Upload
asha-sha
View
151
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kreatinin kimiaklinik
Citation preview
KREATININ
I. TUJUAN
1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan test kreatinin dalam serum.
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
II. PRINSIP
1. Prinsip pemeriksaan kreatinin berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat
membentuk larutan kuning dalam suasana basa.
Kreatinin + asam pikrat OHˉ kompleks kreatinin-pikrat (Janovski)
(kuning-merah)
2. Diproteinasi
Kreatinin + Trichlor Acetic Acid 1.2N Pengendapan Protein, senyawa-
Senyawa kimia, Askorbat,
Asetoasetat,Piruvat,Sefalosporin,
Metildopa dan lain-lain.
3. Hukum Lmbert –Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa kosentrasi suatu sampel berbanding lurus
dengan jumlah cahaya yang di absorpsi atau berbanding terbalik denagan logarithma
cahaya yang di transmisikan.
A=a .b . c=log 100 %T=2−log %T
A= Absorban
a = absorptivitas
b = jumlah sinar pada larutan
C =konsentrasi larutan
%T= persen transmitans
III. TEORI
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan
terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin
fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP
(adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah
menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring
dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin,
yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin
(Soeharto, 2004).
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada
massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun
keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali
jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot.
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai
kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain
itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat
ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal
yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum. Namun dianjurkan bahwa
sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat progresifitas
penyakit.
Kreatinin adalah anhidrida dari kreatin, ia dibentuk sebagian besar dalam otot
dengan pembuangan air dari kreatinfosfat secara tak reversibel dan non enzimatik.
Kreatinin bebas terdapat dalam darah dan urin. Pembentukan kreatinin rupanya adalah
langkah permulaan yang diperlukan untuk ekskresi sebagian besar kreatinin. (Harper,
1997)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,
diantaranya adalah :
Perubahan massa otot.
Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat
mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah.
Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang
muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita.
( Sukandar E, 1997 )
Glomerolus adalah bagian kecil dari ginjal yang melalui fungsi sebagai saringan
yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ml plasma, mengalir
melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml ( 10 % ) dan disaring keluar. Plasma yang
berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring dan tetap tinggal dalam
aliran darah. ( Guyton CA, 1997)
Cairan yang disaring yaitu filtrasi glomerolus, kemudian mengalir melalui tubula
renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan
yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali, kebanyakan
produk sisa buangan dikeluarkan melalui urine, diantaranya kreatinin dan ureum.
Kreatinin sama sekali tidak direabsorpsi di dalam tubulus, akan tetapi sejumlah kecil
kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga
jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 %. ( Guyton CA, 1997)
Jumlah filtrasi glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata
125 ml per menit, tetapi dalam berbagai keadaan fungsional ginjal normal dapat berubah
dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang
terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan
total, 90 persen filtrat tersebut biasanya direabsorpsi di dalam tubulus, sisanya keluar
sebagai urin. ( Evelyn C, 1999).
Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya
di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe
reaction adalah laki-laki 0,8 sampai 1,2 mg / dl; wanita 0,6 sampai 1,1 mg / dl.
( Sodeman, 1995 )
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai
kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain
itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat
ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal
yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum. Namun dianjurkan bahwa
sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat progresifitas
penyakit. ( Sodeman, 1995 )
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah adalah :
Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam
pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer.
Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “ Jaffe Reaction ”, dimana
metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi dan tanpa
deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya
adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit,
sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu antara
2-3 menit. (Underwood, 1997)
Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah
hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 persen adalah : Aseton,
Asam askorbat, Bilirubin, Asam urat, Asam aceto acetat, Piruvat, Barbiturat,
sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat member reaksi terhadap reagen
kreatinin dengan membentuk warna yang serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan
kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin
darah juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel,
ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan
pelaporan hasil. ( Sodeman, 1995 )
IV) Alat dan Bahan
Alat:
(a) Tabung reaksi dan rak tabung reaksi(b) Pipet piston(c) Spektrophotometer(d) Sentrifugasi(e) Spuit 3 mL
Bahan:
(a) Serum(b) Heparin(c) Plasma(d) Urin
(e) Alkohol 70%
Reagensia Konsentrasi dalam larutan
(a) Standar kreatinin 2 mg/ 100 ml atau 177 µmol/ 1(b) Asam pikrat 35 mmol / l(c) NaOH 1.6 mol / l
Reagen tambahan:
Asam trichloroasetat(TCA) 1.2 mol / l
V) Prosedur
Cara kerja deproteinisasi:
Pipetkan ke dalam tabung sentrufuga:
Nama Zat Volume (mL)Trichloroacetat acid (TCA) 1.0Serum atau plasma-heparin 1.0
Zat-zat tersebut dicampur dan diaduk dengan batang pengaduk. Kemudian, disentrifugasi pada 2500 rpm selama 10 menit.Setelah selesai disentrifugasi, supernatannya diambil(dituangkan).Selama 7 hari larutan supernatant disimpan pada suhu 2 – 8 ˚C.
Prosedur pengukuran;
Panjang gelombang : Hg 546 nm (500 – 550)
Spektrophotometer : 520 nm
Kuvet : 1 cm
Temperatur : 25 ˚C
Pengukuran terhadap blangko reagen
Pipetkan ke dalam tabung reaksi:
Blangko Standar Sampel Sampel (urin)Aquadest 0.5 ml - - -Larutan 1 - 0.5 ml - -TCA 0.5 ml 0.5 ml - 0.5 mlSupernatan - - 1.0 ml -
Urin (1:49) - - - 0.5 mlCampuran reagen
1.0 ml 1.0 ml 1.0 ml 1.0 ml
Campurkan,biarkan selama 20 menit pada suhu 25 ˚C.Ukur absorbansi sampel (Asampel) dan standar(Astandar) terhadap blangko reagen.
DATA PENGAMATAN
PERHITUNGAN
Konsentrasi kreatinin dalam serum (µmol/l) =Δ sampleΔ standar
X 177
Konsentrasi kreatinin dalam serum (mg/dl) =Δ sampleΔ standar
X 2
A standar = 0.009
KELOMPOK KONSENTRASI KREATININ DALAM SERUMµmol/l mg/dl
1 0.0190.009
X 177=373.67 µ mol/ l 0.0190.009
X 2=4.22 mg /dl
2 0.0050.009
X 177=98.33 µmol/ l 0.0050.009
X 177=1.11mg /dl
3 0.0010.009
X 177=19.67 µmol / l 0.0010.009
X 2=0.22 mg /dl
GROUP ABSORBANSI A JUMLAH RATA-RATAI II
A1 A2 A1 A2 I II1 0.063 0.082 0.060 0.079 0.019 0.019 0.038 0.0192 0.087 0.093 0.090 0.093 0.006 0.003 0.009 0.0053 0.079 0.080 0.088 0.089 0.001 0.001 0.002 0.0014 0.034 0.039 0.020 0.030 0.005 0.009 0.014 0.007
4 0.0070.009
X 177=137.67 µmol /l 0.0070.009
X 2=1.56 mg /dl
Kesimpulan
1) Pemeriksaan fungsi ginjal dengan uji kreatinin serum telah dilakukan.
2) Kadar kreatinin dalam serum adalah 98,3mmol/L dan 1,11mg/dL
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Suku Patafisiologi (hands book of pathophysiologi)
Jakarta: EGC.
C. Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,
Editor: Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review of physiological
chemistry). Alih bahasa: M. Muliawan. Lange Medical Publications. Los Altos,
California.
Sodeman, W.A dan Sodeman T.M. (1995). Sodeman Patofisiologi. Edisi 7. Jilid II.
Penerjemah: Andry Hartono. Jakarta: Hipokrates.
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi ke- 2.
Bandung : Penerbit ITB.
Sylvia & Lorraine. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Underwood. 1997. Patologi Umum & Sistematik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.