17
KRITIK TERHADAP PEMISKINAN KORUPTOR SEBAGAI SALAH SATU HUKUMAN ALTERNATIF DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Penegakan Hukum Dalam Kejahatan Korupsi, Semester Ganjil, Tahun Akademik 2017/2018 Disusun oleh: Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 1510000126 Kelas N Dosen: Murshal Senjaya, S.H.,M.H. UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM 2017

KRITIK TERHADAP PEMISKINAN KORUPTOR SEBAGAI … fileKRITIK TERHADAP PEMISKINAN KORUPTOR SEBAGAI SALAH SATU HUKUMAN ALTERNATIF DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

  • Upload
    vuanh

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

KRITIK TERHADAP PEMISKINAN KORUPTOR SEBAGAI

SALAH SATU HUKUMAN ALTERNATIF DALAM

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Penegakan

Hukum Dalam Kejahatan Korupsi, Semester Ganjil, Tahun Akademik

2017/2018

Disusun oleh:

Muhammad Nur Jamaluddin

NPM. 1510000126

Kelas N

Dosen:

Murshal Senjaya, S.H.,M.H.

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

FAKULTAS HUKUM

2017

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

makalah ini yang berjudul “Pemiskinan Koruptor Sebagai Salah Satu Hukum

Alternatif Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia”. Sesuai dengan namanya,

sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku materi atau buku

panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan rincian-rincian

mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan,

baik dalam penyusunan, pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan

tetapi, berkat pertolonganNyalah akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan

sesuai yang diharapkan. Adapun penyusunan makalah ini berdasarkan pada rincian-

rincian data yang telah penulis dapatkan dari berbagai sumber.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Murshal Senjaya, S.H.,M.H., sebagai dosen mata kuliah Penegakan Hukum

Dalam Kejahatan Korupsi yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan,

serta memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya makalah ini.

3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan

support semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.

Namun, penulis telah berusaha menyusun makalah dengan usaha terbaik yang

penulis miliki. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap yang

telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini

sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin Ya Mujibas

Sailin.

Bandung, 26 November 2017

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5

C. Tujuan .............................................................................................. 5

BAB II PEMEBAHSAN ...................................................................... 6

A. Penjelasan Mengenai Tindak Pidana Korupsi .................................. 6

B. Konsep Pemiskinan Koruptor .......................................................... 8

C. Implementasi Sanksi Pidana Pemiskinan Koruptor di Indonesia .... 8

BAB III PENUTUP ............................................................................... 11

A. Kesimpulan ..................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... iii

A. Buku-buku ....................................................................................... iii

B. Peraturan Perudang-undangan ........................................................ iii

C. Sumber Lainnya ............................................................................... iii

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi

sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini

jelas sangat merugikan perekonomian negara serta menghambat jalannya

pembangunan bagi negara Indonesia. Tindak pidana korupsi telah dianggap

sebagai “extraordinary crime” atau kejahatan luar biasa.1

Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia telah diatur dalam

hukum positif yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Dalam undang-undang tersebut terdapat sanksi pidana yang

penerapannya dilakukan secara kumulatif.2

Korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan sulit

untuk diberantas. Pada tahun 2012, Indonesia Corruption Watch (ICW)

menemukan 285 kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 1,22 triliun.

ICW mencatat jumlah tersangka korupsi mencapai 597 orang.3 Dari hasil

1 Yopie Morya Immanuel Patiro, Diskresi Pejabat Publik dan Tindak Pidana Korupsi, CV

Keni Media, Bandung, 2012, hlm. 153. 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. 3 Indonesia Corruption Watch, Basa-basi Berantas Korupsi,

http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid=9426,

diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 20.34 WIB.

2

temuan ICW tersebut, perkembangan meningkatnya kasus korupsi perlu

dilakukan upaya pencegahan dan mengurangi terjadinya kasus korupsi.

Salah satunya tidak terlepas dari sanksi hukum yang dijatuhkan bagi pelaku

korupsi atau yang biasa disebut koruptor. Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31

Tahun 1991 tentang Pemberantasan Korupsi memuat berbagai macam

sanksi yang memungkinkan dijatuhkannya pidana seumur hidup bagi para

koruptor. Pada faktanya indeks korupsi di Indonesia tidak juga turun.

Sanksi dalam undang-undang terkait tindak pidana korupsi belum

mampu mengurangi tindak pidana korupsi. Sangat diperlukan terobosan baru

dan tindakan konkret untuk mengatasi korupsi. Belakangan ini, ada cara

alternatif yang diwacanakan oleh para pengamat hukum supaya aparat penegak

hukum menggunakan sanksi pemiskinan koruptor. Wacana pemiskinan

koruptor ini semakin meluas ketika Kamis, 1 Maret 2012 lalu hakim Pengadilan

Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi Gayus Tambunan,

denda Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan menyita harta Gayus,

termasuk rumah mewah terpidana di Kelapa Gading Jakarta Utara. Gayus

terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang saat berstatus sebagai pegawai

pajak. Vonis tersebut adalah vonis keempat yang diterima Gayus. Sebelumnya,

Gayus juga divonis untuk tiga perkara lain, yakni pemalsuan paspor,

penggelapan pajak, dan penyuapan dengan total hukuman selama 22 tahun.

3

Kasus Gayus tersebut bisa dijadikan momentum awal untuk melakukan

pemiskinan koruptor.4

Kemudian Selasa, 8 Juli 2014 menurut Ranu, Djoko dieksekusi begitu

KPK menerima putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada Juni lalu.

Dalam amar putusannya, majelis hakim MA menguatkan putusan Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Djoko dengan pidana 18 tahun penjara

dan denda Rp 1 miliar serta hukuman pengganti Rp 32 miliar. Meskipun tidak

dengan suara bulat, MA tetap mencabut hak Djoko Susilo untuk memilih dan

dipilih dalam jabatan publik.5

Selanjutnya, 8 April 2015 Mantan Menpora Andi Mallarangeng resmi

menyandang status koruptor seiring permohonan kasasinya yang ditolak

Mahkamah Agung (MA). Ia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan korupsi pada kasus Hambalang. Perkara ini baru saja diketok oleh

majelis hakim yang diketuai Zaharuddin Utama dengan anggota Krisna

Harahap dan Surachmin. Dengan putusan ini, Andi Mallarangeng tetap harus

menjalani hukuman selama 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta.6

Setelah itu, 8 Juli 2015 majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah

melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam

Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-

4 Dalam http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/palembang/attachments/178_MENGAPA-

SESEORANG-

KORUPSI.pdf diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 20.47 WIB. 5 Putusan Berkekuatan Hukum Tetap,

http://nasional.kompas.com/read/2014/07/08/19441561/Putusan.Berkekuatan.Hukum.Tetap.KPK.

Eksekusi.Djoko.Susilo, dikases pada Minggu, 26 November 2017 pukul 20.53 WIB. 6 Kasasi Ditolak, Andi Mallaranggeng Tetap DIhukum 4 Tahun,

https://news.detik.com/berita/d-2881640/kasasi-ditolak-andi-mallarangeng-tetap-dihukum-4-tahun,

diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 20.51 WIB.

4

Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.7

Kemudian, 17 Januari 2016 Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali

divonis enam tahun hukuman penjara dan denda Rp300 juta subsider selama

tiga bulan terkait kasus korupsi. Hakim juga memutuskan Suryadharma harus

membayar kerugian negara sebesar Rp1,8 miliar dengan pengganti pidana

penjara selama dua tahun.8

Pemiskinan koruptor memiliki potensi yang besar untuk memberantas

korupsi di Indonesia. Secara manusiawi tidak ada orang yang ingin miskin.

Tentu koruptor yang biasa hidup berkecukupan bahkan cenderung mewah

akan takut hidup miskin. Pemiskinan koruptor harus dikukuhkan dalam

sebuah aturan yang jelas agar tetap berada pada koridor asas-asas hukum

dan tidak mengarah pada pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Pada saat

koruptor dimiskinkan maka bukan hanya koruptur secara pribadi yang

merasakan efeknya, tetapi juga keluarganya ikut merasakan.9

7 Hukuman Anas Urbaningrum Menjadi 14 Tahun, Bayar 57 M dan Hak Dipilih Dicabut,

http://nasional.kompas.com/read/2015/06/08/20072581/Hukuman.Anas.Urbaningrum.Jadi.14.Tah

un.Bayar.Rp.57.M.dan.Hak.Dipilih.Dicabut, diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 20.57

WIB. 8 Mantan Menteri Agama Syuryadharma Ali DIvonis 6 Tahun Penjara,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160111223215-12-103605/mantan-menteri-agama-

suryadharma-ali-divonis-6-tahun-penjara/, diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 21.00

WIB. 9 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 73.

5

Kasus korupsi sudah menjadi masalah yang menghambat

pembangunan nasional. Korupsi juga dapat melemahkan sendi-sendi

kehidupan di dalam masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pemaparan tersebut du atas, Penulis tertarik untuk

mengkajinya dalam bentuk Makalah dengan judul “Kritik Tehadap

Pemiskinan Koruptor Sebagai Salah Satu Hukum Alternatif Dalam

Pemberantasan Korupsi di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan mengenai tindak pidana korupsi?

2. Bagaimana konsep pemiskinan koruptor?

3. Bagaimana implementasi sansksi pidana pemiskinan koruptor di Indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengatahui penjelasan mengenai tindak pidana korupsi.

2. Untuk mengatahui konsep pemiskinan koruptor.

3. Untuk mengatahui implementasi sansksi pidana pemiskinan koruptor di

Indonesia.

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penjelasan Mengenai Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin “corruption” atau “coruptus” yang

berarti kerusakan atau kebobrokan. Arti secara harafiah korupsi adalah

kebusukan, keburukan, kebejatan korupsi adalah perbuatan buruk seperti

penggelapan uang, penerimaan uang dan sebagainya.1 Adapun arti dari korupsi

dapat berupa:

1. Perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok, dan sebagainya).

2. Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dan

sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Jenis tindak pidana korupsi ada 7 (tujuh), yaitu2:

1. korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara;

2. korupsi yang berkaitan dengan suap-menyuap;

3. korupsi yang berkaitan dengan penggelapan dalam jabatan;

4. korupsi yang berkaitan dengan perbuatan pemerasan;

5. korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang;

6. korupsi yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan;

7. korupsi yang berkaitan dengan gratifikasi.

1 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 5. 2 Ibid, hlm. 6.

7

Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah3:

1. Lemahnya pendidikan agama dan etika.

2. Tidak dapat membedakan milik pribadi dengan milik lembaga.

3. Kolonialisme.

4. Kurangnya pendidikan.

5. Kemiskinan.

6. Tidak adanya sanksi yang keras.

7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi.

8. Struktur pemerintahan.

9. Perubahan radikal.

10. Keadaan masyarakat.

Akibat korupsi menimbulkan dampak negatif yang serius terkait

dengan permasalahan pembangunan nasional meliputi beberapa aspek, yaitu4:

1. kehidupan politik dan ekonomi nasional;

2. kebocoran anggaran pada organisasi atau administrasi pemerintahan;

3. terkoporasi pada kelemahan pengawasan pembangunan nasional.

3 Ibid, hlm. 7. 4 Ibid, hlm. 11.

8

B. Konsep Pemiskinan Koruptor

Dasar pemikiran munculnya wacana pemiskinan koruptor tidak lain

adalah pertama, karena para koruptor seperti tidak jera dan makin tahun

berjalan justru jumlah koruptor tampak tidak kunjung berkurang. Kedua, pidana

yang ada berupa penjara, denda, dan kewajiban membayar uang pengganti

dinilai kurang menjerakan. Ketiga, keunikan perilaku korupsi. Keempat,

wacana pemiskinan koruptor dipicu oleh banyaknya vonis hakim yang rendah

bagi koruptor.5

Pemikiran bahwa pemiskinan koruptor merupakan pelanggaran Hak

Asasi Manusia adalah sesuatu yang terlalu dibesar-besarkan. Pelanggaran

terhadap hak berbeda dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Ketika

orang berbicara hak, maka ada kewajiban. Koruptor punya hak, betul dan sudah

seharusnya Hak Asasi Manusianya dilindungi sebagai manusia, tetapi ketika

koruptor melakukan kejahatan maka dia sudah melanggar hak orang lain.

C. Implementasi Sanksi Pidana Pemiskinan Koruptor di Indonesia

Pemiskinan koruptor merupakan langkah dan terobosan baru dalam

memberantas korupsi. Banyak terdakwa kasus korupsi masih dapat menikmati

banyak fasilitas, meskipun telah berstatus sebagai narapidana. Ketika pidana

penjara sudah dirasakan tidak efektif dan tidak menjerakan koruptor, perlu

terobosan baru dan tindakan konkret. Sanksi pidana pemiskinan koruptor dirasa

5 Ibid, hlm. 27.

9

perlu diterapkan dalam beberapa kasus korupsi dengan harapan dapat

menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Pemiskinan koruptor di Indonesia dapat dilihat nyata dalam kasus

Angelina Sondakh. Angelina Sondakh didakwakan terkait kasus korupsi

penggiringan anggaran di Kemenpora dan Kemendiknas senilai 3 (tiga) miliar

rupiah. Dalam putusan pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Angelina

Sondakh divonis dengan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Vonis hakim ini

jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut

Angelina Sondakh dengan hukuman 12 (dua belas) tahun penjara. Angelina

Sondakh kemudian mengajukan kasasi yang ternyata hukumannya justru

diperberat dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 (dua belas) tahun penjara. Selain

itu juga dalam rangka pemiskinan koruptor, Angelina Sondakh didapuk

membayar uang pengganti sebesar Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta. Walau

sebenarnya, putusan kasasi oleh Hakim Agung Artidjo merupakan tuntutan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang didakwakan kepada Angelina Sondakh

sebelumnya. Putusan Hakim Tipikor yang menghukumnya lebih rendah dari

tuntutan Jaksa dan putusan kasasi yang dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo

mengukuhkan tuntutan JPU tersebut. Vonis hukuman pembayaran uang

pengganti sebesar Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta dalam kasus Angelina

Sondakh ini tentu jauh dari angka besaran uang yang dikorupsi Angelina

Sondakh. Angelina Sondakh terbukti melakukan korupsi sebesar 3 (tiga) miliar

rupiah, namun hukuman pembayaran uang pengganti sangat jauh dari besaran

uang yang telah dikorupsi. Dari kasus Angelina Sondakh tersebut, sudah

10

menunjukkan iktikad dan juga tekad dari penegak hukum untuk memberantas

korupsi dengan menghukum koruptor seberat-beratnya dan juga pemiskinan

koruptor yang telah mengeruk uang rakyat dan menjarahnya. Pemiskinan

koruptor sangat jelas terlihat dalam kasus Angelina Sondakh tersebut.6

Sanksi pidana pemiskinan koruptor belum mendapatkan konsep yang

jelas dan mapan, bahkan belum ada persamaan persepsi diantara para pegiat

anti korupsi mengenai konsep pemiskinan ini. Banyak berbagai pihak yang

menyatakan setuju dengan adanya pemiskinan koruptor, namun disisi lain

juga terdapat berbagai pihak yang menyatakan tidak setuju dengan adanya

pemiskinan koruptor bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Pemiskinan koruptor yang selama ini dilakukan hanya dengan

perampasan aset hasil tindak pidana korupsi. Perampasan aset tersebut dengan

perampasan seluruh benda-benda yang merupakan hasil dari tindak pidana

korupsi dan/atau dengan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sesuai

dengan kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Hal tersebut

tidak dapat dikatakan memiskinkan koruptor karena koruptor masih dapat

dengan bebas menggunakan aset yang dimilikinya yang tidak dirampas.

6 KPK Tempuh Upaya Banding Atas Kasus Anglina Sondakh,

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/11/kpk-tempuh-upaya-banding-atas-vonis-angelina-

sondakh, diakses pada Minggu, 26 November 2017 pukul 21.08 WIB.

11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tindak pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan

memberikan dampak bagi rakyat. Rakyat harus menanggung akibat dari

tindak pidana korupsi. Pemiskinan koruptor dianggap sebagai terobosan

baru dalam menindak kasus tindak pidana korupsi. Konsep pemiskinan

koruptor dapat dijalankan dengan perampasan aset hasil tindak pidana

korupsi dan penggantian kerugian yang ditimbulkan akibat tindak

pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor ini dinilai mampu

memberikan efek jera sekaligus sebagai bentuk mengurangi tindak pidana

korupsi.

2. Pemiskinan koruptor di Indonesia belum dilaksanakan secara tegas. Para

penegak hukum yang dalam penelitian ini yaitu jaksa dan hakim tidak

menjalankan sanksi pidana pemiskinan koruptor dalam memberantas tindak

pidana korupsi. Jaksa dalam menjatuhkan tuntutan pidana berpegang teguh

pada undang-undang begitu juga dengan hakim tipikor dalam menjatuhkan

vonis berpegang teguh pada undang-undang.

3. Pelaksanaan sanksi pidana pemiskinan koruptor hanya dengan perampasan

aset hasil tindak pidana korupsi yang besarnya disesuaikan dengan kerugian

keuangan negara. Hal tersebut tidak dapat dikatakan memiskinkan

koruptor karena hanya aset yang berasal dari tindak pidana korupsi saja

yang dirampas dan belum tentu si koruptor akan menjadi miskin.

12

Pemiskinan koruptor dilakukan dengan perampasan seluruh benda-benda

yang merupakan hasil dari tindak pidana korupsi dan/atau dengan

pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sesuai dengan kerugian

keuangan negara yang diambil dan yang timbul dari tindak pidana korupsi.

Pemiskinan koruptor belum menjadi suatu terobosan hukum bagi penegak

hukum di Indonesia dalam memberantas tindak pidana korupsi.

B. Saran

1. Perlu adanya kerja sama baik di kalangan pemerintah, penegak hukum

maupun masyarakat dalam upaya perwujudan pemberantasan korupsi

supaya tujuan dalam pemberantasan korupsi dapat tercapai dengan baik.

2. Perlunya meningkatkan pemahaman konsep pemiskinan koruptor sebagai

alternative hukuman dalam pemberantasan korupsi sehinggan dapat

diimplementasikan secara optimal.

3. Perlu adanya ketegasan dalam pemberian sanksi terhadap koruptor salah

satunya pemiskinan koruptor dalam segala bidang aspek kehidupan guna

memberantas korupsi di Indonesia.

iii

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Patiro, Yopie Morya Immanuel. 2012. Diskresi Pejabat Publik dan Tindak

Pidana Korupsi, Bandung: CV Keni Media.

Hamzah, Andi. 2004. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana

Nasional dan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

B. Peraturan Perunndang-undangan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

C. Sumber Lainnya

Indonesia Corruption Watch, Basa-basi Berantas Korupsi,

http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&ci

d=13&artid=9426.

Dalam

http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/palembang/attachments/178_MENG

APA-SESEORANG-KORUPSI.

Putusan Berkekuatan Hukum Tetap,

http://nasional.kompas.com/read/2014/07/08/19441561/Putusan.Berkeku

atan.Hukum.Tetap.KPK.Eksekusi.Djoko.Susilo.

iii

Kasasi Ditolak, Andi Mallaranggeng Tetap DIhukum 4 Tahun,

https://news.detik.com/berita/d-2881640/kasasi-ditolak-andi-

mallarangeng-tetap-dihukum-4-tahun.

Hukuman Anas Urbaningrum Menjadi 14 Tahun, Bayar 57 M dan Hak Dipilih

Dicabut,

http://nasional.kompas.com/read/2015/06/08/20072581/Hukuman.Anas.

Urbaningrum.Jadi.14.Tahun.Bayar.Rp.57.M.dan.Hak.Dipilih.Dicabut.

Mantan Menteri Agama Syuryadharma Ali DIvonis 6 Tahun Penjara,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160111223215-12-

103605/mantan-menteri-agama-suryadharma-ali-divonis-6-tahun-

penjara/.

KPK Tempuh Upaya Banding Atas Kasus Anglina Sondakh,

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/11/kpk-tempuh-upaya-

banding-atas-vonis-angelina-sondakh.