22
LAPORAN PRATIKUM AGENT PENYAKIT KULTUR FIKSASIDi susun oleh : Nama : Aulia Rakhman NIM : N 201 12 018 Kelompok : 1 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO 2013

Kultur Fiksasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kultur Fiksasi

LAPORAN PRATIKUM AGENT PENYAKIT

“KULTUR FIKSASI”

Di susun oleh :

Nama : Aulia Rakhman

NIM : N 201 12 018

Kelompok : 1

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2013

Page 2: Kultur Fiksasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk

sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud

untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu.

Salah satu fungsi kulit adalah melindungi tubuh. Fungsi ini akan menurun

atau terganggu jika terjadi infeksi jamur pada kulit. Setelah menempel, jamur

akan menyerang kulit dan menyebabkan peradangan. Gejala yang tampak jelas

yaitu munculnya warna kemerahan atau kehitaman disertai sisik pada kulit yang

terinfeksi. Pada tingkatan yang paling parah, infeksi jamur bisa terjadi di dalam

jaringan darah sehingga menyebabkan munculnya benjolan-benjolan bernanah.

Dalam kurun waktu antara 2003–2005 didapatkan kasus baru mikosis

superfisialis Di Bangkok Thailand pada tahun 1986, dari penderita perempuan

kasus yang banyak didapatkan adalah tinea korporis (29%), tinea kruris (23%),

dan tinea pedis (16%), sedangkan pada penderita laki-laki adalah tinea kruris

(39%), tinea korporis (28%) dan tinea pedis. Di Tokyo Jepang, kasus

dermatofitosis yang terbanyak adalah tinea pedis (64,2%), diikuti tinea

unguium (14,6%) dan tinea korpori. Di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sebesar 12,7%, tahun

2004 sebesar 14,4% dan tahun 2005 sebesar 13,3%. Insidensi dermatomikosis

terhadap seluruh kasus dermatosis di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di

Indonesia menunjukkan angka yang bervariasi, dari yang terendah 2,3%

(Yogyakarta) tahun 1996 hingga yang tertinggi 39,2% (Denpasar) tahun 1997.

Singapura pada tahun 1999–2003 didapatkan 12.903 kasus mikosis

superfisialis. Kasus yang paling banyak adalah tinea pedis (27,3%), kemudian

pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Penyakit infeksi jamur

di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena

Page 3: Kultur Fiksasi

kondisi Indonesia yang merupakan daerah yang memiliki dua musim dimana

suhu tropis dan kelembapan yang tinggi memudahkan tumbuhnya jamur,

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan genus

dermatofita, yang dapat mengenai kulit, rambut, dan kuku. Dermatofita dibagi

menjadi genera Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Berdasarkan uraian diatas maka yang melatarbelakangi praktek ini adalah untuk

mengetahui teknik kultur mikosis dan untuk membuktikan keberadaan

jenis-jenis dermatofitosis pada bagian kulit yang mungkin terinfeksi dan

mengetahui cara pencegahannya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakan pratikum fiksasi dan kultur mikosis ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik fiksasi dan kultur mikosis.

2. Untuk mengetahui spesies jamur yang terdapat pada permukaan kulit, kulit

kepala, vagina, selangkangan, punggung dan sela-sela kaki.

2.3 Manfaat

Adapun manfaat sehingga dilaksanakan pratikum fiksasi dan kultur

mikosis ini yaitu untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang berada pada tubuh,

yang mana bersifat parasit atau menyebabkan penyakit. Sebagai mahasiswa

kesehatan masyarakat dengan memiliki wawasan yang mengenai dampak dan

bahayanya penyakit dari jamur-jamur yang ada pada tubuh, sehingga dapat

dilakukan tindakan preventif untuk menghindari penyakit yang dapat

disebabkan oleh parasit yang ada pada tubuh manusia.

Page 4: Kultur Fiksasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fiksasi dan Kultur Mikosis

Fiksasi adalah suatu metode persiapan untuk menyiapkan suatu

sampel dengan proses pembakaran. Fiksasi bertujuan untuk mematikan

bakteri dan menghindarkan terjadinya kontaminasi media terhadap bakteri

yang berada di luar lingkungan. Kultur mikosis adalah penyakit yang

disebabkan oleh jamur. Jadi, fiksasi dan kultur mikosis adalah sebuah metode

untuk membunuh mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dan

merugikan bagi tubuh (Jawetz, 1995).

2.2 NaCl Fisiologis

NaCl fisiologis merupakan larutan yang berbentuk cair dan berwarna

putih jernih. NaCl digunakan agar sel-sel mati yang terdapat dalam tubuh

yang kemudian akan diujikan dapat terlihat atau dapat diamati pada

mikroskop sehingga larutan ini dapat membantu dalam pengamatan yang

dilakukan (Jawetz, 1995).

2.2.4 Candida albicans

A. Morfologi

Candida albicans secara mikroskopis berbentuk oval dengan

ukuran 2-5 x 3-6 mikron. Biasanya dijumpai clamydospora yang tidak

ditemukan pada spesies Candida yang lain dan merupakan pembeda pada

spesies tersebut, hanya Candida albicans yang mampu menghasilkan

Clamydospora yaitu spora yang dibentuk karena hifa, pada

tempat-tempat tertentu membesar, membulat, dan dinding menebal,

letaknya di terminal, lateral. Candida albicans merupakan organisme

Page 5: Kultur Fiksasi

anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel baik dalam

suasana anaerob maupun aerob (Jawetz., 2004).

B. Klasifikasi

Adapun Klasifikasi dari jamur Candida albicans yaitu :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccaharomycetaceles

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

C. Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua

umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit

ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang.

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban

udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan

daerah-daerah yang tergenang air.

D. Etiologi

Kebersihan vagina harus dijaga. Infeksi jamur dapat disebabkan

oleh air kotor yang digunakan untuk membersihkan vagina. Di samping

itu, pakaian dalam yang kotor atau tidak diganti secara teratur juga dapat

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Pakaian dalam ketat atau

berbahan nilon dapat menyebabkan vagina menjadi lembap sehingga

menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan jamur (Entjang,

2003).

E. Pencegahan

Pencegahan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,

fisik, dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya

ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Page 6: Kultur Fiksasi

Tidak memakai pakaian dalam berbahan nilon yang menyebabkan

daerah genitalia menjadi lembab dan meningkatkan resiko infeksi

berulang.

Menjaga pola makan sesuai dengan standar kesehatan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh .

Menjaga kebersihan individu dan lingkungan untuk mencegah

pertumbuhan jamur yang dapat menyebabkan infeksi.

Melatih masyarakat yang pernah terjangkit Candidiasis Vagina untuk

terbiasa berperilaku hidup sehat

Terapi mental dan sosial (Harvard Medical School, 2006).

F. Pengobatan

Pengobatan penyakit ini menggunakan antimikotik topikal seperti

nistatin 100.000 unit selama 14 hari, mikonasol 100 mg selama 7 hari,

dan klotrimasol 100 mg selama 7 hari, serta antimikotik sistemik seperti

ketokonazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 10-15 hari. Pengobatan

suportif dapat dilakukan dengan menghilangkan faktor-faktor prediposisi.

Perawatan yang tepat mampu menyembuhkan 90% dari infeksi vagina

dalam dua minggu atau kurang (biasanya hanya dalam beberapa hari),

tergantung pada jenis peradangannya. Infeksi vagina yang tidak diobati

dapat berlangsung bertahun-tahun, dengan atau tanpa gejala (Harvard

Medical School, 2006).

2.5 Epidermophyton floccosum

A. Morfologi

Epidermophuton floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan

infeksi pada manusia. Epidermophuton floccosum adalah satu penyebab

tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit

(tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis).

Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit luar. koloni

Epidermophuton floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari.

Page 7: Kultur Fiksasi

Diikuti inkubasi pada suhu 25° C pada agar potato-dextrose, koloni

kuning kecoklat-coklatan (Djuanda, 2007).

B. Klasifikasi

Adapun klasifikasi dari jamur Epidermophyton floccosum yaitu :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccaharomycetaceles

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Epidermophyton

Spesies : Epidermophyton floccosum

C. Epidemiologi

Epidermophyton floccosum lebih sering menyerang orang dewasa,

pria dan wanita. Tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis,

kelembaban yang tinggi, higiene yang kurang baik lingkungan maupun

personal (Djuanda, 2007).

D. Etiologi

Tinea kruris adalah penyakit infeksi berjangkit yang dapat

ditularkan melalui pakaian atau bahan yang dipakai yang terkontaminasi,

seperti tuala,bantal, atau oleh autoinokulasi dari reservoir dari tangan

atau kaki (tinea manuum, tinea pedis, tinea unguium). Agen penyebab ini

menghasilkan keratinases enzim yang bersifat toksin, yang membenarkan

invasi ke dalam lapisan sel tanduk pada epidermis. Respon imun badan

akan menghalang invasi lebih dalam. Menyebabkan mangsa merasa gatal

atau sedikit panas di tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan

iritasi. Faktor risiko infeksi awal atau kekambuhan adalah memakai

pakaian ketat atau basah. Peluh yang berlebihan di kawasan tertentu

(Dharmawan, 2010).

E. Virulensi

Page 8: Kultur Fiksasi

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur

antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jamur

berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia

maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya, Trichopyhton rubrum jarang

menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang

liapt paha bagian dalam (Daili, 2005).

F. Pencegahan

Bagi seseorang yang sedang terinfeksi jamur kulit atau yang relatif

mudah terinfeksi jamur berdasarkan pengalaman masa lalunya (pernah

menderita infeksi jamur), ada baiknya berupaya mencegah penjalaran dan

terulangnya infeksi jamur kulit dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Menggunakan pakaian longgar dan sedapat mungkin terbuat dari

bahan katun.

Menggunakan kaos kaki dari bahan katun dan menghindari memakai

kaos kaki yang lembab.

Mengganti pakaian setiap hari dengan pakaian kering.

Menggunakan sepatu yang tidak lembab.

Mengeringkan handuk setelah setiap kali digunakan.

Menghindari memakai pakaian orang lain yang sedang menderita

infeksi jamur kulit.

Mandi dengan air bersih segera setelah mandi di tempat-tempat umum.

Jika perlu, menaburkan bedak atau bedak anti jamur terutama di

sela-sela jari kaki dan pelipatan kulit (Oriel, 1977).

G. Pengobatan

Prinsip pengobatan ditujukan kepada pemberantasan jamur dan

mengurangi keluhan penyerta (simptomatis) serta mencegah reinfeksi

Page 9: Kultur Fiksasi

selama maupun setelah pengobatan. Obat-obat yang lazim digunakan,

diantaranya:

Anti Jamur Oral (diminum), misalnya:

Griseofulvin 500 mg, diminum 1×1 sehari, sedikitnya selama 3-4

minggu. Hasil pengobatan biasanya mulai nampak setelah memasuki

minggu ketiga.

Ketoconazole 200 mg, diminum 1×1 sehari, sedikitnya selama 3-4

minggu.

Itraconazole 100 mg, diminum 1×1 sehari, sedikitnya selama 2

minggu.

Terbinafine 250 mg, diminum 1×1 sehari, sedikitnya selama 2 minggu.

Anti Jamur Topikal (salep, cream, bedak), misalnya:

Salep Whitfield. Obat kuno ini kadang masih cukup bagus. Dioleskan 2

kali sehari, sedikitnya selama 3-4 minggu.

Miconazole 2%. (krim, bedak). Dioleskan 2 kali sehari, sedikitnya

selama 3-4 minggu. Pada Tinea corporis yang luas dan pada anak

balita, dapat dipertimbangkan penggunaan obat luar berbentuk bedak

(misalnya: daktarin dan mycorine), 2-3 kali sehari.

Ketoconazole 2 %. Dioleskan 2 kali sehari, setidaknya selama 2-4

minggu (Tian, 2002).

2.6 Trichophyton rubrum

A. Klasifikasi

Adapun klasifikasi dari Trichophyton rubrum yaitu sebagai berikut :

Phylum : Ascomycota

Class : Eurotiomycetes

Ordo : Onygenales

Page 10: Kultur Fiksasi

Family : Arthrodermataceae

Genus : Trichophyton

Spesies : Trichophyton rubrum

B. Etiologi

Beberapa faktor yang menyebabkan infeksi jamur antara lain :

Lembab dan panas dari lingkungan, friksi atau truma minor, misalnya

gesekan pada paha orang gemuk.

Keseimbangan flora normal tubuh terganggu karena pemakaian

antibiotik atau hormonal dalam jangka panjang.

Penyakit tertentu misalnya HIV/ AIDS dan diabetes, kehamilan dan

menstruasi (kedua kondisi ini terjadi karena ketidak seimbangan

hormon dalam tubuh sehingga rentan terhadap jamur) (Brooks,

2004).

C. Virulensi

Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur

Antropofilik, Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing

jenis jamur ini berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap

manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya, Trikofiton rubrum

jarang menyerang rambut, Epidermatofiton flokosum paling sering

menyerang lipat pada bagian dalam (Boel, 2003).

D. Pencegahan

Infeksi jamur dapat dicegah dengan selalu memperhatikan

kebersihan diri dan menjaga kekebalan tubuh. Mandi 2 kali sehari, dan

mengganti pakaian yang dipakai setiap 8 jam sekali. Sebisa mungkin

menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan disekitar kita (Bahri, 2005).

E. Pengobatan

Page 11: Kultur Fiksasi

Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai

contoh lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan

antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan

kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik

untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan

implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum

termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi

sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh

sebelum terapi sistemik antijamur dimulai (Azman, 2006).

BAB III

METODOLOGI

2

3

3.4 Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat dilaksanakan pratikum fiksasi dan kultur

mikosis ini adalah :

Hari/Tanggal : Sabtu, 25 Mei 2013.

Waktu : 10.00 WITA – selesai.

Tempat : Laboratorium Terpadu FKIK UNTAD.

Page 12: Kultur Fiksasi

3.5 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pratikum fiksasi dan kultur

mikosis ini adalah :

3.5.1 Alat

1. Mikroskop

2. Objek glass

3. Deck glass

4. Pipet tetes

5. Handsprayer

6. Cutter

6..52 Bahan

1. Sampel Permukaan Kulit

2. Sampel Kulit Kepala

3. Sampel Vagina

4. Sampel Selangkangan

5. Sampel Punggung

6. Sampel Sela-Sela Kaki

7. Larutan NaCl Fisiologis

8. Alkohol 70%

9. Cotton Bud

10. Handskun

11. Masker

12. Tissue

12.6 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada saat melakukan pratikum fiksasi dan kultur

mikosis ini adalah:

1. Menggunakan masker dan handskun sebelum melakukan percobaan.

2. Mensterilkan tangan dan alat-alat yaitu objek glass dan deck glass dengan

menggunakan alkohol 70%.

Page 13: Kultur Fiksasi

3. Mengambil sampel tubuh manusia dengan menggunakan cotton bud dan

untuk permukaan kulit menggunakan cutter, kemudian dioleskan pada

objek glass yang telah disterilkan.

4. Meneteskan NaCl Fisiologis secukupnya pada objek glass yang telah

dioleskan sampel dan menutupnya dengan deck glass.

5. Mengamati sampel dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran

10x100.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Page 14: Kultur Fiksasi

2.

3.

4.

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil Pengamatan yang diperoleh pada saat melakukan pratikum

fiksasi dan kultur mikosis ini adalah :

No Spesies Jamur Gambar

Ket.Hasil Pengamatan Literatur

1. Trycophyton

rubrum

Permukaan

Kulit

2. Trischoporum

beigelli

Kulit Kepala

3. Candida

albican

Vagina

Page 15: Kultur Fiksasi

4. Epidermophyt

on floccosum

Selangkanga

n

5. Trycophyton

rubrum

Punggung

6. Sarcoptes

scabilei

Sela-Sela

Kaki

4.2 Pembahasan

Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan menghindarkan

terjadinya kontaminasi media terhadap bakteri yang berada di luar lingkungan.

Kultur mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jadi, fiksasi dan

kultur mikosis adalah sebuah metode yang digunakan untuk mematikan

mikroorganisme yang menyebabkan penyakit yang merugikan bagi tubuh.

Percobaan kali ini, yang dilakukan adalah menggunakan masker dan

handskun agar tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada

sampel, dan tangan disterilkan menggunakan alkohol 70% tangan sehingga

tidak terjadi kontaminasi pada tangan, selanjutnya adalah mengambil sampel

dari bagian tubuh yaitu permukaan kulit, kulit kepala, vagina, selangkangan,

punggung dan sela jari kaki dengan mengunakan cotton bud. Cotton bud yang

telah terdapat sampel kemudian dioleskan ke objek glass, objek glass berfungsi

sebagai tempat untuk meletakkan obyek yang akan diamati. Sampel yang

berada pada objek glass kemudian ditetesi dengan larutan NaCl fisiologis, NaCl

fisiologis berfungsi untuk mengaktifkan sel-sel parasit atau sel mati sehingga

Page 16: Kultur Fiksasi

tampak terlihat di bawah mikroskop. Sampel kemudian ditutup dengan

menggunkan deck glass dan diusahakan tidak terdapat gelembung sehingga

mudah untuk diamati dengan mikroskop. Langkah terakhir melakukan

pengamatan dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10x10 yang

digunakan untuk mengamati benda-benda yang tidak dapat diamati secara kasat

mata.

Dari hasil pengamatan yang telah didapatkan pada sampel permukaan

kulit yang dilihat dengan mikroskop, berdasarkan literatur yang ditemukan

adalah jamur spesies Trycophyton rubrum. Bila dibandingkan dengan literatur

Trycophyton rubrum juga terdapat pada kulit, kuku manusia, tapak kaki dan

dorsum kaki. Untuk mencegah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan

oleh jamur ini adalah dengan cara memperhatikan kebersihan diri dan menjaga

kekebalan tubuh, mandi 2 kali sehari dan mengganti pakaian yang dipakai

setiap 8 jam sekali. Penyakit yang diakibatkan oleh jamur spesies Trycophyton

rubrum adalah Tinea corporis.

Pada sampel kulit kepala yang dilihat dengan mikroskop, berdasarkan

literatur yang ditemukan adalah jamur spesies Trischoporum beigelli. Bila

dibandingkan dengan literatur Trischoporum beigelli juga terdapat pada

sekitaran rambut kepala dan bagian-bagian yang lebat ditumbuhi rambut. Untuk

mencegah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh jamur ini adalah

dengan selalu rutin mencuci rambut atau keramas dengan menggunakan

shampoo. Penyakit yang diakibatkan oleh jamur spesies Trischoporum beigelli

adalah Piedra.

Pada sampel vagina yang dilihat dengan mikroskop, berdasarkan

literatur yang ditemukan adalah jamur spesies Candida albican. Bila

dibandingkan dengan literatur Candida albican juga terdapat pada biasanya

tinggal di beberapa tempat di tubuh, seperti mulut dan vagina, dalam

keseimbangan tertentu dengan mikroorganisme lainnya, seperti bakteri. Untuk

mencegah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh jamur ini adalah

dengan cara tidak menggunakan pakaian dalam berbahan nilon yang

Page 17: Kultur Fiksasi

menyebabkan daerah genitalia menjadi lembab dan selalu menjaga kebersihan

individu dan lingkungan untuk mencegah pertumbuhan jamur. Penyakit yang

diakibatkan oleh jamur spesies Candida albican adalah kandidiasis vagina.

Pada sampel selangkangan yang dilihat dengan mikroskop,

berdasarkan literatur yang ditemukan adalah jamur spesies Epidermophyton

floccosum. Bila dibandingkan dengan literatur Epidermophyton floccosum juga

terdapat pada stratum korneum kulit, rambut, kuku dan hewan. Untuk

mencegah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh jamur ini adalah

dengan cara menggunakan pakaian longgar dan sedapat mungkin terbuat dari

bahan katun, menghindari memakai pakaian orang lain yang sedang menderita

infeksi jamur kulit dan jika perlu, menaburkan bedak atau bedak anti jamur.

Penyakit yang diakibatkan oleh jamur spesies Epidermophyton floccosum

adalah tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis dan onychomycosis.

Pada sampel punggung yang dilihat dengan mikroskop, berdasarkan

literatur yang ditemukan adalah jamur spesies Trycophyton rubrum. Bila

dibandingkan dengan literatur Trycophyton rubrum juga terdapat pada kulit,

kuku manusia, tapak kaki dan dorsum kaki. Untuk mencegah agar tidak

terkena penyakit yang disebabkan oleh jamur ini adalah dengan cara

memperhatikan kebersihan diri dan menjaga kekebalan tubuh, mandi 2 kali

sehari dan mengganti pakaian yang dipakai setiap 8 jam sekali. Penyakit yang

diakibatkan oleh jamur spesies Trycophyton rubrum adalah Tinea corporis.

Pada sampel sela-sela jari yang dilihat dengan mikroskop, berdasarkan

literatur yang ditemukan adalah jamur spesies Sarcoptes scabilei. Bila

dibandingkan dengan literatur Sarcoptes scabilei juga terdapat pada antara jari,

kaki, pantat, siku-siku, daerah pinggang, daerah kelamin dan di bawah dada

perempuan. Untuk mencegah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh

jamur ini adalah dengan tidak membiarkan kaki terlalu sering lembab, rutin

mencuci sepatu, kaos kaki dan mengganti pakaian. Penyakit yang diakibatkan

oleh jamur spesies Sarcoptes scabilei adalah kutu air dan infeksi pada kuku

manusia.

Page 18: Kultur Fiksasi

BAB V

PENUTUP5

6

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pratikum fiksasi dan kultur

mikosis ini adalah:

1. Metode fiksasi dan kultur mikosis adalah suatu metode yang dilakukan

dengan medium NaCl fisiologis yang berfungsi agar sel-sel mati yang

terdapat dalam tubuh yang kemudian akan diujikan dapat terlihat atau

dapat diamati pada mikroskop.

2. Spesies jamur pada permukaan kulit yang ditemukan adalah Trycophyton

rubrum, spesies jamur pada kulit kepala yang ditemukan adalah

Trischoporum beigelli, spesies jamur pada vagina yang ditemukan adalah

Candida albicans, spesies jamur pada selangkangan yang ditemukan

adalah Epidermophyton floccosum, spesies jamur pada kulit punggung

yang ditemukan adalah Trichophyton rubrum dan spesies jamur pada

sela-sela jari yang ditemukan adalah Sarcoptes scabilei.

Page 19: Kultur Fiksasi

2.2 Saran

Adapun saran yang diberikan oleh penulis adalah sebaiknya dalam

melakukan percobaan, di perlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan, serta

ada baiknya alat dan bahan yang akan digunakan lebih dilengkapi, sehingga

menunjang proses kerja pada saat melakukan praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Azman, 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis.Dalam Ilmu PenyakitKulit dan Kelamin. FKUI. Jakarta. Di akses pada tanggal 26 Mei 2013pukul 19.00 WITA.

Bahri, 2005. Obat Jamur dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta.Di akses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Brooks, 2004. Mikobiologi Kedokteran Jawetz. melnick. & Adelberg. EGC.Jakarta. Di akses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Budimulja, 2008. Eritrasma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI.Jakarta. Di akses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Chamlan, 2004. Alefacept Reduces infiltrating T cells. activated dendritic cells.and inflammatory genes in psoriasis vulgaris. Rokefeller University. NewY o r k .(http://www.fakultaskedokteran.com/jurnal/laporan-morbiditas-jamur/). Diakses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Daili, 2005. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah PanduanBergambar. PT Medical Multimedia Indonesia. Jakarta.

Dharmawan, 2010. Dermatosis Eritroskuamosa. FK UNS. Surakarta.

Djuanda, 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dankelamin. FKUI. Jakarta. Di akses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00WITA.

Entjang, 2003. Mikrobiologi & Parasitologi. PT.Citra Aditya bakti. Bandung. Diakses pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Page 20: Kultur Fiksasi

Hala, 2009. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Dasar. Dikutip olehPratiwianingsih. Jamur Epidermophyton yang menyerang pada kulit 2011.Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.(http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-respon-imun-terhadap.html). Diakses pada tanggal 27 Mei 2013 pukul 20.54 WITA

Hopfer, 1985. Mycology of Candida infection. Dikutip oleh Endah Tyasrini.Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida sp dengan PatogenesisKandidiasis. 2006. Universitas Kristen Maranatha. Bandung.(http://www.fakultaskedokteran.com/jurnal/laporan-morbiditas-jamur/).Diakses pada tanggal 27 Mei 2013 pukul 21.10 WITA

Jawetz, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. 611. EGC. Jakarta. Di akses pada tanggal26 Mei 2013 pukul 19.13 WITA.

Junqueira, 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas 10th ed. Jakarta: EGC. Di aksespada tanggal 26 Mei 2013 pukul 19.00 WITA.

Setyabudi, 2005. Obat Jamur dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Dikutipoleh Riska Yunigsih. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri.2008. Universitas Islam Negeri. Malang.(http://www.fakultaskedokteran.com/jurnal/laporan-morbiditas-jamur/).Diakses pada tanggal 27 Mei 2013 pukul 20.50 WITA.

Siregar, 2002. Penyakit Jamur Kulit. EGC. Jakarta.

Vijayabhaskar, 2008. Pityriasis Rosea dalam e-Journal of the Indian Society ofTeledermatology. Dikutip oleh Nova Faradilla. Kerion Celsi. 2008.Universitas Riau. Pekanbaru. (http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-respon-imun-terhadap.html) Diakses pada tanggal 27 Mei 2013 pukul 21.23 WITA.

Page 22: Kultur Fiksasi