Upload
tono-tsar
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan OTK
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi merupakan suatu proses dimana dalam suatu logam dari keadaan
bersih atau licin menjadi karat karena adanya proses oksidasi dan reduksi. Korosi
terjadi karena dipengaruhi oleh lingkungan baik yang bersifat basa maupun yang
bersifat asam.
Untuk mempercepat terjadinya korosi diperlukan reaksi elektrokimia yang
mempunyai empat unsur yaitu :
1) katoda
2) anoda
3) aliran listrik
4) media
Pada percobaan ini dipakai berbagai logam yaitu besi, aluminium, dan
tembaga yang mendapatkan beberapa perlakuan seperti digores, dipukul, maupun
tidak ada perlakuan.
Pada Industri Kimia masalah korosi dan pengendaliannya adalah spesifik,
bahkan kadang-kadang unik. Sifat permasalahannya memerlukan pendekatan
secara multi disiplin. Satu hal yang menonjol ialah masalah korosi dan
pengendaliannya terkait erat dengan proses dan operasi pabrik. Penerapan suatu
metode proteksi memerlukan sekaligus penguasaan dan pemahaman yang
mendalam baik aspek proses dan operasi pabrik maupun aspek proteksi itu
sendiri. Oleh sebab itu pengendalian korosi dalam Industri Kimia, disamping
memerlukan corrosion engineer yang juga chemical engineer yang memahami
konsep dasar proses korosi., proses dan operasi pabrik serta keterampilan aplikasi
pengendalian korosi, mebutuhkan koordinasi yang baik. Tanpa koordinasi,
efisiensi akan rendah dan ini justru memperbesar corrosion cost. Ada 3 (tiga)
sasaran yang diambil dalam keputusan melaksanakan pengendalian korosi, yaitu:
1) Keselamatan, keselamatan peralatan pabrik secara keseluruhan dan
keselamatan manusia yang terlibat dalam operasinya.
2) Memperkecil kerugian ekonomi.
3) Mencegah kerusakan lingkungan, baik dalam waktu dekat maupun dalam
jangka panjang
1.2. Tujuan
1) Untuk mengetahui kecepatan logam pada setiap logam yaitu besi, aluminium,
dan tembaga yang telah mengalami perlakuan baik digores, dipukul, maupun
tanpa perlakuan sama sekali jika dimasukkan dalam media asam, basa, dan
netral maupun air ditambah HCl.
2) Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3) Untuk mengetahui cara menghitung laju atau kecepatan korosi.
4) Mengetahui macam – macam korosi dan pengaruhnya pada industri kimia.
1.3. Permasalahan
Percobaan ini menggunakan berbagai macam logam yaitu besi, aluminium,
tembaga yang memiliki beberapa perlakuan baik itu digesek, dipukul maupun
yang tidak mendapat perlakuan sama sekali. Pada setiap logam mempunyai
kecepatan korosi yang berbeda-beda, kecepatan korosi itu dipengaruhi oleh waktu
dan luas permukaan dari masing-masing logam.
1.4. Manfaat
1) Percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mencegah terjadinya korosi pada
setiap logam.
2) Praktikan dapat mengetahui kecepatan logam yang berbeda pada setiap
perlakuan maupun yang tidak mendapat perlakuan.
3) Agar praktikan dapat mengetahui cara menghitung laju atau kecepatan
korosi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Korosi
Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau penurunan kualitas
material yang dibebakan oleh reaksi dengan lingkungan atau kebalikan dari proses
metalurgi ekstraktif. Korosi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk reaksi
elektrokimia akibat interaksi antara logam dan logam, atau sebagai suatu bentuk
degradasi logam dari keadaan berenergi tinggi ke energi rendah.
Biji besi yang terdapat di alam dalam bentuk oksida berada dalam tingkat
energi yang rendah karena mempunyai ikatan kimia yang stabil. Untuk
mengubahnya menjadi produk jadi seperti: baja lembaran ataupun pipa,
diperlukan energi yang besar, terutama pada waktu peleburan. Sehingga produk
berada pada tingkat energi yang tinggi atau bentuk antara yang tidak stabil.
Semua proses alam cenderung untuk merubah secara spontan kearah
tercapainya suatu keseimbangan. Oleh kerana itu produk yang berada pada tingkat
energi tinggi cenderung berubah kembali menjadi bentuk asalnya.
Korosi dapat dilihat dari proses besi dari licin menjadi berkarat. Misalnya pada
reaksi :
Fe Fe2O3 atau FeO atau Fe2O4
Korosi dapat diartikan sebagai perubahan dari logam atau oksida logam atau
perubahan logam dari yang bervalensi kosong menjadi berisi. Jadi korosi adalah
logam-logam yang dapat berubah bilangan oksidasinya. Misalnya ; bilangan
oksidasinya terus meningkat apabila terkena air maupun udara.
Contoh : Besi terkena asam
Fe+ + H2 begitu pula untuk logam yang lainnya
Zn + 2 HCl ZnCl2 + H2
Zn Zn2+
Artinya bilangan oksidasinya naik dari valensi kosong menjadi bervalensi 2.
Pengertian korosi secara scientist adalah korosi sebagai suatu peristiwa
bereaksinya logam-logam dengan lingkungannya yang dapat merusak sifat-sifat
logam tersebut serta dapat merugikannya. Peristiwa korosi seperti yang
disebutkan di atas adalah peristiwa yang merugikan. Salah satu cara untuk
menghindarinya adalah dengan mencat logam tersebut, tetapi harganya menjadi
mahal.
Untuk suatu susunan logam, atom-atom yang berada dipinggir susunan
mempunyai potensial dan energi yang tinggi dan mudah bereaksi, maka mudah
terkorosi. Korosi tidak dapat dicegah sama sekali tetapi dapat dihambat sebab
korosi merupakan peristiwa alam yang bereaksi spontan.
Dalam industri dan konstruksi, korosi menjadi masalah terutama karena menurunnya kekuatan logam atau tidak berfungsinya suatu sistem sebagaimana mestinya. Misalnya pipa yang bocor akibat korosi erosi, tangki yang bocor akibat korosi sumuran, lambung kapal menipis dan akhirnya pecah akibat korosi merata, sebuah jembatan runtuh akibat korosi retak tegang, dan lainnya.
2.2. Corrosion Cost
Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan oleh korosi (corrosion cost) dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1) Kerugian Langsung (Direct Cost)
Kerugian langsung akibat korosi ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggantian peralatan yang rusak karena korosi, sehingga tidak dapat digunakan
lagi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerugian akibat korosi diberbagai
negara adalah kira-kira 5 % dari GNP.
2) Kerugian Tidak Langsung (Indirect Cost)
Kerugian tidak langsung adalah biaya yang timbul karena adanya gangguan
operasi yang disebabkannya, anatara lain yaitu:
a)Terhentinya operasi pabrik.
b)Kontaminasi produk.
c)Ancaman terhadap keselamatan.
d)Biaya perawatan ekstra.
e)Biaya operasional ekstra.
2.3. Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Salah satunya
diantaranya ialah perbedaan atas korosi temperatur rendah dan korosi temperatur
tinggi. Cara lain membedakan atas korosi oksidasi secara langsung dan korosi
elektrokimia.
Disamping itu ada cara pembedaan menurut wet corrosion dan dry
corrosion. Wet corrosion didefinisikan bila lingkungan terdapat dalam bentuk
cairan atau larutan elektrolit, contohnya : korosi baja oleh air. Dry corrosion
didefinisikan bila dalam lingkungan tidak ada fase cair dan sering dikaitkan
dengan temperatur tinggi, contohnya : korosi baja oleh gas-gas dari furnace.
Klasifikasi korosi berdasarkan lokasi terjadinya korosi, yaitu :
1) Korosi Permukaan Menyeluruh (Uniform General Corrosion)
2) Korosi Permukaan Yang Terlokalisir/Setempat (Localized Corrosion)
Sedangkan jenis-jenis korosi yang paling sering dijumpai dalam industri
kimia, adalah sebagai berikut :
1) Galvanic atau Bimetalic Corrosion
2) Crevice Corrosion
3) Pitting Corrosion
4) Intergranular Corrosion
5) Selective Leaching Corrosion
6) Erosion/Abrasion Corrosion
7) Stress Corrosion Cracking (SCC)
8) Differential Aeration Corrosion
9) Fretting Corrosion
10) Filiform Corrosion
11) Corrosion Fatique
12) Hydrogen Attack
13) Microbial Corrosion
14) Dew Point Corrosion
Ada beberapa macam korosi yang umumnya terjadi di lingkungan sekitar
kita, khususnya dalam lingkungan industri kimia, antara lain:
1) Korosi Permukaan Yang Merata/ Menyeluruh (Uniform/ General Corrosion)
Korosi jenis ini ditandai oleh proses elektrokimia yang berlangsung secara
merata di seluruh permukaan bahan. Logam yang mengalami kerusakan lambat
laun menjadi tipis dan akhirnya tidak dapat berfungsi sebagai konstruksi alat
(peralatan proses).
2) Korosi Permukaan yang Terlokalisir/ Setempat (Localized Corrosion)
Beberapa macam korosi permukaan yang umumnya terdeteksi, yaitu:
a) Pitting Corrosion
b) Crevice Corrosion
c) Korosi Galvanik (Bimetal Corrosion)
d) Stray Current Corrosion
e) Korosi Selektif (Selective Corrosion)
f) Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
g) Kavitasi (Cavitation Damage)
h) Fretting Corrosion
i) Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)
2.3. Pengendalian Korosi
Korosi dapat ditiadakan bila tidak terdapat elektrolit, suatu hal yang sulit,
karena korosi adalah suatu gejala galvanik, korosi baru dapat terjadi bila ada 2
logam yang berlainan. Satu hal yang kadang-kadang kurang dipahami adalah
kenyataan bahwa dalam satu bahan tertentu terdapat anoda dan katoda karena
struktur mikro, konsentrasi tegangan atau heterogenitas elektrolit. Hal-hal tersebut
perlu diperhatikan bila akan mengendalikan korosi.
Disamping mengadakan lapisan pelindung dan menghindari terjadinya
pasangan galvanik, korosi dapat juga dikurangi dengan cara mengadakan
potensial galvanik, ketiga hal tersebut dapat mengendalikan korosi.
2.4. Teknik Pengendalian Korosi
Proses korosi dapat juga dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi
(anoda) atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung
antara lingkungan dengan bahan konstruksi logam yang bersangkutan. Pada
dasarnya kalau di dalam sistem tidak terjadi perpindahan elektron, proses
elektrokimia tidak akan berlangsung. Bertolak dari kenyataan itu, teknik-teknik
pengendalian korosi yang dikenal dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi
5 (lima) kelompok yaitu sebagai berikut:
1) Desain. Mencegah dengan pengturan bentuk retak, agar terhindar jebakan
elektrolit.
2) Proteksi Katodik. Pada diagram sistem korosi terlihat bahwa laju korosi
mendekati nol apabila potensial sistem bergeser ke arah negatif mendekati Eo
logam M. untuk mencapai keadaan itu kepada struktur konstruksi yang akan
dilindungi harus disuplai oleh arus tandingan sebesar Iapp dari suatu sumber arus
searah. Teknik ini dikenal dengan teknik arus tandingan atau impressed current.
3) Proteksi Anodik. Proteksi anodik adalah kebalikan dari protensi katodik.
Teknik ini hnaya bisa diterapkan pada bahan konstruksi yang mempunyai sifat
pasif.
4) Inhibisi. Laju reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain,
meskipun senyawa itu hanya terdapat dalamjumlah yang kecil. Karena proses
korosi adalah reaksi kimia, maka hal ini berlaku untuk sistem konstruksi logam
dan lingkungannya.
5) Pengendalian Lingkungan. Proses korosi dapat dipandang sebagai serangan
komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung di dalam lingkungan
terhadap konstruksi logam yang bersangkutan. Oleh sebab itu agresifitas lingkungan
berhubungan dengan jumlah dan jenis komponen yang terkandung didalamnya.
Semakin banyak komponen agresif, maka semakin tinggi laju korosi atau
sebaliknya. Dengan gambaran seperti itu proses korosi dapat dikenalikan dengan
jalan mengurangi jumlah komponen agresif di dalam lingkungan.
6) Pelapisan Permukaan. Pada permukaan konstruksi dilapisi dengan bahan
lain yang mempunyai sifat kedap terhadap penetrasi senyawa kimia dan
mempunyai daya hantar listrik sangat rendah.
Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan pelindung eksternal beraneka
ragam. Namu secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam,
yaitu:
a) Lapisan Lindung Logam
b) Polimer atau Plastik
c) Elastomer
d) Lapisan Lindung Organik
2.5 Lapisan Pelindung
Melindungi lapisan permukaan logam merupakan cara pencegahan korosi
yang tertua dan yang bisa diterapkan . Lapisan logam dilindungi dengan lapisan
cat, yang mmengisolir logam dibawahnya dari elektrolit yang dapat menimbulkan
korosi. Batas kemampuan cara ini ditentukan oleh perilaku pelapisan pelindung
ini selama pemakaian.
Lapisan gemuk merupakan pelindung yang telah permanen. Lapisan
organik tidak tahan suhu tinggi atau gesekan. Akan tetapi lapisan tidak terbatas
pada bahan organik. Sebagai contoh, timah putih dapat digunakan sebagai lapisan
inert pada permukaan baja. Lembaran tembaga, lembaran nikel dan lembaran
perak merupakan permukaan yang tahan korosi.
Pasivasi dapat menghasilkan suatu lapisan pelindung yang sangat tipis.
Selaput atau lapisan ini sangat penting khususnya untuk aluminium dan baja tahan
karat yang mengandung khrom; hal ini dapat dilihat pada deret galvanik. Dalam
keadaan dengan pasivasi, baja lebih sulit terkorosi dibandingkan dengan tembaga,
perunggu ataupun kuningan.
Inhibitor adalah ikatan-ikatan tertentu yang ditambahkan pada elektrolit
untuk membatasi korosi bejana logam. Inhibitor karat banyak digunakan untuk
menghambat korosi dalam radiator kendaraan bermotor. Inhibitor dapat juga
digunakan dalam ketel uap dan sistem air-panas sejenis. Inhibitor terdiri dari
anion atom ganda yang dapat masuk ke permukaan logam dan demikian
menghasilkan selaput lapisan logam tunggal yang kaya akan oksigen. Selaput ini
menyerupai lapisan yang terbentuk pada pasivasi. Biasanya inhibitor terdiri dari
ikatan yang mengandung khromat, fosfat, tungstat atau ion elemen transisi lainnya
yang mudah teroksidir.
Logam dapat dilapisi dengan logam lainnya dengan proses pencelupan ke
dalam logam cair. Kawat baja atau lembaran kawat dilewatkan dalam senga cair,
suatu proses yang disebut galvanisasi. Bahan keramik inert dapat juga digunakan
sebagai lapisan pelindung. Sebagai contoh, enamel adalah lapisan oksida
berbentuk serbuk gelas dan dicairkan sehingga terbentuk lapisan seperti kaca.
Perbandingan sifat berbagai lapisan pelindung terdapat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Perbandingan sifat-sifat Lapisan Pelindung
Jenis Contoh Keuntungan Kerugian
Organik
Logam
Keramik
Cat enamil bakar
Lapisan logam mulia
secara elektro
Lapisan oksida
enamil seperti gelas
Fleksibel
Mudah melapiskannya
Murah
Dapat diubah bentuknya
Tidak larut dalam larutan
organik
Penghantar panas
Tahan suhu naik
Keras
Tidak membentuk sel
dengan logam dibawahnya
Dapat teroksidasi
Lunak
Suhu terbatas
Bila tergores atau
cacat dapat
membentuk sel
galvanik
(sumber: http://www.sribd.com/doc/1893779/arsip-2,2013)
Pasivasi ini juga dapat menghasilkan suatu lapisan pelindung yang sangat
tipis. Selaput atau lapisan ini sangat penting khususnya untuk aluminium dan baja
tahan karat yang mengandung khrom; hal ini dapat dilihat pada deret galvanik.
Dalam keadaan dengan pasivasi, baja lebih sulit terkorosi dibandingkan dengan
tembaga, perunggu ataupun kuningan. Inhibitor adalah ikatan-ikatan tertentu yang
ditambahkan pada elektrolit untuk membatasi korosi bejana logam. Inhibitor karat
banyak digunakan untuk menghambat korosi dalam radiator kendaraan
bermotor. Inhibitor dapat juga digunakan dalam ketel uap dan sistem air-panas
sejenis.
2.6 Menghindari Terjadinya Pasangan Galvanik
Cara termudah untuk menghindari terjadinya pasangan galvanik ada
penggunaan satu jenis logam saja, namun hal ini tidak selalu mungkin. Pada
keadaan khusus, terbentuknya sel tidak dapat dicegah dengan isolasi listrik dari
logam dengan komposisi berbeda.
Cara-cara yang lebih sederhana dapat juga dilakukan seperti penggunaan
baja tahan karat. Baja tahan karat ada berbagai jenis dengan kadar khrom yang
bervariasi antara 13 % sampai 27 %. Khrom bertujuan untuk membentuk ikatan
permukaan yang bersifat pasif. Baja tahan karat biasanya mengandung nikel
antara 8 % sampai 10 %, nikel lebih mulia dari besi.
Terdapat beberapa cara untuk menghambat korosi antar butir; pemilihan
tentu tergantung pada keadaan pemakai :
1) Pencelupan untuk mencegah presipitasi karbon. Cara ini biasanya untuk
mencegah presipitasi dengan pengecualian yaitu emakaian pada suhu sekitar suhu
presipitasi dan perubahan bentuk pengelasan atau ukuran yang tidak
memungkinkan dilakukan proses pencelupan.
2) Melakukan ail yang cukup lama di daerah pengendapan karbon karbida. Cara
ini mempunyai keuntungan karena (a) penggumpalan karbida; (b) homogenisasi
kadar khrom; sehingga tidak ada pengurangan khrom pada batas butir. Prosedur
jarang digunakan karena peningkatan daya tahan korosi sangat rendah.
3) Memilih baja dengan kadar karbon kecil dari 0,03 %. Bila pengendapan
karbida hampir-hampir tidak ada akan mencegah korosi, akan tetapi baja jenis ini
cukup mahal oleh karena menghilangkan karbon sampai 0,03 % sulit.
4) Memilih baja dengan kandungan khrom yang tinggi. Baja yang mengandung
khrom 18 % jauh jurang korosinya dibandingkan dengan baja karbon. Baja jenis
ini juga mahal oleh karena biaya paduan campuran yang cukup tinggi.
5) Memilih baja yang mengandung unsur pembentuk karbida kuat. Paduan
terdiri dari unsur titanium, niobinium dan tantalum. Pada baja ini, karbon tidak
berpresipitasi pada batas butir selama pendinginan karena telah berpresipitasi
terlebih dahulu membentuk karbida titanium karbida niobinium, atau karbida
tantalum pada suhu yang lebih tinggi. Karbida-karbida ini tidak berakibat negatif
oleh karena itu mengurangi kadar karbon khrom baja dan tidak menimbulkan aksi
galvanik pada batas butir. Teknik ini tidak banyak digunakan, khususnya pada
baja tahan karat yang dibentuk secara pengelasan.
2.7 Perlindungan Galvanik
Korosi dapat dibatasi dan mekanisme korosi itu sendiri digunakan untuk
melindunginya, contoh yang sangat baik adalah lembaran baja yang telah
digalvanisasi. Lapisan seng digunakan sebagai anoda yang dikorbankannya yang
terkikis korosi sendiri, sedang lembaran baja tetap utuh. Metode yang sama dapat
digunakan untuk pemakaian lainnya. Keuntungan dari cara ini adalah bahwa
anoda yang dikorbankan dapat digantikan dengan mudah. Misalnya lempengan
Magnesium dapat digantikan dengan mudah dan biaya yang sangat ringan
dibandingkan dengan penggantian jaringan pipa.
Metode perlindungan galvanik yang kedua adalah penggunaan tegangan
terpasang pada logam. Baik metode anoda yang dikorbankan maupun metode
tegangan terpasang bekerja berdasarkan prinsip perlindungan yang sama, yaitu :
dihasilkan elektron tambahan sehingga logam menjadi katoda dan reaksi korosi
tidak terjadi.
Metode pelapisan dengan bahan logam dapat berupa:
1) Dipping. Dipping dilakukan dengan memanaskan logam pelapis sampai
melebur, kemudian mencelupkan bahn/alat yang akan dilapisi ke dalam leburan
tersebut dan merendamnya sebentar.
2) Cladding. Pada metode ini, logam pelapis berupa lembaran atau lempengan.
Lembaran logam ini dibungkuskan pada alat yang akan dilapisi. Peralatan yang
dilapisi jadi terselubung oleh mantel pelapis. Biasanya pelapisannya dilakukan
dengan cara rolling terhadap dua lembar logam secara bersamaan.
3) Spraying. Proses spraying (flame spraying) juga disebut dengan proses
metalising. Proses ini terdiri dari ekspos kawat pelapis ataupun penyemburan
serbuk logam pelapis kea rah api pelelehan sedemikian rupa sehingga cairan
lelehan logam pelapis yang berbentuk butir-butir yang halus menempel ke
permukaan logam yang akan dilapisi dan membeku di sana.
4) Electrodeposition. Proses elektrodeposition juga disebut electroplating atau
penyepuhan. Penyepuhan dilakukan dengan merendam logam yang akan dilapisi
di dalam larutan dari logam yang akan dilapiskan. Logam yang akan dilapisi
dijadikan elektroda katoda dan logam yang akan dilapiskan dijadikan elektroda
anoda.
5) Vapour deposition. Suatu bahan (logam) jika dipanaskan akan melelah dan
jika pemanasan dilanjutkan akan menguap. Pada tekanan atmosfer, penguapan
logam sulit dilakukan karena suhunya harus tinggi. Oleh sebab itu, vaporisasi
logam dilakukan pada tekanan vakum, sehingga suhu vaporasinya tidak terlalu
tinggi.
6) Diffusion. Diffusion coating adalah semacam heat treatment yang
mengakibatkan terbentuknya alloy di permukaan logam yang dilapisi, melalui
proses difusi logam pelapis ke dalam logam yang dilapisi. Karena pembentukan
alloy hanya terjadi di permukaan saja, maka proses ini juga disebut surface
alloying.
Di antara contoh-contoh pelapisan difusi adalah sheardising (seng),
chromising (kromium) dan calorising atau alonising (aluminium). Di antara
logam-logam yang dialonisasi adalah baja karbon, baja alloy rendah, dan steinless
steel. Produk alonising tahan terhadap korosi oleh udara dan gas sulfur pada suhu
tinggi.
Pada pelapisan dengan bahan non logam dapat digunakan dua jenis bahan
pelapis, yaitu:
1) Pelapisan dengan bahan organik Pelapisan dengan bahan organic dilakukan
dengan menggunakan bahan cat (polimer). Lapis cat merupakan lapis pelindung
yang tahan korosi (buka logam). Logam akan terisolasi dari lingkungan korosif
oleh adanya lapisan cat, sehingga akan aman dari korosi.
2) Pelapisan dengan bahan non organik Proses pelapisan dengan bahan
anorganik dilakukan dengan mengkorosikan logam dalam lingkungan asam-asam
pengkorosi sehingga diperoleh lapisan corrosion product yang protektif di
permukaan logam. Di antara contoh proses pelapisan dengan cara ini adalah
proses anodizing, phosphating, dan chromatising. Anodising aluminium
menghasilkan lapisan proteksi Al¬2O3 di permukaan logam. Phosphating dan
chromating adalah semacam anodizing dengan asam-asam pengkorosi asam-asam
fosfat dan kromat.
Proses pelapisan dengan bahan anorganik juga dapat dilakukan dalam
suasana kering, seperti pada pembentukan lapisan oksida logam melalui
pemanasan (heat coatings atau oxide coatings). Contoh pemakaian proses
phospating adalah pada pelapisan terhadap badan mobil. Lapis anorganik yang
terbentuk pada badan mobil tersebut, merupakan dasar yang baik untuk
pengecatan. Ia berfungsi sebagai lapisan cat primer. Chromatising biasa dilakukan
terhadap baja, magnesium dan seng.
Oxide coatings biasa dilakukan terhadap baja dengan memanaskannya
dalam lingkungan udara atau dengan mengeksposnya ke cairan panas. Hasil
pelapisan oksida harus diolah lagi dengan produk minyak bumi Untuk
menghindari pengkaratan. Dengan perlakuan semacam ini bisa diperoleh lapisan
protektif dengan warna-warna yang dikehendaki.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1) Lempeng Fe, Cu dan Al
2) Pipet oksigen
3) Pensupply oksigen
4) Beker gelas 1000 ml
5) Beker gelas kecil
6) Gelas ukur
7) Pipet tetes
8) Penyemprot aquadest
9) Amplas
10) Hairdryer
11) Palu
12) Paku
13) Penggores
14) Obeng
15) Tang
16) Penutup
3.1.2. Bahan
1) Aquadest
2) HCl 4 N
3) HCl 1 N
4) NaOH 4 N dan Oksigen
3.2. Prosedur Percobaan
1) Encerkan HCl 4 N dan NaOH 4 N menjadi 0,1 M dengan volume 1 liter.
2) Isi 4 buah gelas beker yang tersedia masing-masing :
a) HCl 0,1 M, 400 ml……i1
b) NaOH 0,1 M, 400 ml…..i2
c) Aquadest + HCl , 10 ml…….i3
d) Netral (400 ml HCl + 400 ml NaOH) …….i4
3) Untuk masing-masing beker gelas disiapkan :
a) i1 dengan dua buah lempeng Fe
b) i2 dengan dua buah lempeng Fe
c) i3 dipakai ;
(1) dua lempeng Fe digores
(2) dua lempeng Fe dipukul
(3) dua lempeng Fe tanpa perlakuan
d) i4 dipakai pasangan :
(1) Fe dan Al
(2) Fe dan
(3) Fe dan Fe
4) Semua lempeng logam diamplas lalu dicuci dengan aquadest kemudian
dicelupkan dalam HCl 1 M.
5) Kemudian semua lempeng dikeringkan dengan menggunakan hairdryer, lalu
semua logam ditimbang satu persatu.
6) Masing-masing logam dimasukkan dalam masing-masing larutan dan
dihubungkan dengan gas oksigen.
7) Rangkaian yang telah dibuat dibiarkan selama beberapa hari.
8) Setelah beberapa hari lempeng dikeringkan lalu diamplas kemudian
ditimbang.
9) Selisih antara berat awal dan berat akhir adalah Wi.
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Rober H dan Don Green.CH.1999. Perrys Chemical Engineerings
Handbook. Edisi Ketujuh. USA: McGraw-Hill.
Perdana, Dika A.2011.Korosi Pasa Seng. http://simplenotedap.blogspot.com/2011
/12/korosipasa-seng.html(diakses tanggal 1 September 2014 pukul 15.30
WIB).
Redian,Bobby.2013.Korosi.http://www.scribd.com/doc/189393779/arsip-2(diakse
-s tanggal 1September 2014 pukul 13.30 WIB).
Rohman,Ilham Sneil.2014.Ilham Aluminium Korosi.http://www.scribd.com/doc
/198693737/Ilham-Alumunium-Korosi(diakses tanggal 1 september 2014
pukul 15.00 WIB).
Ulfa,Aprilia.2013.Sifat – sifat Logam dan
Penjelasannya.http://www.scribd.com /doc/187496/Laporan-Pendahuluan-
Korosi-Otk(diakses tanggal 1 Septemb -er 2014 pukul 14.00 WIB).
LAPORAN TETAP
LABORATORIUM UNIT PROSES
KOROSI
Disusun Oleh:
SATRIA PAMUNGKAS (03111403011)
IS OKTAVIANI JS (03111403018)
RINI NOVRIYANTI (03111403026)
BABY FITRIA UNDHARY (03111403044)
ENDANG SUPRIYATNA (03111403047)
NAMA ASISTEN : ADITYAN APRIERIANTONO
DEA DITA PURILIAN
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014