Upload
rizky-dwidya-amirtasari
View
27
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jhgf
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini masalah kurang gizi pada anak semakin meningkat Berdasarkan
Angka Human Development Indeks (HDI), indonesia menduduki peringkat ke 112
didunia tidak tertutup kemungkian peringkat ini akan bergeser keposisi paling
rendah atau memburuk. Kenyataan di lapangan setelah Nusa Tenggara Barat
hampir seluruh daerah Indonesia segera melaporkan adanya kasus kurang gizi di
wilayahnya (Admin, 2006). Sedangkan pada data yang diperoleh dari dinas
kesehatan di wilayah kabupaten jombang pada tahun 2007 jumlah gizi buruk 52
balita dari105.368 balita yang ada. Sementara itu berdasarkan penimbangan
ternyata terdapat balita Bawah Garis Merah 2.659 balita (3,85%), perkembangan
kasus Bawah Garis Merah sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan
kecenderungan meningkat dan masalah status gizi balita merupakan salah satu
indikator yang menggambarkan tingkat status gizi. Sedangkan dari 21 kecamatan
yang terdapat di wilayah kabupaten jombang ditemukan kecamatan Bareng
khususnya desa Banjaragung menduduki tingkat pertama, yaitu terdapat 75%
balita yang berada dibawah garis merah (profil kesehatan jombang, 2007: 12).
Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. (Lubis, 2003). Faktor-
faktor yang mempengaruhi status gizi UNICEF (1992) yang dikutip dari
Supariasa (2001) antara lain: produk pangan (jumlah dan jenis makanan),
akseptabilitas, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu (pengadaan bahan
1
makanan) keterbatasan ekonomi, kebiasaan makan, sanitasi makanan (penyiapan,
penyajian, penyimpanan), dan pentingnya pengetahuan gizi. Di dalam faktor
pengadaan bahan makanan oleh keluarga diperlukan pengetahuan orang tua.
Karena dengan pengetahuan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang tata cara mengasuh anak yang baik,
bagaimana kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui seseorang atau
kepandaian seseorang (Ali L, 1995). Jika pengetahuan gizi ibu baik, maka
diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik, dengan pengetahuan baik, ibu
hamil akan lebih mampu mengatur pola makannya agar bayi lahir dengan berat
badan yang normal. Oleh karena salah satu penyebab dari gangguan gizi adalah
kurangnya pengetahuan tentang gizi (Kusumawati, Mutalazimah, 2004).
WHO (2000) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi kurang
gizi kedalam 4 kelompok yaitu rendah (dibawah 10 persen), sedang (10 – 19
persen), tinggi (20 – 29 persen) dan sangat tinggi (30 persen). Dengan
mengelompokkan prevalensi kurang gizi berdasarkan WHO, Indonesia tahun
2005 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena
5.119.935 (28,47 persen) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok
gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini cenderung meningkat pada tahun 2006
sampai 2007. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dalam
laporan satu tahun pada tahun 2005 yang mengalami gizi buruk 1,6%, gizi kurang
12,32 persen, gizi baik 80,24 persen, gizi lebih 4,01 persen dari jumlah anak balita
di wilayah Jombang sebanyak 8.981 balita. Sedangkan 2005 – 2006 yang
mengalami gizi buruk 1,52 persen, gizi kurang 12,02 persen, gizi baik 79,80
2
persen, gizi lebih 4 persen dan jumlah anak balita di wilayah Jombang sebanyak
9.880 balita. Hasil dari kompilasi 34 puskesmas di Kabupaten Jombang, jumlah
balita yang ada 96.406, balita yang ditimbang. Jumlah balita di Kabupaten
Jombang pada tahun 2010 adalah 106.240 balita, yang ditimbang sebanyak 73.973
balita (69,6%), yang naik berat badannya 46.950 balita (63,5%), balita BGM
sebanyak 1.990 (2,69%) dan balita gizi buruk sebanyak 38 balita (0,05%). Jumlah
balita BGM masih dibawah batas toleransi SPM tahun 2010 yang sebesar <13%.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum dan
sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten Jombang
tahun 2012
1.2 Rumusan Masalah
Adakah perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum dan
sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten Jombang
tahun 2012?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum
dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang kabupaten
Jombang tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang gizi pada balita di
wilayah kerja Puskesmas tembelang Kabupaten Jombang tahun 2011.
3
2. Mengetahui Perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita
sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas
Tembelang kabupaten Jombang tahun 2012
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti :
Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang gambaran
hubungan pemberian penyuluhan pengetahuan ibu tentang gizi
terhadap gizi pada balita di Puskesmas Tembelang Kabupaten
Jombang tahun 2011.
2. Bagi peneliti lain :
Diharapkan dapat menjadi sumber data awal/pendahuluan untuk
penelitian selanjutnya tentang gizi pada balita.
3. Bagi akademik :
Karya tulis akhir ini diharapkan mampu menjadi suatu bahan kajian untuk
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang
gizi pada balita.
4. Bagi masyarakat:
Memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat terutama ibu
yang memiliki balita supaya memberikan gizi yang cukup.
5. Bagi puskesmas :
Karya tulis akhir ini diharapkan dapat menjadi sumber data untuk
menurunkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Tembelang
Kabupaten Jombang.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui seseorang atau
kepandaian seseorang (Ali L, 1995). Menurut Notoatmodjo Pengetahuan adalah
merupakan hasil dari “Tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui
panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa
dan peraba (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan pada dasarnya terjadi dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan untuk dapat mencapai masalah yang dihadapinya. Pengetahuan
tersebut diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang
lain (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2005). Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif, yakni :
1. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
5
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3. Menerapkan (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang nyata.
4. Analisa (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
beberapa komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesa (Synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan beberapa bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesa adalah kemampuan untuk menyusun berbagai formulasi
yang ada.
6
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Berbagai penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan berbagai kriteria
yang telah ada.
2.1.3 Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang
(Notoatmodjo, 2005).
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah (Notoatmodjo, 2005).
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif (Notoatmodjo,
2005).
4. Fasilitas
Berbagai Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
7
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku
(Notoatmodjo, 2005).
5. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
menyediakan atau membeli berbagai fasilitas sumber informasi (Notoatmodjo,
2005).
6. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2005).
2.1.4 Cara memperoleh pengetahuan
A. Cara Tradisional ( non-ilmiah)
1. Cara Coba-salah (Trial and Error)
Cara coba-salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, apabila kemungkinan tidak berhasil dicoba kemungkinan
yang lain. Apabila kemungkinan yang kedua ini gagal maka dicoba kembali
dengan kemungkinan ketiga dan apabila kemungkinan ketiga gagal dapat dicoba
kemungkinan keempat dan seterusnya sampai masalah tersebut dapat terpecahkan
(Notoatmodjo, 2005).
2. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu
pengetahuan. Misalnya kebanyakan orang masih melestarikan tradisi/kebiasaan
warisan leluhur seperti selapanan (Notoatmodjo, 2005).
8
3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan guru yang baik (kata pepatah), mengandung
maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, oleh sebab itu
pengalaman pribadipun dapat dipakai sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu yang telah
berhasil dilakukan dan diterapkan kembali untuk memecahkan masalah pada saat
sekarang (Notoatmodjo, 2005).
4. Melalui Jalan Pikiran
1. Melalui induksi
Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pertanyaan khusus kepertanyaan yang bersifat umum. Hal ini berarti
pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman yang ditangkap oleh
indra. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan
seseorang untuk memahami suatu gejala. Proses pemikiran induksi
dikelompokakan menjadi 2 yakni:
a. Induksi sempurna terjadi apabila kesimpulan yang diperoleh dari
penjumlahan dari kesimpulan khusus.
b. Induksi tidak sempurna terjadi apabila kesimpulan tersebut diperoleh dari
lompatan pertanyaan yang khusus (Notoatmodjo, 2005).
2. Melalui deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pertanyaan umum ke
khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduktif ke
dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Merupakan suatu bentuk deduktif
9
yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih
baik. Silogisme terdiri dari 3 bentuk pertanyaan, yaitu:
1. Pertanyaan pertama (premis mayor) yang berisi pertanyaan yang bersifat
umum.
2. Pertanyaan kedua (premis minor) yang sifatnya lebih khusus dari
pertanyaan pertama.
3. Pertanyaan ketiga (konklusi ) merupakan kesimpulannya (Notoatmodjo,
2005)..
B. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “ Metodologi Penelitian atau Metode
Penelitian Ilmiah “ (Notoatmodjo, 2005).
2.1.5 Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo, 2005). Beberapa teori
lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis
faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam Notoatmodjo,
2005) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku (non behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor, yaitu :
10
1). Faktor pengaruh (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai.
2). Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya berbagai fasilitas atau sarana kesehatan.
3). Faktor penguat ( reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
2.2 Pengertian Gizi
Kata gizi berasal dari bahasa arab “Ghidza” yang berarti makanan. Menurut
dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan
nutrision dengan mengejanya sebagai “Nutrisi“ (Yuniastuti, 2008).
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikomsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, merupakan indek yang statis dan agresif sifatnya kurang peka
untuk melihat terjadinya perubahan dalam kurun waktu pendek misalnya bulanan
(Supariasa, 2002).
2.2.1 Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri
11
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel
tersebut adalah sebagai berikut:
a.Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang
salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat,
menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang
tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn
untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.
Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari.
Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur
dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat
peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi
maupun konsumsi makanan yang menurun. (Djumadias Abunain, 1990)
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan
berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya
saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
12
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke
waktu. (Djumadias Abunain, 1990)
c.Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang
dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat
baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan
dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa
balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi
badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut
Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang
lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini
pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak
baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI,
2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting
untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan
fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila
dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB,
menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10
% menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang
13
sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
(M.Khumaidi, 1994)
Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
NoIndeks yang
dipakaiBatas
PengelompokanSebutan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua
versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score =
z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya
relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan
dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished)
lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap
median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).
Tabel 2.2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri
(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
NoIndeks yang digunakan
InterpretasiBB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang giziRendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
14
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurangNormal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normalTinggi Rendah Tinggi ObeseTinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber : Depkes RI 2004.
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan
(NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang
Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000
oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta
di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang
terlihat pada tabel 2.
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kg TB=145 cm
Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan
WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki
usia 15 tahun
Table 2.3 weight (kg) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS
Age Standard DeviationsYr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd15 0 31.6 39.9 48.3 56.7 69.2 81.6 94.1Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
15
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
Table 2.4 weight (kg) by stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHSStature Standard Deviations
cm -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd145 0 24.8 28.8 32.8 36.9 43.0 49.2 55.4Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
Table 2.5stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHSStature Standard DeviationsYr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd
15 0 144.8 152.9 160.9 169.0 177.1 185.1 193.2Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
Jadi untuk indeks BB/U adalah
= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD
= status gizi pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD
= status gizi gemuk
2.2.2 Definisi Operasional Status Gizi
Konsep gizi yang menyatakan bahwa manusia memerlukan zat-zat tertentu
dari makanan dalam jumlah tertentu pula, pada dasarnya adalah konsep abad
modern. Oleh karena itu gizi baru diakui sebagai ilmu pengetahuan (sain) pada
awal abad ke-20 setelah penemuan bidang ilmu lain khususnya di bidang ilmu
kimia, fisiologi (faal), dan penemuan vitamin, protein, dan zat gizi lain yang
menjadi dasar ilmu gizi (Djumadias Abunain, 1990).
16
Perkembangan ilmu gizi dan teknologi pangan mengikuti perkembangan
masalah yang dihadapi manusia. Dari waktu ke waktu ilmu gizi menghadapi
tantangan untuk dapat menentukan jenis dan kecukupan gizi yang optimal untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia yang aktif, cerdas dan produktif.
Dengan tantangan tersebut dan adanya krisis ekonomi yang sampai saat ini masih
banyak dirasakan oleh penduduk miskin, maka perlu revitalisasi Posyandu sebagai
salah satu alternatif untuk pemanatauan pertumbuhan anak Balita (Djumadias
Abunain, 1990).
Adanya tantangan perkembangan ilmu dan tuntutan masyarakat akan
pemenuhan zat gizi, maka ilmu gizi semakin bersifat ‘interdisiplin’ sebagai sain
dan aplikasinya dalam pembangunan manusia secara utuh. Dengan demikian
untuk memecahkan masalah gizi dan kemiskinan diperlukan ilmu pertanian,
teknologi pangan, biokimia, biomolekuler, genetika, fisiologi, toksikologi,
epidemiologi serta ilmu sosial dan perilaku (Djumadias Abunain, 1990).
Ada empat masalah gizi utama di Indonesia, yaitu anemia gizi besi (AGB),
Kurang Vitamin A (KVA), Kurang Energi Protein (KEP) dan Gangguan akibat
kurang Iodium (GAKI). Semua masalah gizi tersebut penanganannya terpadu
dilakukan di Posyandu (Djumadias Abunain, 1990).
2.2.3 Triguna Makanan
Triguna makanan adalah makanan yang beraneka ragam yaitu makanan
yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh, baik kualitas
maupun kuantitas. (Djumadias Abunain, 1990).
Zat gizi sumber energi
17
Diperlukan energi untuk mempertahankan fungsi tubuh agar dapat
berfungsi dengan baik, peredaran darah, persyarafan, pernapasan, gerak
otot. Energi ini didapat dari karbohidrat, lemak, dan protein yang
dikomsumsi melalui makanan. Makanan yang banyak mengandung
karbohidrat, lemak, dan protein seprti nasi, roti, sereal, gandum, pasta,
havermut, biscuit.
Kebutuhan energi akan bertambah jika seseorang melakukan
kegiatan fisik, pergerakan otot. Besarnya kebutuhan energi tergantung
pada kegiatan atau aktifitas. Apabila denyut jantung melebihi normal
maka, kebutuhan energi akan bertambah.
Zat gizi pembangun tubuh
Zat gizi protein sebagai zat pembangunan tubuh sangat diperlukan
untuk membentuk struktur tubuh, terutama dalam pembentukan jaringan
baru, juga pembentukan enzim, hormone, dan anti biotibodi. Contoh
makanan yang banyak mengandung protein seperti ikan, seafood, unggas,
daging sapi, hati, dan telur. Protein nabati seperti tahu, tempe, kacang
polong, kacang-kacangan. Susu dan produk olahannya, seperti keju dan
yoghurt
Zat gizi pengatur
Untuk mengatur jalanya metabolisme di dalam tubuh, diperlukan
vitamin dan mineral yang banyak didapat dari sayur-sayuran berwarna
hijau dan juga pada buah-buahan barwarna kuning dan merah.
Dengan mengkomsumsi sayur dan buah, selain mendapatkan
vitamin dan mineral didapat juga serat yang sangat dibutuhkan tubuh.
18
Oleh karena itu, dengan adanya serat, tubuh tetap merasa kenyang, terjadi
pergerakan usus dan akan memperlancar buang air besar. Berarti
mengkomsumsi buah-buahan dan sayuran, mutlak diperlukan seseorang
untuk sehat. (Djumadias Abunain, 1990).
2.2.4 Pertumbuhan dan Gizi Seimbang
Tahap pertumbuhan anak pada tahun pertama sangat cepat, kemudian
akan berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun. Pertumbuhan
akan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik, pada masa akil balik usia
12-16 tahun pertumbuhannya akan kembali cepat. Pertumbuhan akan kembali
melambat secara berangsur-angsur sampai usia kira-kira 18 tahun akan berhenti
(Supariasa, 2002).
Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka
disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang
dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi
dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi yang baik dan sehat
atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila
dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu,
misalnya anak tersebut akan kurus, atau pendek (Supariasa, 2002).
Pada anak normal pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan
kesehatan yang baik dan gizi seimbang/baik. Salah satu cara terbaik untuk
mengukur kesehatan seorang anak adalah dengan mengukur pertumbuhannya, dan
salah satu cara termudah untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan
menimbang berat badan anak secara teratur dan membandingkannya dengan berat
badan standar sesuai umur. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang paling
19
banyak digunakan yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan
tubuh. Berat badan sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan mendadak, seperti
terserang infeksi atau diare, konsumsi makanan yang menurun. Sebagai indikator
status gizi, barat badan dalam bentuk indeks berat menurut umur (BB/U) dan
berat menurut tinggi badan (BB/TB) memberikan gambaran keadaan kini (Nency,
2005).
2.2.5 Kelompok Rawan Gizi
Yang dimaksud dengan kelompok rawan gizi adalah kelompok masyarakat
yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena
kekurangan penyediaan bahan makanan. Adapun yang termasuk ke dalam
kelompok rawan gizi ialah : bayi umur 0 – 1 tahun, kelompok balita 1 - 5 tahun,
dan kelompok anak sekolah 6 – 13 tahun.
1) Kelompok bayi
Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang paling tinggi, bila
dinyatakan dalam satuan berat badan, karena bayi sedang adalam periode
pertumbuhan yang sangat pesat. Bayi sehat yang dilahirkan dengan berat badan
cukup sekitar 2,5 – 3,5 kg, maka berat badannya akan naik 300-500 gram per
bulannya (Nency, 2005).
Makanan bayi yang alamiah adalah ASI yang dianjurkan diberikan kepada
bayi sampai sekitar 2 tahun. Pada umur 2 tahun ASI dihentikan dan makanan
anak diganti dengan jenis makanan orang dewasa yang dikonsumsi oleh
keluarga umumnya. Penggantian ASI dengan makanan untuk orang dewasa
(menyapih) sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur agar anak dan alat
pencernaannya mengadakan penyesuaian sedikit demi sedikit (Nency, 2005).
20
2) Kelompok Balita
Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan
yang pesat, namun anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling
sering menderita kekurangan gizi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
mengenai hal tersebut, dimana anak balita masih dalam periode transisi dari
makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi
(Nency, 2005).
3) Kelompok Anak Sekolah
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang
lebih baik dari kelompok balita, walaupun demikian masih terdapat berbagai
kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang
kurang. Keluhan yang banyak disuarakan oleh kaum ibu mengenai kelompok
umur ini yaitu bahwa mereka kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali
disuruh makan yang cukup dan teratur (Nency, 2005).
2.2.6 Gizi Kurang dan Dampaknya
Proses metabolik anak relatif lebih aktif dibandingkan dengan orang
dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat
badan karena sebagian dari makanan tersebut harus digunakan untuk
pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang
mengandung cukup kalori, selain kalori dalam makanan harus cukup tersedia
protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa asam lemak dalam
jumlah tertentu. Apabila jumlah minimal keperluan tersebut tidak dapat
dipenuhi dalam waktu lama akan timbul gejala gizi kurang (6).
21
Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas
generasi mendatang. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami
gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Beberapa dampak
gizi kurang pada balita antara lain :
- Pertumbuhan fisik terhambat, anak akan mempunyai tinggi badan lebih
pendek.
- Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ
lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko
kehilangan IQ 10-13 poin.
- Daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi,
yang semakin memperburuk keadaan gizi (7).
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang
terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di
negara-negara sedang berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis
yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran
kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat
dalam bentuk ringan. Gejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat
bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya.
Etiologi KEP dibedakan menjadi dua yaitu etiologi langsung dan etiologi
tidak langsung :
a. Penyebab langsung: masukan makanan yang kurang dan penyakit atau
kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorpsi dan lain-
lain. anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh
secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi.
22
b. Penyebab tidak langsung: faktor ekonomi, faktor perumahan dan sanitasi,
faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan dan
lain-lain.
Faktor etiologi bervariasi sehingga derajat KEP pun bervariasi dari yang
ringan sampai yang berat (marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor).
KEP ringan dan sedang merupakan keadaan patologik akibat kekurangan energi
dalam waktu yang cukup lama, meskipun masukan protein dan zat gizi lainnya
mungkin cukup.
Marasmus dimulai dari mengurangnya hingga hilangnya lemak subkutan
yang berlanjut dengan menyusutnya jaringan otot serta organ lain, baik morfologi
maupun fungsinya (dikatakan anak marasmik hidup dari tubuhnya/makan
tubuhnya sendiri).
Kwashirkor dapat terjadi akibat tubuh selalu kekurangan protein dalam diit
dan lebih banyak mendapat diit kaya karbohidrat (energi relatif cukup).
Marasmik-kwashiorkor merupakan peralihan yang terjadi dari kwashiorkor
menjadi marasmus atau sebaliknya, bergantung pada diit yang diperolehnya.
2.2.7 Penyebab Masalah Gizi
Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat
termasuk kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi
masyarakat yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Penurunan status gizi
ini dapat terjadi pada kelompok rawan gizi. (Nency, 2005)
23
Untuk mempertahankan status gizi yang baik perlu intervensi gizi melalui
pemberian makanan tambahan (PMT) khususnya kepada keluarga miskin dan
kelompok yang rentan gizi. (Nency, 2005)
Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan
makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan,
pola asuh yang tidak memadai . (M.Khumaidi, 1994)
Beberapa penelitian tentang penyebab masalah gizi di Indonesia adalah
sebagai berikut . (M.Khumaidi, 1994) :
1. Pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Masih rendahnya bayi yang mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan.
Berdasarkan SDKI 1995 sekitar 54% ibu yang memberikan ASI secara
ekslusif , dan hasil data dasar ASUH antara 7-13% (2002), beberapa alasan
sehingga tidak semua ibu memberikan ASI pada bayinya adalah jumlah ASI
kurang memadai sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi, tidak
selamanya ibu bersama-sama dengan bayi, pada umumnya faktor pekerjaan,
faktor kesehatan ibu yang kurang memadai, misalnya ibu menderita suatu
penyakit yang dikhwatirkan dapat menular kepad bayinya kemudian alasan
estetika, seorang ibu akan lebih mementingkan keindahan tubuhnya daripada
kesehatan anaknya.
Setelah bayi lahir, tidak semua ibu memberikan ASI . Hanya sepertiga ibu
yang memberikan ASI pada hari pertama setelah melahirkan. ASI yang
pertama keluar mengandung kolostrum yang penting bagi pertahanan tubuh
dan perkembangan bayi selanjutnya.
24
Bayi sudah diperkenalkan dengan makanan lain selain ASI pada minggu
pertama setelah kelahiran. Terdapat 26-49% ibu dan 13-33% bidan
memperkenalkan makanan lain selain ASI pada minggu pertama setelah
kelahiran.
2. Interaksi ibu dan anak
Interaksi ibu dan anak berdampak positif dengan keadaan gizi anak. Anak
yang mendapat perhatian lebih secara fisik maupun emosional, maka keadaan
gizinya lebih baik dibandingkan teman sebayanya yang kurang mendapat
perhatian dari orang tua.
3. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa
konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh terhadap status
pertumbuhan anak. Data dasar ASUH 2002, menunjukkan bahwa :
Balita yang pernah ditimbang sebanyak 60,1%-85,9% dan
30,9-58,8% diantaranya yang ditimbang secara teratur setiap bulannya.
Suplementasi kapsul vitamin A diberikan kepada 50,4%-%9%
bayi
Kunjungan neonatal sekitar 21,5%-62,2% dan 31,3%-3,57%
bayi yang mendapat imunisasi campak
4. Kesehatan lingkungan
Selain ketidakseimbangan asupan makanan penyakit infeksi juga
mempengaruhi gizi. Kesehatan lingkungan yang baik artinya tersedianya sarana
air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat, akan mengurangi resiko kejadian
penyakit infeksi.
25
5. Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga
Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah
keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga
tidak dapat dipenuhi.
2.2.8 Status Gizi
Status gizi (nutritional status) merupakan ekspresi dari keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Dalam pembahasan status gizi ada 3 konsep yang satu sama lain
saling berkaitan. Ketiga konsep itu adalah (9):
1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses
pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan
produksi energi. Proses ini disebut gizi (nutrition). (Supariasa, 2002)
2. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu
pihak dan pengeluaran oleh organisme dipihak lain disebut “nutriture”.
3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” terlihat
melalui variabel tertentu disebut sebagai status gizi (nutritional status).
Oleh karena itu dalam merujuk keadaan gizi seseorang perlu disebutkan
variabel yang digunakan dalam penentuan, misalnya tinggi badan (TB) atau
variabel pertumbuhan lainnya. Variabel yang digunakan dalam menentukan status
gizi disebut indikator status gizi (9).
Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan 2 metode yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung. Metode langsung antara lain pemeriksaan
26
antropometri, tanda-tanda klinis, biokimiawi dan biofisik. Sedangkan pemeriksaan
dengan metode tidak langsung yaitu dengan melihat statistik vital, konsumsi
makanan dan faktor ekologi (7).
Perbedaan antara status gizi dan indikator status gizi yaitu bahwa indikator
status gizi memberikan refleksi tidak hanya status gizi tetapi refleksi dari
pengaruh-pengaruh faktor non gizi. Oleh karena itu indikator yang digunakan
walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik untuk status gizi (7).
Klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku. Baku antropometri yang
sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO NCHS. Berdasarkan baku Harvard
status gizi dapat dibagi menjadi empat, yaitu (8):
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition)
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmus-kwashiorkor
dan kwashiorkor.
Tabel 2.6 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI tahun 1999.
Kategori Cut of point*)
Gizi lebih > 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi baik 80 %-120% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi sedang 70%-79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi kurang 60%-69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
*) Laki-laki dan perempuan sama
27
Tabel 2.7 Klasifikasi menurut WHO8:
BB/TB BB/U TB/U Status Gizi
Normal Rendah Rendah Baik, Pernah Kurang
Normal Normal Normal Baik
Normal Tinggi Tinggi Jangkung
Rendah Rendah Tinggi Buruk
Rendah Rendah Normal Buruk, Kurang
Rendah Normal Tinggi Kurang
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas
Tinggi Tinggi Normal Lebih, tanpa obesitas
Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah obesitas
2.3 Deteksi pertumbuhan
Untuk melakukan deteksi pertumbuhan seorang anak diperlukan 2
komponen penting yaitu pengukuran antropometri dan kurva pertumbuhan sebagi
baku. (Supariasa, 2002)
2.3.1 Antropometri
Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk
menilai status gizi perorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri
dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu dengan latihan yang cepat dan sederhana.
Indikator antropometri pada umumnya dianggap sebagai alat pengukur
status gizi yang amat sensitif. Tingginya sensitivitas ini ditunjukkan dengan fakta
proses penyesuaian terhadap kekurangan gizi menyangkut terhambatnya
pertumbuhan tubuh serta penggunaan lemak dan otot. Akibat dari kekurangan gizi
28
terjadi pada tahap awal dan makin berat apabila kekurangan itu makin meningkat,
artinya respon terhadap kesenjangan gizi berlaku cepat dan berkelanjutan,
meskipun harus diingat bahwa tidak semua indeks antropometri mempunyai
sensitivitas sama untuk perubahan keadaan gizi. (Supariasa, 2002)
Ukuran-ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari pengaruh
faktor genetik dan lingkungan seperti konsumsi makanan dan penyakit infeksi.
Keadaan pertumbuhan seseorang erat kaitannya dengan masalah konsumsi energi
dan protein, sehingga ukuran-ukuran sederhana tubuh dijadikan refleksi keadaan
pertumbuhan misalnya berat badan dan tinggi badan. Hal ini dapat digunakan
untuk menilai gangguan pertumbuhan dan keadaan kurang gizi akibat defisiensi
energi atau protein. Dengan kata lain antropometri atau ukuran tubuh dapat
memberi gambaran status energi dan protein seseorang (status gizi.
Beberapa macam antropometri yang digunakan antara lain : Berat Badan
(BB), Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB), Lingkaran Lengan Atas
(LLA), Lingkaran Kepala (LK), Lingkaran Lengan Dada (LD), dan lapisan
Lemak Bawah Kulit (LLBK). Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak
digunakan adalah BB dan TB, pada umumnya dilakukan pada anak-anak di bawah
lima tahun (balita). Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain seperti : BB/U,
PB/U atau TB/U, BB/TB atau BB/P. (Supariasa, 2002)
2.3.2 Ukuran Antropometrik
1. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometik yang terperpenting dipakai
pada kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok umur.
29
Berat badan merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang
ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-
lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator pada saat ini untuk
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap
perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi dan dapat
ditimbang dengan alat relatif murah. Kerugian indikator berat badan ini
tidak sensitif terhadap proporsi tubuh misalnya pendek gemuk atau tinggi
kurus.
2. Panjang badan/ Tinggi badan
Panjang badan/Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua yang
terpening. Keistimewaannnya adalah ukuran panjang/tinggi badan pada
masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal tercapai.
Walaupun kemudian tinggi badan ini berfluktuasi dimana tinggi badan
meningkat pesat pada masa bayi kemudian melambat dan menjadi pesat
kembali (adolesence growth spurt), selanjutnya melambat lagi dan akhirnya
berhenti pada umur 18-20 tahun. tulang-tulang anggota gerak berhenti
bertambah panjang. (Supariasa, 2002)
3. Lingkaran kepala
Lingkaran kepala mencerminkan volume intrakaranial, dipakai untuk
menaksir pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal, maka
kepala akan kecil, sehingga lingkar kepala akan lebih kecil dari normal
(mikrosefal) Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan
serebrospinal pada hidrosefalus akan meningkatkan volume kepala,
30
sehingga lingkaran kepala akan lebih besar dari normal (makrosefal).
(Supariasa, 2002)
4. Lingkaran lengan atas
Lingkaran lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan
otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingan
dengan berat badan. Dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/keadaan
tumbuh kembang pada kelompok usia pra sekolah.
5. Lipatan kulit
Tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan subskapular merupakan
refeleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit, yang mencerminkan
kecukupan energi. Dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya kadaan gizi lebih,
khususnya pada kasus obesitas. (Supariasa, 2002)
Baku patokan
Bebertapa baku antropometrik berat badan dan tinggi badan yang
dikenal saat ini adalah sebagai berikut
a. Baku Boston atau Harvard
Baku Harvard disusun berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian
Stuart (1930-1939) pada sejumlah anak Kaukasia dengan gisi relatif baik di
Ameriksa Serikat. Baku Harvard dipergunakan secara luas pada kartu
pertumbuhan di Amerika Latin dan Asia.
31
b. Baku Tanner
Data yang dipergunakan pada baku Tanner diperoleh dari penelitian di
berbagai negara di Eropa yaitu Perancis, Belanda, Swedia, Swiss, dan
Inggris. Baku Tanner ini dipakai sebagai baku pertumbuhan untuk Inggris
oleh International Children.s Centre UK Study. David Morley, tahun 1975
menggunakan baku Tanner untuk menyusun kartu pertumbuhan anak
pertama yang dikenal dengan Rood to Health Chart.
c. Hasil penelitian di Indonesia
Jumadias tahun 1964 mengumpulkan data berat dan tinggi badan anak usia
6-18 tahun dengan menggunakan persentil. Berdasarkan penelitian tersebut
didapatkan persentil ke-50 Jumadias berada di bawah 80% persentil ke-50
NCHS. Sedangkan persentil ke-90 Jumadias berada pada persentil ke-50
NCHS.
Husaini YK, dkk, mengumpulkan data berat dan panjang badan bayi usia 0-
12 bulan serta berat dan tinggi badan anak usia 12-60 bulan di Klinik gizi
Bogor periode 1970-1984 sebagai bahan referensi antropometrik nasional.
d. Baku NCHS
Baku NCHS pertama tahun 1977 disusun berdasarkan data berat badan,
tinggi badan pada populasi di Amerika sejak tahun 1860 yang dikumpulkan
oleh National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) secara
berkala. Baku NCHS ini dipakai oleh WHO.
e. CDC 2000
Kurva CDC, dipublikasikan pada bulan Mei 2000, merupakan
perbaikan/revisi dari Kurva yng dibuat olleh National Center for Health
32
Statistics (NCHS) pada tahun 1977 dan terdapat tambahan berupa Kurva
Indeks Masa Tubuh terhadap umur. CDC menganjurkan penggunakan kurva
IMT/U untuk semua anak berusia 2 samapi 20 tahun menggantikan kurva
sebelumnya (1977) berat terhadan umur
2.3.3 Deteksi Pertumbuhaan Menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)
David Morley merupakan pelopor yang menggunakan kartu pertumbuhan
anak yang disebut “ road to health chart” pada tahun 1975 di desa Imesim Nigeria.
Kartu ini merupakan gambar kurva berat badan anak berusia 0-5 tahun. Kartu ini
juga dilengkapi dengan beberapa atribut penyuluhan dan catatan yang penting
untuk diingat dan diperhatikan oleh ibu/ petugas kesehatan, antara lain riwayat
kelahiran, imunisasi, pemberian ASI, dll.7 Oleh UNICEF kartu ini diadopsi
sebagai komponen integral pada pelayanan kesehatan primer secara menyeluruh
yang sangat bermanfaat bagi negara-negara berkembang. (Supariasa, 2002)
Garis acuan yang digambarkan pada KMS Morley dipakai persentil sesuai
dengan International Children’s Centre UK Study yaitu sebagai berikut:
a. Garis atas adalah persentil ke-50 berat badan rata-rata untuk laki-
laki
b. Garis bawah adalah persentil ke-3 berat badan anak wanita.
KMS yang ada di Indonesia pada saat ini berdasarkan perbaikan yang
dilakukan pada tahun 1995, dimana Standar Harvard diganti dengan standar
WHO-NCHS, Grafik pada KMS dimulai dari yang terkecil 70% (garis merah)
sampai dengan sebesar 120% baku Median Standar WHO-NCHS.
33
Pengukuran status gizi dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat)
1) Definisi
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu
dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,
termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga
untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau
ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan
untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan
gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan-
nya.
34
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan
anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian
makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang
tua balita tentang kesehatan anaknya.
2) Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)
Manfaat KMS adalah :
a) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara
lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian
ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
b) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
c) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk
menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
3) Cara Memantau Pertumbuhan Balita
Pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil
penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil
penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan
sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik
pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,
mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya
a) Balita naik berat badannya bila :
(1) Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau
35
(2) Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya.
Indikator KMS bila balita naik berat badannya
b) Balita tidak naik berat badannya bila :
Garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar, atau garis
pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna dibawahnya.
Indikator KMS bila balita tidak naik berat badannya
c) Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami
gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung
dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
36
Indikator KMS bila berat badan balita dibawah garis merah
d) Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak nail (3T), artinya balita
mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke
Puskesmas/ Rumah Sakit.
Indikator KMS bila berat badan balita tidak stabil
e) Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.
37
Indikator KMS bila berat badan balita naik setiap bulan
f) Balita sehat, jika : Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna
atau pindah ke pita warna diatasnya.
Indikator KMS bila pertumbuhan balita sehat
b. Pengukuran status gizi dengan NCHS
Kriteria keberhasilan nutrisi ditentukan oleh status gizi :
1) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NHCS.
2) Gizi kurang, jika berat badan menurut umur 61% sampai 80% standart WHO –
NHCS.
38
3) Gizi buruk, jika berat badan menurut umur ≤ 60% standart WHO – NHCS.
Rumus Antropometri pada anak :
1) Berat badan
Umur 1 – 6 tahun = ( tahun ) x 2 + 8
2) Tinggi badan
Umur 1 tahun = 1,5 x tinggi badan lahir
Umur 2 – 12 tahun = umur ( tahun ) x 6 + 77
Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh :
1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan
(TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar
penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)
2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB
dan Pengukuran TB, kemudian dikurangi dengan tanggal kelahiran yang
diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing, dengan
ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.
a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z
score simpang baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen
terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al, dalam, Djuamadias,
Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :
Di mana: NIS
: Nilai Induvidual Subjek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
39
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan
Hasil pengukuran dikategorikan sbb
1. Untuk BB/U
a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD
b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2
SD
c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD
2. TB/U
a. Pendek Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2
SD
c. Tinggi Bila SBB > +2 SD
3. BB/TB
a. Kurus Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2
SD
c. Gemuk Bila SSB > +2 SD
Dan juga status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks
antropomteri, (Depkes, 2004). Dan dikategorikan seperti yang ditunjuukan
pada tabel 3
Tabel 2.8 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Interpretasi Indeks yang digunakan
BB/U TB/U BB/TB
40
Normal, dulu kurang gizi Rendah Rendah Normal
Sekarang kurang ++ Rendah Tinggi Rendah
Sekarang kurang + Rendah Normal Rendah
Normal Normal Normal Normal
Sekarang kurang Normal Tinggi Rendah
Sekarang lebih, dulu kurang Normal Rendah Tinggi
Tinggi, normal Tinggi Tinggi Normal
Obese Tinggi Rendah Tinggi
Sekarang lebih, belum obese Tinggi Normal Tinggi
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber: Depkes RI, 2004
Tabel 2.9. ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN UNTUK ORANG INDONESIA
No UMUR BERAT BADAN
(kg)
TINGGI BADAN
(cm)
ENERGI
(Kkal)
PROTEIN (gram)
Vit.A
(RE)
Vit.D
(Mg)
Vit.E
(Mg)
Vit.K
(Mg)
1
2
3
4
5
Anak :
0-6 bulan
7-11 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
7-9 tahun
6
8,5
12
17
25
60
71
90
110
120
550
560
1000
1550
1600
10
16
25
39
45
375
400
400
450
500
5
5
5
5
5
4
5
6
7
7
5
10
15
20
25
6
7
Pria
10-12 tahun
13-15 tahun
35
45
138
150
2050
2400
50
60
600
600
5
5
11
15
35
55
41
8
9
10
11
12
16-19 tahun
20-29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
65 + keatas
55
56
62
62
62
160
165
165
165
165
2600
2550
2350
2250
2050
65
60
60
60
60
600
600
600
600
600
5
5
5
10
15
15
15
15
15
15
55
65
65
65
65
13
14
15
16
17
18
19
Wanita
10-12 tahun
13-15 tahun
16-19 tahun
20-29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
65 + keatas
37
45
50
52
55
55
55
145
153
154
156
156
156
156
2050
2350
2200
1900
1800
1750
1600
50
57
50
50
50
50
50
600
600
600
500
500
500
500
5
5
5
5
5
10
15
11
15
15
15
15
15
15
35
55
55
55
55
55
55
Sumber: PenentuanStatus Gizi , (Supariasa, 2002)
2.3 Gizi Buruk
2.3.1 Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah
suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
42
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
2.3.2 Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
43
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-
44
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
2.3.3. Patofisiologi gizi buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen
ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun
senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada
sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut
adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena
kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. (Depkes RI, 2000)
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan
lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. (Depkes RI, 2000)
45
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel
dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu,
karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain
faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
46
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis
dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak
jatuh dalam marasmus. (Sadewa, 2008)
47
2.3.4 Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja
terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di
samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk
akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga
sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain
yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga
mudah sekali terkena infeksi. (Sadewa, 2008)
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia
(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit
dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan
baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka
dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan
maupun perkembangannya. (Sadewa, 2008)
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya
dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan
mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu
pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi
patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. (Sadewa, 2008)
48
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).
2.4.5 Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,
perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor
kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah
yang cukup baik maupun gizinya. (Sadewa, 2008)
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang
kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan
secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan
49
pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran
setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi
malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan
sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005).
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-
zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena
makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi),
penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi
yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang
berlebihan. (Nelson, 2007).
2.5 Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada
penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. (Nelson,
2007)
2.5.1 Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih
lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna
makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan
berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh:
50
susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan
makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. (Nelson, 2007)
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap
dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.
Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2.5.2 Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi
mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan
sehari.
2.5.3 Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
51
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya
belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral
atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A
diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal
400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat
besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya
menyertai KKP berat.
2.6 Komplikasi Penyakit
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis
gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem
tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang
bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan
52
sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon
kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating
Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan
kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat
resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi
karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna)
atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada
KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah
terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih
berat hingga mengancam jiwa. (Nelson, 2007)
2.7 Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada
tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan
dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan
tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran
objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif
murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan
dimanfaatkan dalam klinik untuk:
53
1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun
kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2.8 Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
2.8.1 Penilaian secara langsung
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).
54
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi
sekarang.
Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,
juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973)
dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
2.8.2 Penilaian Secara Tidak Langsung
1. survei konsumsi makanan,
2. statistik vital dan
3. faktor ekologi
2.9 Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah
sakit ada 10 langkah penting yaitu:
1) Atasi/cegah hipoglikemi
2) Atasi/cegah hiportemia
55
3) Atasi/cegah dehidrasi
4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5) Obati/cegah infeksi
6) Mulai pemberian makanan
7) Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
8) Koreksi defisiensi nutrient mikro
9) Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10) Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
2.10 Penyuluhan
2.10.1 Definisi Penyuluhan
Pengertian dari penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan
politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua
“stakeholders” agribisnis melalui proses belajar bersama yang partisipatip, agar
terjadi perubahan perilaku pada diri setiap individu dan masyarakatnya untuk
mengelola kegiatan agribisnisnya yang semakin produktif dan efisien, demi
terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin sejahtera secara berkelanjutan.
(Mardikanto, 2003)
Ban (1999) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sebuah intervensi
sosial yang melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar untuk
membantu masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil
keputusan dengan baik .Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti dari
kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan
berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya
56
yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang
bersangkutan. (Mardikanto, 2003)
Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak
sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an.
Penyuluhan pembangunan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki
tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better-farming, better business,
dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat (sasaran) untuk
mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terjadinya
perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat
(dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya
(Mardikanto 2003).
Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak
sekadar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih
penting dari itu adalah untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan (Mardikanto, 1987).
Anwar (2000) menjelaskan fungsi-fungsi penyuluhan yang perlu diarahkan
untuk:
a. Pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk peningkatan mutu
sumberdaya manusia.
b. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam beragam aspek
pembangunan
c. Bersama-sama institusi dan pakar-pakar terkait mendukung perencanaan
pembangunan daerah.
57
Lippit (1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana, merinci
lingkup kegiatan penyuluh sebagai agen pembaruan dalam 7 (tujuh) kegiatan
pokok, yaitu:
a. Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat tentang “keberadaannya”, baik keberadaan nya sebagai
individu dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungannya yang
menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan
politik. Proses penyadaran seperti itulah yang dimaksudkan oleh Freire
sebagai tugas utama dari setiap kegiatan pendidikan, termasuk di
dalamnya penyuluhan.
b. Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan yang
kaitannya dengan keadaan sumberdaya (alam, manusia, sarana-
prasarana, kelembagaan, budaya, dan aksesibilitas), lingkungan
fisik/teknis, sosial-budaya dan politis. Termasuk dalam upaya
menunjukkan masalah tersebut, adalah faktor-faktor penyebab
terjadinya masalah, terutama yang menyangkut kelemahan internal dan
ancaman eksternalnya.
c. Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar-masalah, analisis
alternatif pemecahan masalah, serta pilihan alternatip pemecahan
terbaik yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan,
kelemahan) maupun kondisi eklsternal (peluang dan ancaman) yang
dihadapi.
d. Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di
lingkungannya, baik lingkungan organisasi dan masyarakat (lokal,
58
nasional, regional dan global). Karena kondisi lingkungan (internal dan
eksternal) terus mengalami perubahan yang semakin cepat, maka
masyarakat juga harus disiapkan untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan tersebut melalu kegiatan “perubahan yang terencana”
e. Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dan implementasi
perubahan terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji-coba dan
demonstrasi ini sangat diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu
cocok (secara: teknis, ekonomis, sosial-budaya, dan politik/kebijakan)
dengan kondisi masyarakatnya. Di samping itu, uji-coba juga
diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang beragam alternatip
yang paling “bermanfaat” dengan resiko atau korbanan yang terkecil.
f. Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar”
(penelitian, kebijakan, produsen/pelaku bisnis, dll) maupun yang
berasal dari dalam (pengalaman, indegenuous technology, maupun
kearifan tradisional dan nilai-nilai adat yang lain). Sesuai dengan
perkembangan teknologi, produk dan media publikasi yang digunakan
perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima manfaat
penyuluhannya
g. Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Yang dimaksud
dengan pemberdayaan disini adalah pemberian kesempatan kepada
kelompok grassroot untuk bersuara dan menentukan sendiri pilihan-
pilihannya (voice and choice) kaitannya dengan: aksesibilitas
informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi
dalam keseluruhan proses pembangunan, bertanggung-gugat
59
(akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitas lokal. Sedang yang
dimaksud dengan penguatan kapasitas, menyangkut penguatan
kapasitas individu, kelembagaan-lokal, masyarakat, serta
pengembangan jejaring dan kemitraan-kerja.
2.10.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan
penyuluhan:
1). Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima
informasi didapatnya.
2). Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam manerima informasi baru.
3). Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat
menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4). Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan
masyarakat dengan penyampai informasi.
5). Ketersediaan Waktu di Masyarakat
60
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus
melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-langkah dalam penyuluhan
kesehatan masyarakat sebagai berikut : Mengkaji kebutuhan kesehatan
masyarakat, menetapkan masalah kesehatan masyarakat, memprioritaskan
masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan
masyarakat, menyusun perencanaan penyuluhan.
61
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan mempengaruhi
62
Pengetahuan Ibu
(Sebelum)
Makanan sehat
Gizi seimbang
Tri Guna makanan
Sumber kalori, vitamin, mineral, protein, zat besi
ASI
Indikator gizi (pengukuran berat badan)
Tanda gizi kurang
Penyuluhan
Sikap Ibu berubah
(Attitude)
Pemberian makanan yang sehat (Practice)
Kejadian gizi kurang
Pengetahuan Ibu
(Sesudah)
Makanan sehat
Gizi seimbang
Tri Guna makanan
Sumber kalori, vitamin, mineral, protein, zat besi
ASI
Indikator gizi (pengukuran berat badan)
Tanda gizi kurang
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan quasy experiment dengan menggunakan
metode One Group Pretest-Postest Design.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada bulan Juni tahun
2012 bertempat di puskesmas Tembelang Jombang.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita gizi
kurang pada wilayah kerja puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012.
4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita gizi kurang
pada wilayah kerja puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012. Sampel ini
diambil secara total sampling dari populasi yang dijadikan 1 kelompok
dalam penelitian.
4.4 Karakteristik Sampel Penelitian
a. Kriteria Inklusi :
1) Ibu yang memiliki balita gizi kurang
2) Ibu yang bisa baca-tulis
63
b. Kriteria Eksklusi :
1) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
4.5 Variabel dan Definisi Operasional
4.5.1 Variabel
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan gizi.
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang gizi
balita.
4.5.2 Definisi Operasional
N Variabel Keterangan Alat
bantu
Hasil Skala
ukur
1.
2.
Pengetahuan ibu
tentang gizi sebelum
penyuluhan
Pengetahuan ibu
tentang gizi setelah
penyuluhan
segala sesuatu
yang ibu tahu
tentang gizi,
triguna
makanan,
pantangannya
segala sesuatu
yang ibu tahu
tentang gizi,
triguna
Kuesioner
kuisioner
Bila
jawaban
benar diberi
skor 2, dan 0
bila salah.
Maka nilai
yang akan
didapat
antara 0-40.
Selanjutnya
dilakukan
Ratio
Ratio
64
makanan,
pantangannya,
cara
pengolahan,
cara
pemberian
yang benar,
dan tanda-
tanda gizi
penjumlahan
skor dibagi
jumlah soal
dan dikali
100%
4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian
Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Leaflet
b. Laptop
c. LCD
d. Kuesinoner
4.7 Alur Penelitian
65
4.8. Analisis Data
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa menggunakan uji
kolmogorov smirnov atau uji normalitas, uji homogenitas, uji-t yang
pengolahannya menggunakan program komputerisasi SPSS v 16.
Uji-t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna
antara pengetahuan ibu tentang gizi sebelum dan sesudah dilakukan
66
Mencari dan mengumpulkan sampel data
Dilakukan Pretest
Diberikan intervensi (penyuluhan)
Postest Analisa data
Diperoleh hasil data
penyuluhan. Sebelum dilakukan uji-t perlu dilakukan uji normalitas yang
bertujuan untuk mengetahui kenormalan data, dan uji homogenitas untuk
mengetahui kehomogenan varian dari data-data yang diperoleh.
67
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan
ibu tentang gizi pada balita sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja
puskesmas Tembelang Jombang tahun 2012. Jumlah sampel penelitian diperoleh
sebanyak 20 orang sesuai kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap ibu
tentang gizi balita..
5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden yang Mengikuti Penyuluhan Tentang
Gizi Balita tahun 2012
Tabel 5.1 Distribusi usia pada ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Usia Frekuensi Persentase (%)
20-35 thn 14 70> 35 thn 6 30
Total20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
68
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
Gambar 5.1 Distribusi usia pada ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah yang berusia
antara 20-35 tahun sebanyak 14 orang (70%), sedangkan yang berusia > 35 tahun
sebanyak 6 orang (30%).
5.1.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan
tentang gizi balita tahun 2012
Tabel 5.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan
tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Usia Frekuensi Persentase (%)
1 thn 2 102 thn 6 303 thn 7 354 thn 3 155 thn 2 10Total
20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
69
Sumber : Data primer yang diolah, 2010
Gambar 5.2 Distribusi usia anak yang dimiliki oleh ibu yang mengikuti penyuluhan tentang
gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa usia anak yang
dimiliki ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase
terbesar adalah yang berusia antara 3 tahun sebanyak 7 orang (35%), berusia 2
tahun sebanyak 6 orang (30%), berusia 4 tahun sebanyak 3 orang(15%),
sedangkan yang berusia 1 tahun dan 5 tahun sama-sama sebanyak 2 orang(10%).
5.1.3 Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
tahun 2012
Tabel 5.3 Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Petani 2 10Pedagang 3 15
IRT 15 75Total
20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
70
Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.3
Distribusi pekerjaan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pekerjaan ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah ibu rumah
tangga (IRT) sebanyak 15 orang 735%), pedagang sebanyak 3 orang (15%),
sedangkan petani sebanyak 2 orang(10%).
5.1.4 Distribusi penghasilan tiap bulan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang
gizi balita
Tabel 5.4 Distribusi penghasilan tiap bulan ibu yang mengikuti penyuluhan
tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Penghasilan Frekuensi Persentase (%)
300000 3 15400000 1 5500000 5 25600000 6 30700000 2 10800000 1 5900000 2 10Total
20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
71
Sumber : Data primer yang diolah, 2010Gambar 5.4
Distribusi penghasilan ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penghasilan ibu yang
mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar adalah
600000 sebanyak 6 orang (30%), 500000 sebanyak 5 orang (25%), 300000
sebanyak 3 orang (15%), 700000 dan 900000 sebanyak 2 orang (10%), sedangkan
400000 dan 800000 sebanyak 1 orang(5%).
5.1.5 Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi
balita tahun 2012
Tabel 5.5 Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang
gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SD 7 35SMP 10 50SMA 3 15Total
20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
72
Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.5
Distribusi pendidikan terakhir ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir
ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan presentase terbesar
adalah SMP sebanyak 10 orang (50%), SD sebanyak 7 orang (35%), sedangkan
SMA sebanyak 3 orang (15%).
5.1.6 Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita tahun 2012
Tabel 5.6 Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki oleh ibu yang
mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang
tahun 2012
Urutan ke- Frekuensi Persentase (%)
1 3 152 7 353 8 404 1 55 1 5
Total20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
73
Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.6
Distribusi urutan anak di dalam keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa urutan anak di dalam
keluarga yang dimiliki ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita dengan
presentase terbesar adalah urutan ke-3 sebanyak 8 orang (40%), urutan ke-2
sebanyak 7 orang (35%), urutan ke-1 sebanyak 3 orang (15%), sedangkan urutan
ke-4 dan ke-5 sebanyak 1(5%).
5.1.7 Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita tahun
2012
Tabel 5.7 Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Agama Frekuensi Persentase (%)
Islam 20 100Katolik 0 0
Protestan 0 0Hindu 0 0
74
Budha 0 0Total
20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
Sumber : Data primer yang diolah, 2012Gambar 5.7
Distribusi agama ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa agama ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita dengan seluruh presentase terbesar adalah islam
sebanyak 20 orang(100%).
5.1.8 Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
tahun 2012
Tabel 5.8 Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi
balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Hasil Frekuensi Presentase(%)
1 0 0
2 0 03 0 04 0 05 0 06 0 07 0 08 0 0
75
9 0 010 0 011 0 012 0 013 0 014 0 015 0 016 0 017 0 018 0 019 0 020 0 021 0 022 0 023 0 024 0 025 0 026 0 027 1 528 0 029 0 030 0 031 0 032 6 3033 2 1034 3 1535 0 036 3 1537 3 1538 1 539 0 040 1 5
Total 20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
76
Gambar 5.8Distribusi hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil pretest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
dengan seluruh presentase terbesar adalah 32 sebanyak 6 orang(30%), 34 ,36,37
sebanyak 3 orang(15%), 33 sebanyak 2 orang(10%), dan 27,38 sebanyak 1
orang(5%).
5.1.9 Distribusi hasil postest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
tahun 2012
Tabel 5.9 Distribusi hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi
balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun 2012
Hasil Frekuensi Presentase(%)
1 0 0
2 0 03 0 04 0 05 0 06 0 07 0 08 0 09 0 010 0 011 0 012 0 013 0 014 0 015 0 016 0 017 0 018 0 019 0 020 0 021 0 022 0 023 0 024 0 025 0 026 0 027 0 028 0 0
77
29 0 030 0 031 0 032 1 533 0 034 4 2035 0 036 3 1537 1 538 4 2039 5 2540 2 10
Total 20 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
Gambar 5.9Distribusi hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita
Berdasarkan hasil posttest ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi
balita dengan seluruh presentase terbesar adalah 39 sebanyak 5 orang(25%), 34,38
sebanyak 4 orang(20%), 36 sebanyak 3 orang(15%), 40 sebanyak 2 orang(10%),
32, 37 sebanyak 1 orang(5%).
5.1.10 Distribusi mean, median, modus hasil pretest posttest ibu yang mengikuti
penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang tahun
2012
78
Tabel 5.10 Distribusi mean, median, modus hasil pretest posttest ibu yang
mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tembelang
tahun 2012
Indikator Pretest Posttest Interpretasi
Mean 34,2 36,3 meningkat
Median 33,5 36 meningkatModus 32 39 meningkat
Sumber : Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan hasil mean, median, modus didapatkan hasil pretest posttest
ibu yang mengikuti penyuluhan tentang gizi balita di wilayah kerja Puskesmas
Tembelang tahun 2012 adalah seluruhnya mengalami peningkatan.
5.2 Analisa Data
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 20 orang ibu yang
memiliki balita, analisa data yang digunakan adalah uji-T yang berfungsi untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh penyuluhan terhadap ibu tentang gizi balita.
Tabel 5.11 Perbedaan hasil pretest dan posttest
Uji-T
Rerata Std.deviasi T df P
Posttest-pretest
2,80000 3,91488 3,199 19 ,005
Berdasarkan tabel 5.6 untuk menentukan ada tidaknya perbedaan
penyuluhan terhadap ibu tentang gizi balita dapat dilihat dari nilai signifikansi (p),
diperoleh signifikansi (p) sebesar 0,005 yang artinya menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh antara hasil test sebelum diberikan penyuluhan dengan hasil test
sesudah diberikan penyuluhan.
79
BAB 6
PEMBAHASAN
Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan
adalah untuk memberdayakan masyarakat. Pada penyuluhan gizi yang dilakukan
peneliti selaras dengan tujuan pemberdayaan yaitu meningkatkan pengetahuan
gizi ibu sehingga nantinya diharapkan ada perubahan perilaku dalam mengasuh
anak sehingga terhindar dari kasus gizi kurang,
Penyuluhan gizi oleh peneliti menjadi sarana dalam pemberian informasi
dalam penelitian ini. Informasi yang diberikan meliputi informasi tentang gizi
mencakup makanan sehat, pentingnya gizi cukup, gizi kurang hingga buruk dan
penanggulangannya. Penyuluhan pada penyuluhan ini menggunakan bahasa
sehari-hari untuk memudahkan pemahaman materi dari peserta, tanpa
mengkesampingkan tujuan. Penyuluhan terbagi dalam dua sesi yaitu penguraian
informasi dari penyuluh dan tanya jawab. Sampel tampak antusias pada saat
penguraian informasi dan aktif bertanya saat sesi tanya jawab, dari 20 sampel
terdapat 10 pertanyaan.
Penilaian perbedaan pengetahuan pada penelitian ini didasarkan atas
perubahan nilai dari kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada pretest
didapatkan rerata nilai dari keseluruhan peserta adalah 34,2 atau 85,5% benar
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Rerata nilai postest adalah 37 atau
92,5% benar dalam menjawab setelah diberi penyuluhan. Terdapat peningkatan
rerata nilai sebesar 2,8 atau 7% dan nilai dari tiap peserta trendnya meningkat.
80
Tingginya nilai pretest, menunjukkan bahwa peserta sebenarnya telah memiliki
pengetahuan tentang materi yang diajukan. Tingginya nilai pretest mungkin
disebabkan oleh karena ibu sudah memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal
gizi, namun terdapat hal-hal lain yang dapat menyebabkan kejadiian gizi kurang
pada anak mereka meliputi ketersediaan pangan dan asupan pangan yang kurang.
Salah satu hal yang mempengaruhi tingginya nilai pretest pada peserta adalah
dukungan dari program puskesmas Tembelang yang mana puskesmas tembelang
memiliki program tentang perbaikan gizi dan juga menjadi salah satu rujukan
pasien dengan gizi buruk di wilayah kabupaten Jombang.
Pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor meliputi pengalaman,
tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Faktor
pengalaman terhadap gizi kurang pada penelitian ini dapat dilihat dari anak
keberapa yang mengalami gizi kurang. Pengalaman dalam mengasuh anak
sebelumnya yang tidak mengalami gizi kurang menjadi hal yang penting untuk
menghidari kejadian gizi buruk. Pada penelitian ini pengalaman digambarkan dari
urutan keberapa anak yang sedang mengalami gizi buruk, oleh karena bila dalam
mengasuh anak sebelumnya tidak ada masalah dalam gizinya maka disebut
berpengalaman, dan bila ada masalah dengan gizinya namun telah mendapatkan
penatalaksanaan maka juga disebut berpengalaman. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa prosentase terbesar gizi kurang terjadi pada pada anak urutan ke 3, hal
tersebut tidak sesuai dengan dasar teori yang mana bisa disebabkan oleh berbagai
sebab yang dapat diteliti lebih lanjut.
Tingkat pendidikan diukur berdasar pendidikan terakhir dari ibu penderita
gizi kurang. Secara umum orang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan
81
memiliki pengetahuan yang lebih banyak dari pada yang berpendidikan rendah,
termasuk dalam pengetahuan tentang gizi. Pada penelitian ini kasus gizi kurang
banyak ditemukan pada ibu dengan pendidikan smp daripada sma, hal tersebut
sesuai dengan dasaran teori. Namun pendidikan smp lebih besar dari pendidikan
sd, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainyya yang mempengaruhi
pengetahuan.
Keyakinan juga menjadi salah satu faktor dalam menentukan pengetahuan
seseorang. Keyakinan dalam penelitian ini diukur berdasarkan agama dari sampel.
Dari keseluruhan sampel didapatkan semua beragama islam, yang menujukkan
keseragaman pada keyakinan, namun tidak dapat menguraikan seberapa besar
tingkat kepercayaannya. Sehingga faktor keyakinan tidak dapat menjadi indikator
jelas.
Fasilitas informasi yang yang dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan
juga berpengaruh dalam memperoleh pengetahuan tentang gizi. Pada penelitian
ini oleh karena keterbatasan peneliti faktor informasi tidak dapat menunjuukan
tingkat pengetahuan sampel. Namun, bila dilihat tingginya nilai pretest
menunjukkan informasi yang diterima sebenarnya sudah cukup untuk mencegah
terjadinya gizi kurang sehingga perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui
alasan terjadinya gizi kurang pada balita peserta ini
Menurut Notoatmojo (2005) penghasilan tidak berpengaruh langsung
terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup
besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli berbagai fasilitas
sumber informasi. Pada penelitian ini prosentase terbesar berdasar jumlah
penghasilan Rp.600.000,-. Namun, penghasilan tersebut belum dapat
82
mencerminkan fasilitas dan sumber informasi untuk mendapatkan pengetahuan.
Harus juga dipertimbangkan bahwa kebutuhan bulanan dari tiap keluarga berbeda
walaupun sama-sama memiliki penghasilan sebesar Rp.600.000,- hal tersebut
dapat dipengaruhi dari berbagai faktor salah satunya adalah jumlah anggota
keluarga itu sendiri.
Ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang
gizi sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan.dapat dilihat dari nilai
signifikansi (p), diperoleh signifikansi (p) sebesar 0,005 yang artinya
menunjukkan bahwa terdapat beda antara hasil test sebelum diberikan
penyuluhan dengan hasil test sesudah diberikan penyuluhan.
83
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan didapatkan beberapa
kesimpulan
1. Pengetahuan ibu tentang gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Tembelang periode 2012 adalah baik, ini merupakan hasil yang positif
untuk mendukung program dari Puskesmas Tembelang terutama dalam
bidang gizi.
2. Didapatkan perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita sebelum
dan sedudah pemberian penyuluhan tentang gizi pada balita
7.2 Saran
Berdasar dari hasil penelitian dan pembahasan dikemukakan saran-saran sebagai
berikut
1. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi pendahuluan untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya. Selain itu, perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan memperluas variabel lain yang diduga juga
dapat mempengaruhi gizi pada balita
2. Bagi masyarakat
84
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman kepada masyarakat
agar bisa lebih memperhatikan factor yang dapat menurunkan tingkat gizi
pada balita
3. Bagi akademik
Penelitian ini dapat di jaadikan sebagai acuan pembelajaran terutama
dalam bidang gizi
4. Bagi Puskesmas
Hasil dari penelitian ini merupakan gambaran yang nyata terhadap
pengetahuan ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas
Tembelang dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja
terutama di bidang gizi.
85
KUISIONER PENELITIAN
I. IDENTITASNama Ibu :Umur Ibu :Alamat :Tempat tanggal lahir :Pekerjaan :Penghasilan :Agama :Nama anak : Umur anak :Anak ke :
II. MENILAI PENGETAHUAN IBU TERHADAP GIZI BALITA Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar!
1. Menurut ibu apakah yang dimaksud tentang makanan sehat ? a. Makanan yang mengandung zat gizi (2) b. Makanan yang membuat kenyang (1) c. Makanan yang bersih (0)
2. Menurut ibu apakah yang dimaksud dengan gizi seimbang ? a. Makanan yang memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan asupan gizi
yang dibutuhkan (2) b. Makanan dikonsumsi sehari-hari (1) c. Makanan sehat (0)
3. Apa yang ibu ketahui tentang manfaat dari makanan ? a. Sebagai sumber tenaga, pembangun dan pelindung (2) b. Dapat menyehatkan badan (1) c. Mengenyangkan perut (0)
4. Apakah yang ibu ketahui tentang Tri Guna Makanan ? a. Makanan sebagai zat pembangun, pengatur dan tenaga (2) b. Makanan berguna bagi tubuh (1) c. Makanan yang tidak enak (0)
5. Apa yang dimaksud dengan makanan yang beraneka ragam ? a. Makanan yang mengandung semua unsur zat gizi yang seimbang dan
berdasarkan menu seimbang (2) b. Makanan yang banyak macamnya (1) c. Makanan yang enak (0)
86
6. menurut ibu berapa kali seharusnya seorang anak diberi makan untuk mendapatkan gizi yang cukup ?
a. Tiga kali sehari (2) b. Dua kali sehari (1) c. 4 kali sehari (0)
7. Menurut Ibu bahan makanan apa saja yang menjadi sumber kalori? a. Beras, singkong, jagung (2) b. Tahu, tempe, ikan, daging (1) c. Bayam, wortel, kangkung (0)
8. Menurut ibu bahan makanan apa saja yang mengandung protein ? a. Ikan, daging, telur, tahu, tempe (2) b. Pisang, jagung, pepaya, apel (0)c. Telur, daging, ikan, jagung (1)
9. Menurut Ibu bahan makanan apa saja yang menjadi sumber vitamin dan mineral?
a. Bayam, wortel, pisang (2) b. Tahu, tempe, ikan, daging (1) c. Beras, singkong, jagung (0)
10. Menurut ibu bahan makanan apa saja yang mengandung zat besi ? a. Makanan yang mengandung hewani, kacang-kacangan dan sayuran hijau (2) b. Vitamin zat besi (1) c. Buah-buahan (0)
11. Menurut ibu menu apa saja yang ibu berikan kepada keluarga ? a. Nasi, sayuran, lauk-pauk, buah dan susu (2) b. Nasi, sayuran dan lauk-pauk (1) c. Nasi dan sayuran atau nasi dan lauk-pauk saja (0)
12. Makanan yang terbaik bagi bayi adalah ……a. Susu formula (0)b. Makanan biasa (0) c. ASI (2)
13. Apa itu ASI ekslusif ?a. ASI yang diberikan tanpa batas waktu (1)b. Memberikan ASI dan makanan pendamping lainnya (susu, bubur, nasi tim, dan lain-lain)(0)c. Memberikan ASI saja untuk bayi umur 0-6 bulan tanpa makanan pendamping lainnya (2)
14. Tahukah ibu keunggulan ASI ?a. Mengenyangkan bayi (1)b. Membangun kekebalan tubuh bayi, murah, mendekatkan hubungan ibu dan anak (2)c. Sama saja seperti susu formula (0)
15. Menurut Ibu, bagaimanakah cara mencuci bahan makanan sebelum dimasak?
87
a. Dicuci dengan air bersih yang mengalir. (2) b. Dicuci dengan air bersih. (1) c. Tidak perlu dicuci. (0)
16. Apa saja syarat-syarat dalam makanan sehat ? a. Sesuai jumlah, jenis dan waktu makan teratur (2) b. Sesuai jenis makanan (1) c. Harus banyak (0)
17. Seberapa sering sebaiknya menimbang berat badan bayi dan balita?a. 1-2 bulan sekali (2)b. 1 tahun sekali (0)c. 3-6 bulan sekali (1)
18. Apa tujuan penimbangan berat badan secara teratur?a. Sekedar mengetahui berat badan (1) b. Mengetahui status gizi (2)c. Untuk keperluan data di Puskesmas/Posyandu (0)
19. Bagaimana menilai bayi dan balita anda cukup gizinya?a. Bayi/balita yang gemuk dan montok (1)b. Berat badan bayi/balita berada di atas Garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) (2)c. Tidak tahu (0)
20. Tanda-tanda anak kurang gizi ......a. rambut kusam, berat badan kurang (2)b. selalu mengantuk, berat badan tetap (0)c. berat badan kurang, selalu menangis (1)
88
DAFTAR PUSTAKA
Abunain, Djumadias. 1990. Antropometri Sebagai Alat Ukur Status gizi di Indonesia. Gizi Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta.
I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta.
Khumaidi. 1994, Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat. BPK Gunung Muka, Jakarta.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta.
Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.
Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, Diakses tanggal 14 November 2007
Notoatmodjo Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta
Pardede, J, 2006. Atasi Gizi Buruk dengan Komprehensif dan Berkelanjutan, situs: http://analisadialy.com. Diakses tanggal 18 Juni 2012.
Sadewa, A.L, 2008, Makalah KEP, http://ayahaja.wordress.com, 28 November 2008.
Supariasa, dkk 2002. Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
89