22
Resolving Insolvency: As of 7 March 2016 1 KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN www.doingbusiness.org 1. DEFINISI-DEFINISI YANG DIGUNAKAN DALAM KUESIONER INI Indikator Penyelesaian Kepailitan mengukur waktu, biaya dan hasil dari proses baik kepailitan atau proses penyelesaian utang yang melibatkan entitas dalam negeri, serta kekuatan kerangka hukum kepailitan. Tujuan dari indikator ini adalah untuk menilai efisiensi sistem kepailitan dengan mengukur tingkat pengembalian utang oleh kreditur (tingkat pemulihan) dalam kepailitan dan untuk menilai kualitas undang-undang kepailitan dengan menguji apakah undang-undang tersebut memuat praktik-praktik terbaik yang diterima secara internasional. Dalam menyelesaikan kuesioner, harap diingat definisi berikut: Foreclosure "Penyitaan" adalah proses dimana kreditur separatis meminta penjualan aset yang digunakan sebagai jaminan dalam memenuhi utang berjamin (secured loan) ketika debitur gagal bayar. Untuk tujuan studi ini, penyitaan mengacu pada penjualan aset untuk mengumpulkan nilai perpanjangan pinjaman bagi debitur melalui proses pengadilan formal (penyitaan peradilan). Penyitaan juga termasuk penegakan kepentingan keamanan selain hipotek real estate. Insolvency "Kepailitan" adalah kondisi debitur yang secara umum tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo dan/atau yang kewajibannya melebihi nilai asetnya. Insolvency Representative "Perwakilan Kepailitan (kurator/pengurus)" adalah seseorang atau badan resmi (termasuk pada pengangkatan sementara) dalam proses kepailitan untuk mengelola reorganisasi atau likuidasi dari kepailitan real.

KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN - eodb.ekon.go.ideodb.ekon.go.id/download/eodb_questionnaire/2016/sosialisasi... · Receivership "Kurator" adalah proses penunjukan oleh pengadilan,

  • Upload
    vutram

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

1

KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN www.doingbusiness.org

1. DEFINISI-DEFINISI YANG DIGUNAKAN DALAM KUESIONER INI

Indikator Penyelesaian Kepailitan mengukur waktu, biaya dan hasil dari proses baik kepailitan atau proses penyelesaian

utang yang melibatkan entitas dalam negeri, serta kekuatan kerangka hukum kepailitan. Tujuan dari indikator ini adalah

untuk menilai efisiensi sistem kepailitan dengan mengukur tingkat pengembalian utang oleh kreditur (tingkat pemulihan)

dalam kepailitan dan untuk menilai kualitas undang-undang kepailitan dengan menguji apakah undang-undang tersebut

memuat praktik-praktik terbaik yang diterima secara internasional. Dalam menyelesaikan kuesioner, harap diingat definisi

berikut:

Foreclosure "Penyitaan" adalah proses dimana kreditur separatis meminta penjualan aset yang digunakan sebagai jaminan

dalam memenuhi utang berjamin (secured loan) ketika debitur gagal bayar. Untuk tujuan studi ini, penyitaan mengacu pada

penjualan aset untuk mengumpulkan nilai perpanjangan pinjaman bagi debitur melalui proses pengadilan formal (penyitaan

peradilan). Penyitaan juga termasuk penegakan kepentingan keamanan selain hipotek real estate.

Insolvency "Kepailitan" adalah kondisi debitur yang secara umum tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo

dan/atau yang kewajibannya melebihi nilai asetnya.

Insolvency Representative "Perwakilan Kepailitan (kurator/pengurus)" adalah seseorang atau badan resmi (termasuk pada

pengangkatan sementara) dalam proses kepailitan untuk mengelola reorganisasi atau likuidasi dari kepailitan real.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

2

Liquidation “Likuidasi” adalah sebuah proses perakitan dan penjualan aset debitur yang pailit untuk membubarkannya dan

mendistribusikan hasilnya pada kreditur. Likuidasi termasuk penjualan sedikit demi sedikit aset debitur atau penjualan dari

semua aset debitur sebagai bentuk keprihatinan. Untuk tujuan studi ini, likuidasi hanya merujuk pada proses pengadilan

formal dan tidak termasuk pembubaran sukarela sebuah perusahaan.

Receivership "Kurator" adalah proses penunjukan oleh pengadilan, sebuah kontrak atau pejabat pemerintah sebagai

penerima amanah untuk mengambil hak asuh properti, usaha, sewa dan keuntungan-keuntungan dari debitur yang telah

melanggar ketentuan pinjaman dari kreditur dengan tanggungan perusahaan. Kurator dapat diizinkan untuk melanjutkan

usaha debitur sebelum menjual usaha sebagai bentuk keprihatinan atau menjual aset secara terpisah-pisah untuk melunasi

utang.

Reorganization "Reorganisasi" adalah sebuah proses melalui yang kesejahteraan finansial dan kelangsungan hidup usaha

debitur dapat dipulihkan sehingga usaha dapat terus beroperasi, melalui cara-cara seperti pengampunan utang, penjadwalan

kembali utang, konversi ekuitas utang dan penjualan usaha (atau bagian dari itu) secara berkelanjutan. Untuk tujuan

penelitian ini, reorganisasi hanya mengacu pada proses pengadilan formal yang tersedia untuk semua debitur dan tidak

termasuk skema-skema pengaturan, kesepakatan-kesepakatan di luar pengadilan dengan kreditur atau reorganisasi

sebelum badan administratif.

Reorganization Plan "Rencana reorganisasi" adalah sebuah rencana dimana kemapanan finansial dan kelangsungan hidup

usaha debitur dapat dikembalikan rencana dimana keuangan kesejahteraan dan kelangsungan hidup bisnis debitur dapat

dikembalikan.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

3

Berikan Penjelasan (Definisi, Metodologi, Kriteria, Asumsi, dll)

Kuesioner Pertanyaan dalam Laporan Penjelasan (Definisi, Metodologi, Kriteria, Asumsi, dll)

UsulanPerbaikanRegulasi Pertanyaan Jawab

Pertanyaan (Yes / No)

2. REFORMASI DAN STATISTIK 2.1 Apakah telah ada reformasi dalam

area kepailitan korporat antara 1 Juni, 2014 hingga saat ini, termasuk apakah ada perkembangan dalam hukum atau praktek terkait penyitaan, likuidasi atau reorganisasi? Tolong deskripsikan!

Tidak Tidak ada ada reformasi dalam area kepailitan

korporat antara 1 Juni, 2014 hingga saat ini, termasuk apakah ada perkembangan dalam hukum atau praktek terkait penyitaan, likuidasi atau reorganisasi.

Diperlukan adanya instrumen hukum yang dapat memberikan kepastian khususnya terkait dengan syarat-syarat kepailitan yang dirasakan terlalu mudah dan sering disalahgunakan oleh Kreditor. Selain daripada pengetatan persyaratan kepailitan (yang dapat dilakukan meskipun Debitor masih solven), mengingat Indonesia telah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (“MEA”), diperlukan instrumen hukum secara regional yang mengatur perihal pelaksanaan proses kepailitan secara keseluruhan yang memiliki unsur transnasional dalam wilayah sesama anggota MEA.

2.2 Apakah ada reformasi dalam area kepailitan korporat yang diperkirakan akan berlaku sebelum 1 Juni 2015 atau dalam jangka waktu panjang setelahnya?

Tidak Tidak ada reformasi dalam area kepailitan

korporat yang diperkirakan akan berlaku sebelum 1 Juni 2015 atau dalam jangka waktu panjang setelahnya.

Diperlukan adanya instrumen hukum yang dapat memberikan kepastian khususnya terkait dengan syarat-syarat kepailitan yang dirasakan terlalu mudah dan sering disalahgunakan oleh Kreditor.

2.3 Ada berapa kasus kepailitan yang melibatkan entitas komersil yang ditangani oleh anda atau perusahaan

Tidak

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

4

anda di tahun 2014? Dimohon agar menyebutkan semua penyitaan, likuidasi dan proses reorganisasi yang terselesaikan antara1 Januari 2014 dan31 Desember 2014, atau yang masih tertunda hingga 31 Desember 2014.

2.4 Ada berapa kasus kepailitan terhadap entitas komersil yang diajukan dalam ekonomi anda di tahun 2014? Dimohon agar menyebutkan semua penyitaan, likuidasi dan proses reorganisasi. Harap diperhatikan bahwa kita tidak mempertimbangkan kasus yang melibatkan kepemilikan perseorangan dalam perusahaan yang tidak legal

Berdasarkan pada Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2014, jumlah terbesar perkara kasasi perdata khusus adalah perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) yaitu 569 perkara (73,99%). Jumlah terbesar berikutnya perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebanyak 48 perkara (6,24%) dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebanyak 44 perkara (5,72%). Perkara kasasi perdata khusus yang diputus pada tahun 2014 sebanyak 716 perkara. Jumlah ini turun 15,27% dari tahun 2013 yang memutus 845 perkara. Sisa perkara kasasi perdata khusus pada akhir tahun 2014 berjumlah 225 atau 23,91 % dari keseluruhan beban perkara kasasi perdata khusus. Klasifikasi amar putusan dalam kasasi perdata khusus yaitu: kabul sebanyak 178 perkara (24,86%), tolak sebanyak 503 perkra (70,25%), tidak dapat diterima sebanyak 34 perkara (4,75%), dan dicabut sebanyak 1 perkara (0,14%). Perkara Peninjauan Kembaliperdata khusus yang diputus di tahun 2014 sebanyak 148 perkara. Jumlah perkara yang berhasil diputus turun 21,69% dibandingkan dengan tahun 2013 yang memutus 189 perkara. Sisa perkara PK perdata khusus sebanyak 49 perkara atau 24,87% dari beban perkara yang ditangani. Sisa perkara ini merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir dan pernah dicapai oleh Mahkamah Agung RI tahun 2011.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

5

Perkara yang masuk ke Pengadilan Niaga selama tahun 2014 sebanyak 85 perkara. Sisa perkara tahun 2013 sebanyak 260 perkara. Jumlah yang ditangani pengadilan niaga sebanyak 345 perkara. Jumlah perkara yang masuk tersebut turun sebesar 6,59% dari penerimaan tahun 2013 sebanyak 91 perkara. Perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Niaga sebanyak 56 perkara sehingga sisa perkara tahun 2014 sebanyak 289 perkara. Rasio penyelesaian perkara niaga tahun 2014 sebesar 16,23%.

2.5 Menurut pendapat Anda, berapa proporsi dari perusahaanyang mengalami masalah yang dalam proses kepailitan, dimana usahanya tetap berlanjut (going concern) setelah proses kepailitan tersebut selesai pada tahun 2014, termasuk apakah usaha tersebut dapat dijual dalam bentuk usaha yang masih terusberjalan (going concern) melalui likuidasi maupun reorganisasi (PKPU)?Tolong jelaskan secara detail di bagian komentar, dan jika ada, tolong disertakan referensi statistik.

3. ASUMSI STUDI KASUS

Silahkan menjawab pertanyaan dalam bagian 4 dari kuisioner dengan basis/contoh asumsi studi kasus dibawah:

(a) Mirage adalah sebuah perusahaan lokal yang mengoperasikan sebuah hotel dikota terbesar disebuah negara; satu-satunya aset dan sumber pendapatannya adalah properti hotel. Nilai dari hotel tersebut adalah 100 kali dari GNI per Capita atau senilai USD 200.000 dalam mata uang lokal. Pada 1 Januari 2009,

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

6

Mirage menandatangani perjanjian pinjaman selama 10 tahun dengan BizBank, sebuah bank lokal. Pinjaman ini dijamin oleh properti hotel dan/atau biaya bisnis universal (biaya perusahaan) di ekonomi negara dimana jenis agunan seperti ini diperbolehkan. Jumlah utang berjalan (outstanding credit) Biz Bank adalah sama dengan nilai pasar dari hotel dan mewakili 74% dari total hutang Mirage. Jumlah utang berjalan(outstanding credit) yang belum dibayar kepada BizBank sama persis dengan nilai pasar dari bisnis hotel Mirage.

(b) Kreditur tanpa jaminan (contoh: pemasok, otoritas pajak dan karyawan) memegang 26% sisa utang Mirage. Diantara kreditur tanpa jaminan tersebut, kelompok terbesar adalah para pemasok Mirage (50 total), yang mana Mirage memiliki utang untuk pengiriman terakhir mereka.

(c) Pemiliki Mirage memiliki 51% saham

perusahaan dan ketua dari dewan direktur. Tidak ada pemilik saham memegang lebih dari 5% kekuatan voting. Perusahaan mempunyai seorang General Manage profesional dan 201 karyawan. Semua pihak dalam skenario ini adalah entitas lokal atau penduduk. Baik pendiri dan pihak manajemen Mirage menginginkan perusahaan tetap beroperasi

(d) Hari ini adalah tanggal 1 Januari

2015. Sejak pelaksanaan perjanjian pinjaman dengan Bizbank, Mirage telah memenuhi semua kondisi dari pinjaman dan telah melakukan

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

7

pembayaran pinjaman dengan tepat waktu. Namun pada akhir 2014, Mirage mengalami kerugian operasional yang tidak terduga karena memburuknya kondisi pasar. Akibatnya, Mirage akan melakukan gagal bayar (default) pada pembayaran pinjaman selanjutnya kepada Bizbank, yang akan jatuh tempo besok. Mirage tidak dapat memperoleh pinjaman baru dari lembaga keuangan lain atau melakukan renegosiasi pinjaman Mirage dengan Bizbank.

(e) Perusahaan memperkirakan modal

sendiri yang dimiliki perusahaan (net worth) akan negatif dan tetap mengalami kerugian operasional sepanjang 2015 dan 2016. Perusahaan memperkirakan arus kas tahun 2015 akan menutupi semua biaya operasional, termasuk pembayaran kepada pemasok, gaji, biaya pemeliharaan dan pajak, namun tidak dapat menutupi pembayaran bunga kepada Bizbank.

(f) Jika Mirage terjual sebagaimana

direncanakan (misalnya sebuah bisnis yang memiliki sumberdaya untuk tetap beroperasi di masa mendapan), mereka akan mendapatkan 100% dari nilai pasarnya saat ini. Akan tetapi jika aset Mirage dijual sedikit demi sedikit, maka mereka hanya akan mengambil 70% dari nilai pasar.

4. PILIHAN PROSEDUR, HUKUM YANG BERLAKU DAN PERKIRAAN UMUM Mohon perbarui data di bagian berikut ini berdasarkan asumsi studi kasus di bagian 3.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

8

Untuk kenyamanan Anda, kami telah memasukkan ringkasan tanggapan yang diberikan oleh kontributor kami pada tahun lalu untuk pertanyaan yang sama. Mengingat mereka mewakili tanggapan dari semua kontributor Doing Business, jawaban mereka mungkin tidak sama dengan jawaban yang Anda atau perusahaan rekan Anda berikan. 4.1 Prosedur mana yang paling

memungkinkan untuk diterapkan pada kasus Mirage? Mohon jelaskan menurut anda, mengapa prosedur tersebut dapat menjadi prosedur paling mungkin diterapkan

Prosedur Yang Paling Memungkinkan Pada Kasus Mirage Prosedur tersebut akan tergantung pada masing-masing pihak, sebagai berikut: • Sesuai dengan Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan (“UU No. 37/2004”), khususnya padaPasal 55, prosedur yang paling memungkinkan dan menguntungkan bagi Bizbank selaku kreditur separatis adalah melakukan parate executieterhadap jaminan yang diberikan oleh Mirage kepada Bizbank. Parate executie adalah hak untuk mengeksekusi sendiri/langsung objek jaminan atas kekuasaan sendiri. Namun demikian, meskipun UU No. 37/2004 memberikan kewenangan kepada kreditur separatis untuk langsung mengeksekusi jaminan yang ia miliki, pada praktiknya untuk menghindari perlawanan dari Debitur, Kreditur perlu juga mendapatkan penetapan pengadilan untuk mengeksekusi jaminan tersebut. Proses untuk mendapatkan penetapan pengadilan tersebut disebu fiat eksekusi. Namun, perlu diingat apabila terdapat proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), maka hak parate executie akan ditangguhkan.

• UU No. 37/2004 Pasal 22, Pihak Mirage selaku debitur; prosedur yang paling memungkinkan dan menguntungkan bagi

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

9

Mirage adalah mengadakan reorganisasi perusahaan. Permohonan untuk mengadakan reorganisasi perusahaan tersebut dapat diajukan melalui rencana perdamaian baik melalui suatu permohonan PKPU atau melalui rencana perdamaian yang langsung diberikan kepada seluruh kreditur. Perlu diingat dalam hal rencanaperdamaian diberikan melalui suatu permohonan PKPUdan kreditur menolak rencana perdamaian yang diajukan oleh Mirage, maka secara hukum, Mirage akan langsung dinyatakan dalam keadaan pailit.

• UU No. 37/2004 Pasal 2 ayat (1), Pihak kreditor tanpa jaminan; prosedur yang paling memungkinkan dan menguntungkan bagi Pihak kreditor tanpa jaminan adalah mengajukan gugatan kepailitan untuk menghindari para kreditur tanpa jaminan harus menggugat sendiri-sendiri atas piutang mereka masing-masing.

Mengingat Mirage sebenarnya memiliki kemampuan untuk melunasi hutangnya maka opsi terbaik untuk semua pihak adalah Mirage mengajukan rencana perdamaian atas utang-utang melalui permohonan PKPU, dimana Mirage pada rencana perdamaiannya akan menyediakan rencana pembayaran atas utang-utang seluruh krediturnya. Perlu diingat dalam kasus ini, hal utama bagi Bizbank dan para kreditur tanpa jaminan adalah mendapatlan pembayaran kembali atas pinjaman Mirage dan dengan rencana perdamaian tersebut, maka hal ini dapat dicapai dengan cara yang menguntungkan seluruh pihak yang terlibat.

4.2 Pengadilan mana yang akan terlibat dalam kasus Mirage? (Sebagai contoh, manajemen Mirage mengajukan permohonan kepada

Pengadilan yang akan terlibat: • Dalam hal Bizbank mengajukan fiat

eksekusi maka pengadilan yang terlibat

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

10

pengadilan kota untuk melakukan reorganisasi; BizBank memulai proses penyitaan peradilan).

adalah Pengadilan Negeri.

• Dalam hal Mirage mengajukan rencana perdamaian melalui permohonan PKPU maka pengadilan yang terlibat adalah Pengadilan Niaga.

• Dalam hal para kreditur tanpa jaminan

mengajukan permohonan kepailitan maka pengadilan yang terlibat adalah Pengadilan Niaga.

4.3 Dapatkah hotel tersebut terus

beroperasi setelah menyelesaikan keseluruhan proses kepailitan? Tolong jelaskan menurut pendapat anda, mengapa hal tersebut mungkin terjadi. Harap dicatat bahwa hotel tersebut mungkin dapat bertahan sebagaimana direncanakan melalui kelanjutan operasionalnya atau melalui penjualan hotel beserta keseluruhan operasionalnya. Sebagaimana direncanakan memiliki arti bahwa bisnis tersebut memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk terus beroperasi dimasa mendatang.

UU No. 37/2004 Pasal 202, Pasal 203, dan Pasal 216. Dalam proses kepailitan dan ternyata harta kepailitan cukup untuk membayar semua utang-utang perseroan maka proses kepailitan tersebut tidak disertai dengan likuidasi dan dengan demikian hotel tersebut terus beroperasi setelah menyelesaikan keseluruhan proses kepailitan.

4.4 Hukum, peraturan dan aturan apa yang akan berlaku dalam kasus Mirage?

UU No. 37/2004 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (dalam hal disertai dengan proses Likuidasi debitur).

4.5 Berapa lama keseluruhan proses kepailitan untuk kasus Mirage? Mohon berikan pendapat berdasarkan pengalaman anda tentang hal tersebut. Mohon berikan langkah-langkah prosedur utama yang dibutuhkan dalam menyelesaikan seluruh proses dan berapa banyak waktu pada tiap langkah prosedural akan diambil dalam prakteknya. Dimulai dari pada saat default Mirage dan berakhir ketika piutangnya yang dimiliki

UU No. 37/2004 Pasal 225 ayat (2) dan (3), putusan PKPU: dalam hal PKPU diajukan oleh debitur 3 hari setelah pendaftaran permohonan PKPU harus dikabulkan, dalam hal PKPU diajukan oleh kreditur 20 hari setelah pendaftaran permohonan PKPU harus dikabulkan. UU No. 37/2004 Pasal 225 ayat (4), PKPU sementara: paling lambat 45 hari terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

11

BizBank dilunasi semua atau sebagian. Jika prosedur yang anda pilih adalah reorganisasi, jangka waktu akan berakhir ketika rencana reorganisasi disetujui. Jika prosedur awal dikonversi dari satu ke yang lain, silakan memperhitungkan waktu prosedur kedua juga.

UU No. 37/2004 Pasal 228 ayat (4), PKPU tetap : maksimal 270 hari setelahputusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan. UU No. 37/2004 Pasal 284, pengesahan/penolakan rencana perdamaian: Apabila rencana perdamaian diterima, Hakim Pengawas wajib menyampaikan laporan tertulis kepadaPengadilan pada tanggal yang telah ditentukan untuk keperluan pengesahan perdamaian, dan padatanggal yang ditentukan tersebut pengurus serta Kreditor dapat menyampaikan alasan yang menyebabkan ia menghendaki pengesahan atau penolakan perdamaian. Pengadilan dapat mengundurkan dan menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian yangharus diselenggarakan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal sidang sebagaimanadimaksud diatas. UU No. 37/2004 Pasal 288, PKPU berakhir pada saat putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan pengurus wajib mengumumkan pengakhiran ini dalam Berita Negara RepublikIndonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian. UU No. 37/4004 Pasal 285 ayat (3), Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian maka dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dan putusan tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian denganjangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diterima oleh Hakim Pengawas dan Kurator.

4.6 Berapa perkiraan seluruh biaya proses kepailitan? Berikan kemungkinan besar estimasi berdasarkan pengalaman Anda.

UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur mengenai biaya proses kepailitan. Tidak terdapat pengaturan yang pasti

Diperlukan adanya instrumen hukum yang dapat memberikan kepastian terkait dengan biaya-biaya yang selayaknya akan

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

12

Perkiraan tersebut di bawah ini harus dinyatakan sebagai persentase dari nilai sesungguhnya Mirage. Harap menunjukkan penerapan dan perkiraan biaya untuk komponen-komponen berikut: Biaya pengadilan, biaya pengacara, perwakilan kepailitan, lelang dan biaya profesional lain yang terlibat dalam proses, dan semua biaya lain yang berlaku dan biaya. Jika prosedur awal dikonversi dari satu ke yang lain, silakan memperhitungkan biaya prosedur kedua juga.

mengenai komponen biaya dalam PKPU. Dalam PKPU terdapat 2 (dua) profesi yang terlibat yang harus mendapatkan biaya atas jasa-jasanya yaitu Pengurus PKPU dan Pengacara. Untuk biaya Pengurus akan tergantung kepada penetapan hakim yang memeriksa perkara dan untuk biaya pengacara akan tergantung pada pengacara masing-masing. Terkait dengan biaya jasa Kurator, berdasarkan UU No. 37 Tahun 2014, pada Pasal 17 ayat (2), (3) dan (4) mengatur bahwa: (2) Majelis hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau kepada pemohon dan Debitor dalam perbandingan yang ditetapkan oleh majelis hakim tersebut. (4) Untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi atas permohonan Kurator. Peraturan lebih lanjut yang mengatur biaya jasa Pengurus terdapat pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013 Pasal 4; dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang yang berakhir dengan perdamaian, banyaknya imbalan ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, tingkat kerumitan pekerjaan, kemampuan, dan tarif kerja dari Pengurus yang bersangkutan, dengan ketentuan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai hutang yang harus dibayar oleh Debitor; atau dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir tanpa perdamaian, banyaknya

dikeluarkan selama proses Kepailitan dan/atau PKPU. Terkait dengan biaya imbalan Kurator dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, diperlukan adanya instrumen hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang dapat memberikan kepastian hukum perihal imbalan jasa Kurator setelah adanya putusan uji materi Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2013, dimana Mahkamah Agung mencabut ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c peraturan tersebut.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

13

imbalan ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari Pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling banyak 15% (lima belas persen) dari nilai hutang yang harus dibayar oleh Debitor.

5. LEGAL FRAMEWORK 5.1 Dimulainya Proses

5.1.1 Apakah terdapat prosedur yang

harus dilakukan Debitur dalam memulai proses kepailitan?

Prosedur apa yang tersedia untuk DEBITUR ketika memulai proses kepailitan?

Debitur dapat mengajukan baik likuidasi maupun reorganisasi

Dan pengajuan permohonan PKPU.

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 2, ayat 1-5 dan Pasal 222 UU No. 37 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Debitur untuk mengajukan permohonan PKPU di tengah berlangsungnya proses pemeriksaan pengadilan niaga terhadap permohonan pailit. Dan jika Debitur mengajukan permohonan PKPU maka pemeriksaan kepailitan harus dihentikan atau setidaknya ditangguhkan. Hal ini diatur dalam Pasal 229 UU No. 37 Tahun 2004, secara khusus pada ayat (3) menjelaskan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu.

5.1.2 Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan Kreditur untuk mengajukan kepailitan Debitur?

Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan KREDITUR untuk mengajukan kepailitan Debitur?

Ya, Kreditur dapat mengajukan untuk kedua likuidasi dan reorganisasi

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 2, ayat 1-5 dan Pasal 222 Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sehingga, sepanjang Kreditor

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

14

memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam UU No. 37 Tahun 2004, maka (para) Kreditor tersebut dimungkinkan untuk mengajukan kepailitan Debitur. Pengecualian terdapat dalam hal Debitor adalah Bank, yang kepailitannya hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (saat ini Otoritas Jasa Keunganan). Pengecualian berikutnya ada dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, dimana permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

5.1.3 Apa dasar untuk memulai proses kepailitan yang diperbolehkan dalam kerangka kepailitan?

Apa dasar untuk memulai proses kepailitan yang diperbolehkan dalam kerangka kepailitan?

Ya, Debitur umumnya tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 222 ayat 1

5.2 Pengelolaan Aset Debitor

5.2.1 Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan kelanjutan dari kontrak penyediaan barang dan jasa penting untuk debitur?

Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan kelanjutan dari kontrak penyediaan barang dan jasa penting untuk debitur?

Ya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 25 dan Pasal 240 ayat 3 Berdasarkan pada Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004, dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

15

perjanjian timbal balik (termasuk perjanjian penyediaan barang dan jasa) yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan Debitor dapat meminta kepada Kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh Kurator dan pihak tersebut.

5.2.2 Apakah kerangka kepailitan memungkinkan penolakan oleh kontrak yang terlalu memberatkan Debitur?

Apakah kerangka kepailitan memungkinkan penolakan oleh kontrak yang terlalu memberatkan Debitur?

Ya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 41 ayat 1-3 dan pasal 42

5.2.3 Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan penghindaran transaksi berikut ini sebelum pengajuan kepailitan

a. Transaksi preferensial: Transaksi yang mengakibatkan kreditur memperoleh lebih dari pangsa pro rata atas asset debitur, yang terjadi saat debitur mengalami kepailitan

Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan penghindaran dari transaksi preferensial?

Ya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 240

b. Transaksi undervalued: Transaksi yang dibuat sebagai hadiah atau pertukaran yang nilainya kurang dari seharusnya. Dan yang mana transaksi ini dapat terjadi ketika debitur pailit atau akan pailit.

Apakah dalam kerangka kepailitan memungkinkan penghindaran dari transaksi undervalued?

Ya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 30, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 41 dan Pasal 248

5.2.4 Apakah dalam kerangka kepailitan menyediakan kemungkinan bagi debitur untuk memperoleh kredit setelah proses dimulainya kepailitan, untuk membiayai kebutuhannya selama proses kepailitan?

Apakah kerangka kepailitan menyediakan kemungkinan debitur memperoleh kredit setelah dimulainya proses kepailitan?

Ya Setelah dijatuhkannya putusan pailit dan diangkatnya Kurator, maka berdasarkan pada Pasal 69 ayat (2) huruf b UU 37 Tahun 2004, selama melaksanakan tugasnya, Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan harfa pailit. Lebih lanjut ayat (3) menjelaskan bahwa apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

16

ketiga Kurator perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Dalam proses PKPU, menurut UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 240 ayat (4), atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta Debitor. Ayat (5) menjelaskan lebih lanjut bahwa apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) perlu diberikan agunan, Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

5.2.5 Apakah dalam kerangka kepailitan dapat memberikan prioritas atas kredit yang diberikan pasca dimulainya proses kepailitan?

Apakah dalam kerangka kepailitan dapat memberikan prioritas atas kredit yang diberikan pasca dimulainya proses kepailitan?

Tidak ada prioritas yang diberikan untuk kreditur pasca dimulainya proses kepailitan

UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 55 dan Pasal 246, Pasal 244

Diperlukan revisi UU KPKPU untuk menguatkan hak kreditur dalam upaya penyelesaian kreditur.

5.3 Proses Reorganisasi

5.3.1 Kreditur mana yang dapat memberikan suara pada rencana reorganisasi yang diusulkan?

Kreditur mana yang dapat memberikan suara pada rencana reorganisasi yang diusulkan?

Ya, semua kreditur

Sehubungan dengan proses kepailitan, berdarkan pada Pasal 88 UU 37 Tahun 2004, Kreditor yang mempunyai hak suara adalah Kreditor yang diakui, Kreditor yang diterima dengan syarat, dan pembawa suatu piutang atas tunjuk yang telah dicocokkan. Sehingga tidak ada pembedaan bagi Kreditor dalam pemberian hak suara, sepanjang Kreditor

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

17

tersebut diakui, diterima dengan syarat, dan pembawa piutang atas tunjuk yang telah dicocokkan. UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 229 ayat 1. Undang-undang tidak membedakan kreditur terkait dengan hak suara.

5.3.2 Apakah kerangka kepailitan mengharuskan ketentuan berikut ini untuk diikuti agar rencana reorganisasi dapat disetujui.

Apakah kerangka kepailitan mengatur tentang kreditur yang tidak sependapat dengan reorganisasi menerima jumlah yang minimal sama dengan jumlah yang di dapat pada saat dilakukan likuidasi?

Tidak UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur Kreditur tidak mendapatkan jaminan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang sama jika terjadi likuidasi pada pemungutan suara.

Diperlukan revisi UU KPKPU yang menjamin hak Kreditur yang tidak sepakat dengan rencana reorganisasi.

a. Kreditur berhak memberikan suara pada rencana reorganisasi yang disediakan dalam kelas-kelas sesuai dengan hak masing-masing

Tidak UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur

Tidak ada pengelompokan atau pendikotomian terhadap kelas atau tingkatan Kreditor dalam pemberian hak suara.

b. Tiap-tiap kelas kreditur memberikan suara secara terpisah

Tidak UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur Tidak ada pengelompokan atau pendikotomian terhadap kelas atau tingkatan Kreditor dalam pemberian hak suara.

c. Kreditur pada kelas yang sama menerima perlakuan yang sama dalam rencana reorganisasi

Tidak UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur

Tidak ada pengelompokan atau pendikotomian terhadap kelas atau tingkatan Kreditor dalam pemberian hak suara.

5.3.3 Apakah kerangka kepailitan mensyaratkan bahwa sebuah rencana reorganisasi harus menetapkan pengembalian antisipasi kepada kreditur

Apakah kreditur dibagi ke dalam beberapa kelas yang bertujuan untuk pemungutan suara terkait rencana reorganisasi?

Tidak UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur Seluruh Kreditur memberikan hak suara atas rencana reorganisasi dan tidak ada penggolongan tertentu.

Diperlukan revisi UU KPKPU yang mengatur penggolongan Kreditur ke dalam kelas-kelas tertentu dalam proses pemungutan suara.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

18

setidaknya setara dengan pengembalian yang akan mereka dapat dalam sebuah likuidasi?

Dan apakah tiap-tiap kelas tersebut diletakan secara terpisah dan diperlakukan secara sama?

5.4 Partisipasi Kreditur

5.4.1 Apakah dalam kerangka kepailitan mengharuskan kreditur (baik melalui keputusan dari pertemuan kreditur atau keputusan dari komite kreditur) mencalonkan atau menolak penunjukan wakil kepailitan/ penguruskepailitan.

Apakah kerangka kepailitan memerlukan persetujuan oleh Kreditur untuk pemilihan atau pengangkatan perwakilan/pengurus kepailitan?

Tidak

UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur Kreditur tidak memiliki hak untuk menyetujui atau menolak penunjukan Kurator/pengurus, namun berdasarkan UU No. 37/2004 Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dalam hal Kreditur merupakan pihak yang mengajukan permohonan kepailitan, Kreditur dapat mengusulkan kurator yang akan terlibat dalam permohonan pailit.

Lebih lanjut, berdasarkan UU No. 37/2004 Pasal 225 ayat (3), dalam hal Kreditur merupakan pihak yang mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, Kreditur dapat mengusulkan Pengurus yang akan terlibat dalam permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Diperlukan revisi UU KPKPU yang memungkinkan Kreditur dapat menolak atau menyetujui penunjukan Kurator.

5.4.2 Apakah dalam kepailitan kerangka mengharuskan kreditur (baik melalui keputusan dari pertemuan kreditur atau keputusan dari komite kreditur) menyetujui penjualan aset-aset debitur, jika memang penjualan tersebut dilakukan dalam rangka proses kepailitan?

Apakah kerangka kepailitan memerlukan persetujuan oleh Kreditur untuk penjualan aset substansial Debitur?

Tidak

UU No.37 Tahun 2004 Pasal 69 Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pengecualian: UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 55, apabila aset substansial Debitur tersebut telah dijaminkan kepada Kreditur Separatis, maka Kreditur Separatis berhak untuk mengeksekusi aset

Diperlukan revisi UU KPKPU yang memungkinkan Kreditur memiliki hak untuk menyetujui atau menolak rencana penjualan aset berharga Debitur oleh kurator/pengurus.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

19

tersebut.

5.4.3 Apakah dalam kerangka kepailitan menyediakan bahwa seorang kreditur memiliki hak untuk meminta informasi dari perwakilan kebangkrutan pada urusan bisnis dan keuangan sang debitur ?

Apakah kerangka kepailitan mengatur hakKreditur dalam meminta informasi dari perwakilan/pengurus kepailitan?

Ya

UU No.37 Tahun 2004 Pasal 81 Dalam hal Kreditur tersebut termasuk dalam susunan Panitia Kreditur, maka berdasarkan Pasal 81 UU No.37 Tahun 2004, Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan semua buku, dokumen, dan surat mengenai kepailitan. Kurator wajib memberikan kepada panitia kreditor semua keterangan yang dimintanya.

Diperlukan revisi UU KPKPU yang memberikan hak untuk seluruh kreditur (khususnya kreditur yang tidak termasuk dalam Panitia Kreditur) untuk mendapatkan informasi terkait pengurusan danpemberesan harta pailit.

5.4.4 Apakah dalam kerangka kepailitan menyediakan bahwa seorang kreditur memiliki hak untuk menolak keputusan menerima atau menolak klaim dan melakukan klaim kepada kreditur lainnya?

Apakah kerangka kepailitan mengatur hak Kreditur untuk menerima atau menolak keputusan dari klaim yang diajukan Kreditur?

Tidak

UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 116 Hanya Kurator yang memiliki hak untuk menerima atau menolak klaim dari seluruh kreditur.

Diperlukan revisi UU KPKPU yang memberikan hak untuk dilibatkan dalam penerimaan atau penolakan klaim tagihan dari kreditur lainnya.

6. Tingkat Pengembalian

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

20

1. Waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian utang (tahun)

Tidak

UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur Waktu yang dibutuhkan untuk penanganan kasus kepailitan mulai dari pengajuan sampai pengurusan dan pemberesan tidak pasti. MA telah mengatur batas waktu penyelesaian perkara sampai terdapat keputusan yang mengikat (inkrah). Kemudian MA menyerahkan aturan mengenai batasan waktu pemberesan pada Kemenkumham. BKPM menyarankan Kemenkumham membuat aturan batas waktu pemberesan berdasarkan besaran nilai aset pailit.

Dalam hal ini MA akanmengeluarkan Surat Edaran agar peradilan niaga menaati waktu penanganan perkara sesuai yang diatur dalam UU KPKPU.

2. Biaya yang dibutuhkan untukpengembalian utang (persentase dari nilai aset)

Tidak

UU No.37 Tahun 2004 Tidak Mengatur mengenai biaya proses kepailitan. Tidak terdapat pengaturan yang pasti mengenai komponen biaya dalam PKPU. Dalam PKPU terdapat 2 (dua) profesi yang terlibat yang harus mendaptkan biaya atas jasa-jasanya yaitu Pengurus PKPU dan Pengacara. Untuk biaya Pengurus akan tergantung kepada penetapan hakim yang memeriksa perkara dan untuk biaya pengacara akan tergantung pada pengacara masing-masing. Terkait dengan biaya jasa Kurator, berdasarkan UU No. 37 Tahun 2014, pada Pasal 17 ayat (2), (3) dan (4) mengatur bahwa: (2) Majelis hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator.

Diperlukan adanya instrumen hukum yang dapat memberikan kepastian terkait dengan biaya-biaya yang selayaknya akan dikeluarkan selama proses Kepailitan dan/atau PKPU. Terkait dengan biaya imbalan Kurator dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, diperlukan adanya instrumen hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang dapat memberikan kepastian hukum perihal imbalan jasa Kurator setelah adanya putusan uji materi Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2013.

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

21

(3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau kepada pemohon dan Debitor dalam perbandingan yang ditetapkan oleh majelis hakim tersebut. (4) Untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi atas permohonan Kurator. Peraturan lebih lanjut yang mengatur biaya jasa Pengurus terdapat pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013 Pasal 4; dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang yang berakhir dengan perdamaian, banyaknya imbalan ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, tingkat kerumitan pekerjaan, kemampuan, dan tarif kerja dari Pengurus yang bersangkutan, dengan ketentuan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai hutang yang harus dibayar oleh Debitor; atau dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir tanpa perdamaian, banyaknya imbalan ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari Pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling banyak 15% (lima belas persen) dari nilai hutang yang harus dibayar oleh Debitor.

3. Dampak (outcome)

Ya

Dalam Hal terdapat Perdamaian dan seluruh utang telah terbayar: UU No.37 Tahun 2004 Pasal 215 Debitur berhak untuk mengajukan rehabilitasi kepada Pengadilan yang telah mengucapkan putusan pernyataan pailit. Dalam hal terdapat sisa utang:

Diperlukan payung hukum yang mendukung upaya penanganan kasus kepailitan melalui mekanisme out of court maupun small of court

Resolving Insolvency: As of 7 March 2016

22

UU No. 37 tahun 2004 Pasal 204Setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka Kreditor memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta Debitor mengenai piutang mereka yang belum dibayar

4. Tingkat pengembalian kepada Kreditur terjamin

Tidak

UU No.37 Tahun 2004 Pasal 55 Kreditur terjamin dapat langsung mengeksekusi jaminan. Dalam hal terdapat permohonan kepailitan atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, maka hak eksekusi tersebut ditangguhkan. UU No. 37 tahun 2004 Pasal 204 Setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka Kreditor memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta Debitor mengenai piutang mereka yang belum dibayar

UU KPKPU masih belum secara tegas menyatakan jangka waktu penangguhan atas hak eksekusi oleh kreditur terjamin. Diperlukan revisi UU KPKPU yang menyatakan secara tegas jangka waktu penangguhan atas hak eksekusi oleh kreditur terjamin.

Rekomendasi Responden Penanganan Kepailitan: 1. Balai Harta Peninggalan 2. Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia 3. Pelaku Usaha 4. Ditjen Kekayaan Negara, Kemenkeu