31
Penyerapan Kosakata bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia*) (Tinjauan Fonologis) oleh Ratnawati Rachmat 1. Pendahuluan Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Jawa yang tergolong bahasa daerah, yaitu rumpun bahasa Austronesia. Pemakaian bahasa Indonesia lebih luas dibandingkan pemakaian bahasa Jawa. Meskipun demikian pemakai dan persebaran bahasa Jawa lebih luas dibandingkan dengan bahasa daerah yang lain. Masyarakat Jawa mempergunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dalam masyarakat bilingual sudah tentu sulit menghindari terjadinya kontak bahasa. Bahasa Jawa yang sampai sekarang masih aktif digunakan sebagai alat komunikasi antar warga masyarakat bahasanya dapat memperkaya bahasa Indonesia, terutama dalam jumlah kosakata, di samping unsur-unsur gramatikalnya. 2. Fonem Vokal Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa 2.1 Fonem Vokal Bahasa Indonesia Dalam bahasa Indonesia ada enam vokal yakni: /i/, /e/. /ə/, /a/, /u/, dan /o/. Keenam vokal ini dapat

Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

  • Upload
    buncit8

  • View
    4.544

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahasa daerah dan bahasa asing memiliki peran dalam terbentuknya Bahasa Indonesia. Jadi ketika Bahasa Indonesia terbentuk bahasa Jawa sebagai bahasa daerah juga memiliki peran penting. Marilah kita lihat uraian penyerapan bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia melalui tinjauan fonologis.

Citation preview

Page 1: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Penyerapan Kosakata bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia*)

(Tinjauan Fonologis)

oleh

Ratnawati Rachmat

1. Pendahuluan

Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Jawa

yang tergolong bahasa daerah, yaitu rumpun bahasa Austronesia. Pemakaian bahasa

Indonesia lebih luas dibandingkan pemakaian bahasa Jawa. Meskipun demikian pemakai

dan persebaran bahasa Jawa lebih luas dibandingkan dengan bahasa daerah yang lain.

Masyarakat Jawa mempergunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dalam masyarakat

bilingual sudah tentu sulit menghindari terjadinya kontak bahasa. Bahasa Jawa yang

sampai sekarang masih aktif digunakan sebagai alat komunikasi antar warga masyarakat

bahasanya dapat memperkaya bahasa Indonesia, terutama dalam jumlah kosakata, di

samping unsur-unsur gramatikalnya.

2. Fonem Vokal Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

2.1 Fonem Vokal Bahasa Indonesia

Dalam bahasa Indonesia ada enam vokal yakni: /i/, /e/. /ə/, /a/, /u/, dan /o/.

Keenam vokal ini dapat menduduki posisi di awal, tengah, atau akhir suku kata. Pada

akhir kata fonem /ə/ hanya terdapat pada kata pungutan, seperti: tante, mode, kode, orde .

Fonem /i/ mempunyai dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem /i/ dilafalkan [i] bila

terdapat pada: (1) suku kata terbuka, atau (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan

fonem /m/, /n/, atau / ŋ/. Fonem /i/ dilafalkan [I] bila terdapat pada suku tertutup. Jika

fonem /i/ terdapat pada kata pungutan Indo-Eropa, maka fonem /i/ tetap dilafalkan

dengan [i], walaupun dalam suku kata tertutup.

*) disajikan pada Seminar Penyerapan Kosakata Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia pada tanggal 2 Mei 2007 di FIB UI

Page 2: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Contoh: suku terbuka: i-ni [ini]

bi-bi [bibi]

ni-la-i [nilai]

suku tertutup: bim-bang [bimbaŋ]

min-ta [minta]

ping-gang [piŋgaŋ]

kata pungutan: de-mo-kra-tis [demokratis]

Fonem /e/ mempunyai dua alofon, yakni [e] dan [ε]. Fonem /e/ dilafalkan [e] bila

terdapat pada: (1) suku kata terbuka, dan (2) suku itu tidak diikuti oleh suku yang

mengandung alofon [ ε ]. Jika suku yang mengikuti mengandung alofon [ ε ], maka /e/ pada

suku terbuka akan menjadi [ ε ]. Fonem /e/ dilafalkan [ε] bila terdapat pada suku tertutup.

Contoh: suku terbuka: se-rong [ser ɔ ŋ]

so-re [sore]

be-sok [bes ɔ?]

suku tertutup: ne-nek [nεnε?]

be-bek [bεbε?]

Fonem / ə/ hanya mempunyai satu alofon yakni [ə]. Alofon ini terdapat pada suku

terbuka maupun suku tertutup.

Contoh: suku terbuka: be-ker-ja [bəkərja]

e-nam [ənam]

suku tertutup: en-tah [əntah]

ker-ja [kərja]

Fonem /u/ mempunyai dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u]

bila terdapat pada: (1) suku kata terbuka, atau (2) suku kata tertutup yang berakhir

dengan fonem /m/, /n/, atau / ŋ/. Fonem /u/ dilafalkan [U] bila terdapat pada suku kata

tertutup.

Contoh: suku terbuka: bu-jang [bujaŋ]

u-jar [ujar]

gu-ru [guru]

suku tertutup: rum-pang [rumpaŋ]

bun-tu [buntu]

Page 3: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

bung-su [buŋsu]

lang-sung [laŋsUŋ]

wa-rung [warUŋ]

rum-put [rumpUt]

Fonem /a/ hanya mempunyai satu alofon yakni [a]. Pada suku terbuka /a/

cenderung lebih terbuka dari pada /a/ pada suku tertutup.

Contoh: suku terbuka: a-pa [apa]

di-a [dia]

suku tertutup: ma-kan [makan]

pa-nas [panas]

Fonem /o/ mempunyai dua alofon yakni [o] dan [ ɔ]. Fonem /o/ dilafalkan [o] bila

terdapat pada: (1) suku kata terbuka, dan (2) suku kata itu tidak diikuti oleh suku lain

yang mengandung alofon [ɔ]. Fonem /o/ dilafalkan dengan [ɔ] bila terdapat pada suku

kata tertutup atau suku kata terbuka bila diikuti oleh suku lain yang mengandung [ɔ].

Contoh: suku terbuka: to-ko [toko]

bo-la [bola]

ba-so [baso]

suku tertutup: po-kok [pɔkɔ?]

po-jok [pɔjɔ?]

Bagi penutur bahasa Indonesia, bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa ibu

sehingga dalam berbahasa Indonesia pengucapannya sering dipengaruhi bahasa ibunya,

yaitu bahasa daerah.

2.2 Fonem Vokal Bahasa Jawa

Bahasa Jawa memiliki lima vokal yang masing-masing mempunyai dua alofon

yakni: /i/, /e/, /a/, /u/, /o/, ditambah satu vokal / ə/ yang hanya mempunyai satu alofon.

Ke lima vokal ini semuanya dapat menduduki posisi ultima, penultima, dan

antepenultima. Vokal / ə/ dan alofon [ ε] yang tidak pernah ada pada posisi ultima suku

terbuka, sedangkan fonem /a/ pada posisi ultima suku terbuka hanya ada kata ora dan

boya yang berarti ‘tidak’

Page 4: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Fonem /i/ mempunyai dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem /i/ dilafalkan [i] bila

terdapat pada suku kata terbuka, dan dilafalkan [I] bila terdapat pada suku tertutup.

Contoh: suku terbuka: i-si [isi] ‘isi’

ku-wi [kuwi] ‘itu’

bu-i [bui] ‘penjara’

suku tertutup: gi-lig [gilI?] ‘bulat buluh’

ban-ting [bantIŋ] ‘banting’

cu-wil [cuwIl] ‘rompeng’

Fonem /e/ mempunyai dua alofon, yakni [e] dan [ε]. Fonem /e/ dilafalkan [e] bila

terdapat pada suku kata terbuka, dan dilafalkan [ε] bila terdapat pada suku tertutup.

Contoh: suku terbuka: dhe-we [ ḍ ewe] ‘sendiri’

so-re [sore] ‘sore’

se-suk [sesU ?] ‘besuk’

suku tertutup: ce-ker [cεkεr] ‘kaki’

be-bek [bεbε?] ‘bebek’

Fonem /a/ mempunyai dua alofon yakni [a] dan [ ɔ]. Fonem /a/ pada suku terbuka

dilafalkan dengan [ ɔ], dan dilafalkan dengan [ a] bila pada suku tertutup. Fonem /a/ pada

posisi ultima suku terbuka hanya ada kata ora dan boya yang berarti ‘tidak’

Contoh: suku terbuka: a-pa [ ɔ p ɔ ] ‘apa’

bu-ta [but ɔ ] ‘raksasa’

suku tertutup: pa-ngan [paŋan] ‘makanan’

pa-nas [panas] ‘panas’

Fonem /u/ mempunyai dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u]

bila terdapat pada suku kata terbuka, dan dilafalkan [U] bila terdapat pada suku kata

tertutup.

Contoh: suku terbuka: ke-thu [k əţ u ] ‘sejenis kopiah’

u-rip [urIp] ‘hidup’

gu-ru [guru] ‘guru’

suku tertutup: u-rut [urUt] ‘urut’

jum-put [jUmput] ’pungut’

kung-kum [kUŋkUm] ‘berendam’

Page 5: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Fonem /o/ mempunyai dua alofon yakni [o] dan [ ɔ]. Fonem /o/ dilafalkan [o] bila

terdapat pada suku kata terbuka, dan dilafalkan dengan [ɔ] bila terdapat pada suku kata

tertutup.

Contoh: suku terbuka: kro-co [kroco] ‘siput kecil’

ko-bis [kobIs] ‘kol’

o-to [oto] ‘ mobil’

suku tertutup: kro-kot [krɔkɔt] ‘daun kerokot’

lo-rod [lɔrɔt] ‘membuang lilin pada kain batik sesudah diwarnai’

Fonem / ə/ hanya mempunyai satu alofon yakni [ə]. Alofon ini terdapat pada suku

terbuka maupun suku tertutup. Fonem / ə/ tidak pernah ada pada posisi ultima suku

terbuka,

Contoh: suku terbuka: ke-se-lak [kəsəla?] ‘tersedak’

e-nem [ənəm] ‘enam’

suku tertutup: kan-del [kandəl] ‘tebal’

ker-ja [kərj ɔ ] ‘kerja’

Dari uraian di atas tampak bahwa jumlah vokal bahasa Jawa lebih banyak

daripada jumlah vokal bahasa Indonesia. Vokal /a/ dalam bahasa Indonesia hanya ada

satu alofon yakni [a], sedangkan dalam bahasa Jawa ada dua alofon yakni [a] dan [ ɔ].

3. Fonem Konsonan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

3.1 Fonem Konsonan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai dua puluh tiga fonem konsonan yakni: /p/,/b/, /t/.

/d/, /c/, /j/, /k/, /g/, /?/, /f/, /s/, /z/, /š/, /x/, /h/, /m/, /n/, / ñ/, /ŋ/, /r/, /l/, /w/, dan /y/. Fonem-

fonem ini kebanyakan dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata. Fonem yang

tidak pernah muncul pada awal kata adalah fonem /?/, dan /x/. Fonem yang tidak pernah

tampil pada akhir kata adalah fonem /c/, /j/, /z/, /š/, / ñ/, /w/, dan /y/. Fonem /b/, /d/ dan

/g/ pada akhir kata dilafalkan dengan [p], [t] dan [k]. Fonem /k/ pada akhir kata akan

dilafalkan dengan /?/. Fonem /?/ muncul pada tengah kata jika dua suku yang berdekatan

mempunyai dua vokal yang sama yang berjejeran.

Page 6: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

3.2 Fonem Konsonan Bahasa Jawa

Bahasa Jawa mempunyai dua puluh satu fonem konsonan yakni: /p/,/b/, /t/. /d/, / ṭ /

/ ḍ /, /c/, /j/, /k/, /g/, /?/, /s/, /h/, /m/, /n/, / ñ/, /ŋ/, /r/, /l/, /w/, dan /y/. Hampir semua

konsonan bahasa Jawa ini dapat menduduki posisi awal kata. Fonem yang tidak pernah

tampil pada akhir kata adalah fonem / ṭ / / ḍ /, /c/, / ñ/, /w/, dan /y/. Fonem /b/, /d/ dan /g/

pada akhir kata dilafalkan dengan [p], [t] dan [k]. Fonem /k/ pada akhir kata akan

dilafalkan dengan /?/.

4. Diftong Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

Yang dimaksud dengan diftong adalah dua huruf vokal yang berderetan dalam

satu suku kata / dalam satu hembusan nafas, dan melambangkan satu bunyi vokal. Dalam

bahasa Indonesia ada tiga buah diftong yakni /ai/, /au/, dan /oi/, jika dilafalkan menjadi

[ay], [aw], dan [oy]. Contoh diftong bahasa Indonesia seperti:

cukai [cukay] ‘cukai’

harimau [harimaw] ‘harimau’

sekoi [sekoy] ‘seloi (semacam gandm)’

Bahasa Jawa tidak mengenal diftong seperti yang ada dalam bahasa Indonesia.

Dalam bahasa Jawa diftong yang ada dibedakan menjadi dua yakni diftong naik dan

diftong turun. Diftong naik berupa bunyi [ui], sedangkan diftong turun berupa bunyi [ua],

[u ε], [u ɔ], dan [u ə]. Diftong ini hanya muncul dalam kata sifat untuk menyatakan makna

‘sangat’, seperti:

cilik [cilI?] ‘kecil’ - cuilik [cuili?] ‘sangat kecil’

adoh [ad ɔh] ‘jauh’ - uadoh [uadɔh] ‘sangat jauh’

elek [ εlε?] ‘jelek’ - uelek [u εlε?] ‘sangat jelek’

dawa [d ɔwɔ] ‘panjang’ - duawa [duɔwɔ] ‘sangat panjang’

lemu [l əmu] ‘gemuk’ - luemu [luəmu] ‘sanat gemuk’

5. Gugus konsonan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa

Page 7: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Gugus konsonan adalah dua buah konsonan atau lebih yang letaknya berurutan,

dan keseluruhannya itu menduduki satu suku kata yang sama. Jadi gugus konsonan ini

akan mempunyai peranan dalam pemenggalan suku kata.

5.1 Gugus konsonan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai duapuluh delapan gugus konsonan yang terdiri dari

dua atau tiga konsonan. Gugus konsonan yang terdiri dari dua konsonan ada duapuluh

empat buah, yakni: /pl/, /bl/, /kl/, /gl/, /fl/, /sl/, /pr/, /br/, /tr/, /dr/, /kr/, /gr/, /fr/, /sr/, /ps/,

/ks/, /dw/, /sw/, /kw/, /sp/, /sm/, /sn/, /st/, /sk/. Konsonan yang pertama hanya /p/, /b/,

/k/, /g/, /f/, /s/, /t/ dan /d/, sedangkan konsonan kedua hanya /l/, /r/, /w/, /s/, /m/, /n/, k/.

Gugus konsonan yang terdiri dari tiga konsonan ada empat buah, yakni /spr/, /str/ /skr/

dan /skl/. Konsonan yang pertama selalu /s/, yang kedua /t/, /p/ atau /k/, dan yang

ketiga /r/ atau /l/.

5.2 Gugus konsonan Bahasa Jawa

Bahasa Jawa mempunyai banyak sekali gugus konsonan, ada yang terdiri dari dua

konsonan dan ada yang tiga konsonan. Gugus konsonan yang terdiri dari dua konsonan

ada empat puluh buah yakni: /mb, /nd/, /n ḍ/, / ñj/, /ŋg/, /pr/, /tr/, /br/, /kr/, /cr/, /dr/, / ḍr/, /jr/,

/gr/, /sr/, /mr/, /nr/, / ñr/, /ŋr/, /wr/, /pl. /tl/, /cl/, /kl/, /bl/, /dl/, /jl/, /gl, /sl/, /ml/, /nl/, /ŋl/,

/py/, /ty/, /ky/, /by/, /my/, /dw/, /ñw/, dan /ŋw/. Tampak di sini pengisi konsonan pertama

berupa konsonan nasal, konsonan hambat, geseran, dan /w/. Pengisi konsonan kedua

berupa konsonan hambat bersuara, /r/, /l/, /y/, dan /w/. Gugus konsonan yang terdiri dari

tiga konsonan ada sembilan buah yakni: /mbl/, /ndl/, /ñjl/, /ŋgl/, /mbr/, /ndr/, /n ḍr/, / ŋgr/,

dan /mby/. Tampak di sini bahwa pengisi konsonan pertama berupa konsonan nasal,

pengisi konsonan kedua berupa konsonan hambat bersuara, dan pengisi konsonan ketiga

kebanyakan berupa konsonan /l/ dan /r/ juga /y/.

6. Proses Penyerapan Kosakata Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia

Page 8: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Banyak kosakata Bahasa Indonesia yang mengambil dari bahasa daerah

khususnya bahasa Jawa. Dari hasil mengamati kamus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa,

tampak bahwa kata-kata Jawa banyak sekali yang terserap ke dalam bahasa Indonesia.

Apabila tidak mengalami perubahan yang berarti tidak akan dibahas. Berikut penyerapan

yang mengalami beberapa proses, seperti:

A. Perubahan fonem

Perubahan fonem bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dapat terjadi pada fonem

vokal maupun fonem konsonan. Perubahan fonem ini tentunya disesuaikan dengan fonem

yang ada dalam bahasa Indonesia.

1. Perubahan fonem vokal

a. perubahan fonem /a/ menjadi /a/ pada kata:

but a [bu-t ɔ] -> but a [bu-ta] ‘raksasa’

g a nj a [g ɔ - ñj ɔ] -> g a nj a [gan-ja] ‘bagian keris yang melekat pada bilah’

m a ngg a [ma- ŋ g ɔ] -> m a ngg a [ma ŋ -ga] ‘kata seru untuk mengajak’

Fonem /a/ yang dilafalkan [ ɔ ] pada suku terbuka diserap menjadi [a] dalam bahasa

Indonesia. Hal ini dapat bermasalah karena kata [but ɔ ] jika menjadi [buta] akan kacau

dengan kata [buta] yang berarti ‘tidak melihat’. Hal yang sama juga dengan kata [ganj ɔ]

menjadi [ganja] akan kacau dengan kata [ganja] yang berarti ‘ganja’. Begitupun juga halnya

dengan [mɔ ŋg ɔ] menjadi [mangga] akan kacau dengan kata [mangga] yang berarti ‘buah

mangga’.

b. perubahan fonem /a/ menjadi /o/ pada kata:

kr a m a [kr ɔ-mɔ] -> kr o m o [kro-mo] ‘tingkatan bahasa, nama orang’

eca [e-c ɔ] -> eco [e-co] ‘enak’

Fonem /a/ yang dilafalkan [ ɔ ] pada suku terbuka diserap menjadi [o] dalam bahasa

Indonesia.

c. perubahan fonem / ə/ pada ultima menjadi /a/ pada kata:

anc e r-anc e r [añ-c ər – añ-c ər] -> anc a r-anc a r [an-car-an-car] ‘perkiraan’

Page 9: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

bos e n [bo-s ən] -> bos a n [bo-san] ‘jemu’

gur e m [gu-r əm] -> gur a m [gu-ram] ‘kutu pada ayam yang sedang

mengeram’

lep e t [l ə-pət] -> lep a t [l ə- pat] ‘penganan dari ketan dan kelapa’

d. perubahan fonem / ə/ menjadi /i/ pada kata:

g e g e r [g ə-gər] -> g i g i r [gi-gir] ‘punggung’

pij e t [pi-j ət] -> pij i t [pi-jit] ‘mengurut’

e. perubahan fonem /e / menjadi /i/ pada kata:

kep e ncut [k ə-pe ñ-cUt] -> kep i ncut [k ə-pin- cUt] ‘tertawan hatinya’

p e ncut [peñ-cUt] -> p i ncut [ pin- cUt] ‘tertarik hatinya, jatuh cinta’

f. perubahan fonem /e/ menjadi diftong /ai/ pada kata:

cab e [ca-be] -> cab ai [ca-bay] ‘cabai’

lendh e yan [le-n ḍ e-yan] -> lend ai an [len-day-an] ‘hulu keris’

g. perubahan fonem / ε/ menjadi /e/ pada kata:

g e ndh e ng [gε-n ḍ εŋ] -> g e nd e ng [gen-deŋ] ‘tarik menarik, condong’

g e g e r [gε-gεr] -> g e g e r [ge-ger] ‘gempar, heboh, ribut’

bonc e ng [boñ-cεŋ] -> bonc e ng [bon-ceŋ] ‘ikut naik’

amb e n [a-mbεn] -> amb e n [am-ben] ‘balai-balai’

Jika suku ultima dan penultima mengandung fonem /ε/, maka kedua suku tersebut

mengalami perubahan menjadi /e/, seperti kata {gendheng}, dan {geger}.

h. perubahan fonem /i/ menjadi /e/ pada kata:

past i l [pas-tIl] -> past e l [pas-tel] ‘penganan seperti kerang bentuknya’

merd i ka [m ər-di-k ɔ] -> merd e ka [m ə r-de-ka] ‘bebas’

i. perubahan fonem /o/ menjadi /u/ pada kata:

bandh o sa [ba-n ḍ o-s ɔ] -> band u sa [ban-du-sa] ‘usungan mayat’

Page 10: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

beg o ndhal [b ə-go-n ḍal] -> beg u ndal [b ə -gun-dal] ‘kaki tangan penjahat, orang

yang pekerjaannya menuntun kuda’

k o bis [ko-bIs] -> k u bis [ku-bis] ‘sayuran kol’

j. perubahan fonem /u/ menjadi /o/ pada kata :

k u nthet [kUn- ṭ εt] -> k o ntet [kon-tet] ‘kerdil’

m u l u r [mu-lUr] -> m o l o r [mo-lor] ‘kendur’

k. perubahan fonem /u/ menjadi /a/ pada kata:

k u watir [ku-wa-tIr] -> kh a watir [kha-wa-tir] ‘takut, gelisah, cemas’

merc u pada [m ər-cu-p ɔ-dɔ] -> marc a pada [mar-ca-pa-da] ‘dunia nyata, bumi’

l. perubahan fonem /u/ menjadi / ə/ pada kata:

p u kulun [pu-ku-lUn] -> p e kulun [p ə -ku-lun] ‘tuanku’

p u nggawa [pu-ŋg ɔ-wɔ] -> p e nggawa [p ə ng-ga-wa] ‘kepala pasukan/ desa’

2. Perubahan fonem konsonan

a. perubahan fonem / b/ menjadi /p/ pada kata:

cungku b [cuŋ-kUp] -> cungku p [cung-kup] ‘bangunan beratap di atas makam’

lala b [la-lap] -> lala p [la-lap] ‘daun muda yang dimakan bersama dengan

sambal’

keke b [k ə-kəp] -> keke p [ k ə -k ə p] ‘tutup periuk’

Fonem /b/ di akhir kata bahasa Jawa dilafalkan dengan [p]. Setelah diserap ke dalam

bahasa Indonesia berubah menjadi /p/, penyerapan seperti ini sebenarnya tidak

bermasalah karena dilafalkan [p] juga.

b. perubahan fonem /d/ menjadi /t/ pada kata:

baba d [ba-bat] -> baba t [ba-bat] ‘tebas’

beja d [b ə-jat] -> beja t [b ə -jat] ‘rusak’

kleso d [kle-s ɔ t] -> keleso t [ke-le-sot] ‘duduk di atas tanah tanpa dialasi tikar’

Fonem /d/ di akhir kata bahasa Jawa dilafalkan dengan [t]. Setelah diserap ke dalam

Page 11: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

bahasa Indonesia berubah menjadi /t/, penyerapan seperti ini sebenarnya tidak

bermasalah karena dilafalkan [t] juga.

c. perubahan fonem / d / menjadi /j/ pada kata:

ki d ang [ki-daŋ] -> ki j ang [ki-jaŋ ] ‘kijang’

d adi [da-di] -> j adi [ja-di] ‘sudah selesai dibuat’

d. perubahan fonem / ḍ/ menjadi /d/ pada kata:

ban dh a [b ɔ-n ḍ ɔ] -> ban d a [ban-da] ‘kekayaan’

gu dh eg [gu- ḍ ək] -> gu d eg [gu-d ə k]‘makanan dari buah nangka diberi bumbu’

dh ahar [ ḍa-har] -> d ahar [da-har] ‘makan’

dh engkul [ ḍ ə ŋ-kUl] -> d engkul [d ə ŋ-kUl] ‘lutut’

Fonem / ḍ/ bahasa Jawa setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi /d/. Hal ini

disebabkan karena bahasa Indonesia tidak mempunyai fonem / ḍ/ seperti yang dimiliki

oleh bahasa Jawa. Kata {banda} dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Jawa

maknanya akan berubah menjadi ‘tali yang dipakai untuk mengikat tangan’.

e. perubahan fonem /g/ menjadi /k/ pada kata:

amble g [a-mbl ək] -> amble k [am-bl ə ?] ‘jatuh, runtuh’

anjlo g [a-ñjl ɔ k] -> anjlo k [an-jl ɔ ?] ‘meloncat ke bawah’

beluda g [b ə-lu-dak] -> beluda k [b ə-lu-da?] ‘ular berbisa’

budhu g [bu- ḍUk] -> budu k [bu- du?] ‘penyakit kusta’

gili g [gi-lik] -> gili k [gi-li?] ‘kecil dan bulat panjang’

gudhi g [gu- ḍ Ik] -> gudi k [gu-di?] ‘kurap, kudis’

g ebyar [g ə -byar] -> k ebyar [k ə -byar] ‘bergemerlapan’

g elambir [g ə-la-mbIr] -> k elambir [k ə-lam-bir] ‘gelambir’

g embili [g ə-mbi-li] -> k embili [k əm-bi-li] ‘umbi kembili’

g oba g [go-bak] -> k oba k [ko-ba?] ‘nama permainan’

Fonem /g/ di akhir kata bahasa Jawa dilafalkan dengan [k]. Setelah diserap ke dalam

bahasa Indonesia berubah menjadi /k/, penyerapan seperti ini sebenarnya tidak

bermasalah karena dilafalkan [k] juga. Tetapi fonem /g/ di awal kata bahasa Jawa tetap

Page 12: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

dilafalkan dengan [g], namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia diubah

menjadi [k].

f. perubahan fonem /g/ menjadi /b/ pada kata:

g elathi [g ə-la- ṭ i] -> b elati [b ə -la-ti] ‘pisau runcing untuk menusuk’

g. perubahan fonem /t/ menjadi /d/ pada kata:

jamru t [ja-mrUt] -> jamru d [jam-rUt] ‘batu permata berwarna hijau’

h. perubahan fonem / ṭ / menjadi /t/ pada kata:

ban th eng [ban- ṭ εŋ] -> ban t eng [ban-teŋ] ‘lembu hutan’

kanthong [kan- ṭ ɔ ŋ] -> kantong [kan-t ɔ ŋ] ‘saku’

kan th il [kan- ṭ Il] -> kantil [kan-tIl] ‘bunga cempaka putih’

Fonem / ṭ / bahasa Jawa setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi /t/. Hal ini

disebabkan karena bahasa Indonesia tidak mempunyai fonem / ṭ / seperti yang dimiliki

oleh bahasa Jawa.

i. perubahan fonem / ṭ / menjadi /p/ pada kata:

ko th ong [k ɔ- ṭ ɔ ŋ] -> ko p ong [k ɔ- p ɔ ŋ] ‘kosong’

j. perubahan fonem /w/ menjadi /b/ pada kata:

w luku [wlu-ku] -> b eluku [b ə -lu-ku] ‘bajak’

co w ek [co-wε?] -> co b ek [co-be?] ‘piring dari batu untuk menggiling sambal’

Fonem /w/ dalam bahasa Jawa sering kali berubah menjadi /b/ setelah diserap ke dalam

bahasa Indonesia. Pada kata {wluku} yang dua suku kata setelah menjadi kosakata

Indonesia menjadi tiga suku kata, dengan menambahkan bunyi [ ə]. Walaupun demikian

arti yang ditimbulkan tidak berubah.

k. perubahan fonem /y/ menjadi /j/ pada kata:

dur y asa [dUr-y ɔ-sɔ] -> dur j asa [dur-ja-sa] ‘kehilangan kepercayaan,

mendapat malu’

Page 13: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Kata {duryasa} bahasa Jawa berasal dari bahasa Sanskrit. Setelah menjadi kosakata

bahasa Indonesia berubah menjadi {durjasa}.

B. Pelemahan bunyi vokal

Pelemahan bunyi vokal biasanya terjadi karena perubahan tekanan kata, pada

umumnya terjadi pada suku kata antepenultima dari bunyi [a] menjadi [ə] seperti:

d a nawa [da-n ɔwɔ] -> d e nawa [də-na-wa] ‘raksasa’

s a gara [sa-g ɔ-rɔ] -> s e gara [sə-ga-ra] ‘laut(an)’

p a tilasan [pa-ti-la-san] -> p e tilasan [p ə -ti-la-san] ‘makam’

n a langsa [na-l ɔ ŋ -sɔ] -> n e langsa [n ə-la ŋ-sa] ‘sedih’

C. Penambahan / penyisipan bunyi

Yang dimaksud dengan penambahan / penyisipan bunyi adalah penambahan

/penyisipan segmen bunyi untuk mempermudah pengucapan. Penambahan / penyisipan

dapat dilakukan di awal kata, di antara segmen, atau di akhir kata. Penambahan /

penyisipan bunyi dapat berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan.

a. Bunyi [ ə] ditambahkan / disisipkan di antara segmen pada kata:

blau [bla-u] -> b e lau [be-la-u] ‘tepung berwarna biru’

Dengan penyisipan bunyi [ ə] maka kata yang semula hanya dua suku kata menjadi tiga

suku kata.

b. Bunyi [h] ditambahkan / disisipkan pada awal suku kata kedua atau pada akhir kata

seperti pada kata:

jait [ja-It] -> ja h it [ja-hIt] ‘menjahit’

bau [ba-u] -> ba h u [ba-hu] ‘pundak’

pait [pa-It] -> pa h it [pa-hIt] ‘rasa tidak sedap seperti rasa empedu’

maesa [ma-e-s ɔ] -> ma h esa [ma-he-sa] ‘kerbau’

krai [kra-i] -> kera h i [k ə-ra-hi] ‘mentimun yang besar dan panjang’

musna [mUs-n ɔ] -> musna h [mus-nah] ‘lenyap’

Page 14: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

c. Bunyi [ŋ] ditambahkan untuk menutup suku kata pertama atau kedua pada kata:

keblasak [k ə-bla-sa?] -> kebla ng sak [k ə-bla ŋ-sa?] ‘tersesat’

nonong [n ɔ-nɔ ŋ] -> no ng nong [n ɔ ŋ -nɔ ŋ] ‘dahi yang menonjol ke depan’

d. Bunyi [n] ditambahkan untuk menutup suku kata pertama pada kata:

padaringan [pa-da-ri-ŋan] -> pe n daringan [p ən -da-ri-ŋan]

Kata tersebut di samping mengalami penambahan bunyi [n] juga disertai dengan

pelemahan bunyi [a] menjadi [ ə].

D. Pengurangan / pelesapan bunyi

Yang dimaksud dengan pengurangan / pelesapan bunyi adalah pengurangan atau

penghilangan / pelesapan satu segmen bunyi dari satu kata. Pelesapan dapat terjadi pada

awal kata, di antara segmen, atau pada akhir kata.

a. Bunyi [h] pada akhir dilesapkan terdapat pada kata:

pigura h [pi-gu-rah] -> pigura [pi-gu-ra] ‘gambar/lukisan yang berbingkai’

percuma h [p ər-cu-mah] -> percuma [p ər-cu-mah] ‘tidak ada gunanya’

b. Bunyi [k] pada akhir dilesapkan terdapat pada kata:

kebaya k [kə-ba-ya?] -> kebaya [k ə-ba-ya] ‘baju perempuan’

c. Bunyi [ŋ] di antara segmen kata dihilangkan / dilesapkan pada kata:

ni ng kah [niŋ-kah] -> nikah [ni-kah] ‘perkawinan’

d. Bunyi [r] di antara segmen kata dihilangkan / dilesapkan pada kata:

pe r duli [p ər-du-li] -> peduli [p ə-du-li] ‘mengindahkan’

e. Bunyi [w] di antara segmen kata dihilangkan / dilesapkan pada kata:

balu w arti [ba-lu-war-ti] -> baluarti [ba-lu-ar-ti] ‘dinding tembok istana’

kelu w ak [k ə-lu-wa?] -> keluak [k ə-lu-a?] ‘buah pohon kepayang’

Page 15: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

ku w eni [ku-wε-ni] -> kueni [ku-e-ni] ‘kebembem’

ko w e [ko-we] -> koe [ko-e] ‘engkau’

ku w ah [ku-wah] -> kuah [ku-ah] ‘air gulai’

cu w il [cu-wIl] -> cuil [cu-Il] ‘rompal sedikit’

jero w an [j ə-ro-wan] -> jeroan [j ə-ro-an] ’isi perut; dalamam’

ju w adah [ju-wa-dah] -> juadah [ju-a-dah] ‘nama penganan dari ketan’

pu w as [pu-was] -> puas [pu-as] ‘merasa senang’

f. Bunyi [y] di antara segmen kata dihilangkan / dilesapkan pada kata:

gi y al-gi y ul [gi-yal-gi-yul] -> gial-giul [gi-al-gi-ul] ‘merasa geli dan senang

karena disentuh bagian badan tertentu’

ki y ai [ki-ya-i] -> kiai [ki-a-i] ‘sebutan bagi alim ulama’

le y ot [le-y ɔt] -> leot [le- ɔt] ‘miring dan turun; melengkung’

ma y it [ma-yit] -> mait [ma-it] ‘jenazah’

muti y ara [mu-ti-y ɔ -r ɔ ] -> mutiara [mu-ti-a-ra] ‘permata’

ksatri y a [ksa-tri-y ɔ] -> kesatria [kə-sa-tri-a ] ’orang yang gagah berani’

pesi y ar [pə-si-yar] -> pesiar [pə-si-ar] ‘bertamasya’

pri y agung [pri-ya-gUŋ] -> priagung [pri-a-gUŋ] ‘priyayi yang berkedudukan

tinggi’

pri y ayi [pri-ya-yi] -> priayi [pri-a-yi] ‘orang yang kedudukannya

terhormat’

E. Hapologi

Hapologi adalah gejala pelesapan / pemenggalan suku kata dalam sebuah kata

dengan maksud untuk memudahkan pengucapan.

bangkong an [baŋ-k ɔ ŋ-an] -> bangkong [baŋ-k ɔ ŋ] ‘katak besar’

maratuwa [m ɔ-rɔ-tu-wɔ] -> mertua [m ər-tu-a] ‘orang tua istri/suami’

rem peyek [r əm-p ε-yε?] -> peyek [ p e-ye?] ‘rempeyek’

F. Permutasian / pertukaran bunyi

Page 16: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Permutasian / pertukaran bunyi adalah perpindahan posisi dari dua bunyi yang

berdekatan dengan tujuan untuk memudahkan pengucapan.

Bunyi [r ə] akan berubah menjadi [ ər] pada kata:

b re gas [b r ə-gas] -> b er gas [bər-gas] ‘gagah; tangkas’

G. Asimilasi

Asimilasi adalah proses harmonisasi dua segmen bunyi yang tadinya berbeda ciri

distingtifnya berubah menjadi serupa, dengan tujuan untuk mempermudah pengucapan.

Kedua bunyi yang mengalami asimilasi harus berdekatan letaknya.

Bunyi [n] pada akhir suku berubah menjadi [ŋ] pada kata:

ca n cang [can-caŋ] -> ca ng cang [caŋ-caŋ] ‘mengikat’

kedho n dhong [k ə- ḍ ɔ-n ḍ ɔ ŋ] -> kedo ng dong [k ə- d ɔ ŋ -dɔ ŋ] ‘kedondong’

H. Pembatalan kluster (gugus konsonan)

P embatalan kluster (gugus konsonan) ialah kata yang semula mempunyai gugus

konsonan dibuat menjadi tidak ada gugus konsonannya, dengan cara menambahlan bunyi

[ə] di antara dua konsonan yang berdekatan dalam satu suku kata, seperti:

blaco [bla-co] -> belacu [bə-la-cu] ‘kain mori yang masih mentah’

cengklong [cə ŋ-kl ɔ ŋ] -> cengkelong [cə ŋ-k ə- l ɔ ŋ] ‘mengurangi dari jumlah

yang semestinya’

glagat [gla-gat] -> gelagat [gə-la-gat] ‘gerak-gerik; tanda / alamat

akan terjadi sesuatu peristiwa’

glintir [glin-tIr] -> gelintir [gə-lin-tIr] ‘penggolong benda’

greget [grə-gət] -> gereget [gə-rə-gət] ‘nafsu untuk berbuat’

Kata yang bersuku dua dan dimulai dengan gugus konsonan diserap dengan

menambahkan bunyi [ə] di antara gugus konsonan tersebut, sehingga kata tersebut

berubah menjadi tiga suku kata.

Page 17: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

I. Penambahan suku kata

a. penambahan bunyi [kə]

Dengan menambahkan bunyi [kə] di depan kata yang diserap, jumlah suku katanya

bertambah, namun tidak mengubah makna katanya, misalnya pada kata:

babal [ba-bal] -> ke babal [ke-ba-bal] ‘buah nangka muda’

cebong [ce-b ɔ ŋ] -> ke cebong [kə-ce-b ɔ ŋ] ‘’larva binatang amfibi’

Di sini terlihat bahwa kata yang semula mempunyai dua suku kata berubah menjadi

tiga suku kata.

b. dwipurwa

Dengan mengulang suku yang paling depan, jumlah suku katanya menjadi bertambah,

seperti pada kata:

jengkok [jə ŋ-k ɔ?] -> je jengkok [jə-jə ŋ-k ɔ?] ‘tempat duduk dibuat dari kayu’

kemben [kə-mbən] -> ke kemben [kə-kəm-bən] ‘kemban’

7. Penutup

Dari uraian di atas tampak bahwa penyerapan kosakata bahasa Jawa ke dalam

bahasa Indonesia terlihat bahwa adanya ketidakkonsistenan dalam penulisan /a/ yang

dilafalkan dengan [ ɔ ] ditulis dengan:

/a/ pada kata: but a -> buta , g a nj a -> buta, m a ngg a -> mangga; dan

/o/ pada kata: kr a m a -> kr o m o, ec a -> ec o.

8. Daftar Pustaka

Moeliono, Anton M. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia . Jakarta: Perum Balai

Pustaka.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1982. Javanese Influence On Indonesian . Australia: The

Australian National University.

Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa . Batavia: J.B. Wolters Uitgevers-

Maatschappij n.v.

Page 18: Kosakata Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar

Bahasa Indonesia edisi kedua . Jakarta: Balai Pustaka.

Uhlenbeck, E.M. 1949. De Structuur van het Javaanse Morpheem . Bandung: A.C. Nix &

Co.

Yusuf, Suhendra, Drs. MA. 1998. Fonetik dan Fonologi . Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka

Utama.