama (
rayon ) merupakan salah satu media pendukung dalam pendidikan dan pembinaan
santri mengingat sistem pendidikan dan pembinaan santri dilaksanakan selama 24
jam ( long life education).
Hal ini rayon/asrama berfungsi sebagai wahana untuk membangun
mentalitas, karakter, pemikiran serta kreatifitas santri menuju sebuah tipe manusia
yang utuh yang sesuai dengan visi-misi pondok yaitu : berbudi tinggi, berbadan
sehat, berpengetahuan luas serta berfikiran bebas. Sehingga diharapkan santri
dapat menuntaskan totalitas diri dan sosialisasi diri selama belajar di pondok
tersebut dan hasil ahir dari kultur pesantren adalah membentuk karakter santrinya
sebaik-baiknya karakter.
Sistem pendidikan dan pembinaan santri pondok pesantren. Al-Amanah Al-
Gontory adalah sistem pendidikan yang integral antara pendidikan kepesantrenan,
pendidikan formal dan kegiatan pengembangan. Ini sudah merupakan tradisi
kepesantrenan Al-Amanah Al-Gontory untuk membentuk kepribadian dan
karakter para santrinya. Hal ini sesuai ajaran rasul yang tertuang dalam hadistnya :
“sesunguhnya Aku ( Muhammad ) untuk menyempurnakan kesempurnaan akhlak
“ dan dalam firman Allah ( Q.S al-Qalam ayat 4 ):
Artinya : Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.6
Pesantren Al-Amanah Al-Gontory dalam fungsinya sebagai lembaga
pendidikan dan pengkaderan memiliki peran untuk mempersiapkan kader yang
akan berkiprah dan membangun masyarakat menuju tatanan yang islami seimbang
dan utuh, baik jasmaniah maupun rohaniyah.
6 Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2006), h. 564
70
Pendidikan dan pembinaan yang dilaksanakan di Pondok pesantren al-
Amanah al-Gontory adalah pembinaan yang intergratif antara pendidikan
Pesantren dan pendidikan lembaga pendidikan formal. Artinya terjadi proses
saling mendukung dan melengkapi antrara pendidikan yang dilaksanakan di
Pesantren dengan pendidikan dan pembinaan dilembaga formal. Pendidikan dan
Pembinaan yang dilakukan di sekolah diperdalam. di asrama santri yang
disesuaikan dengan jenjang pendidikan di lembaga formal. Sehingga tujuan santri
untuk mengaji dan membina akhlakul karimah diharapkan bisa tercapai secara
sempurna.
Paparan di atas menunjukkan bahwa proses pendidikan di pesantren tidak
hanya pada kegiatan formal di sekolah saja, di samping kegiatan pembelajaran
formal akademik dengan kegiatannya yang padat dan beragam juga terdapat
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dengan intensitas, frekuensi, dan variasi yang
tinggi di luar kelas.
Seluruh kegiatan ekstrakurikuler itu ditangani organisasi santri dengan
dibimbing dan dikawal oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf
pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi
pembimbing masing-masing kegiatan dan yang seterusnya secara hirarkis sampai
kepada Pimpinan Pondok.
Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh
para santri senior dan guru. Dengan menjalankan tugas pengawalan dan
pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan
kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah kader
yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui
berbagai macam pendekatan; pendekatan program, manusiawi (personal) dan
idealisme. Mereka juga dibina, dibimbing, disupport, diarahkan, dikawal,
dievaluasi dan ditingkatkan.7
Pembinaan ini diharapkan untuk memberikan pengetahuan yang menambah
cakrawala berfikir serta pembentukan sikap mental-spiritual, bertingkah laku
7 Abdullah Syukri Zarkasyi. “Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor”.
(Ponorogo: Trimurti press 2011) cet-2, hlm. 36
71
sesuai dengan tatakrama dan berakhlakul-karimah sesusai dengan potensi firahnya
yang dikembangkan dlam lingkungan pesantren. menuju sebuah tipe pribadi
manusia muslim yang seimbang dan utuh, baik jasmaniah maupun rohaniyah
sesuai dengan visi misi Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory.
Penulis mengkaitkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara kultur
pesantren dengan pembentukan karakter santri baik secara teoritis maupun dalam
kenyataan didalam pesantren .Berikut adalah macam-macam strategi guru, atau
kyai dalam menjalankan berbagai sistem dan kultur pesantren agar tercipta
karakter santri:
Adapun pembahasan tentang keterkaitan dan komparasi temuan hasil
penelitian dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah :
Kultur pesantren dalam membentuk sumber daya manusia studi kasus di Pondok
pesantren Nurul jadid Paiton Probolinggo,yang di tulis oleh saudara Zainuddin
dari Uin Malang 2009.Skripsi menjelaskan tentang kultur budaya pesantren yang
8 Abdullah Syukri Zarkasyi, “Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor”.
(Ponorogo: trimurti press 2005). Cet 2. Hal. 115
No SISTEM STRATEGI
1 Keteladanan Penonjolan sikap teladan dari para kyai, guru,
pengasuh dan santri
2 Penciptaan
lingkungan
Semua yang dilihat, didengar, dirasakan,
dikerjakan, dan dialami sehari-hari harus
mengandung unsur pendidikan
3 Pengarahan Kegiatan-kegiatan diawali dengan pengarahan
terutama tentang nilai-nilai pendidikan yang
terkandung di dalamnya.
4 Pembiasaan Menjalankan program-program pendidikan dari
yang ringan ke yang berat dengan disiplin tinggi.
Terkadang pemaksaan juga diperlukan.
5 Penugasan Pelibatan dalam penyelenggaraan kegiatan-
kegiatan pendidikan.8
72
membentuk sumber daya manusia yang ada di dalam pesantren ,bisa sumber daya
santri,ustad maupun kyai sendiri.skripsi ini menekankan pengaruh kultur
pesantren terhadap etos kerja dari sumber daya manusia,keterkaitanya dengan
skripsi penulis sama-sama membahas tentang kultur pesantren.
Pendidikan dan Pembinaan santri Pondok pesantren Nurul Jadid tidak hanya
meliputi pendidikan keilmuan dan pengembangan wawasan, akan tetapi juga
meliputi pendidikan keterampilan-keterampilan dan kewirausahaan yang harus
dimiliki santri untuk siap memasuki dunia yang lebih nyata. Pengelolaan Pondok
pesantren Nurul Jadid dalam upaya menciptakan sumber daya manusia para
santrinya didasarkan pada doktrin dan trilogy santri yang terdapat pada pasca
kesadaran yang merupakan filosofi kiai Zaini Mun’im pendiri skaligus pengasuh
pertama pondok pesantren Nurul Jadid. Yaitu kesadaran beragama, berilmu,
kesadarna berbangsa dan bernegara, kesadaran bermasyarakat, dan kesadaran
berorganisasi.
Dengan sestem pendidikan dan pembinaan yang dikelola oleh elemen-
elemen organisasi pondok Pesantren Nurul Jadid dengan baik yaitu suatu proses
pelayanan untuk merubah pengetahuan, yang selalu terus menyesuaikan stuktur
sesuai dengan kebutuhan proses perubahan sosial. Sehingga pondok pesantren
Nurul Jadid memeberikan kepercayaan kepada masyarakat, bahwa pendidikan
yang ada dalam pesantren tersebut benarbenar menjadi bagian media pengkaderan
pemikir-pemikir agama (centre of excellent), mencetak sumber daya manusia
(SDM), dan sebagai lembaga yang melakukan perberdayaan masyarakat.
Komparasi antara skripsi penulis dengan hasil penelitian terdahulu adalah
penulis lebih menekankan korelasi antara kultur pesantren dengan pembentukan
karakter santri sedangkan penelitian terdahulu lebih menekankan pada
pembentukan sumber daya manusia didalam pondok.
F. Keterbatasan Penelitian
73
Dalam penelitian ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan yang
dapat mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan
tersebut antara lain:
1. Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan penelitian ini relatif pendek
padahal kebutuhan sampel sangat besar.
2. Dana yang dapat disediakan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian
ini sangat terbatas.
3. Keterbatasan dari kedua aspek tersebut mempengaruhi banyaknya
dukungan petugas lapangan yang melakukan wawancara.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian serta pengujian
hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kultur pesantren terhadap terbinanya
karakter santri. Hal ini dilandaskan pada :
1. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara kultur pesantren
dengan pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Amanah
al-Gontory secara keseluruhan dapat dikatakan sudah sangat
berhubungan. Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi antara variabel X
(Kultur pesantren) dan variabel Y (Karakter santri). Jadi dapat
disimpulkan bahwa kultur pesantren dapat membina karakter santri,
dapat pula membentuk mental, kebiasaan, konsepsi diri dan sikap,
semoga bisa membawa dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah,
diri sendiri dan akhlak terhadap sesama.
2. kultur pesantren sangat berkaitan erat dalam pembinaan karakter
santri dalam membentuk akhlak yang mulia. Sehingga memunculkan
anggapan bahwa akhlak santri dapat ditingkatkan dengan adanya
kultur pesantren yang baik dan terorganisir.
3. Pembinaan karakter santri merupakan hal yang sangat penting,
khususnya bagi instansi pendidikan yang menaungi pendidikan dan
pengajaran bagi peserta didiknya. Dalam pembinaan karakter, kultur
yang ditetapkan pesantren besar pengaruhnya terhadap karakter dan
kepribadian santri, maka wajib hukumnya untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas kultur pesantren agar lebih baik lagi.
75
B. Implikasi
Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan
pendidikan yaitu di lingkungan dan kultur pesantren maka kesimpulan
yang ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang pendidikan dan juga
penelitian-penelitian selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka
implikasinya bahwa hasil penelitian mengenai variabel Kultur Pesantren
yang diduga mempunyai korelasi dengan pembentukan karakter santri,
ternyata menunjukkan hubungan yang signifikan, kedua variabel tersebut,
variabel Kultur pesantren memberikan kontribusi terhadap variabel
karakter santri , di mana kultur pesantren memberikan kontribusi sebesar
0,469 atau 46%. .
Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh
lembaga di antaranya penelitian tentang korelasi kultur pesantren terhadap
pembentukan karakter santri ini merupakan bukti ilmiah akan pentingnya
kultur pesantren dalam pembentukan karakter santri maka sudah
semestinya bagi lembaga untuk mempertahankanya atau membuatnya
lebih baik lagi.
C. Saran
Dengan terdapatnya hubungan yang signifikan antara kultur pesantren
dengan pembentukan karakter santri , maka penulis memberikan beberapa
saran kepada semua pihak yang bersangkutan sebagai berikut:
1. Bagi Pendidik
a. Diharapkan kepada para pendidik agar memperhatikan pendidikan
karakter para santrinya, karena karakter merupakan unsur penting
dalam kepribadian dalam bertingkah laku, tanpa karakter yang baik
maka tingkah lakupun tidak akan baik, dengan selalu memjaga kultur
pendidikan pesantren karena kultur merupakan salah satu factor
penting untuk mendidik karakter santri dipesantren.
76
b. Hendaknya pendidik menjadi suri tauladan yang baik bagi para
siswanya. Dengan demikian siswa akan dapat memilih seorang figur
yang tepat dan dapat mencerminkan akhlak yang baik dalam penutan
karakter serta menjadi pemimpin yang amanah.
2. Bagi Siswa
a. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup tidak dapat terpisahkan dari
anggapan seseorang tentang diri kita. Apabila karakter yang kita
cerminkan adalah karakter yang baik maka masyarakat dapat menilai
secara menyeluruh dan akan berimbas pada keberhasilan yang kita
peroleh dan apabila karakter yang baik dari segala aktifitas yang sudah
kita lakukan maka masyarakat akan menilai baik pula.
b. Jagalah selalu sikap dan akhlak dalam bergaul di masyarakat, baik di
rumah, di pesantren dan di lingkungan sekitar. Biasakan berprilaku
akhlakul karimah dan mengikuti sunah Rasul.
77
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang :
Toha Putra.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. 14, 2010.
Al-Qur’an dan Terjemahnya,,Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2006.
Asrohah, Hanun , Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Bawani , Imam dkk, Pesantren Buruh Pabrik , Yogjakarta : LKis.
Dhafier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011.
Fahruddin, “Peran Pesantren Dalam Menjaga Keluhuran Akhlaq Remaja Di
Era Modern ”, Skripsi pada UIN Malang 2011, tidak
dipublikasikan.
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Janan, Ahmad, Pondok Pesantren Dalam Perjalanan Sejarah., Jurnal Pondok
Pesantren, 55 ,2008.
Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997.
Ma'lûf , Louis, Kamus Munjid, Beirut: Dâr al-Mishria , 1986.
Margono , S, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK, Jakarta:
Rineka Cipta, Cet. 6, 2007.
Mas’ud, Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual
ArsitekturPesantren, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006 .
Masyhud , H.M.Sulton dan Moh.Khusnurdilo, Manajement Pondok
Pesantren, Diva Pustaka Jakarta , 2005 .
Mu’in, Fathul, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik,
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.
Nafi’, M.Dian dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, Yogjakarta:Lkis
Pelangi Aksaran, cet 1, 2007.
78
Narbuko, Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:Bumi
Aksara, cet.ke-5, 2003.
Ndraha, Taliziduhu, Budaya organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Nawawi, “Sejarah Dan Perkembangan Pesantren”, Jurnal Study Islam Dan
Budaya, 2006.
Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 52.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1982.
Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta : Erlanga,2002.
Sidiq, Sahril, hasil wawancara dengan Kepala Yayasan al-Amanah al-
Gontory, pada hari kamis 19 Desember 2013 .
Siregar, Syofian, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, Jakarta :
Bumi Aksara, cet.1, 2013.
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2010.
Sujatma, Rika Rachmita, “Pengembangan Kultur Sekolah”, Jurnal
Pendidika, Jakarta, h 55, 2008.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya,
Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 7, 2009.
Sulistyo, Joko, 6 Hari Jago Spss 17, Yogyakarta : Cakrawala , Cet. 1, 2010.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001.
Tanshzil, Sri Wahyuni, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada
Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan
Disiplin Santri, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober
2012, h 5.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :
Hidakarya Agung, Cet 1, 1982.
79
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: BIGRAF
Publishing, 2000.
Zarkasyi, Abdullah Syukri, Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin
Gontor, Ponorogo: Trimurti press, cet-2, 2011.
Zarkasyi, Abdullah Syukri, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. 25, 2005.
Zarkasyi, Abdullah Syukri, Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok
Modern Gontor, Ponorogo: trimurti press, Cet.2, 2005.
Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986),
h. 18.
HASIL WAWANCARA
Hari/ Tanggal : 19 Desember 2013
Interview : Ustad Syahril Siddiq ,S.Ag,M.M.Pd
Jabatan : Kepala Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanah
Al-Gontory
Pertanyaan
1. Saya ingin menanyakan bagaimana sejarah berdirinya Al-Amanah Al-Gontory
?
2. Bagaimanakah cara pembentukan kultur pesantren yang digunakan oleh
Al-Amanah Al-Gontory?
3. Sebagai kepala yayasan Bagaimana bapak menanamkan karakter pada santri
dan santriwati di Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory ?
4. Apakah kultur budaya organisasi di Pondok Al-Amanah Al-Gontory berjalan
dengan baik?
Jawaban
1. Menurut Ust Sahril Sidiq S.Ag,M.M.Pd .Pondok Pesantren Modern
Al-Amanah Al-Gontory mulai dirintis pada tahun 1992. Pesantren ini lahir
dari keinginan (Alm) H. Nadjih. Hi bin H.M. Hidup untuk mendirikan sebuah
pesantren yang sama dengan pesantren tempat beliau belajar dulu yaitu
Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau merasakan bahwa apa yang
telah didapatnya dari Pondok Modern Darussalam Gontor sangat
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, beliau mulai
merintisnya di sebuah tempat di lembah dekat Situ Perigi. Berdirinya Pondok
Pesantren Al-Amanah Al-Gontory pada tahun 1992 yang diawali dengan
adanya keinginan almarhum H. Nadjih Bin H. Idup selaku Waqif Pondok
Pesantren Al-Amanah Al-Gontory sekaligus pembina Yayasan Al-Urwatul
Wutsqo Untuk mewakafkan tanahnya seluas 5,2 hektar guna mendirikan
lembaga pendidikan seperti Pondok Modern Gontor di wilayah Tangerang
Selatan, namun saat ini yayasan tersebut berubah menjadi Yayasan
Al-Amanah Al-Gontory yang diketuai oleh Al-Ustadz Syahril Shiddiq,
S.Ag,M.M.Pd. Berangkat dari santri dengan jumlah 5 santri putra dan dewan
guru 8 orang, namun Berkat usaha, kerja keras semua pihak dan
kepemimpinan yang baik serta kerjasama yang solid, maka Pondok
Pesantren Al-Amanah Al-Gontory mulai mendapat nama yang baik di mata
masyarakat. Dukungan alumni dan masyarakat memberikan andil yang
besar dalam perkembangan Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory
selanjutnya. Dari tahun ketahun jumlah santri bertambah dan alumni yang
melanjutkan ke perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri pun semakin
meningkat serta peran aktif para alumni di masyarakat, hal ini semakin
memperbaiki citra Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory.
2. Menurut saya cara membentuk kultur pesantren disamping memerlukan
waktu yang panjang juga ,membentuk system dan disiplin pesantren yang
baik ,dan memciptakan budaya-budaya bina santri dengan budaya
organisasinya,organisasi kepramukaan,organisasi ketrampilan ,dan juga
organisasi dalam asrama-asrama santri , yang telat dibentuk sedemikian
rapih agar dapat menciptakan kultur pesantren yang baik dan dinamis agar
peran kultur bisa membentuk pola fikir,pola kebiasaan,dan pola sikap dalam
hubungan dengan orang lain,ini sudah diterapkan didalam kultur pesantren
dimana santri sudah terbiasa hidup bersama-sama dan terbiasa dengan
budaya antri, budaya disiplin pesantren dan lain-lainya. Sudah pasti semua
itu merupakan bagian dalam membentuk karakter santri.
3. Ya,seperti yang saya jelaskan tadi,dengan disiplin yang baik, system yang
ditaati oleh para guru dan santrinya,dan semua kegiatan-kegiatan yang telah
diterapkan dipondok semua itu diharapkan bisa menciptakan karakter
santri maupun santriwati.
4. Insya Allah sudah berjalan dengan baik,tetapi masih banyak pekerjaan
rumah dan harus diperbaiki atau masih perlu banyak belajar dan dievaluasi
agar bisa lebih baik lagi.
Angket Penelitian
Korelasi Kultur Pesantren Terhadap Pembentukan Karakter Santri
Pengisi Kuisioner
Nama :
Tempat Tangal Lahir :
Kelas :
Umur :
Daerah Asal :
Asal Sekolah Sebelumnya :
Alasan Masuk Pondok :
Jakarta,..........................
( )
Pengisi Data
Petunjuk Pengisian :
1. Berilah tanda (√) pada salah satu jawaban SS (sangat setuju), S (setuju), TS
(tidak setuju), atau STS (sangat tidak setuju) sesuai dengan keadaan anda yang
sebenarnya.\
2. Pendapat anda tidak akan mempengaruhi sedikit pun terhadap nilai sekolah anda
dan tidak ada kaitannya. \
3. Angket ini untuk kepentingan penelitian, oleh karena itu kami berharap jawaban
yang obyektif, jujur dan tidak mengada-ngada.
4. Atas kesediaan waktunya kami ucapkan terima kasih.
SKALA KULTUR PESANTREN TERHADAP KARAKTER SANTRI.
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
1 Dengan membaca Al-quran membuat hati tenang
2 Membaca Al-quran sangat menyenangkan karena membuat fikiran
jernih
3 Memahami isi kandungan dan makna Al-quran sangat menarik karena
menambah wawasan.
4 Berbicara dengan mengunakan bahasa Arab dan Inggris di pesantren
setiap hari adalah perkara mudah
5 Wajib berbicara bahasa Arab dan Inggris membebani diri saya
6 Sikap masayarakat terhadap para santri tidak baik
7 Kyai atau ustad dapat dijadikan suri tauladan bagi santri.
8 Kyai atau ustad tidak dapat dijadikan suri tauladan bagi santri.
9 Kyai atau ustad memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi
santri.
10 Disiplin sangat berguna untuk menjaga keteraturan pondok .
11 Pengurus organisasi pondok membantu menjalankan disiplin
pesantren.
12 Banyak para santri yang melangar disiplin pondok
13 Disiplin membentuk mental dan karakter santri.
14 Pengurus organisasi pesantren tidak menjalankan disiplin pesantren.
15 Disiplin tidak membentuk mental dan karakter santri.
16 Dengan berorganisasi santri bisa lebih dewasa dalam berfikir.
17 Berorganisasi membuat santri malas belajar dikelas.
18 Santri yang berorganisasi banyak yang tidak naik kelas.
19 Dengan berorganisasi santri lebih peka terhadap lingkungan social.
20 . Organisasi merupakan unsur penting di pesantren.
21 Berorganisasi merupakan element yang tidak penting.
22 Organisasi di pesantren sangat beragam.
23 Gerakan pramuka merupakan organisasi pesantren yang digemari
santri.
24 Bagian keamanan merupakan organisasi pesantren yang paling
ditakuti para santri.
25 Organisasi pesantren tidak berjalan dengan baik.
26 Organisasi pesantren tidak mengajarkan jiwa kepemimpinan
27 Berorganisasi merupakan hal yang tidak penting bagi santri.
28 Berorganisasi sangat membosankan.
29 Kultur pesantren mengikuti pola perkembangan zaman.
30 Penting adanya labolaturium bahasa dan komputer di pesantren untuk
mengikuti perkembangan zaman.
31 Penting adanya labolatorium penelitian saints dipesantren untuk
mengikuti perkembangan zaman.
32 Pesantren tidak perlu mengikuti perkembangan zaman karena tidak
berdampak apapun bagi perkembangan pesantren
33 Santri menyadari pentingnya belajar pelajaran yang mngikuti pola
perkembangan zaman.
34 Pesantren membudayakan sholat berjamaah.
35 Sholat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan.
36 Dengan mengerjakan sholat hati menjadi tenang.
37 Budaya mengucapkan salam sangat dianjurkan
38 Budaya saling menghargai merupakan salah satu ajaran islam.
39 Pesantren tidak mengajarkan budaya saling menghormati dan
menghargai dengan adanya budaya kekerasan.
40 Pesantren menanamkan nilai budaya disiplin santri.
41 Kebersamaan memperkokoh rasa persaudaraan sesama santri.
42 Dengan bersama-sama segala sesuatu lebih terasa ringan.
43 Kebersamaan itu merugikan.
44 Budaya tolong menolong adalah ajaran agama islam yang
mengajarkan kebaikan dalam hubungan antar sesama manusia.
45 Tolong menolong tidak mendatangkan akibat yang positif.
46 Tolong menolong dengan sesama tidak berguna.
47 Santri harus patuh dengan nasehat guru.
48 Nasehat guru merupakan ajakan kepada kebaikan
49 Bersikap santun kepada guru termasuk ahlak mulia.
50 Sopan-santun kepada guru tidak dianjurkan.
51 Berada di pondok menbuat hati tentram.
52 Berada di pondok senang karena banyak teman.
53 Berada di pondok tidak menyenangkan karena kehidupanya keras.
54 Santri bangga dengan pondok tempat dimana ia belajar.
55 Tidak penting menjaga nama baik pesantren ,karena pesantren tidak
memberikan manfaat apapun bagi santri.
56 Santri wajib menghormati kyainya.
57 Santri bersunguh-sunguh dalam belajar karena mempercayai selogan
“ man jadda wajadda “
58 Berbuat baik terhadap guru merupakan syarat menuntut ilmu.
59 Tidak perlu kita berbuat baik karena belum tentu orang lain akan baik
terhadap kita.
60 Kebaikan berakibat buruk.
61 Kebaikan akan selalu mengalir sepanjang masa .
62 . Orang yang baik akan disukai orang lain.
63 Santri percaya pahala kebaikan, maka selalu bertindak jujur dalam
menjalankan amanah dalam mengemban organisasi
64 Jika salah bisa meminta maaf ,jadi bisa santri menjalankan organisassi
dengan tidak amanah. Karena bisa meminta maaf
65 Organisasi tidak terlalu memberikan pendidikan penting,Maka biasa-
biasa saja dalam menjalankanya.
66 Mengucapkan salam adalah salah satu ciri orang mu’min.
67 Santri yang baik adalah yang selalu mengucapkan salam terhadap
saudaranya.
68 Mengucapkan salam tidaklah wajib kesemua orang ,dianjurkan
kepada orang yang kita kenal saja.
69 Jika ada teman yang mengucapkan salam saya tidak menjawabnya.
70 Belajar bersama merupakan hal yang menyenangkan.
71 Dengan belajar bersama bisa saling menanyakan pelajaran yang
belum difahami.
72 Belajar bersama mengasikan ,karena bisa mencontek tugas milik
teman.
73 Sebagai seorang santri jika ada teman yang mendapatkan musibah
maka wajib menolongnya.
74 Sebagai seorang santri jika ada teman yang sakit maka wajib
menjenguknya.
75 Ketika teman membicarakan kejelekan orang lain santri ikut serta
membicarakan hal tersebut
76 Jika teman kita mendapatkan musibah maka saya menghinanya
77 Membaca buku tidaklah mendatangkan manfaat .
78 Santri yang baik adalah yang gemar membaca buku.
79 Bermain dengan teman lebih penting dari pada membaca buku dan
berdiskusi.
80 Santri wajib lari pagi agar tubuh kuat