134
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini masalah kurang gizi pada anak semakin meningkat Berdasarkan Angka Human Development Indeks (HDI), indonesia menduduki peringkat ke 112 didunia tidak tertutup kemungkian peringkat ini akan bergeser keposisi paling rendah atau memburuk. Kenyataan di lapangan setelah Nusa Tenggara Barat hampir seluruh daerah Indonesia segera melaporkan adanya kasus kurang gizi di wilayahnya (Admin, 2006). Sedangkan pada data yang diperoleh dari dinas kesehatan di wilayah kabupaten jombang pada tahun 2007 jumlah gizi buruk 52 balita dari105.368 balita yang ada. Sementara itu berdasarkan penimbangan ternyata terdapat balita Bawah Garis Merah 2.659 balita (3,85%), perkembangan kasus Bawah Garis Merah sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat dan masalah status gizi balita merupakan salah satu indikator yang 1

KTI GIZI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhgf

Citation preview

Page 1: KTI GIZI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Saat ini masalah kurang gizi pada anak semakin meningkat Berdasarkan

Angka Human Development Indeks (HDI), indonesia menduduki peringkat ke 112

didunia tidak tertutup kemungkian peringkat ini akan bergeser keposisi paling

rendah atau memburuk. Kenyataan di lapangan setelah Nusa Tenggara Barat

hampir seluruh daerah Indonesia segera melaporkan adanya kasus kurang gizi di

wilayahnya (Admin, 2006). Sedangkan pada data yang diperoleh dari dinas

kesehatan di wilayah kabupaten jombang pada tahun 2007 jumlah gizi buruk 52

balita dari105.368 balita yang ada. Sementara itu berdasarkan penimbangan

ternyata terdapat balita Bawah Garis Merah 2.659 balita (3,85%), perkembangan

kasus Bawah Garis Merah sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan

kecenderungan meningkat dan masalah status gizi balita merupakan salah satu

indikator yang menggambarkan tingkat status gizi. Sedangkan dari 21 kecamatan

yang terdapat di wilayah kabupaten jombang ditemukan kecamatan Bareng

khususnya desa Banjaragung menduduki tingkat pertama, yaitu terdapat 75%

balita yang berada dibawah garis merah (profil kesehatan jombang, 2007: 12).

Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam

kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. (Lubis, 2003). Faktor-

faktor yang mempengaruhi status gizi UNICEF (1992) yang dikutip dari

Supariasa (2001) antara lain: produk pangan (jumlah dan jenis makanan),

akseptabilitas, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu (pengadaan bahan

1

Page 2: KTI GIZI

makanan) keterbatasan ekonomi, kebiasaan makan, sanitasi makanan (penyiapan,

penyajian, penyimpanan), dan pentingnya pengetahuan gizi. Di dalam faktor

pengadaan bahan makanan oleh keluarga diperlukan pengetahuan orang tua.

Karena dengan pengetahuan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala

informasi dari luar terutama tentang tata cara mengasuh anak yang baik,

bagaimana kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui seseorang atau

kepandaian seseorang (Ali L, 1995). Jika pengetahuan gizi ibu baik, maka

diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik, dengan pengetahuan baik, ibu

hamil akan lebih mampu mengatur pola makannya agar bayi lahir dengan berat

badan yang normal. Oleh karena salah satu penyebab dari gangguan gizi adalah

kurangnya pengetahuan tentang gizi (Kusumawati, Mutalazimah, 2004).

WHO (2000) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi kurang

gizi kedalam 4 kelompok yaitu rendah (dibawah 10 persen), sedang (10 – 19

persen), tinggi (20 – 29 persen) dan sangat tinggi (30 persen). Dengan

mengelompokkan prevalensi kurang gizi berdasarkan WHO, Indonesia tahun

2005 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena

5.119.935 (28,47 persen) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok

gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini cenderung meningkat pada tahun 2006

sampai 2007. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dalam

laporan satu tahun pada tahun 2005 yang mengalami gizi buruk 1,6%, gizi kurang

12,32 persen, gizi baik 80,24 persen, gizi lebih 4,01 persen dari jumlah anak balita

di wilayah Jombang sebanyak 8.981 balita. Sedangkan 2005 – 2006 yang

mengalami gizi buruk 1,52 persen, gizi kurang 12,02 persen, gizi baik 79,80

2

Page 3: KTI GIZI

persen, gizi lebih 4 persen dan jumlah anak balita di wilayah Jombang sebanyak

9.880 balita. Hasil dari kompilasi 34 puskesmas di Kabupaten Jombang, jumlah

balita yang ada 96.406, balita yang ditimbang. Jumlah balita di Kabupaten

Jombang pada tahun 2010 adalah 106.240 balita, yang ditimbang sebanyak 73.973

balita (69,6%), yang naik berat badannya 46.950 balita (63,5%), balita BGM

sebanyak 1.990 (2,69%) dan balita gizi buruk sebanyak 38 balita (0,05%). Jumlah

balita BGM masih dibawah batas toleransi SPM tahun 2010 yang sebesar <13%.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui

bagaimana Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum dan

sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten Jombang

tahun 2012

1.2 Rumusan Masalah

Adakah perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum dan

sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten Jombang

tahun 2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum

dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten

Jombang tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang gizi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas tembelang Kabupaten Jombang tahun 2011.

3

Page 4: KTI GIZI

2. Mengetahui Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita

sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas

Tembelang kabupaten Jombang tahun 2012

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti :

Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang gambaran

hubungan pemberian penyuluhan pengetahuan ibu tentang gizi

terhadap gizi pada balita di Puskesmas Tembelang Kabupaten

Jombang tahun 2011.

2. Bagi peneliti lain :

Diharapkan dapat menjadi sumber data awal/pendahuluan untuk

penelitian selanjutnya tentang gizi pada balita.

3. Bagi akademik :

Karya tulis akhir ini diharapkan mampu menjadi suatu bahan kajian untuk

pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang

gizi pada balita.

4. Bagi masyarakat:

Memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat terutama ibu

yang memiliki balita supaya memberikan gizi yang cukup.

5. Bagi puskesmas :

Karya tulis akhir ini diharapkan dapat menjadi sumber data untuk

menurunkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Tembelang

Kabupaten Jombang.

4

Page 5: KTI GIZI

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui seseorang atau

kepandaian seseorang (Ali L, 1995). Menurut Notoatmodjo Pengetahuan adalah

merupakan hasil dari “Tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui

panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa

dan peraba (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan pada dasarnya terjadi dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan untuk dapat mencapai masalah yang dihadapinya. Pengetahuan

tersebut diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang

lain (Notoatmodjo, 2005).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo, 2005). Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup

dalam domain kognitif, yakni :

1. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa

5

Page 6: KTI GIZI

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3. Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang nyata.

4. Analisa (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam

beberapa komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesa (Synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan beberapa bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesa adalah kemampuan untuk menyusun berbagai formulasi

yang ada.

6

Page 7: KTI GIZI

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Berbagai penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan berbagai kriteria

yang telah ada.

2.1.3 Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang

(Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih

rendah (Notoatmodjo, 2005).

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif (Notoatmodjo,

2005).

4. Fasilitas

Berbagai Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

7

Page 8: KTI GIZI

pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku

(Notoatmodjo, 2005).

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk

menyediakan atau membeli berbagai fasilitas sumber informasi (Notoatmodjo,

2005).

6. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2005).

2.1.4 Cara memperoleh pengetahuan

A. Cara Tradisional ( non-ilmiah)

1. Cara Coba-salah (Trial and Error)

Cara coba-salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, apabila kemungkinan tidak berhasil dicoba kemungkinan

yang lain. Apabila kemungkinan yang kedua ini gagal maka dicoba kembali

dengan kemungkinan ketiga dan apabila kemungkinan ketiga gagal dapat dicoba

kemungkinan keempat dan seterusnya sampai masalah tersebut dapat terpecahkan

(Notoatmodjo, 2005).

2. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu

pengetahuan. Misalnya kebanyakan orang masih melestarikan tradisi/kebiasaan

warisan leluhur seperti selapanan (Notoatmodjo, 2005).

8

Page 9: KTI GIZI

3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan guru yang baik (kata pepatah), mengandung

maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, oleh sebab itu

pengalaman pribadipun dapat dipakai sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu yang telah

berhasil dilakukan dan diterapkan kembali untuk memecahkan masalah pada saat

sekarang (Notoatmodjo, 2005).

4. Melalui Jalan Pikiran

1. Melalui induksi

Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pertanyaan khusus kepertanyaan yang bersifat umum. Hal ini berarti

pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman yang ditangkap oleh

indra. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan

seseorang untuk memahami suatu gejala. Proses pemikiran induksi

dikelompokakan menjadi 2 yakni:

a. Induksi sempurna terjadi apabila kesimpulan yang diperoleh dari

penjumlahan dari kesimpulan khusus.

b. Induksi tidak sempurna terjadi apabila kesimpulan tersebut diperoleh dari

lompatan pertanyaan yang khusus (Notoatmodjo, 2005).

2. Melalui deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pertanyaan umum ke

khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduktif ke

dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Merupakan suatu bentuk deduktif

9

Page 10: KTI GIZI

yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih

baik. Silogisme terdiri dari 3 bentuk pertanyaan, yaitu:

1. Pertanyaan pertama (premis mayor) yang berisi pertanyaan yang bersifat

umum.

2. Pertanyaan kedua (premis minor) yang sifatnya lebih khusus dari

pertanyaan pertama.

3. Pertanyaan ketiga (konklusi ) merupakan kesimpulannya (Notoatmodjo,

2005)..

B. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “ Metodologi Penelitian atau Metode

Penelitian Ilmiah “ (Notoatmodjo, 2005).

2.1.5 Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo, 2005). Beberapa teori

lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis

faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan

dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam Notoatmodjo,

2005) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor, yaitu :

10

Page 11: KTI GIZI

1). Faktor pengaruh (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai.

2). Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya berbagai fasilitas atau sarana kesehatan.

3). Faktor penguat ( reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

2.2 Pengertian Gizi

Kata gizi berasal dari bahasa arab “Ghidza” yang berarti makanan. Menurut

dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan

nutrision dengan mengejanya sebagai “Nutrisi“ (Yuniastuti, 2008).

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikomsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, merupakan indek yang statis dan agresif sifatnya kurang peka

untuk melihat terjadinya perubahan dalam kurun waktu pendek misalnya bulanan

(Supariasa, 2002).

2.2.1 Penilaian Status Gizi Anak

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok

masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal

dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri

11

Page 12: KTI GIZI

disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel

tersebut adalah sebagai berikut:

a.Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang

salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat,

menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang

tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn

untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.

Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari.

Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur

dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat

peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi

maupun konsumsi makanan yang menurun. (Djumadias Abunain, 1990)

Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan

menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan

berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam

penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling

banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya

saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat

12

Page 13: KTI GIZI

menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke

waktu. (Djumadias Abunain, 1990)

c.Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang

dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat

baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan

dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa

balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi

badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut

Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang

lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini

pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak

baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI,

2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting

untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang

berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan

fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan

sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila

dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB,

menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10

% menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang

13

Page 14: KTI GIZI

sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

(M.Khumaidi, 1994)

Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB

Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS

NoIndeks yang

dipakaiBatas

PengelompokanSebutan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk  - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang  - 2 s/d +2 SD Gizi baik  > +2 SD Gizi lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk

Sumber : Depkes RI 2004.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua

versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score =

z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya

relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan

dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished)

lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap

median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).

Tabel 2.2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri

(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

NoIndeks yang digunakan

InterpretasiBB/U TB/U BB/TB

1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang giziRendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +

2 Normal Normal Normal Normal

14

Page 15: KTI GIZI

Normal Tinggi Rendah Sekarang kurangNormal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang

3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normalTinggi Rendah Tinggi ObeseTinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan

mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan

(NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang

Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000

oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta

di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang

terlihat pada tabel 2.

Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut

Diketahui BB= 60 kg TB=145 cm

Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan

WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki

usia 15 tahun

Table 2.3 weight (kg) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS

Age Standard DeviationsYr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd15 0 31.6 39.9 48.3 56.7 69.2 81.6 94.1Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

15

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

Page 16: KTI GIZI

Table 2.4 weight (kg) by stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHSStature Standard Deviations

cm -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd145 0 24.8 28.8 32.8 36.9 43.0 49.2 55.4Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table 2.5stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHSStature Standard DeviationsYr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd

15 0 144.8 152.9 160.9 169.0 177.1 185.1 193.2Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Jadi untuk indeks BB/U adalah

= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD

= status gizi baik

Untuk IndeksTB/U adalah

= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD

= status gizi pendek

Untuk Indeks BB/TB adalah

= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD

= status gizi gemuk

2.2.2 Definisi Operasional Status Gizi

Konsep gizi yang menyatakan bahwa manusia memerlukan zat-zat tertentu

dari makanan dalam jumlah tertentu pula, pada dasarnya adalah konsep abad

modern. Oleh karena itu gizi baru diakui sebagai ilmu pengetahuan (sain) pada

awal abad ke-20 setelah penemuan bidang ilmu lain khususnya di bidang ilmu

kimia, fisiologi (faal), dan penemuan vitamin, protein, dan zat gizi lain yang

menjadi dasar ilmu gizi (Djumadias Abunain, 1990).

16

Page 17: KTI GIZI

Perkembangan ilmu gizi dan teknologi pangan mengikuti perkembangan

masalah yang dihadapi manusia. Dari waktu ke waktu ilmu gizi menghadapi

tantangan untuk dapat menentukan jenis dan kecukupan gizi yang optimal untuk

mendukung kelangsungan hidup manusia yang aktif, cerdas dan produktif.

Dengan tantangan tersebut dan adanya krisis ekonomi yang sampai saat ini masih

banyak dirasakan oleh penduduk miskin, maka perlu revitalisasi Posyandu sebagai

salah satu alternatif untuk pemanatauan pertumbuhan anak Balita (Djumadias

Abunain, 1990).

Adanya tantangan perkembangan ilmu dan tuntutan masyarakat akan

pemenuhan zat gizi, maka ilmu gizi semakin bersifat ‘interdisiplin’ sebagai sain

dan aplikasinya dalam pembangunan manusia secara utuh. Dengan demikian

untuk memecahkan masalah gizi dan kemiskinan diperlukan ilmu pertanian,

teknologi pangan, biokimia, biomolekuler, genetika, fisiologi, toksikologi,

epidemiologi serta ilmu sosial dan perilaku (Djumadias Abunain, 1990).

Ada empat masalah gizi utama di Indonesia, yaitu anemia gizi besi (AGB),

Kurang Vitamin A (KVA), Kurang Energi Protein (KEP) dan Gangguan akibat

kurang Iodium (GAKI). Semua masalah gizi tersebut penanganannya terpadu

dilakukan di Posyandu (Djumadias Abunain, 1990).

2.2.3 Triguna Makanan

Triguna makanan adalah makanan yang beraneka ragam yaitu makanan

yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh, baik kualitas

maupun kuantitas. (Djumadias Abunain, 1990).

Zat gizi sumber energi

17

Page 18: KTI GIZI

Diperlukan energi untuk mempertahankan fungsi tubuh agar dapat

berfungsi dengan baik, peredaran darah, persyarafan, pernapasan, gerak

otot. Energi ini didapat dari karbohidrat, lemak, dan protein yang

dikomsumsi melalui makanan. Makanan yang banyak mengandung

karbohidrat, lemak, dan protein seprti nasi, roti, sereal, gandum, pasta,

havermut, biscuit.

Kebutuhan energi akan bertambah jika seseorang melakukan

kegiatan fisik, pergerakan otot. Besarnya kebutuhan energi tergantung

pada kegiatan atau aktifitas. Apabila denyut jantung melebihi normal

maka, kebutuhan energi akan bertambah.

Zat gizi pembangun tubuh

Zat gizi protein sebagai zat pembangunan tubuh sangat diperlukan

untuk membentuk struktur tubuh, terutama dalam pembentukan jaringan

baru, juga pembentukan enzim, hormone, dan anti biotibodi. Contoh

makanan yang banyak mengandung protein seperti ikan, seafood, unggas,

daging sapi, hati, dan telur. Protein nabati seperti tahu, tempe, kacang

polong, kacang-kacangan. Susu dan produk olahannya, seperti keju dan

yoghurt

Zat gizi pengatur

Untuk mengatur jalanya metabolisme di dalam tubuh, diperlukan

vitamin dan mineral yang banyak didapat dari sayur-sayuran berwarna

hijau dan juga pada buah-buahan barwarna kuning dan merah.

Dengan mengkomsumsi sayur dan buah, selain mendapatkan

vitamin dan mineral didapat juga serat yang sangat dibutuhkan tubuh.

18

Page 19: KTI GIZI

Oleh karena itu, dengan adanya serat, tubuh tetap merasa kenyang, terjadi

pergerakan usus dan akan memperlancar buang air besar. Berarti

mengkomsumsi buah-buahan dan sayuran, mutlak diperlukan seseorang

untuk sehat. (Djumadias Abunain, 1990).

2.2.4 Pertumbuhan dan Gizi Seimbang

Tahap pertumbuhan anak pada tahun pertama sangat cepat, kemudian

akan berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun. Pertumbuhan

akan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik, pada masa akil balik usia

12-16 tahun pertumbuhannya akan kembali cepat. Pertumbuhan akan kembali

melambat secara berangsur-angsur sampai usia kira-kira 18 tahun akan berhenti

(Supariasa, 2002).

Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka

disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang

dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi

dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi yang baik dan sehat

atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila

dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu,

misalnya anak tersebut akan kurus, atau pendek (Supariasa, 2002).

Pada anak normal pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan

kesehatan yang baik dan gizi seimbang/baik. Salah satu cara terbaik untuk

mengukur kesehatan seorang anak adalah dengan mengukur pertumbuhannya, dan

salah satu cara termudah untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan

menimbang berat badan anak secara teratur dan membandingkannya dengan berat

badan standar sesuai umur. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang paling

19

Page 20: KTI GIZI

banyak digunakan yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan

tubuh. Berat badan sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan mendadak, seperti

terserang infeksi atau diare, konsumsi makanan yang menurun. Sebagai indikator

status gizi, barat badan dalam bentuk indeks berat menurut umur (BB/U) dan

berat menurut tinggi badan (BB/TB) memberikan gambaran keadaan kini (Nency,

2005).

2.2.5 Kelompok Rawan Gizi

Yang dimaksud dengan kelompok rawan gizi adalah kelompok masyarakat

yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena

kekurangan penyediaan bahan makanan. Adapun yang termasuk ke dalam

kelompok rawan gizi ialah : bayi umur 0 – 1 tahun, kelompok balita 1 - 5 tahun,

dan kelompok anak sekolah 6 – 13 tahun.

1) Kelompok bayi

Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang paling tinggi, bila

dinyatakan dalam satuan berat badan, karena bayi sedang adalam periode

pertumbuhan yang sangat pesat. Bayi sehat yang dilahirkan dengan berat badan

cukup sekitar 2,5 – 3,5 kg, maka berat badannya akan naik 300-500 gram per

bulannya (Nency, 2005).

Makanan bayi yang alamiah adalah ASI yang dianjurkan diberikan kepada

bayi sampai sekitar 2 tahun. Pada umur 2 tahun ASI dihentikan dan makanan

anak diganti dengan jenis makanan orang dewasa yang dikonsumsi oleh

keluarga umumnya. Penggantian ASI dengan makanan untuk orang dewasa

(menyapih) sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur agar anak dan alat

pencernaannya mengadakan penyesuaian sedikit demi sedikit (Nency, 2005).

20

Page 21: KTI GIZI

2) Kelompok Balita

Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan

yang pesat, namun anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling

sering menderita kekurangan gizi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

mengenai hal tersebut, dimana anak balita masih dalam periode transisi dari

makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi

(Nency, 2005).

3) Kelompok Anak Sekolah

Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang

lebih baik dari kelompok balita, walaupun demikian masih terdapat berbagai

kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang

kurang. Keluhan yang banyak disuarakan oleh kaum ibu mengenai kelompok

umur ini yaitu bahwa mereka kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali

disuruh makan yang cukup dan teratur (Nency, 2005).

2.2.6 Gizi Kurang dan Dampaknya

Proses metabolik anak relatif lebih aktif dibandingkan dengan orang

dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat

badan karena sebagian dari makanan tersebut harus digunakan untuk

pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang

mengandung cukup kalori, selain kalori dalam makanan harus cukup tersedia

protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa asam lemak dalam

jumlah tertentu. Apabila jumlah minimal keperluan tersebut tidak dapat

dipenuhi dalam waktu lama akan timbul gejala gizi kurang (6).

21

Page 22: KTI GIZI

Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas

generasi mendatang. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami

gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Beberapa dampak

gizi kurang pada balita antara lain :

- Pertumbuhan fisik terhambat, anak akan mempunyai tinggi badan lebih

pendek.

- Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ

lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko

kehilangan IQ 10-13 poin.

- Daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi,

yang semakin memperburuk keadaan gizi (7).

Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang

terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di

negara-negara sedang berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis

yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran

kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat

dalam bentuk ringan. Gejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat

bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya.

Etiologi KEP dibedakan menjadi dua yaitu etiologi langsung dan etiologi

tidak langsung :

a. Penyebab langsung: masukan makanan yang kurang dan penyakit atau

kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorpsi dan lain-

lain. anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh

secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.

22

Page 23: KTI GIZI

b. Penyebab tidak langsung: faktor ekonomi, faktor perumahan dan sanitasi,

faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan dan

lain-lain.

Faktor etiologi bervariasi sehingga derajat KEP pun bervariasi dari yang

ringan sampai yang berat (marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor).

KEP ringan dan sedang merupakan keadaan patologik akibat kekurangan energi

dalam waktu yang cukup lama, meskipun masukan protein dan zat gizi lainnya

mungkin cukup.

Marasmus dimulai dari mengurangnya hingga hilangnya lemak subkutan

yang berlanjut dengan menyusutnya jaringan otot serta organ lain, baik morfologi

maupun fungsinya (dikatakan anak marasmik hidup dari tubuhnya/makan

tubuhnya sendiri).

Kwashirkor dapat terjadi akibat tubuh selalu kekurangan protein dalam diit

dan lebih banyak mendapat diit kaya karbohidrat (energi relatif cukup).

Marasmik-kwashiorkor merupakan peralihan yang terjadi dari kwashiorkor

menjadi marasmus atau sebaliknya, bergantung pada diit yang diperolehnya.

2.2.7 Penyebab Masalah Gizi

Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat

termasuk kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi

masyarakat yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Penurunan status gizi

ini dapat terjadi pada kelompok rawan gizi. (Nency, 2005)

23

Page 24: KTI GIZI

Untuk mempertahankan status gizi yang baik perlu intervensi gizi melalui

pemberian makanan tambahan (PMT) khususnya kepada keluarga miskin dan

kelompok yang rentan gizi. (Nency, 2005)

Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan

makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh

ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan,

pola asuh yang tidak memadai . (M.Khumaidi, 1994)

Beberapa penelitian tentang penyebab masalah gizi di Indonesia adalah

sebagai berikut . (M.Khumaidi, 1994) :

1. Pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Masih rendahnya bayi yang mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan.

Berdasarkan SDKI 1995 sekitar 54% ibu yang memberikan ASI secara

ekslusif , dan hasil data dasar ASUH antara 7-13% (2002), beberapa alasan

sehingga tidak semua ibu memberikan ASI pada bayinya adalah jumlah ASI

kurang memadai sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi, tidak

selamanya ibu bersama-sama dengan bayi, pada umumnya faktor pekerjaan,

faktor kesehatan ibu yang kurang memadai, misalnya ibu menderita suatu

penyakit yang dikhwatirkan dapat menular kepad bayinya kemudian alasan

estetika, seorang ibu akan lebih mementingkan keindahan tubuhnya daripada

kesehatan anaknya.

Setelah bayi lahir, tidak semua ibu memberikan ASI . Hanya sepertiga ibu

yang memberikan ASI pada hari pertama setelah melahirkan. ASI yang

pertama keluar mengandung kolostrum yang penting bagi pertahanan tubuh

dan perkembangan bayi selanjutnya.

24

Page 25: KTI GIZI

Bayi sudah diperkenalkan dengan makanan lain selain ASI pada minggu

pertama setelah kelahiran. Terdapat 26-49% ibu dan 13-33% bidan

memperkenalkan makanan lain selain ASI pada minggu pertama setelah

kelahiran.

2. Interaksi ibu dan anak

Interaksi ibu dan anak berdampak positif dengan keadaan gizi anak. Anak

yang mendapat perhatian lebih secara fisik maupun emosional, maka keadaan

gizinya lebih baik dibandingkan teman sebayanya yang kurang mendapat

perhatian dari orang tua.

3. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan

Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa

konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh terhadap status

pertumbuhan anak. Data dasar ASUH 2002, menunjukkan bahwa :

Balita yang pernah ditimbang sebanyak 60,1%-85,9% dan

30,9-58,8% diantaranya yang ditimbang secara teratur setiap bulannya.

Suplementasi kapsul vitamin A diberikan kepada 50,4%-%9%

bayi

Kunjungan neonatal sekitar 21,5%-62,2% dan 31,3%-3,57%

bayi yang mendapat imunisasi campak

4. Kesehatan lingkungan

Selain ketidakseimbangan asupan makanan penyakit infeksi juga

mempengaruhi gizi. Kesehatan lingkungan yang baik artinya tersedianya sarana

air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat, akan mengurangi resiko kejadian

penyakit infeksi.

25

Page 26: KTI GIZI

5. Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga

Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah

keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga

tidak dapat dipenuhi.

2.2.8 Status Gizi

Status gizi (nutritional status) merupakan ekspresi dari keseimbangan

dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk

variabel tertentu. Dalam pembahasan status gizi ada 3 konsep yang satu sama lain

saling berkaitan. Ketiga konsep itu adalah (9):

1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses

pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan

produksi energi. Proses ini disebut gizi (nutrition). (Supariasa, 2002)

2. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu

pihak dan pengeluaran oleh organisme dipihak lain disebut “nutriture”.

3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” terlihat

melalui variabel tertentu disebut sebagai status gizi (nutritional status).

Oleh karena itu dalam merujuk keadaan gizi seseorang perlu disebutkan

variabel yang digunakan dalam penentuan, misalnya tinggi badan (TB) atau

variabel pertumbuhan lainnya. Variabel yang digunakan dalam menentukan status

gizi disebut indikator status gizi (9).

Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan 2 metode yaitu metode langsung

dan metode tidak langsung. Metode langsung antara lain pemeriksaan

26

Page 27: KTI GIZI

antropometri, tanda-tanda klinis, biokimiawi dan biofisik. Sedangkan pemeriksaan

dengan metode tidak langsung yaitu dengan melihat statistik vital, konsumsi

makanan dan faktor ekologi (7).

Perbedaan antara status gizi dan indikator status gizi yaitu bahwa indikator

status gizi memberikan refleksi tidak hanya status gizi tetapi refleksi dari

pengaruh-pengaruh faktor non gizi. Oleh karena itu indikator yang digunakan

walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik untuk status gizi (7).

Klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku. Baku antropometri yang

sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO NCHS. Berdasarkan baku Harvard

status gizi dapat dibagi menjadi empat, yaitu (8):

1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.

2. Gizi baik untuk well nourished

3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition)

4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmus-kwashiorkor

dan kwashiorkor.

Tabel 2.6 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI tahun 1999.

Kategori Cut of point*)

Gizi lebih > 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi baik 80 %-120% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi sedang 70%-79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi kurang 60%-69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

*) Laki-laki dan perempuan sama

27

Page 28: KTI GIZI

Tabel 2.7 Klasifikasi menurut WHO8:

BB/TB BB/U TB/U Status Gizi

Normal Rendah Rendah Baik, Pernah Kurang

Normal Normal Normal Baik

Normal Tinggi Tinggi Jangkung

Rendah Rendah Tinggi Buruk

Rendah Rendah Normal Buruk, Kurang

Rendah Normal Tinggi Kurang

Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas

Tinggi Tinggi Normal Lebih, tanpa obesitas

Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah obesitas

2.3 Deteksi pertumbuhan

Untuk melakukan deteksi pertumbuhan seorang anak diperlukan 2

komponen penting yaitu pengukuran antropometri dan kurva pertumbuhan sebagi

baku. (Supariasa, 2002)

2.3.1 Antropometri

Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk

menilai status gizi perorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri

dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu dengan latihan yang cepat dan sederhana.

Indikator antropometri pada umumnya dianggap sebagai alat pengukur

status gizi yang amat sensitif. Tingginya sensitivitas ini ditunjukkan dengan fakta

proses penyesuaian terhadap kekurangan gizi menyangkut terhambatnya

pertumbuhan tubuh serta penggunaan lemak dan otot. Akibat dari kekurangan gizi

28

Page 29: KTI GIZI

terjadi pada tahap awal dan makin berat apabila kekurangan itu makin meningkat,

artinya respon terhadap kesenjangan gizi berlaku cepat dan berkelanjutan,

meskipun harus diingat bahwa tidak semua indeks antropometri mempunyai

sensitivitas sama untuk perubahan keadaan gizi. (Supariasa, 2002)

Ukuran-ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari pengaruh

faktor genetik dan lingkungan seperti konsumsi makanan dan penyakit infeksi.

Keadaan pertumbuhan seseorang erat kaitannya dengan masalah konsumsi energi

dan protein, sehingga ukuran-ukuran sederhana tubuh dijadikan refleksi keadaan

pertumbuhan misalnya berat badan dan tinggi badan. Hal ini dapat digunakan

untuk menilai gangguan pertumbuhan dan keadaan kurang gizi akibat defisiensi

energi atau protein. Dengan kata lain antropometri atau ukuran tubuh dapat

memberi gambaran status energi dan protein seseorang (status gizi.

Beberapa macam antropometri yang digunakan antara lain : Berat Badan

(BB), Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB), Lingkaran Lengan Atas

(LLA), Lingkaran Kepala (LK), Lingkaran Lengan Dada (LD), dan lapisan

Lemak Bawah Kulit (LLBK). Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak

digunakan adalah BB dan TB, pada umumnya dilakukan pada anak-anak di bawah

lima tahun (balita). Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri

disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain seperti : BB/U,

PB/U atau TB/U, BB/TB atau BB/P. (Supariasa, 2002)

2.3.2 Ukuran Antropometrik

1. Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometik yang terperpenting dipakai

pada kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok umur.

29

Page 30: KTI GIZI

Berat badan merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang

ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-

lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator pada saat ini untuk

mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap

perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi dan dapat

ditimbang dengan alat relatif murah. Kerugian indikator berat badan ini

tidak sensitif terhadap proporsi tubuh misalnya pendek gemuk atau tinggi

kurus.

2. Panjang badan/ Tinggi badan

Panjang badan/Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua yang

terpening. Keistimewaannnya adalah ukuran panjang/tinggi badan pada

masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal tercapai.

Walaupun kemudian tinggi badan ini berfluktuasi dimana tinggi badan

meningkat pesat pada masa bayi kemudian melambat dan menjadi pesat

kembali (adolesence growth spurt), selanjutnya melambat lagi dan akhirnya

berhenti pada umur 18-20 tahun. tulang-tulang anggota gerak berhenti

bertambah panjang. (Supariasa, 2002)

3. Lingkaran kepala

Lingkaran kepala mencerminkan volume intrakaranial, dipakai untuk

menaksir pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal, maka

kepala akan kecil, sehingga lingkar kepala akan lebih kecil dari normal

(mikrosefal) Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan

serebrospinal pada hidrosefalus akan meningkatkan volume kepala,

30

Page 31: KTI GIZI

sehingga lingkaran kepala akan lebih besar dari normal (makrosefal).

(Supariasa, 2002)

4. Lingkaran lengan atas

Lingkaran lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan

otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingan

dengan berat badan. Dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/keadaan

tumbuh kembang pada kelompok usia pra sekolah.

5. Lipatan kulit

Tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan subskapular merupakan

refeleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit, yang mencerminkan

kecukupan energi. Dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya kadaan gizi lebih,

khususnya pada kasus obesitas. (Supariasa, 2002)

Baku patokan

Bebertapa baku antropometrik berat badan dan tinggi badan yang

dikenal saat ini adalah sebagai berikut

a. Baku Boston atau Harvard

Baku Harvard disusun berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian

Stuart (1930-1939) pada sejumlah anak Kaukasia dengan gisi relatif baik di

Ameriksa Serikat. Baku Harvard dipergunakan secara luas pada kartu

pertumbuhan di Amerika Latin dan Asia.

31

Page 32: KTI GIZI

b. Baku Tanner

Data yang dipergunakan pada baku Tanner diperoleh dari penelitian di

berbagai negara di Eropa yaitu Perancis, Belanda, Swedia, Swiss, dan

Inggris. Baku Tanner ini dipakai sebagai baku pertumbuhan untuk Inggris

oleh International Children.s Centre UK Study. David Morley, tahun 1975

menggunakan baku Tanner untuk menyusun kartu pertumbuhan anak

pertama yang dikenal dengan Rood to Health Chart.

c. Hasil penelitian di Indonesia

Jumadias tahun 1964 mengumpulkan data berat dan tinggi badan anak usia

6-18 tahun dengan menggunakan persentil. Berdasarkan penelitian tersebut

didapatkan persentil ke-50 Jumadias berada di bawah 80% persentil ke-50

NCHS. Sedangkan persentil ke-90 Jumadias berada pada persentil ke-50

NCHS.

Husaini YK, dkk, mengumpulkan data berat dan panjang badan bayi usia 0-

12 bulan serta berat dan tinggi badan anak usia 12-60 bulan di Klinik gizi

Bogor periode 1970-1984 sebagai bahan referensi antropometrik nasional.

d. Baku NCHS

Baku NCHS pertama tahun 1977 disusun berdasarkan data berat badan,

tinggi badan pada populasi di Amerika sejak tahun 1860 yang dikumpulkan

oleh National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) secara

berkala. Baku NCHS ini dipakai oleh WHO.

e. CDC 2000

Kurva CDC, dipublikasikan pada bulan Mei 2000, merupakan

perbaikan/revisi dari Kurva yng dibuat olleh National Center for Health

32

Page 33: KTI GIZI

Statistics (NCHS) pada tahun 1977 dan terdapat tambahan berupa Kurva

Indeks Masa Tubuh terhadap umur. CDC menganjurkan penggunakan kurva

IMT/U untuk semua anak berusia 2 samapi 20 tahun menggantikan kurva

sebelumnya (1977) berat terhadan umur

2.3.3 Deteksi Pertumbuhaan Menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)

David Morley merupakan pelopor yang menggunakan kartu pertumbuhan

anak yang disebut “ road to health chart” pada tahun 1975 di desa Imesim Nigeria.

Kartu ini merupakan gambar kurva berat badan anak berusia 0-5 tahun. Kartu ini

juga dilengkapi dengan beberapa atribut penyuluhan dan catatan yang penting

untuk diingat dan diperhatikan oleh ibu/ petugas kesehatan, antara lain riwayat

kelahiran, imunisasi, pemberian ASI, dll.7 Oleh UNICEF kartu ini diadopsi

sebagai komponen integral pada pelayanan kesehatan primer secara menyeluruh

yang sangat bermanfaat bagi negara-negara berkembang. (Supariasa, 2002)

Garis acuan yang digambarkan pada KMS Morley dipakai persentil sesuai

dengan International Children’s Centre UK Study yaitu sebagai berikut:

a. Garis atas adalah persentil ke-50 berat badan rata-rata untuk laki-

laki

b. Garis bawah adalah persentil ke-3 berat badan anak wanita.

KMS yang ada di Indonesia pada saat ini berdasarkan perbaikan yang

dilakukan pada tahun 1995, dimana Standar Harvard diganti dengan standar

WHO-NCHS, Grafik pada KMS dimulai dari yang terkecil 70% (garis merah)

sampai dengan sebesar 120% baku Median Standar WHO-NCHS.

33

Page 34: KTI GIZI

Pengukuran status gizi dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)

1) Definisi

KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan

murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.

Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu

dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,

termasuk bidan dan dokter.

KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga

untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau

ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.

KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan

untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan

gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan-

nya.

34

Page 35: KTI GIZI

KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,

imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan

anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian

makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.

KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang

tua balita tentang kesehatan anaknya.

2) Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)

Manfaat KMS adalah :

a) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara

lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi,

penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian

ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.

b) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak

c) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk

menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.

3) Cara Memantau Pertumbuhan Balita

Pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil

penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil

penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan

sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik

pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,

mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya

a) Balita naik berat badannya bila :

(1) Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau

35

Page 36: KTI GIZI

(2) Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya.

Indikator KMS bila balita naik berat badannya

b) Balita tidak naik berat badannya bila :

Garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar, atau garis

pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna dibawahnya.

Indikator KMS bila balita tidak naik berat badannya

c) Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami

gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung

dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.

36

Page 37: KTI GIZI

Indikator KMS bila berat badan balita dibawah garis merah

d) Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak nail (3T), artinya balita

mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke

Puskesmas/ Rumah Sakit.

Indikator KMS bila berat badan balita tidak stabil

e) Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.

37

Page 38: KTI GIZI

Indikator KMS bila berat badan balita naik setiap bulan

f) Balita sehat, jika : Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna

atau pindah ke pita warna diatasnya.

Indikator KMS bila pertumbuhan balita sehat

b. Pengukuran status gizi dengan NCHS

Kriteria keberhasilan nutrisi ditentukan oleh status gizi :

1) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NHCS.

2) Gizi kurang, jika berat badan menurut umur 61% sampai 80% standart WHO –

NHCS.

38

Page 39: KTI GIZI

3) Gizi buruk, jika berat badan menurut umur ≤ 60% standart WHO – NHCS.

Rumus Antropometri pada anak :

1) Berat badan

Umur 1 – 6 tahun = ( tahun ) x 2 + 8

2) Tinggi badan

Umur 1 tahun = 1,5 x tinggi badan lahir

Umur 2 – 12 tahun = umur ( tahun ) x 6 + 77

Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh :

1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan

(TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat

penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar

penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)

2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB

dan Pengukuran TB, kemudian dikurangi dengan tanggal kelahiran yang

diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing, dengan

ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.

a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z

score simpang baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen

terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al, dalam, Djuamadias,

Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :

Di mana: NIS

: Nilai Induvidual Subjek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

39

Page 40: KTI GIZI

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Hasil pengukuran dikategorikan sbb

1. Untuk BB/U

a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD

b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2

SD

c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD

2. TB/U

a. Pendek Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2

SD

c. Tinggi Bila SBB > +2 SD

3. BB/TB

a. Kurus Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2

SD

c. Gemuk Bila SSB > +2 SD

Dan juga status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks

antropomteri, (Depkes, 2004). Dan dikategorikan seperti yang ditunjuukan

pada tabel 3

Tabel 2.8 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

Interpretasi Indeks yang digunakan

BB/U TB/U BB/TB

40

Page 41: KTI GIZI

Normal, dulu kurang gizi Rendah Rendah Normal

Sekarang kurang ++ Rendah Tinggi Rendah

Sekarang kurang + Rendah Normal Rendah

Normal Normal Normal Normal

Sekarang kurang Normal Tinggi Rendah

Sekarang lebih, dulu kurang Normal Rendah Tinggi

Tinggi, normal Tinggi Tinggi Normal

Obese Tinggi Rendah Tinggi

Sekarang lebih, belum obese Tinggi Normal Tinggi

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber: Depkes RI, 2004

Tabel 2.9. ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN UNTUK ORANG INDONESIA

No UMUR BERAT BADAN

(kg)

TINGGI BADAN

(cm)

ENERGI

(Kkal)

PROTEIN (gram)

Vit.A

(RE)

Vit.D

(Mg)

Vit.E

(Mg)

Vit.K

(Mg)

1

2

3

4

5

Anak :

0-6 bulan

7-11 bulan

1-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

6

8,5

12

17

25

60

71

90

110

120

550

560

1000

1550

1600

10

16

25

39

45

375

400

400

450

500

5

5

5

5

5

4

5

6

7

7

5

10

15

20

25

6

7

Pria

10-12 tahun

13-15 tahun

35

45

138

150

2050

2400

50

60

600

600

5

5

11

15

35

55

41

Page 42: KTI GIZI

8

9

10

11

12

16-19 tahun

20-29 tahun

30-49 tahun

50-64 tahun

65 + keatas

55

56

62

62

62

160

165

165

165

165

2600

2550

2350

2250

2050

65

60

60

60

60

600

600

600

600

600

5

5

5

10

15

15

15

15

15

15

55

65

65

65

65

13

14

15

16

17

18

19

Wanita

10-12 tahun

13-15 tahun

16-19 tahun

20-29 tahun

30-49 tahun

50-64 tahun

65 + keatas

37

45

50

52

55

55

55

145

153

154

156

156

156

156

2050

2350

2200

1900

1800

1750

1600

50

57

50

50

50

50

50

600

600

600

500

500

500

500

5

5

5

5

5

10

15

11

15

15

15

15

15

15

35

55

55

55

55

55

55

Sumber: PenentuanStatus Gizi , (Supariasa, 2002)

2.3 Gizi Buruk

2.3.1 Definisi

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,

atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga

bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena

kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-

duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan

ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu

kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan

lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa

berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah

suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan

42

Page 43: KTI GIZI

kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan

gizi menahun (Nency, 2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).

Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu

standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah

standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar

dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk

kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).

2.3.2 Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis

dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala

yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan

otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan

kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati

dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun

setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus

adalah (Depkes RI, 2000) :

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan

otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

43

Page 44: KTI GIZI

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),

bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,

walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.

Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh

tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah

dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut

kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan

terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung

protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian

disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-

44

Page 45: KTI GIZI

tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan

kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

2.3.3. Patofisiologi gizi buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia

bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana

makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan

kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen

ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun

senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada

sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya

terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu

protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.

Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut

adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena

kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. (Depkes RI, 2000)

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).

Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella

dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti

gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan

protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan

lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL

dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,

pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. (Depkes RI, 2000)

45

Page 46: KTI GIZI

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema

disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular

menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.

Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor

tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium

berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,

selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma

pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel

dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang

rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya

gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah

kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan

makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu,

karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan

hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain

faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa

sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar

sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori

yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan

akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas

susu kaleng yang terlalu encer.

46

Page 47: KTI GIZI

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis

dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis

pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut

pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan

bila penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan

tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan

susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila

disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak

jatuh dalam marasmus. (Sadewa, 2008)

47

Page 48: KTI GIZI

2.3.4 Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja

terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di

samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk

akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga

sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain

yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem

pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga

mudah sekali terkena infeksi. (Sadewa, 2008)

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia

(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit

dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan

baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka

dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan

maupun perkembangannya. (Sadewa, 2008)

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya

dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan

mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu

pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi

patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. (Sadewa, 2008)

48

Page 49: KTI GIZI

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk

terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan

bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang

adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan

integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa

percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

2.4.5 Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang

dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita

penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering

diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,

perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor

kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah

kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan

kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama

lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam

memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah

yang cukup baik maupun gizinya. (Sadewa, 2008)

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan

yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang

kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan

secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan

49

Page 50: KTI GIZI

pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran

setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling

memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi

malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan

sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005).

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-

zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena

makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi),

penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi

yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang

berlebihan. (Nelson, 2007).

2.5 Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,

fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih

langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada

penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. (Nelson,

2007)

2.5.1 Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan

hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap

penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih

lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna

makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan

berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh:

50

Page 51: KTI GIZI

susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan

makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. (Nelson, 2007)

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap

dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.

Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari

tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

2.5.2 Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi

mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan

sehari.

2.5.3 Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya

diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,

51

Page 52: KTI GIZI

memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya

belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral

atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A

diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal

400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat

besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya

menyertai KKP berat.

2.6 Komplikasi Penyakit

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan

mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang

terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis

gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem

tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan

tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.

Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang

disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang

bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan

52

Page 53: KTI GIZI

sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon

kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating

Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut

berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan

kematian (Sadewa, 2008).

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,

khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat

resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi

karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna)

atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada

KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah

terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih

berat hingga mengancam jiwa. (Nelson, 2007)

2.7 Perubahan Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada

setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat

badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada

tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan

dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan

tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran

objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif

murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan

dimanfaatkan dalam klinik untuk:

53

Page 54: KTI GIZI

1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun

kronis, tumbuh kembang dan kesehatan

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit

3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

2.8 Penilaian status gizi secara Antropometri

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian

secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat

penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian

status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi

makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.8.1 Penilaian secara langsung

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi (Supariasa, 2002).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB).

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai

indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan

keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan

memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).

54

Page 55: KTI GIZI

Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,

misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah

makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi

sekarang.

Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,

juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973)

dalam.

c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).

2.8.2 Penilaian Secara Tidak Langsung

1. survei konsumsi makanan,

2. statistik vital dan

3. faktor ekologi

2.9 Terapi Penyakit

Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase

stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah

sakit ada 10 langkah penting yaitu:

1) Atasi/cegah hipoglikemi

2) Atasi/cegah hiportemia

55

Page 56: KTI GIZI

3) Atasi/cegah dehidrasi

4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5) Obati/cegah infeksi

6) Mulai pemberian makanan

7) Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)

8) Koreksi defisiensi nutrient mikro

9) Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10) Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

2.10 Penyuluhan

2.10.1 Definisi Penyuluhan

Pengertian dari penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan

politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua

“stakeholders” agribisnis melalui proses belajar bersama yang partisipatip, agar

terjadi perubahan perilaku pada diri setiap individu dan masyarakatnya untuk

mengelola kegiatan agribisnisnya yang semakin produktif dan efisien, demi

terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin sejahtera secara berkelanjutan.

(Mardikanto, 2003)

Ban (1999) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sebuah intervensi

sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar untuk

membantu masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil

keputusan dengan baik .Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti dari

kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan

berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya

56

Page 57: KTI GIZI

yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang

bersangkutan. (Mardikanto, 2003)

Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan

pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak

sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an.

Penyuluhan pembangunan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki

tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better-farming, better business,

dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat (sasaran) untuk

mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terjadinya

perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat

(dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya

(Mardikanto 2003).

Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak

sekadar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih

penting dari itu adalah untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat

dalam pembangunan (Mardikanto, 1987).

Anwar (2000) menjelaskan fungsi-fungsi penyuluhan yang perlu diarahkan

untuk:

a. Pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk peningkatan mutu

sumberdaya manusia.

b. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam beragam aspek

pembangunan

c. Bersama-sama institusi dan pakar-pakar terkait mendukung perencanaan

pembangunan daerah.

57

Page 58: KTI GIZI

Lippit (1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana, merinci

lingkup kegiatan penyuluh sebagai agen pembaruan dalam 7 (tujuh) kegiatan

pokok, yaitu:

a. Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan

masyarakat tentang “keberadaannya”, baik keberadaan nya sebagai

individu dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungannya yang

menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan

politik. Proses penyadaran seperti itulah yang dimaksudkan oleh Freire

sebagai tugas utama dari setiap kegiatan pendidikan, termasuk di

dalamnya penyuluhan.

b. Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan yang

kaitannya dengan keadaan sumberdaya (alam, manusia, sarana-

prasarana, kelembagaan, budaya, dan aksesibilitas), lingkungan

fisik/teknis, sosial-budaya dan politis. Termasuk dalam upaya

menunjukkan masalah tersebut, adalah faktor-faktor penyebab

terjadinya masalah, terutama yang menyangkut kelemahan internal dan

ancaman eksternalnya.

c. Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar-masalah, analisis

alternatif pemecahan masalah, serta pilihan alternatip pemecahan

terbaik yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan,

kelemahan) maupun kondisi eklsternal (peluang dan ancaman) yang

dihadapi.

d. Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di

lingkungannya, baik lingkungan organisasi dan masyarakat (lokal,

58

Page 59: KTI GIZI

nasional, regional dan global). Karena kondisi lingkungan (internal dan

eksternal) terus mengalami perubahan yang semakin cepat, maka

masyarakat juga harus disiapkan untuk mengantisipasi perubahan-

perubahan tersebut melalu kegiatan “perubahan yang terencana”

e. Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dan implementasi

perubahan terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji-coba dan

demonstrasi ini sangat diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu

cocok (secara: teknis, ekonomis, sosial-budaya, dan politik/kebijakan)

dengan kondisi masyarakatnya. Di samping itu, uji-coba juga

diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang beragam alternatip

yang paling “bermanfaat” dengan resiko atau korbanan yang terkecil.

f. Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar”

(penelitian, kebijakan, produsen/pelaku bisnis, dll) maupun yang

berasal dari dalam (pengalaman, indegenuous technology, maupun

kearifan tradisional dan nilai-nilai adat yang lain). Sesuai dengan

perkembangan teknologi, produk dan media publikasi yang digunakan

perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima manfaat

penyuluhannya

g. Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Yang dimaksud

dengan pemberdayaan disini adalah pemberian kesempatan kepada

kelompok grassroot untuk bersuara dan menentukan sendiri pilihan-

pilihannya (voice and choice) kaitannya dengan: aksesibilitas

informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi

dalam keseluruhan proses pembangunan, bertanggung-gugat

59

Page 60: KTI GIZI

(akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitas lokal. Sedang yang

dimaksud dengan penguatan kapasitas, menyangkut penguatan

kapasitas individu, kelembagaan-lokal, masyarakat, serta

pengembangan jejaring dan kemitraan-kerja.

2.10.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan

penyuluhan:

1). Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima

informasi didapatnya.

2). Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam manerima informasi baru.

3). Adat Istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal

yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat

menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4). Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-

orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan

masyarakat dengan penyampai informasi.

5). Ketersediaan Waktu di Masyarakat

60

Page 61: KTI GIZI

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam

penyuluhan.

Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus

melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-langkah dalam penyuluhan

kesehatan masyarakat sebagai berikut : Mengkaji kebutuhan kesehatan

masyarakat, menetapkan masalah kesehatan masyarakat, memprioritaskan

masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan

masyarakat, menyusun perencanaan penyuluhan.

61

Page 62: KTI GIZI

BAB III

KERANGKA KONSEP

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan mempengaruhi

62

Pengetahuan Ibu

(Sebelum)

Makanan sehat

Gizi seimbang

Tri Guna makanan

Sumber kalori, vitamin, mineral, protein, zat besi

ASI

Indikator gizi (pengukuran berat badan)

Tanda gizi kurang

Penyuluhan

Sikap Ibu berubah

(Attitude)

Pemberian makanan yang sehat (Practice)

Kejadian gizi kurang

Pengetahuan Ibu

(Sesudah)

Makanan sehat

Gizi seimbang

Tri Guna makanan

Sumber kalori, vitamin, mineral, protein, zat besi

ASI

Indikator gizi (pengukuran berat badan)

Tanda gizi kurang

Page 63: KTI GIZI

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan quasy experiment dengan menggunakan

metode One Group Pretest-Postest Design.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada bulan Juni tahun

2012 bertempat di puskesmas Tembelang Jombang.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita gizi

kurang pada wilayah kerja puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita gizi kurang

pada wilayah kerja puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012. Sampel ini

diambil secara total sampling dari populasi yang dijadikan 1 kelompok

dalam penelitian.

4.4 Karakteristik Sampel Penelitian

a. Kriteria Inklusi :

1) Ibu yang memiliki balita gizi kurang

2) Ibu yang bisa baca-tulis

63

Page 64: KTI GIZI

b. Kriteria Eksklusi :

1) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden

4.5 Variabel dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan gizi.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang gizi

balita.

4.5.2 Definisi Operasional

N Variabel Keterangan Alat

bantu

Hasil Skala

ukur

1.

2.

Pengetahuan ibu

tentang gizi sebelum

penyuluhan

Pengetahuan ibu

tentang gizi setelah

penyuluhan

segala sesuatu

yang ibu tahu

tentang gizi,

triguna

makanan,

pantangannya

segala sesuatu

yang ibu tahu

tentang gizi,

triguna

Kuesioner

kuisioner

Bila

jawaban

benar diberi

skor 2, dan 0

bila salah.

Maka nilai

yang akan

didapat

antara 0-40.

Selanjutnya

dilakukan

Ratio

Ratio

64

Page 65: KTI GIZI

makanan,

pantangannya,

cara

pengolahan,

cara

pemberian

yang benar,

dan tanda-

tanda gizi

penjumlahan

skor dibagi

jumlah soal

dan dikali

100%

4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian

Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Leaflet

b. Laptop

c. LCD

d. Kuesinoner

4.7 Alur Penelitian

65

Page 66: KTI GIZI

4.8. Analisis Data

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa menggunakan uji

kolmogorov smirnov atau uji normalitas, uji homogenitas, uji-t yang

pengolahannya menggunakan program komputerisasi SPSS v 16.

Uji-t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna

antara pengetahuan ibu tentang gizi sebelum dan sesudah dilakukan

66

Mencari dan mengumpulkan sampel data

Dilakukan Pretest

Diberikan intervensi (penyuluhan)

Postest Analisa data

Diperoleh hasil data

Page 67: KTI GIZI

penyuluhan. Sebelum dilakukan uji-t perlu dilakukan uji normalitas yang

bertujuan untuk mengetahui kenormalan data, dan uji homogenitas untuk

mengetahui kehomogenan varian dari data-data yang diperoleh.

67

Page 68: KTI GIZI

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan

ibu tentang gizi pada balita sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja

puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012. Jumlah sampel penelitian diperoleh

sebanyak 20 orang sesuai kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal

ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap ibu

tentang gizi balita..

5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden yang Mengikuti Penyuluhan Tentang

Gizi Balita tahun 2012

Tabel 5.1 Distribusi usia pada ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Usia Frekuensi Persentase (%)

20-35 thn 14 70> 35 thn 6 30

Total20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

68

Page 69: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

Gambar 5.1 Distribusi usia pada ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah yang berusia

antara 20-35 tahun sebanyak 14 orang (70%), sedangkan yang berusia > 35 tahun

sebanyak 6 orang (30%).

5.1.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan

tentang gizi balita tahun 2012

Tabel 5.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan

tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Usia Frekuensi Persentase (%)

1 thn 2 102 thn 6 303 thn 7 354 thn 3 155 thn 2 10Total

20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

69

Page 70: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2010

Gambar 5.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan tentang

gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa usia anak yang

dimiliki ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase

terbesar adalah yang berusia antara 3 tahun sebanyak 7 orang (35%), berusia 2

tahun sebanyak 6 orang (30%), berusia 4 tahun sebanyak 3 orang(15%),

sedangkan yang berusia 1 tahun dan 5 tahun sama-sama sebanyak 2 orang(10%).

5.1.3 Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

tahun 2012

Tabel 5.3 Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Petani 2 10Pedagang 3 15

IRT 15 75Total

20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

70

Page 71: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.3

Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pekerjaan ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah ibu rumah

tangga (IRT) sebanyak 15 orang 735%), pedagang sebanyak 3 orang (15%),

sedangkan petani sebanyak 2 orang(10%).

5.1.4 Distribusi penghasilan tiap bulan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang

gizi balita

Tabel 5.4 Distribusi penghasilan tiap bulan ibu yang mengikuti penyuluhan

tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Penghasilan Frekuensi Persentase (%)

300000 3 15400000 1 5500000 5 25600000 6 30700000 2 10800000 1 5900000 2 10Total

20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

71

Page 72: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2010Gambar 5.4

Distribusi penghasilan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penghasilan ibu yang

mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah

600000 sebanyak 6 orang (30%), 500000 sebanyak 5 orang (25%), 300000

sebanyak 3 orang (15%), 700000 dan 900000 sebanyak 2 orang (10%), sedangkan

400000 dan 800000 sebanyak 1 orang(5%).

5.1.5 Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi

balita tahun 2012

Tabel 5.5 Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang

gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 7 35SMP 10 50SMA 3 15Total

20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

72

Page 73: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.5

Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir

ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar

adalah SMP sebanyak 10 orang (50%), SD sebanyak 7 orang (35%), sedangkan

SMA sebanyak 3 orang (15%).

5.1.6 Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita tahun 2012

Tabel 5.6 Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki oleh ibu yang

mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang

tahun 2012

Urutan ke- Frekuensi Persentase (%)

1 3 152 7 353 8 404 1 55 1 5

Total20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

73

Page 74: KTI GIZI

Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.6

Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa urutan anak di dalam

keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan

presentase terbesar adalah urutan ke-3 sebanyak 8 orang (40%), urutan ke-2

sebanyak 7 orang (35%), urutan ke-1 sebanyak 3 orang (15%), sedangkan urutan

ke-4 dan ke-5 sebanyak 1(5%).

5.1.7 Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita tahun

2012

Tabel 5.7 Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di

wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Agama Frekuensi Persentase (%)

Islam 20 100Katolik 0 0

Protestan 0 0Hindu 0 0

74

Page 75: KTI GIZI

Budha 0 0Total

20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.7

Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa agama ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita dengan seluruh presentase terbesar adalah islam

sebanyak 20 orang(100%).

5.1.8 Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

tahun 2012

Tabel 5.8 Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi

balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Hasil Frekuensi Presentase(%)

1 0 0

2 0 03 0 04 0 05 0 06 0 07 0 08 0 0

75

Page 76: KTI GIZI

9 0 010 0 011 0 012 0 013 0 014 0 015 0 016 0 017 0 018 0 019 0 020 0 021 0 022 0 023 0 024 0 025 0 026 0 027 1 528 0 029 0 030 0 031 0 032 6 3033 2 1034 3 1535 0 036 3 1537 3 1538 1 539 0 040 1 5

Total 20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

76

Page 77: KTI GIZI

Gambar 5.8Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

dengan seluruh presentase terbesar adalah 32 sebanyak 6 orang(30%), 34 ,36,37

sebanyak 3 orang(15%), 33 sebanyak 2 orang(10%), dan 27,38 sebanyak 1

orang(5%).

5.1.9 Distribusi hasil postest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

tahun 2012

Tabel 5.9 Distribusi hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi

balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012

Hasil Frekuensi Presentase(%)

1 0 0

2 0 03 0 04 0 05 0 06 0 07 0 08 0 09 0 010 0 011 0 012 0 013 0 014 0 015 0 016 0 017 0 018 0 019 0 020 0 021 0 022 0 023 0 024 0 025 0 026 0 027 0 028 0 0

77

Page 78: KTI GIZI

29 0 030 0 031 0 032 1 533 0 034 4 2035 0 036 3 1537 1 538 4 2039 5 2540 2 10

Total 20 100

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

Gambar 5.9Distribusi hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita

Berdasarkan hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi

balita dengan seluruh presentase terbesar adalah 39 sebanyak 5 orang(25%), 34,38

sebanyak 4 orang(20%), 36 sebanyak 3 orang(15%), 40 sebanyak 2 orang(10%),

32, 37 sebanyak 1 orang(5%).

5.1.10 Distribusi mean, median, modus hasil pretest posttest ibu yang mengikuti

penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun

2012

78

Page 79: KTI GIZI

Tabel 5.10 Distribusi mean, median, modus hasil pretest posttest ibu yang

mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang

tahun 2012

Indikator Pretest Posttest Interpretasi

Mean 34,2 36,3 meningkat

Median 33,5 36 meningkatModus 32 39 meningkat

Sumber : Data primer yang diolah, 2012

Berdasarkan hasil mean, median, modus didapatkan hasil pretest posttest

ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas

Tembelang tahun 2012 adalah seluruhnya mengalami peningkatan.

5.2 Analisa Data

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 20 orang ibu yang

memiliki balita, analisa data yang digunakan adalah uji-T yang berfungsi untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh penyuluhan terhadap ibu tentang gizi balita.

Tabel 5.11 Perbedaan hasil pretest dan posttest

Uji-T

Rerata Std.deviasi T df P

Posttest-pretest

2,80000 3,91488 3,199 19 ,005

Berdasarkan tabel 5.6 untuk menentukan ada tidaknya perbedaan

penyuluhan terhadap ibu tentang gizi balita dapat dilihat dari nilai signifikansi (p),

diperoleh signifikansi (p) sebesar 0,005 yang artinya menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh antara hasil test sebelum diberikan penyuluhan dengan hasil test

sesudah diberikan penyuluhan.

79

Page 80: KTI GIZI

BAB 6

PEMBAHASAN

Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan

adalah untuk memberdayakan masyarakat. Pada penyuluhan gizi yang dilakukan

peneliti selaras dengan tujuan pemberdayaan yaitu meningkatkan pengetahuan

gizi ibu sehingga nantinya diharapkan ada perubahan perilaku dalam mengasuh

anak sehingga terhindar dari kasus gizi kurang,

Penyuluhan gizi oleh peneliti menjadi sarana dalam pemberian informasi

dalam penelitian ini. Informasi yang diberikan meliputi informasi tentang gizi

mencakup makanan sehat, pentingnya gizi cukup, gizi kurang hingga buruk dan

penanggulangannya. Penyuluhan pada penyuluhan ini menggunakan bahasa

sehari-hari untuk memudahkan pemahaman materi dari peserta, tanpa

mengkesampingkan tujuan. Penyuluhan terbagi dalam dua sesi yaitu penguraian

informasi dari penyuluh dan tanya jawab. Sampel tampak antusias pada saat

penguraian informasi dan aktif bertanya saat sesi tanya jawab, dari 20 sampel

terdapat 10 pertanyaan.

Penilaian perbedaan pengetahuan pada penelitian ini didasarkan atas

perubahan nilai dari kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada pretest

didapatkan rerata nilai dari keseluruhan peserta adalah 34,2 atau 85,5% benar

dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Rerata nilai postest adalah 37 atau

92,5% benar dalam menjawab setelah diberi penyuluhan. Terdapat peningkatan

rerata nilai sebesar 2,8 atau 7% dan nilai dari tiap peserta trendnya meningkat.

80

Page 81: KTI GIZI

Tingginya nilai pretest, menunjukkan bahwa peserta sebenarnya telah memiliki

pengetahuan tentang materi yang diajukan. Tingginya nilai pretest mungkin

disebabkan oleh karena ibu sudah memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal

gizi, namun terdapat hal-hal lain yang dapat menyebabkan kejadiian gizi kurang

pada anak mereka meliputi ketersediaan pangan dan asupan pangan yang kurang.

Salah satu hal yang mempengaruhi tingginya nilai pretest pada peserta adalah

dukungan dari program puskesmas Tembelang yang mana puskesmas tembelang

memiliki program tentang perbaikan gizi dan juga menjadi salah satu rujukan

pasien dengan gizi buruk di wilayah kabupaten Jombang.

Pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor meliputi pengalaman,

tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Faktor

pengalaman terhadap gizi kurang pada penelitian ini dapat dilihat dari anak

keberapa yang mengalami gizi kurang. Pengalaman dalam mengasuh anak

sebelumnya yang tidak mengalami gizi kurang menjadi hal yang penting untuk

menghidari kejadian gizi buruk. Pada penelitian ini pengalaman digambarkan dari

urutan keberapa anak yang sedang mengalami gizi buruk, oleh karena bila dalam

mengasuh anak sebelumnya tidak ada masalah dalam gizinya maka disebut

berpengalaman, dan bila ada masalah dengan gizinya namun telah mendapatkan

penatalaksanaan maka juga disebut berpengalaman. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa prosentase terbesar gizi kurang terjadi pada pada anak urutan ke 3, hal

tersebut tidak sesuai dengan dasar teori yang mana bisa disebabkan oleh berbagai

sebab yang dapat diteliti lebih lanjut.

Tingkat pendidikan diukur berdasar pendidikan terakhir dari ibu penderita

gizi kurang. Secara umum orang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan

81

Page 82: KTI GIZI

memiliki pengetahuan yang lebih banyak dari pada yang berpendidikan rendah,

termasuk dalam pengetahuan tentang gizi. Pada penelitian ini kasus gizi kurang

banyak ditemukan pada ibu dengan pendidikan smp daripada sma, hal tersebut

sesuai dengan dasaran teori. Namun pendidikan smp lebih besar dari pendidikan

sd, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainyya yang mempengaruhi

pengetahuan.

Keyakinan juga menjadi salah satu faktor dalam menentukan pengetahuan

seseorang. Keyakinan dalam penelitian ini diukur berdasarkan agama dari sampel.

Dari keseluruhan sampel didapatkan semua beragama islam, yang menujukkan

keseragaman pada keyakinan, namun tidak dapat menguraikan seberapa besar

tingkat kepercayaannya. Sehingga faktor keyakinan tidak dapat menjadi indikator

jelas.

Fasilitas informasi yang yang dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan

juga berpengaruh dalam memperoleh pengetahuan tentang gizi. Pada penelitian

ini oleh karena keterbatasan peneliti faktor informasi tidak dapat menunjuukan

tingkat pengetahuan sampel. Namun, bila dilihat tingginya nilai pretest

menunjukkan informasi yang diterima sebenarnya sudah cukup untuk mencegah

terjadinya gizi kurang sehingga perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui

alasan terjadinya gizi kurang pada balita peserta ini

Menurut Notoatmojo (2005) penghasilan tidak berpengaruh langsung

terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup

besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli berbagai fasilitas

sumber informasi. Pada penelitian ini prosentase terbesar berdasar jumlah

penghasilan Rp.600.000,-. Namun, penghasilan tersebut belum dapat

82

Page 83: KTI GIZI

mencerminkan fasilitas dan sumber informasi untuk mendapatkan pengetahuan.

Harus juga dipertimbangkan bahwa kebutuhan bulanan dari tiap keluarga berbeda

walaupun sama-sama memiliki penghasilan sebesar Rp.600.000,- hal tersebut

dapat dipengaruhi dari berbagai faktor salah satunya adalah jumlah anggota

keluarga itu sendiri.

Ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang

gizi sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan.dapat dilihat dari nilai

signifikansi (p), diperoleh signifikansi (p) sebesar 0,005 yang artinya

menunjukkan bahwa terdapat beda antara hasil test sebelum diberikan

penyuluhan dengan hasil test sesudah diberikan penyuluhan.

83

Page 84: KTI GIZI

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan didapatkan beberapa

kesimpulan

1. Pengetahuan ibu tentang gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Tembelang periode 2012 adalah baik, ini merupakan hasil yang positif

untuk mendukung program dari Puskesmas Tembelang terutama dalam

bidang gizi.

2. Didapatkan perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum

dan sedudah pemberian penyuluhan tentang gizi pada balita

7.2 Saran

Berdasar dari hasil penelitian dan pembahasan dikemukakan saran-saran sebagai

berikut

1. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi pendahuluan untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya. Selain itu, perlu dilakukan

penelitian lanjutan dengan memperluas variabel lain yang diduga juga

dapat mempengaruhi gizi pada balita

2. Bagi masyarakat

84

Page 85: KTI GIZI

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman kepada masyarakat

agar bisa lebih memperhatikan factor yang dapat menurunkan tingkat gizi

pada balita

3. Bagi akademik

Penelitian ini dapat di jaadikan sebagai acuan pembelajaran terutama

dalam bidang gizi

4. Bagi Puskesmas

Hasil dari penelitian ini merupakan gambaran yang nyata terhadap

pengetahuan ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas

Tembelang dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja

terutama di bidang gizi.

85

Page 86: KTI GIZI

KUISIONER PENELITIAN

I. IDENTITASNama Ibu :Umur Ibu :Alamat :Tempat tanggal lahir :Pekerjaan :Penghasilan :Agama :Nama anak : Umur anak :Anak ke :

II. MENILAI PENGETAHUAN IBU TERHADAP GIZI BALITA Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar!

1. Menurut ibu apakah yang dimaksud tentang makanan sehat ? a. Makanan yang mengandung zat gizi (2) b. Makanan yang membuat kenyang (1) c. Makanan yang bersih (0)

2. Menurut ibu apakah yang dimaksud dengan gizi seimbang ? a. Makanan yang memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan asupan gizi

yang dibutuhkan (2) b. Makanan dikonsumsi sehari-hari (1) c. Makanan sehat (0)

3. Apa yang ibu ketahui tentang manfaat dari makanan ? a. Sebagai sumber tenaga, pembangun dan pelindung (2) b. Dapat menyehatkan badan (1) c. Mengenyangkan perut (0)

4. Apakah yang ibu ketahui tentang Tri Guna Makanan ? a. Makanan sebagai zat pembangun, pengatur dan tenaga (2) b. Makanan berguna bagi tubuh (1) c. Makanan yang tidak enak (0)

5. Apa yang dimaksud dengan makanan yang beraneka ragam ? a. Makanan yang mengandung semua unsur zat gizi yang seimbang dan

berdasarkan menu seimbang (2) b. Makanan yang banyak macamnya (1) c. Makanan yang enak (0)

86

Page 87: KTI GIZI

6. menurut ibu berapa kali seharusnya seorang anak diberi makan untuk mendapatkan gizi yang cukup ?

a. Tiga kali sehari (2) b. Dua kali sehari (1) c. 4 kali sehari (0)

7. Menurut Ibu bahan makanan apa saja yang menjadi sumber kalori? a. Beras, singkong, jagung (2) b. Tahu, tempe, ikan, daging (1) c. Bayam, wortel, kangkung (0)

8. Menurut ibu bahan makanan apa saja yang mengandung protein ? a. Ikan, daging, telur, tahu, tempe (2) b. Pisang, jagung, pepaya, apel (0)c. Telur, daging, ikan, jagung (1)

9. Menurut Ibu bahan makanan apa saja yang menjadi sumber vitamin dan mineral?

a. Bayam, wortel, pisang (2) b. Tahu, tempe, ikan, daging (1) c. Beras, singkong, jagung (0)

10. Menurut ibu bahan makanan apa saja yang mengandung zat besi ? a. Makanan yang mengandung hewani, kacang-kacangan dan sayuran hijau (2) b. Vitamin zat besi (1) c. Buah-buahan (0)

11. Menurut ibu menu apa saja yang ibu berikan kepada keluarga ? a. Nasi, sayuran, lauk-pauk, buah dan susu (2) b. Nasi, sayuran dan lauk-pauk (1) c. Nasi dan sayuran atau nasi dan lauk-pauk saja (0)

12. Makanan yang terbaik bagi bayi adalah ……a. Susu formula (0)b. Makanan biasa (0) c. ASI (2)

13. Apa itu ASI ekslusif ?a. ASI yang diberikan tanpa batas waktu (1)b. Memberikan ASI dan makanan pendamping lainnya (susu, bubur, nasi tim, dan lain-lain)(0)c. Memberikan ASI saja untuk bayi umur 0-6 bulan tanpa makanan pendamping lainnya (2)

14. Tahukah ibu keunggulan ASI ?a. Mengenyangkan bayi (1)b. Membangun kekebalan tubuh bayi, murah, mendekatkan hubungan ibu dan anak (2)c. Sama saja seperti susu formula (0)

15. Menurut Ibu, bagaimanakah cara mencuci bahan makanan sebelum dimasak?

87

Page 88: KTI GIZI

a. Dicuci dengan air bersih yang mengalir. (2) b. Dicuci dengan air bersih. (1) c. Tidak perlu dicuci. (0)

16. Apa saja syarat-syarat dalam makanan sehat ? a. Sesuai jumlah, jenis dan waktu makan teratur (2) b. Sesuai jenis makanan (1) c. Harus banyak (0)

17. Seberapa sering sebaiknya menimbang berat badan bayi dan balita?a. 1-2 bulan sekali (2)b. 1 tahun sekali (0)c. 3-6 bulan sekali (1)

18. Apa tujuan penimbangan berat badan secara teratur?a. Sekedar mengetahui berat badan (1) b. Mengetahui status gizi (2)c. Untuk keperluan data di Puskesmas/Posyandu (0)

19. Bagaimana menilai bayi dan balita anda cukup gizinya?a. Bayi/balita yang gemuk dan montok (1)b. Berat badan bayi/balita berada di atas Garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) (2)c. Tidak tahu (0)

20. Tanda-tanda anak kurang gizi ......a. rambut kusam, berat badan kurang (2)b. selalu mengantuk, berat badan tetap (0)c. berat badan kurang, selalu menangis (1)

88

Page 89: KTI GIZI

DAFTAR PUSTAKA

Abunain, Djumadias. 1990. Antropometri Sebagai Alat Ukur Status gizi di Indonesia. Gizi Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta.

I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta.

Khumaidi. 1994, Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat. BPK Gunung Muka, Jakarta.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta.

Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.

Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, Diakses tanggal 14 November 2007

Notoatmodjo Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta

Pardede, J, 2006. Atasi Gizi Buruk dengan Komprehensif dan Berkelanjutan, situs: http://analisadialy.com. Diakses tanggal 18 Juni 2012.

Sadewa, A.L, 2008, Makalah KEP, http://ayahaja.wordress.com, 28 November 2008.

Supariasa, dkk 2002. Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

89