7
KUSTA 1. Definisi Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae. 2. Epidemiologi : Masalah epidemiologi belum dapat terpecahkan, cara penularan belum dapat diketahui secara pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan lain ialah secara inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup selama beberapa hari dalam droplet. Penyebaran penyakit kusta dari satu tempat ke tempat yang lain sampai tersebar diseluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Malenesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina. Distribusi penyakit ini dalam satu negara maupun tiap-tiap negara ternyata berbeda-beda. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya reserfoir diluar manusia. Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan ASI, jarang ditemukan dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, dimana anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada orang dewasa adalah pada usia antara 25-35 tahun.

KUSTA penyakit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kusta hematosa penyakit

Citation preview

KUSTA1. Definisi Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae.2. Epidemiologi :

Masalah epidemiologi belum dapat terpecahkan, cara penularan belum dapat diketahui secara pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan lain ialah secara inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup selama beberapa hari dalam droplet.

Penyebaran penyakit kusta dari satu tempat ke tempat yang lain sampai tersebar diseluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Malenesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina. Distribusi penyakit ini dalam satu negara maupun tiap-tiap negara ternyata berbeda-beda.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya reserfoir diluar manusia.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan ASI, jarang ditemukan dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, dimana anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada orang dewasa adalah pada usia antara 25-35 tahun.

Kusta dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga karena dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. 3. EtiologiKusta disebabkan oleh kuman kusta yaitu Mikobakterium leprae.

Klasifikasi ilmiah.Kerajaan: Bacteria Filum

: Actinobacteria Ordo

: Actinomycetales Famili

: Mycobacteriaceae Genus

: Mycobacterium Spesies: M. Leprae.Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.4. Faktor-faktor yang Menentukan Terjadinya Penyakit Kustaa) Sumber PenularanHanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus.b) Cara Keluar dari Pejamu (Host)Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan hidung dari penderita tipe Lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 10-10. Dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe Lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting dalam lingkungan.c) Cara PenularanKuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai dengan regimen WHO tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain.d) Cara Masuk ke PejamuTempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.e) PejamuHanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M. leprae termasuk kuman obligat intraseluler dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan seluler. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. Dari studi keluarga kembar didapatkan bahwa faktor genetik mempengaruhi tipe penyakit yang berkembang setelah infeksi. Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hampir sebagian kecil (5%) dapat ditulari. Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya 30% yang dapat menjadi sakit.5. Patogenesis

Patogenitas dan daya invasi rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu, kusta dapat disebut penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya.

Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1. Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13.

IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL4 dan IL10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4, IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon kearah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th1 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.

APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu satunya yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.

Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai.

Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan. Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.

Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.Patogenesis Kerusakan Saraf pada Pasien Kusta

M.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengan sel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia bekerja terus-menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional.Patogenesis reaksi Kusta

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yang dianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. Ada dua tipe reaksi dari kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I sering disebut reaksi lepra non nodular merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity Reaction). Reaksi tipe I sering kita jumpai pada BT dan BL. M. Leprae akan berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahan sistem imunitas selluler yang cepat. Hasil dari reaksi ini ada dua yaitu upgrading reaction / reversal reaction , dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkoloid (peningkatan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada respon terhadap terapi, dan downgrading, dimana terjadi pergeseran ke arah lepromatous (penurunan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada awal terapi. Reaksi kusta tipe II adalah hipersensitivitas humoraltepatnya hipersensitivitas tipe III. Reaksi tipe dua sering juga disebut eritema nodosum lepromatous. Reaksi ini sering terjadi pada pasien LL. M. Leprae akan berinteraksi dengan antibodi membentuk kompleks imun dan mengendap pada pembuluh darah. Komplemen akan berikatan pada komples , imun dan merangsang netrofil untuk menghasilkan enzim lisosom. Enzim lisosom akan melisis sel.