12
14 1) Balai Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66, Malang 65101; email: [email protected] 2) Naskah diterima tanggal 28 Februari 2015; disetujui untuk diterbitkan tanggal 3 April 2015. Diterbitkan di Buletin Palawija No. 29: 14–25 (2015). ABSTRAK Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul Bemisia tabaci Genn. pada Tanaman Kedelai. Salah satu gangguan dalam meningkatkan produksi kedelai adalah serangan hama kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius. Kehi- langan hasil akibat serangan hama kutu kebul ini dapat mencapai 80%, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan puso (gagal panen). Sebagian besar pengendalian hama kutu kebul pada tanaman kedelai di tingkat petani sampai kini masih meng- andalkan insektisida, namun demikian masih sering gagal karena tidak atau kurang efektif. Pengenda- lian hama kutu kebul dapat dilakukan dengan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Prinsip operasional yang digunakan dalam pelaksa- naan PHT salah satunya adalah: Budidaya tanaman sehat. Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi terhadap gangguan hama. Pe- ngendalian kultur teknis merupakan tindakan preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan sasaran agar populasi tidak meningkat sam- pai melebihi ambang kendalinya. Pengendalian hama kutu kebul secara kultur teknis dapat dilaku- kan dengan cara: (a) penanaman kedelai lebih awal, (b) penanaman varietas toleran, (c) penanaman tanaman penghalang, misalnya jagung di antara kedelai, (d) sistem pengairan yang teratur misalnya pengairan curah (springkler), (e) pergiliran tanaman bukan inang, dan (f) sanitasi. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengendalian secara ber- cocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip- prinsip PHT. Kata kunci: kutu kebul, Bemisia tabaci , PHT, kultur teknis ABSTRACT Culture Practices: The Whitefly (Bemisia tabaci Genn.) Control Technique on Soybean. One of the constrain on soybean production is white- fly, B. tabaci Genn, infestation. The severe damage cause 80 % yield loss. The use of insecticides is the common methods to control whitefly, however this chemical control is ineffective to control the white- fly. Thus integrated Pest Management (IPM) sug- gested to be one of strategy to control the whitefly. One of principle on IPM strategy to control whitefly is management of healthy plant. The healthy plant has the ability to counter the pest attack. The cul- ture practice control is a preventive which is done prior to pest attack. The purpose of the preventive action is to suppress the pest population under the economic threshold. Culture practices that may rec- ommended to control whitefly on soybean are: (a) early planting, (b) planting tolerant varieties, (c) planting maize as a crop barrier, (d) the use of sprin- kler irrigation, (e) crop rotation, and (f) sanitation. To increase the effectiveness and efficiency of the cultural control it is necessary to combine the cul- tural practices control techniques with other pest control in which is appropriate to the IPM principles. Key words: the whitefly Bemisia tabbaci, IPM, cul- ture practice PENDAHULUAN Salah satu ancaman dalam meningkatkan produksi kedelai adalah adanya serangan hama. Di Indonesia telah diidentifikasi 266 jenis serangga yang berasosiasi dengan tanaman kedelai yang terdiri dari 111 jenis serangga hama, 53 jenis serangga yang berstatus kurang penting, 61 jenis serangga predator dan 41 jenis serangga parasit (Okada et al. 1988). Di antara 111 jenis serangga hama tersebut, tercatat 50 jenis hama perusak daun, namun yang berstatus hama penting hanya 9 jenis dan termasuk di antara- nya kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Kutu kebul menjadi salah satu hama yang penting, karena disamping sebagai perusak daun juga sebagai serangga hama pembawa virus. Kehi- langan hasil akibat serangan kutu kebul dapat mencapai 80%, bahkan pada kerusakan berat menyebabkan puso. Usaha pengendalian yang dilakukan terhadap serangan B. tabaci masih bertumpu pada aplikasi pestisida. Banyak insek- tisida telah digunakan untuk mengendalikan B. tabaci seperti Acetamiprid (Zabel et al. 2001, Luo et al . 2010), Buprofezin, Diafenthiuron (Gerling dan Naranjo 1998) dan Carbosulfan (Manzano et al. 2003) namun pengendalian dengan insektisida-insektisida tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan demikian KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL Bemisia tabaci Genn. PADA TANAMAN KEDELAI Alfi Inayati dan Marwoto 1)

KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

  • Upload
    buidien

  • View
    259

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

14

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

1) Balai Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; Jl. RayaKendalpayak km 8, Kotak Pos 66, Malang 65101;email: [email protected]

2) Naskah diterima tanggal 28 Februari 2015;disetujui untuk diterbitkan tanggal 3 April 2015.

Diterbitkan di Buletin Palawija No. 29: 14–25 (2015).

ABSTRAKKultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian

Hama Kutu Kebul Bemisia tabaci Genn. padaTanaman Kedelai. Salah satu gangguan dalammeningkatkan produksi kedelai adalah seranganhama kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius. Kehi-langan hasil akibat serangan hama kutu kebul inidapat mencapai 80%, bahkan pada serangan beratdapat menyebabkan puso (gagal panen). Sebagianbesar pengendalian hama kutu kebul pada tanamankedelai di tingkat petani sampai kini masih meng-andalkan insektisida, namun demikian masih seringgagal karena tidak atau kurang efektif. Pengenda-lian hama kutu kebul dapat dilakukan denganpenerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).Prinsip operasional yang digunakan dalam pelaksa-naan PHT salah satunya adalah: Budidaya tanamansehat. Tanaman yang sehat mempunyai ketahananekologi yang tinggi terhadap gangguan hama. Pe-ngendalian kultur teknis merupakan tindakanpreventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadidengan sasaran agar populasi tidak meningkat sam-pai melebihi ambang kendalinya. Pengendalianhama kutu kebul secara kultur teknis dapat dilaku-kan dengan cara: (a) penanaman kedelai lebih awal,(b) penanaman varietas toleran, (c) penanamantanaman penghalang, misalnya jagung di antarakedelai, (d) sistem pengairan yang teratur misalnyapengairan curah (springkler), (e) pergiliran tanamanbukan inang, dan (f) sanitasi. Untuk meningkatkanefektivitas dan efisiensi pengendalian secara ber-cocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknikpengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip PHT.Kata kunci: kutu kebul, Bemisia tabaci, PHT,

kultur teknis

ABSTRACTCulture Practices: The Whitefly (Bemisia

tabaci Genn.) Control Technique on Soybean.One of the constrain on soybean production is white-fly, B. tabaci Genn, infestation. The severe damagecause 80 % yield loss. The use of insecticides is thecommon methods to control whitefly, however this

chemical control is ineffective to control the white-fly. Thus integrated Pest Management (IPM) sug-gested to be one of strategy to control the whitefly.One of principle on IPM strategy to control whiteflyis management of healthy plant. The healthy planthas the ability to counter the pest attack. The cul-ture practice control is a preventive which is doneprior to pest attack. The purpose of the preventiveaction is to suppress the pest population under theeconomic threshold. Culture practices that may rec-ommended to control whitefly on soybean are: (a)early planting, (b) planting tolerant varieties, (c)planting maize as a crop barrier, (d) the use of sprin-kler irrigation, (e) crop rotation, and (f) sanitation.To increase the effectiveness and efficiency of thecultural control it is necessary to combine the cul-tural practices control techniques with other pestcontrol in which is appropriate to the IPM principles.Key words: the whitefly Bemisia tabbaci, IPM, cul-

ture practice

PENDAHULUANSalah satu ancaman dalam meningkatkan

produksi kedelai adalah adanya serangan hama.Di Indonesia telah diidentifikasi 266 jenisserangga yang berasosiasi dengan tanamankedelai yang terdiri dari 111 jenis serangga hama,53 jenis serangga yang berstatus kurang penting,61 jenis serangga predator dan 41 jenis seranggaparasit (Okada et al. 1988). Di antara 111 jenisserangga hama tersebut, tercatat 50 jenis hamaperusak daun, namun yang berstatus hamapenting hanya 9 jenis dan termasuk di antara-nya kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Kutukebul menjadi salah satu hama yang penting,karena disamping sebagai perusak daun jugasebagai serangga hama pembawa virus. Kehi-langan hasil akibat serangan kutu kebul dapatmencapai 80%, bahkan pada kerusakan beratmenyebabkan puso. Usaha pengendalian yangdilakukan terhadap serangan B. tabaci masihbertumpu pada aplikasi pestisida. Banyak insek-tisida telah digunakan untuk mengendalikanB. tabaci seperti Acetamiprid (Zabel et al. 2001,Luo et al. 2010), Buprofezin, Diafenthiuron(Gerling dan Naranjo 1998) dan Carbosulfan(Manzano et al. 2003) namun pengendaliandengan insektisida-insektisida tersebut belummemberikan hasil yang memuaskan demikian

KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTUKEBUL Bemisia tabaci Genn. PADA TANAMAN KEDELAI

Alfi Inayati dan Marwoto 1)

Page 2: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

15

pula halnya insektisida berbahan aktif imida-cloprid, thiamethoxam, pyriproxyfen, buprofezin,pyridaben dan pymetrozin dilaporkan juga tidakmampu mengendalikan hama kutu kebul bah-kan insektisida-insektisida tersebut dilaporkantelah menimbulkan resistensi pada hama ini(Palumbo et al. (2001), Fernandez et al. (2009),Luo et al. (2010).

Gagasan mengurangi dan membatasi peng-gunaan pestisida kimia untuk mengendalikanhama agar mengurangi dampak samping yangmerugikan telah lama di bahas oleh pakar-pakardunia demikian pula di Indonesia. Pengendalianhama secara terpadu merupakan salah satu upayayang dilakukan untuk mengendalikan hama kutukebul. Konsep pengendalian hama secara terpadu(Integrated Pest Control) pertama dikemukakanoleh Stern et al. (1959) yaitu membuat kombinasirasional antara penggunaan pestisida kimia,biologi, dan cara pengendalian lainnya untukmengendalikan populasi hama. Empat elemendasar dalam IPM yang dikemukakan Stern etal. (1959) yaitu penentuan ambang kendali untukmenentukan saat perlunya dilakukan tindakanpengendalian, sampling untuk menentukan titikkritis tanaman atau stadium pertumbuhan hama,pemahaman tentang kapasitas pengendaliansecara alami yang ada, dan penggunaan insek-tisida yang selektif jenis dan cara aplikasinya.Konsep yang sama di Indonesia dikenal sebagaiPengendalian Hama Terpadu (PHT) (Oka 2005)dengan sasaran mengurangi penggunaan pesti-sida yang dipadukan dengan komponen pengen-dalian lainnya. Dalam UU No 12 Tahun 1992tentang Sistem Budidaya Tanaman, PHT mem-peroleh dukungan yang kuat. Strategi pengen-dalian hama yang dapat digunakan dalam PHTyaitu: (1) mengusahakan pertumbuhan tanamansehat, (2) pengendalian hayati, (3) penggunaanvarietas tahan, (4) pengendalian secara mekanik,(5) pengendalian secara fisik, (6), pengendaliandengan menggunakan senyawa kimia semio(semiochemicals) yaitu dengan memanfaatkansenyawa kimia alami yang dihasilkan oleh orga-nisme tertentu untuk mempengaruhi sifat se-rangga hama, (7) pengendalian secara genetik,dan (8) penggunaan pestisida. Salah satu prinsipoperasional yang digunakan dalam PHT yaitubudidaya tanaman sehat dilakukan melalui per-baikan cara kultur teknik.

Review ini diharapkan dapat menjadi tambahaninformasi bagi para stakeholder PHT termasukpetani, penyuluh, mahasiswa, atau pihak-pihakterkait tentang pengendalian hama kutu kebulutamanya pengendalian kutu kebul melaluipendekatan kultur teknis.

HAMA KUTU KEBUL PADATANAMAN KEDELAI

a. Bio-ekologi kutu kebulKutu kebul termasuk dalam ordo Homoptera,

famili Aleyrodidae, genus Bemisia, dan spesiestabaci. Imago atau serangga dewasa berukuranantara 1–1,5 mm, berwarna putih, dan sayapnyajernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Telurkutu kebul berbentuk lonjong, berwarna kuningterang, berukuran panjang antara 0,2–0,3 mm.Nimfa terdiri atas tiga instar, yaitu instar ke-1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarnakuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsiuntuk merangkak. Nimfa instar ke 2 dan ke 3tidak bertungkai, dan selama masa pertum-buhannya hanya melekat pada daun (Mound danHalsey (1978).

Kutu kebul juga merupakan serangga poli-pagus dengan sebaran geografis yang sangat luasmulai dari Asia, Eropa, dan Amerika Utara (Hills1987; Naranjo 2009; Cuthbertson 2013). Sampaitahun 2008, Simmons et al. menyebutkan kutukebul mempunyai lebih dari 500 jenis tanamaninang, dan jumlah ini diperkirakan akan terusbertambah. Luasnya daerah sebaran dan ragam-nya jenis tanaman inang ini menyebabkan kutukebul dapat eksis sepanjang tahun sehingga tin-dakan pengendaliannya menjadi semakin sulit(Naranjo et al. 2010).

Informasi mengenai biologi kutu kebul di Indo-nesia termasuk biotipe, tanaman inang dan bio-ekologinya sangat kurang sehingga strategipengendalian yang dilakukan belum memberikanhasil yang memuaskan. Informasi biotipe kutukebul yang menyerang tanaman kedelai di In-donesia hingga saat ini belum ada. Pengetahuantentang biotipe pada kutu kebul sangat diperlu-kan karena perbedaan biotipe pada kutu kebulmenunjukkan perbedaan karakter biologi sepertikemampuan menginvasi, profil ketahanan ter-hadap insektisida, kompetensinya sebagai vektor,dan sebaran inangnya (Shatters et al. 2009).Penelitian yang dilakukan Srinivasan et al.(2013) dengan teknik sekuensing MithocondialCytochrome Oxidation I (COI) hanya menye-butkan bahwa kutu kebul pada tanaman kedelai

Tulisan ini merupakan ulasan dari berbagaiupaya pengendalian hama kutu kebul padatanaman kedelai melalui pendekatan PHTkhususnya pengendalian secara kultur teknis.

Page 3: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

16

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

di Jawa termasuk dalam grup Asia I, sementaraitu penelitian de Barro et al. (2011) menyebut-kan terdapat 11 grup dan sedikitnya 24 jeniskutu kebul yang identik secara morfologi namunmempunyai perbedaan yang sangat jelas padasusunan genetiknya. Lebih lanjut penelitianBethke et al. (2009) menyebutkan biotipe B(spesies Middle East-Asia minor I) dan biotipeQ (spesies Mediterranean) merupakan biotipeyang paling berbahaya. Biotipe B sangat agresifmengkolonisasi tanaman dan merupakan vektorvirus yang efektif, sedangkan biotipe Q sangatresisten terhadap insektisida (Jones et al. 2008;McKenzie et al. 2009). Penelitian da Silva etal. (2012) menyatakan bahwa kutu kebul yangmenyerang tanaman kedelai di Brazil adalahbiotipe B. Namun karena kutu kebul sangatmudah dipengaruhi perubahan lingkungan,maka perubahan biotipe juga sangat besar ke-mungkinannya terjadi seperti yang terjadi diMalaysia seperti yang dilaporkan Shadmanyet al. (2013) bahwa sebagian besar kutu kebulyang terdapat di Malaysia termasuk dalam bio-tipe Q yang termasuk dalam kelompok Medite-rania, dan hanya sebagian kecil yang termasukdalam kelompok Asia I. Hal ini terjadi akibatresistensi terhadap jenis pestisida tertentu.

b. Status kutu kebulDi Indonesia, kutu kebul dianggap sebagai

hama penting pada tanaman kedelai karena telahmenyebabkan kerugian yang besar. Kehilanganhasil pada tanaman kedelai terserang kutu kebuldilaporkan mencapai 80% (Tengkano et al. 1991).Kutu kebul merusak tanaman secara langsungdengan cara mengisap cairan floem pada daundan secara tidak langsung, karena banyak mem-produksi embun madu yang merupakan mediatumbuh cendawan jelaga (Perring 2001, Hequetet al. 2007). Cendawan jelaga selanjutnya akanmenutup permukaan daun, menghalangi prosesfotosintesis dan akhirnya berpengaruh terhadaphasil tanaman (Hequet et al. 2007). Selain itukerusakan tanaman yang terserang kutu kebulakan semakin parah karena kutu kebul bertindaksebagai vektor beberapa penyakit virus (Morinet al. 1999; Briddon dan Markham, 2000; Hunterdan Woolley, 2001; Fukuta et al. 2003; Valverdeet al. 2004; Byamukama et al. 2004). Kutu kebulmerupakan vektor utama penyakit virus darigolongan geminivirus dan lebih dari 192 jenisvirus kelompok ini ditularkan oleh kutu kebul(Brown et al. 2011). Pada kedelai dan kacang-kacangan lain, kutu kebul dapat menularkanvirus Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV). Di

Jawa Timur terdapat enam strain virus yangmenyerang tanaman kedelai yaitu CPMMV,BICMV, BYMV, SSV, PStV dan SMV, dimanasemua virus tersebut ditransmisikan oleh vektorserangga, salah satunya adalah kutu kebul.Infeksi virus pada tanaman kedelai padaumumnya menghasilkan gejala yang serupayakni klorosis, belang dan mosaik pada daun,daun keriting sehingga sulit dibedakan (Salehdan Hardaningsih 2007).

Kompleksnya hama kutu kebul ini menye-babkan sulitnya cara pengendalian yang benar-benar efektif untuk mengendalikan kutu kebul.Terlebih lagi di Indonesia, informasi tentangkompleks hama kutu kebul sangat kurangsehigga tindakan pengendalian yang dilakukanbelum memberikan hasil yang memuaskan.

PENGELOLAAN HAMA TERPADUKUTU KEBUL PADA TANAMAN

KEDELAISeperti telah dijelaskan sebelumnya kutu

kebul mempunyai daerah sebaran dan inang yangsangat luas sehingga memungkinkan hama inidapat berkembang sepanjang tahun. Sifatnyayang sangat kompleks ini menyebabkan kutukebul bukan hanya menjadi hama bagi satu jenistanaman namun merupakan hama bagi eko-sistem, karena itu diperlukan sebuah formulasistrategi pengendalian baik yang bersifat lokalmaupun regional (Naranjo dan Elsworth 2009).

Penerapan PHT dalam mengendalikan kutukebul pada tanaman kedelai di Indonesia menjadistrategis mengingat status penting hama ini padatanaman kedelai di Indonesia dan sulitnya hamakutu kebul ini dikendalikan menggunakan cara-cara pengendalian tunggal. Pada PHT, pengen-dalian dilakukan dengan cara pendekatan yangdidasarkan pada pertimbangan ekologi dan efi-siensi ekonomi dalam rangka pengelolaan eko-sistem yang berwawasan lingkungan yang berke-lanjutan. Pengendalian kutu kebul dengan modelPHT telah diperkenalkan oleh Ellsworth danCarillo (2001) dengan merumuskan tiga kunciutama pengelolaan kutu kebul, yaitu: (1) pengam-bilan contoh (sampling) dan deteksi, (2) penggu-naan pestisida kimia yang efektif, dan (3) peng-hindaran (avoidance) melalui pengelolaan tana-man, eksploitasi biologi dan ekologi dari hama,dan impak pada daerah yang luas (areawideimpact). Penerapan konsep PHT ini untukmengendalikan kutu kebul pada tanaman kapasdi Amerika berhasil menekan biaya produksilebih dari 200 juta dolar serta peningkatan

Page 4: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

17

pemanfaatan bahan alami di sekitar ekosistemselama lebih dari 14 tahun (Naranjo danEllsworth 2009). Pengelolaan tanaman yangdilakukan untuk mendukung keberhasilan PHTpada tanaman kapas di Arizona, Amerika ter-sebut memadukan berbagai cara pengendalianseperti pada Gambar 1.

Prinsip PHT untuk mengendalikan kutukebul seperti yang diterapkan pada tanamankapas di Amerika berpeluang untuk diterapkanpada tanaman kedelai di Indonesia. Samplingdiletakkan pada puncak piramida Ellsworth danCarillo (2001) karena merupakan langkah awalyang sangat penting untuk mendukung keber-hasilan upaya-upaya pengendalian lainnya.Sampling meliputi kegiatan identifikasi spesieskutu kebul dan virus yang ditularkannya sertamonitoring penyebaran kutu kebul mulai daripeletakan telur sampai distribusi imagonya padatanaman. Sampling yang tepat akan membe-rikan informasi penting untuk menentukan titikkritis tanaman dan stadium pertumbuhan hamayang paling merusak tanaman. Dengan sam-pling yang tepat akan diperoleh informasi yangtepat pula tentang hama sasaran sebagai dasaruntuk menentukan tindakan pengendalian beri-kutnya. Sampling untuk kutu kebul pada tana-man kedelai yang ada di Indonesia masih ter-batas pada monitoring penyebaran kutu kebulpada tanaman. Hanya ada satu informasi ten-tang spesies kutu kebul yang ada pada tana-

man kedelai di Indonesia, demikian juga laporantentang virus-virus yang dibawanya sertatanaman inang alternatifnya masih sangat ter-batas. Hal ini menyebabkan tindakan pengen-dalian lainnya tidak memberikan hasil yangmemuaskan.

Penggunaan pestisida kimia yang efektifsecara bijaksana dengan memperhatikan ambangkendali diperbolehkan dalam penerapan PHTterutama untuk menekan populasi hama agartidak melebihi ambang batas ekonomi. Dalampiramida Ellsowrth dan Carillo (2001) dijelaskanpestisida kimia yang digunakan sebaiknya yangbersifat selektif misalnya mempunyai sifatmampu mensistesis khitin sehingga efektif untukmengendalikan nimfa pada beberapa stadia, ber-sifat mensterilkan telur dan mencegah metamor-fosis instar empat menjadi imago. Meskipundemikian, pengendalian dengan insektisida ter-tentu dalam jangka waktu lama perlu mendapatperhatian karena sifat kutu kebul yang mudahresisten terhadap bahan kimia. Salah satu contohinsektisida berbahan aktif imidakloprid yangmemberikan hasil sangat baik pada tanamankapas dan kedelai pada aplikasi pertama ternyatatidak memberikan hasil yang sama setelah bebe-rapa kali digunakan untuk mengendalikankutu kebul pada tanaman kedelai.

Pada dasar piramida, Ellsworth dan Carillo(2001) meletakkan semua upaya untuk me-nekan populasi kutu kebul di bawah ambang

Gambar 1. Konsep PHT untuk pengendalian kutu kebul yang terdiri daritiga kunci utama cara pengendalian; sampling, penggunaan inektisidakimia yang efektif, dan penghindaran.

Sumber: Ellsworth dan Carrillo 2001.

Page 5: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

18

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

kendali yang disebutnya sebagai penghindaran(avoidance). Upaya penghindaran yang dianjur-kan meliputi manajemen tanaman dan ling-kungan sehingga terhindar dari kerusakanparah akibat kutu kebul. Strategi pelaksanaanPHT diupayakan mendukung secara kompatibelsemua teknik dan metode pengendalian hamadan penyakit didasarkan pada asas ekologi danekonomi. Penerapan PHT pada areal yang luas(areawide impact) juga akan lebih efektif ketikaditerapkan untuk mengendalikan hama-hamayang kompleks seperti kutu kebul. Konsep initelah dikenal sejak tahun 1800-an melalui koor-dinasi pengendalian hama yang dilakukansecara bersama-sama dalam satu wilayah yangluas, tidak sendiri-sendiri dengan tujuan pe-ngendalian secara meluas sebagai program era-dikasi untuk menurunkan populasi hamamenjadi nol (Faust 2008).

Penerapan PHT untuk mengendalikan kutukebul pada tanaman kedelai di Indonesia diha-rapkan akan memberikan hasil serupa yaitudapat menekan biaya produksi akibat pengu-rangan penggunaan insektisida, pemanfaatanmusuh alami, dan aplikasi teknik budidaya yangtepat yang dapat meningkatkan keberhasilanpengendalian kutu kebul.

Untuk mengembangkan teknik pengendalianhama ini diperlukan pengetahuan sifat-sifatekosistem setempat khususnya tentang ekologidan perilaku hama seperti tentang bagaimanahama memperoleh berbagai persyaratan bagikehidupannya termasuk makanan, perkawinan,dan tempat persembunyian untuk menghindar-kan serangan cuaca buruk dan berbagai musuhalami (Untung 2006). Pengetahuan biologi danekologi hama dapat menjadi informasi pentinguntuk mengerti tentang titik lemah hamasehingga dapat diketahui fase hidup hama yangpaling tepat untuk dilakukan pengendalian.

PENGENDALIAN KUTU KEBULDENGAN KULTUR TEKNIS

Dalam implementasi PHT, teknik pengen-dalian hama secara bercocok tanam mencakuppengertian yang luas yaitu pengelolaan ling-kungan pertanaman (Pedigo1989). Pengelolaantanaman termasuk tindakan pencegahan ataupreventif yang dilakukan sebelum serangan hamaterjadi dengan sasaran agar populasi hama tidakmeningkat sampai melebihi ambang kendalinya.Agar hasilnya memuaskan penerapan teknik iniperlu direncanakan sebelumnya dengan mem-perhatikan aspek biologi dan ekologi hama,

tanaman yang dibudidayakan, lingkungan per-tanaman dan praktik budidaya yang biasadilakukan.

Salah satu prinsip operasional yang dapatdigunakan dalam PHT adalah dengan budidayatanaman sehat. Dalam Sekolah Lapang Pe-ngendalian Hama Terpadu (SLPHT), budidayatanaman sehat merupakan suatu teknik penge-lolaan lingkungan tanaman untuk mendukungpertumbuhan tanaman yang optimal dan mem-buat lingkungan tanaman menjadi kurangsesuai bagi kehidupan dan pembiakkan ataupertumbuhan serangga hama dan penyakitserta mendorong berfungsinya agensia pengen-dali hayati. Upaya ini diharapkan membuattanaman menjadi lebih tahan terhadap seranganhama dan penyakit.

Manajemen kesehatan tanaman (planthealth management) seperti yang didefinisikanoleh Cook (2000) merupakan sebuah pema-haman yang didasarkan ilmu pengetahuan dantindakan praktis untuk memahami dan menga-tasi faktor-faktor pembatas tanaman baik yangbersifat biotik maupun abiotik sehingga tana-man mampu mengeluarkan potensi genetiknyasecara optimal. Dalam praktik, manajemen kese-hatan tanaman ini diwujudkan dalam cara-carabercocok tanam yang sesuai dengan kondisi ling-kungan sehingga tanaman dapat tumbuh padakondisi idealnya termasuk juga teknik-teknikpengendalian hama dan penyakit. Karenateknik pengendalian ini merupakan bagianteknik budidaya tanaman yang umum dalampelaksanaannya, petani tidak perlu mengeluar-kan biaya khusus untuk pengendalian hama.Dengan demikian teknik pengendalian ini me-rupakan teknik pengendalian yang murah,pengendalian ini tidak menyebabkan pence-maran lingkungan, dan mudah dikerjakan olehpetani perseorangan maupun kelompok.

Pengelolaan tanaman melalui cara-cara budi-daya tanaman yang tepat dapat dimanfaatkanuntuk menyusun strategi pengendalian hamatermasuk kutu kebul. Menurut Pedigo (1996),teknik pengendalian hama secara budidaya dapatdikelompokkan menjadi empat sesuai dengansasaran yang akan dicapai yaitu: (1) mengu-rangi kesesuaian ekosistem, (2) mengganggukontinuitas penyediaan penyediaan keperluanhidup hama, (3) mengalihkan populasi hamamenjauhi tanaman, dan (4) mengurangi dampakkerusakan tanaman. Hilje et al. (2001) meru-muskan teknik pengendalian kultur teknis yangsesuai dengan mekanisme biologi dan ekolo-

Page 6: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

19

kembangan nimfa kerena mengandung zattertentu dapat membatasi pertumbuhan popu-lasi kutu kebul, mengurangi kerusakan akibatserangan kutu kebul dan mengurangi migrasimasal kutu kebul ke tanaman lain (Stansly danNatwick 2010). Kutu kebul juga merupakanvektor virus bagi penyakit yang bersifat tidakdapat disembuhkan, sehingga pencegahantersebarnya virus dengan varietas tahan kutukebul menjadi komponen pengendalian yangpenting (Horowitz et al. 2011). Ketahananvarietas unggul kedelai yang telah dilepas diIndonesia terhadap serangan kutu kebul ber-variasi, namun varietas kedelai yang tahanterhadap kutu kebul hanya varietas Tengger(Balitkabi 2012), Gema, Detam I, Gepak Ijo, danKaba (Sulistyo dan Inayati 2014). VarietasGepak Kuning, Gepak Ijo, Wilis, Kaba dan Argo-

Tabel 1. Klasifikasi tindakan kultur praktis untuk mengendalikan kutu kebul sesuai mekanisme biologidan ekologinya serta skala luasan penerapannya.

Mekanisme Skala luasan Strategi pengendalian

Penghindaran waktu (avoidance in time) Regional Periode tidak ada tanaman (bero), rotasi,dan pengaturan waktu tanam

Penghindaran tempat (avoidance in space) Lokal Screenhouse, memperlebar jarak baris, danmeningkatkan populasi tanaman

Manipulasi perilaku (Bahavioral manipulation) Lokal Intercroping dan pemberian mulsaKesesuaian inang Individual Pemupukan, pengairanPemusnahan Individual Pengairan dari atasSumber: Hilje et al. (2001).

Gambar 2. Populasi kutu kebul pada berbagaimusim tanam di KP Muneng, Probolinggo, 2010.

Sumber: Marwoto dan Inayati, 2012.

ginya untuk meningkatkan keberhasil mengen-dalikan kutu kebul (Tabel 1).

Pada tanaman kedelai, komponen teknikpengendalian secara kultur teknis yang dapatdi lakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengatur waktu tanam dan panenMengatur waktu tanam dapat dilakukan

dengan menanam lebih awal atau menundawaktu tanam. Strategi ini dimaksudkan untukmenghindari periode migrasi dan serangan yanglebih besar, tumpang tindihnya waktu tanam,serta mengatur periode tidak adanya tanamaninang kutu kebul (Stansly dan Natwick 2010).Pada kedelai yang ditanam pada musim kema-rau II, antara bulan Juli – November, populasikutu kebul paling rendah dibanding ketika kutukebul di tanam pada musim hujan dan kemarauI (Gambar 2). Dengan mengatur waktu tanamsesuai pola perkembangan kutu kebul makakerusakan yang disebabkan oleh kutu kebuldapat dihindari. Penanaman lebih akhir jugadapat dilakukan untuk menghindari serangankutu kebul dikombinasi dengan tindakansanitasi lahan (Hilje et al. 2001).

Penanaman varietas umur genjah dapatmenghindarkan tanaman dari serangan kutukebul. Kedelai varietas Grobogan, Malabar danTidar yang mempunyai umur panen sekitar 74–78 hari, dapat dijadikan salah satu usaha untukmenghindarkan tanaman dari serangan hama,mengurangi kesesuaian ekosistem dan meng-ganggu penyediaan makanan atau keperluanhidup hama.

b. Penanaman varietas tahanTanaman yang tahan terhadap investasi

kutu kebul atau yang dapat menghambat per-

Page 7: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

20

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

mulyo termasuk toleran terhadap kutu kebuldengan hasil biji kering mencapai 1,3 t/ha padaserangan yang berat sedang varietas Anjasmorotermasuk varietas rentan hanya mampu meng-hasilkan 0,15 t/ha. Dengan penanaman varietastahan, kehilangan hasil dapat ditekan sampai80% (Inayati dan Marwoto 2013). Upaya pera-kitan varietas kedelai yang tahan kutu kebuldi Indonesia penting dilakukan karena varietastahan merupakan salah satu strategi pentingdalam upaya mencegah dan menanggulangiserangan hama karena dapat dikombinasikandengan teknik pengendalian lain (Sulistyo2014).

c. Penanaman tanaman penghalangTanaman penghalang merupakan salah satu

upaya untuk menghalagi penyebaran, migrasi,dan membatasi mobilisasi hama ke tanaman.Tanaman penghalang juga dapat berperan se-bagai pelindung alami terhadap vektor virusyang non persisten seperti aphis dan telah ter-bukti efektif melindungi tanaman dari infeksivirus. Idealnya tanaman penghalang mengguna-kan tanaman bukan inang dari hama target.Selain itu juga perlu pemahaman tentang peri-laku hama seperti kebiasaan terbangnya danbagaimana tanaman penghalang mempengaruhiperilaku hama dan musuh alaminya. Pemahamanyang baik tentang hal tersebut akan membantudalam merancang strategi pengendalian denganmanipulasi habitat hama yang ramah lingkungan(Hooks dan Careres 2006). Pemanfaatan tana-man penghalang untuk mengendalikan kututelah dilakukan, di antaranya penelitian Moreau(2010) menunjukkan kombinasi tanamanperangkap dan yellow sticky traps mampu me-nurunkan populasi kutu kebul pada pertana-man cabai sampai 53%. Pada pertanamankedelai di KP Muneng Probolinggo, dengan ta-naman jagung yang ditanam rapat di sekelilingpertanaman kedelai menjadi penghalang

migrasi hama kutu kebul (Marwoto 2012).Populasi kutu kebul pada tanaman kedelai yangtidak diberi tanaman penghalang rata-rata 50%lebih tinggi dibanding tanaman kedelai yangdiberi penghalang sejak 35 hari setelah tanam(Tabel 2). Pada 63 HST, populasi kutu kebulpada petak dengan tanaman penghalang hanyasepertiga dari populasi kutu kebul pada petaktanpa penghalang. Tanaman jagung selain ber-manfaat sebagai penghalang fisik masuknyakutu kebul ke pertanaman kedelai juga dapatberfungsi sebagai inang bagi serangga preda-tor bagi kutu kebul seperti kumbang Cocci-nellidae (Menochilus sexmaculatus Fab.).Dengan adanya tanaman jagung di sekelilingtanaman kedelai diharapkan juga dapatmelestarikan dan meningkatkan musuh alamiyang telah ada dengan memanipulasi lingkung-an sehingga menguntungkan kemampuanbertahan hidupnya. Penanaman jagung lebihawal yaitu 3 minggu sebelum tanaman kedelaidapat mencegah masuknya kutu kebul dari luarke petak pertanaman kedelai.

d. Sistem pengairan yang teraturKetersediaan air berpengaruh terhadap

siklus hidup kutu kebul, perkembangbiakannya,dan kemampuannya untuk bertahan hidup. Airyang berlimpah serta aplikasi pupuk nitrogenmemperparah serangan kutu kebul pada tana-man kapas (Bi et al. 2005). Sejalan denganpenelitian Abd-Rabou dan Simmons (2012)bahwa metode pengairan yang berbeda yaituirigasi tetes, sprinkler, dan penyiraman melaluisaluran/got berpengaruh terhadap populasikutu kebul dan tersebarnya penyakit akibatvirus yang ditularkan oleh kutu kebul padapertanaman sayur. Karena itu integrasi teknikpengairan dengan cara pengendalian lain perluuntuk meningkatkan keberhasilan pengenda-lian hama kutu kebul secara berkelanjutan.Telah banyak dilakukan penelitian tentang

Tabel 2. Populasi kutu kebul B.tabaci pada tanaman kedelai dengan tanaman penghalang dan tanpatanaman penghalang.

Populasi kutu kebul pada ke-Perlakuan –––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

21 HST 35 HST 49 HST 63 HST

Dengan tanaman penghalang 34,67 a 42,57 b 453,49 b 69,05 bTanpa tanaman penghalang 31,29 a 71,86 a 804,96 a 225,51 aKeterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.Sumber: Marwoto dan Inayati 2012.

Page 8: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

21

pengaruh ketersediaan air disekitar pertanamanterhadap populasi kutu kebul antara lain; (1)cekaman air di sekitar pertanaman menye-babkan meningkatnya populasi kutu kebul(Flint et al. 1996 Byrne 1999), (2) air hujanberlebih yang disertai angin dapat mengurangipopulasi kutu kebul, (3) pengairan yang kon-sisten dengan interval pengairan irigasi singkatsesuai kebutuhan tanaman dapat membatasiperkembangan kutu kebul (Legget 1993, Flintet al. 1996), (4) pengairan tambahan dengansprinkler dapat mengurangi populasi danserangan kutu kebul pada tanaman kapas dantomat (Castle et al. 1996, Hilje et al. 2001). Popu-lasi B.tabaci berkurang secara signifikan padakapas yang diairi dengan sprinkler dibandingpada pengairan dengan irigasi tanpa mengu-rangi populasi musuh alaminya (Gencsoylu etal. 2003). Penelitian Lateef et al. 2009 menggu-nakan pengairan dengan sprinkler elektrostatikdipadukan insektisida dapat menekan populasikutu kebul karena dengan metode ini dapat me-ningkatkan efikasi insektisida yang diaplika-sikan secara bersamaan untuk mengendalikankutu kebul. Penelitian pengairan dengan sprin-kler mampu menekan intensitas serangan kutukebul di KP Muneng, Probolinggo, meskipuntidak berpengaruh terhadap penekanan popu-lasi hama kutu kebul (Tabel 3).

e. Pergiliran tanam dan pengaturan polatanamPergiliran tanaman dan pengaturan pola

tanam dengan menanam tanaman bukan inangdapat memutus kesinambungan penyediaanmakanan bagi kutu kebul di suatu tempat, danmengurangi migrasi hama antarjenis tanamanyang dapat mengurangi populasi awal hamadi suatu tempat (Hilje et al. 2001, Ellsworth danCarillo 2001). Rotasi tanaman paling efektifuntuk mengendalikan hama yang memilikikisaran makanan sempit dan kemampuanmigrasi terbatas terutama pada fase yang aktif

makan. Mengingat luasnya sebaran inang kutukebul maka perlu perhatian pada tanamanyang akan digunakan sebagai tanaman rotasi.Pada lahan sawah tadah hujan, rotasi dengantanaman padi dapat dilakukan karena paditidak termasuk inang kutu kebul, sedangkanuntuk lahan kering pergiliran tanaman dapatdi lakukan dengan jagung. Pergiliran dengantanaman hortikultura seperti cabai, tomat,terong, dan melon serta kacang tanah tidakdianjurkan pada daerah endemik kutu kebulkarena kedua tanaman ini termasuk inang kutukebul.

Pengaturan pola tanam dengan tumpang sarijuga dapat dilakukan untuk memanipulasi habi-tat dalam upaya mengendalikan kutu kebul.Tumpang sari ubikayu dengan jarak pagar dankapas secara signifikan menurunkan populasikutu kebul (telur, larva, dan dewasa) pada per-tanaman ubikayu (Ewusie et al. 2010).

f. Sanitasi sisa tanaman atau tanamanlain yang dapat dipakai sebagai inangTeknik sanitasi atau pembersihan lahan pada

areal bekas pertanaman merupakan cara pengen-dalian bercocok tanam yang paling tua dan cukupefektif menurunkan populasi hama. Banyak hamayang bertahan hidup atau berdiapause di sisa-sisa tanaman. Dengan membersihkan sisa-sisatanaman dapat dikurangi laju peningkatan popu-lasi hama dan ketahanan hidup hama. Pada prin-sipnya teknik sanitasi dilakukan dengan member-sihkan lahan dari sisa-sisa tanaman singgang,tunggul tanaman atau bagian-bagian tanaman lainyang tertinggal setelah masa panen. Bagiantanaman tersebut seringkali merupakan tempatberlindung hama, tempat berdiapouse, atautempat tinggal sementara sebelum tanamanutama kembali ditanam. Tindakan sanitasi dapatdilakukan dengan penghancuran: (1) sisa-sisatanaman yang masih hidup, (2) tanaman ataubagian tanaman yang terserang hama, (3) sisatanaman yang sudah mati, (4) jenis tanaman

Tabel 3. Populasi kutu kebul dan intensitas serangan pada teknik pengairan yang berbeda.

22 HST 36 HST 50 HST 63 HSTPerlakuan ––––––––––––––––––––– ––––––––––––––––––––– ––––––––––––––––––––– –––––––––––––––––––––

Pop IS Pop. IS Pop IS Pop IS

Pengairan Sprinkler 145,0a 5,7b 227,1a 5,7b 26,5a 22,2b 39,8a 25,4b

Pengairan Irigasi 18,3b 7,5a 21,4b 26,8a 10,6b 35,2a 29,3b 41,8a

Keterangan: Pop = populasi kutu kebul, IS = Intesitas serangan kutu kebul (%), angka pada kolom yang sama yang diikutihuruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSD pada taraf 5%.Sumber: Inayati dan Marwoto 2013.

Page 9: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

22

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

lain yang dapat menjadi inang pengganti, dan(5) sisa-sisa bagian tanaman yang jatuh atautertinggal di permukaan tanah seperti buah dandaun. Sanitasi lahan untuk pengendalian hamakutu kebul telah memberikan hasil yang me-muaskan dan berhasil mengurangi populasikutu kebul yang ada di lapang (Stansly danSchuster 1990, Hilje et al. 2001).

Pengelolaan tanaman dengan cara-carabudidaya merupakan upaya preventif yang akanberhasil dengan baik apabila dilakukan denganperencanaan yang baik, terkoordinasi, dan dila-kukan dalam skala yang luas. Karena itu ham-batan dalam implementasinya tidaklah sedikit,di antaranya sulit untuk melakukan klarifikasiefektivitas dari masing-masing cara pengendalianyang dilakukan karena sifat kutu kebul yangsangat mobile, dan tidak ada satu cara yangbenar-benar efektif mengendalikan kutu kebulkecuali digabungkan dengan cara pengendalianlainnya. Untuk meningkatkan efektivitas danefisiensi pengendalian kutu kebul secara kulturteknis maka perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya yang sesuaidengan prinsip-prinsip PHT.

Pada tanaman kedelai, kombinasi tanamanpenghalang berupa tanaman jagung dan insek-tisida untuk menekan perkembangan populasikutu kebul pada tanaman kedelai di KPMuneng menunjukkan hasil yang positif.Pengaruh pemberian tanaman penghalang dankombinasi insektisida kimia terlihat dari lebihrendahnya populasi kutu kebul pada petak yang

diberi penghalang (A) dibanding petak tanpapenghalang (B) (Tabel 4).

Selain itu kombinasi varietas tahan denganinsektisida juga memberikan pengaruh positifdalam menekan populasi kutu kebul. Aplikasiinsektisida profenofos 500 g/l (2 ml/l) dan lamda-sihalotrin 106 g/l + tiamektosam 141 g/l (1ml/l) pada varietas tahan seperti Gepak Kuning,Gepak Ijo, Wilis, Kaba, dan Argomulyo dapatmenurunkan populasi kutu kebul di pertanamankedelai.

Pengendalian biologi yang dikombinasikandengan cara kultur praktis juga potensial untukdikembangkan dan relatif ramah lingkungan.Beberapa kombinasi pengendalian biologi dengancara kultur teknis yang dapat dilakukan antaralain; (1) Pengendalian biologi yang dikombinasikandengan penanaman tanaman penghalang atautanaman perangkap dan (2) Pengendalian biologidengan varietas tahan. Jamur-jamur entomo-patogen seperti Beauveria bassiana, Isariafumorosea,Verticilium lecanii, telah diformulasidan dijual secara komersial di untuk mengenda-likan kutu kebul. Selain itu pemanfaatan musuhalami kutu kebul seperti Encarsia formosa,Eretmocerus eremicus, Macrolophus caliginosus,Nesidiocoris tenuis, dan Amblyseius swirskii jugadilaporkan efektif mengendalikan kutu kebul(Stansly dan Natwick 2010). Pada tanamankedelai, kombinasi varietas tahan (Argomulyodan Wilis) dengan aplikasi suspensi cendawanL. lecanii dapat menurunkan populasi B. tabaci,baik terjadi pada varietas Argomulyo (berbiji

Tabel 4. Populasi kutu kebul pada kombinasi tanaman penghalang dan insektisida di KP Muneng,Probolinggo, 2010.

Populasi B.tabaci pada ke-Perlakuan ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

21 HST 49 HST 63 HST–––––––––––––––– –––––––––––––––– ––––––––––––––––

A B A B A B

Tiametoksam 25%: 1 g/l 43,67 b 63,00 a 461,7 b 791,7 a 71,00 b 185,0 aLamdasihalotrin106 g/l + tiametoksam 141 g/l: 1 g/l 47,00 b 75,00 a 502,7 b 751,3 a 70,00 b 196,3 aAsefat 75%: 2 ml/l 43,33 b 70,67 a 475,0 b 789,3 a 66,00 b 200,0 aImidakloprid 5 %: 1 g/l 52,00 b 80,67 a 443,7 b 802,0 a 73,33 b 205,3 aDiafentiuron 500 g/l: 2 ml/l 39,33 b 68,67 a 384,3 b 791,7 a 61,00 b 244,3 aSerbuk biji mimba 50 g/l 39,67 b 72,00 a 392,7 b 848,7 a 74,00 b 266,0 aKontrol 33,00 b 73,00 a 514,3 b 860,0 a 68,00 b 281,7 aKeterangan: (A) dengan penghalang, (B) tanpa penghalang. Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidakberbeda nyata berdasarkan uji LSD pada taraf 5%.Sumber: Inayati dan Marwoto 2012.

Page 10: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

23

besar) maupun Wilis (berbiji kecil) (Marwoto etal. 2012).

KESIMPULANPengendalian hama kutu kebul dengan

pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT)melalui praktik budidaya dapat dilakukandengan cara; (a) pengaturan waktu tanamandan panen, (b) pemilihan varietas yang toleran,(c) penggunaan tanaman penghalang, (d) peng-aturan ketersediaan air dan cara pengairannya,(e) pergiliran tanaman dan pengaturan polatanam, dan (f) sanitasi. Untuk meningkatkanefektivitas dan efisiensi pengendalian secarabercocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuaidengan prinsip-prinsip PHT.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Rabou, S. and A.M. Simmons. 2012. Effect ofthree irrigation methods on incidences of Bemisiatabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) and some white-fly-transmitted viruses in four vegetable crops.Trends in Entomol. 8: 21–26.

Alvin M. Simmons, A. M. H. F. Harrison, and Kai-Shu LING. 2008. Forty-nine new host plant spe-cies for Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae)Entomological Sci. 11(4): 385–390.

Bethke J.A., F.J. Byrne, G.S. Hodges, C.L.McKenzie, R.G. Shatters. 2009. First record ofthe Q biotype of the sweetpotato whiteûy, Bemisiatabaci, in Guatemala. Phytoparasitica 37: 61–64.

Bi J.L., D.M. Lin, K.S. Lii, N.C. Toscano. 2005.Impact of cotton planting date and nitrogen fer-tilization on Bemisia argentifolii populations.

Insect Sci. 12:31–36.Briddon, R.W. and P.G. Markham. 2000. Cotton leaf

curl virus disease. Virus Res. 71: 151–159.Brown, J.K. 2011. Family Geminiviridae. In King,

A.M.Q. et al. (ed.). Virus Taxonomy. 9th Re-port of the International Committee on Taxonomyof Viruses. London: Elsevier Acad. Press: 351–373.

Byamukama, E., R.W. Gibson, V. Aritua and E.Adipala. 2004 Within-crop spread of sweetpotato virus disease and the population dynamicsof its whitefly and aphid vectors. Crop Prot. 23:109–116.

Byrne, D.N., 1999. Migration and dispersal by thesweet potato whiteûy, Bemisia tabaci. Agric. For-est Meterol. 97, 309–316.

Castle, S.J., T.J. Henneberry and N.C. Toscano.1996. Supression of Bemisia tabaci (Homop-tera: Aleyrodidae) infestation in cantaloupeand cotton with sprinkler irrigation. CropProt. 15: 657–663.

Cook R.J. 2000. Advances in plant health manage-ment in the twentieth century. Ann. Rev.Phytopathol. 38:95–116.

Cuthbertson, A.G.S., 2013. Update on the status ofBemisia tabaci in the UK and the use of entomo-pathogenic fungi within eradication programmes.Insects 4: 198–205.

de Barro P.J., S.S. Liu, L.M. Boykin, A. Dinsdale,2011. Bemisia tabaci: a statement of species sta-tus. Annu Rev Entomol 56:1–19.

Ellsworth P.C , J. L. Carrillob. 2001. IPM for Bemisiatabaci: a case study from North America. CropProt. 20: 853–869.

Ewusie E.A., M.N. Parajulee, D.A. Adabie-Gomez,D. Wester. 2010. Strip Croping: A Potential IPM

Tabel 5. Populasi kutu kebul pada kombinasi varietas dan aplikasi insektisida di KP Muneng, Probolinggo,2010.

Populasi kutu kebul pada...Varietas ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

21 HST 45 HST 56 HST–––––––––––––––– ––––––––––––––– –––––––––––––––– A B A B A B

Gepak Kuning 38 ab 41 ab 147 b 205,3 a 225,7 ab 177,3 b

Gepak Ijo 55,3a 55,3 a 144,3 b 212 a 215,7 ab 177,3 b

Wilis 47,7 ab 55,7 a 117,7 b 192 a 240,3 a 202 ab

Kaba 31,7 b 46,3 ab 145,7 b 200 a 213,3 ab 211 ab

Anjasmoro 45,7 ab 47,7 ab 147 b 210,7 a 241,3 a 218 ab

Argomulyo 48,7 ab 47,7 ab 140,7 b 187 a 236 ab 194,3 ab

Keterangan: A= dengan aplikasi insektisida, B= tanpa aplikasi insektisida. Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang samatidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 0,05.Sumber: Marwoto et al. 2010.

Page 11: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

24

BULETIN PALAWIJA NO. 29, 2015

Tool for Reducing Whitefly, Bemisia tabaciGennadius (Homoptera: Aleyrodidae) Infestationsin Cassava. West African J. of Applied Ecol. 17:109–119.

Faust R. M., 2008. General Introduction to AreawidePest Management. USDA-ARS / UNL Faculty.USDA Agricultural Research Service –Lincoln,Nebrask. http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article =1650&context=usdaarsfacpub.

Fernández E., C. Grávalos, P.J. Haro, D. Cifu-entes, P. Bielza. 2009. Insecticide resistance sta-tus of Bemisia tabaci Q-biotype in south-easternSpain. Pest Manag Sci. (65): 885–891.

Flint H.M., Naranjo S.E., Leggett J.E., HenneberryT.J. 1996. Cotton water stress, arthropod dynam-ics, and management of Bemisia tabaci(Homoptera: Aleyrodidae). J. Econ. Entomol.89:1288–1300.

Fukuta, S., S. Kato, K. Yoshida, Y. Mizukami, A.Ishida, J. Ueda, M. Kanbe, Y. Ishimoto. 2003.Detection of tomato yellow leaf curl virus by loop-mediated isothermal amplification reaction. J.Virological Methods 112:35–40.

Gencsoylu, I., A.R. Horowitz, F. Sezgin and C. Ncuer,2003. Methods on Bemisia tabaci populations incotton field. Phytoparasitica, 31: 139–143.

Gerling, D and S. E. Naranjo. 1998. The Effect ofInsecticide Treatments in Cotton Fields on theLevels of Parasitisim of Bemisia tabaci (Genna-dius). Biological Control 12: 33–41.

Hequet E., Henneberry T.J., Nichols R.L. (eds).2007. Sticky cotton: causes, effects, and preven-tion. USDA-ARS Tech. Bull. No. 1915. 210 p.

Hilje, L., H.S. Costa, H.A. Stansly. 2001. Culturalpranctices for managing Bemisia tabaci and as-sociated viral diseaes. Crop Protect. 20: 801–812.

Hill, D.S. 1987. Agricultural insect pest of the tro-pics and their control. Cambrige Univ. Press.Cambrige. 66 p.

Hooks, C.R.R., and A. Fereres. 2006. Protecting cropsfrom non-persistently aphid-transmitted viruses:A review on the use of barrier plants as a mana-gement tool. Virus Res. 120: 1–16.

Horowitz, A.R., Antignus, Y. and Gerling D. 2011.Management of Bemisia tabaci Whiteflies. InW.M.O. Thompson (ed.), The Whitefly, Bemisiatabaci (Homoptera: Aleyrodidae) Interaction withGeminivirus-Infected Host Plants, SpringerDordrecht, p 293–322. www. researchgate.net/publication/...tabaci.../79e4150caeb64c6e52.pdf.

Hunter, M.S., Woolley, J.B., 2001. Evolution andbehavioral ecology of heteronomous aphelinidparasitoids. Ann. Rev. Entomol. 46: 251–290.

Inayati, A. dan Marwoto. 2012. Pegaruh kombinasiaplikasi insektiida dan varietas unggul terhadapintensitas serangan kutu kebul dan hasil kedelai.

J. Penelitian Pertanian 31:13–21.Jones D.R. 2003. Plant viruses transmitted by

whitefly.European J. Plant Pathol. 109:195–219.Latheef, M.A., J.B. Carlton, I.W. Kirk, W.C.

Hoffmann. 2009. Aerial electrostatic-chargedsprays for deposition and efficacy against sweetpotato whitefly (Bemisia tabaci) on cotton, PestManag. Sci. 65: 744–752.

Leggett, J.E., 1993. Comparison of arthropodssampled from cultivars of upland and pima cot-ton with drip and furrow irrigation. Southwest.Entomol. 18: 37–43.

Luo, C., C.M. Jones, G. Devine, F. Zhang, I.Denholm, K. Gorman. 2010. Insecticide resistancein Bemisia tabaci biotype Q (Hemiptera: Aley-rodidae) from China, Crop Prot. 29: 429–434.

Manandhar, R., Cerruti R. R. Hooks, and M.G.Wright. 2009. Influence of Cover Crop and Inter-crop Systems on Bemisia argentifolli (Hemiptera:Aleyrodidae) Infestation and Associated SquashSilverleaf Disorder in Zucchini. Environ. Ento-mol. 38(2):442–449.

Manzano, M.R., J.C. van Lenteren and C. Cardona.2003. Influence of pesticide treatments on thedynamics of whiteflies and associated parasitoidsin snap bean fields. BioControl 48: 685–693.

Marwoto dan A. Inayati. 2012. Pengendalian KutuKebul B. tabaci Genn. Menggunakan KombinasiTanaman Penghalang dan Insektisida Kimia.Pros. Seminar Nasional Hasil Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Puslitbangtan:279–288.

Marwoto, E.Wahyuni dan K.E. Neering. 1991.Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian HamaKedelai Secara Terpadu. Monograf BalittanMalang. No 7. 39 hlm.

Marwoto. 2010. Teknologi Pengendalian hama kutukebul Bemisia tabaci pada produksi kedelai dilahan optimal untuk menekan kehilangan hasilsebesar 30%. Laporan Penelitian Balitkabi 2010.

Mckenzie C.L., G. Hodges, L.S. Osborne, F.J. Byrne,R.G. Shatters Jr. 2009. Distribution of Bemisiatabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) biotypes inFlorida—investigating the Q invasion. J Econ.Entomol. 102(2):670–676. doi: 10.1603/029.102.0227.

Moreau, T. 2010. Manipulating whitefly behaviorusing plant resistance, reduced risk spray, trapcrops and yellow sticky trap for improved controlfor sweet paper greenhouse crops. Thesis for Ph.D.in The Univ. of British Columbia. Vancouver. 114p.

Morin, S., M. Ghanim, M. Zeidan, H. Czosnek, M.nVerbeek, and Johannes F. J. M van den Heuvel.1999. A GroEL Homologue from EndosymbioticBacteria of the Whitefly Bemisia tabaci Is Impli-cated in the Circulative Transmission of Tomato

Page 12: KULTUR TEKNIS SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN HAMA …balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/01/bp_29... · Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul

INAYATI DAN MARWOTO: KULTUR TEKNIS, DASAR PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL PADA KEDELAI

25

Yellow Leaf Curl Virus. Virology 256: 75–84.Naranjo S.E. and P. C. Ellsworth. 2009. Fifty years

of the integrated control concept: moving themodel and implementation forward in Arizona.Pest Manag. Sci. 65:1267–1286.

Naranjo, S.E., S.J. Castle, P.J. Barro, and S.S.Liu. 2010. Population dynamics, demography,dispersal and spread of Bemisia tabaci. pp. 185–226 in P.A. Stansly and S.E. Naranjo, (eds.)Bemisia: Bionomics and management of a globalpest. Springer, New York, NY.

Oka, I.N., 2005. Pengendalian Hama Terpadu danImplementasinya di Indonesia. Cet. ketiga.Gadjah Mada Univ. Press. 254 hlm.

Okada, T., W. Tengkano dan T. Djuarso. 1988. AnOutline of Soybean Pest in Indonesia in Faunis-tic Aspects. Seminar Balittan Bogor, 6 Desember1988. 37 hlm.

Palumbo, J.C., A.R. Horowitzb, and N. Prabhakerc.2001. Insecticidal control and resistance manage-ment for Bemisia tabaci. Crop Prot. 20: 739–765.

Pedigo, L.P. 1996. Entomology and Pest Manage-ment. MacMillan. New York. 520 p.

Perring, T.M., 2001. The Bemisia tabaci species com-plex. Crop Protection 20: 725–737.

Saleh, N. dan S. Hardaningsih. 2007. Pengendalianpenyakit terpadu pada tanaman kedelai. Kedelai.Teknologi dan Pengembangan. Puslitbangtan.319–344.

Shadmany, M., D. Omar and R. Muhamad. 2013.First report of Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae) Byitype Q in Malaysia. FloridaEntom. 96(1): 280–282. DOI: http://dx.doi.org/10.1653/024.096.0147

Shatters, R.G.,Jr., C.A. Powell, L.M. Boykin, H.L.Sheng, and C.L. McKenzie. 2009. Improved DNAbarcoding method for Bemisia tabaci (Gennadius)and related Aleyrodidae: development of univer-sal and Bemisa tabaci biotype-specific mitochon-

drial cytochrome c oxidase I polymerase chainreaction primers. J. Econ. Entomol. 102: 950–758.

Srinivasan R., Yun-che Hsu, P. Kadirvel, and Mei-ying Lin. 2013. Analysis of Bemisia tabaci (Hemi-ptera: Aleyrodidae) Species Complex in Java, In-donesia Based on Mitochondrial Cytochrome Oxi-dase I Sequences. St. 96(3): 290–295.

Stansly P.A., and Eric T. Natwick. 2010. IntegratedSystems for Managing Bemisia tabaci in Pro-tected and Open Field Agriculture in P.A. Stansly,S.E. Naranjo (eds.), Bemisia: Bionomics andManagement of a Global Pest. 467 p.

Stansly, P.A., Schuster, D.J., 1990. Update onsweetpotato whiteûy.In: Stall, W.M. (Ed.). Proc.of the Florida Tomato Institute Vegetable CropsSpecial Series SS-VEC-001. IFAS, Univ. ofFlorida, Gainesville, p. 41–59.

Stern V.M., R.F. Smith., van den Bosch R, K.S.Hagen. 1959. The integrated control concept.Hilgardia. 29:81–101.

Tengkano, W., H. Okada, N. Nonci, M. Yasin, andD. Damayanti. 1991. Distribution of Bemisiatabaci Genn. In some soybean areas in Indone-sia. In Research Reviews: The Strengtehening ofPioneering Research for Palawija Crop Produc-tion Project (eds. G.K Untung & S. Nishimaya).Central Research Institute for Food Crops, Bogor:14–15.

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan HamaTerpadu (Edisi Kedua). Gajah Mada Univ. Press.348 hlm.

Valverde, R.A , Jeonggu Sima, and PongtharinLotrakul. 2004. Whitefly transmission of sweetpotato viruses.Virus Research 100: 123–128.

Zabel, A, B. Manojlovic, S. Stankovic, S. Rajkovicand M. Kostic.2001. Control of WhiteflyTrialeurodes vaporarium Westw. (homoptera,Aleyrodidae) on tomato by the new insecticideAcetamiprid. J. Pest Sci. 74: 52–56.