291
ABIDAH EL KHALIEQY lahir di Jombang, Jawa Timur. Setamat Madrasah Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah di Pesantren Putri Modern PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di Pesantren ini ia menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara penulis puisi Remaja Se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga ini menulis tesis  Komuditas Nilai Fisik Perempuan dalam Persfektif Hukum Islam (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1987-1988), Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI) Yogyakarta, 1988-1989. Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD (  Asia Pasific Forum on Women, Law And Development , 1988). Karya-karya penyair dan novelis yang bertinggal di kota budaya ini, telah dipublikasikan di berbagai media masa lokal maupun nasional, diantaranya The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Horizon, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Jawa Post, dan lain-lain. Serta dimaktubkan dalam berbagai buku antologi sastra, seperti: Kitab Sastra Indonesia, Angkatan Sastra 2000, Wanita Pengarang Indonesia, ASEANO: An Antolo gi of Poems Shoustheast Asia, Album Cyber Indonesia (Australia), Selendang Pelangi (antologi perempuan penyair Indonesia), Para Pembisik, Dokumen Jibril, Nyanyian Cinta dan lain-lain, juga dalam beberapa antologi sastra Festival Kesenian Yogyakarta; Sembilu Pagelaran, Embun Tajjali dan Ambang. Membacakan karya-karyanya di Taman Ismail Marzuki (1994 dan 2000). Mewakili Indonesia dalam ASEAN Writers Conferenc/Workshop Poetry  di Manila, Philipina (1995). Menjadi pendamping dalam Bengkel Kerja Penulisan Kreatif MASTERA (Majlis Sastra Asia Tenggara, 1997). Membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN (1998), Konferensi Perempuan Islam Se Asia-Fasifik dan Timur Tengah (1999). Mendapat Penghargaan Seni  dari Pemerintah DIY (1998). Mengikuti Program SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) di berbagai SMU di kota besar Indonesia (2000-2005). Menjadi pemenang dalam Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (2003). Dinobatkan sebagai salah satu tokoh muda “Anak Zaman Menerobos Batas” versi Majalah Syir’ah (2004). Menjadi pemakalah dalam Pertemuan Sastrawan Melayu-N usantara (2005). Dialog tentang Sastra, Agama dan Perempuan, bersama Camillia Gibs, di Kedutaan Kanada (2007). Membacakan karyanya dalam Internasional Literary Biennale (2007). Bukunya yang sudah terbit; Ibu ku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas Singgasana (2002) Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007), dan Nirzona (2008). Serta antologi cerpen dalam bentuk draft; Jalan Ke Sorga (2007) dan The Heavens Gulf (2008). KERAJAAN SUNYI Syair malamku ke Sinai aku menuju Tak terbayang kerinduan melaut tak terpermai kesunyian memagut Seperti bumi padang sahara haus dan lapar mengecap di bibir merengkuh mimpi saat madu terkepung lebah kekosongan dalam tetirah Padang padang membentang melahap tubuhku tanpa tulang dan kesana alamat kucari Kerajaan Sunyi 2000

Kumpulan Puisi Penyair Ternama

Embed Size (px)

Citation preview

ABIDAH EL KHALIEQY lahir di Jombang, Jawa Timur. Setamat Madrasah Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah di Pesantren Putri Modern PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di Pesantren ini ia menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara penulis puisi Remaja Se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga ini menulis tesis Komuditas Nilai Fisik Perempuan dalam Persfektif Hukum Islam (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1987-1988), Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI) Yogyakarta, 1988-1989. Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD (Asia Pasific Forum on Women, Law And Development, 1988).Karya-karya penyair dan novelis yang bertinggal di kota budaya ini, telah dipublikasikan di berbagai media masa lokal maupun nasional, diantaranya The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Horizon, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Jawa Post, dan lain-lain. Serta dimaktubkan dalam berbagai buku antologi sastra, seperti: Kitab Sastra Indonesia, Angkatan Sastra 2000, Wanita Pengarang Indonesia, ASEANO: An Antologi of Poems Shoustheast Asia, Album Cyber Indonesia (Australia), Selendang Pelangi (antologi perempuan penyair Indonesia), Para Pembisik, Dokumen Jibril, Nyanyian Cinta dan lain-lain, juga dalam beberapa antologi sastra Festival Kesenian Yogyakarta; Sembilu Pagelaran, Embun Tajjali dan Ambang. Membacakan karya-karyanya di Taman Ismail Marzuki (1994 dan 2000). Mewakili Indonesia dalam ASEAN Writers Conferenc/Workshop Poetry di Manila, Philipina (1995). Menjadi pendamping dalam Bengkel Kerja Penulisan Kreatif MASTERA (Majlis Sastra Asia Tenggara, 1997). Membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN (1998), Konferensi Perempuan Islam Se Asia-Fasifik dan Timur Tengah (1999). Mendapat Penghargaan Seni dari Pemerintah DIY (1998). Mengikuti Program SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) di berbagai SMU di kota besar Indonesia (2000-2005). Menjadi pemenang dalam Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (2003). Dinobatkan sebagai salah satu tokoh muda Anak Zaman Menerobos Batas versi Majalah Syirah (2004). Menjadi pemakalah dalam Pertemuan Sastrawan Melayu-Nusantara (2005). Dialog tentang Sastra, Agama dan Perempuan, bersama Camillia Gibs, di Kedutaan Kanada (2007). Membacakan karyanya dalam Internasional Literary Biennale (2007). Bukunya yang sudah terbit; Ibuku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas Singgasana (2002) Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007), dan Nirzona (2008). Serta antologi cerpen dalam bentuk draft; Jalan Ke Sorga (2007) dan The Heavens Gulf (2008).KERAJAAN SUNYISyair malamkuke Sinai aku menujuTak terbayang kerinduan melauttak terpermai kesunyian memagutSeperti bumi padang saharahaus dan lapar mengecap di bibirmerengkuh mimpi saat madu terkepung lebahkekosongan dalam tetirahPadang padang membentangmelahap tubuhku tanpa tulangdan kesana alamat kucariKerajaan Sunyi2000AKU HADIRAku perempuan yang menyeberangi zamanmembara tanganku menggenggam pusakasuara diammenyaksikan pertempuran memperanakkan tahtaraja raja memecahkan wajahsilsilah kekuasaanAku perempuan yang merakit titianmenabur lahar berapi di bukit sunyimembentangkan impian di ladang ladang matimusik gelisah dari kerak bumiAku perempuan yang hadir dan mengalirmembawa kemudipanji matahariAku perempuan yang kembalidan berkemas pergi1991

PEREMPUAN YANG IBUPerempuan yang ibu tak kan lahirdari rahim bumi belepotan lumpur dan nanahnurani berselubung cadar kegelapandan pekat bersama harapanterkaparPerempuan yang ibu lahirdari buaian cakrawaladari ukiran udara warna daun semestayang menyapa alam dengan bahasa mawaratau kebeningan telagaTak ada matahariluput dari jendela1990

IBUKU LAUT BERKOBARIbuku laut berkobargemuruhnya memanggil manggil namakudi bukir purnama pepujianberjalinan rindu memadatmenyala gelegak kasmaranyang terus meruahberkibar lembar gairahmengiring bulanku singgsanafitrahku kembali menghirup udaradari persekutuanembun baqa

Setetes cindramatamumengungguli istana seribu dewakuimani sudah

1989

SEKALI MATAHARIKUDI TITIK ZENIT

Sekali matahariku di titik zenithkabut memburai di pelupuk matatiupkan sang kala mengatom duniadi atas inti materidan dzat ruhkulangkahi serbuan yang lenyapserentak melesat dalam gemuruhtuntas dzikirkembali kosong

Nol berhamburantetirah dari Kekasih

1988HAWA (1)

Disepimu aku datangSebagai ratuMemberi puisi pada jiwa tawarmuKau ingin anggur atau badamTinggal bagaimana caramu bertanam

Sebagai ratuAku adalah Tribhuana TunggadewiAtau Shima di kalinggaYang memegang tongkat kuasaAtau wilayah negeriku

Tiap Hawa adalah ratuYang paham mahkota baruDan menyimpan asesori lamaSebagai benda klasik di rak pajangan belakaKIDUNG SIMALAKAMA

Aku berdiri di bawah khuldisaat senja menyamarseperti iblis tanpa diundangberbilah racun bersarung pedangmenusuk lambungkudi langit terang

Aku berdiri menangkar sunyi bumisendirimenerbangi titik niskalamenyusupkan jiwake puncak tahtacahaya Cinta

Tak ada waktu membayangmerekah dan mengaku kalahjengkal tanah selalu begitumenghisap semua bungasekaligus putiknya

Hawa menembang lagu merduserupa kidung simalakama

2003

INTA WAHDAH(Dikau Saja)

Hausku bukan Iqlima memeluk Qabilbukan pula CleopatraAphrodite atau Zulaikha

Cukup sudah cinta!Tak usai Hawa ngembaramenyelami airmatapohon apa bakal tumbuhjika Layla abadi komadi barak kumuh dan luka

Wahai Majnun di puncak resah!

Sudah kuhafal kata kata bijakhuruf batu dari kaum botaknamun kosa kata cintabaru ketemu kamusnyasaat matamu purnamadan subuh menderumemanggil ruh di tubuh

Dikaulah cuma, kidung dadali kuping tulikujuga ombak yang timbul tenggelambagai iman samudra jiwaku

Dan malam menggelombangkarna bintang berjumpaandi pangkuan kasih dan cintamendesirkan sukmasemilir jiwakubukan perempuan bukan lelakibukan budak atau tuanjika ingin menakarkukecuali mummi sedang menimbangdiri sendiri

Burung burung terbang tinggimenguntai tasbihlangit abadirindu rumah di syurga Rabiahasing dan sunyi

2005

PUISI-PUISI ABRAR YUSRASelasa, 11/02/2014 - 13:58 Sastra Seratus ...Lain-lain | Koleksi | Puisi | Abrar Yusra1970-ANLapar aku, aku lapar. Kumakan buah segala buahSegala padi segala ubiKumakan sayur segala sayur. Segala daun segala rumputKumakan ikan., Ketam. Udang. KerangKumakan kudaAyam. Sapi. Kambing. Babi. Tikus. BekicotAku lapar. Lapar lagi !Kumakan anginKumakan mimpiKumakan pilKumakan kumanKumakan tanahKumakan lautKumakan mesiuKumakan bomKumakan bulanDan bintang dan matahari !kumakan mimpimuRencanamuTangamnu. KakimuKepalamuAstaga. Kumakan tangankuDan kakiku. Dan kepalakuDan hah, kumakan kamu!HANYA SECERCAH CIUMANPandanglah kota dan matahari, simpang dan tiang-tiang iniDi mana pernah melintas bayanganmuPernah sekejap kita di siniMengiringkan waktuTiada sesuatu yang pasti. Berbahagialah menyusur jalanResah dari tempat demi tempatDan aku hanya bisa memberimu secercah ciumanYang hanya kita bisa nikmatSemoga sesudah kota dan matahari, simpang dan tiang-tiang iniEngkau pun bisa bertetap hatipada segala yang akan datangSelamat jalan, anak sayang !SENANDUNG TAK BERNAMA Apatah Dunia bagiku?Mungkin sebuah rumah untuk sebentar waktu.Atau mungkin suatu daerah pengembaraan asingTak ada rumahku, rumah kita.Kita baru bakal masuk ke sanaDan kebahagianku tiada lain selain mencintai rumah ini, mencintai kau penghuninya.Moga-moga aku betah terus di sini, sesampai waktuSedangkan penderitaanku adalah kecemasan seorang anak tersesat.Atau kecemasan pengembara yang menyandang kutukBerjalan dalam kabutentah ke Kampung Halaman, entah ke Tempat Buangan

PUISI-PUISI KH. MUSTOFA BISRI (GUS MUS)Rabu, 12/02/2014 - 23:55 Sastra Seratus ...Lain-lain | Koleksi | Puisi | KH. Mustofa Bisri | Gus MusSURABAYAJangan anggap mereka kalapjika mereka terjang senjata sekutu lengkapjangan dikira mereka nekatkarena mereka cuma berbekal semangatmelawan seteru yang hebatJangan sepelekan senjata di tangan merekaatau lengan yang mirip kerangkaTengoklah baja di dada merekaJangan remehkan sesobek kain di kepalatengoklah merah putih yang berkibardi hati merekadan dengar pekik merekaAllahu Akbar !

Dengarlah pekik merekaAllahu Akbar !Gaungnya menggelegarmengoyak langitSurabaya yang murkaAllahu Akbarmenggetarkan setiap yang mendengarSemua pun jadi kecilSemua pun tinggal seupilSemua menggigil.Surabaya,O, kota keberanianO, kota kebanggaanMana sorak-sorai takbirmuyang membakar nyali kezaliman ?mana pekik merdekamuYang menggeletarkan ketidakadilan ?mana arek-arekmu yang siapmenjadi tumbal kemerdekaandan harga dirimenjaga ibu pertiwidan anak-anak negeri.Ataukah kini semuanya ikut terbuailagu-lagu satu nadademi menjagakeselamatan dan kepuasandiri sendiriAllahu Akbar !Dulu Arek-arek Surabayatak ingin menyetrika Amerikamelinggis InggrisMenggada Belandamurka pada Gurkamereka hanya tak sukakezaliman yang angkuh merejalelamengotori persadamereka harus melawanmeski nyawa yang menjadi taruhankarena mereka memang pahlawanSurabayaDimanakah kau sembunyikanPahlawanku ?PUTRA-PUTRA IBU PERTIWIBagai wanita yang tak ber-ka-be sajaIbu pertiwi terus melahirkan putra-putranyaPahlawan-pahlawan bangsaDan patriot-patriot negara(Bunga-bungakalian mengenalnyaAtau hanya mencium semerbaknya)Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawananMerebut dan mempertahankan kemerdekaan(Beberapa kuntumdipetik bidadari sambil senyumMembawanya ke sorga tinggalkan harum)Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuanganTapi malang tak tahan godaan jadi bajingan(Beberapa kelopak bungadi tenung angin kalaBerubah jadi duri-duri mala)bagai wanita yang tak ber-ka-be sajaIbu pertiwi terus melahirkan putra-putranyaPahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa(di tamansaribunga-bunga dan duri-duriSama-sama diasuh mentari)Anehnya yang mati tak takut mati justru abadiYang hidup senang hidup kehilangan jiwa(mentari tertawa sedih memandang pedihDuri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)S O A LRakyat - (Penguasa + Pengusaha) : (Umara + Ulama) +(Legislatif - Eksekutif) + (Cendekiawan x Kiai) = ?(Mustofa Bisri 1993)NEGERIKUmana ada negeri sesubur negeriku?sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagungtapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedungperabot-perabot orang kaya diduniadan burung-burung indah piaraan merekaberasal dari hutankuikan-ikan pilihan yang mereka santapbermula dari lautkuemas dan perak perhiasan merekadigali dari tambangkuair bersih yang mereka minumbersumber dari keringatkumana ada negeri sekaya negeriku?majikan-majikan bangsakumemiliki buruh-buruh mancanegarabrankas-brankas ternama di mana-manamenyimpan harta-hartakunegeriku menumbuhkan konglomeratdan mengikis habis kaum melaratrata-rata pemimpin negerikudan handai taulannyaterkaya di duniamana ada negeri semakmur negerikupenganggur-penganggur diberi perumahangaji dan pensiun setiap bulanrakyat-rakyat kecil menyumbangnegara tanpa imbalanrampok-rampok dibri rekomendasidengan kop sakti instansimaling-maling diberi konsesitikus dan kucingdengan asyik berkolusi(Mustofa Bisri 1414)DI TAMAN PAHLAWANDi taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-bincang tentang keberanian dan perjuangan.Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangatperjuangan dan pembelaan kepada yangditinggalkanAtaukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan inisudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ?banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkandengan perasan malu dan sungkanTokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa merekakemari karena menyangka mereka juga pejuang-pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang duluterlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagahberani tanpa mengindahkan nurani.(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat merekalebih tertekan)Apakah ini yan namanya siksa kubur ?tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takaburTapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan iniakan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderangpenghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatanganwanita muda yang gagah perkasa ituDi atas, Marsinah yang berkerudung awan putihberselendang pelangi tersenyum manis sekali :maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkanuntuk menyingkapkan kebusukan dan membantu merekayang mencari muka.kalau sudah tak diperlukan lagibiarlah mereka menanamkannya di mana saja di persada inisebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti(1441)KELUHANTuhan, kami sangat sibuk.1410KITA SEMUA ASMUNI ATAWA ASMUNI CUMA SATU Kita semua AsmuniKita satu sama lainTidak lainAsmuni semuaAnak-anak AsmuniOrang-orang AsmuniTuan AsmuniRaden AsmuniBapak AsmuniKiai AsmuniPolitikus AsmuniPemikir AsmuniPembaru AsmuniKita semua AsmuniKita satu sama lainTidak lainAsmuniSayangAsmuni yang jujur cuma satuAsmuni yang menghiburCuma satu1988Dengan permohonan maaf dari Asmuni Andiweky dari Group Lawak SrimulatKALAU KAU SIBUK KAPAN KAU SEMPATKalau kau sibuk berteori sajaKapan kau sempat menikmati mempraktekkan teori?Kalau kau sibuk menikmati praktek teori sajaKapan kau memanfaatkannya?Kalau kau sibuk mencari penghidupan sajaKapan kau sempat menikmati hidup?Kalau kau sibuk menikmati hidup sajaKapan kau hidup?Kalau kau sibuk dengan kursimu sajaKapan kau sempat memikirkan pantatmu?Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu sajaKapan kau menyadari joroknya?Kalau kau sibuk membodohi orang sajaKapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu sajaKapan orang lain memanfaatkannya?Kalau kau sibuk pamer kepintaran sajaKapan kau sempat membuktikan kepintaranmu?Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu sajaKapan kau pintar?Kalau kau sibuk mencela orang lain sajaKapan kau sempat membuktikan cela-celanya?Kalau kau sibuk membuktikan cela orang sajaKapan kau menyadari celamu sendiri?Kalau kau sibuk bertikai sajaKapan kau sempat merenungi sebab pertikaian?Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian sajaKapan kau akan menyadari sia-sianya?Kalau kau sibuk bermain cinta sajaKapan kau sempat merenungi arti cinta?Kalau kau sibuk merenungi arti cinta sajaKapan kau bercinta?Kalau kau sibuk berkhutbah sajaKapan kau sempat menyadari kebijakan khutbah?Kalau kau sibuk dengan kebijakan khutbah sajaKapan kau akan mengamalkannya?Kalau kau sibuk berdzikir sajaKapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri?Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri sajaKapan kau kan mengenalnya?Kalau kau sibuk berbicara sajaKapan kau sempat memikirkan bicaramu?Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu sajaKapan kau mengerti arti bicara?Kalau kau sibuk mendendangkan puisi sajaKapan kau sempat berpuisi?Kalau kau sibuk berpuisi sajaKapan kau memuisi?(Kalau kau sibuk dengan kulit sajaKapan kau sempat menyentuh isinya?Kalau kau sibuk menyentuh isinya sajaKapan kau sampai intinya?Kalau kau sibuk dengan intinya sajaKapan kau memakrifati nya-nya?Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya sajaKapan kau bersatu denganNya?)Kalau kau sibuk bertanya sajaKapan kau mendengar jawaban!1987MULA-MULAMula-mula mereka beri aku namaLalu dengan nama ituMereka belenggu tangan dan kakiku1987IDENTITAS ATAWA AKU DALAM ANGKAnamaku mustofa bin bisri mustofalahir sebelum masa anak cukup 2sebagai anak ke 2 dari 9 bersaudararumah kami nomer 3 jalan muliatermasuk 1 dari 17 erte di desaleteh namanya 1 dari 34 desa di kecamatan kota 1 dari 14 kecamatan di kabubatenrembang namanya 1 dari 5 kabupatendi karesidenan pati 1 dari 6 karesidenan di propinsi jawa tengah 1 dari 27 propinsi di indonesia1 dari 6 negara-negara asean di asia 1 dari 5 benua di dunia 1 dari sekian kacang hijau di semesta.cukup jelaskah aku?1987ISTRIKUKalau istriku tidak kawin dengankuDia bukan istriku tentuAku kebetulan mencintainyaDiapun mencintaikuSeandainya pun aku tidak mencintainyaDan dia tidak mencintaiku pulaDia tetap istrikuKarena ia kawin denganku1987GURUKUKetika aku kecil dan menjadi muridnyaDialah di mataku orang terbesar dan terpintarKetika aku besar dan menjadi pintarKulihat dia begitu kecil dan luguAku menghargainya duluKarena tak tahu harga guruAtaukah kini aku tak tahuMenghargai guru?1987ORANG PENTINGOrang penting lain dengan orang lainDia beda karena pentingnyaBicaranya penting diamnya pentingKebijaksanaannya pentingNgawurnya pun pentingSemua yang ada padanya pentingSampai pun yang paling tidak pentingJika tak penting lagiDia sama dengan yang lain saja1987PUISI BALSEM DARI TUNISIADi festival puisi di negeri Abu NuwasKepalaku pening setiap hariDicekoki puisi-puisi mabok pujiPadahal aku tidak membawaPuisi-puisi balsemku yang manjur istimewaUntung seorang penyair TunisiaMunsif Al-Muzghany namanyaDi samping beberapa kumpulan puisinyaDia membawa puisi-puisi balsem juga rupanya(Puisi balsem cukup universal juga ternyata!)Satu di antaranya begini bunyinya:Ada seekor kambingNyelonong masuk gedung parlemenDan mengembikMaka tiba-tiba sajaMenggema di ruang terhormat ituPaduan suara : setujuuu!Peningku sejenak hilangTernyata puisi balsem TunisiaLumayan manjur jugaBaghdad (memang ditulis di Baghdad, tapi disebutkan di sini sambil bergaya), 27 November 1989NYANYIAN KEBEBASAN ATAWA BOLEH APA SAJAMerdeka!Ohoi, ucapkanlah lagi pelan-pelanMerdekaKau kan tahu nikmatnyaNyanyian kebebasan Ohoi,Lelaki boleh genit bermanja-manjaWanita boleh sengit bermain bolaAnak muda boleh berkhutbah dimana-manaOrang tua boleh berpacaran dimana sajaOhoi,Politikus boleh berlagak kiaiKiai boleh main film semau hatiIlmuwan boleh menggugat ayatGelandangan boleh mewakili rakyatOhoi,Dokter medis boleh membakar kemenyanDukun klenik boleh mengatur kesejahteraanSaudara sendiri boleh dimakiTuyul peri boleh dibaikiOhoi,Pengusaha boleh melacurPelacur boleh berusahaPembangunan boleh berjudiPenjudi boleh membangunOhoi,Yang kaya boleh mengabaikan saudaranyaYang miskin boleh menggadaikan segalanyaYang di atas boleh dijilat hingga mabukYang di bawah boleh diinjak hingga remukOhoi,Seniman boleh bersufi-sufiSufi boleh berseni-seniPenyair boleh berdzikir samawiMuballigh boleh berpuisi duniawiOhoi,Si anu boleh anuSiapa boleh apaMerdeka?1987PILIHANAntara kaya dan miskin tentu kau memilih miskinLihatlah kau seumur hidup tak pernah merasa kayaAntara hidup dan mati tentu kau memilih matiLihatlah kau seumur hidup mati-matian mempertahankan kematianAntara perang dan damai tentu kau memilih damaiLihatlah kau habiskan umurmu berperang demi perdamaianAntara beradab dan biadab tentu kau memilih beradabLihatlah kau habiskan umurmu menyembunyikan kebiadaban dalam peradabanAntara nafsu dan nurani tentu kau memilih nuraniLihatlah kau sampai menyimpannya rapi jauh dari kegalauan dunia iniAntara dunia dan akhirat tentu kau memilih akhiratLihatlah kau sampai menamakan amal-dunia sebagai amal akhiratAntara ini dan ituBenarkah kau memilih itu?1410/1989SUWUK KULHU SUNGSANGSato sampai sato matiJalma sampai jalma matiMaling sampai maling matiRampok sampai rampok matiTamak sampai tamak matiLalim sampai lalim matiTiran sampai tiran matiButa sampai buta matiHantu sampai hantu matiSetan sampai setan matiNiatbusuk sampai niatbusuk matiAtas pertolongan Pasti.1411SUWUK SOLIBINSolibin solimatBimat busipatLangitmu tanpa mendungLautku tanpa garamMendung bagiankuGaram bagianmuSolibin solimatBimat busipatPundakmu tanpa bebanBebanku tanpa pundakHakmu tanpa kewajibanKewajibanku tanpa hakSolibin solimatBimat busipatKaukemas keserakahan dalam amal kesalehanKukemas kecemasan dalam senyum kekalahanKaubungkus kebusukan dalam kafan suteraKubungkus kepedihan dalam dada membaraSolibin solimatBimat busipatKau keparat!1410SUWUK MANIKCEMARsang manikcemartelah tergenggam tangannyawamurunduk tundukmerunduktunduk rundukmenundukmerundukmenunduktundukrundukterbentuk!tengkukmu pakubengkoklututmu sikusikugagukakukakugagutak tidaktak taktak tidak tak taktak tak tak tidaktak tidak tak takgagukakukakugagukaku semuagagu semuasemua ya ya ya ya sajayayaya yayaya yayaya sajayayayayayaya sajalaa ilaha illallah muhammadur rasuulullah1410KEPADA PENYAIRBrentilah menyanyi sendutak menentutentang gunung-gunung dan batumega-mega dan awan kelabutentang bulan yang gagudan wanita yang bernafsuBrentilah bersembunyidalam simbol-simbol banciBrentilah menganyam-anyam mayamengindah-indahkan cintamembesar-besarkan rinduBrentilah menyia-nyiakan dayamemburu orgasme dengan tangan keluBrentilah menjelajah lembah-lembahdengan angan-angan tanpa arahTengoklah kanan-kirimuLihatlah kelemahan di mana-manamembuat lelap dan kalap siapa sajaLihatlah kekalapan dan kelelapan merajalelamembabat segalanyaLihatlah segalanya semena-menamengkroyok dan membiarkan nurani tak berdayaBangunlahAsahlah huruf-hurufmuCelupkan baris-baris sajakmudalam cahya dzikir dan doaLalu tembakkan kebenaranDan biarlah Maha Benaryang menghajar kepongahan gelapdengan mahacahyaNya1414MAJU TAK GENTARMaju tak gentarMembela yang mungkarMaju tak gentarHak orang diserangMaju tak gentarPasti kita menang!1993INPUT DAN OUTPUTDi mesjid-mesjid dan majlis-majlis taklimberton-ton huruf dan kata-kata muliatanpa kemasan dituang-suapkandari mulut-mulut mesin yang dinginke kuping-kuping logam yang terbakaruntuk ditumpahkan ketika keluar.Di kamar-kamar dan ruang-ruang rumahberhektar-hektar layar kehidupan matidengan kemas luhur ditayang-sumpalkanmelalui mata-mata yang letihke benak-benak seng berkaratuntuk dibawa-bawa sampai sekarat.Di kantor-kantor dan markas-markasbertimbun-timbun arsip kebijaksanaan anehdengan map-map agung dikirim-salurkanmelalui kepala-kepala plastikke segala pejuru urat nadiuntuk diserap sampai mati.Di majalah-majalah dan koran-koranberkilo-kilo berita dan opini Tuhandengan disain nafsu dimuntah-jejalkanmelalui kolom-kolom rapike ruang-ruang kosong tengkorakorang-orang tua dan anak-anak.Di hotel-hotel dan tempat hiburanberonggok-onggok daging dan virusdengan bungkus sutera disodor-suguhkanmelalui saluran-saluran resmike berbagai pribadi dan instansiuntuk dinikmati dengan penuh gengsiDi jalan-jalan dan di kendaraan-kendaraanberbarel-barel bensin dan darahdengan pipa-pipa kemajuan ditumpah-ruahkanmelalui pori-pori kejantananke tangki-tangki penampung nyawauntuk menghidupkan sesal dan kecewa1415PAHLAWANLahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.TIKUSmemanen tanpa menanammerompak tanpa jejakkabur tanpa buntutbau tanpa kentut1414ORANG KECIL ORANG BESARSuatu hari yang cerahDi dalam rumah yang gerahSeorang anak yang luguSedang diwejang ayah-ibunya yang luguAyahnya berkata:Anakku,Kau sudah pernah menjadi anak kecilJanganlah kau nanti menjadi orang kecil!Orang kecil kecil peranannyaKecil perolehannya, tambah si ibuYa, lanjut ayahnyaOrang kecil sangat kecil bagiannyaAnak kecil masih mendinganRengeknya didengarkanSuaranya diperhitungkanOrang kecil tak boleh memperdengarkan rengekanSuaranya tak suara.Sang ibu ikut wanti-wanti:Betul, jangan sekali-kali jadi orang kecilOrang kecil jika jujur ditipuJika menipu dijurJika bekerja digangguinJika mengganggu dikerjain.Ayah dan ibu berganti-ganti menasehati:Ingat, jangan sampai jadi orang kecilOrang kecil jika ikhlas diperasJika diam ditikamJika protes dikentesJika usil dibedil.Orang kecil jika hidup dipersoalkanJika mati tak dipersoalkan.Lebih baik jadilah orang besarBagiannya selalu besar.Orang besar jujur-tak jujur makmurBenar-tak benar dibenarkanLalim-tak lalim dibiarkan.Orang besar boleh bicara semaunyaOrang kecil paling jauh dibicarakan saja.Orang kecil jujur dibilang tololOrang besar tolol dibilang jujurOrang kecil berani dikata kurangajarOrang besar kurangajar dikata berani.Orang kecil mempertahankan hakdisebut pembikin onarOrang besar merampas hakdisebut pendekar.Si anak terus diam tak berkata-kataNamun dalam dirinya bertanya-tanya:Anak kecil bisa menjadi besarTapi mungkinkah orang kecilMenjadi orang besar?Besoknya entah sampai kapansi anak terus mencoret-coretdinding kalbunya sendiri:O r a n g k e c i l ? ? ?O r a n g b e s a r ! ! !1993ANDAIKATAandaikata kupunyatak hanyalengan lunglaitempat kita meletakkan kalahandaikata kupunyatak hanyapangkuan landaitempat kita merebahkan resahandaikata kupunyatak hanyadada lukatempat kita menyandarkan dukaandaikata kupunyatak hanyatangan kelutempat kita menggenggam piluandaikata kupunyatak hanyakata-kata dustapenyeka airmataandaikata kupunyatak hanyatelinga rentapenampung deritaandaikatakupunyatak hanyaandaikata1414IBUIbuKaulah gua teduhtempatku bertapa bersamamusekian lamaKaulah kawahdari mana aku meluncur dengan perkasaKaulah bumiyang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan nestapaGunung yang menjaga mimpikusiang dan malamMata air yang tak brenti mengalirmembasahi dahagakuTelaga tempatku bermainberenang dan menyelamKaulah, ibu, langit dan lautyang menjaga lurus horisonkuKaulah, ibu, mentari dan rembulanyang mengawal perjalanankumencari jejak sorgadi telapak kakimu(TuhanAku bersaksiIbuku telah melaksanakan amanatMumenyampaikan kasihsayangMumaka kasihilah ibukuseperti Kau mengasihikekasih-kekasihMuAmin).1414NASIHAT RAMADLAN BUAT A. MUSTOFA BISRIMustofa,Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakanRamadlan bulan ampunan apakah hanya menirukan Nabiatau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah yangmenggerakkan lidahmu begitu.Mustofa,Ramadlah adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanyauntukNya dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNyakepadamu. Semua yang khusus untukNya khusus untukmu.Mustofa,Ramadlan adalah bulanNya yang Ia serahkan padamu dan bulanmuserahkanlah semata-mata padaNya. Bersucilah untukNya. BersalatlahuntukNya. Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiriuntukNya.Sucikan kelaminmu. Berpuasalah.Sucikan tanganmu. Berpuasalah.Sucikan mulutmu. Berpuasalah.Sucikan hidungmu. Berpuasalah.Sucikan wajahmu. Berpuasalah.Sucikan matamu. Berpuasalah.Sucikan telingamu. Berpuasalah.Sucikan rambutmu. Berpuasalah.Sucikan kepalamu. Berpuasalah.Sucikan kakimu. Berpuasalah.Sucikan tubuhmu.Berpuasalah.Sucikan hatimu.Sucikan pikiranmu.Berpuasalah.Sucikandirimu.Mustofa,Bukan perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yangmengingatkan kedlaifan dan melembutkan rasa.Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penungguatau perebut kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahansedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahuhasrat dikekang untuk apa dan siapa.Puasakan kelaminmuuntuk memuasi RidlaPuasakan tanganmuuntuk menerima KurniaPuasakan mulutmuuntuk merasai FirmanPuasakan hidungmuuntuk menghirup WangiPuasakan wajahmuuntuk menghadap KeelokanPuasakan matamuuntuk menatap CahayaPuasakan telingamuuntuk menangkap MerduPuasakan rambutmuuntuk menyerap BelaiPuasakan kepalamuuntuk menekan SujudPuasakan kakkmuuntuk menapak SirathPuasakan tubuhmuuntuk meresapi RahmatPuasakan hatimuuntuk menikmati HakikatPuasakan pikiranmuuntuk menyakini KebenaranPuasakan dirimuuntuk menghayati Hidup.Tidak.Puasakanhasratmuhanya untukHadliratNya!Mustofa,Ramadlan bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau telahmerasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.Tapi bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkiankeserakahan ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat daricomberan hatimu?Mustofa,inilah bulan baik saat baik untuk kerjabakti membersihkan hati.Mustofa,Inilah bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimuyang secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyikau puja selama ini.Atau akan kau lewatkan lagi kesempatan iniseperti Ramadlan-ramadlan yang lalu.Rembang, Syaban 1413YA RASULALLAHaku ingin seperti santri berbaju putihyang tiba-tiba datang menghadapmududuk menyentuhkan kedua telapak tangannya di atas paha-pahamu muliamulalu aku akan bertanya ya rasulallahtentang islamkuya rasulallahtentang imankuya rasulallahtentang ihsankuya rasulallahmulut dan hatiku bersaksitiada tuhan selain allahdan engkau ya rasul utusan allahtapi kusembah juga diriku astaghfirullahdan risalahmu hanya kubaca bagai sejarahya rasulallahsetiap saat jasadku salatsetiap kali tubuhku bersimpuhdiriku jua yang kuingatsetiap saat kubaca salawatsetiap kali tak lupa kubaca salamassalamualaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuhsalam kepadamu wahai nabi juga rahmat dan berkat allahtapi tak pernah kusadari apakah di hadapankukau menjawab salamkubahkan apakah aku menyalamimuya rasulallahragaku berpuasadan jiwaku kulepas bagai kudaya rasulallahsekali-kali kubayar zakat dengan niatdapat balasan kontan dan berlipatya rasulallahaku pernah naik hajisambil menaikkan gengsiya rasulallah, sudah islamkah aku?ya rasulallahaku percaya allah dan sifat-sifatnyaaku percaya malaikatpercaya kitab-kitab sucinyapercaya nabi-nabi utusannyaaku percaya akheratpercaya qadla-kadarnyaseperti yang kucatatdan kuhafal dari ustadtapi aku tak tahuseberapa besar itu mempengaruhi lakukuya rasulallah, sudah imankah aku?ya rasulallahsetiap kudengar panggilanaku menghadap allahtapi apakah ia menjumpaikusedang wajah dan hatiku tak menentuya rasulallah, dapatkah aku berihsan?ya rasulallahkuingin menatap meski sekejabwajahmu yang elok mengerlapsetelah sekian lama mataku hanya menangkap gelapya rasulallahkuingin mereguk senyummu yang segarsetelah dahaga di padang kehidupan hambarhampir membuatku terkaparya rasulallahmeski secercah, teteskan padakucahyamubuat bekalku sekali lagimenghampirinya1414SAJAK CINTAcintaku kepadamu belum pernah ada contohnyacinta romeo kepada juliet, si majnun qais kepada lailabelum apa-apatemu-pisah kita lebih bermaknadibanding temu-pisah yusuf dan zulaikharindu-dendam kita melebihi rindu dendam adam hawaaku adalah ombak samuderamuyang lari-datang bagimuhujan yang berkilat dan berguruh mendungmuaku adalah wangi bungamuluka berdarah-darah durimusemilir sampai badai anginmuaku adalah kicau burungmukabut puncak gunungmutuah tenungmuaku adalah titik-titik hurufmuhuruf-huruf katamukata-kata maknamuaku adalah sinar silau panasdan bayang-bayang hangat mentarimubumi pasrah langitmuaku adalah jasad ruhmufayakun kunmuaku adalah a-k-uk-a-umuRembang, 30.9.1995NEGERIKUNegeriku telah menguning1415DALAM TAHIATdalam tahiatkulihat wajahmu berkelebatke mana gerangan kau berangkat?berhentilah sesaatberi aku kesempatan munajatatau sekedar menatap isyaratsebelum nafsuku menghentikan salat1415DOA RASULULLAH SAWYa Allah ya TuhankuAmpunanMu lebih kuharapkandaripada amalkurahmatMu lebih luasdaripada dosakuYa Allah ya TuhankuBila aku tak pantasmencapai rahmatMuRahmatMu pantas mencapaikuKarena rahmatMu mencapai apa sajaDan aku termasuk apa sajaYa Arhamarrahimun!1415RASANYA BARU KEMARIN(Versi V)RasanyaBaru kemarin Bung Karno dan Bung HattaAtas nama kita menyiarkan dengan seksamaKemerdekaan kita di hadapan dunia. RasanyaGaung pekik merdeka kitaMasih memantul-mantul tidak hanyaDari mulut-mulut para jurkam PDI saja. RasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad lamanyaPelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang muliaSudah banyak yang tiada. Penerus-penerusnyaSudah banyak yang berkuasa atau berusahaTokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsaSudah banyak yang turun tahtaTaruna-taruna sudah banyak yang jadiPetinggi negeriMahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasiSudah banyak yang jadi menteriRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad lamanyaTokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang komaTokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenamRasanyaBaru kemarinLetkol Suharto sudah menjadiSesepuh negara-negara sahabatWartawan Harmoko sudah menjadiPengatur suara rakyatWaperdam Subandrio sudah hidup kembaliMenjadi pelajaran bagi setiap penguasaEngkoh Eddy Tanzil sudah tak berkolusi lagiMenjadi renungan bagi setiap pengusahaIbu Dewi sudah kembaliMenjadi penglipurBuldozer Amir Mahmud kiniSudah tergusurOom Liem dan kawan-kawanSudah menjadi dewa-dewa kemakmuranBang Zainuddin dan rekan-rekanSudah menjadi hiburanPak Domo yang mengerikanSudah berubah menggelikanBang Ali yang menentukanSudah berubah mengasihankanGenduk Megawati yang gemulaiSudah menjadi pemimpin partaiIsmail Hasan Metarium yang santaiSudah menjadi politisi piawaiGusti Mangkubumi di YogyaSudah menjadi raja dan ketua golongan karyaGus Shohib yang sepuluh anaknyaSudah menjadi pahlawan keluarga berencana(Hari ini ingin rasanyaAku bertanya kepada mereka semuaBagaimana rasanyaMerdeka?)RasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad kitaMerdekaJenderal Nasution dan Jenderal Yusuf yang pernah jayaSudah menjadi tuna karyaAli Murtopo dan Sudjono Humardani yang saktiSudah lama matiPak Umar dan pak Darmono yang berdaulatSudah kembali menjadi rakyatPak Mitro dan pak Beni yang perkasaSudah tak lagi punya kuasaRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad kitaMerdekaKiai Ali dan Gus Yusuf yang agamawanSudah menjadi priyayiDanarto dan Umar Kayam yang senimanSudah menjadi kiaiGus Dur dan Cak Nur yang pintarSudah berkali-kali mengganti kacamataRendra dan Emha yang nakalSudah berkali-kali mengganti ceritaGoenawan sudah terpojok kesepianArief Budiman sudah berdemonstrasi sendirianRomo Mangun sudah terbakar habis rambutnyaTardji sudah menjalar-jalar janggutnya(Hari ini ingin rasanyaAku bertanya kepada mereka semuaSudahkah kalianBenar-benar merdeka?)RasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad lamanyaNegara sudah semakin kuatRakyat sudah semakin terdaulatRasanyaBaru kemarinPejuang Marsinah sudah berkali-kaliKuburnya digali tanpa perkaranya terbongkarPreman-preman sejati sudah berkali-kaliDiselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakarRasanyaBaru kemarinBanyak orang pandai sudah semakin linglungBanyak orang bodoh sudah semakin bingungBanyak orang kaya sudah semakin kekuranganBanyak orang miskin sudah semakin kecuranganRasanyaBaru kemarinBanyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabatBanyak pejabat sudah semakin erat dengankonglomeratBanyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umatBanyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat(Hari ini ingin rasanyaAku bertanya kepada mereka semuaSudahkah kalian benar-benar merdeka?)RasanyaBaru kemarinPembangunan ekonomi kita sudah sedemikian lajuSemakin jauh meninggalkan pembangunan akhlakyang tak kunjung majuAnak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnyaBapak-bapak kita sudah semakin besar perutnyaRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad kita merdekaKemajuan sudah menyeret dan menguraiPelukan kasih banyak ibu-bapaDari anak-anak kandung merekaKemakmuran duniawi sudah menutup mataBanyak saudara terhadap saudaranyaDaging sudah lebih tinggi harganyaDibanding ruh dan jiwaTanda gambar sudah lebih besar pengaruhnyaDari bendera merah putih dan lambang garudaRasanyaBaru kemarinPadahal sudah setengah abad kita merdekaPahlawan-pahlawan idola bangsaSeperti Pangeran DiponegoroImam Bonjol, dan SisingamangarajaSudah dikalahkan oleh Kesatria BajaHitam dan Kura-kura NinjaRasanyaBaru kemarinOrangtuaku sudah pergi bertapaAnak-anakku sudah pergi berkelanaKakakku sudah menjadi politikusAku sendiri sudah menjadi tikus(Hari ini setelah setengah abad merdekaIngin rasanya aku mengajak kembaliMereka semua yang kucintaMensyukuri lebih dalam lagiRahmat kemerdekaan iniDengan meretas belenggu tiraniDiri sendiriBagi merahmati sesama)RasanyaBaru kemarinTernyataSudah setengah abad kitaMerdeka(Ingin rasanyaAku sekali lagi menguak angkasaDengan pekik yang lebih perkasa:Merdeka!)11 Agustus 1995TENTANG K.H. A. MUSTOFA BISRIK.H. A. Mustofa Bisri atau biasa dipanggil Gus Mus, lahir 10 Agustus 1944, putra dari KH. Bisri Mustofa, ulama dari Rembang. Masa kecil dan remaja dihabiskan di lingkungan pesantren. Tercatat pernah nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Krapyak Yogyakarta dan Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang, kemudian melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Kairo. Saat ini, beliau menjadi pengasuh di Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang. Karya tulisnya banyak tersebar di media massa dan dibukukan, mengupas masalah keislaman, politik, sosial, budaya. Gus Mus telah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi, antara lain: (1). Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem, (2). Tadarus, Antologi Puisi, (3). Mutiara-mutiara Benjol, (4). Pahlawan dan Tikus, (5). Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa), (6). Rubaiyat Angin dan Rumput, (7). Wekwekwek.

PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M.Selasa, 11/02/2014 - 13:52 Sastra Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Abdul Hadi WMLAGU DALAM HUJANMerdunya dan merdunyaSuara hujanGempita pohon-pohonanMenerima serakanSayap-sayap burungMerdunya dan merdunyaSeakan busukan akar pohonanMenggema dan segar kembaliSeakan busukan daungladiolaMenyanyi dalam langsai-langsai pelangi biruMemintas-mintas cuacaMerdunya dan merdunyaNasib yang bergerakJiwa yang bertempurGempita bumiMenerima hembusanSayap-sayap kataYa, seakan merdunya suara hujanYang telah menjadi kebiasaan alamBergerak atau bergolak dan bangkitBerubah dan berpindah dalam pendaran warna-warniMelintas dan melewat dalam dingin dan panasMerdunya dan merdunyaMerdu yang tiada bosan-bosannyaMelulung dan tiada kembaliSeakan-akan memijar api1970AMSAL SEEKOR KUCINGSelalu tak dapat kulihat kau dengan jelasPadahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadarHanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursiBahkan langkah-langkah kehidupan menuju matiBiarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkanbertemu bagai dua mulut yang lagi berciumanDan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohonMenginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan1975

LA CONDITION HUMAINEDi dalam hutan nenek moyangkuAku hanya sebatang pohon mangga-- tidak berbuah tidak berdaun Ayahku berkata, Tanah tempat kau tumbuhMemang tak subur, nak! sambil makanbuah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnyaDan kadang malam-malamtanpa sepengetahuan istrikuaku pun mencuri dan makan buah-buahandari pohon anakku yang belum masak1975

LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANASLaut tidur. Langit basahSeakan dalam kolam awan berenangPada siapakah menyanyi gerimis malam iniDan angin masih saja berembus, walau sendiriDan kita hampir jauh berjalan:Kita tak tahu ke mana pulang malam iniAtau barangkali hanya dua pasang sepatu kitaBergegas dalam kabut, topiku mengeluhLalu jatuhAtau kata-kata yang tak pernahsebebas tubuhKetika terbujur cakrawala itu kembalidan kita serasa sampai, kita lupaGerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruhDi kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh1974WINTER, IOWA 1974langit sisik yang serbuk, matahari yang rabunmenarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupumenarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurunmenarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku1974RAMA-RAMArama-rama, aku ingin rasamu yang hangatmeraba cahayaterbanglah jangan ke bunga, tapi ke lautmenjelmalah kembang di karangrama-rama, aku ingin rasamu yang hangatdi rambutmu jari-jari matahari yang dinginkadang mengembuni mata, kadang pikiranmelimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat1974DINI HARI MUSIM SEMIAku ingin bangun dini hari, melihat fajar putihmemecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih ituyang menyelinap dalam semak-semak salju terakhirninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanyasebelum matahari memasang kaca berkilauanTapi antara gelap dan terang, ada dan tiadaWaktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dululalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyutmasih abadi seperti hari kemarin yang mengibaharus memakan beratus-ratus masa lampaukuBAYANG-BAYANGMungkin kau tak harus kabur, selabayang-bayangmuyang menjauh dan menghindardari terang lampuIa selalu menjauh dan menghindardari terang lampuIa selalu mondar mandirmencari-cari bentuk dan namanyayang tak pernah ada1974DALAM GELAPDalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggudi sebuah tempatMereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakatmengha-dapi terang yang kurang baik perangainyaKarena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geserkan dirinya dan ruang untuk menipu terangDan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil menciptakan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar terang1974MAUT DAN WAKTUKata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumahmenyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suaramerdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanyaTidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh membujukmumemberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi daningin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fanamengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang1974AKU BERIKANAku berikan seutas rambut padamu untuk kenangantapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepalaIni musim panas atau bahkan tengah musim panaslangkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang beratMengapa jejak selalu nyaring menjelang sampaidaun-daun kering risik di pohon ingin berdentumanke air selokan yang deraslangkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang beratAku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakartapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lenganIni musim atau akhir musim panas aku tak tahuBurung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamuMaka kujadikan hari esokku rumahTapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa1974MALAM TELUKMalam di telukmenyuruk ke kelamBulan yang tinggal rusukpadam keabuanRatusan gagakBerteriakTerbang menuju kotaAkankah nelayan kembali dari pelayaran panjangYang sia-sia? Dan kembaliDengan wajah masaiSebelum akhirnya badaimengatup pantai?Muara sempitDan kapal-kapal menyingkir pergiDan gonggong anjingMencari sisa sepiAku berjalan pada tepiPada batasMencariTak ada pelaut bisa datangDan nelayan bisa kembaliAku terhempas di batu karangDan luka diri1971KADANGKadang begitu seringnyaciuman letih pada bibirmumenghabiskan tetes demi tetes airmatanya sendiridan kenangan lain yang lebih sedih mekar karenanyaDaging bagai retasan-retasan arang oleh apitapi toh seakan abadiDan mereka yang menganggapnya tak abadikarena cemas akan cintanya sendiriBegitu diambilnya langkah: Ia seperti setangkai apiPada sehelai kertas yang baru dituliskanSeseorang atau entah rangkulan yang menggetarkanmengambil getaran itu lagidan aku adalah getaran itu sendiri1971SEHABIS HUJAN KECILRetakan hujan yang tadi jatuh, berkilauPada kelopak kembang yang memerahAntara batu-batu hening merenungi air kolamAngin bercakap-cakap, sehelai daun terperanjat dan lepas1972GERIMISISeribu gerimis menuliskan kemarau di jendelaBasah langit yang sampai melepaskan senjaBersama gemuruh yang dilemparkan jarum jam, kata-katabermimpilah bunga-bunga menyusun kenangannyadari percakapan terik dan hamaKau toreh bibirnya yang merkah, kata hamaDan kuhisap isi jantungnya yang masih merahIIKenapa ia tak terkulaiDan masih bertahan jugaDan bersenyum pada suryayang mengunyah-ngunyah airmatanyaIIIUntukku ingar itu pun senantiasa menyuratAtau mimpiTapi angin masih saja menggigilMendesakkan pagoIVTuhan, kau hanya kabar dari keluhVBurung-burung punasing di sanakarena jarak dan bahasa1971NYANYIAN KABUTKabut biru semata. Biru. Ada cahaya berisikhelaan angin, lalu percakapanKunamakan senandungmu lengang, udaraBerangkat cuaca malam dan ke mana kata-kataDan dalam kabut bisik-bisikmu jelagaKadang kudengarkan itu sengau yang lepasdari laringnya, kadang kudengarkan itulembar-lembar jatuh dari kenangannyaKadang kudengarkan itudoa shalat sebelum sujud diselesaikanDan seseorang bangun bagikumenyalakan lampu sebelum malam1971EPISODEOmbak-ombak ini tidak perih, tidak engganmerendam ketam-ketam, sinar keongPun tidak percuma menungging awamyang kadang kala murung dekat pencakarLentera-lentera kapal yang merah keabuankadang seperti mata kanak-kanakyang melahirkan dongengan (malammenyebrangi selat dan) melemparkanbiji-biji anggrek di sanaDan kadang: antara kelam, tidur aku!Perahu-perahu yang dulu membawamu itudalam pelayaran panjang dan telah balik lagidengan layar-layar dari dukaku yang pulangenggan1973LAUTDan aku pun memandang ke laut yang bangkit ke arahkuselalu kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncahdan selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malammenyanyikan yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-katalaut menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahanselamat pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanyasuaranya kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di ubun-ubundan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning keperak-perakandan alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karangdan burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang lupaselamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawakemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta kami pun terdiamkami pun diam oleh tulang belulang kami dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkamkalau maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air mata kamiatau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di antara kamiyang paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?Tapi laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit ke arahkulaut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke batu-batu karangandai di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petanglaut tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam katakudan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan jatuh ke cakrawala senjabegitulah tak ada sebenarnya kami tawakan dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:aku cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang mengucapkannya1973KUSEBUTKusebut kata-kata engganmu detik jamGemersik berat dihela jarumnyaSenandungmu mengalun bagai desau angin ributjatuh ke pelimbahan air perlahan-lahanKabut yang senantiasa berjkalan dari dinding ke dindingmembalik-balik beribu percakapandan didapatkannya nama-nama asing yang tak ada orangnyaKabut yang mengatakan sebuah lukaYang meluas dan mengendap jadi palung di dadadan palung itu mengisap jantung kitaDan malam yang senantiasa berdiri di luarberdiri berjaga mendengarkan yang bakal tak sampaiDan bayang-bayang terangnya di bawah lampubernyanyi gelisah melalui gang yang satu ke gang yang lainnya1973CINTA Cinta serupa lautselalu ia terikat pada arusSetiap kali ombak bertarungSeperti tutur kata dalam hatimuSebelum mendapat bibir yang mengucapkanyaAngin kencang datang dari jiwaAir berpusar dan gelombang naikMemukul hati kita yang telanjangDan menyelimutinya dengan kegelapanSebab keinginan begitu kuatUntuk menangkap cahayaMaka kesunyianpun pecahDan yang tersembunyi menjelmaKau disampingkuAku disampingmuKata -kata adalah jembatanTapi yang mempertemukanAdalah kalbu yang saling memandangMIMPI Aneh, tiap mimpi membuka kelopak mimpi yang lain,berlapis-lapis mimpi,tiada dinding dan tirai akhir,hingga kau semakin jauh dan semakin dalamtersembunyi dalam ratusan tirai rahasiamembiarkan aku asing pada wujudhampa dan wajah sendiri.Kudatangi kemudian pintu-pintu awan, nadi-nadicahaya dan kegelapan, rimba sepi dan kejadian-- di jalan-jalannya,di gedung-gedungnya kucari sosok bayangkuyang hilang dalam kegaduhan.Tetap, yang fana mengulangi kesombongan dan keangkuhannyadan berkemas pergi entah ke mana gelisah,asing memasuki rumah sendiri menjejakkan kaki,bergumul benda-benda ganjil yang tak pernah dikenal,menulis sajak, menemukan mimpi yang lain lagi berlapis-lapis mimpi,tiada dinding akhir sebelum menjumpai-Mu.(1981-1992)KETIKA MASIH BOCAH Ketika masih bocah, rumahku di tepi lautBila pagi pulang dari perjalanan jauhnyaMenghalau malam dan bayang-bayangnya, setiap kaliKulihat matahari menghamburkan sinarnyaSeraya menertawakan gelombangYang hilir mudik di antara kekosonganSebab itu aku selalu riangBermendung atau berawan, udara tetap terangSetiap butir pasir buku pelajaran bagikuKusaksikan semesta di dalamDan keluasan mendekapku seperti seorang ibuBatang kayu untuk perahu masih lembut tapi kuatKuhadapkan senantiasa jendelaku ke wajah kebebasanAku tak tahu mengapa aku tak takut pada bahayaDuri dan kepedihan kukenalMelalui kakiku sendiri yang telanjangArus begitu akrab dengankuSelalu ada tempat bernaung jika udara panasDan angin bertiup kencangTak banyak yang mesti dicemaskanOleh hati yang selalu terjagaPulau begitu luas dan jalan lebarSeperti kepercayaanDan kukenal tangan pengasih TuhanSeperti kukenal getaran yang bangkitDi hatiku sendiriKEMBALI TAK ADA SAHUTAN DI SANA Kembali tak ada sahutan di sanaRuang itu bisu sejak lama dan kami gedor terus pintu-pintunyaHingga runtuh dan berderak menimpa tahun-tahunpenuh kebohongan dan teror yang tak henti-hentinyaHingga kami tak bisa tinggal lagi di sana memerah keputusasaan dan cuacaDemikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itu dan mulai bercerai-beraiLari dari kehancuran yang satu ke kehancuran lainnyaBertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan adaDari generasi ke generasiMenenggelamkan rumah sendiri ribut tak henti-hentiHingga kautanyakan lagi padakuPenduduk negeri damai macam apa kami iniraja-raja datang dan pergi seperti sambaran kilat dan apiDan kami bangun kota kami dari beribu mati.Tinggi gedung-gedungnya di atas jurang dan tumpukan belulangDan yang takut mendirikan menara sendiri membusuk bersama sepiDemikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itudan matahari 'kan lama terbit lagiDOA UNTUK INDONESIA Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan liarNegeri ombakLaut yang diacuhkan musafirkarena tak tahu kapan badai keluar dari eramanNegeri batu karang yang permai, kapal-kapal menjauhkan diriNegeri burung-burung gagak\Yang bertelur dan bersarang di muara sungaiUnggas-unggas sebagai datang dan pergiTapi entah untuk apaNelayan-nelayan tak tahuAku impikan sebuah tambang laogamLangit di atasnya menyemburkan asapDan menciptakan awan yang jenakaBagai di badut dalam sandiwaraDengan cangklong besar dan ocehanBatuk-batuk kerasSeorang wartawan bisa berkata : IndonesiaAdalahberita-berita yang ditulisDalam bahasa yang kacauDalam huruf-huruf yang coklat mudaDan undur dari bacaan mataDi manakah ia kausimpan dalam dokumntasi dunia ?Kincir-kincir angin ituSeperti sayap-sayap merpati yang penyapDan menyebarkan lelap ke mana-manaSebagai pupuk bagi udaranyaLihat sungai-sungainya, hutan-hutannya dan sawah-sawahnyaRatusan gerobag melintasi jembatan yang belum selesai kaubikinKota-kotanya bertempat di sudut belakang peta duniaNegeri ular sawahNegeri ilalang-ilalang liar yang memang dibiarkan tumbuh suburTumpukan jerami basahMinyak tanahnya disimpan dalamkayu-kakyu api bertumpukDan bisa kau jadikan itu sebagai api unggunUntuk persta-pesta barbarIndonesia adalah buku yang sedang dikarangUntuk tidak dibaca dan untuk tidak diterbitkanDi kantor penerimaan tenaga kerjaOrang-orang sebagai deretan gerbong keretaYang mengepulakan asap dan debu dari kaki dan keningnyaDan mulutnya terngangaTatkala bencana mendamprat perutnyaBerapa hutangmu di bank ? Di kantor penenaman modal asing ?Di dekat jembatantuamalaikat-malaikat yang celakaMelagu panjangDan lagunya tidak berarti apa-apaDan akan pergi ke mana hewan-hewan malam yangterbang jauhAkan menjenguk gua mana, akan berteduh di rimba raya mana ?Ratusan gagak berisik menuju kotaMenjalin keribuan di alun-alun, di tiap tikungan jalanPuluhan orang bergembiraDi atas bayangan mayat yang berjalanMemasuki toko dan pasarDi mana dipamerkan barang-barang kerajinan perakDan emas tiruanIndonesia adalah kantor penampungan para pengangguryang atapnya bocor dan administrasinya kacauDijaga oleh anjing-anjing yang malas dan mengantukIndonesia adalah sebuah kamusYang perbendaharaan kata-katanya ruwetDibolak-balik, digeletakkan, diambil lagi, dibaca, dibolak-balikSampai mata menjadi bengkakKata kerja, kata seru, kata bilangan, kata benda, kata ulang,kata sifatKata sambung dan kata mejemuk masuk ke dalam mimpimuDi mana kamus itu kau pergunakan di sekolah-sekolah dunia ?Di manakah kamus itu kaujual di pasaran dunia ?Berisik lagi, berisiklagi :Gerbong-gerbong keretamembawa penumpang yang penuh sesakdan orang-orang itu pada memandang ke sorgaDengan matanya yang putus asa dan berkilat :Tuhanku, mengapa kaubiarkan ular-ular yang lapar iniMelata di bumi merusaki hutan-hutanDan kebun-kebunmu yang indah permaiMengapa kaubiarkan mereka .Negeri ombakBadai mengeram di telukUnggas-unggas bagai datang dan pergiTapi entah untuk apaNelayan-nelayan tak tahu1971DALAM PASANG Dan pasang apalagikah yang akan mengenyahkan kita, kegaduhan apa lagi?Sekarat dan terbakar sudah kita oleh tahun-tahun penuh pertikaian,ketakutan dan perang saudaraTerpelanting dari kebuntuan yang satu ke kebuntuan lainnyaTapi tetap saja kita membisu atau berserakanMenunggu ketakpastianTelah mereka hancurkan rumah harapan kitaTelah mereka campakkan jendela keluh dan ratap kitaHingga tak ada yang mesti kuceritakan padamu lagitentang laut itu di sana, yang naik dan menarik ketenteraman ke tepiKecuali serpih matahari dalam genggam kesia-siaan iniyang bisa menghanguskan kota ini lagi- Raja-raja dan kediaman mereka yang bertangan besiKecuali segala bual dan pidato kumal yang berapi-apiAntara kepedihan bila kesengsaraan dan lapar tak tertahankan lagiKita adalah penduduk negeri yang penuh kesempatan dan mimpiTapi tak pernah lagi punya kesempatan dan mimpiKita adalah penduduk negeri yang penuh pemimpinTapi tak seorang pun kita temukan dapat memimpinKita....BARAT DAN TIMUR Barat dan Timur adalah guruku Muslim, Hindu, Kristen, Buddha,Pengikut Zen dan TaoSemua adalah gurukuKupelajari dari semua orang saleh dan pemberaniRahasia cinta, rahasia bara menjadi api menyalaDan tikar sembahyang sebagai pelana menuju arasy-NyaYa, semua adalah gurukuIbrahim, Musa, Daud, Lao Tze Buddha, Zarathustra,Socrates, Isa Almasih Serta Muhammad RasulullahTapi hanya di masjid aku berkhidmatWalau jejak-NyaKujumpai di mana-mana.SAJAK SAMARAda yang memisah kita, jam dinding iniada yang mengisah kita, bumi bisik-bisik iniada. Tapi tak ada kucium wangi kainmu sebelum pergitak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri1967MADURAAngin pelan-pelan bertiup di pelabuhan kecil ituketika tiba, dengan langit, pohon, terik, kapaldan sampan yang tenggelam di pintu cakrawalaSelamat pagi tanah kelahiranSebab aku tak menghitung untuk ke berapa kaliKapan saat menebal pada waktuSebab aku tahu yang paling berat adalah rinduSangsi selalu melagukan hasrat dan impian-impianDan adakah yang lebih nikmat daripada bersahabatdengan alam, dengan tanah kelahiran, dandengan kerja serta dengan kehidupan?Aku akan mengatakan, tapi tidak untuk yang penghabisan:Ketenangan Selat Kamaladalah ketenangan hatikumembuang pikiran dangkalyang mengganggu sajakkukurangkul tubuh alamseperti mula kelahiran Adamsedang sesudah mengembarabaiklah kita rahasiakandari perjalanan iniaku membawa timbun puisibahwa aku selalu asyik mencariketeduhan mimpikebiruan Selat Kamaladalah kebiruan sajakkudan terasa hidup makin kekalsesudah memusnah rindubertemu segala milik dan hakdalam cinta dan sajaknoktah-noktah berdebu di bersihkandi kedua tangankuberi pula salam sayupkepada pantai yang berbatas pasirdan langit yang mulai reduppada waktu sajak lahirKedangkalan Sungai Sampangadalah kedangkalan hatikumenimbang hidup terlalu gamangdan di situ ketergesaan mengganggudan terlalu tamakdengan kesempurnaandengan sesuatu yang bukan hakdengan kejemuantetapi sekali saat tiba jugapada suatu tempattanpa petunjuk siapa-siapaasal kita bersempatmengerti juga kenapa kiambangbertaut sepanjang sungaidengan belukar dan kembang-kembangsebelum kita sampai ke dasar dan muaranyaDiamnya Sungai Sampangadalah diamnya sajakkusekali waktu banjir datangsekali waktu airnya birudan bertetap tujuanke suatu muarayang berasal dari suatu daerah pegununganuntuk sumber pertamaKerendahan Bukit Payudanadalah kerendahan hatikumenerima nasib dalam kehidupandi atas kedua bahusesekali pernah kitatidak tahu tentang kelahirandan bertakut menjadi tuakarena ancaman kematianKeramahan Bukit Payudanadalah keramahan sajakkuuntuk mengerti kepastianyang lebih keras dari batusesekali pernah kitatidak tahu ke mana mengembarakemudian muncul kembali di tanah kesayangandengan kehampaan di tangantak seorang menyambut datangtak seorang menanti pulangtak seorang menerima lapangatau membacakan tembang-tembangdan kesia-siaan beginiakan selalu kualaminamun tak selalu kusesalisebab kubenam sebelum jadiKeterpencilan desa Pasongsonganadalah keterpencilan hatikusebelum memulai perjalananke jauh kota dan pulautapi keabadian lautnya kinitelah mengembalikan cintakutanah yang pernah tersia sebelum dimengertidan ditinggalkan rasa kebanggaankudan sebagai anak manusiasekali aku minta istirah mengembaraberhenti membuat puisi yang menderadan berhenti memikat dara-darasebab di sinilah tumpahnyadarah kita pertamadan terakhir berhentinyamengaliri nadinya1967FRAGMENBelumkah ada lindap sebelumkau kembali ke kamaryang suram dan kutandai musik beku?Bayangan itu jadi gerimisdan meleleh di kebon rumah yang gelapAku jadi garang pada malam seperti itudan ingin kukecup bibirmu semutlak mungkinseperti juga hujan di padang-padangdengan ringkik kuda yang memburu mega terbitRampungkan sepimu dan matangkan dagingmusampai jadi lengkap perjalanan kita nantipelancongan menuju dunia tanpa penyesalanhingga pada suatu hari nantiaku tak lagi bermimpitentang gua di rimba perburuan itu1971TUHAN, KITA BEGITU DEKATTuhan,Kita begitu dekatSebagai api dengan panasAku panas dalam apimuTuhan,Kita begitu dekatSeperti kain dengan kapasAku kapas dalam kainmuTuhan,Kita begitu dekatSeperti angin dan arahnyaKita begitu dekatDalam gelapkini aku nyaladalam lampu padammu1976SAJAK PUTIHKita telah menjadi sekedar kenanganlembaran asing pada buku harianseperti tak pernah kautuliskanperistiwa ituBunga-bunga sudah bergugurantangkai dan kelopaknyaPohon-pohon keringDan jendela jadi kusamSeperti senja bakal tenggelamDan Titi telah semakin tuameninggalkan masa kanak-kanaknyaSeakan cairan lilinyang mengentaljadi malamDan masa-masa cintamuhanyalah onggokanpuntung rokokdi lantaiyang dinginDan dengan pot-pot bungabetapa asingnyaKita1971EXODUSMenyandang beban sunyi ini di siniMenyandang beban salib ini di siniMenyandang kehilanganYang seakanGenderang mainan dipukul ombakDi antara teluk dan pasir pantaiSerta senja yang menutup dinding laut iniKau mencariJejak nelayanNyiur tidak mendesir dan pelabuhanSudah jarang dikunjungi kapal-kapalMenyandang sepi ini di siniMenyandang kesal pikiran dan kekacauan iniMenyandang mainanYang diberai ombak, senja, teluk dan pasir hitamSeakan pecahan batu karang pada pantai yang legamKau mencariJejak nelayanNyiur tidak mendesir dan pelabuhanSudah jarang dikunjungi pelautBurung-burung pantai pergi, senja pergiTinggal genderang mainan iniBerbunyi dan berbunyi jugaDan betapa dekatnya sekarangHari haus dan lapar kitaBetapa dekatnya1970MEDITASIItulah bidadari Cina itu, dengan seekor kilindan menyeret kainnya basah: menggigil dalam kuil(daun-daun salam berguguran dan di berandamasih terdengar suara hujan, hujan pasir) Iamenunjukkan yin-yang yang kabur di atas pintudan di mataku terasa hembusan angin yang merabunkan(lihatlah, ujarmu, ia mengajak kita ke tempat sepidi mana berdiri sebuah makam kaisar yang matidalam pertempuran merebut kota dari desa) Anginberlarian menghamburkan bau-bauan dari tanganperempuan-perempuan yang wangi dan kedinginandi atas gapura yin-yang yang mulai memuat lumutdengan tulisan-tulisan tua yang tak terbaca sudah(langit adalah bayang-bayang, kau menyesaltelah memimpikannya; dan di sebelahnyaberdiri gedung, beribu sungai dan tebing gunungyang terbuat dari batu, anggur dan lempungyang kini menampakkan bintang kemukus yang panjang)Itulah bidadari Cina itu dan mendekat ke arahmumemandang dinding dan bertelanjang di sofa, tapi tak mengerti(ia membeku jadi arca, waktu tentara kaisar mulaimembangun kota di langit) dan beribu mantramemenuhi telinganya yang tuli1972ANGIN: MENDESIR LAGIAngin; mendesir lagiHampir mengantukAda sepiBerbisik di dahan-dahan pohonLagi tahu, gerimis turunDi luar kamar yang tembagaDi luar rongga kataEngkau gemetar karena musimCemas dalam kataDan tahu: ada yang tiadaBangkit di jendelaDan mungkin: senja1968BAHKANBahkan jarum jam pun hanya mengulangandai detiknya bukan kejemuan, kau tangkapkeluh bumi seperti anak yang tak habis berharapdan mata kecilnya yang gelisahmemandang laut hanya dunia garam dan ikan-ikanBayang-bayangmu jugayang susut karena lampu di pelupukmu padamLebih menjemukan dari rembang petangTapi berangkatlah!Di seberang gelombang mungkin udara terang1976ANAKAnak ingin menangkap gelombangrambutnya memutih seketikaIa mengerti laut dalamtapi tak tahu di mana suaranya terpendamKetika angin berhembusbahkan dahan-dahan pun diamKetika air surutbahkan pasang pun tak karamKetika tidur merenggutdi langit tak sebutir bintang1975GNOTI SEAUTONManusia bebas, ruhnya bagaifirman Tuhan, embun dalam cuaca putihmencucinyaManusia bebas, ruhnya berjalanke tempat-tempat jauh dan menemui para nabi dan orang suciDi muka laut, ditemuinya batu karangdan awan burukManusia bebas, ruhnya bagairantai emas yang dibelenggu matahari dan waktuDi tengah alam yang sempit: Nasibmenyesak jantung dan tenggorokandan menimbulkan batuk dan dahak kotordi tengah alam yang sempit: Kitamencari puncak kenikmatanManusia bebas, ruhnya mencaribayang-bayang Tuhangambar binatangperwujudan dewa-dewayang putus asaDi gerbang kuil besar:Ruh terbang dan tidak kembali1969IN MEMORIAM AMIR HAMZAHKeranjang itu masih menatap. Tahun mau berbungaTapi langit berangkat kemarau di jendelaTanganmu: Mulut yang mengucapkan kebenaran ombakTapi pendayung-pendayung datang terlambatKita jenguk ke air. Obor itu menyalakan malamAngin itu angin kita. Tapi tak menghembus sampai senja lain tiba.1976BATIMURUNG ITubuhmu membuat air di jeram ini berterjunanlagilebih gemuruh kini melemparkan rusukkuke tebing-tebing gunungAku terbangunseperti kupu dari pompongnyaPerihkarena kelahiranTapi sumber-sumber yang kutemukandari sanalah kata memancurkan sajak dan mantraLadang-ladang yang kau gemburkankutanam di sana segala jenis padi dan buah-buahanPenat kini kupikul hasil panennyaberupa rindu dan cintaberupa gelisah dan lukaSeperti lama dulukupapar lagi jiwaku dalam madu di atas bara1977

KAU BUKAN PERAWAN SUCI YANG TERSEDU: saras Aku tak sedang menyulamkenanganAtau menyeberangkanmuke musim yang semiTanamlah jarum sulamkuMenjadi semak berdaun duriSebelum bandul pendulum ituMenjemputmu,bayanganmuMenjemput semua yang luputdari matamuAku tak sedang memintal tangismujadi nasib baikRoda pemintal telah kuistirahatkanKau bukan SaraswatiYang menggugurkan helai-helai terataidi tangan kirinyaBukan juga perawan suciyang terseduTuhan tak akan berkata di telingamuKarena angsa-angsa pergiMeninggalkan rebab, genitri, dankeropak meragu, jugatangkai teratai yang layuJogja, 2005KERIKIL BERJATUHAN DARI LANGIT : tsabit kalam banuaTiba-tibaKerikil berjatuhan dari langitMenjelma hujan yangmembangunkan tidurmuLalu kau memanjat jendelaMengintip halaman perlahanMengintip hujan, pohon-pohon kedinginandan ayunan basahBunda, jangan ribut.Hujannya sedang berubah jadi kerikil.Bisikmu dengan mata yang kau sipitkanSambil menarik ibumu ke kamar tidurDi luar,Hujan menghapus malamMenyesatkan malaikat dalam gelapDan bocah kecilku lelapDengan kerikil-kerikil berjatuhandalam mimpinyaJogja, 2004-2005GANDUM-GANDUM RANUMApa jadinyaBila gandum-gandum yang hampir ranumdi ladangMenangis kesepianKaena nyaring bunyi senapan mesinKarena mayat serdadu tua itudilihatnya mengangaSekotak coklat, belum dibagikanSebungkus rokok, masih tersegel rapiDan setumpuk kartu posyang belum sempat dibalasAku belum mau mati.Kuambil kotak coklat itudan kugenggamDan segera lelehSeperti sayap bidadariyang hilangjadi sebaris cahayaAnganku terbangMenggantung,melayangSaat anak-anak kecil murungMenyamar jadi peri kesedihanjadi peri masa laluyang kehilangan bayanganPeri kecil berwajah sedihBidadari mungil tak bersayapDan cahaya bintang yang murungHangus terbakar cuaca,remuk jadi arang hitamSeperti lelehan coklatdi tangankuMayat serdadu tua itumasih mengangaAku letih.Tapi istirahku belum usaidi pangkal penghabisan.Apa jadinyaBila gandum-gandum yang hampir ranumdi ladangMenangis kesepianTapi waktu mengingatkanku padasebuah tugu batu tanpa namaDi sisi ladang gandumkian menguningDenpasar, 2002PUISIMenyeberangi sebaris puisiSeperti melewati sebuah tamanAku jadi bangku, dancahaya matahariserupa waktuSeseorang akan datangmembaca ulangSesat ke ujung malamAtau menemui terangfajar terakhirSeseorang akan datangdan duduk di bangkuMenulis sebuah pesanAtau membisikkannya perlahanBukan kepada angintapi pada semestaPuisi mungkin miripkeluh anjingkuSamar, sekaligus nyataDenpasar, 2001IMPERMANENCEPuisi beterbangan jauh ke langitKian tak terjangkau lengankuMeski warna-warna melambungkan nyawakuTanda-tanda kembali menjatuhkan hujanjuga akuKita selalu menyepi dalam diriDi kota yang selalu gegas dengan bunyiJerat apakah yang tuhan nyatakan untukkuSesat apakah yang tuhan nyanyikan padakuIni kotak pandora yang dititipkan MinervaPeti berukiran cahaya kata-kataMantra-mantra luruh menyentuh cahayaDan puisiPuisi-puisi pergi menjauh dengan gaduhBersama nujuman yang ranum oleh waktuSiapa yang berani menitah kuasa waktuBermain-main dengan kesementaraan waktuTukang tenun yang ditenung ituMelilitku dengan benang-benang hitamMenghimpitku tanpa celah arahAku tak melihat anak panahmenuju pintu-pintu cahayaAku menyerahSejenak menapaki jalan menuju rumahBurung-burung menderukan anginMenderukanmu yang sekarat dan hampir matiAku membaca perangai riangmuMengiangkan igau-igau kesakitanDi senyum alis matamuDan akuAku tak mampu berlariAku tak dapat lagi menjangkau puisiJogja, 2012ULUWATUEmbun-embun di tepi daunmenetes pelanmenangis bagai gerimisakhir senjaliar kupu-kupu putihyang mulaimenyeberangi musimmengubah senjajadi malam curamkupu-kupu putihsayap-sayap letihyang kecilkaki para dedari yang mungiltercermin pada kaca pecahseperti langkahmumendaki tangga batulangkah kakimu ringanseringan kaki kupu-kupu putihyang menggantung layangpada bulantunggulah hingga kupu-kupuberanak pinakranting lalang kering yang murungjatuh ditelan anginyang perlahan hilanghanya bintang remangsaat sayup kudengarrancak tari kecakdari tebing pantai Uluwatudalam damaiyang tak pernah usaiDenpasar, 2001RUMAH LEBAHSebab tanda selamatSelalu bernaung di bawah puisiAku ziarah ke rumah lebahTempat setiap kata keramatRedam dan terendam dalam-dalamBekukan tintaKarena kata muncul di bibir jugaMendendang lengang pokok dan cabangDinding-dinding rebahAngin telah menerobos rumahMelewati seribu lubang dan celah-celahMengepung lalu menggiring kitaKepada puisi dan makam kataBantul, 2008MAKAM KECILTerbaring di sisimakam kecil, adikku.Aku terbayang pohon natalCemara penuh cahayadan boneka para serdadu tergantung terayun bisuKertas-kertas emasBuah-buah kayuBerdesakan di rantingTerbaring di sisidipan mungil, adikku.Aku ingat, mata biruRambut putih, wajah periSenyum bidadari yang sunyiKamar tidur kecil, diayun anganTerbaring di sisi, makam kecil, adikkuDenpasar, 2000SARI GADING, YAJNA SEPASANG NELAYANICemasku terbit sudahKetika kugiring waktu terakhirsebelum pasir menjeritkantangismu yang pertama(Kecemasan ibuYang tak dapat kau lihatdi wajah perempuan mana pun)Aku terdiamMemandang hampa semestadan jagat rayaKarena keheningan aku percaya adalah teman paling kekalOmbak yang tenangadalah pertemuan dingindi batas nasibPerjumpaan akrab pesisiryang dibelai lembut buihdan tiupan anginPergulatan yang menyimpan guruhAntara pusaran air di dasar lautdengan pijakan bumiSaling tahan, saling gerusSaling beradu kesunyianIIAku bumitak pernah miskin gelisahKau langittak juga padamkan gundahKita sama-sama ringsutmengadu hidupdengan patahan kataSegalanya tak bersuara(kecuali alam yang terus bekerja)Napas sendiri terdengarserupa sengal anjing yang merontadalam ikatanDegup yang hidup di dadaseolah karangretak dilebur gelombangsepanjang malamLalu lewat udara kita menanya maknaLewat udara kita susun dongengtentang putri kecilYang akan dimimpikan anak-anak kecildi setiap dengkurnyaDan ranggasan daun-daun keringdi musim hujanDengan sendirinyaMenggenapi kisah panjangyang sesat di lautanSepanjang umurLaut tak pernah sempurna, sayangkuLaut yang jernihtempat kita akan berpulangIIIOm, sembah ing anatha tinghalana de tri loka saranawahyadhyatmika sembahinghulun i jong tan hana wanehsang lwir agni sakeng tahen kadi minak sakeng dadi kitasang saksat metu yan hana wwang amuter tutur pinahayuTakdir tergurat, anakkuDengan saudara tuamu, sang ari-ariKubeli bubur merah putih,empuk-empuk, pisang sabasunggar dan sebuah tabung bambuyang berisi air,juga sebilah sisirLalu karena kasihKuserahkan ikhlasSekecup hidupku,hidupmupada Hyang Agungdan Dewa DewiIni yajna yang tak terganti sepanjang umurdi sisa hari yang murungMeski tanganku tak bisa mengusap kulitmuAir susu tak akan tumpahmemerahkan wajahatau ngalir memasuki jantungmuDan mulut tak sempat melantun tembang pucungjuga pesan hidup yang tersirat di kidung suciuntuk pengantar tidurmuIVPantai yang keruhpasir yang lusuhKaukah pilu yang menjelma suratan burukAku datang dengan beribu keluSari Gading namakuPerempuan yang lahir sebagai kurbandan menjelma pohon gebangyang setia mencumbu bumiPersembahan bagi kau nelayan, sepertimuLalu sempurnalah hidupmuLanjutkan kembaramulewat sepenggal kisah bagi ritus lautDengan peninggalanku(Wasiat tanda sujud pada ayah ibuyang membuatku mencium aroma pantai)Angkat sauh, layarkan perahuHaturkan sesaji, dan lafalkan mantraBiar jiwaku menyambangi kalianLewat sebilah harap meski pengap Yogya, 2007Puisi ini terinspirasi cerita dari Bali berjudul Sari GadingCatatan:1. Yajna (baca: yadnya, bhs sanskerta): persembahan, kurban2. Adalah sebuah kidung yang termuat dalam Kekawin Arjunawiwaha, artinyaOm, sembah hamba yang hina semoga dilihat oleh Beliau yang menguasai tiga duniaLahir bathin sembah hamba ke hadapan kakiMu tiada lainBagaikan api di dalam kayu, bagaikan minyak di dalam santanYang akan nyata tampak bila ada orang yang membawa pikiran/pengetahun ke jalan yang benar3. Pucung: adalah salah satu jenis tembang di Bali dengan gu laghu 4u 8u 6a 8i 4u - 8a EMPAT BURUNG DALAM DONGENG TIDURMU(1)Malaikat terseduTiga pendeta sangsiBerulang menimbangmawas diri:adakah kematianjadi jalan paling sucimeski dosa tak pernah luputmenghampiri diri?Ini harus dilaluiBukankah tiap kematianmemikul satu kelahiran baru(2)Kota makin bisingBukan karena ringkik kudaAtau rintih sapipenarik pedatiAku terbangun dalam keramaianYang enggan memaknai hariDengan menghirup dalam-dalam napasKota pun menangisi kematiannyaTentang musim yang tak pernah jelasnampakTulisan-tulisan tak terbacaBanyak cerita tak diceritakanRaib di tangan para rahibSeolah disucikanDipenggal aruswaktu ke waktuMenghanyutkan katahingga kuburnyaLadang adalah tempat istirahMenjelma makamPenghabisan nama-namadi hari yang murung: akankah peri-perimemberi sihiryang membuat tanahjadi hijau?Lalu kembalilah padakudari hidup yang teraniayaSaat bulan gemetar di kejauhanSetiap ceritamenjelma pulau-pulau kecildan laut yang mengitarinya(3)Langit jernihBidadari pagi sibukMembunuh satu demi satu bintangdan kilau murungnyaDetik-detik bertaludiburu biru waktuOrang-orang menabuh sunyiLalu pergilah merekaEmpat burung denganempat benih padi berwarna(4)Aturan-aturan tak mesti dipatuhiBadai mengubahnya lebih indahdari segala arah anginMemukul-mukul bebatuanDengan tangannyayang bernama ketiadaanRetaklah batu,Seperti bulat mata mereka yang pucatTerbanglah kalianDara, Kuteh dan TitiranTerbang jauh dalam mimpiSebelum mimpi buruk mengejarKita yang berpulangMenjelang malamMembawa keluh yang selalu sama tentang puisi Gelegak rindu ingatanpada lahir kataHijau rahim kata-kata(5)Inilah kami, DewiTiga burung, dantiga benih padi berwarnaMatahari langsat dengan ronanyaMungkin tubuh jadi gumpal getirDan amis kental darahmeruahMenggembur tanahSembunyikan kamiLewat benih-benih ini, DewiDengan sihir di keempat tanganmuBiar tualang usai tanpa rupa(6)Aku gelisahDengan tinta yang makin bekuMenuliskan sekian perjalananEntah untuk kali yang keberapaHidup cuma hitam-putihKita, bidak-bidak caturTercenungMemikirkan jalan nasibsendiri-sendiriLalu padamkan doadan ayat-ayat suci(meski tak selalu sia-sia)Tuhan yang kosong: adakah Iasemesta yang selalu hampa?Jogja, 2007Puisi ini terinspirasi kisah dari Bali berjudul Empat Burung Pembawa Empat Bijih Padi Berwarna.MALAM NATALTiap tiba adventAku tanya bintang: adakah perabuan terakhiruntuk jasadku?Misa dan puasatak juga selesaiLalu orang-orang melantunkaneleginya sendiriBayangkanPerang-perang, yanglewat sekejapPeluru-peluru menyayat kulittak sengajaMusim mengering, cuaca lukaBunga-bunga menutup kelopaknyaMeneteskan wangi yang tersisadan menguap di udaraSebelum sampai di tanah yang merahpasrah karena anyir darah: adakah perabuan terakhiruntukku?Sedang mayat-mayatmasih pulas tidurDengkur tertiup angin yang layuDan bisikan bisu: tak ada lagi tempatuntukmuJogja, 2004ZIARAH SUNYIapa kau percayamalaikat yang melindungikuadalah arwah kakek nenekyang lama kurindukanapa kau percayaperi yang menemanikuadalah ruh anjing hitamyang menjaga masa kecilkini aku terdiamketika orang-orang tak lagi percayapada malaikat, peri-peridan kilau sayapnya: aku terbuangJogja, 2006TENTANG KOMANG IRA PUSPITANINGSIHKomang Ira Puspitaningsih lahir di Denpasar, 31 Mei 1986. Puisi dan cerpennya pernah dimuat di beberapa media massa, al: Bali Post, Kompas, Koran Tempo, Jurnal Puisi, Pikiran Rakyat, Padang Ekspres. Beberapa kali memenangkan atau menjadi nominasi dalam lomba penulisan puisi. Puisinya juga terhimpun dalam beberapa antologi bersama, al. 100 puisi terbaik Indonesia versi Pena Kencana 2008 dan 60 puisi terbaik Indonesia versi Pena Kencana 2009. Sepertinya, Kau Bukan Perawan Suci yang Tersedu adalah antologi puisi tunggalnya yang pertama.

PUISI-PUISI DIAN HARTATISelasa, 11/02/2014 - 23:43 Sastra Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Dian HartatiKALENDER LUNARmencermati bulangerak putar yang tak pernah didugatibatiba purnamakau selalu berceritatentang malam dan serigalamanusia dan petakasesuatu yang bernama kaladi setiap bentukan bulankau memandang langit mahabintangtibatiba gerhanaSudutBumi, 7 Agustus 2009MATA ORANG PESISIRaku bertemu mereka, serombongan anak mudadatang dari tempat tak terdugaramaimemainkan musik jiwapar amparan paser poterampak naong camara odangadu asre mabunga atee setthina neng senengan*tibatiba tubuhku ingin bergerakirama apa initanganku terbawa arus, terbawa ceritaterpasung katakata yang tak kumengertialunan perkusiaku bertemu orangorang pesisirmatamata itu berceritatentang nelayanpatroli kampungrangkuman nyanyian alammata itu membaramengenlkan padaku akan sebuah iramapatrolimusik orangorang pesisirpar amparan paser poterampak naong camara odangadu asre mabunga atee setthina neng senengan*aku bertemu mereka di sebuah kota, berjabat tanganmata itu memercikkan sahajakeramahan para pendatangSudutBumi, 7 Agustus 2009* Lirik lagu Pantai Lombang yang dibawakan ole le Gung Mozaik Perkusi, kelompok musi dari Legung Timur, Kecamatan Batang-batang, Sumenep, Madura.TARU MENYAN1/embun masih mengental di truyansayupsayup terdengar kulkulteraturmembawa isyarattung tung tungsebuah berita disampaikan anginsiapakah adik kecil yang matihingga alam begini suramtak ada yang tahu jejak usia2/orangorang berkumpulmembawa perkakasmenyiapkan upacarabanjar ramai dan truyan menjadi putihdigiring ruparupa sesaji3/langkahlangkah begitu layutaru menyan yang ditujumencapai sema mudakuburan bagi jasad yang selalu utuhdiawetkan waktuSudutBumi, 20 Februari 2009PATENGAN buat: Acep Zamzam Noorkedatanganku disambut gigil batudi antara perahu pekat halimun juga sepiaku mencari titik beradamuduapuluhenam tahun yang lalugerak rumputan menceritakan kisah rengganis dan ki santang membawa kidung gugur daun mencipta riak di sehampar kebun tehmasih samar kurasakan tempatmuudara mencipta beku di separuh tubuhdi sinikah kau berdiri menghitung lagu jiwa,di sinikah kau anyam benangbenang kecintaan?langkahlangkah itu terpatribetapa luas jangkauanmumenuju pulau sasakatempat bertemunya dua hati peraduan di suatu kisahsepi melingkup saat ini di patengangemuruh angin memecah wajahmupohonan melindapkan kuasaakhaku dipeluk hangat kabut: sendiriSudutBumi, 5 Juni 2006MANIK DARI PUGUNG RAHARJO merinduimu ketika malam jadi sempurnamenjejak jalan menuju bukitbukit dan pohonanlereng dan kemilau carnalimadalah sebuah pertemuan di juring harapanundakan pundenakarakar kenangan saling membelitmengisahkan jambat hangkiratsi pahit lidahjuga kisah tentang anak dalamkemilau sampai di kemilingekskavasi tiada akhirketika itu tahun sakabekal kuburdari zaman ke zamanrambutmu manik,tergerai di semilir anginmelepaskan kuccitmeremangkan setiap pandangantawamu begitu lirihmeraba kupukupu di leherjenjanglelah berlatih tari melintingbergurausaling berbalas sagata bukahayagadis dan bujangmalammalam jadi kenangansementara kakakhening dalam sesattatapnya nanarsunyi dalam ritual mantokdiingatnya muanyakjauh di kruimenjelmakan sengkarut peristiwamamak berdiang di depan kancahmenunggu kopi menghitamkagrihpanas barasedang musim berganti selaludanselalu berubahmoyangku dari zaman tumisaling berebut masuk hutan menjumpai muli putridi pangkalan sumur jernihmenyimak rayuhsuara kulintang sebagai tolak bala tumbul dewanititisan dewaagar diberkatidisyaratimanik kekasihku,diorama kampung halaman menyadarkan akuseorang pejalan lelahmerapal sarambai juga cerawandimensi waktu telah meluruhkankeras hatikisah rakata diletup dasyatnyagoncang bumi ganggu tiduringatlah rumahmu di desa wanabubungan seolah trapesiumsebuah tradisi di rumah panggungsenja ini akan kuceritakan tentang lautgadinggading mengambang karena keangkuhan manusiadengarlah kahindang ini, sayangraga yang masai karena jumpaperahuperahu tinggalkan pesisir pantaipendatang huni sang bumi ruwa juraimanik, kubawa serta kemilau tubuhmudi biru lautanharihari yang kutinggalkanhanya sekedar siasatmatahari itu pasti kembalimenyinari punggung sebuah bukitSudutBumi, 8 Agustus 2006Catatan:carnalim: jenis manic-manik kacakuccit: kucir rambutsagata bukahaya: bentuk pantun percintaansesat: rumah adatmantok: menenen kain tapismuanyak: seni vocalkancah: kuali besahkagrih: adukmuli putri: bidadarirayuh: hajatansarambai: jenis prosa panjangcerawan: keluhan jiwakahindang: puisi lisan berisi kisah sedihGELIAT MUSIM ANGIN TEDUHmenuju utara menuju timurtanahtanah dijelajahimemburu jati diri karena jiwa terkekangberbondong menatap nyiur di garis pantaimendirikan bangsal beranakpinakmenghitung hari dalam satu musimbegitulah daik lingga mengawali kisahbersama cuaca dan gerak gemawan membangun ritualdabo singkep ramaikan bandar desa malang rapatgeliatkan musim angin teduhbersama anak, istri, juga handai tolan1mak long, segera siapkan berteh. pilih padipadi ungguluntuk digoreng. beras kuning dan beras basuh yang utama,juga bakek sebanyak tiga kapur. aku ingat mereka sukamerokok, siapkan tiga batang saja. tembakau dan pembarajangan sampai tertinggal. jauh-jauh hari telah kusiapkankemenyan.sebab april mengundang musim angin teduhgelombang laut dapat berdamaikupilih pagi tenang mendatangi hujansiap meramu bersama datuk, sang pawingduapuluh hari mendatang kayukayu pilihan direndamkini waktu bertandang ke hutanmenjumpai para makhluk gaibwahai hantuhantupara jembalangmambangjindengarlah kami datang membawa sesajimohon izinagar kesampuk menjauh dari kamikapak dan parang telah terasahkayu pilihan tercatat dalam ingatanjauhi jika terlilit ularjauhi jika terdapat ulartinggalkan saja jika berbuahapalagi terdapat cacatpilih yang lain jika milik kerabatdengarlah mantra kayu kami ucapkansalam pada nabi ilyassalam pada nabi ilyassalam pada nabi ilyaskami minta kayu iniuntuk rezeki kami di lautsetelah hajat terucapalam seolah memberi izindaunan itu luruh mengangguk setujuayuan kapak jadi pertandajalan baru menuju penghidupan2mak long, percayakah kau puan? kita akan mengacakkelong. mengundang ikan bilis agar terperangkap. nantikanhari panen itu. tanggultanggul akan memenuhidadamu dengan manikam. siapkan sesaji yang sama, ohya tambahkan juga sebutir telur yang masak, serabai, lepat,dan ketupat, agar lengkap semua itu.tiga hari lalu aku telah bertandang ke lautmenandai dengan tongkat pancang yang kukuhkau tahu laut begitu bersahabatbertakzim pada semestakini akan kularungkan semah serta kayu pilihankarena semua siap dicacaksiap dibentangkandatuk menggiring salammemetakan setiap lankah agar tak siamenjelmakan ratusan bahkan ribuan keinginansalam pada nabi khaidirsalam pada nabi sulaimansalam pada nabi allahitutsang penguasa airsang penguasa ikansang penguasa bumikami minta tempat iniuntuk rezeki kami di lauttunggu saja isyarat raja lautjika mimpi buruk tak datangsegera kami kembalijika mimpi buruk datangapa yang bisa kami kehendakisemua milikmu semataternyata laut begitu pemurahberkah kami dapatkansegera tanggung jawab diselesaikansalam bagi raja lautkami datang untuk sebuah kehendakmenyacak kelong bagi pemilikjangan ganggu kami umat muhammadmencari rezeki di lautkami tak berniat jahathanya bermaksud baik mantra selesai diucapsegala sesaji ditaburkecuali rokok, tembakaujuga penganansemua ditenggelamkandalam hening yang kakupekan kedua di bulan meiarus laut memantau setiap geraktenangtangantangan itu bersikerasmenyacakmembentuk sebuah ruang di atas permukaannanarsebab sesaji diterima alam3mak long, buang semua lelah di ragamu istriku. segerarebus beriburibu butir kacang hijau, tanak sampai ia manisuntuk dicecap. siapkan juga bedak beras yang kau tumbukkemarin. segeralah, jangan biarkan hari matang tanpa siasat.ajak azizah buah hatiku, ajarkan padanya bagaimanamenyiapkan alat penepuk. mengumpulkan daun gandarusa, setawar, dan sedinginan. tak baik remaja dibiarkanmelamun sendiri.senja itu doadoa ditetaskansemua menunduk syukurkalimatkalimat mengawang di lautanterbawa arus, angin, juga bisikanbisikan para nabisetelah asar yang syahduserombongan menuju kelongseorang memimpin, bukan datuk tentunyaucap syukur menghunjam ke dasar lautucap syukur terbang ke semestainilah kesempatan ituketika berkah diterimasemangkuk bubur terasa gurihkelat di lidahkini saatnya pancang tua diberkatitanggultanggul diberkatipawang menaburkan tepung tawaral fatihah terlantuntiga surat lain menyusulal ikhlas, al falaq, an naasgemuruh angin datanglidahlidah ombak menajamsalam bagimu roh bani,penguasa kayukayukami hormat padamukami memohon pada engkaukami akan memasang lampu kelonguntuk rezeki kami di lautsemua heningmenanti kelam bersama dengung shalawatluruh ditingkah harusiap memanen di hari menjelangmenuju utara menuju timurtanahtanah dijelajahiberbondong menatap nyiur di garis pantaimendirikan bangsal beranakpinakbegitulah daik lingga mengawali kisahbersama cuaca dan gerak gemawan membangun ritualdabo singkep ramaikan bandar desa malang rapatgeliatkan musim angin teduhSudutBumi, 19 September 2006LELAKI HUJANtibatiba kau menjemputku dalam perjalanan pulangketika sore berubah mendungdan jalanan hanya menyisakanbayangan pohonpohon cemaralangkahku masih saja tersarukmendapati mimpi yang jadi nyatakau dan rupamu menjelma sore itujadi hujan yang dikirim tuhanmendatangi aku yang selalu berjalan sendiri di setiap sorekau membawa angin imajiyang luruhkan semua rindukubagi lelaki yang selalu datang dan pergikau hadir dengan ribuan ceritatentang anakanak hujan yang membasahi tubuhkugigil sore yang menghangatkanlalu kita berjalan bersamabercerita tentang perjalanan airmuaramuara tempat singgahdan ceruk rahasia yang telah kita buatkau lelaki hujandatang memberikan warna di hatikusetelah abadabad muramtanpa gemuruhdan menyisakan kenangan biru yang ranumdatang menjelma hujan di soreku yang sibukSudutBumi, 23 November 2007GYNOID#1#tubuhku hanya sumbuyang tiap detik dibakar usia waktudapatkah kau berlarimenyelamatkan aku di ujung waktu?#2#berkas cahaya putihterus menyelubungimengambil sebagian napassebagian ruhhingga aku akan benarbenar padamdi hadapanmu#3#tubuh lukaSudut Bumi, Juni 2009TENTANG HUJAN DAN KEMARAUdiamdiam aku mendoatentang hujan yang tak reda di matamumalaikat itu beterbanganmencari sisi lain hidupmencerna kelam di retina matamuuntukmu diamdiam aku amati cuacaluruh juga akhirnya kemaraudatang lalu menjaga jejarakagar kita tak sempat kecewaSudutBumi, 10 April 2006SAHIBULHIKAYAT DI NEGERI MANTANG ARANGperkenalkanlah tuan puan, sahibulhikayatsedang bertandang ke negeri mantang arangdi negeri itu ia terperangahmendapati pesisir yang ramailalu bersadai, menjelingkan matasahibulhikayat menegaskan pendengaranmenajamkan mata di remang malamsebidang tikar dihampardi hadapannya, seorang bomoh menyulut mantraritual buka tanah dimulaimeminta izin para leluhursalam pembuka,secawan air menemani ruparupa sesaji nan sahihlorong masa lalu terkuakbersama rampak para panjakmadah melayu menggelora bersambut gedombak,serta serunai menyayat hatialam ditingkah musik makyongyang setakat di antara ketertegunanperhatikan tuan puansahibulhikayat beralih peranmemakai topeng menaiki pentasmenyanyikan lagu menghadap rebabbetabik sebagai tanda pembukaalkisah, putri nak kandang, permaisuri raja peransitun sedang mengidampermaisuri negeri seraja kerajaan dang balaiinginkan daging rusa putihrusa putih bunting sulung, sulung ayah, sulungbundasulung segenap hutan carang rimba*sahibulhikayat berperan gandasebagai awang pengasuh, putri, dan wak perambunkadang menjadi panjak ataupun canggaitersebab gerusan waktu telah melupa opera zamananak muda menjauh dari akarnyawak perambun menerima titah rajamencari daging rusa putihditemani anak panah mercu dewa, susuri hutanselama hati bertujuhwak perambun tak menemu rusa, hanya pandangseorang putri dalam hutanputri bernama nang nora, putri sindang bulangyang ketujuhkata sepakat terucap, berdua menghadap rajabercerita bahwa tak ada daging rusa putih di dunia*sahibulhikayat mendengar lengking serunaiterlepas dari kantuk merapikan segala ingatantentang roh melayu di bumi sagantang ladaperhatikan tuan puan,mata sahibulhikayat menjerang kalambersempalan dengan tarianmencecah bibir bomoh yang melecutkan jampijampitutup panggungtuan puan, lihatlah gelagat sahibulhikayatia bangkit menjauhi kerumunanmeninggalkan bunyibunyi pesisirmelanjutkan perjalanan hingga ke daek dan linggabermuhibah ke negeri serumpunmembawa kelampauan melayuSudutBumi, Oktober 2007* Kutipan cerita dari salah satu kisah MakyongTENTANG DIAN HARTATILahir di Bandung, 13 Desember 1983. Lulusan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia. Karyanya tersebar di berbagai media massa dan antologi puisi bersama. Diundang dalam event Ubud Writer dan Reader Festival tahun 2009.PUISI-PUISI SONI FARID MAULANASabtu, 15/02/2014 - 10:40 Sastra Seratus ... Lain-lain | Koleksi | Puisi | Soni Farid MaulanaSEMACAM SURATuntuk Sutardji Calzoum Bachrijika itu yang kau maksud: memangaku punya hubungan baik dengan ikandi kolam; -- juga dengan warna unguteratai dalam lukisan Monet.tapi kucing yang mengeongdalam aortamu: -- rindu daging paling mawarrindu susu paling zaitun,yang harum lezatnya semerbak sudahdari arah al-kautsar. Tapi, seberapa sungguhkegelapan bisa dihalau: -- jika gerhanamembayang di hati? Seberapa alif mekardi alir darah; -- jika setiap tasbih diucap,yang berdebur di otak hanya ombak syahwat?dji, tangki airmata selalu bedah di situ2002CIWULANaku mendengar suara ricik air sungai yang ngalirdi antara batu-batu dan batang pohonanyang rubuh ke ciwulanaku mendengar suara itu mengusik jiwakubagai alun tembang cianjuranyang disuarakan nenekku di gelap malam1979DAUNsiapa yang tak hanyutoleh guguran daun: ketika anginmempermainkannya di udara terbukaketika lembar demi lembar cahaya mataharimenyentuh miring dengan amat lembutnyasiapa yang tak hanyut oleh guguran daunketika maut begitu perkasamencabut usia hingga akarnya, ketika mataharimenarik tirai senja, ketika keheninganmenyungkup batu-batu di dada. Siapayang tak hanyut oleh guguran daun: ketikalobang kuburan ditutup perlahan, ketikadoa-doa dipanjatkan dengan suara tersekatketika kutahu pasti kau tak di sampingku1980SUARA TEROMPET AKHIR TAHUNdi ujung malam sedingines dalam kulkas;apa yang kau harapdari suaraterompet akhir tahun?fajar yang menyingsingtanpa bunyi kayu dilahap api,tanpa tubuh yang hangusseperti sisa bakaran kardus?kita berharapsemisal tak ada kurapdi daging waktuyang esok hari kita kunyahdalam pesta kehidupan yang renyah?tapi apa artinya berharapdan tidak berharap,bila langit muram terus membayangseperti pengalaman yang kelam:o, bunyi kayu yang hangusdan tulang kepala yang meletusdalam kobaran api di bulan Meiyang ngeri di ini negeri?di ujung malam sedingines dalam kulkas;apa yang kau harapdari ujung bunyi terompetakhir tahun?1998SELEPAS KATAuntuk Kautsar M. Attarperempuan itu terbaring di ruang bersalinbayang-bayang sang ajal berkelebat dalambiji matanya; memperkenalkan dirikupada warna darah dan tanah. Dan kau yangdilahirkan sore itu, tangismu keras,air matamu adalah arus sungai yang derasmenyeret kesadaranku ke palung deritaseorang ibu, yang sisa amis darahpersalinannya; masih melekat di tubuhku,yang kini rapuh dikikis waktu, digali detikjam yang terus melaju ke dunia tak dikenal,di luar hiruk-pikuk kehidupan kota besar;ada yang menjauh dari surau dari kilautelaga kautsar yang Dia berikan2003LANSKAPaku mendengarnyanyian angin pagidi tangkai pohonanaku melihat cahaya sunyi matahariberkilau lembut dalam bening embun pagiyang bergayutan di punggung rumputanaku mendengar salam itu,salamNya, dilantunkankokok ayam jantannegeri langit1976TEMBANGKau yang hidup dalam ingatankuadalah tembang yang tak pernah selesaidilantunkan angin sepanjang waktuKau yang memberi arah dalam hidupkuadalah petikan kecapi, alun suling,lagu yang tak pernah sirna di kalbuku.1977TENTANG ULARdi kamar ini, di antara bayang-bayang kelambuaku cari wangi tubuhmu. Desis ular dari bayang-bayangmasa silam kembali menggema dalam ingatanku,lalu firmanNya yang menggetarkan itu.1994NARASI DI BAWAH HUJANhujan, curahkan berkahmu yang hijaupada lembah