104
KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD SAW. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Islam (S.Th.i) Oleh: IMAM KAMALI NIM: 1110034000070 PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H

KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN

NABI MUHAMMAD SAW.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Islam (S.Th.i)

Oleh:

IMAM KAMALI

NIM: 1110034000070

PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 H

Page 2: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

KUALITAS HADIS.I{ADIS KEMAKSUMAN

NABI MUIIAMMAD SAW.

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Islam (S.Th.i)

Oleh:

lmam Kamali|l-IM: 1110034000070

Pembimbing:

PROGRAM STTJDY TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHT]LUDDIN DAN FILSAFAT

UNTVERSITAS ISLAM hIEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 E

RifqbMthammad Fatkhi. MANIP: 19770120 200312 1 003

Page 3: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis Kemaksuman NabiMuhammad Saw.", diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UINSyarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasyahpada28 April 2015 dihadapan dewan penguji. Skripsi ini telah diterima sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th.D pada ProgramStudi Tafsir Hadis.

Jakarta, 28 April20l5

SidangMunaqasyah

Dr. Lilik Ummi Kaltsum. MANrP. 19711003 199903 2 001

Penguji II,

Drs. Muhammad Zuhdi. M.AsNIP. 19650817 200003 I 001

Pembimbing,

Ketua Sidang,

199903 2001

Penguji I,

Muhlmmad X'atkhi19770t20200312 t 003

Page 4: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya:

Nama: knam Kamali

NIM: 1110034000070

Fakultas/Jurusan: Ushuluddin/Tafsir-Hadis

udul Skripsi: Kualitas Hadis-Hadis Kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah yang saya tulis tulis sendiri, diajukan untukmemenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (Sl) di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Bilamana skripsi telah dimunaqasahkan dan wajib revisi, maka saya bersedia dans"nggup merevisi dalam waktu tiga bulan terhitung dari tanggal munaqasah. Jika ternyatalebih dari tiga bulan revisi belum terselesaikan maka saya bersedia munaqasah kembali.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakanhasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku diUIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

il20l5

Page 5: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

i

ABSTRAK

IMAM KAMALI

Kualitas Hadis-Hadis Kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Sanad dan matan merupakan dua komponen pembentuk bangunan hadis

yang menduduki posisi penting dalam khazanah penelitian hadis. Sebab, tujuan

dari melakukan penelitian hadis adalah untuk memperoleh validitas sebuah matan

hadis. Karena hadis memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an

dan menempati pada sumber otoritas kedua setelah al-Qur’an.

Melakukan kajian hadis tidak selalu harus dimulai dengan melakukan

kritik sanad, melainkan dapat diawali dengan melakukan kritik matan hadis.

Bahkan, tidak jarang tokoh pemikir hadis seperti Muhammad al-Ghazali atau yang

lainnya menolak hadis yang berkualitas sahih karena tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip umum ajaran al-Qur’an dan secara akal sehat. Meskipun, hadis Nabi dari

segi sanadnya itu dha’if, namun Muhammad al-Ghazali lebih cenderung

menerima hadis tersebut karena isi dari matannya mempunyai kesesuaian ajaran

Islam dan akal sehat manusia. Asumsinya, “Kesahihan sanad tidak dapat

menjamin sahihnya matan hadis”. Karena tolak ukur sahihnya sebuah hadis itu

manakala tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis

yang lebih sahih, dan tidak bertentangan dengan akal sehat.

Meneliti matan hadis yang sanadnya sahih tiada lain bertujuan untuk

mengetahui dan menetapkan sahih atau tidaknya matan hadis, kemudian

mehilangkan kemusykilan pada hadis-hadis sahih yang tampak musykil (samar)

serta menghilangkan pertentangan.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kualitas matan hadis

kemaksuman Nabi Muhammad Saw. dari sebelum kenabian hingga sesudah

kenabian. Adapun objek yang diteliti yaitu dua hadis yang diduga menunjukkan

ketidakmaksuman Nabi Muhammad Saw. dari terbukanya aurat. Pembahasan

mengenai hal ini memerlukan ruang yang lebih luas lagi untuk mendapatkan hasil

yang lebih maksimal.

Page 6: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat-Nya Tuhan sekalian alam,

atas semua limpahan karunia dan kasih sayang-Nya yang tak pernah berhenti

sedetikpun kepada makhluk-Nya dan khususnya kepada saya pribadi. Salawat

beserta salam tak lupa saya haturkan kepada pembawa risalah Tuhan baginda

Nabi Muhammad Saw., para keluarga, sahabat, dan mereka semua yang telah

menegakkan kalimat tauhid di alam jagat raya ini.

Rasa syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan kesempatan dan

kemudahan kepada saya dalam menyusun skripsi ini, dalam menyelesaikan studi

di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulisan skripsi ini, akhirnya selesai dengan sidang skripsi, tentunya hal

ini dilalui dengan adanya bimbingan, kritikan dan masukan dalam

menyempurnakan dan memperbaiki skripsi.

Saya sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih

banyak kekurangan dan kelemahan. Namun, berkat bantuan dan dorongan dari

semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, besar atau kecil dan

saya ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah Swt. membalas jasa-jasa serta

melindungi dan menyayangi mereka setiap saat. Saya ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.Ag selaku ketua jurusan Tafsir Hadis, beserta

Ibu Dra. Banun Binaningrum selaku Sekjur Tafsir Hadis

2. Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi, MA., sebagai pembimbing yang telah banyak

memberikan pengarahan dengan penuh kesabaran serta keikhlasan.

Page 7: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

iii

3. Seluruh Dosen Jurusan Tafsir Hadis yang telah mengajarkan dan memberikan

ilmunya kepada saya selama proses perkuliahan berlangsung. Semoga Allah

Swt. memberikan balasan yang tak terduga atas ilmu yang telah diberikan

selama ini, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi saya.

4. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Bapak Daskim dan Ibu Komariyah

yang tercinta dan saya banggakan. Terima kasih atas pengorbanan, kasih

sayang serta do’a yang tak henti-hentinya. Semoga Allah Swt. menjaga dan

menyayangi mereka hingga akhir hayatnya.

5. Teman-teman seperjuangan TH B atas kekompakan dan solidaritasnya selama

perkuliahan di kampus maupun di luar kampus. Khususnya kerabat dekat

dalam menyelesaikan skripsi, kepada Setiawan Doni Kusuma, Muhammad

Saeful Asyari, Chairul Amin dan Muhammad Hafis serta Bang Toro.

Akhirnya saya menyadari dengan keterbatasan wawasan dan pandangan

yang masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca,

menjadikan penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, saya berusaha

untuk menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuan.

Dengan segala kerendahan hati, saya ingin menyampaikan harapan yang

begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat sekalian pembaca dan khususnya

saya pribadi. Saya ucapkan banyak terima kasih.

Ciputat, 28 April 2015

Imam Kamali

Page 8: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama

kali diterbitkan tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Library

Congress (LC).

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Nama

Tidak dilambangkan - ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

ḥ h dengan titik di bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

‘ عkoma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha هـ

Apostrof ء

y Ye ي

Page 9: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

vi

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari

vocal tunggal dan vocal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ a fatḥah

__ i Kasrah

_’_ u ḍammah

b. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

iy a dan i _ي

و__ aw a dan u

c. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ ā a dengan topi di atas

ī i dengan topi di atas ــ __

وو _ ’_ ū u dengan topi di atas

Page 10: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

vii

Kata Sandang

Kata sandang, dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik

diikuti huruf syamsiyyah dan qamariyyah. Contoh: al-Rijāl bukan

ar-Rijāl, al-Dīn bukan ad-Dīn.

Singkatan

Swt. : Subḥānah wa taʻālá

Saw. : Ṣallallah ʻalayh wa sallam

Ra. : Raḍiyallah ʻanh

H : Tahun Hijriyah

M : Tahun Masehi

w. : Wafat

Tt : Tanpa Tahun

Tp : Tanpa Penerbit

b. : Bin

bt. : Binti

J. : Jilid

Page 11: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

viii

DAFTAR ISI

A. ABSTRAK ........................................................................................ i

B. KATA PENGANTAR ...................................................................... ii

C. PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................... v

D. DAFTAR ISI .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 6

D. Metodologi Penelitian ..................................................... 7

E. Kajian Pustaka ................................................................. 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................... 13

BAB II DISKURSUS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD SAW.

A. Pengertian Maksum ......................................................... 15

B. Kemaksuman Nabi Muhammad Saw. ............................. 22

BAB III PENELITIAN MATAN HADIS KEMAKSUMAN NABI

MUHAMMAD SAW.

A. Peristiwa Renovasi Kaʻbah .............................................. 31

a. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ........ 31

b. Meneliti Kandungan Matan Hadis ............................. 32

1) Memahami Sunah dengan Tuntunan Al-Qurʼan ..... 34

2) Mengumpulkan Hadis-Hadis yang Satu Tema ....... 38

3) Mengetahui Asbāb al-Wurūd Hadis ........................ 41

Page 12: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

ix

B. Peristiwa Terbukanya Paha Nabi Saw. Saat Berbincang dengan

Abū Bakar dan ʻUmar ...................................................... 44

a. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ........ 45

b. Meneliti Kandungan Matan Hadis ............................. 45

1) Memahami Sunah dengan Tuntunan Al-Qurʼan ..... 46

2) Mengumpulkan Hadis-Hadis yang Satu Tema ........ 49

3) Memadukan Hadis-Hadis yang Tampak Bertentangan 50

4) Mengetahui Asbāb al-Wurūd Hadis ............................... 57

C. Perdebatan Kemaksuman Nabi Muhammad Saw. ........... 58

D. Perbincangan Ulama Mengenai Kualitas Hadis-Hadis

Kemaksuman Nabi Muhammad Saw ............................... 65

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................... 72

B. Saran-Saran ..................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73

LAMPIRAN ................................................................................................. 79

Page 13: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fakhr al-Dīn al-Rāzī (w. 606 H.), al-Nawawī (w. 676 H.), ʻAlī b.

Muḥammad al-Jurjānī (w. 816 H.), Taqiy al-Dīn al-Nabhānī (w. 1398 H.)1 dan

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī (1975 M.) mengatakan para Imam sepakat bahwa para

Nabi terjaga dari menyembah berhala, kufur, dan bidʻah dan mereka maksum dari

dosa besar dan kecil yang disengaja setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian

mereka sama sekali tidak melakukan dosa besar dan dimungkinkan terjadinya

kekeliruan atau kesalahan yang tidak sampai merusak harga diri dan merendahkan

kedudukan serta kehormatan mereka. Apabila ada kelupaan atau kelalaian maka

itu boleh saja dan tidak ada seorang Imam yang menentang atau berbeda faham

dalam hal ini.2

Syarīf al-Murtaḍá (w. 436 H.) dan Maytsam al-Baḥrānī (w. 699 H.)

mengatakan bahwa para Nabi maksum dari dosa besar dan dosa kecil baik secara

tidak sengaja dan tidak lalai ataupun salah dalam pentakwilan sejak masa kanak-

kanak hingga setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul.3 Karena maksiat tidak

1 Beliau merupakan pendiri Ḥizb al-Taḥrīr, didirikan pada tahun 1953 di al-Quds,

Palestina. 2Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986), 41-42.

Lihat juga al-Nawawī, Rawḍat al-Ṭālibīn waʻUmdat al-Muftīn (Beirūt: Maktabat al-Islāmī, 1991),

J. 10, 205. Lihat juga Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah waal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabat

al-Ghazālī, 1975), J. 3, 58. Lihat juga ʻAlī b. Muḥammad al-Jurjānī, Syarḥ al-Mawāqif (Beirūt:

Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1998), J. 8, 288. Lihat juga Taqiy al-Dīn al-Nabhānī, al-Syakhṣiyyah al-

Islāmiyyah (Beirūt: Dār al-Ummah, 2003), J. 1, 136. 3 Maytsam al-Baḥrānī, Qawāʻid al-Marām fī ʻIlm al-Kalām (Maktabat Āyatullah al-

ʻAẓamī, 1998), Cet. 2, 125. Lihat juga Syarīf al-Murtaḍá, Tanzīh al-Anbiyāʼ (Qum: Amīr, 1955),

15.

Page 14: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

2

bisa dikategorikan ini maksiat kecil atau besar, sengaja atau tidak disengaja, baik

itu sebelum kenabian atau sesudah kenabian. Bagaimanapun perbuatan maksiat

dapat merusak harga diri dan kehormatan serta mencerminkan watak seseorang.4

Pendapat ini kemudian menjadi pijakan oleh golongan Syiʻah.

Dari beberapa pendapat ulama di atas, menunjukkan adanya perdebatan

ulama dalam hal kemaksuman Nabi dan Rasul, satu sisi sebagian ulama

berpendapat Nabi dan Rasul maksum dari sejak lahir hingga akhir hayatnya dan

sebagian ulama berpendapat Nabi dan Rasul maksum hanya setelah

pengangkatannya menjadi nabi dan rasul.

Ditemukan beberapa riwayat yang menunjukkan adanya kemaksuman

Nabi Muhammad Saw. secara fisik dari sebelum diangkatnya menajadi Nabi dan

Rasul, seperti terlahir dalam keadaan tersunat sehingga aurat beliau tidak terlihat

seseorang5 dan terjaga dari kemaksiatan dan keburukan perilaku kaum jahiliyah.

6

Riwayat-riwayat ini yang kemudian dijadikan dalil atas kemaksuman Nabi

Muhammad Saw. dari sejak lahir hingga setelah kenabian.

Saya mencoba menampilkan satu riwayat yang diduga menunjukkan

ketidakmaksuman Muhammad Saw. sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul,

yaitu pada peristiwa Muhammad Saw. mengikuti renovasi Kaʻbah bersama

pamannya al-ʻAbbās.

Dalam kitab al-Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, al-Bukhārī meriwayatkan dari Jābir b.

4 Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ, 2004),

Cet. 2, 41. 5 Abī Nuʻaym al-Iṣbahānī, Dalāil al-Nubuwwah (Beirūt: Dār al-Nafāis, 1986), Cet. 2,

154. 6 Muḥammad al-Ghazālī, Fiqh al-Sīrah (Beirūt: Dār al-Kutub, 1965), Cet. 6, 72. Lihat

juga Dalāil al-Nubuwwah karya Abū Nuʻaym, 186. dan Dalāil al-Nubuwwah karya al-Bayhaqī,

33-34.

Page 15: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

3

ʻAbdullah yang menceritakan bahwa sebelum kenabian, Muhammad Saw. ikut

serta dengan pamannya, al-ʻAbbās b. ʻAbd al-Muṭālib dalam merenovasi Kaʻbah.7

Umumnya orang-orang mengangkat batu dengan beralaskan sehelai kain yang

diletakkan di pundak mereka kecuali Muhammad Saw., hingga kemudian

pamannya al-ʻAbbās memerintahkan Muhammad Saw. agar mengikatkan izār8

pada lehernya9 supaya meringankan beban batu yang diangkatnya.

10 Maka beliau

mengikuti sebagaimana saran pamannya, yaitu melepas dan mengikatkan izār

pada lehernya. Namun tidak lama kemudian Muhammad Saw. jatuh ke tanah

hingga matanya terbelalak hingga izār yang dikenakannya terlepas, Nabi merasa

kehilangan izār yang beliau pakai, kemudian Nabi Saw. mengenakan izār-nya

kembali dengan ikatan yang lebih kuat lagi. Peristiwa ini terjadi ketika

Muhammad Saw. berusia 35 tahun.11

Pada peristiwa ini ada riwayat yang mengatakan bahwa Muhammad Saw.

telanjang (tanpa pakaian)12

dan dalam riwayat Abū al-Ṭufayl bahwa aurat

7 Beberapa tahun sebelum Muhammad Saw. diangkat menjadi nabi, kota Makkah sering

di landa banjir hingga menenggelamkannya, mengakibatkan bangunan Kaʻbah semakin rapuh

sehingga memaksa orang-orang Quraisy memutuskan untuk merenovasi Kaʻbah demi kehormatan

dan kesucian warisan peninggalan syari’at Nabi Ibrahim as. yang masih dijaga dikalangan orang

Arab. 8 Izār bermakna al-Milḥafah yaitu selimut atau pakaian sejenis jubah. Lihat Ibn Manẓūr,

Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), J. 4,16. 9 Riwayat lain mengatakan, pamannya al-ʻAbbās memerintahkan Muhammad Saw. untuk

meletakkan sarung pada pundaknya. Lihat Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār Ibn al-Jauzī, 2010),

no hadis 364, 56. 10

Al-Buthy, Fikih Sirah, penerjemah Fuad Syaifudin Nur (Jakarta: Hikmah PT Mizan

Publika, 2010), Cet. 1, 65. Lihat juga Muḥammad al-Ghazālī, Fiqh al-Sīrah (Beirūt: Dār al-Kutub,

1965), Cet. 6, 83. 11

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Bairūt: Dār al-Fikr, 1994), J. 3, 282. (Kitāb;manāqib

al-Anṣār, Bab : Buniya al-Ka'bah, No. Ḥadith : 3829). 12

Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī. Penerjemah Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam,

2003), J. 3, 42. Lihat juga J. 9, 19.

Page 16: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

4

Muhammad Saw. terlihat (awal mula Nabi diseru untuk menutup auratnya).13

Melihat peristiwa ini, muncul dugaan bahwa Muhammad Saw. sebelum diangkat

menjadi Nabi itu tidak maksum artinya kalau Nabi itu maksum maka Nabi terjaga

dari terbukanya aurat meskipun secara tidak sengaja karena konsep maksum itu

bukan berarti menjaga diri akan tetapi dijaga ataupun terjaga.

Berangkat dari riwayat yang diduga Muhammad Saw. terbuka auratnya,

maka penelitian ini mengkaji ulang kualitas hadis-hadis yang diduga adanya

ketidakmaksuman Nabi Muhammad Saw., karena saya berpatokan pada sebuah

teori “Kesahihan sanad tidak dapat menjamin sahihnya matan hadis”,14

ini

sebagai tolak ukur sahihnya matan hadis. Begitu juga ditemukan beberapa ayat al-

Qur’an maupun dari hadis Nabi secara lahiriyah Muhammad Saw. melakukan

kesalahan yang kemudian mendapat teguran dari Allah Swt. Tidak menutup

kemungkinan, peristiwa terbukanya aurat Nabi Muhammad Saw. baik dari

sebelum dan sesudah kenabian menunjukkan adanya ketidakmaksuman.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, saya akan melakukan kajian

yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul: “KUALITAS HADIS-

HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD SAW.”

13

Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī. Penerjemah Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam,

2003), Cet 2, J. 19, 119. Lihat juga Aḥmad ibn Ḥanbal, al-Musnad (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts,

1995), Cet. 1, J. 17, 125. (no. hadis 23684 & 23690). 14

Thoha Saputro, Kritik Matan Hadis (Studi Komparatif Pemikiran Ibn Qayyim al-

Jauziyyah dan Muhammad al-Ghazali). (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).

Page 17: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

5

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dan untuk memperjelas

alur penelitian ini, maka saya perlu mengidentifikasi beberapa masalah mengenai

kemaksuman Muhammad Saw. berikut untuk kemudian diteliti lebih lanjut:

a. Apa yang dimaksud dengan maksum?

b. Kapan istilah maksum itu ada?

c. Siapakah yang pertama kali menggunakan istilah maksum ini?

d. Apakah Muhammad Saw. maksum dari sebelum kenabian atau sesudah

kenabian?

e. Apakah maksum diberikan kepada selain para Nabi dan Rasul?

f. Bagaimana perbincangan ulama tentang kualitas hadis kemaksuman

Muhammad Saw.?

g. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang menunjukkan adanya

ketidakmaksuman Muhammad Saw. sebelum dan sesudah kenabian?

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah yang muncul dan untuk memudahkan

penelitian ini, saya hanya membatasi masalah pada poin a, d, f, dan poin g.

Pembatasan pada empat poin yang saya pilih, karena dalam penelitian ini, saya

fokuskan pada riwayat-riwayat yang menunjukkan ketidakmaksuman Muhammad

Saw. sehingga poin-poin tersebut dirasa perlu untuk diteliti lebih lanjut.

Dari indentifikasi masalah tersebut, saya memberi batasan masalah yaitu

pada riwayat-riwayat yang diduga menunjukkan ketidakmaksuman Muhammad

Page 18: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

6

Saw. sebelum dan sesudah kenabian. Berdasarkan pada latar belakang masalah di

atas, maka disusun rumusan masalah skripsi ini adalah: Bagaimana kualitas

hadis-hadis kemaksuman Nabi Muhammad Saw.?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Secara umum penelitian ini bertujuan menjelaskan arti maksum dan

menganalisis kualitas hadis-hadis kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

2. Adapun tujuan khusus penelitian ini, guna melengkapi salah satu

persyaratan akhir pada program S1 untuk meraih gelar S.Th.i (Sarjana

Theologi Islam) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui arti maksum secara mendalam.

2. Mengetahui kualitas hadis-hadis kemaksuman Muhammad Saw.

3. Diharapkan dapat memberikan dan menambah wawasan serta pandangan

kajian Islam terutama dalam studi Hadis, yaitu mengenai kajian kulitas

matan hadis kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Page 19: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

7

D. Metode Penelitian

Dalam skripsi ini, saya menggunakan tiga aspek metode penelitian, yaitu:

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, saya menggunakan penelitian kepustakaan

(library research).15

Saya mengumpulkan data-data hadis atau riwayat yang

menunjukkan ketidakmaksuman Muhammad Saw. sebelum kenabian dan sesudah

kenabian. Data-data diperoleh dengan cara mengumpulkan bahan-bahan baik dari

perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun Google Book. Setelah data

terkumpul kemudian saya klasifikasi menjadi dua jenis sumber data yaitu:

1. Sumber data primer, untuk penelitian ini merujuk pada dua kitab yaitu: Ṣaḥīḥ

al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim.

2. Sumber data sekunder, berupa buku dan tulisan lainnya yang ada

hubungannya dengan pokok masalah dalam penelitian ini, seperti: Sīrah al-

Nabawiyyah karya Ibn Hisyām,16

Ibn Isḥāq,17

dan al-Raḥīq al-Makhtūm karya

Syaykh Ṣafiyuraḥmān al-Mubārakfūrī, Fiqh al-Sīrah karya Muḥammad al-

Ghazālī18

dan al-Būṭī,19

Ṣaḥīḥ al-Ātsar waJamīl al-ʻIbar min Sīrat Khayr al-

Basyar karya Muḥammad b Ṣāmil al-Sulamī,20

Fakhr al-Dīn al-Rāzī; ʻIṣmat

15

Cara pengumpulan data-datanya melalui buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan,

dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian. 16

Ibn Hisyām, Sīrah Nabawiyah (Beirūt: Dār Ibn Ḥazm, 2009), Cet. 2, 88. 17

Ibn Isḥāq (taḥqīq dan sharḥ: Ibn Hishām), Sirah Nabawiyah. Penerjemah H. Samson

Rahman (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2012), 111-112. 18

Muḥammad al-Ghazālī, Fiqh al-Sīrah (Beirūt: Dār al-Kutub, 1965), Cet. 6, 83. 19

Al-Buthy, Fikih Sirah. Penerjemah Fuad Syaifudin Nur (Jakarta: Hikmah PT Mizan

Publika, 2010), Cet. 1, 65. 20

Muḥammad b. Ṣāmil al-Sulamī, Ṣaḥīḥ al-Ātsar waJamīl al-ʻIbar min Sīrat Khayr al-

Basyar (Jeddah: Maktabat Rawāiʻ al-Mamlakah, 2010), 86.

Page 20: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

8

al-Anbiyāʼ,21

ʻAlī bin Muḥammad al-Jurjānī; Syarḥ al-Mawāqif,22

Muḥammad

ʻAlī al-Ṣābūnī; al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ,23

Maytsam al-Baḥrānī; Qawāʻid

al-Marām fī ʻIlm al-Kalām,24

Syarīf al-Murtaḍá; Tanzīh al-Anbiyāʼ,25

Jaʻfar

al-Subḥānī; ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm,26

al-Syarbinī; Radd

Syubuhāt Ḥawl ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunnah,27

ʻUmar

Sulaymān al-Asyqar; Rasul dan Risalah,28

al-Syakhṣiyyah al-Islāmiyyah;

Taqiy al-Dīn al-Nabhānī,29

tanpa menyebutkan nama penulis; Kemaksuman

Nabi.30

2. Metode Analisa Data

Dalam melakukan penelitian ini, saya menggunakan dua langkah

metodologis penelitian matan hadis, yaitu:

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis.31

2. Meneliti kandungan matan.

Langkah selanjutnya dalam upaya memahami hadis Nabi, saya

21

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986), 41-

42. 22

ʻAlī b. Muḥammad al-Jurjānī, Syarḥ al-Mawāqif (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah,

1998), J. 8, 288. 23

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwat waal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 58. 24

Maytsam al-Baḥrānī, Qawāʻid al-Marām fī ʻIlm al-Kalām (Maktabat Āyatullah al-

ʻAẓamī, 1998), Cet. 2, 125. 25

Syarīf al-Murtaḍá, Tanzīh al-Anbiyāʼ (Qum: Amīr, 1955), 15. 26

Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ, 2004), Cet. 2, 8.

27 Al-Syarbinī, Radd Syubuhāt Ḥawl ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb waal-Sunnah (al-

Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003), 68-69. 28

ʻUmar Sulaymān al-Asyqar, Rasul dan Risalah. Penerjemah Munir F. Ridwan (International Islamic Publishing House, 2008), 132.

29 Taqiy al-Dīn al-Nabhānī, al-Syakhṣiyyah al-Islāmiyyah (Beirūt: Dār al-Ummah, 2003),

J. 1, 136. 30

Artikel di akses pada 19 Juli 2014 dari http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/ articles/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/prophethood/kemaksuman_nabi/001.html

31 Siti Masyitoh, “Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsir al-Azhar; Studi Kritik Matan

Hadis Dalam Surah Yāsīn,” ( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010) 33.

Page 21: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

9

menggunakan metode yang ditawarkan oleh Yūsuf al-Qaraḍāwi,32

yaitu:

a. Memahami al-Sunnah dengan tuntunan al-Qur’an.

b. Menghimpun hadis-hadis yang satu tema.

c. Memadukan hadis-hadis yang tampak bertentangan.

d. Mengetahui Asbāb al-Wurūd Hadis (Memahami hadis sesuai dengan latar

belakang, situasi dan kondisi serta tujuannya).

e. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang bersifat

tetap dalam setiap hadis.

f. Membedakan antara ungkapan hakikat dan majaz.

g. Membedakan antara yang gaib dan nyata.

h. Memastikan makna kata-kata dalam hadis.

Saya menggunakan metode ini, karena metode yang ditawarkan oleh

Yūsuf al-Qaraḍāwī lebih terbuka dan rinci sehingga dalam memahami hadis tidak

sampai pada lahiriyah teks hadis saja, namun perlu memperhatikan sebab-sebab

yang terkait di sekeliling teks hadis dengan tetap berpegang pada al-Qur’an dan

Sunnah.

3. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, saya sepenuhnya mengacu

pada buku pedoman akademik: Penulis Skripsi, Tesis dan Desertasi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011,33

kecuali untuk transliterasi.

32

Yūsuf al-Qaraḍāwī, Kayfa Nataʻāmal maʻa al-Sunnah al-Nabawiyah (al-Qāhirah: Dār al-Syurūq, 2002), 111.

33 DR. Jamhari, dkk., Pedoman Akademik; Penulis Skripsi, Tesis dan Desertasi, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011.

Page 22: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

10

E. Kajian Pustaka

Terdapat beberapa kajian penelitian terdahulu yang membahas

kemaksuman para Nabi dan Rasul berupa skripsi, Tesis, buku/kitab, dan artikel,

dengan catatan semuanya berbeda pembahasan satu sama lainnya, diantaranya:

a. Adithia Warman,34

dari Fakultas Dirasat Islamiyah 2010, skripsinya berjudul

“Konsep Ishmah Para Nabi Menurut Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzī”. Skripsi ini

lebih fokus mengkaji pemahaman al-ʻIṣmah para Nabi menurut Imam al-Rāzī

dengan menjelaskan pengertian Nabi dan Rasul, perbedaan antara muʻjizat,

karamah, dan sihir, dan kemaksuman para Nabi serta pembagian

kemaksuman.

b. Muhammad Ridwan,35

dari Fakultas Dirasat Islamiyah 2009, skripsinya

berjudul “Konsep Kenabian Menurut Mazhab Asyʻary”. Skripsi ini hanya

menjelaskan pengertian Nabi dan Rasul, seputar madzhab al-Asyāʻirah berikut

ulama-ulama besar yang bermadzhabkan al-Asyāʻirah, dan teori kenabian

menurut al-Asyāʻirah.

c. Muhammad Yusfik,36

Tesisnya berjudul “Kenabian Muhammad Saw.

Menurut Al-Qur'an: Kajian Tematik tentang Misi Kenabian Muhammad

Saw.” Tesis ini mengulas sejarah Nabi Muhammad Saw. dari sebelum

kenabian hingga sesudah kenabian, menjelaskan konsep kenabian Muhammad

Saw. dan misi kenabian Muhammad Saw. menurut al-Qur’an.

34

Adithia Warman, “Konsep Ishmah Para Nabi Menurut Imam Fakhr al-Dīn al-Razi,”

(Skripsi S 1 Fakultas Dirasat Islamiyah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010). 35

Ahmad Ridwan, “Konsep Kenabian Menurut Mazhab Asy'ary,” (Skripsi S1 Fakultas

Dirasat Islamiyah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009). 36

Muhammad Yusfik, “Kenabian Muhammad Saw. Menurut Al-Qur’an: Kajian Tematik

tentang Misi Kenabian Muhammad Saw.” (Tesis S2 Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005).

Page 23: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

11

d. Syarīf al-Murtaḍá (w. 436 H.),37

dengan judul “Tanzīh al-Anbiyāʼ”. Karya ini

berisikan tentang perbedaan pendapat dalam kesucian para Nabi dari dosa,

kesempurnaan kesucian para Nabi dari dosa kecil dan besar dengan

memberikan contoh dari kesucian Nabi Adam as. sampai pada kesucian Nabi

Muhammad Saw. namun tidak menjelaskan seluruh para Nabi hanya beberapa

Nabi saja serta para Imam yang dianggap suci seperti sahabat ʻAlī, al-Ḥasan b.

ʻAlī, Abū ʻAbdullah al-Ḥusayn b. ʻAlī, Abū al-Ḥasan ʻAlī b. Mūsá, dan al-

Qāʼim al-Mahdī.

e. Fakhr al-Dīn al-Rāzī (w. 606 H.),38

dengan judul “ʻIṣmat al-Anbiyāʼ”. Karya

ini berisikan tentang sekilas pendapat-pendapat madzhab dalam hal

kemaksuman para Nabi, dan pendapat Fakhr al-Dīn al-Rāzī sendiri mengenai

wajibnya kemaksuman para Nabi serta memberikan lima belas dalil dalam

pembahasan kemaksuman para Nabi.

f. Jaʻfar al-Subḥānī,39

dengan judul “ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm”.

Karya ini menjelaskan munculnya teori al-ʻIṣmah, hakikat arti maksum,

apakah kemaksuman itu hasil dari ikhtiar atau karunia Ilahi, dan kemaksuman

para Nabi yang terdapat di dalam al-Qur’an, seperti Nabi Ādam, Nabi Nūḥ,

Nabi Ibrāhīm, Nabi Yūsuf, Nabi Mūsá, Nabi Dāwud, Nabi Sulaymān, Nabi

Āyūb, Nabi Yūnus, dan Nabi Muhammad Saw.

37

Syarīf al-Murtaḍá, Tanzīh al-Anbiyāʼ (Qum: Amīr, 1955), 15. 38

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986), 39-

40. 39

Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ,

2004), Cet. 2, 8.

Page 24: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

12

g. Al-Syarbinī,40

dengan judul “Radd Syubuhāt Ḥawl ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-

Kitāb wal-Sunnah”. Karya ini menjelaskan secara khusus mengenai

kemaksuman Nabi Muhammad Saw. dari segi akal dan fisik, serta penolakan

ketidakjelasan kemaksuman Nabi Saw. dari segi akal dan fisik, kemaksuman

Nabi Saw. dalam menyampaikan wahyu Allah Swt. serta penolakan

ketidakjelasan kemaksuman Nabi Saw. dalam menyampaikan wahyu,

kemudian kemaksuman Nabi Saw. dalam berijtihad serta penolakan

ketidakjelasan kemaksuman Nabi Saw. dalam berijtihad, dan selanjutnya

kemaksuman tingka laku Nabi Saw. serta penolakan ketidakjelasan

kemaksuman tingka laku Nabi Saw..

h. Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī (1975 M),41

dengan judul “al-Nubuwwah wal-

Anbiyā”. Karya ini berisikan tentang kenabian dan para Nabi; menjelaskan

bahwa kenabian merupakan karunia Tuhan, perbedaan antara al-Nubuwwah

dengan al-Mulk, dan kenapa para Nabi itu dari kalangan manusia. Selanjutnya

keutamaan dakwah para Nabi; para Nabi berdakwah atas perintah Tuhan dan

mereka tidak pernah mengharapkan pahala ataupun imbalan dari risalah yang

mereka emban dan sifat-sifat yang mereka miliki seperti al-Ṣidq, al-ʼAmānah,

al-Tablīgh, al-Faṭānah, al-Salāmat min al-ʻUyūb al-Munaffirah, dan al-

ʻIṣmah. Kemudian kemaksuman para Nabi; menjelaskan pengertian Maksum

dan makna maksum menurut Syariat dan apakah para Nabi Maksum dari

sebelum kenabian atau sesudah kenabian?. Kemudian kisah-kisah para Nabi;

40

Al-Syarbinī, Radd Syubuhāt Ḥawl ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunnah (al-

Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003), 68-69. 41

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 56.

Page 25: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

13

yakni mengambil pelajaran dari kisah para Nabi dan memahami tujuan kisah-

kisah dalam al-Qur’an. Selanjutnya menjelaskan mengenai pengkisahan Nabi

Adam menurut al-Qur’an, serta Ulil ʻAzmi dan para Nabi lainnya.

i. Tidak menyebutkan nama penulisnya,42

dengan judul “Kemaksuman Nabi”.

Artikel ini, menjelaskan makna maksum, argumentasi dan manfaat

kemaksuman, jenis-jenis kemaksuman, dan mungkinnnya sesorang selain para

Nabi dan Rasul mendapat predikat maksum dengan tiga hal yaitu ketakwaan

yang tingggi kepada Allah Swt., ilmu yang sempurna akan akibat dari

perbuatan, dan kecintaan yang sempurna kepada Allah Swt. Ketiga syarat ini,

menurut penulis artikel mampu mendapat predikat kemaksuman.

Delapan karya yang disebutkan di atas, berbeda dengan penelitian yang

akan dikaji dalam skripsi ini. Pembahasan tentang kemaksuman Nabi, yang

membedakan dengan peneliti sebelumnya adalah skripsi ini lebih fokus

membahas dan mengkaji kualitas hadis-hadis kemaksuman Nabi Muhammad

Saw. sehingga akan diketahui kualitas matan hadis-hadis kemaksuman Nabi

Muhammad Saw. baik itu ṣaḥīḥ ataupun ḍāif.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, saya menyajikan dalam bentuk bab disertai

subbab-subbab yang berkaitan. Hal ini saya maksudkan agar lebih mudah dalam

memahami bahasan yang dikaji atau yang diteliti.

Bab pertama, pendahuluan. Dalam pendahuluan ini, saya membahas

mengenai latar belakang masalah dari kajian ini, kemudian identifikasi,

42

di akses pada 19 Juli 2014 dari http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/

articles/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/prophethood/kemaksuman_nabi/001.html

Page 26: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

14

pembatasan, dan perumusan masalah yang saya akan kaji, tujuan dan manfaat

penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan diakhiri sistematika penulisan

dari penelitian ini.

Bab kedua, berisikan diskursus kemaksuman Nabi Muhammad, meliputi

beberapa sub bab dimulai dari pengertian maksum, hal ini dilakukan sebagai

langkah awal untuk mengetahui konsep maksum secara umum. Lebih lanjut,

menjelaskan tentang kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Pada bab ketiga, analisis kritik matan hadis, meliputi empat sub bab

pembahasan. Pertama, meneliti matan dengan kualitas sanad hadis, ini saya

anggap penting karena sebelum melangkah pada kajian kritik matan hadis tentu

harus terlebih dahulu mengetahui kualitas sanad hadisnya. Kedua, meneliti

kandungan matan hadis, pembahasan ini penting sekali karena memperhatikan

latar belakang hadis, kemudian apakah hadis tersebut mengandung kontradiksi

atau tidak, al-Qur’an maupun al-Ḥadīts. Ketiga, perdebatan kemaksuman Nabi

Muhammad Saw. Keempat, kualitas hadis-hadis kemaksuman Nabi Muhammad

Saw.

Pada bab empat, merupakan penutup dari penelitian ini, yang terdiri dari

kesimpulan yang berisikan jawaban atas pokok permasalahan, dan saran-saran.

Page 27: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

15

BAB II

DISKURSUS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD SAW.

A. Pengertian Maksum

Secara bahasa maksum berasal dari bahasa Arab yaitu al-ʻIṣmah asal kata

dari يعصم- عصم) ) bermakna al-Ḥifẓ dan al-Wiqāyah (penjagaan), sedangkan

maksum menurut ucapan orang Arab maknanya al-imsāk (menahan diri), al-manʻ

(mencegah), dan mulāzamah (patuh). Semua mengandung satu pengertian yaitu

pemeliharaan Allah Swt. terhadap hambanya dari terjadinya kesalahan atau

keburukan.1 Menurut al-Rāghib al-Aṣfahānī al-ʻiṣm bermakna al-imsāk (menahan

diri),2 dan menurut Ibn Manẓūr kata maksum (al-ʻiṣm) bermakna al-

manʻ(mencegah).3 Dalam al-Qur’an, kata al-ʻiṣmah ditemukan tiga belas kali dari

tiga belas ayat dalam bermacam-macam bentuk,4 diantaranya berkaitan dengan

perlindungan Nabi Muhammad Saw. dan peristiwa Nabi Nuh as. dengan anaknya.

Berikut ayatnya:

5

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.

dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak

menyampaikan amanah-Nya. Dan Allah Swt. memelihara kamu dari (gangguan)

manusia. Sesungguhnya Allah Swt. tidak memberi petunjuk kepada orang-orang

yang kafir.”

Ayat ini berbicara mengenai penjagaan dan pertolongan Allah Swt. kepada

1 Ibn Fāris, Muʻjam Maqāyīs fī al-Lughah (Beirūt: Dār al-Fikr, 1994), Cet. 1,779. Lihat

juga al-Jīlānī dkk, al-Muʻjam al-ʻArabī al-Asāsī, 845-846. 2 Al-Rāghib al-Aṣfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur‟ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Kutub al-

ʻIlmīyah, 2004), 568. 3 Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), J. 12, 403.

4 Lihat Fatḥ al-Raḥmān Liṭālib Āyāt al-Qur‟ān, 301-302.

5 Al-Māidah [5]: 67.

Page 28: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

16

Nabi Muhammad Saw. dalam mengemban risalah dari kejahatan dan yang

menundukkannya. Syaikh al-Ṭūsī dalam hal maksum, ia menganalogikan seperti

tali geriba6 yaitu tali yang diikatkan untuk membawa geriba dengan tujuan untuk

menguatkan tali kulit atau benang tersebut pada geriba, dalam arti maksum

sebagai bukti penguat kebenaran seorang Rasul dengan risalah yang

disampaikannya.7 Kemudian pada peristiwa dialog Nabi Nuh dengan anaknya

yang terekam dalam al-Qur’an al-Karim:

8

“Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang

dapat memeliharaku dari air bah!” Nabi Nuh berkata: “Tidak ada yang

melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah Swt. (saja) yang Maha

penyayang”. dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah

anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”

Ayat ini menceritakan dialog Nabi Nuh bersama anaknya yang ingkar

yang mencoba mencari tempat perlindungan ke gunung dari bahaya air yang akan

menenggelamkannya dan yang mampu memberikan pencegahan (keselamatan)

hanya Allah Swt. Maka Nabi Nuh selamat.9

Ringkasnya, kata maksum (al-ʻiṣmah) mempunyai arti menahan diri,

mencegah, dan patuh dari segala perbuatan salah dan buruk.

Arti maksum secara bahasa tidak mengandung arti yang mendalam.

Namun, bila dihubungkan dengan kenabian dan kerasulan maka akan sangat

berarti dan mempunyai pengaruh besar hingga timbul perbedaan pandangan

6 Tempat air yang terbuat dari kulit.

7 Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan al-Ṭūsī, al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān (Beirūt: Dār

Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt), J. 3, 588. 8 Hūd [11]: 43.

9 Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan al-Ṭūsī, al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān (Beirūt: Dār

Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt), J. 5, 490-491.

Page 29: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

17

dalam pengertian kemaksuman, antara lain:

1. Maksum merupakan anugerah besar yang dikaruniakan oleh Allah Swt.

kepada para Nabi dan Rasul, karena sifat-sifat yang mereka miliki sehingga

menyelamatkan mereka dari perbuatan dosa dan maksiat, dari segala

kemungkaran dan perkara-perkara yang diharamkan.10

Para ulama menafsirkan kemaksuman ke dalam empat kriteria:

a. Terdapat malakah ilahiyah (bakat, kemampuan) untuk melakukan perbuatan

baik dalam menjaga kesucian jiwa dan menjauhkan diri dari berbagai macam

perbuatan keji.

b. Mempunyai pengetahuan akan manfaat ketaatan dan akibat buruk dari

perbuatan maksiat.

c. Penegasan ilmu dengan wahyu dan bukti dari Allah Swt.

d. Jika melakukan kekeliruan tanpa sengaja, maka ia harus bertobat, menghukum

dan memperingatkan diri serta merasa malu hati.

Jika keempat kriteria tersebut terdapat pada diri seseorang, maka

kemaksuman (dari perbuatan dosa) akan melekat. Menjaga kesucian jiwa

diiringi dengan pengetahuan yang kuat, lalu dimantapkan dengan wahyu yang

diterima, serta adanya bukti nyata, dan merasa takut dengan siksa dari

kesalahan terkecil. Semua ini merupakan hakikat maksum yang disandang

oleh para utusan Allah Swt. yaitu para Nabi dan Rasul. 11

2. Mayoritas ulama Mu’tazilah berpendapat bahwa seorang Rasul tidak

melakukan dosa besar sama sekali dengan unsur kesengajaan, adapun

10

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwah wa al-Anbiyāʼ(Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 54. 11

Ibrahim al-Karazkani, Taman Orang-orang yang Bertaubat. Penerjemah Tim Hawra

(Jakarta: Pustaka Zahra, 2005), 64.

Page 30: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

18

melakukan dosa kecil dengan unsur sengaja itu boleh, tentu dengan syarat

perbuatan tersebut tidak menjijikan, mencacatkan atau dengan kata lain

perbuatan tersebut tidak menurunkan derajat dan kehormatan baginya. Adapun

menurut AbūʻAlī al-Jubāʼī bahwa seorang Rasul tidak melakukan dosa besar

dan kecil dengan kesengajaan, akan tetapi boleh saja terjadinya kekeliruan

dalam pentakwilan.12

Nabi Saw. pernah ditegur oleh Allah Saw. karena mengharamkan

sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah, yaitu ketika Nabi Saw.

mengharamkan dirinya untuk minum madu setelah dari kediaman Zaynab bt.

Jaḥsy. Demi menjaga keharmonisan dan menyenangkan istri-istrinya, Nabi

Saw. bersumpah untuk tidak minum madu.13

Teguran yang ditujukan kepada

Nabi Saw. bukan karena Nabi Saw. berbuat dosa. Akan tetapi, merupakan

bentuk peringatan atau teguran kemuliaan supaya Nabi Saw. melakukan hal

yang lebih sempurna dan utama yaitu dengan meninggalkan pengharaman

karena lebih utama daripada melakukan pengharaman.14

3. Menurut Syaikh al-Mufīd bahwa seorang Nabi menjadi maksum dari lupa dan

salah setelah diangkat sebagai utusan Tuhan. Adapun sebelum masa kenabian

para Nabi kecuali Nabi Muhammad Saw., mereka melakukan dosa kecil yang

tidak mencacatkan derajat mereka. Kemudian konsep maksum ini dikupas

secara menyeluruh oleh murid Syaikh al-Mufīd yaitu al-Sayyid al-Murtaḍá.

Menurutnya, Nabi dan Rasul itu suci dari semua dosa sebelum dan sesudah

12

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986), 40. 13

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār ibn al-Jawzī, 2010), 600. 14

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ (Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986), 155-

156. Lihat juga Syarīf al-Murtaḍá, Tanzīh al-Anbiyāʼ (Qum: Amīr, 1955), 169.

Page 31: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

19

kenabian baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Sehingga pada akhirnya

pendapat al-Sayyid al-Murtaḍá ini menjadi pijakan madzhab Syi’ah hingga

sekarang.15

Sebelum kenabian, jdikisahkan bahwa Nabi Saw. hendak melihat pesta

pernikahan dalam tradisi jahiliyah. Pada saat itu Nabi Saw. sedang mengembala

kambing bersama kawan-kawannya kemudian terdengar suara nyanyian dan

pukulan rebana, Nabi Saw. hendak melihat pesta tersebut dan menitipkan

gembalaan kepada temannya. Akan tetapi, belum sampai pada tempat tujuan Nabi

Saw. lelah dan tertidur sehingga beliau tidak sempat menghadiri pesta tersebut.16

Kemudian Nabi Saw. pernah diajak oleh pamannya Abū Ṭālib ke negeri

Syam bersama rombongan dagang Quraisy, setelah sampai di Busrá, sebuah

kawasan di Syam, mereka beristirahat di dekat rumah ibadah pendeta Baḥīra al-

Rāhib. Kemudian pendeta membuatkan makanan untuk menjamu para rombongan

Quraisy dan memerintahkan agar jangan sampai ada seorangpun yang tidak ikut

makan yang telah disediakan oleh pendeta Baḥīra al-Rāhib. Tenyata ada satu

pemuda yang menjaga di tempat perbekalan rombongan yaitu Nabi Saw. Setelah

itu, pendeta Baḥīra al-Rāhib mendekati Nabi Saw. dan mendudukannya bersama

rombongan lainnya.17

Pendeta itu menemukan kemuliaan terhadap pemuda itu, sehingga ia

memperhatikan gerak-gerik seluruh tubuhnya. Setelah selesai makan, rombongan

15

Wan Zailan Kamaruddin, Siapa Itu Nabi-Nabi (Kuala Lumpur: PTS Millennia SDN,

2004), 58. 16

Abū Nuʻaym al-Aṣbahānī, Dalāil al-Nubuwwah (Beirūt: Dār al-Nafāis, 1986), Cet. 2,

186. 17

Ibn Isḥāq, al-Sīrah al-Nabawiyyah (Beirūt: Dā al-Kutub al-ʻIlmīyah, 2004), J. 1, 122-

123.

Page 32: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

20

Quraisy berpencar sedangkan pendeta Baḥīra al-Rāhib mendekati anak kecil itu

(Nabi Saw.) dan bertanya kepadanya: “Wahai anak muda, dengan menyebut

nama al-Lāta dan al-ʻUzzā aku bertanya kepadamu dan jawablah apa yang aku

tanyakan kepadamu?” Kemudian pemuda (Nabi Saw.): “Janganlah sekali-kali

engkau bertanya tentang sesuatu apapun kepadaku dengan menyebut nama al-

Lāta dan al-ʻUzzā. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku tidak suka melebihi

keduanya”. Pendeta berkata: “Baiklah aku bertanya kepadamu dengan menyebut

nama Allah Swt. dan hendaknya engkau menjawab pertanyaanku.” Pemuda (Nabi

Saw.) menjawab:“Tanyakanlah kepadaku apa saja yang hendak kau tanyakan!”18

Kemudian pendeta bertanya banyak hal kepada Nabi Saw. mengenai

postur tubuh dan tidurnya Nabi Saw. Pada akhirnya, pendeta itu menemukan

tanda kenabian yang berada diantara kedua pundak persis sebagaimana ciri-ciri

seorang Nabi yang telah diketahuinya.19

Kedua riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi Saw. di masa sebelum

kenabian, beliau berada dalam perlindungan dan penjagaan Allah Swt. dan dalam

keadaan bertauhidkan kepada Allah Swt.

Perbedaan pendapat tidak hanya berujung pada pengertian kemaksuman

saja, hingga pada kemaksuman Nabi dan Rasul dari terjadinya maksiat dan dosa,

apakah maksum itu atas kuasa dan kehendak sendiri (ikhtiar) atau maksum itu

merupakan kuasa dan kehendak Tuhan. Selanjutnya pandangan beberapa ulama

mengenai hal ini, sebagai berikut:

Ulama al-Asyāʻirah (penganut madzhab al-Asyʻarī) dan al-Asyʻarī berbeda

18

Ibn Isḥāq, al-Sīrah al-Nabawiyyah (Beirūt: Dā al-Kutub al-ʻIlmīyah, 2004), J. 1, 123. 19

Ibn Isḥāq, al-Sīrah al-Nabawiyyah (Beirūt: Dā al-Kutub al-ʻIlmīyah, 2004), J. 1, 123.

Page 33: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

21

pendapat dalam hal ini, seperti al-Rāzī dan al-Ghazālī berpendapat, Tuhan

menjadikan kebaikan kepada diri seseorang dengan membolehkannya melakukan

ketaatan dan menghindari maksiat dengan kuasa dan kehendak sendiri. Begitu

juga menurut al-Qaḍī ʻIyāḍ yang menekankan bahwa para Nabi dan Rasul itu

maksum di sisi Tuhan dari kesalahan dan dosa dengan daya usaha dan kehendak

mereka sendiri.

Berbeda dengan al-Asyʻarī yang berpendapat bahwa maksum merupakan

paksaan Tuhan (anugerah) yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul dan tidak

berkehendak berbuat dosa. Al-Ḥusayn b. Muḥammad al-Najjār (ulama al-

Jabarīyah) juga sependapat dengan al-Asyʻarī yang mengatakan bahwa para Nabi

tidak kuasa melakukan maksiat dan dosa.

Secara umum pendapat mayoritas ulama Ahl al-Sunnah wal-Jamāʻah,

Syiʻah dan Muʻtazilah lebih menekankan pada kebebasan memilih melakukan

kebaikan dan keburukan dengan kuasa dan kehendak sendiri (ikhtiar). Karena

kebaikan itu menjadi penghalang bagi para Nabi dan Rasul dari berbuat dosa dan

kesalahan, dalam arti kebaikan dari Tuhan merupakan sebuah petunjuk,

penjagaan, penghormatan dan kebesaran bagi mereka.20

Sekalipun mereka

berkuasa dan berkehendak, mereka tidak akan melalaikan ketaatan dan melakukan

perbuatan dosa, karena para Nabi dan Rasul dibimbing dan mendapat petunjuk

dari Allah Swt.

Setiap Nabi dan Rasul dijaga oleh Allah Swt. dari kesalahan dan dosa

(Maksum), dikarenakan mereka adalah pembawa risalah Allah Swt. Sekalipun

20

Wan Zailan Kamaruddin, Siapa Itu Nabi-Nabi (Kuala Lumpur: PTS Millennia SDN, -

2004), 51-53

Page 34: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

22

para Nabi dan Rasul itu adalah manusia, tentu bertabiat sebagaimana tabiatnya

manusia, akan tetapi mereka adalah manusia pilihan Allah Swt. yang memiliki

budi pekerti luhur, beramal baik, berjiwa suci, dan tidak ada cacat dalam

perjalanan hidupnya karena mereka dijadikan sebagai teladan bagi manusia

sehingga mereka dipelihara dari segala macam dosa dan kesalahan yang

disengaja, tidak terkecuali dengan Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup para

Nabi serta Rasul yang kemaksumannya dijelaskan secara gamblang di dalam al-

Qur’an, yang berbunyi: “…sesungguhnya Allah hendak menghapuskan dosa-dosa

kamu wahai „Ahlulbait‟ dan hendak mensucikan kamu sesuci-sucinya.”21

Dapat disimpulkan bahwa maksum adalah anugerah yang Allah Swt.

berikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya dari berbuat dosa, maksiat,

kemungkaran, dan keharaman yang merusak derajat dan kemuliaan mereka.

Ditetapkan kemaksuman karena sifat-sifat keluhuran yang mereka miliki, hal ini

yang membedakan para Nabi dengan manusia biasa pada umumnya dan anugerah

ini hanya diberikan kepada para Nabi dan Rasul.

B. Kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Sebagai penyempurna nikmat-Nya, Allah Swt. menjaga Nabi Muhammad

Saw. dari masa kecilnya dari perbuatan-perbuatan jahiliyah hingga masa mudanya

dan sampai diangkatnya menjadi seorang Nabi serta diberikan mandat risalah

kepadanya. Nabi Muhammad Saw. memiliki sifat-sifat yang agung seperti;

berbudi luhur, bermurah hati, jujur, amanah, berprasangka dan bertetangga baik,

21

Al-Aḥzāb [33]: 33.

Page 35: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

23

dan dijauhkan dari perbuatan keji dan akhlak yang kotor22

bahkan tidak terbesit

sedikitpun didalam hati dan pikiran seorang Nabi untuk berbuat dosa dan

kesalahan.23

Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. benar-benar manusia

pilihan yang dipersiapkan untuk menjadi teladan.

Maksum dikategorikan ke dalam dua bagian24

:

1. Maksum Dalam Penyampaian Risalah

Para Rasul terjaga dalam mengemban risalah, mereka tidak lupa apa yang

telah diwahyukan oleh Allah Swt., dengan demikian, tidak ada wahyu yang hilang

sedikitpun kecuali hal yang dikehendaki oleh Allah Swt.25

Sebagaimana firman

Allah Swt.:

26

(6). Kami akan membacakan (al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad) Maka kamu

tidak akan lupa (7). Kecuali kalau Allah Swt. menghendaki, sesungguhnya Dia

(Allah) mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.

Begitupun para Rasul maksum dalam menyampaikan wahyu, mereka tidak

sedikitpun menyembunyikan ataupun menambahi, mengurangi, dan tanpa diubah

dan diganti apa yang diwahyukan oleh Allah Swt., karena sifat menyampaikan

merupakan perkara wajib, dan menyembunyikan merupakan perbuatan khianat.27

Mereka tetap menyampaikan segala berita yang diterima dari Allah Swt.

22

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwah wa al-Anbiyāʼ(Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 56-57. 23

Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur‟ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ, 2004),

Cet. 2, 8. 24

Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur‟ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ, 2004),

Cet. 2, 44. 25

Al-Syarbinī, Radd Syubuhāt Ḥawla ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunnah (al-

Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003), 68-69. 26

Al-Aʻlá [87]: 6-7. 27

ʻUmar Sulaymān al-Asyqar, Rasul Dan Risalah Menurut al-Qur‟an Dan Hadis.

Penerjemah Munir F. Ridwan (Riyaḍ: Dār al-ʻIlmīyah, 2008), 137.

Page 36: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

24

sekalipun menghadapi kedzaliman dan kekejaman manusia.28

Dengan demikian, terjamin kebenaran para Rasul dalam menyampaikan

wahyu. Sebab jika tidak, tentu akan banyak mengalami kekeliruan dan kesalahan

baik dari ucapan maupun perbuatan, jika mereka berbuat maksiat tentu tidak patut

untuk diteladani dan sudah dipastikan bahwa mereka bertentangan dengan misi al-

Qur’an sehingga merusak risalah yang mereka emban. Ini mustahil terjadi pada

para utusan Allah Swt., karena mereka adalah manusia pilihan (terbaik).29

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-Jin ayat 26-28;

26. (Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia (Allah

Swt.) tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.

27. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia

(Allah Swt.) mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di

belakangnya.

28. Supaya dia mengetahui, bahwa sesungguhnya Rasul-rasul itu telah

menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi

apa yang ada pada mereka, dan dia menghitung segala sesuatu satu persatu.

Dapat dipahami dari ayat di atas bahwa Allah Swt. melalui para utusan-

Nya dengan memberikan wahyu serta mengawasi dan menjaga mereka melalui

para malaikat. Diketahui bahwa pengawasan dan penjagaan baik di muka dan

dibelakangnya dengan tujuan menjaga wahyu dari setiap campuran, perubahan,

penambahan, dan pengurangan yang dilakukan oleh setan-setan atau lewat

perantara setan-setan. Ayat di atas menunjukkan bahwa wahyu terjaga dari

28

Abdul Hadi Awang, Beriman kepada Rasul (Selangor: PTS Islamika, 2007), 105-106. 29

Ibrahim al-Karazkani, Taman Orang-orang yang Bertaubat. Penerjemah Tim Hawra

(Jakarta: Pustaka Zahra, 2005), 64.

Page 37: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

25

kebocoran yang sampai kepada manusia, dan terjaga saat proses diturunkannya

wahyu kepada para Rasul.30

Kemudian berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. itu

berdasarkan wahyu, tidak berdasarkan hawa nafsu. Oleh karenanya, kemaksuman

Nabi Muhammad Saw. dapat dipertanggungjawabkan karena berdasarkan

bimbingan dan petunjuk-petunjuk dari Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:

31

(3). Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur‟an) menurut kemauan hawa

nafsunya.(4). Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan

(kepadanya).

Ayat di atas menjelaskan bahwa apa yang diucapkan dan yang

disampaikan oleh Nabi Saw. di dalam al-Qur’an itu tidak bersumber dari hawa

nafsu. Akan tetapi, sesuai dengan yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi

Saw.32

Ketahui bahwa Allah Swt. menjaga Nabi Saw. dari ucapan yang bersumber

dari hawa nafsu. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Swt. menjaga perilaku dan

pengambilan keputusan Nabi Saw. dari hawa nafsu. Oleh karena itu, di dalam

sifat Nabi Saw. penuh dengan keagungan, sekalipun Nabi Saw. bergurau namun

tidak mengucapkan kecuali yang hak.33

Kemaksuman Nabi Muhammad Saw. tentu menyangkut kiprahnya sebagai

seorang Rasul dan tujuan utama diutusnya untuk memberikan petunjuk kepada

seluruh umat manusia dan membimbing mereka kepada hakikat kebenaran. Tentu,

30

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 20, 59. 31

Al-Najm [53]: 3-4. 32

Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan al-Ṭūsī, al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān (Beirūt: Dār

Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt), J. 9, 421. 33

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 27, 93.

Page 38: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

26

tanpa kemaksuman segala apa yang menjadi tanggung jawabnya akan hancur bila

pembawaannya bergantung pada hawa nafsu dan ketidakterjagaan akhlaknya. Jika

Nabi Muhammad Saw. berbuat kesalahan atau tidak konsisten dengan ajaran ilahi

maka dampak itu akan berpengaruh pada dakwahnya. Akibatnya, tidak akan

berhasil secara sempurna tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw. Oleh

karenanya, Allah Swt. menegaskan dan menguatkan Nabi Muhammad Saw. dan

Nabi-nabi lainnya dengan mukjizat, serta membekali mereka ʻiṣhmah (maksum)

sehingga dalam menjalankan tugas berat menyampaikan risalah, tidak terdapat

kelalaian, kelupaan, dan kegentaran. Karena apabila mereka tidak maksum dalam

menghadapi sifat-sifat tersebut maka manusia tidak akan bersandar dan menerima

mereka dan akan memungkinkan terjadinya penyimpangan dalam menyampaikan

pesan Tuhan. Natijahnya adalah timbul kontra dengan maksud dan tujuan

diutusnya para Nabi.34

Enam sifat wajib yang dimiliki para Rasul, sehingga pantas untuk

mengemban risalah Ilahi.35

1. Ṣiddīq

Kejujuran ini tidak rusak dalam segala kondisi. Apabila sifat ini rusak

sedikit saja, maka risalah yang dibawa pun ikut rusak pula karena manusia tidak

akan percaya kepada Rasul yang tidak jujur. Jadi, seorang rasul tidak sedikitpun

dalam ucapannya mengandung kebatilan dalam situasi dan kondisi apapun. Nabi

Muhammad Saw. sebelum kenabiannya sudah terkenal dengan kejujuran,

34

Abduh al-Baraq, Bukan Dosa Ternyata Dosa (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2010),

12. Lihat juga artikel yang diakses pada 18 juni 2015 dari http://www.alhassanain.com

/indonesian/articles/articles/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/prophethood/kesucian_para

_nabi/001.html 35

Said Hawa, al-Rasul Saw., penerjemah ʻAbd al-Hayyī al-Kattānī dkk (Jakarta: Gema

Insani Press, 2003), 28-29.

Page 39: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

27

kepercayaan dan memiliki kedudukan yang terhormat di kalangan suku Quraisy.

2. Amānah

Komitmen dengan apa yang Rasul sampaikan, sebagai wakil Allah Swt.

Seorang Rasul mempunyai hubungan langsung dengan Allah Swt., tentu mengerti

benar akan keagungan Allah Swt. dan tidak mungkin berkhianat kepada-Nya

karena seorang yang berkhianat tidak pantas untuk mengemban risalah Ilahi.

3. Tablīgh

Seorang Rasul menyampaikan kandungan risalah dan dakwahnya secara

istiqomah, tidak peduli dengan resiko yang dihadapinya, seperti kebencian,

siksaan, kejahatan, tipu daya, dan sikap kasar manusia yang menghalangi jalan

dakwahnya. Tidak ada yang menyampaikan risalah Ilahi kecuali orang yang

cintanya kepada Allah Swt. melebihi segalanya. Karena hanya Allah yang Maha

Agung di sisinya dan hanya ridha-Nya yang dituju.

4. Faṭanah

Seorang Rasul harus seorang yang cerdas, pikiran yang sempurna dan

lurus, paling bijaksana, dan paling sempurna pengetahuannya, jelas dan tegas

argumentasinya sehingga mampu meyakinkan orang lain akan kebenaran yang ia

bawa, dan keberedaannya bisa menjadi bukti kebenaran risalah yang ia

sampaikan.

5. Al-Salāmat min al-ʻUyūb al-Munfirah

Keistimewaan yang Allah Swt. berikan kepada para utusan-Nya. Mereka

tidak cacat mental dan jasmani yang menyebabkan kaumnya berkumpul dan

mengikuti ajakan dakwahnya. Misalnya, penyakit kusta atau penyakit-penyakit

Page 40: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

28

yang menjijikan hingga menyebabkan kaumnya lari darinya. Semua itu tidak

mungkin terjadi pada seorang Rasul. Adapun kisah yang menyatakan bahwa Nabi

Ayyūb as. tertimpa penyakit amat parah sehingga sekujur tubuhnya membusuk,

keluar ulat yang bertebaran dan istrinya pun membenci dan menjauhinya. Kisah

ini tidak benar dan penuh dengan kebohongan yang bersumber dari kisah

Isrāīliyāt. Hal ini tentu bertentangan dengan sifat-sifat kenabian, karena para Nabi

maksum dari penyakit-penyakit yang menjijikan.36

6. Al-ʻIṣmah37

Al-ʻIṣmah menjadi pembahasan khusus dalam penelitian skripsi ini.

Keenam sifat di atas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan

salah satunya, karena sifat-sifat tersebut melekat dalam jiwa seorang Rasul

sehingga apa yang disampaikan oleh seorang Rasul mampu memberikan bukti

kebenaran risalah Ilahi dan dapat diterima oleh umat manusia.

2. Maksum dari Perbuatan Maksiat dan Dosa

Kepedulian Allah Swt. dalam memelihara Nabi Muhammad Saw. menjaga

hati dan aqidahnya dari kekufuran, syirik, sesat, kelalaian, keraguan, dan

menjaganya dari pengaruh setan karena Nabi Muhammad Saw. adalah sebaik-

baiknya manusia.38

Kemudian Allah Swt. menjaga para Nabi dalam

menyampaikan agama dan tauhidnya, ini menunjukkan bahwa kemaksuman Nabi

Muhammad Saw. meliputi pemahaman dan akidahnya. Hal ini tidak ada

36

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabat al-Ghazālī,

1975), J. 3, 50. Lihat juga Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwī, al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur‟ān al-Karīm

(1988), Cet. 2, J. 23, 217. 37

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabat al-Ghazālī,

1975), J. 3, 50-51. 38

Al-Syarbinī, Radd Syubuhāt Ḥawla ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunah (al-

Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003), 68.

Page 41: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

29

perbedaan pendapat baik sebelum dan sesudah kenabian.39

Adapaun salah satu tujuan dari diutusnya para Rasul adalah untuk

memberi petunjuk dan membimbing manusia ke jalan yang lurus, serta

mensucikan jiwa manusia sehingga dapat mengenal dan kembali kepada

Tuhannya yang Maha Kuasa,40

sebagaimana Allah Swt. telah berfirman perihal

doa Nabi Ibrāhīm as.:

41

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan

mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan

mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur‟an) dan al-Hikmah (al-Sunnah)

serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha

Bijaksana.”

Penyucian yang dimaksud adalah mensucikan hati dari kehinaan,

mengangkat derajat dan menanamkan kebaikan kepada manusia. Ini merupakan

tujuan utama diutusnya para Nabi dan Rasul dan diturunkannya kitab-kitab Allah

Swt. untuk mengajak manusia kepada petunjuk ilahi. Melakukan perbuatan

maksiat dan ingkar, perbuatan ini justru menghilangkan nilai dan moral serta

merusak kepercayaan jiwa dan ketaatan kepada Tuhan. Perbuatan ini tidak

mungkin dan mustahil dilakukan oleh seorang utusan Allah Swt. baik dalam

situasi ramai, sepi dan terang-terangan.42

39

Al-Syarbinī, Radd Syubuhāt Ḥawla ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunah (al-

Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003), 68. 40

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabat al-Ghazālī,

1975), J. 3, 26. Lihat juga Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur‟ān al-Karīm (Beirūt: Dār

al-Walāʼ, 2004), Cet. 2, 53. 41

Al-Baqarah [02]: 129. Lihat juga Āli ʻImrān [03]: 164. 42

Jaʻfar al-Subḥānī, ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur‟ān al-Karīm (Beirūt: Dār al-Walāʼ, 2004),

Cet. 2, 54-55.

Page 42: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

30

Menurut al-Ḥillī (w. 726 H.) bahwa kemaksuman para Rasul dari dosa

merupakan perkara yang wajib, dengan beberapa alasan43

:

1. Tujuan diutusnya para Rasul akan terwujud hanya dengan kemaksuman.

Jika mereka tidak terjaga dari perbuatan maksiat, tentu orang-orang yang

mereka seru tidak akan mendengarkan dan menerima seruannya karena

mereka sendiri berbuat dusta dan maksiat, dan ini merusak tujuan risalah.

2. Taat kepada para Rasul hukumnya wajib. Jika mereka berbuat maksiat,

tentu kaumnya wajib mengikuti perbuatan maksiat serupa, dan ini menjadi

batal tujuan pengutusan mereka.

3. Jika seorang Rasul melakukan perbuatan maksiat, maka mereka

bertentangan dalam menjalankan perintah Allah Swt. semua ini tentu

mustahil terjadi pada mereka.

Oleh sebab itu, kemaksuman merupakan suatu hal yang mesti bagi seorang

Rasul sehingga lahir kepercayaan kepadanya dan dengan kepercayaan ini tujuan

dapat tercapai yakni memberi petunjuk kepada umat. Maka para Rasul maksum

dalam menerima dan menyampaikan wahyu. Artinya Allah Swt. memilih dan

mengutus seorang Rasul yang maksum dari segala jenis dosa, kelalaian dan

kealpaan. Apabila tidak demikian, maka hal ini akan bertentangan dengan hikmah

kenabian, pewahyuan kitab dan pengutusan para Rasul. Hikmah pengutusan para

Rasul adalah untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia. Dan hal

ini akan dapat tercapai tatkala para pembawa pesan Ilahi terjaga dan maksum dari

kesalahan, kelalaian dan kealpaan dalam menerima dan menyampaikan wahyu.

43

Ibrahim al-Karazkani, Taman Orang-orang yang Bertaubat. Penerjemah Tim Hawra

(Jakarta: Pustaka Zahra, 2005), 67.

Page 43: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

31

BAB III

PENELITIAN MATAN HADIS KEMAKSUMAN MUHAMMAD SAW.

A. Peristiwa Renovasi Kaʻbah

1

“Telah menceritakan kepadaku Maḥmūd telah menceritakan kepada kami

ʻAbdal-Razāq berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibn Jurayj berkata, telah

mengabarkan kepadaku ʻAmrū b. Dīnār dia mendengar Jābir b. ʻAbdullah

radliallahu ʻanhumā berkata; Ketika Kaʻbah diperbaiki Nabi Saw. dan al-ʻAbbās

mengangkut bebatuan. Saat itu al-ʻAbbās berkata kepada Nabi Saw.: “Ikatlah

kain sarungmu pada lehermu karena dapat melindungimu dari bebatuan”. Tiba-

tiba beliau tersungkur ke tanah dengan kedua matanya terbelalak menengadah ke

langit. Kemudian beliau sadar dan berkata: “sarungku, sarungku”. Kemudian

beliau mengikatkan kain sarungnya kembali (dengan kuat).”

a. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad

Dari hasil penelitian oleh peneliti sebelumnya, bahwa hadis ini sanadnya

Ṣaḥīḥ karena terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, sehingga saya tak perlu

melakukan kegiatan kritik sanad. Dari semua jalur akan bertemu pada Jābir b.

ʻAbdullah dan terdapat banyak Tawabiʻ yang menjadikan sanad hadis ini menjadi

lebih kuat. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada lampiran 1 halaman 84.

1Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār ibn al-Jawzī, 2010), 56. (no. hadis 364,

1582, dan 3829).

Page 44: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

32

Menurut Badr al-Dīn Abī Muḥammad dan Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, hadis

ini termasuk hadis Mursal Ṣahāby,2 karena Jābir b. ʻAbdullah tidak ikut serta

dalam kegiatan perbaikan Kaʻbah bersama Rasulullah Saw. Jadi, Jābir b.

ʻAbdullah tidak menyaksikan secara langsung kisah tersebut, dan mungkin Jābir

b. ʻAbdullah mendengarkan kisah ini dari Nabi Saw. atau dari Sahabat senior lain

yang ikut hadir pada peristiwa itu.3

b. Meneliti Kandungan Matan Hadis

Pada umumnya orang-orang Quraisy mengangkat batu dengan meletakkan

pakaian mereka di atas pundaknya untuk melindungi dan meringankan beban

batu. Setelah Nabi Saw. mengikuti saran pamannya al-ʻAbbās untuk melepaskan

pakaian dan diletakkan di atas punggung beliau, seketika Nabi jatuh dan pingsan

(dalam keadaan auratnya terbuka) ke tanah. Dalam riwayat Ibn al-Ṭufayl,

Muhammad Saw. terbuka auratnya saat mengangkat batu, maka beliau di seru

untuk menutup auratnya, ini merupakan awal mula beliau diseru. Setelah

peristiwa itu Nabi Saw. tidak pernah terlihat tanpa mengenakan pakaian lagi.4

2Mursal Ṣaḥābī ialah pemberitaan Sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad

Saw., tetapi ia tidak mendengarkan atau menyaksikan langsung dari Nabi Saw., karena saat Nabi

hidup ia masih kecil atau terakhir masuk agama Islam. Akan tetapi, ia meriwayatkan dari Sahabat

lain dari Nabi Saw. seperti Ibn ʻAbbās, Anas b. Mālik dan sebagainya. Ahli hadis menilai bahwa

hadis Mursal Ṣaḥābī dihukumi al-Mawṣūl al-Musnad dan Maqbūl. Karena seluruh Sahabat

bersifat adil dan ketidaktahuan Sahabat tidak membawa pengaruh negatif. Kemudian ahli hadis

sepakat bahwa hadis Mursal Ṣaḥābī bisa dijadikan sebagai dalil atau hujjah kecuali Abū Isḥāq al-

Isfarāyinī yang tidak berhujjah menggunakan hadis Mursal Ṣaḥābī . Lihat Fatchur Rahman,

Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung: PT Almaʻrif, 1974), 209. Lihat juga Ibn Ṣalāḥ,

Muqadimah Ibn Ṣalāḥ fī ʻUlūm al-Ḥadīts, 26. Lihat juga Māhir Yāsīn, Muḥāḍarāt fi ʻUlum al-

Ḥadīts (al-Qāhirah: Dār Majid al-Islām, 2009), 39. Lihat juga al-Kirmānī, al-Kawākib al-Durārī fi

Syarḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, 1981), J. 4, 24. 3 Badr al-Dīn Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

Kutub al-ʻIlmīyah, 2001), J. 16, 396. Lihat juga Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī (al-Riyāḍ:

Maktabat al-Mulk, 2001), J. 1, 566. 4 Badr al-Dīn Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

Kutub al-ʻIlmīyah, 2001), J. 16, 396. Lihat juga Abū Yaḥyá Zakariyā al-Anṣārī, Manḥat al-Bārī

bisyarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Riyāḍ: Maktabah Rusyd, 2005), J. 2, 60-61.

Page 45: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

33

Kemudian disempurnakan oleh riwayat al-Ṭabrānī; ―setelah Nabi berdiri

mengikatkan izār-nya kembali, beliau seraya bersabda: ―Aku telah melarang

diriku berjalan dalam keadaan telanjang (tanpa mengenakan pakaian).‖5

Hadis ini menunjukkan kemuliaan Nabi Saw. yang Allah Swt. berikan

dengan menjaga dan memelihara Nabi Saw. di masa kecilnya dari keburukan dan

perilaku jahiliyah.6 Allah Swt. telah menjadikan Nabi Saw. baik budi pekerti dan

mulia tabiatnya. Perlu diperhatikan bahwa Nabi Saw. berusaha menutup kembali

dan setelah peristiwa tersebut Nabi Saw. tidak pernah terlihat telanjang (tanpa

pakaian) lagi. Dikatakan bahwa Nabi Saw. mengangkat batu bersama orang-orang

Quraisy baik laki-laki maupun perempuan.7 Akan tetapi, ketika masih berada di

tengah banyak orang Nabi Saw. masih mengenakan pakaiannya. Dalam perjalanan

mengangkat batu, Nabi Saw. berada di depan pamannya al-ʻAbbās baru kemudian

melepaskan pakaiannya.8

Menurut Ibn al-Jawzī bahwa hadis di atas menggambarkan bentuk

kecemasan atau kekhawatiran Nabi Saw. karena bagian tubuhnya terbuka dan

tidak menunjukkan kalau Nabi Saw. terbuka auratnya. Karena Nabi Saw. hanya

melepaskan izār-nya kemudian diletakkan di atas bahu beliau dengan maksud

meringankan beban batu yang diangkat oleh beliau.9

Peristiwa ini menunjukkan bahwa Nabi Saw. tidak boleh dalam keadaan

telanjang (tanpa pakaian) di tempat keramaian orang-orang. Umumnya seorang

5 Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī (al-Riyāḍ: Maktabat al-Mulk, 2001), J. 1, 566.

6 Al-Kirmānī, al-Kawākib al-Durārī fi Syarḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār Iḥyāʼ al-Turāts al-

ʻArabī, 1981), J. 4, 24. 7 Ibn Baṭāl, Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Riyāḍ: Maktabah al-Rusyd, tt), J. 2, 26.

8 Ibn Ḥamzah al-Ḥusaynī al-Ḥanafi, al-Bayān wal-Taʻrīf fī Asbāb al-Wurūd al-Ḥadīts al-

Syarīf, Penerjemah. M. Suwarta Wijaya (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). J. 3, 344. 9 Ibn al-Jawzī, Kasyf al-Musykil min Ḥadīts al-Ṣaḥīḥaynī (al-Riyāḍ: Dār al-Waṭan, 1997),

J. 3, 32.

Page 46: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

34

laki-laki seharusnya tidak telanjang dihadapan orang lain sekiranya telihat

auratnya, berjalan telanjang (tanpa pakaian) sehingga mengganggu kenyamanan

pandangan orang yang memandangnya, terkecuali dihadapan istri mereka sendiri.

Menurut Imam al-Ṭabarī bahwa orang yang berjalan tanpa mengenakan pakaian

takut dikira sebagai orang gila.10

1) Memahami Sunnah dengan Tuntunan Al-Qur’an.

Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar dan tepat,

harus jauh dari al-Taḥrīf (penyelewengan), al-Intiḥāl (pemalsuan/penjiplakan),

dan Sūʼ al-Taʼwīl (pentakwilan yang keliru) dan harus sesuai petunjuk al-Qur’an,

yakni bingkai tuntunan ilahi yang kebenarannya bersifat pasti.11

Untuk memahami kemaksuman Nabi Muhammad Saw. secara mendalam,

saya mencoba menampilkan ayat al-Qur’an yang ada kaitannya langsung dengan

kemaksuman Nabi Muhammad Saw. berikut ayatnya:

12

“Hai Rasul Saw., sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)

kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Dan Allah Swt. memelihara kamu dari

(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah Swt. tidak memberi petunjuk kepada

orang-orang yang kafir.”

Ayat di atas terdapat dua poin besar yakni Allah Swt. memerintahkan Nabi

Muhammad Saw. untuk menyampaikan risalah dan Allah Swt. menjanjikan

kepada Nabi Muhammad Saw. dengan jaminan maksum (terjaga) dari gangguan

atau tipu daya manusia.

10

Ibn Baṭāl, Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Riyāḍ: Maktabah al-Rusyd, tt), J. 2, 26. 11

Yūsuf al-Qaraḍāwī, Kayfa Nataʻāmal maʻa al-Sunnah al-Nabawiyah (al-Qāhirah: Dār

al-Syurūq, 2002), 113. 12

Al-Māidah [5]: 67.

Page 47: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

35

Rasulallah Saw. diperintahkan untuk menyampaikan risalah sebagaimana

yang telah diwahyukan, agar senantiasa tidak takut celaka dan tidak perlu dikawal,

tidak menanggapi ejekan orang-orang Yahudi, tidak membenci orang-orang

munafiq. Kemudian apabila tidak menyampaikan risalah sebagaimana yang

diperintahkan Allah Swt. ataupun hanya sebagian saja, itu seperti halnya batal

salat karena meninggalkan salah satu rukunnya. Karena setiap yang

menyembunyikan sesuatu dari agama dalam hal ini yang dimaksud adalah risalah

Tuhan maka sama halnya Nabi Saw. meninggalkan semuanya, dalam arti rusak

misi kerasulan diutusnya Nabi Muhammad Saw. kepada umatnya. Jika ada

seseorang yang hendak merendahkan atau menaklukkan Nabi Muhammad maka

Allah Swt. lah yang menjaganya dari mereka (orang-orang yang membenci Nabi

Saw.).13

Pada ayat ( ) diawali dengan ism al-Jalālah

(keagungan), ini menunjukkan bentuk kepedulian ataupun jaminan yang diberikan

kepada Nabi Muhammad Saw. secara langsung dengan memberikan perintah

yakni menyampaikan risalah kepada umat manusia, tentu sesuai dengan yang

diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Maka perlunya

dengan yakin menyebut Asma Allah Swt., dalam arti apabila selalu bersama Allah

Swt. maka Allah Swt. akan memberi penjagaan/pertolongan (Muhammad Saw.).

Menurut Syaikh ʻAbd al-Qāhar bahwa dengan menghilangkan keraguan terhadap

janji Allah Swt. maka Allah Swt. akan memberikan kesempurnaan janjinya

13

Syaikh Ṭanṭāwī Jawharī, al-Jawāhir fī Tafsīr al-Qurʼān al-Karīm (Kairo: Muṣṭafá al-

Bābī al-Ḥalabī, 1350)J. 3, 184.

Page 48: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

36

kepada Nabi Muhammad Saw.14

Menurut Muḥammad Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī bahwa al-ʻiṣmah mempunyai

arti penjagaan dari keburukan manusia yang diarahkan kepada Nabi Muhammad

Saw., baik itu karena tujuan agama dan mengemban risalah, karena semua itu

masuk kedalam area yang suci. Maksum dari manusia ini tanpa ada penjelasan,

bahwa maksum dari setiap permasalahan manusia seperti kekerasan pada tubuh

baik itu pembunuhan, meracun atau setiap yang ada hubungannya dengan

menghilangkan nyawa atau berupa fitnah, penghinaan atau hal lain seperti

perbuatan licik, penipuan, tipu daya, dan semua itu tidak nampak dari

kemaksuman Nabi Saw. sebagai penyamarataan. Akan tetapi, itu hanya konteks

keburukan mereka yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. agar jatuh atau

gagal dalam mengemban tugas risalah Tuhan.15

Tidak dapat dikatakan sebagaimana umumnya, mengenai perlindungan

dari setiap kesulitan dan bahaya, karena pandangan seperti itu dibantah oleh al-

Qur'an, hadis maʼtsūr dan sejarah yang dapat diterima. Allah Swt. telah

menjadikan Nabi Muhammad Saw. lebih umum dari umatnya dalam arti Nabi

Saw. mengalami kondisi sebagaimana umatnya, baik itu orang mu’min, orang-

orang kafir atau munafik dari kemalangan seperti, kesengsaraan dan aneka

penderitaan dan keluhan yang tak seorang pun yang mampu menghadapi itu

semua kecuali jiwa Nabi Saw. yang mulia.16

14

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 6, 263. 15

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 6, 50-51. 16

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 6, 53.

Page 49: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

37

Adapaun tujuan dari turunnya ayat ini adalah sebagai penguat (al-Taʼkīd)

mental Nabi Muhammad Saw. dalam mengemban risalah dan al-ʼiṣmah pada ayat

di atas bermakna penjagaan Nabi Saw. dari tipu daya musuh yaitu orang-orang

kafir dari Yahudi, orang-orang munafiq, dan orang-orang musyrik.17

Dalam kitab al-Dur al-Mantsūr, mengutip riwayat yang bersumber dari Ibn

Abī Ḥātim, Ibn Marduwayh dan Ibn ʻAsākir dari Abī Saʻīd al-Khudrī, ia berkata:

Ayat ini yaitu ( ) turun kepada Rasulullah Saw.

pada hari Ghadīr Khumm18

sehubungan dengan ʻAlī b. Abī Ṭālib.19

Menurut al-

Wāḥidī bahwa hadis ini sanadnya ḍaʻīf karena menurutnya dua rawi seperti ʻAlī b.

ʻĀbas dinilai ḍaʻīf dan ʻAṭiyah b. Saʻd al-ʻAwfī dinilai ṣadūq (bermadzhab Syi’ah

yang mudallis).20

Al-Ṭabrānī, Abū al-Syaikh, Ibn Marduwayh dan Abī Naʻīm dalam kitab

al-Dalāil, dan Ibn ʻAsākir meriwayatkan dari Ibn al-ʻAbbās, ia berkata: Nabi Saw.

perlu pendamping untuk menjaganya, maka diutuslah Abū Ṭālib untuk

mendampinginya. Setiap hari tokoh-tokoh dari Banī Hāsyim menjaganya,

sehingga turun ayat ( ). Maka pamannya hendak mengutus

seseorang untuk menjaga Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Wahai

17

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 6, 263. 18

Lokasi di Arab Saudi, di tengah-tengah antara Mekkah dan Madinah lebih kurang 200

mil atau daerah itu lebih dikenal sebagai tempat penobatan ʻAlī b. Abī Ṭālib sebagai wali dan

khalifah yang dilakukan oleh Nabi Saw. 19

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Durr al-Mantsūr fi Tafsīr al-Qur‟ān (al-Qāhirah:, 2003), Cet.

1, J. 5, 383. 20

Abī al-Ḥasan ʻAlī b. Aḥmad al-Wāḥidī, Asbāb Nuzūl al-Qurʼān (Beirūt: Dār al-Kutub

al-ʻIlmiyah, 1991), Cet. 1, 204.

Page 50: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

38

pamanku, Sesungguhnya Allah Swt. telah menjagaku dari jin dan manusia.21

Menurut al-Wāḥidī bahwa hadis di atas sanadnya ḍaʻīf karena menurutnya

ada seorang rawi (al-Naḍr bʼ ʻAbd al-Raḥmān Abū ʻUmar al-Khuzzāz) yang

dinilai matrūk (tertuduh dusta).22

Dalam riwayat yang lain diriwayatkan oleh Ibn Ḥibbān dan Ibn

Marduwayh dari jalan Abī Salamah dari Abī Hurayrah, ia berkata: Ketika

Rasulullah Saw. berhenti di suatu tempat yang dipilihkan oleh para sahabatnya di

dekat pohon, kemudian meletakkan pedangnya pada sebatang dahan pohon.

Kemudian datanglah seorang dusun arab lalu mendekati sedangkan Nabi Saw.

sedang tidur kemudian ia membangunkan Nabi Saw. dan menghunus pedangnya

serya berkata: Siapakah yang akan menghalangimu dariku? Rasulullah Saw.

menjawab: Allah Swt. yang akan menolongku darimu, jatuhkanlah pedangmu.

Maka ia menjatuhkan pedangnya. Maka turunlah ayat: 23

2) Menghimpun Hadis-hadis yang Satu Tema.

Terdapat tiga periwayatan dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, dua periwayatan dalam

Ṣaḥīḥ Muslim, dan empat periwayatan dalam Musnad Aḥmad b. Ḥanbal. Namun,

dari ketiga Mukharrij masing-masing banyak kesamaan dan sedikit perbedaan

pada beberapa penggunaan kata dalam lafadz matan hadis. Namun tidak merubah

21

Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Asbāb al-Nuzūl al-Musammá Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl

(Beirūt: Muʼassasah al-Kutub al-Tsaqāfiyah, 2002), Cet. 1, 106. Lihat juga tafsirnya al-Durr al-

Mantsūr fi Tafsīr al-Qur‟ān (al-Qāhirah:, 2003), Cet. 1, J. 5, 385-386. 22

Abī al-Ḥasan ʻAlī b. Aḥmad al-Wāḥidī, Asbāb Nuzūl al-Qurʼān (Beirūt: Dār al-Kutub

al-ʻIlmiyah, 1991), Cet. 1, 205. 23

Hadisnya ḥasan lihat Muqbil b. Hādī al-Wādiʻī, al-Ṣaḥīḥ al-Musnad min Asbāb al-

Nuzūl (al-Yaman: Maktabah Ṣanaʻāʼ al-Atsariyah, 2004), Cet. 2, 99. Dan sanadnya Lā baʼsa bih

lihat ʻIṣām b. ʻAbd al-Muḥsin al-Ḥamīdān, al-Ṣaḥīḥ min Asbāb al-Nuẓūl (Beirūt: Muʼassasah al-

Riyān, 1999), Cet. 1, 168.

Page 51: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

39

maksud dari hadis tersebut dan masih dalam satu tema yaitu berbicara mengenai

keikutsertaan Muhammad Saw. dalam perbaikan Kaʻbah.

Berikut tabel lafadz yang digunakan tiga mukharrij hadis:

Mukharrij Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4

Al-Bukhārī –

Muslim –

Aḥmad – –

Adapun keterangan tabel di atas, dari tiga jalur periwayatan dalam Ṣaḥīḥ

al-Bukhārī ada persamaan dalam penggunaan kata raqabah ada juga yang

menggunakan kata Mankib. Begitu juga pada jalur periwayatan dalam Ṣaḥīḥ

Muslim dan Aḥmad b. Ḥanbal. Menurut Ibn Rāfiʻ dalam riwayatnya

menggunakan “ʻala Raqabatika” dan tidak mengatakan “ʻala ʻĀtiqika”.24

Berikut arti kata yang digunakan mukharrij dalam matan hadis tersebut:

1. Raqabah mempunyai arti al-ʻUnuq (leher), ada yang mengatakan bagian atas

al-ʻUnuq dan bagian bawah al-ʻUnuq.25

2. Mankib mempunya arti Mujtamaʻun raʼsi al-Katifi wal-ʻAḍudi (tempat

pertemuan bahu dan lengan atas).26

3. ʻĀtiq mempunyai arti Ma bayna al-Mankib wal-ʻUnuq (bagian diantara bahu

dan leher).27

4. ʻUryān mempunyai arti ʻAriya min Tsawbihi (bertalanjang/melepaskan

24

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 1, 165. 25

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 1, 427. 26

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 1, 771. 27

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 10, 237

Page 52: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

40

pakaiannya).28

Kata ʻUryān asal kata dari ( ) di dalam al-Qur’an hanya terdapat satu

ayat yaitu mengkisahkan Nabi Adam dan istrinya di dalam surga dan keluar dari

surga disebabkan bisikan setan karena setan merupakan musuh bagi keduanya.

Kemudian Allah Swt. menggambarkan keadaan di dalam surga, sebagaimana

termuat dalam surah Ṭāhā ayat 118; ( ) yang artinya

(Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang).

Ayat tersebut menunjukkan adanya kesesuaian antara lapar dan telanjang.

Apabila lapar merupakan kekosongan tubuh yang tersembunyi dan yang dapat

menjaga dari rasa sakit adalah makanan, sedangkan telanjang merupakan

kekosongan tubuh yang nampak dan yang dapat melindungi dari rasa hembusan

angin dan dingin adalah pakaian.29

Sehingga rasa lapar itu dikategorikan sebagai

hinaan yang tak nampak dan telanjang sebagai hinaan yang nampak jelas yang

menjadikan orang tersebut menjadi malu.30

Dari beberapa makna yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan tempat

meletakkan izār-nya dibagian antara batas lengan atas dan bagian bawah leher.

Berkesimpulan bahwa Nabi Saw. meletakkan izār-nya di atas bahu untuk menjaga

rasa sakit dan meringankan berat beban batu yang diangkat oleh Nabi Saw. dan

orang-orang Quraisy lainnya. Kemudian riwayat lain menginformasikan bahwa

28

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 15, 46. 29

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 16, 322. 30

Ibn Katsīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-ʻAẓīm (al-Riyāḍ: Dār Ṭayyibah, 1999), Cet. 2, J. 5, 320.

Page 53: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

41

Nabi Saw. tidak pernah lagi berjalan tanpa mengenakan pakaian (ʻUryān) setelah

peristiwa tersebut.31

3) Mengetahui Asbāb al-Wurūd Hadis (Memahami hadis sesuai dengan latar

belakang, situasi dan kondisi serta tujuannya).

Pada masa sebelum kenabian, terdapat perbedaan pendapat mengenai usia

Nabi Saw. ketika ikut kegiatan perbaikan Kaʻbah, menurut al-Zuhrī saat itu Nabi

belum dewasa, menurut Ibn Baṭāl saat itu usia Nabi lima belas tahun (15),

menurut Hisyām lima (5) tahun sebelum kenabian, ada yang mengatakan pada

usia tiga puluh enam tahun (36), menurut al-Bayhaqī sebelum Nabi menikah

dengan Khadījah, dan pendapat yang masyhur adalah sepuluh tahun (10) setelah

menikah dengan Khadījah yaitu tiga puluh lima tahun (35).32

Kaʻbah sempat

mengalami perbaikan kembali karena kota Makkah sering di landa banjir

mengakibatkan bangunan Kaʻbah semakin rapuh sehingga meretakkan dinding

Kaʻbah. Orang-orang Quraisy berpendapat bahwa perlu diadakannya perbaikan

bangunan Kaʻbah untuk memelihara kedudukannya sebagai tempat yang

disucikan oleh bangsa Arab, umumnya segenap penjuru jazirah Arab.33

Diriwayatkan dari al-ʻAbbās bahwa bersama Nabi Saw. dan orang-orang

Quraisy memindahkan batu untuk merenovasi bangunan Kaʻbah, sedangkan anak

perempuan berada di rumah. Ketika orang-orang Quraisy hendak mengangkat

batu-batu, ditugaskan dua orang dua orang laki-laki untuk memindahkan batu dan

para perempuan memindahkan kapur pelabur dinding. Al-ʻAbbās bersama Nabi

31

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 1, 165. 32

Badr al-Dīn Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

Kutub al-ʻIlmīyah, 2001), J. 4, 106. 33

Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), Cet. 1, 93.

Page 54: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

42

Saw. memindahkan batu di atas bahu. Ketika al-ʻAbbās dan Nabi Saw. berada di

tengah banyak orang keduanya masih mengenakan pakaiannya, Nabi Saw. berada

di depan pamannya al-ʻAbbās. Dalam perjalanan mengangkat batu Al-ʻAbbās dan

Nabi Saw. melepaskan pakaiannya kemudian diletakkan di atas bahu mereka

untuk meringankan beban batu, terasa panas al-ʻAbbās berjalan cepat dan tiba-tiba

Nabi Saw. jatuh dan matanya terbelalak memandang ke atas langit. Al-ʻAbbās

bertanya kepada Nabi Saw.: Ada apa? Kemudian Nabi Saw. berdiri dan

mengambil pakaiannya, seraya bersabda: ―Aku dilarang berjalan telanjang‖.

Kemudian al-ʻAbbās menyembunyikan kejadian tersebut, sebab khawatir kalau

peristiwa tersebut diceritakan kepada orang-orang, mereka akan menganggap

Nabi Saw. gila, sampai Allah Swt. mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul-

Nya.34

Sebelum melakukan renovasi Kaʻbah, orang-orang Quraisy menemukan

sebuah kapal dagang asing yang terkena badai besar mengakibatkan kapal itu

pecah dan terdampar di tepi Laut Merah (Jeddah). Riwayat lain

menginformasikan bahwa kapal itu milik Baqum, ia merupakan saudagar besar

Mesir dari bangsa Romawi yang pandai dalam hal pertukangan. Kemudian tiba-

tiba kapal milik Baqum itu dihantam badai mengakibatkan kapal tersebut

34

Ibn Ḥamzah al-Ḥusaynī al-Ḥanafi, al-Bayān wal-Taʻrīf fī Asbāb al-Wurūd al-Ḥadīts

al-Syarīf, Penerjemah. M. Suwarta Wijaya (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). J. 3, 344. Lihat juga

Aḥmad b. ʻAmrū b. al-Ḍaḥāk Abū Bakar al-Syaybānī, al-Āḥād wal-Matsānī (al-Riyaḍ: Dār al-

Rāyah, 1991), J. 1, 51. (no. 354)

Page 55: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

43

terdampar di pantai jazirah Arab (Jeddah).35

Dalam merenovasi Kaʻbah, para pembesar Quraisy berkomitmen harta

benda yang digunakan untuk perbaikan bangunan Kaʻbah harus suci, tidak berasal

dari hasil menipu, merampas, berjudi, dan sebagainya. Jadi, bahan bangunan yang

ditemukan di pantai jazirah Arab (Jeddah) ini bukan barang hasil temuan belaka.

Akan tetapi, kapal yang terdampar itu terdengar oleh penduduk kota Mekah,

hingga akhirnya para pembesar Quraisy yang dikepalai Walid b. Mughirah

mendatangi kapal tersebut dan membelinya. Kemudian Baqum, diminta untuk

membantu dan mengatur proses perbaikan bangunan Kaʻbah yang rusak dan

Baqum menerima permintaan tersebut.36

Dalam melakukan perbaikan bangunan Kaʻbah, Walid b. Mughirah

membagi pekerjaan mereka dibeberapa tempat untuk setiap kabilah Quraisy.

Misalnya, yang mengerjakan di bagian pintu Kaʻbah diserahkan kepada Bani

Abdi Manaf dan Bani Zuhrah, bagian Rukun Aswad dan Rukun Yamani

diserahkan kepada Bani Makhzum dan beberapa kabilah Quraisy, begitupun

seterusnya.37

Kemudian mereka memperluas ukuran Kaʻbah dan menambah

ketinggian bangunan Kaʻbah dari 9 hasta menjadi 18 hasta (8,46 meter). Bagian

dalam utara Kaʻbah telah dibuatkan tangga, sementara di bagian dalam barat

Kaʻbah (pintu belakang) tertutup dan pintu timur dipertinggi untuk menghindari

35

Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), Cet. 1, 94. lihat juga Ibn Ḥajar al-ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī (al-Riyāḍ: Maktabat al-

Mulk, 2001), Cet. 1, J. 3, 516. 36

Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), Cet. 1, 95. 37

Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), Cet. 1, 95.

Page 56: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

44

banjir dan mencegah masuk para penyusup.38

Dengan pembagian seperti itu,

setiap kabilah Quraisy merasa ikut serta dalam kegiatan perbaikan Kaʻbah (tempat

suci) dan Muhammad Saw. juga ikut mengangkat bebatuan bersama al-ʻAbbās.

B. Peristiwa Terbukanya Paha Nabi Saw. Saat Berbincang dengan Abū

Bakar dan ʻUmar.

39

“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyá b. Yaḥyá dan Yaḥyá b. Ayyūb

dan Qutaybah dan Ibn Ḥujr. Yaḥyá b. Yaḥyá berkata; Telah mengabarkan kepada

kami sedangkan yang lainnya berkata; telah menceritakan kepada kami Ismaʻīl

yaitu Ibn Jaʻfar dari Muḥammad b. Abū Ḥarmalah dari ʻAṭāʼ dan Sulaymān -

kedua anak Yasār dan Abū Salamah b. ʻAbdal-Raḥmān bahwa ʻĀisyah berkata;

„Pada suatu ketika, Rasulullah Saw. sedang berbaring di rumahku (ʻĀisyah)

dengan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abū

Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka

Rasulullah pun mempersilahkan untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti

itu dan terus berbincang-bincang. Lalu ʻUmar b. Khaṭṭab datang dan meminta

izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun

mempersilahkan untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus

berbincang-bincang. Kemudian ʻUtsmān b.ʻAffān datang dan meminta izin

kepada beliau untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun

mempersilahkan untuk masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan

pakaiannya. Muḥammad bersabda; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang

38

Muhammad ʻAbd al-Hamid al-Syarqawi dan Muhammad Raja'I al-Thahlawi, Kaʻbah

Rahasia Kiblat Dunia. Penerjemah Luqman Junaidi dan Khalifurrahman Fath (Jakarta: Hikmah,

2009), 98-99. 39

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 2, 445. (no. hadis 2401).

Page 57: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

45

sama. Lalu ʻUtsmān masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang

berbagai hal. Setelah ʻUtsmān keluar dari rumah, ʻĀisyah bertanva; “Ya

Rasulullah, ketika Abū Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa

untuk menyambutnya. Kemudian ketika ʻUmar datang dan masuk, engkaupun

menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika ʻUtsmān b.ʻAffān

datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan

langsung mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau.

Sebenarnya ada apa dengan hal ini semua ya Rasulullah?” Rasulullah

menjawab: “Hai ʻĀisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada

seseorang yang para malaikat saja merasa malu kepadanya.”

a. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad

Hadis riwayat ʻĀisyah ini terdapat pada kitab Ṣaḥīḥ Muslim, sehingga saya

tak perlu melakukan kegiatan kritik sanad. Dari semua jalur hadis ini akan

bertemu pada Siti ʻĀisyah dan ʻUtsmān b. ʻAffān (masing-masing menjadi

Syawahid), keduanya ada dalam kisah. Pada sanad hadis ini terdapat Tawabiʻ

yang menjadikan sanad hadis ini menjadi lebih kuat dan semua periwayat dinilai

oleh para kritikus sebagai periwayat yang Tsiqah.

Bisa dilihat pada lampiran 2 halaman 91-92.

b. Meneliti Kandungan Matan Hadis

Hadis riwayat ʻĀisyah menunjukkan bahwa paha bukan aurat, karena Nabi

Muhammad Saw. membiarkan (secara sengaja) paha atau betisnya dalam keadaan

terbuka. Seandainya yang terbuka hanya betis Nabi Saw. saja, tentu beliau tidak

bergegas menurunkan pakaiannya saat ʻUtsmān datang dan ʻUtsmān pun tidak

merasa malu karena yang terbuka hanya betis. Ketika Nabi Saw. menjamu Abū

Bakar dan ʻUmar, beliau tetap membiarkan pahanya terbuka, berbeda ketika

mengizinkan Utsmān untuk masuk, Nabi Saw. segera merubah posisi dan

menutup kedua pahanya karena bila Nabi Saw. tidak melakukan hal tersebut,

ʻUtsmān tidak mengatakan keperluannya. Akan tetapi, bila paha adalah aurat,

Page 58: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

46

pasti hal itu tidak akan berlangsung lama karena Muhammad Saw. maksum dari

terbukanya aurat.

1) Memahami Al-Sunnah dengan Tuntunan Al-Qur’an.

Menurut saya ada kata lain dalam al-Qur’an yang memiliki arti sama

dengan arti maksum seperti al-mukhlaṣ. Al-mukhlaṣ maknanya tidak sama dengan

al-mukhliṣ. Menurut Tsaʻlab makna dari al-mukhliṣ/al-mukhliṣīn yaitu orang-

orang yang mensucikan hati untuk ibadah karena Allah Swt. semata, adapun

makna dari al-mukhlaṣ/al-mukhlaṣīn yaitu orang-orang yang dimurnikan (terpilih)

Allah Swt.40

atau orang-orang yang diberi taufik untuk mentaati segala petunjuk

Allah Swt.41

sehingga iblis dan anak cucunya tidak dapat mengotori diri mereka

dengan dosa, bahkan dapat dikatakan iblis dan anak cucunya pun tidak punya

keinginan untuk mendorong mereka ke lubang dosa.

Di tengah-tengah umat manusia ada hamba-hamba Allah Swt. yang

tergolong mukhlaṣ dan setan sejak awal penciptaan manusia enggan menyesatkan

mereka. Semenjak terusir dari istana surga karena iblis merasa derajatnya lebih

tinggi dari Nabi Ādam as. sehingga ia enggan untuk bersujud. Kemudian iblis

bersumpah demi keagungan dan kemuliaan Allah Swt. (Allah Swt. memberi

ketangguhan kepada iblis) untuk terus berusaha menyesatkan hamba-hamba-Nya

hingga waktu yang telah ditentukan (hari kiamat), kecuali hamba-hamba yang

mukhlaṣ. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ṣad ayat 82-83:

8283

40

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 7, 26. 41

Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. 2, 193.

Page 59: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

47

82. Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau (Allah Swt.), aku akan

menyesatkan mereka semuanya. 83. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlaṣ di

antara mereka.

Huruf ―ba‖ yang terdapat dalam ( ) sebagai sumpah, bahwa iblis

bersumpah dengan kekuasaan yang Allah Swt. berikan kepadanya untuk

menyesatkan manusia kecuali orang-orang yang dimurnikan oleh Allah Swt. maka

mereka tidak akan tersentuh oleh rayuan iblis dan yang lainnya.42

Kemudian

diperjelas lagi dalam surah al-Ḥijr ayat 39-40, sebagai berikut;

39

40

(39). Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan

bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik

(perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka

semuanya, (40). Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlaṣ (terpilih) di antara

mereka.”

Kata ―al-Tazyīn‖ mempunyai arti al-Taḥsīn yang menjadikan sesuatu

terlihat indah/baik padahal itu merupakan keburukan yang bisa mendatangkan

murka Allah Swt. (tipu daya iblis) dan iblis menghiasi benteng dengan

kesenangan sehingga mengalihkan perhatian dari tugas kewajiban mereka

terkecuali orang-orang yang terpilih dan tersucikan (al-Mukhlaṣīn).

Bacaan yang masyhur, seperti Nāfiʻ, Ḥamzah, ʻĀṣim dan al-Kisāʻī,

mereka membacanya dengan huruf “lam” dibaca fatḥaḥ, “al-Mukhlaṣīn” yang

bermakna orang-orang terpilih dan tersucikan. Adapun seperti Ibn Katsīr, Ibn

ʻĀmir, dan Abī ʻAmrū, mereka membacanya dengan huruf “lam” dibaca kasrah,

42

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 17, 227.

Page 60: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

48

“al-Mukhlaṣīn” yang bermakna orang-orang yang ikhlas dalam berbuat.43

Al-Qur’an menyebut para Nabi dengan sebutan hamba-hamba yang

mukhlaṣ. misalnya Nabi Yūsuf as., Nabi Mūsá as. dan para Rasul lainnya. Al-

Qur’an menceritakan kisah ketertarikan Zulaykha kepada Nabi Yūsuf as.

Dikisahkan bahwa Zulaykha menyiapkan sebuah kamar yang benar-benar tertutup

rapat. Sejak awal ia melakukan apa saja demi mendapatkan Nabi Yūsuf as. lalu

membujuknya untuk memasuki kamar, dan menutup rapat pintunya sehingga tak

ada satu orang pun yang tahu apa yang terjadi di dalamnya. Allah Swt. berfirman

dalam surah Yūsuf ayat 24:

“Sungguh, perempuan itu telah bermaksud kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf

pun bermaksud kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.

Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia

(Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” . Tidak ada keraguan bahwa ayat tersebut mengacu pada keselamatan Nabi

Yūsuf as. dari terjadinya kemaksiatan, dan peristiwa tersebut memberikan maksud

bahwa Nabi Yusuf terhindar dari perbuatan buruk dan keji karena ia melihat

burhān (anda/bukti)44

dari Tuhannya sehingga Allah Swt. menyelamatkan Nabi

Yūsuf as. dari perbuatan buruk dan keji tersebut. Ayat ini sungguh jelas bahwa

Allah Swt. menjaga dan menyelamatkan orang-orang terpilih (mukhlaṣ) dari

43

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 14, 49-51.

Lihat juga Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 12, 163-164. 44

Burhān merupakan kekuasaan yang dimaksudkan menjadi berguna untuk meyakinkan

hatinya (ilmu yakin) seperti mu’jizat. Ada yang mengatakan arti burhān itu ḥujjah, wahyu ilahi,

penjagaan ilahi, dan penglihatan yang memberikan gambaran yang tidak bisa dilihat dengan mata

telanjang. Lihat Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 12,

254.

Page 61: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

49

perbuatan buruk dan keji, sehingga mereka tidak berbuat maksiat dan ini

dinamakan sebagai al-ʻIṣmah al-Ilāhiyah.45

Kemudian Nabi Mūsá as. termasuk Rasul yang mukhlaṣ, sebagaimana

firman Allah Swt. dalam surah Maryam ayat 50-51;

50

51

(50). Dan kami (Allah Swt.) anugerahkan kepada mereka sebagian dari

rahmat kami dan kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.

(51). Dan ceritakanlah (hai Muhammad Swt. kepada mereka), kisah Mūsá

di dalam al-Kitab (al-Qur‟an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih

dan seorang Rasul dan Nabi.

Ayat di atas menunjukkan adanya pengkhususan yang diberikan kepada

Nabi Mūsá as. dengan sebutan al-Mukhlaṣ yang mempunyai dua sisi

keistimewaan diantaranya; Nabi Mūsá as. memurnikan dakwahnya atas perintah

Allah Swt. dan ikhlas memenuhi amanat Allah Swt. Oleh karena itu, Allah Swt.

telah memilih Nabi Mūsá as. dari sebelum diutus dengan wahyu ilahi, maka Nabi

Mūsá as. disebut sebagai al-mukhlaṣ yang berarti orang yang dipilih.46

Menurut

al-Ṭabāṭabāī bahwa al-mukhlaṣ merupakan derajat kepatuhan tertinggi.47

2) Menghimpun Hadis-hadis yang Satu Tema.

Terdapat satu jalur periwayatan dalam Ṣaḥīḥ Muslim, dan empat

periwayatan dalam Musnad Aḥmad b. Ḥanbal. Namun, dari kedua Mukharrij

masing-masing terdapat banyak kesamaan dan sedikit perbedaan pada beberapa

45

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 11, 130-133. Lihat juga Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr

(Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 12, 253. 46

Ibn ʻĀsyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984), J. 16, 127. 47

Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān (Beirūt: al-Muʼassasah

al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 14, 62.

Page 62: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

50

penggunaan kata dalam lafadz matan hadis. Namun tidak merubah maksud dari

hadis tersebut dan masih dalam satu tema yaitu berbicara mengenai terbuka paha

Muhammad Saw. saat berbincang dengan Abū Bakar dan ʻUmar. Berikut tabel

persamaan dan perbedaan matan hadis:

Mukharrij Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4

Muslim

Aḥmad

Adapun keterangan tabel di atas, pada jalur periwayatan dalam Ṣaḥīḥ

Muslim ada terdapat keraguan, bagian kedua paha atau kedua betis yang terbuka.

Namun, dari empat jalur periwayatan Aḥmad b. Ḥanbal salah satu riwayat (jalur

2) ada yang menjelaskan bahwa yang terbuka itu bagian paha Nabi Saw. dengan

tanpa adanya keraguan. Berbeda redaksi matan, dengan lafadz yang digunakan

oleh Imam al-Bukhārī dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya yaitu ( ),

menginformasikan bahwa yang terbuka itu bukan paha ataupun betis tetapi lutut

Nabi Saw. yang terbuka pada saat duduk di suatu tempat yang ada airnya. Namun,

ketika ʻUtsmān datang, Nabi Saw. segera menutupnya.48

3) Memadukan Hadis-hadis yang Tampak Bertentangan

Sebelum melangkah pada pembahasan hadis-hadis yang tampak

bertentangan mengenai paha termasuk aurat atau bukan, saya mencoba

menjelaskan apa arti dari al-Fakhidz itu sendiri. Kata al-Fakhidz menurut Ibn

48

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār ibn al-Jauzī, 2010), 438. (no hadis

3695)

Page 63: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

51

Manẓūr ialah Waṣl ma bayna al-Sāq wal-Warik (dari lutut sampai pangkal paha/

pinggang),49

begitu juga menurut Aḥmad Mukhtar ʻUmar bahwa makna al-

Fakhidz adalah Ma Fawqa al-Rukbah ilá al-Warik (dari atas lutut sampai

pinggang).50

Jadi, batasan paha itu dari atas lutut sampai pada pangkal paha.

Jika diperhatikan hadis riwayat ʻĀisyah di atas, bertentangan dengan hadis

riwayat Jarhad di bawah ini, berikut penjelasannya:

51

“Telah menceritakan kepada kami Ḥusayn b. Muḥammad berkata; telah

menceritakan kepada kami Ibn Abū al-Zinād dari Bapaknya dari Zurʻah b. ʻAbd

al-Raḥmān b. Jarhad dari Jarhad kakeknya dan beberapa orang Aslam selainnya

yang bisa dipertanggungjawabkan, Rasulullah Saw. melewati Jarhad dan paha

Jarhad tersingkap di halaman masjid. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya,

“Wahai Jarhad tutuplah pahamu. paha itu aurat.”

Satu sisi hadis riwayat ʻĀisyah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad

Saw. dengan sengaja membiarkan pahanya terbuka pada saat menjamu Abū Bakar

dan ʻUmar. Sisi lain pada hadis riwayat Jarhad bahwa Muhammad Saw.

memerintahkan kepada Jarhad untuk menutup pahanya karena paha termasuk

bagian dari aurat. Jelas bahwa kedua hadis ini menuai kontradiksi.

Untuk menghilangkan kontradiksi antara kedua hadis tersebut, saya

49

Ibn Manẓūr, Lisān al-ʻArab (Beirūt: Dār al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 3, 501. 50

Aḥmad Mukhtar ʻUmar, Muʻjam al-Lughah al-ʻArabiyah al-Muʻāṣirah (al-Qāhirah:

Ālim al-Kutub, 2008), J. 3, 1679. 51

Sanadnya Ṣaḥīḥ, lihat Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995),

Cet. 1, J. 12, 378. Lihat juga J. 16, 325-326.

Page 64: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

52

menggunakan metode al-Jamʻwal-Tawfiq52

agar kedua hadis tetap berlaku dan

digunakan sebagai dalil tanpa mengesampingkan salah satu hadis. Karena pada

asalnya nash-nash syariʻah yang tetap tidak mengandung kontradiksi, karena yang

hak tidak akan berlawanan dengan yang hak pula. Kalaupun terjadi adanya

kontradiksi, maka hal itu sebenarnya hanya sepintas penglihatan saja, namun pada

hakikatnya tidak demikian. Untuk itu hadis-hadis tersebut dikompromikan, karena

setiap hadis masing-masing mempunyai wadah. Apabila sebuah nash hadis

ditempatkan pada wadahnya maka hadis yang terlihat kontradiksi akan hilang.53

Adapun hadis riwayat Jarhad, peristiwa itu terjadi di halaman masjid, Nabi

Saw. melewati Jarhad dalam keadaan pahanya terbuka, kemudian Nabi Saw.

memerintahkan Jarhad untuk menutup pahanya karena termasuk kedalam bagian

aurat. Perlu diperhatikan bahwa di halaman masjid itu merupakan tempat

perkumpulan atau kerumunan orang-orang dan dikategorikan sebagai tempat

umum, sehingga tak pantas bila seseorang terbuka auratnya.

Sedangkan pada hadis riwayat ʻĀisyah, peristiwa ini terjadi di rumah

ʻĀisyah (rumah Nabi Muhammad Saw. juga), Muhammad Saw. sedang berbaring

dan paha beliau dalam keadaan terbuka, kemudian Abū Bakar meminta izin untuk

masuk danʻUmar pun demikian, Muhammad Saw. tidak merubah posisinya (paha

beliau masih dalam keadaan terbuka) saat menjamu Abū Bakar dan ʻUmar.

Berbeda ketika sahabat ʻUtsmān meminta izin untuk masuk seketika Nabi Saw.

merubah posisinya (menutup kedua pahanya) dan menurut Nabi Saw., ʻUtsmān

52

Yaitu kedua hadis yang tampak bertentangan dikompromikan atau sama-sama

diamalkan sesuai konteksnya. Lihat M. Syuhudi, Hadis Nabi yang Tekstual dan

Kontekstual (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994), 73. 53

Yūsuf al-Qaraḍāwī, Kayfa Nataʻāmal maʻa al-Sunnah al-Nabawiyah (al-Qāhirah: Dār

al-Syurūq, 2002), 133.

Page 65: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

53

adalah seorang yang pemalu. Peristiwa ini terjadi di hari yang berbeda.

Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peristiwa riwayat Jarhad terjadi di tempat umum yaitu di halaman masjid.

Halaman masjid merupakan tempat perkumpulan, dan tempat lalu-lalang

orang-orang.

2. Peristiwa riwayat ʻĀisyah dan ʻUtsmān ini terjadi di dalam rumah Nabi

Muhammad Saw. dan ʻĀisyah, di dalam rumah pribadi tidak di tempat umum

ataupun tempat lalu-lalang orang-orang.

3. Kemudian Abū Bakar merupakan Sahabat yang paling dekat dengan Nabi,

selain itu juga Abū Bakar sebagai mertua Nabi karena putri Abū Bakar,

ʻĀisyah, menjadi istri Nabi setelah Khadijah meninggal dunia dan usia Abū

Bakar lebih muda dua tahun dari Nabi Muhammad Saw.54

4. Begitupun dengan Sahabat ʻUmar merupakan mertua Nabi juga, karena putri

ʻUmar, Ḥafṣah dinikahi oleh Nabi Muhammad Saw. setelah Ḥafṣah ditinggal

wafat suaminya Khunays.55

5. ʻUtsmān b. ʻAffān merupakan mantu dari Nabi Muhammad Saw. karena

ʻUtsmān menikahi anak Nabi yang bernama Ruqayyah dan beliau seorang

yang pemalu.56

Dalam hal ini, aurat terbagi menjadi dua bagian:

Pertama, bagian kemaluan dan dubur laki-laki dan perempuan, ini

merupakan inti dari aurat yang diwajibkan kepada laki-laki dan perempuan untuk

54

Komarudin b. Mikam dan Fathurahman, Surga Untuk Sahabat Sepuluh Orang Pilihan

Allah Swt (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 1. 55

Muhammad Husain Haekal, Biografi ʻUmar bin Khattab RA. Penerjemah Ali Audah

(Bogor: Litera Antar Nusa, 2002), Cet. 3, 49. 56

M. Ismail Mustari, Menjadi Belia Cemerlang (Kuala Lumpur: PTS Professional

Publishing, 2005), 42.

Page 66: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

54

selalu menutupnya setiap waktu, tempat dan dalam keadaan apapun kecuali dalam

kondisi darurat dan situasi tertentu. Kedua, bagian yang merendahkan atau

memalukan bagi seorang laki-laki dan perempuan bila bagian tersebut terbuka,

seperti, paha dan tipisnya bagian dalam. Maka itu disebut sebagai aurat karena

berdekatan dengan aurat dan paha merupakan bagian terdekat dari aurat.57

Menurut Ibn al-Qayyim mengatakan dalam kitab Tahdhīb al-Sunan bahwa

murid-murid Imam Aḥmad mengkompromikan (al-Jamʻ) hadis-hadis tersebut

dengan membagi aurat kedalam dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan), seperti

kedua paha dan mughallaẓah (berat) yaitu kemaluan dan dubur. Tidak ada

pertentangan antara perintah menundukkan pandangan dari melihat paha karena

paha juga termasuk aurat dan membuka paha tergolong aurat mukhaffafah

(ringan).58

Dalam masalah paha, aurat ataupun bukan aurat. Paha itu bukan aurat

yang harus tertutup sebagaimana qubul dan dubur karena bukan tempat keluarnya

kotoran59

dan paha sebagai aurat harus tertutup karena upaya menjaga kehormatan

dan memperindah budi pekerti. Dalam masalah ini, seharusnya kelompok tertentu

tidak menganggap remeh, bagi yang tidak merasa malu baik orang-orang yang

berkedudukan ataupun berorganisasai (berkelompok), maka lebih baik

menggunakan hadis-hadis ini semua dari pada menjauhi sebagian hadis saja.60

57

Ibn Qutaybah, Taʼwīl Mukhtalif al-Ḥadīts (al-Qāhirah: Dār Ibn ʻAffān, 2009), Cet. 2,

592-593. 58

Ibn Qayyim, Tahdhīb al-Sunan (al-Riyāḍ: al-Maʻrif, 2007), Cet. 1, J. 4, 1920-1921. 59

Ibn Qudāmah, al-Mughnī (al-Riyāḍ: Dār ʻĀlam al-Kutub, 1997), Cet. 3, J. 2, 285. 60

Abū al-Maḥāsin Yūsuf, al-Muʻtaṣar min al-Mukhtaṣar Masykal al-Ātsār (Beirūt: ʻĀlim

al-Kutub, tt), J. 2, 256.

Page 67: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

55

Paha merupakan aurat ringan boleh dibuka dihadapan orang-orang tertentu

dan tidak boleh dibuka dihadapan selain mereka. Dalam hal ini Ibn Rusyd dan

penyusun al-Dakhl mengatakan makruh melihat paha.61

Paha sebagai aurat namun

tidak seperti aurat sebenarnya. Ketika paha dikatakan sebagai aurat kemudian

dinafikan maka hukumnya menjadi ringan. Maka makruh membuka paha

dihadapan selain orang tertentu, dan menjaga paha dari hadapan orang lain.62

Maka dapat disimpulkan bahwa aurat merupakan sesuatu yang memalukan

(aib), yang harus dijaga dan disembunyikan agar tidak terlihat oleh orang lain,63

sehingga orang akan merasa malu ataupun hina apabila bagian tertentu terbuka

dan terlihat oleh banyak orang. Pengecualian, aurat boleh terbuka bagi seorang

laki-laki dan perempuan pada tempat yang tidak terikat dengan sesuatu (bebas).

Seperti, didalam kamar mandi, rumah, dihadapan istri atau suami, dan tidak baik

diperlihatkan ditempat umum, seperti masjid, pasar, dan tempat-tempat ramai

lainnya.

Ketika paha dianggap sebagai aurat itu bila berada di tempat umum dan

berhadapan dengan orang yang merasa malu ketika ia melihat paha, maka tidak

boleh membuka paha dihadapan orang tersebut. Sebagaimana dalam riwayat ini,

sikap yang diperlihatkan Nabi Saw. kepada ʻUtsmān berbeda dengan sikap Nabi

Saw. kepada Abū Bakar dan ʻUmar, karena ʻUtsmān seorang yang pemalu.

Sehingga Nabi Saw. menutup pahanya agar ʻUtsmān menyampaikan

keperluannya kepada Nabi Saw.

61

ʻAlī b. Khalaf al-Manūfī al-Mālikī, Kifāyat al-Ṭālib al-Rabbānī (al-Qāhirah: Dār al-

Madanī, 1989), J. 4, 353. 62

Ṣāliḥ ʻAbd al-Samīʻ al-Ābī al-Azharī, al-Tsamr al-Dānī (tp:tt), 577. 63

Maḥmūd ʻAbd al-Raḥmān, al-Muṣṭalaḥāt wal-Alfāẓ al-Fiqhīyah (al-Qāhirah: Dār al-

Faḍīlah, tt), J. 2, 556.

Page 68: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

56

Harus dipahami pada konteks dan kondisi tertentu. Sebab, konteks dua

hadits di atas terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Bergaul dengan siapa saja,

baik dengan orang yang sudah dikenal ataupun belum, tentu disesuaikan dengan

keadaan dan siapa yang dihadapi, dengan mengabaikan kesenangan pribadi dan

tidak pandang usia dalam masalah pergaulan ini. Pada peristiwa ini Nabi Saw.

berhadapan dengan saudara-saudaranya, seperti Abū Bakar dan ʻUmar selain

sebagai sahabat terdekat, keduanya sebagai mertua Nabi Saw. dan ʻUtsmān

sebagai mantu Nabi Saw. Sehingga pantas ketika ʻUtsmān masuk, Nabi Saw.

langsung merubah posisi dengan menutup kedua paha dan bersiap sedia untuk

menjamu ʻUtsmān. Kemudian ketika ditanya oleh ʻĀisyah tentang hal ini? Nabi

Saw. menjawab bahwa ʻUtsmān adalah seorang pemalu dan Nabi Saw. takut

kalau ʻUtsmān tidak akan menyampaikan keperluannya karena melihat Nabi Saw.

dalam keadaan pahanya terbuka.64

Hadis ini memperlihatkan akhlak Nabi Saw. yang luhur yaitu

memperhatikan dan mempertimbangkan sifat beliau ketika berhadapan dengan

para sahabatnya dan menghindari dari terjadinya kesalahan ketika berhadapan

dengan mereka, meskipun mereka adalah orang-orang terdekat Nabi Saw.65

64

Muḥammad al-ʼAmīn b. ʻAbdullah al-ʼUrmī, al-Kawkab al-Wahhāj wal-Rawḍ al-

Bahhāj fi Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim ( Jeddah: Dār al-Minhāj, 2009), Cet. 1, J. 23, 420-422. 65

Ṣafiy al-Raḥmān al-Mubārakfūrī, Minnat al-Munʻim fi Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (al-Riyaḍ:

Dār al-Salām, 1999), J. 4, 85.

Page 69: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

57

4) Mengetahui Asbāb al-Wurūd Hadis (Memahami hadis sesuai dengan latar

belakang, situasi dan kondisi serta tujuannya).

Pada suatu hari Nabi Saw. sedang berada dalam rumahnya, duduk dengan

mengenakan sarung (izār). Sarung tersebut tersingkap sehingga terbuka bagian

antara kaki sampai ke paha. Kemudian Abū Bakar datang dan mohon izin masuk

untuk bertemu dengan Nabi Saw, Nabi Saw. mengizinkan Abū Bakar ra. masuk

begitu juga dengan ʻUmar ra. Datang pula ʻUtsmān ra. dan mohon izin masuk

dengan maksud bertemu dengan Nabi Saw. kemudian Nabi Saw. segera

memperbaiki izār-nya yang tersingkap. Kemudian ʻUtsmān dan Nabi Saw.

berbincang-bincang hingga akhirnya ʻUtsmān berpamitan. Sementara itu, tak lama

kemudian setelah ʻUtsmān pulang.ʻĀisyah bertanya kepada Nabi Saw.: ―Wahai

Rasulullah, Abū Bakar datang menemuimu, begitu juga dengan ʻUmar, namun

engkau tidak mengubah posisimu. Ketika ʻUtsmān masuk, engkau segera

memperbaiki posisimu, kenapa ya Rasulullah? Kemudian Nabi Saw. menjelaskan

kapada ʻĀisyah: ―Wahai ʻĀisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu

kepada seseorang karena para malaikat saja merasa malu kepadanya.‖66

Itulah sebuah perlakuan yang sangat istimewa dari Nabi Saw. kepada

ʻUtsmān, padahal sebelumnya Nabi Saw. berbaring dan pada saat menyambut

Abū Bakar dan ʻUmar, Nabi Saw. tidak merubah posisinya. Perasaan malu Nabi

Saw. terhadap ʻUtsmān merupakan bentuk rasa hormat dan rasa hormat Nabi Saw.

bukan atas dasar faktor usia, akan tetapi karena kemulian akhlak ʻUtsmān yang

bisa dikatakan di atas rata-rata. lebih jauh lagi, Nabi Saw. pernah menyatakan

66

Ibn Ḥamzah al-Ḥusaynī al-Ḥanafi, al-Bayān wal-Taʻrīf fī Asbāb al-Wurūd al-Ḥadīts al-

Syarīf, Penerjemah M. Suwarta Wijaya (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). J. 2, 222-223.

Page 70: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

58

bahwa akhlak ʻUtsmān paling menyerupai dengan akhlak beliau.67

C. Perdebatan Kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Para ulama sepakat bahwa para Nabi dan Rasul maksum dari dosa besar

dan aib-aib yang buruk, seperti zina, mencuri, menipu, menyembah berhala, sihir,

dan lain sebagainya.68

Namun terjadi perbedaan pendapat, sebagian ulama

berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw, maksum dari sebelum dan sesudah

kenabian, karena prilaku seorang Nabi itu mempengaruhi dakwahnya di masa

setelah kenabian. Oleh karenanya, setiap calon Nabi harus mempunyai perjalanan

hidup/tingkah laku yang baik dan berjiwa bersih sehingga tidak mencemarkan

dalam mengemban risalah dan dakwahnya.

Allah Swt. telah memilih Nabi-nabinya dari manusia terjaga sejak kecil di

bawah pengawasan Allah Swt. dan menjadikan mereka sebagai orang-orang

pilihan yang terbaik. Oleh karena itu, mereka harus maksum dari sebelum dan

sesudah kenabian.69

Sebagaimana firman Allah Swt. mengenai Nabi Mūsá as.:

70

Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia

ke sungai (Nil), Maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh

(Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih

sayang yang datang dari-Ku dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-

Ku”.

67

Dr. Musthafa Murad, Kisah Hidup ʻUtsman bin ʻAffan, Penerjemah Khalifurrahman

Fath (Jakarta: Zaman, 2009), 26. 68

ʻUmar Sulaymān al-Asyqar, Rasul Dan Risalah Menurut al-Qur‟an Dan Hadis.

Penerjemah Munir F. Ridwan (Riyaḍ: Dār al-ʻIlmīyah, 2008), 148. 69

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwah wal-Anbiyāʼ(Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 57. 70

Ṭāhā [20]: 39.

Page 71: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

59

Ayat lain:

71

“Dan Sesungguhnya mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-

orang pilihan yang paling baik.”

Selain itu juga, atas dasar menafikan dosa-dosa kecil pada kedua periode

(sebelum dan sesudah kenabian) sama halnya dengan menafikan dosa-dosa besar

pada kedua periode. Syarīf al-Murtaḍá memberikan sebuah analogi bahwa orang-

orang yang boleh melakukan dosa besar kemudian ia bertaubat dan terlepas dari

siksa dan cela, jiwa ini tidak senyaman menerima ucapan orang yang tidak

melakukan hal itu. Demikian juga seperti halnya para Nabi yang dibolehkan

melakukan dosa kecil sebelum atau sesudah kenabian, sekalipun dosa tersebut

telah diampuni, namun tetap jiwa tidak senyaman menerima ucapan orang yang

dianggap suci dari perbuatan-perbuatan keji.72

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw.

maksum hanya setelah kenabian dari dosa kecil dan dosa besar, karena sebelum

kenabian tidak ada perintah untuk mengikuti, hanya diperintahkan setelah

turunnya wahyu dan Allah Swt. memuliakan dengan memberikan mandat

mengemban risalah dan amanah. Adapun sebelum kenabian sebagaimana

umumnya manusia biasa, namun perilaku mereka tidak terjatuh ke dalam lembah

dosa ataupun menyimpang dari perbuatan keji dan hina. Sekalipun mereka tidak

melakukan dosa dan menyimpang semasa sebelum kenabian, mereka tidak

71

Ṣād [38]: 47. 72

Syarīf al-Murtaḍá, Tanzīh al-Anbiyāʼ (Qum: Amīr, 1955), 20.

Page 72: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

60

maksum, akan tetapi mereka tetap terjaga dengan pengawasan dan kesucian.73

Mengenai hal ini juga, terdapat perbedaan pendapat, satu sisi para Nabi

tidak terjaga dari dosa-dosa kecil, karena dosa kecil bukan merupakan

kemaksiatan. Ada juga beragapan bahwa para Nabi terjaga dari dosa-dosa kecil

dengan alasan dosa kecil itu maksiat. Jelasnya, terhadap perkara yang berbentuk

perintah dan larangan, mereka semua maksum. Adapun dalam perkara atau

perbuatan yang bersifat makrūh,74

mandūb,75

dan khilāf al-aulá,76

para Nabi tidak

maksum. Bisa saja mereka melakukan perbuatan yang makrūh, meninggalkan

yang mandūb, atau pun melakukan khilāf al-aulá, menurutnya perkara tersebut

tidak berujung pada dosa dan tidak tergolong ke dalam aspek-aspek maksiat.77

Dua sisi seorang Nabi sebelum diangkat menjadi Nabi78

:

1. Belum ada Pembebanan Syariat Mutlaq

Dalam hal ini maksum tidak mempunyai arti penting, karena sesuatu hal

diketahui sebagai maksiat (melanggar) setelah adanya hukum syara’ dan taklif.

Oleh karena itu, bukan merupakan hal penting, apakah Nabi itu maksum atau

tidak. Akan tetapi, ketinggian kesucian Rasul, kejernihan jiwa, keluhuran ruh,

akal sehatnya ini menunjukkan keteladanan (sebagai contoh) yang tinggi diantara

73

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwah wa al-Anbiyāʼ(Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 57. 74

Makrūh merupakan perkara yang tidak dianjurkan namun tidak terdapat konsekuensi

bila melakukannya. 75

Mandūb merupakan perkara yang dianjurkan namun tidak terdapat konsekuensi bila

tidak melakukannya. 76

Khialāf al-Aulá artinya meyalahi yang utama dalam arti memilih yang kurang utama.

Contohnya, menjamak salat dengan berjamaah lebih baik daripada menjamak salat dengan

sendirian. 77

Taqiy al-Dīn al-Nabhānī, al-Syakhṣiyah al-Islāmiyah (Beirūt: Dār al-Umah, 2003), J. 1,

135. 78

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwah wal-Anbiyāʼ(Beirūt: Maktabah al-Ghazālī,

1975), J. 3, 57-58.

Page 73: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

61

kaumnya, baik dalam akhlak, pergaulan, amanah, dan terhindar dari perilaku

buruk yang bertentangan dengan akal sehat.

2. Sudah Ada Pembebanan untuk Mengikuti Syariat Rasul Terdahulu

Sebagai contoh, Nabi Luth as. sebelum diangkat menjadi Nabi ia

mengikuti pamannya yaitu Nabi Ibrahim as. Dalam hal seperti ini, tidak ada dalil

qatʻi yang menunjukkan adanya kemaksuman Nabi, baik dari dosa besar maupun

dari dosa kecil. Walaupun tidak ada dalil yang menjelaskan hal itu, perjalanan

hidup para Nabi sebelum kenabiannya, sudah banyak tanda-tanda yang

menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang dijauhkan dari maksiat,

besar maupun kecil.

Sifat jaiz yang dimiliki oleh para Rasul merupakan kebolehan bagi mereka

melakukan apa yang umumnya dilakukan oleh manusia biasa, seperti makan,

minum, berhubungan badan dengan istri, mempunyai anak, pergi ke pasar,

berniaga, menggembala, mengalami muda dan tua, jatuh sakit, namun

penyakitnya tidak melemahkan jiwa mereka untuk menjalankan kewajibannya

sebagai seorang Rasul dan tidak sampai menyebabkan orang-orang

disekelilingnya lari menjauh dan enggan bergaul dengannya. Tentu dengan

batasan tindakan yang dilakukan tidak menurunkan kehormatan dan derajat

mereka yang tinggi dan luhur.79

Adapun dengan ayat-ayat al-Qur’an yang sekilas mengandung teguran

Allah Swt. yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Seperti, Nabi Saw.

bermuka masam dan berpaling kepada Ummi Maktum, perlu dilihat ulang,

79

Husein Afandiy al-Jisr al-Tharabilisiy, Memperkokoh Akidah Islamiyah (Dalam

Perspektif Ahlussunnah Waljamaah). Penerjemah Abdullah Zakiy al-Kaaf (Bandung: CV Pustaka

Setia, 1999), 54.

Page 74: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

62

siapakah yang bermuka masam? Suatu ketika Nabi Saw. sedang bersama

pembesar-pembesar kaum kemudian datang Ibn Ummi Maktum kepada Nabi

Saw. untuk belajar Islam kemudian Nabi Saw. berpaling dengan bermuka masam

sehingga Allah Swt. menegur Nabi Saw.

Ayat tersebut bukanlah ditujukan kepada Nabi Saw. karena bermuka

masam bukan merupakan sifat Nabi Saw. sekalipun dalam menghadapi musuh-

musuhnya apalagi dengan orang-orang beriman yang mendapatkan petunjuk

(dikatakan Ibn Ummi Maktum sudah masuk Islam), kemudian Nabi Saw.

mempunyai ciri khusus yang bersedia bersama orang-orang kaya dan sibuk

bersama orang-orang fakir, akhlak mulia ini lah yang melekat pada diri Nabi

Muhammad Saw. Dikarenakan Allah Swt. telah mengagungkan akhlak Nabi Saw.

sebelum turun surah ( ) yang terdapat dalam surah al-Qalam

ayat 4, menurut beberapa riwayat yang jelas berdasarkan tartib nuzūl al-suwar

bahwa surah tersebut turun setelah surah al-ʻAlaq ( ). Bagaimana bisa

masuk akal sedangkan Nabi Saw. itu bagus akhlaknya dan Allah Swt. telah

mengkhususkan Nabi Saw. sebagai sebaik-baiknya akhlak, yang kemudian

dituduhkan Nabi Saw. mengerutkan wajahnya kepada orang buta yang datang

meminta Nabi Saw. untuk mengajarinya tentang Islam. Ditegaskan kembali

bahwa para Nabi dan Rasul merupakan orang-orang yang bersih dari hal-hal yang

dibenci. Jadi tidak mungkin Nabi Muhammad Saw. berperilaku masam wajahnya

kepada seseorang yang hendak belajar Islam kepadanya.80

80

Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan al-Ṭūsī, al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān (Beirūt: Dār

Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt), J. 10, 268-269.

Page 75: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

63

Menurut al-Ḥākim dalam al-Mustadrak, bahwa ( ) ditujukan

kepada Nabi Saw. yang berpaling dari Ibn Ummi Maktum yang saat itu ia datang

meminta petunjuk kepada beliau, sedangkan Nabi Saw. sedang bersama pembesar

orang-orang musyrik. Setelah peristiwa tersebut Nabi Saw. memuliakan Ibn

Ummi Maktum.81

Menurut riwayat dari al-Imām al-Ṣādiq bahwa ayat tersebut

ditujukan (yang bermuka masam) kepada seorang laki-laki dari Banī Umayyah82

yang saat itu sedang bersama Nabi Saw. dan kemudian Ibn Ummi Maktum datang

menghampiri Nabi Saw. untuk belajar Islam.83

Kemudian ada yang berpendapat bahwa ketika Rasulullah Saw. tengah

mengajari mereka (pembesar Quraisy), Ibn Ummi Maktum, seorang buta dan

termasuk salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. datang kepadanya.

Kemudian Nabi Saw. menyambutnya dengan penuh hormat dan memberikan

tempat duduk yang paling dekat dengan dirinya. Namun, Nabi Saw. tidak

menjawab pertanyaan orang buta itu dengan segera mengingat ia berada di

tengah-tengah pembicaraan dengan suku Quraisy. Karena Ibn Ummi Maktum

miskin dan buta, para pembesar Quraisy merendahkannya dan mereka tidak suka

penghormatan dan penghargaan yang ditujukan kepadanya oleh Nabi Muhammad

Saw. Mereka juga tidak suka kehadiran orang buta di tengah-tengah mereka

sendiri dan perkataannya yang menyela perbincangan mereka dengan Nabi

Muhammad Saw. Akhirnya, salah seorang kaya dari Bani Umayyah (yakni

ʻUtsmān b. ʻAffān) bermuka masam dan berpaling kepadanya. Perbuatan

81

Abī al-Ḥasan ʻAlī b. Aḥmad al-Wāḥidī, Asbāb Nuzūl al-Qurʼān (Beirūt: Dār al-Kutub

al-ʻIlmiyah, 1991), Cet. 1, 471-472. 82

Seperti ʻUtbah b. Rabīʻah, Abā Jahal bʼ Hisyām, al-ʻAbbās b. ʻAbd al-Muṭalib, Ubay

dan Umayyah b. Khalaf. 83

Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan al-Ṭūsī, al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān (Beirūt: Dār

Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt), J. 10, 268-269.

Page 76: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

64

pembesar Quraisy ini tidak diridhai oleh Allah Swt. dan turunlah surah ʻAbasa.84

Para Nabi Ulul Azmi berada dalam derajat yang lebih tinggi dari

kemaksuman para Nabi lainnya. Derajat Nabi yang lebih rendah dari para Nabi

yang derajatnya lebih tinggi akan memandang dirinya pendosa dibandingkan

dengannya, padahal pada hakikatnya tidak pernah sedikitpun mengerjakan dosa

karena sama-sama maksum.85

Maka perbuatan khilāf al-aulá dan khilāf afḍal

(tidak sesuai dengan yang lebih utama) dianggap sebagai kurang sempurna,

berdasarkan ungkapan ahli tasawuf: “Ḥasanāt al-Abrār sayyiāt al-Muqarrabīn.”

artinya “Kebajikan orang-orang yang baik kedudukannya sama dengan kejelekan

orang-orang yang dekat kepada Allah Swt.”86

Menurut al-Ghazālī bahwa derajat Nabi Muhammad Saw. selalu

meningkat. Setiap kali beliau naik derajat maka beliau selalu melihat derajat yang

sebelumnya, dan beliau akan beristighfar atas derajat yang lebih rendah itu. Al-

Muhasiby juga berpendapat bahwa para Nabi beristighfar karena

ketidaksempurnaannya dalam menjalankan tugasnya, bukan karena dosa yang

mereka lakukan.87

84

ʻAbd ʻAlī b. Jumʻah ʻArūsi al-Ḥuwayzī, Tafsir Nur al-Tsaqalayn (Intisyārāt

Ismāʻiliyān, tt), 508. 85

Di akses pada 9 Juli 2015 dari

http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/

prophethood/kesucian_para_nabi/001.html 86

Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūnī, al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ (Beirūt: Maktabat al-Ghazālī,

1975), J. 3, 85-86. Lihat juga Muḥammas Ḥusayn al-Ṭabāṭabāī, al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur‟ān

(Beirūt: al-Muʼassasah al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997), J. 18, 260. 87

M. Abdul Khaliq Hasan, The Power Of Tobat (Solo: Tiga Serangkai, 2009), 88.

Page 77: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

65

D. Perbincangan Ulama Mengenai Kualitas Hadis-hadis Kemaksuman

Nabi Muhammad Saw.

Saya mencoba memaparkan beberapa komentar ulama mengenai dua hadis

di atas yang menjadi pokok pembahasan, berikut penjelasannya pada halaman

berikut:

Hadis Pertama:

88

“Telah menceritakan kepadaku Maḥmūd telah menceritakan kepada kami

ʻAbdal-Razāq berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibn Jurayj berkata, telah

mengabarkan kepadaku ʻAmrū b. Dīnār dia mendengar Jābir b. ʻAbdullah

radliallahu ʻanhumā berkata; Ketika Kaʻbah diperbaiki Nabi Saw. dan al-ʻAbbās

mengangkut bebatuan. Saat itu al-ʻAbbās berkata kepada Nabi Saw.: “Ikatlah

kain sarungmu pada lehermu karena dapat melindungimu dari bebatuan”. Tiba-

tiba beliau tersungkur ke tanah dengan kedua matanya terbelalak menengadah ke

langit. Kemudian beliau sadar dan berkata: “sarungku, sarungku”. Kemudian

beliau mengikatkan kain sarungnya kembali (dengan kuat).”

Menurut Ibn Rajab al-Ḥanbalī bahwa hadis ini sanadnya murni/jelas,

mereka mendengarkan dari awal hingga akhir. Ada yang mengatakan hadis ini

Mursal Ṣaḥābī, karena Jābir b. ʻAbdullah tidak hadir dalam kisah ini, mungkin ia

mendengarkan dari Nabi Saw. atau dari Sahabat senior lain yang ikut hadir pada

peristiwa itu. Apabila Jābir b. ʻAbdullah mendengarkan langsung dari Nabi Saw.

88

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār ibn al-Jawzī, 2010), 56. (no. hadis 364,

1582, dan 3829). Lihat juga Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 1, 165.

Page 78: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

66

maka hadis ini muttaṣil (bersambung). Menurutnya Nabi Saw. menceritakan kisah

tersebut sudah lewat bertahun-tahun dan mungkin hal ini dapat menjadi saksi ke

dalam al-Ittiṣal (bersambung), dan selama menceritakan kisah tersebut tidak

sampai pada zamannya maka hadis tersebut mursal.89

Hadis Kedua:

90

“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyá b. Yaḥyá dan Yaḥyá b. Ayyūb

dan Qutaybah dan Ibn Ḥujr. Yaḥyá b. Yaḥyá berkata; telah mengabarkan kepada

kami sedangkan yang lainnya berkata; telah menceritakan kepada kami Ismaʻīl

yaitu Ibn Jaʻfar dari Muḥammad b. Abū Ḥarmalah dari ʻAṭāʼ dan Sulaymān -

kedua anak Yasār dan Abū Salamah b. ʻAbd al-Raḥmān bahwa ʻĀisyah berkata;

„Pada suatu ketika, Rasulullah Saw. sedang berbaring di rumahku (ʻĀisyah)

dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama

kemudian, Abū Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah

beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkan untuk masuk dalam kondisi beliau

tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Lalu ʻUmar b.

Khaṭṭab datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam

rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkan untuk masuk dalam kondisi

beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal).

89

Ibn Rajab al-Ḥanbalī, Fatḥ al-Bārī fī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Madīnat al-

Munawwarah: al-Ghurabāʼ al-Atsariyah, 1996), J. 2, 380. 90

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 2, 445. (no. hadis 2401).

Sanadnya Ḥasan, lihat al-Musnad, Aḥmad b. Ḥanbal (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995), J. 17,

299-300.

Page 79: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

67

Kemudian ʻUtsmān b. ʻAffān datang dan meminta izin kepada beliau untuk masuk

ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkan untuk masuk

seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. Rasulullah

bersabda; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama. Lalu ʻUtsmān

masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah

ʻUtsmān keluar dari rumah, ʻĀisyah bertanva; “Ya Rasulullah, tadi ketika Abū

Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya.

Kemudian ketika ʻUmar datang dan masuk, engkaupun menyambutnya dengan

biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika ʻUtsmān b. ʻAffān datang dan masuk ke

rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung mengambil

posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan

hal ini semua ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Hai ʻĀisyah, bagaimana

mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang para malaikat saja

merasa malu kepadanya.”

Menurut al-Bānī hadis ini sanadnya ṣaḥīḥ.91

Kemudian al-Nawawī dalam

Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim mengatakan bahwa hadis riwayat ʻĀisyah tidak mengandung

hujjah (dalil) kalau paha bukanlah aurat, karena terdapat keraguan bagian paha

atau betis yang tersingkap.92

Al-Ṭabarī mengatakan bahwa sejumlah khabar yang

diriwayatkan dari Nabi Saw. yang menyebutkan Abū Bakar dan ʻUmar masuk

menemui Nabi Saw. ketika paha Nabi Saw. dalam keadaan tersingkap, hukumnya

lemah dan tidak dapat dijadikan dalil.93

Berbeda dengan al-Qurṭubī, menurut

beliau hadis riwayat ʻĀisyah ini menunjukkan adanya ketetapan Nabi Saw.

membuka paha hingga menampakkan kepada Abū Bakar dan ʻUmar. Ini

menunjukkan ada pendalilan bahwa paha bukan termasuk aurat.94

91

Al-Bānī, Ṣaḥīḥ al-Adab al-Mufrad lil-Imam al-Bukhārī (al-ʻArabiyah: al-Dalīl, 1997),

Cet. 4, 225. Lihat juga Ibn Salāmah al-Ṭaḥāwī, Syarḥ Musykil al-Ātsār (Beirūt: Muʼassasah al-

Risālah, 1994), Cet. 1, J. 4, 399. 92

Al-Nawawī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim ( Muʼass,1994), Cet. 2, J. 15, 240-241. 93

Badr al-Din Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

ʻIlmiyyah, 2001), J. 4, 121. 94

Muḥammad al-ʼAmīn b. ʻAbdullah al-ʼUrmī, al-Kawkab al-Wahhāj wal-Rawḍ al-

Bahhāj fi Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim ( Jeddah: Dār al-Minhāj, 2009), Cet. 1, J. 23, 420.

Page 80: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

68

Kemudian dikuatkan pada peristiwa perang Khaybar:

—95

“Telah menceritakan kepada kami Yaʻqūb b. Ibrāhīm berkata, telah

menceritakan kepada kami Imāʻīl b. ʻUlayyah berkata, telah menceritakan

kepada kami ʻAbd al-ʻAzīz b. Ṣuhayb dari Anas b. Mālik bahwa Rasulullah Saw.

berperang di Khaybar. Maka kami melaksanakan shalat subuh di sana di hari

yang asih sangat gelap, lalu Nabi Saw. dan Abū Ṭalḥaḥ mengendarai

tunggangannya, sementara aku memboncenmg Abū Ṭalḥaḥ. Nabi Saw. lalu

melewati jalan sempit di Khaybar dan saat itu sungguh lututku menyentuh paha

Nabi Saw. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat

melihat paha Nabi Saw. yang putih.”—

Peristiwa perang Khaibar ini menunjukkan bahwa paha itu bukan aurat,

dan terdapat tiga maksud:

1. Lutut Anas menyentuh paha Nabi Saw. yang tidak dapat dipungkiri. Ini

menunjukkan bahwa paha bersentuhan dengan lutut, jika paha itu merupakan

bagian dari aurat maka peristiwa tersebut tidak boleh terjadi.

2. Izār yang dikenakan Nabi Saw. tersingkap sehingga Anas melihat putihnya

paha Nabi Saw. Hal ini sama saja dengan maksud Nabi Saw. adanya

kesengajaan agar leluasa mengendarai tunggangannya. Kalaupun izār itu

tersingkap tanpa sengaja, Nabi Saw. pun tidak tergesa-gesa pada saat pahanya

tersingkap dan tidak menutup kembali izār-nya.96

95

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Qāhirah: Dār ibn al-Jawzī, 2010), 56-57. Lihat juga

Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 2, 169. 96

Ibn Rajab al-Ḥanbalī, Fatḥ al-Bārī fī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Madīnat al-

Munawwarah: al-Ghurabāʼ al-Atsariyah, 1996), J. 2, 410.

Page 81: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

69

3. Jika paha itu sebagai aurat maka Nabi Saw. wajib menutup pahanya yang

tersingkap dan tidak memperkenankan pahanya tersingkap pada saat

kedatangan Abū Bakar dan ʻUmar menemui Nabi Saw. Menurut al-ʻAwzāʻī

bahwa adakalanya paha itu aurat dan adakalnya paha itu bukan aurat yaitu

ketika berada di kamar mandi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak

mampu memaksakan paha sebagai aurat, meskipun mereka memerintahkan

untuk menutupnya.97

Adapun beberapa ulama yang berpendapat bahwa paha itu termasuk aurat,

salah satunya menggunakan hadis di bawah ini;

98

“Telah menceritakan kepada kami Ḥusayn b. Muḥammad berkata; telah

menceritakan kepada kami Ibn Abū al-Zinād dari Bapaknya dari Zurʻah b. ʻAbd

al-Raḥmān b. Jarhad dari Jarhad kakeknya dan beberapa orang Aslam selainnya

yang bisa dipertanggungjawabkan, Rasulullah Saw. melewati Jarhad dan paha

Jarhad tersingkap di halaman masjid. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya,

“Wahai Jarhad tutuplah pahamu. paha itu aurat.”

Mayoritas ulama berpendapat bahwa paha itu aurat, seperti Mālik, al-

Tsawrī, Abū Ḥanīfah, al-Awzāʻī, dan Imam Aḥmad, mereka merujuk pada hadis

Jarhad. Sebagian ulama lain yang berpendapat bahwa paha itu bukan aurat, seperti

97

Ibn Baṭāl, Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (al-Riyāḍ: al-Rusyd, tt), J. 2, 33. 98

Hadis dari Jarhad, sanadnya Ṣaḥīḥ (15875) sedangkan (no hadis 15869-15876 sanadnya

ḥasan), lihat Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995), Cet. 1, J. 12, 378.

Lihat juga (dari Muḥammad b. Jaḥsy, no. hadis 22393-22394), J. 16, 325-326. Lihat juga Sunan al-

Dārimī (kitab al-Istʼdhān bab 22), J. 2, 364-365. Lihat juga Sunan Abī Dāwud (Beirūt: Dār al-

Risālah al-ʻĀlamiyah, 2009), J. 6. 131. Lihat juga Sunan al-Tirmidhī (Beirūt: Dār al-Fikr, 2005),

796-797. (no hadis 2804 dan 2805 sanadnya ḥasan sedangkan no hadis 2806 dan 2807 sanadnya

ḥasan gharīb).

Page 82: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

70

Ibn Abī Dhiʼbi, Ismāʻīl b. ʻUlyah, Dāwud al-Ẓāhirī, Ibn Jarīr al-Ṭabarī, dan Abū

Saʻīd al-Iṣṭakhrī dari ulama al-Syāfiʻiyyah, mereka merujuk pada hadis Anas dan

ʻĀisyah.99

Menurut Ibn Ḥazm bahwa aurat wajib tertutup dari penglihatan sesorang.

Pada saat melakukan salat laki-laki yang wajib tertutup ialah bagian kemaluan dan

dubur. Adapun bagian paha tidak termasuk aurat dan untuk batasan perempuan

ialah seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan saja. Maka yang

benar paha laki-laki bukan termasuk aurat, jika paha merupakan bagian aurat

maka Allah Swt. tidak akan memperlihatkan aurat Nabi Saw. kepada orang-orang

(Anas, Abū Bakar, dan ʻUmar) pada saat setelah kenabian dan mengemban

risalah. Oleh karena itu, Allah Swt. menjaga dan melindungi Nabi Saw. dari

terbukanya aurat, karena beliau adalah Rasul yang maksum dari sebelum

kenabian.100

Prinsip dasarnya adalah bahwa jika kedua riwayat di dalam hukum, salah

satu dari hadis tersebut lebih Ṣaḥīḥ dari hadis lainnya maka yang diamalkan hadis

yang lebih Ṣaḥīḥ. Dari kedua hadis tersebut, hadis Anas lebih Ṣaḥīḥ daripada

hadis Jarhad. Menurut al-Bukhārī bahwa hadis Anas lebih Asnad dalam arti lebih

kuat dan lebih baik sanadnya dibanding dengan hadis Jarhad. Adapun yang

mengamalkan hadis Jarhad ini lebih berhati-hati dan menjaga diri dalam urusan

agama, lebih dekat kepada taqwa dan lebih memilih keluar dari perbedaan

99

Badr al-Din Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

ʻIlmiyyah, 2001), J. 4, 119-120. 100

Ibn Ḥazm, al-Muḥallá (Mesir, tt), J. 3, 210-211.

Page 83: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

71

pandangan para ulama.101

Seolah-olah Imam al-Bukhārī menyatakan hadits-hadits

yang ṣaḥīḥ menujukkan bahwa paha bukan termasuk aurat lantaran paha Nabi

Saw. pernah terlihat, padahal Nabi Saw. adalah manusia yang paling pemalu.

Kalau seandainya paha adalah aurat tentu Nabi Saw. tidak akan

memperlihatkannya. Menurut Ibn ʻUtsaymīn bahwa paha bukan termasuk aurat

kecuali apabila dikhawatirkan muncul fitnah dengan ditampakkanya paha

tersebut. Dalam kondisi ini maka wajib tertutup, seperti misalnya paha para

pemuda.102

Disimpulkkan bahwa jika paha itu bagian dari aurat maka Allah Swt.

melindungi dan menjaga Nabi Saw. dari terbukanya aurat dan terhindar dari

penglihatan seseorang, pada kenyataannya paha Nabi Saw. tetap terbuka dan ini

menunjukkan bahwa paha bukan dari bagian aurat. Adapun keterangan yang

menyebut paha sebagai aurat, hanya untuk menekankan anjuran untuk menutup

paha karena dekat dengan aurat dan sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjaga

aurat.

101

Badr al-Dīn Abī Muḥammad, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirūt: Dār al-

ʻIlmīyah, 2001), J. 4, 119. 102

Muḥammad b. Ṣāliḥ al-ʻUtsaymīn, Majmūʻ al-Fatāwá wa Rasāil (al-Riyāḍ: Dār al-

Syuriyā, ṣ1998), Cet. 1, J. 12, 265-266.

Page 84: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

72

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas, setelah melakukan penelitian terhadap dua hadis yang

diduga menunjukkan ketidakmaksuman Nabi Muhammad Saw. yaitu dari segi

matan, maka saya dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kualitas dua hadis yang diduga menunjukkan ketidakmaksuman Nabi

Muhammad Saw. setelah saya teliti, keduanya berkualitas ṣaḥīḥ dan kemudian

saya kurang sependapat dengan pernyataan “Sahihnya sanad tidak menjamin

sahihnya matan”. Menurut saya pernyataan ini tidak secara mutlak dan saya

ingin menegaskan bahwa sahihnya sanad menjamin sahihnya matan.

2. Nabi Muhammad Saw. maksum dari sebelum dan sesudah kenabian.

B. Saran-Saran

Dalam penelitian skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan, misal:

minimnya buku referensi yang dijadikan sebagai acuan serta penulis kurang

menjelaskan secara mendetail terkait dengan kualitas hadis-hadis kemaksuman

Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, saya berharap dalam penelitian

selanjutnya, bisa dan mampu melengkapi kekurangan-kekurangan isi skripsi ini.

Sehingga dapat memberikan wawasan dan pandangan lebih luas dan detail dalam

mengkaji kemaksuman Nabi Muhammad Saw.

Page 85: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

73

DAFTAR PUSTAKA

al-Anṣārī, Abū Yaḥyá Zakariyā. Manḥat al-Bārī bisyarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. al-

Riyāḍ: Maktabah Rusyd, 2005.

al-Aṣfahānī, Al-Rāghib. Mufradāt Alfāẓ al-Qur’ān al-Karīm. Beirūt: Dār al-Kutub

al-ʻIlmīyah, 2004.

al-ʻAsqalānī, Ibn Ḥajar. Fatḥ al-Bārī. Penerjemah Amiruddin. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2003.

al-ʻAsqalānī, Ibn Ḥajar. Fatḥ al-Bārī. al-Riyāḍ: Maktabat al-Mulk, 2001.

al-Asyqar. ʻUmar Sulaymān Rasul dan Risalah. Penerjemah Munir F. Ridwan.

International Islamic Publishing House, 2008.

ʻĀsyūr, Ibn. Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr. Tūnis: Dār al-Tūnisīyah, 1984.

Awang, Abdul Hadi. Beriman kepada Rasul. Selangor: PTS Islamika, 2007.

al-Azharī, Ṣāliḥ ʻAbd al-Samīʻ al-Ābī. al-Tsamr al-Dānī. Tp, tt.

al-Baḥrānī, Maytsam. Qawāʻid al-Marām fī ʻIlm al-Kalām, Cet. 2. Maktabat

Āyatullah al-ʻAẓamī, 1998.

al-Bānī. Ṣaḥīḥ al-Adab al-Mufrad lil-Imam al-Bukhārī, Cet. 4. al-ʻArabiyah: al-

Dalīl, 1997.

al-Baraq, Abduh. Bukan Dosa Ternyata Dosa. Yogyakarta: Pustaka Grhatama,

2010.

Baṭāl, Ibn. Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. al-Riyāḍ: Maktabah al-Rusyd, tt.

al-Bayhaqī. Dalāil al-Nubuwwah. Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1988.

al-Bukhārī. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. al-Qāhirah: Dār Ibn al-Jauzī, 2010.

al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, J. 3. Bairūt: Dār al-Fikr, 1994.

al-Buthy, Fikih Sirah. Penerjemah Fuad Syaifudin Nur, Cet. 1. Jakarta: Hikmah

PT Mizan Publika, 2010.

Fāris, Ibn. Muʻjam Maqāyīs fī al-Lughah, Cet. 1. Beirūt: Dār al-Fikr, 1994.

Fatḥ al-Raḥmān Liṭālib Āyāt al-Qur’ān.

Page 86: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

74

Fathurahman, dan Komarudin b. Mikam. Surga Untuk Sahabat Sepuluh Orang

Pilihan Allah Swt. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

al-Ghazālī, Muḥammad. Fiqh al-Sīrah, Cet. 6. Beirūt: Dār al-Kutub, 1965.

Haekal, Muhammad Husain. Biografi ʻUmar bin Khattab RA. Penerjemah Ali

Audah, Cet. 3. Bogor: Litera Antar Nusa, 2002.

al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an, Cet. 2. Jakarta: Amzah, 2006.

al-Ḥanafi, Ibn Ḥamzah al-Ḥusaynī. al-Bayān wal-Taʻrīf fī Asbāb al-Wurūd al-

Ḥadīts al-Syarīf. Penerjemah M. Suwarta Wijaya. Jakarta: Kalam Mulia,

2002.

al-Ḥanbalī, Ibn Rajab. Fatḥ al-Bārī fī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Madīnat al-

Munawwarah: al-Ghurabāʼ al-Atsariyah, 1996.

Ḥanbal, Aḥmad Ibn. al-Musnad. al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995.

Hasan, M. Abdul Khaliq. The Power Of Tobat. Solo: Tiga Serangkai, 2009.

Hawa, Said. al-Rasul Saw. Penerjemah ʻAbd al-Hayyī al-Kattānī dkk. Jakarta:

Gema Insani Press, 2003.

Ḥazm, Ibn. al-Muḥallá. Mesir, tt.

Hisyām, Ibn. Sīrah Nabawiyah, Cet. 2. Beirūt: Dār Ibn Ḥazm, 2009.

al-Ḥuwayzī, ʻAbd ʻAlī b. Jumʻah ʻArūsi. Tafsir Nur al-Tsaqalayn. Intisyārāt

Ismāʻiliyān, tt.

al-Iṣbahānī, Abū Nuʻaym. Dalāil al-Nubuwwah, Cet. 2. Beirūt: Dār al-Nafāis,

1986.

Isḥāq, Ibn. (taḥqīq dan sharḥ: Ibn Hishām), Sirah Nabawiyah. Penerjemah H.

Samson Rahman Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2012.

Jamhari, dkk. Pedoman Akademik; Penulis Skripsi, Tesis dan Desertasi. UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011.

al-Ḥamīdān, ʻIṣām b. ʻAbd al-Muḥsin. al-Ṣaḥīḥ min Asbāb al-Nuẓūl, Cet. 1

Beirūt: Muʼassasah al-Riyān, 1999.

al-Jawzī, Ibn. Kasyf al-Musykil min Ḥadīts al-Ṣaḥīḥaynī. al-Riyāḍ: Dār al-Waṭan,

1997.

al-Jurjānī, ʻAlī b. Muḥammad. Syarḥ al-Mawāqif, J. 8. Beirūt: Dār al-Kutub al-

ʻIlmīyah, 1998.

Page 87: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

75

Kamaruddin, Wan Zailan. Siapa Itu Nabi-Nabi. Kuala Lumpur: PTS Millennia

SDN, 2004.

al-Karazkani, Ibrahim. Taman Orang-orang yang Bertaubat. Penerjemah Tim

Hawra. Jakarta: Pustaka Zahra, 2005.

Katsīr, Ibn. Tafsīr al-Qur’ān al-ʻAẓīm, Cet. 2. al-Riyāḍ: Dār Ṭayyibah, 1999.

Khalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw, Cet. 1. Jakarta:

Gema Insani Press, 2001.

al-Kirmānī. al-Kawākib al-Durārī fi Syarḥ al-Bukhārī. Beirūt: Dār Iḥyāʼ al-Turāts

al-ʻArabī, 1981.

al-Mālikī, ʻAlī b. Khalaf al-Manūfī. Kifāyat al-Ṭālib al-Rabbānī. al-Qāhirah: Dār

al-Madanī, 1989.

Manẓūr, Ibn. Lisān al-ʻArab. Beirūt: Dār al-Fikr, 1990.

Masyitoh, Siti. “Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsir al-Azhar; Studi Kritik Matan

Hadis Dalam Surah Yāsīn.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Jakarta, 2010.

al-Mubārakfūrī, Ṣafiy al-Raḥmān. Minnat al-Munʻim fi Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim. al-

Riyaḍ: Dār al-Salām, 1999.

Muḥammad, Badr al-Dīn Abī. ʻUmdat al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Beirūt:

Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 2001.

Murad, Musthafa. Kisah Hidup ʻUtsman bin ʻAffan. Penerjemah Khalifurrahman

Fath. Jakarta: Zaman, 2009.

al-Murtaḍá. Tanzīh al-Anbiyāʼ Qum: Amīr, 1955.

Muslim. Ṣaḥīḥ Muslim. Beirūt: Dār al-Fikr, 2009.

Mustari, M. Ismail. Menjadi Belia Cemerlang. Kuala Lumpur: PTS Professional

Publishing, 2005.

al-Nabhānī, Taqiy al-Dīn. al-Syakhṣiyyah al-Islāmiyyah, J. 1. Beirūt: Dār al-

Ummah, 2003.

al-Nawawī. Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Cet. 2. Muʼass,1994.

al-Qaraḍāwī, Yūsuf. Kayfa Nataʻāmal maʻa al-Sunnah al-Nabawiyah. al-Qāhirah:

Dār al-Syurūq, 2002.

Qayyim, Ibn. Tahdhīb al-Sunan, Cet. 1. al-Riyāḍ: al-Maʻrif, 2007.

Page 88: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

76

Qudāmah, Ibn. al-Mughnī, Cet. 3. al-Riyāḍ: Dār ʻĀlam al-Kutub, 1997.

Qutaybah, Ibn. Taʼwīl Mukhtalif al-Ḥadīts. al-Qāhirah: Dār Ibn ʻAffān, 2009.

al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. ʻIṣmat al-Anbiyāʼ. Beirūt: Dār al-Kutub al-ʻIlmīyah, 1986.

al-Raḥmān, Maḥmūd ʻAbd. al-Muṣṭalaḥāt wal-Alfāẓ al-Fiqhīyah. al-Qāhirah: Dār

al-Faḍīlah, tt.

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Almaʻrif, 1974.

Ridwan, Ahmad. “Konsep Kenabian Menurut Mazhab Asy'ary” Skripsi S1

Fakultas Dirasat Islamiyah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.

al-Ṣābūnī, Muḥammad ʻAlī. al-Nubuwwah wal-Anbiyāʼ, J. 3. Beirūt: Maktabat al-

Ghazālī, 1975.

Ṣalāḥ, Ibn. Muqadimah Ibn Ṣalāḥ fī ʻUlūm al-Ḥadīts. Beirūt: Dār al-Kutub al-

ʻIlmīyah, 1989.

Saputro, Thoha. Kritik Matan Hadis. “Studi Komparatif Pemikiran Ibn Qayyim

al-Jauziyyah dan Muhammad al-Ghazali.” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.

al-Subḥānī, Jaʻfar. ʻIṣmat al-Anbiyāʼ fī al-Qur’ān al-Karīm, Cet. 2. Beirūt: Dār al-

Walāʼ, 2004.

al-Sulamī, Muḥammad b Ṣāmil. Ṣaḥīḥ al-Ātsar waJamīl al-ʻIbar min Sīrat Khayr

al-Basyar. Jeddah: Maktabat Rawāiʻ al-Mamlakah, 2010.

al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn. al-Durr al-Mantsūr fi Tafsīr al-Qur’ān, Cet. 1. al-

Qāhirah, 2003.

al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn. Asbāb al-Nuzūl al-Musammá Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-

Nuzūl, Cet. 1. Beirūt: Muʼassasah al-Kutub al-Tsaqāfiyah, 2002.

al-Syarbinī. Radd Syubuhāt Ḥawl ʻIṣmat al-Nabī fī Ḍawʼ al-Kitāb wal-Sunnah.

al-Qāhirah: Dār al-Ṣaḥīfah, 2003.

al-Syarqawi, Muhammad ʻAbd al-Hamid dan Muhammad Raja'I al-Thahlawi.

Kaʻbah Rahasia Kiblat Dunia. Penerjemah Luqman Junaidi dan

Khalifurrahman Fath. Jakarta: Hikmah, 2009.

al-Syaybānī, Aḥmad b. ʻAmrū b. al-Ḍaḥāk Abū Bakar. al-Āḥād wal-Matsānī (al-

Riyaḍ: Dār al-Rāyah, 1991.

Page 89: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

77

Syuhudi, M. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1994.

al-Ṭabāṭabāī, Muḥammas Ḥusayn. al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān. Beirūt: al-

Muʼassasah al-Aʻlamī lil-Maṭbūʻāt, 1997.

al-Ṭaḥāwī, Ibn Salāmah. Syarḥ Musykil al-Ātsār, Cet. 1. Beirūt: Muʼassasah al-

Risālah, 1994.

Ṭanṭāwī, Muḥammad Sayyīd. al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm, Cet. 2.

1988.

al-Tharabilisiy, Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah (Dalam

Perspektif Ahlussunnah Waljamaah). Penerjemah Abdullah Zakiy al-Kaaf.

Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

al-Ṭūsī, Abī Jaʻfar Muḥammad b. al-Ḥasan. al-Tibyān fī Tafsīr al-Qurʼān. Beirūt:

Dār Iḥyāʼ al-Turāts al-ʻArabī, tt.

ʻUmar, Aḥmad Mukhtar. Muʻjam al-Lughah al-ʻArabiyah al-Muʻāṣirah. al-

Qāhirah: Ālim al-Kutub, 2008.

al-ʼUrmī, Muḥammad al-ʼAmīn b. ʻAbdullah. al-Kawkab al-Wahhāj wal-Rawḍ

al-Bahhāj fi Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Cet. 1. Jeddah: Dār al-Minhāj, 2009.

al-ʻUtsaymīn, Muḥammad b. Ṣāliḥ. Majmūʻ al-Fatāwá wa Rasāil, Cet. 1. al-

Riyāḍ: Dār al-Syuriyā, 1998.

al-Wādiʻī , Muqbil b. Hādī. al-Ṣaḥīḥ al-Musnad min Asbāb al-Nuzūl, Cet. 2. al-

Yaman: Maktabah Ṣanaʻāʼ al-Atsariyah, 2004.

Warman, Adithia. “Konsep Ishmah Para Nabi Menurut Imam Fakhr al-Dīn al-

Razi.” Skripsi S1 Fakultas Dirasat Islamiyah, Universitas Islam Negeri

Jakarta, 2010.

al-Wāḥidī, Abī al-Ḥasan ʻAlī b. Aḥmad. Asbāb Nuzūl al-Qurʼān, Cet. 1. Beirūt:

Dār al-Kutub al-ʻIlmiyah, 1991.

Yāsīn, Māhir. Muḥāḍarāt fi ʻUlum al-Ḥadīts. al-Qāhirah: Dār Majid al-Islām,

2009.

Yusfik, Muhammad. “Kenabian Muhammad Saw. Menurut Al-Qur’an: Kajian

Tematik tentang Misi Kenabian Muhammad Saw.” Tesis S2 Universitas

Islam Negeri Jakarta, 2005.

Yūsuf, Abū al-Maḥāsin. al-Muʻtaṣar min al-Mukhtaṣar Masykal al-Ātsār. Beirūt:

ʻĀlim al-Kutub, tt.

Page 90: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

78

Artikel diakses pada 19 Juli 2014 dari http://www.alhassanain.com/indonesian/

articles/articles/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/prophethood/ke

maksuman_nabi/001.html

Artikel diakses pada 18 juni 2015 dari

http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/beliefs_library/fun

damentals_of_Religion/prophethood/kesucian_para_nabi/001.html

Page 91: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

79

Lampiran 1: Hadis Peristiwa Renovasi Kaʻbah.

25 (")

1

“Telah menceritakan kepadaku Maḥmūd telah menceritakan kepada kami

ʻAbd al-Razzāq berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibn Jurayj berkata, telah

mengabarkan kepadaku ʻAmru b. Dīnār dia mendengar Jābir b. Abdullah

raḍiyallahu ʻanhumā berkata; “Ketika Kaʻbah diperbaiki, Nabi dan al-ʻAbbās

pergi untuk mengangkat bebatuan. Saat itu al-ʻAbbās berkata kepada Nabi:

“Ikatlah kain sarungmu pada lehermu karena dapat melindungimu dari

bebatuan”. Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah dengan kedua matanya

terbelalak menengadah ke langit. Kemudian beliau sadar dan berkata:

“sarungku, sarungku”. Kemudian beliau mengikatkan kain sarungnya kembali.”

- 42 (")

2

“Telah menceritakan kepada kami ʻAbdullah b. Muḥammad telah

menceritakan kepada kami Abū ʻĀṣim berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibn

Jurayj berkata, telah mengabarkan kepadaku ʻAmru b. Dīnār berkata; Aku

mendengar Jābir b. ʻAbdullah raḍiyallahu ʻanhumā berkata: “Ketika Kaʻbah

diperbaiki, Nabi dan al-ʻAbbās pergi untuk mengangkat bebatuan, saat itu al-

ʻAbbās berkata kepada Nabi: “Ikatlah kain sarungmu pada lehermu”. Tiba-tiba

beliau tersungkur ke tanah lalu kedua matanya terbelalak menengadah ke arah

langit. Lalu beliau berkata: “Berikanlah kain sarungku”. Kemudian beliau

mengikatnya kembali dengan kuat.”

1 Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Qāhirah: Dār ibn al-Jauzī, 2010), h. 56. (no. Hadis 3829).

2 Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Qāhirah: Dār ibn al-Jauzī, 2010), h. 190. (no. Hadis

1582).

Page 92: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

80

- 8 (")

3

“Telah menceritakan kepada kami Maṭar b. al-Faḍl berkata, telah

menceritakan kepada kami Rawḥ berkata, telah menceritakan kepada kami

Zakariyāʼ b. Isḥāq telah menceritakan kepada kami ʻAmru b. Dīnār berkata, aku

mendengar Jābir b. ʻAbdullah menceritakan bahwa Rasulullah bersama orang-

orang Quraisy memindahkan batu Kaʻbah, sementara saat itu beliau mengenakan

kain lebar.” Pamannya, al-ʻAbbās, lalu berkata kepadanya, “Wahai anak

saudaraku, seandainya kainmu engkau letakkan pada pundakmu tentu batu akan

lebih ringan. Maka beliau lepas dan dipakaikannya di pundaknya, tiba-tiba beliau

terjatuh dan pingsan. Setelah peristiwa itu tidak pernah Nabi terlihat telanjang.”

- 76 "

“Dan telah menceritakan kepada kami Isḥaq b. Ibrāhīm al-Hanẓaly dan

Muḥammad b. Ḥātim b. Maymūn semuanya meriwayatkan dari Muḥammad b.

Bakr dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibn Jurayj --lewat jalur

periwayatan lain-- dan telah menceritakan kepada kami Isḥaq b. Manṣūr dan

Muḥammad b. Rāfiʻ dan lafazh tersebut milik keduanya. Ishaq berkata, telah

mengabarkan kepada kami sedangkan Ibn Rāfiʻ berkata, telah menceritakan

kepada kami ʻAbd al-Razzāq telah mengabarkan kepada kami Ibn Jurayj telah

mengabarkan kepadaku ʻAmru b. Dīnār bahwa dia mendengar Jābir b. ʻAbdullah

dia berkata, “Ketika Kaʻbah diperbaiki, Nabi bersama al-ʻAbbās pergi untuk

mengangkat batu. Maka al-ʻAbbās berkata kepada Nabi: 'Ikatlah kainmu ke

3 Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Qāhirah: Dār ibn al-Jauzī, 2010), h. 56. (no. Hadis 364).

Page 93: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

81

bahumu untuk alas batu. Maka beliau melakukannya, lalu beliau jatuh tersungkur

lalu beliau kedua matanya terbelalak menengadah ke langit, kemudian berdiri

sambil berkata, „Kainku, kainku‟. Kemudian Beliau memakai kain tersebut.” Ibn

Rāfiʻ berkata dalam riwayatnya, “Ikattlah di atas lehermu” dan bukan berkata,

“Di atas pundakmu.”

- 77 "

4

“Dan telah menceritakan kepada kami Zuhayr b. Ḥarb telah menceritakan

kepada kami Rawḥ b. Ubādah telah menceritakan kepada kami Zakariyyāʼ b.

Isḥaq telah menceritakan kepada kami ʻAmru b. Dīnār dia berkata, saya

mendengar Jābir b. ʻAbdullah bercerita bahwa Rasulullah memindahkan batu

untuk Kaʻbah bersama orang-orang Quraisy, dan beliau dalam keadaan memakai

sarung, maka al-ʻAbbās, pamannya berkata kepadanya, „Wahai anak saudaraku,

kalau seandainya kamu berkenan melepas sarungmu dan meletakkannya di atas

tengkukmu di bawah batu‟.” Perawi berkata, “Lalu beliau melepaskann dan

meletakkannya di atas bahunya. Lalu beliau jatuh pingsan. Dia berkata, “Setelah

itu beliau tak pernah lagi tampak telanjang.”

-2954.

5

Telah bercerita kepada kami ʻAbd al-Razzāq telah menghabarkan kepada

kami Ibn Jurayj telah menghabarkan kepadaku ʻAmru b. Dīnār dia telah

mendengar Jābir b. ʻAbdullah berkata; “Tatkala Kaʻbah dibangun, Nabi dan al-

ʻAbbās pergi memindahkan batu, maka al-ʻAbbās berkata; “Ikatlah sarungmu di

lehermu untuk mengangkat batu, maka Nabi Saw. melakukannya dan terjatuhlah

ke tanah, mata beliau terbelalak menengadah ke langit kemudian berdiri dan

berkata: “Sarungku, sarungku” lalu sarung beliau dikencangkan kembali.”

4 Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 1, 165.

5 Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (Beirūt: Dār al-Fikr, 1994), J. 5, 11.

Page 94: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

82

-2954.

6

“Telah mencerikan kepada kami Muḥammad b. Bakr telah mengabarkan

kepada kami Ibn Jurayj telah mengabarkan kepadaku ʻAmru b. Dīnār berkata;

saya telah mendengar Jābir b. ʻAbdullah berkata; “Tatkala Kaʻbah diperbaiki,

al- ʻAbbās dan Nabi Saw. memindahkan batu. Al-ʻAbbās berkata kepada Nabi:

„Pakailah kainmu.‟ʻAbd al-Razzāq berkata dengan redaksi, “Dengan meletakkan

pada lehermu”, lalu beliau tersungkur ke tanah, kedua mata beliau terbelalak

menengadah ke langit, beliau bangkit dan bersabda: “Sarungku, sarungku.” Lalu

beliau berdiri dan mengencangkannya.”

-2954.

7

“Telah bercerita kepada kami Rawḥ telah bercerita kepada kami

Zakariyyāʼ b. Isḥāq telah bercerita kepada kami ʻAmru b. Dīnār saya telah

mendengar Jābir b. ʻAbdullah bercerita “Sesungguhnya Nabi Saw. bersama

orang-orang Quraisy memindahkan batu Kaʻbah dengan memakai sarung. Al-

ʻAbbās, pamannya berkata kepada Nabi: “Wahai anak saudaraku, alangkah

baiknya jika engkau lepaskan sarungmu dan engkau pakai pada kedua pundakmu

di bawah batu”. (Jābir b. ʻAbdullah) berkata; “lalu beliau melepas dan

meletakkan di pundaknya, seketika beliau terjatuh pingsan. Maka tidak pernah

terlihat auratnya semenjak hari itu.”

-2954.

6 Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (Beirūt: Dār al-Fikr, 1994), J. 5, 181.

7 Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (Beirūt: Dār al-Fikr, 1994), J. 5, 43.

Page 95: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

83

8

Telah bercerita kepada kami Rawḥ telah bercerita kepada kami

Zakariyyāʼ b. Isḥāq telah bercerita kepada kami ʻAmru b. Dīnār, dia berkata

telah mendengar Jābir b. ʻAbdullah berkata “Sesungguhnya Nabi Saw. bersama

orang-orang Quraisy memindahkan batu Kaʻbah dengan memakai sarung. Al-

ʻAbbās, pamannya berkata kepada Nabi: “Wahai anak saudaraku, alangkah

baiknya jika engkau lepaskan sarungmu dan engkau pakai pada kedua pundakmu

di bawah batu”. (Jābir b. ʻAbdullah) berkata; “lalu beliau melepas dan

meletakkan di pundaknya, seketika beliau terjatuh pingsan. Maka tidak pernah

terlihat telanjang semenjak hari itu.”

Iʻtibar Sanad

Kegiatan iʻtibar merupakan upaya menghimpun semua sanad hadis yang

diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

digunakan oleh masing-masing periwayat. Kegiatan ini diperlukan guna

mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dengan jelas, dilihat dari ada atau

tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabiʻ atau shāhid

ialah adanya sumber pengambilan dari beberapa orang sahabat Nabi yang

berstatus sebagai pendukung. Melalui al-i‟tibar akan dapat diketahui apakah

sanad hadis yang diteliti memiliki mutabiʻ dan shāhid ataukah tidak.9 Dalam hal

ini diperlukan pembuatan skema untuk memperlihatkan secara jelas seluruh sanad

hadis yang diteliti.

Pada umumnya terdapat mutabiʻ qaṣīr (kurang sempurna), karena keikut

sertaan seorang periwayat hadis tersebut hanya pada sebagian sanad gurunya saja

sampai kepada seorang Sahabat Nabi.

Lihat skema pada halaman berukutnya;

8 Aḥmad b. Ḥanbal, al-Musnad (Beirūt: Dār al-Fikr, 1994), J. 5, 89-90.

9 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta : Bulan Bintang, 1992),

h. 51.

Page 96: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

84

bhbhbbvjhvjhv

Lampiran 2: Hadis Peristiwa Terbukanya Paha Nabi Saw. Saat Berbincang

dengan Abū Bakar dan ʻUmar.

Skema H

adis 1

.

nn

Page 97: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

85

Lampiran 2: Hadis Peristiwa Terbukanya Paha Nabi Saw. Saat Berbincang

dengan Abū Bakar dan ʻUmar.

- 26 "

10

“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyá b. Yaḥyá dan Yaḥyá b Ayyūb

dan Qutaybah dan Ibn Ḥujr. Yaḥyá b. Yaḥyá berkata; Telah mengabarkan kepada

kami Sedangkan yang lainnya berkata; Telah menceritakan kepada kami Ismaʻīl

yaitu Ibn Jaʻfar dari Muḥammad b. Abī Ḥarmalah dari ʻAṭāʼ dan Sulaymān -

kedua anak Yasār dan Abī Salamah b. ʻAbd al-Raḥmān bahwa ʻĀisyah berkata;

„Pada suatu ketika, Nabi Saw. sedang berbaring di rumahku (ʻĀisyah) dengan

membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama, Abū Bakar

minta izin kepada Nabi Saw. untuk masuk. Maka Nabi Saw. pun mempersilahkan

untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang. Lalu

ʻUmar b. Khaṭṭab datang dan meminta izin kepada Nabi Saw. untuk masuk ke

dalam rumah. Maka Nabi Saw. pun mempersilahkannya masuk dalam kondisi

beliau tetap seperti itu dan terus berbincang. Lalu ʻUtsmān b. ʻAffān datang dan

meminta izin untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Nabi Saw. pun

mempersilahkannya seraya merubah posisi duduk dan membetulkan pakaiannya.

Nabi Saw. bersabda; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama. Lalu

ʻUtsmān masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai

hal. Setelah ʻUtsmān keluar dari rumah, ʻAisyah bertanya; “Ya Rasul, tadi ketika

Abū Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk

menyambutnya. Kemudian ketika ʻUmar datang dan masuk, engkaupun

menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika ʻUtsmān b. ʻAffān

datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan

mengambil posisi duduk dan memperbaiki pakaianmu. Rasul Saw. menjawab:

“Ya ʻĀisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang

10

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirūt: Dār al-Fikr, 2009), J. 2, 445. (no. hadis 2401).

Page 98: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

86

para malaikat saja merasa malu kepadanya.”

-711.

.

11 "Telah menceritakan kepada kami Ḥajjāj, telah menceritakan kepada kami

Layts telah menceritakan kepadaku ʻUqayl dari Ibn Syihāb dari Yaḥyá b. Saʻīd b.

al-ʻĀṣ bahwa Saʻīd b. al-ʻĀṣ telah mengabarkan kepadanya, bahwa ʻĀisyah istri

Nabi Saw. dan ʻUtsmān keduanya telah bercerita kepadanya, bahwa Abū Bakar

meminta izin masuk kepada Rasul Saw. ketika beliau sedang berbaring di tempat

tidurnya dengan mengenakan mirṭ (jenis pakaian terbuat dari wol) milik ʻĀisyah,

kemudian beliau mengizinkan Abū Bakar dan beliau tetap dalam kondisi seperti

itu, maka Abū Bakar menyelesaikan keperluannya dengan beliau lalu pergi.

Kemudian datanglah ʻUmar meminta izin masuk dan beliau mengizinkannya

sementara beliau masih tetap pada kondisinya semula, maka ʻUmar

menyelesaikan keperluannya dengan beliau lalu pergi. ʻUtsmān berkata;

kemudian aku datang meminta izin masuk kemudian beliau duduk dan berkata

kepada ʻĀisyah; “Kumpulkanlah pakaianmu, lalu beliau menyelesaikan

11

Sanadnya Ṣaḥīḥ, lihat al-Musnad, Aḥmad b. Ḥanbal (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995),

J. 1, 384-385.

Page 99: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

87

keperluanku dan akupun lalu pergi.” ʻĀisyah berkata; “Ya Rasul, mengapa aku

tidak melihat engkau terkejut terhadap Abū Bakar dan ʻUmar sebagaimana

engkau terkejut kepada ʻUtsmān?” Rasul Saw. menjawab; “ʻUtsmān adalah

seorang lelaki pemalu, dan aku khawatir dia tidak akan menyampaikan

keperluannya kepadaku, jika aku mengizinkannya sementara aku masih dalam

kondisi seperti itu.” Al-Layts berkata: “Para perawi mengatakan bahwa Rasul

Saw. berkata kepada ʻĀisyah: “Tidak malukah aku kepada orang yang para

Malaikat pun malu kepadanya.”

Telah menceritakan kepada kami Yaʻqūb, telah menceritakan kepada kami

bapakku dari Ṣāliḥ, Ibn Syihāb berkata; telah mengabarkan kepadaku Yaḥyá b.

Saʻīd b. al-ʻĀṣ bahwa Saʻīd b. al-ʻĀṣ telah mengabarkan kepadanya, bahwa

ʻUtsmān dan ʻĀisyah keduanya telah bercerita kepadanya, bahwa Abū Bakar

meminta izin masuk kepada Rasulullah Saw. sementara beliau dalam keadaan

berbaring di tempat tidurnya dengan mengenakan kain mirṭ milik ʻĀisyah,

kemudian dia menyebutkan hadits yang semakna dengan hadits ʻUqayl.

-626

12 “Telah menceritakan kepada kami Marwān, dia berkata; Telah

menceritakan kepada kami ʻUbaydullah b. Yassār, dia berkata; Saya telah

mendengar ʻĀisyah bt. Ṭalḥah bercerita dari ʻĀisyah Umm al-Muʼminīn, bahwa

Rasul Saw. duduk dalam keadaan tersingkap pahanya. Lalu Abū Bakar mohon

izin untuk masuk dan beliau mengijinkannya sedang beliau masih dalam keadaan

seperti itu. Kemudian ʻUmar mohon ijin masuk dan beliau mengijinkannya

sedang beliau juga masih dalam keadaan seperti itu. Kemudian ʻUtsmān mohon

ijin untuk masuk maka beliau menutupi pahanya dengan kainnya. Ketika mereka

telah berdiri dan pergi saya berkata; „Ya Rasul! Abū Bakar dan ʻUmar memohon

ijin masuk kepada engkau dan engkau mengijinkannya sedangkan engkau masih

dalam keadaan tersingkap pahanya, namun ketika ʻUtsmān datang memohon izin

masuk lantas engkau menutup paha engkau dengan kainmu, Maka Rasul Saw.

bersabda: “Ya ʻĀisyah! Apakah saya tidak malu dari seorang lelaki, demi Allah,

sesungguhnya Malaikat malu kepadanya.”

12

Sanadnya Ḥasan, lihat al-Musnad, Aḥmad b. Ḥanbal (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995),

J. 17, 299-300.

Page 100: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

88

-1556.

13

“Telah menceritakan kepada kami Ḥajjāj, telah menceritakan kepada

kami Layts telah menceritakan kepadaku ʻUqayl dari Ibn Syihāb dari Yaḥyá b.

Saʻīd b. al-ʻĀṣ bahwa Saʻīd b. al-ʻĀṣ telah mengabarkan kepadanya, bahwa

ʻĀisyah istri Nabi Saw. dan ʻUtsmān, keduanya telah bercerita kepadanya, bahwa

Abū Bakar meminta izin masuk kepada Rasulullah Saw. ketika beliau sedang

berbaring di tempat tidurnya dengan mengenakan mirṭ (jenis pakaian terbuat dari

wol) milik ʻĀisyah, kemudian beliau mengizinkan Abū Bakar dan beliau tetap

dalam kondisi seperti itu, maka Abū Bakar menyelesaikan keperluannya, lalu Abū

Bakar pergi. Kemudian datanglah ʻUmar meminta izin masuk dan beliau

mengizinkannya sementara beliau masih tetap pada kondisinya semula, maka

ʻUmar menyelesaikan keperluannya dan lalu pergi. ʻUtsmān berkata: kemudian

aku datang meminta izin masuk kemudian beliau duduk dan berkata kepada

ʻĀisyah; “Kumpulkanlah pakaianmu, “lalu beliau menyelesaikan keperluanku

dan akupun pergi.” ʻĀisyah berkata; “Ya Rasul, mengapa aku tidak melihat

engkau terkejut terhadap Abū Bakar dan ʻUmar sebagaimana engkau terkejut

kepada ʻUtsmān?” Rasul Saw. menjawab; “ʻUtsmān adalah seorang lelaki

pemalu, dan aku khawatir dia tidak akan menyampaikan keperluannya kepadaku,

jika aku mengizinkannya sementara aku masih dalam kondisi seperti itu.” Al-

Layts berkata; “Kebanyakan para perawi mengatakan bahwa Rasulullah Saw.

13

Sanadnya Ṣaḥīḥ, lihat al-Musnad, Aḥmad b. Ḥanbal (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995),

J. 17, 544.

Page 101: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

89

berkata kepada ʻĀisyah: “Tidak malukah kamu kepada orang yang para Malaikat

pun malu kepadanya?”

Telah menceritakan kepada kami ʻUtsmān b. ʻUmar, telah menceritakan

kepada kami Ibn Abī Dziʼbi dari al-Zuhrī dari Yaḥyá b. Saʻīd dari Saʻīd b. al-ʻĀs

dari ʻĀisyah bahwa Abū Bakar meminta izin masuk kepada Rasulullah Saw. dan

Nabi Saw. mengenakan mirṭ (jenis pakaian terbuat dari wol), kemudian dia

menyebutkan hadits yang semakna dengan hadits ʻUqayl.

-2886

14 “Telah menceritakan kepada kami ʻAbd al-Razzāq, dia berkata; telah

mengabarkan kepada kami Maʻmar dari Al-Zuhrī dari Yaḥyá b. Saʻīd b. ʻĀṣ dari

ayahnya dari ʻĀisyah berkata; “Abū Bakar meminta izin kepada Rasul Saw.

sedang saya bersama beliau dalam satu selimut, ʻĀisyah berkata; kemudian Nabi

Saw. mengizinkannya dan dia menyampaikan keperluannya kepada beliau sedang

beliau masih bersamaku dalam selimut. Lalu Abū Bakar keluar. Kemudian ʻUmar

meminta izin kepada beliau, dan beliau mengizinkannya dan dia menyampaikan

keperluannya kepada beliau setelah itu ʻUmar keluar. Kemudian ʻUstmān

meminta izin kepada Nabi Saw., beliau segera memperbaiki pakaiannya

kemudian beliau duduk lalu ʻUtsmān menyampaikan keperluannya, setelah itu

ʻUtsmān keluar. ʻĀisyah berkata; “Ya Rasul! Abū Bakar meminta izin dan dia

menyampaikan keperluannya kepadamu sedang engkau dalam keadaanmu seperti

itu., kemudian ʻUmar meminta izin kepadamu dan dia menyampaikan

keperluannya kepadamu dalam keadaanmu, lalu ʻUtsmān meminta izin kepadamu

maka seolah-olah engkau sangat menjaga penampilan. Beliau bersabda: “

ʻUstmān adalah orang yang sangat pemalu dan jika aku mengizinkannya dalam

keadaanku seperti itu, aku khawatir dia tidak bisa menyampaikan keperluannya

kepadaku.”

14

Sanadnya Ṣaḥīḥ, lihat al-Musnad, Aḥmad b. Ḥanbal (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadīts, 1995),

J. 17, 572-573.

Page 102: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

90

I’tibar Sanad

Pada umumnya terdapat mutabiʻ qaṣīr (kurang sempurna), karena keikut

sertaan seorang periwayat hadis tersebut hanya pada sebagian sanad gurunya saja

sampai kepada seorang Sahabat Nabi. Hadis ini disebut sebagai syahid hadis

Imam Muslim, sebab hadis Imam Muslim diriwayatkan oleh Siti Aisyah,

sementara hadis Imam Ahmad dari riwayat Siti ʻĀisyah dan Sahabat ʻUtsmān,

kemudian syahid hadis ini juga syahid makna, sebab hanya sesuai maknanya saja.

Namun ada satu hadis yang lafadznya hampir sama.

Lihat skema pada halaman berukutnya;

Page 103: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

91

bhbhbbvjhvjhv

Skema H

adis 2

د ح م م

د ب

ي

د أح

ح ح ح ب ح

يم د ح د ب

ح ح ب م

ح ب

ر ح ب ح

ي ب ب ني أاب ي ب ب ا

أي أ ن ني ب نيا أ ب ن

Page 104: KUALITAS HADIS-HADIS KEMAKSUMAN NABI MUHAMMAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30186/1/IMAM... · LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi berjudul "Kualitas Hadis-hadis

92

bhbbvjhvjhv

Pada umumnya terdapat mutabiʻ qaṣīr (kurang sempurna), karena keikut

sertaan seorang periwayat hadis tersebut hanya pada sebagian sanad gurunya saja

sampai kepada seorang Sahabat Nabi.

Lihat skema pada halaman berukutnya;

Lanju

tan Skem

a Had

is 2