35
LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO 4 ) PENDETEKSI KEBUSUKAN DAGING ALDYANZA YUSUF SHYNA ISKANDAR DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

  • Upload
    dothien

  • View
    241

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4)

PENDETEKSI KEBUSUKAN DAGING

ALDYANZA YUSUF SHYNA ISKANDAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging
Page 3: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Label Indikator Besi

(II) Sulfat (FeSO4) Pendeteksi Kebusukan Daging adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini

saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Aldyanza Yusuf Shyna Iskandar

NIM F34090143

Page 4: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

ABSTRAK

ALDYANZA YUSUF SHYNA ISKANDAR. Label Indikator Besi (II) Sulfat

(FeSO4) Pendeteksi Kebusukan Daging. Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI.

Kemasan cerdas adalah kemasan yang dapat mengawasi dan memberikan

informasi tentang kualitas produk terkemas. Penelitian ini bertujuan untuk

membuat label indikator berbahan FeSO4 sebagai indikator keberadaan gas H2S

yang dihasilkan oleh daging busuk dan mempelajari respon perubahan warna label

terhadap paparan gas H2S. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa label

dibuat dengan menggunakan teknik oles dan formula terbaik adalah campuran

kitosan 3 gram, asam asetat glasial 1% 70 ml, akuades 30 ml dan FeSO4 sebanyak

2,5 gram. Adapun konsentrasi gas H2S semakin meningkat seiring dengan lama

penyimpanan daging pada suhu ruang, yakni dari 0 ppm pada jam ke-0 menjadi

18,3 ppm pada jam ke-120. Respon perubahan warna label yakni nilai L, a dan b

dan ºhue dipengaruhi secara signifikan oleh konsentrasi H2S. Tingkat kecerahan

warna label bergerak ke arah lebih gelap dari 34,265 di jam ke-0 menjadi 7,44 di

jam ke-120. Nilai a bergerak secara positif ke warna merah dari 17,17 pada jam

ke-0 hingga 32,45 di jam ke-120. Adapun nilai b juga bergerak ke arah negatif

menuju warna biru dari 51,67 pada jam ke-0 menjadi 10,26 pada jam ke-120.

Nilai ºhue pada jam ke-0 hingga jam ke-24 menunjukkan kategori warna kromatis

kuning-merah, pada jam selanjutnya hingga jam ke-96 indikator menunjukkan

kategori warna kromatis merah dan pada jam ke-120 menunjukkan kategori

merah-ungu. Penelitian utama menunjukkan bahwa daging yang disimpan selama

24 jam pada suhu ruang sudah mengalami penurunan kualitas. Selain itu daging

juga mengalami peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan. Mikroba

terdapat pada daging di jam ke-0 sebanyak 7 × 105 cfu/g meningkat menjadi 71,5

× 105 cfu/g. Sementara itu batas jumlah mikroba pada SNI sebesar 10 × 10

5 cfu/g.

Besi (II) sulfat dapat digunakan sebagai pendeteksi kebusukan daging dengan

merubah warna label dari kuning kemerahan menjadi coklat gelap.

Kata kunci: label cerdas, indikator, H2S, FeSO4

ABSTRACT

ALDYANZA YUSUF SHYNA ISKANDAR. Ferrous (II) Sulphate (FeSO4)

Indicator Label As Spoiled Meat Detector. Supervised by ENDANG WARSIKI.

Smart packaging is the packaging that can monitor and provide the

information about quality of the packed product. This study was aimed to produce

a label with indicator ferri sulphate (FeSO4) to detect H2S produced by poultry

and to study the color change of the label response to H2S exposure. Preliminary

study showed that the best label was obtained with the formula of 3 grams

chitosan, 70 ml acetic acid 1%, 30 ml aquadest and 2,5 gram FeSO4. It was also

known that H2S concentration increased during storage at room temperature, from

0 ppm at the first hour to 18.3 ppm at 120th hour. There were significant

differences in the value of L, a, b and °hue at α = 5%. Lightness value decreased

Page 5: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

from 34.26 to 7.44 in the end of storage. Value of a changed positively to red

color, from 17.17 to 32.45 and value of b turned negative from 51.67 to 10.26.

Therefore, °hue showed that at 0-24 hours indicator was in yellow-red zone, at 24-

96 hours in red zone and at 120 hours in red-purple zone. Further, the study

showed that meat stored in room temperature for 24 hours already spoiled.

Microorganism was also detected to grow more during storage. The growth in the

beginning was 7 × 105 cfu/gram and became 71.5 × 10

5 cfu/gram. Based on SNI

the limit for microorganisms is 10 × 105 cfu/gram. Ferri sulphate could be used as

spoilage detector by changing the indicator color from yellow-red to dark brown.

Keywords: smart label, indicator, H2S, FeSO4

Page 6: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging
Page 7: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4)

PENDETEKSI KEBUSUKAN DAGING

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

ALDYANZA YUSUF SHYNA ISKANDAR

F34090143

Page 8: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging
Page 9: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

Judul Skripsi : Label Indikator Besi (II) Sulfat (FeSO4) Pendeteksi Kebusukan

Daging

Nama : Aldyanza Yusuf Shyna Iskandar

NIM : F34090143

Disetujui oleh

Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal lulus:

Page 10: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang

dipilih dalam penelitian ini yaitu “Label Indikator Besi (II) Sulfat (FeSO4)

Pendeteksi Kebusukan Daging”. Penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan teristimewa kepada:

1. Orang tua tersayang beserta keluarga tercinta atas doa dan dukungan selama

proses pengerjaan skripsi.

2. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si selaku pembimbing akademik atas perhatian

dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

3. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si dan Ir. Sugiarto, M.Si atas kritik dan

sarannya dalam menyempurnakan skripsi.

4. Komunitas Fotografi Bogor serta Sahabat Macro Bogor atas canda tawa dan

semangat di kala susah.

5. Sarah Soraya, Intan Ayu Lestari dan Muhamad Haris atas semangat dan

dukungannya.

6. Keluarga besar TIN 46, pondok pesantren Al-Jaddah dan Roommate 207 atas

kenangan indah tak terlupakan

7. Mutiaraku Ardissa Utami untuk motivasi, dukungan serta doanya.

8. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Aldyanza Yusuf Shyna Iskandar

Page 11: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Metodologi 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Label Indikator dengan Metode Casting 6

Label Indikator dengan Teknik Oles 7

Aplikasi Label Indikator Pada Daging Ayam 9

Potensi Aplikasi Label Indikator 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 23

Page 12: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

DAFTAR TABEL

1 Kode formula berdasarkan komposisi bahan 3 2 Kode formula pada pembuatan label indikator dengan teknik oles 4 3 Penampakan film dari berbagai formula 7 4 Hasil formulasi indikator dengan teknik oles 8 5 Hasil pengamatan perubahan warna label indikator 11 6 Nilai warna label indikator terhadap lama penyimpanan daging ayam 12

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan label indikator 3 2 Kitosan (a) 100 mesh, (b) 80 mesh 4

3 Pembuatan label indikator dengan teknik oles 4 4 Aplikasi label indikator pada pengemasan daging ayam 5 5 Pengemasan daging ayam 5 6 Aplikasi indikator pada penyimpanan daging ayam 10 7 Konsentrasi H2S terhadap lama penyimpanan 10 8 Nilai L label indikator 12 9 Nilai a label indikator 13 10 Nilai b label indikator 13 11 Nilai ºhue label indikator 14 12 Nilai kekerasan daging ayam terhadap lama penyimpanan 15 13 Hasil uji total plate count (TPC) terhadap lama penyimpanan daging 16 14 Degradasi perubahan warna indikator terhadap konsentrasi gas H2S 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pengujian 21

Page 13: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jaminan keamanan pangan adalah mutlak untuk produk pangan. Namun

demikian jaminan ini belum seluruhnya didapatkan oleh konsumen karena masih

adanya kerusakan produk yang sulit dilihat oleh para konsumen secara kasat mata.

Produk dapat rusak selama masa penyimpanan, distribusi serta penjualannya

walaupun masa kedaluarsa belum terlampaui. Kesulitan mengindentikasi

kerusakan produk pangan tersebut disebabkan karena produk tersebut tidak

memberikan perubahan nyata pada bentuk visual, melainkan terjadi reaksi yang

menghasilkan gas maupun senyawa kimia lain. Berbagai bentuk kerusakan yang

tidak kasat mata ini dapat disiasati dengan penggunaan kemasan cerdas bersensor

atau berindikator.

Kemasan cerdas adalah kemasan yang mampu memantau kondisi makanan

dalam kemasan dan memberikan informasi kualitas makanan kemasan tersebut

selama transportasi dan penyimpanan (Ahvenainen et al. 2013). Label indikator

merupakan sensor yang terdapat pada kemasan cerdas. Penelitian Warsiki et al.

(2012) telah membuat label indikator warna dengan pewarna alami dan sintetis.

Label tersebut sangat prospektif untuk mendeteksi penurunan mutu produk

pangan yang ditunjukan dengan perubahan pH produk. Selain itu, Nofrida et al.

(2013) juga membuat label indikator warna daun erpa yang dapat mendeteksi

penurunan mutu karena paparan suhu tinggi.

Salah satu produk makanan sehari-hari yang dapat dikemas dengan

menggunakan kemasan cerdas adalah daging ayam. Seperti yang sudah diketahui

daging dan olahan daging sangat mudah rusak dan busuk. Frazier and Westhoff

(1981) menyatakan bahwa pembusukan adalah dekomposisi protein oleh bakteri

yang menghasilkan senyawa yang berbau busuk, seperti indol, skatol, merkaptan

aminamin dan H2S serta NH3. Kemasan cerdas dapat dibuat untuk mendeteksi

senyawa hasil pembusukan daging tersebut. Lestari (2013) telah membuat label

indikator pendeteksi Escherichia coli pada daging. Label tersebut dapat

mendeteksi mutu daging selama penyimpanan.

Pada penelitian sebelumnya Kato et al. (2011) telah membuat indikator

yang dapat mendeteksi gas H2S dengan menggunakan FeSO4. Indikator tersebut

dapat mendeteksi gas H2S sebesar 100 ppm atau lebih dengan menunjukkan

perubahan warna FeSO4 menjadi kehitaman. Namun, pada proses pembusukan

daging belum diketahui berapa banyak gas H2S yang terbentuk. Oleh karena itu

perlu dilakukan pengujian jumlah H2S yang terbentuk selama penyimpanan

daging ayam serta pengaruhnya terhadap indikator gas H2S yang dibuat.

Perumusan Masalah

Mutu pada produk daging ayam harus dideteksi dan diinformasikan kepada

konsumen dengan menggunakan indikator kemasan cerdas. Salah satunya adalah

dengan mendeteksi gas H2S yang terbentuk akibat dekomposisi protein oleh

bakteri. Jumlah bakteri tentunya berpengaruh terhadap banyaknya gas H2S yang

dihasilkan. Hal tersebut juga turut mempengaruhi tingkat kesegaran pada daging.

Indikator gas H2S merupakan suatu label yang direkatkan di dalam kemasan

Page 14: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

2

daging ayam yang mampu mendeteksi keberadaan gas H2S dengan memberikan

respon perubahan warna. Konsumen dapat melihat warna dari indikator secara

visual untuk mengetahui mutu dari produk tersebut. Oleh karena itu pembuatan

indikator kemasan cerdas H2S merupakan upaya penting untuk mengetahui tingkat

keamanan pangan pada daging ayam segar.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Membuat label indikator H2S

Mengetahui konsentrasi gas H2S yang diproduksi oleh daging ayam selama

penyimpanan

Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap

konsentrasi gas H2S

Mengetahui perubahan mutu daging ayam selama penyimpanan

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan label indikator dengan

menggunakan FeSO4 yang dapat berubah warna karena paparan gas H2S. Respon

perubahan warna label indikator ini diamati seiring dengan peningkatan

konsentrasi gas H2S yang terbentuk pada daging selama penyimpanan di suhu

ruang. Mutu daging juga dianalisis selama penyimpanan.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kitosan, asam asetat glasial 1%, plate count

agar (PCA), NaCl 0,85%, akuades, alkohol 70%, FeSO4, styrofoam, plastic

wrap, kertas glossy. Sementara itu daging ayam segar disiapkan untuk aplikasi

label indikator.

Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu gelas piala, coloni counter Quebec, magnetic

stirer, hot stirer, termometer, kuas, neraca analitik, mikro pipet, cawan petri.

Selain itu juga dibutuhkan sudip alumunium, autoklaf, colorimeter, penetrometer,

gas analyzer, syringe dan oven.

Metodologi

Pembuatan Label Indikator dengan Metode Casting

Pada tahap ini dilakukan pembuatan label indikator dengan cara

memvariasikan jumlah asam asetat pada larutan formulasi. Metode casting

digunakan untuk memproduksi film dengan melakukan pencetakan larutan

formulasi pada sebuah plat kaca. Film dikeringkan dengan dua macam perlakuan

Page 15: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

3

suhu yaitu suhu ruang dan 50ºC. Tabel 1 menunjukan kode formula berdasarkan

perlakuan. Pemilihan formulasi terbaik didasarkan pada sifat fisik label yang

meliputi tingkat elastisitas, warna dan tekstur yang diamati secara visual. Adapun

pembuatan label indikator didasarkan pada penelitian Kato et al. (2011) yang

dimodifikasi (Gambar 1).

Tabel 1 Kode formula berdasarkan komposisi bahan

Kode

Formula

Asam

asetat 1%

(ml)

Akuades

(ml)

Kitosan

(g)

FeSO4

(g)

Gliserol

(ml)

Suhu

Pengeringan

(ºC)

A1 100 - 3 2 - 25

B1 70 30 3 2 - 25

B2 70 30 3 2 - 50

C1 70 30 3 2 1 25

C2 70 30 3 2 1 50

Keterangan : Penggunaan gliserol ditambahkan dari awal

Gambar 1 Diagram alir pembuatan label indikator

Pembuatan Label Indikator dengan Teknik Oles

Pada tahap ini dilakukan pembuatan label indikator dengan cara

mengoleskan larutan formulasi pada kertas glossy. Larutan yang digunakan adalah

larutan yang dibuat sesuai dengan Gambar 1. Kitosan yang digunakan pada tahap

ini terdiri dari dua jenis, yaitu kitosan halus 100 mesh (Gambar 2a) dan kitosan

kasar 80 mesh (Gambar 2b).

Homogenasi

t= 27ºC, ϴ = 60 menit

Homogenasi

t= 27ºC, ϴ = 45 menit

Asam asetat

Kitosan

FeSO4

Penuangan sebanyak

9 ml ke cawan petri

Pengeringan

ϴ = 24 jam

Page 16: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

4

(a) (b)

Gambar 2 Kitosan (a) 100 mesh, (b) 80 mesh

Setelah cairan formulasi terbentuk, dilakukan pengolesan dan dikeringkan

pada suhu ruang. Teknik pengolesan didasarkan pada penelitian Nofrida (2013)

dan dibedakan menjadi pengolesan tipis, sedang dan tebal. Pengolesan tipis

dilakukan dengan cara mengoles cairan formulasi indikator pada kertas glossy

sebanyak satu kali, sedang sebanyak dua kali dan tebal sebanyak tiga kali. Teknik

pengolesan dapat dilihat pada Gambar 3, sementara kode formula, komposisi

bahan dan teknik oles yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Pemilihan

formulasi terbaik didasarkan pada penampakan visual indikator setelah

pengeringan yang meliputi tekstur dan warna.

Gambar 3 Pembuatan label indikator dengan teknik oles

Tabel 2 Kode formula pada pembuatan label indikator dengan teknik oles

Kode

Formula

Asam asetat 1%

(ml)

Akuades

(ml)

Kitosan

(g)

FeSO4

(g)

Gliserol

(%)

Teknik

oles

D1 70 30 3 2,5 - tebal

D2 70 30 3 2,5 - sedang

D3 70 30 3 2,5 - tipis

E1 70 30 3* 2,5 - tebal

E2 70 30 3* 2,5 - sedang

E3 70 30 3* 2,5 - tipis

F1 70 30 3* 2,5 2 tebal

F2 70 30 3* 2,5 2 sedang

F3 70 30 3* 2,5 2 tipis Keterangan : * = menggunakan kitosan kasar (80 mesh)

Kuas

Kertas glossy

Larutan Formulasi

Page 17: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

5

Plastic wrap

Styrofoam

Daging ayam

Label indikator

Aplikasi Label Indikator Pada Daging Ayam

Label terbaik diaplikasikan pada daging dengan cara meletakkan label

indikator berukuran 1 cm × 1 cm disisi dalam styrofoam. Kemudian sebanyak 50

gram daging diletakkan pada styrofoam dan ditutup dengan cling wrap film yang

sebelumnya telah direkatkan label indikator (Gambar 4). Daging disimpan selama

120 jam pada suhu ruang. Uji yang dilakukan meliputi perubahan warna label,

konsentrasi H2S pada kemasan dan penurunan mutu daging yang terdiri dari

kekerasan dan total plate count (TPC). Prosedur analisis disajikan pada Lampiran

1. Pengujian dilakukan setiap 24 jam hingga jam ke-120.

Gambar 4 Aplikasi label indikator pada pengemasan daging ayam

1. Uji Perubahan Warna Label Indikator

Respon perubahan warna indikator terhadap H2S diuji setiap 24 jam dengan

colorimeter. Label indikator dianalisis warna (Hunter 1958) sesuai dengan

prosedur pengujian pada Lampiran 1.

2. Pengukuran Konsentrasi Gas H2S

Uji konsentrasi gas dilakukan dengan menggunakan gas analyzer. Kemasan

hasil aplikasi penyimpanan dibuka sedikit untuk memasukan sensor gas analyzer.

Hasil pengukuran akan tertera pada panel layar dan ditunggu hingga menunjukan

nilai stabil.

3. Uji Perubahan Mutu Daging Ayam

3.1 Uji Kekerasan

Daging ayam sebanyak 50 gram disimpan didalam wadah styrofoam dan

ditutup dengan plastic wrap (Gambar 5). Sampel dibuat sebanyak enam buah,

kemudian setiap 24 jam diuji dengan penetrometer hingga jam ke-120. Proses

pengujian kekerasan dilakukan dengan tiga titik yakni bagian tengah, sudut atas

dan bawah, nilai kekerasan adalah hasil rata-rata. Prosedur pengujian dapat dilihat

pada Lampiran 1.

Gambar 5 Pengemasan daging ayam

3.2 Uji Total Plate Count (TPC)

Daging disimpan seperti Gambar 4 kemudian diuji TPC (Lampiran 1)

setiap 24 jam. Pengujian TPC dilakukan hingga pengenceran 10-5

. Jumlah total

mikroba dinyatakan dalam cfu/g.

Plastic wrap

Styrofoam

Daging ayam

Page 18: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

6

NH3 + H2S Protein daging Asam-asam amino bakteri deaminasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Label Indikator dengan Metode Casting

Pembuatan label indikator pada tahap awal dilakukan dengan metode

casting. Berdasarkan literatur sudah banyak dibuat indikator dalam bentuk film

berbahan dasar kitosan, antara lain indikator warna untuk mendeteksi kesegaran

buah nanas potong selama penyimpanan (Putri 2012) dan pembuatan film

indikator warna dengan pewarna alami dan sintetis (Warsiki 2012). Hal ini juga

telah dilakukan oleh Nofrida (2013) dengan menggunakan pewarna dari daun erpa

untuk mendeteksi kerusakan susu.

Adapun bahan utama yang digunakan dan berperan sebagai indikator

utama H2S adalah besi (II) sulfat (FeSO4). Besi (II) sulfat atau ferri sulfat adalah

senyawa kimia dengan rumus FeSO4 dan memiliki bentuk umum heptahidrat biru-

hijau (USPDI 1989). Besi (II) sulfat dipilih karena dapat bereaksi dengan gas

hidrogen sulfida yang muncul dari proses pembusukan daging. Gas H2S terbentuk

akibat penguraian zat-zat organik oleh bakteri (Salle 1961):

Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun dan sangat mudah terbakar

(USEPA 2003). FeSO4 akan bereaksi dengan H2S menjadi FeS dan H2SO4 (Kato

et al. 2011). FeS memiliki warna hitam sehingga seolah-olah terjadi perubahan

warna FeSO4 dari yang sebelumnya berwarna hijau-biru. Hasil formulasi yang

telah dilakukan ditunjukan pada Tabel 3.

Formula A1 memiliki wujud fisik yang bening dan tidak menjadi padatan.

Hal tersebut menyebabkan formula A1 tidak dapat digunakan. Formula B1 dan B2

merupakan hasil dari modifikasi formula A1 yang dilakukan berdasarkan prosedur

pembuatan film oleh Putri (2012). Pada B1 dan B2 dilakukan proses pengeringan

dengan dua perlakuan suhu. Hasilnya menunjukkan bahwa keduanya membentuk

film yang kurang baik karena pecah. Ketika pencampuran asam asetat dengan

kitosan, larutan berubah menjadi gel sehingga FeSO4 menjadi sulit untuk larut.

Hal tersebut menyebabkan FeSO4 bereaksi dengan udara sehingga film menjadi

mudah pecah ketika proses pengeringan.

Formulasi selanjutnya dilakukan dengan menambahkan gliserol sebagai

pemlastis. Menurut Noureddini et al. (1998) interaksi gliserol sangat kompatibel

dengan film hidrofilik seperti kitosan dan akan menghasilkan film yang lebih

fleksibel, halus, dan tidak rapuh. Hal tersebut terlihat pada formula C1 yang

memiliki tekstur film yang sudah cukup baik, namun tidak dapat digunakan karena

masih basah. Sementara itu, formula C2 menghasilkan film dengan tekstur yang

pecah karena dikeringkan pada suhu 50ºC. Oleh karena itu, penambahan gliserol

pada pembuatan film dengan indikator FeSO4 tidak dapat diaplikasikan lebih

lanjut, khususnya dengan metode casting.

Page 19: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

7

Tabel 3 Penampakan film dari berbagai formula

Kode Formula Hasil Formulasi Hasil pengamatan

A1

Bening, basah

B1

Kuning, kering

B2

Coklat, kering

C1

Jingga, basah

C2

Coklat, kering

Label Indikator dengan Teknik Oles

Pada penelitian utama, label indikator dibuat dengan teknik oles. Pembuatan

larutan formula dilakukan dengan cara yang sama seperti membuat larutan pada

metode casting. Pada metode casting, label indikator dibuat dengan cara mencetak

larutan sehingga membentuk film, sedangkan pada teknik oles dibuat dengan cara

mengoles larutan formula dengan kuas pada kertas glossy. Kertas glossy

merupakan kertas dengan sifat mengkilap, putih dan mampu menghasil cetakan

sesuai dengan standar (Wijarnoko 2010). Warna putih membuat warna indikator

lebih kontras dan kertas glossy sangat baik untuk digunakan sebagai media

merekatnya warna indikator. Kertas ini juga memiliki ketebalan 2 mm yang cukup

untuk menahan media indikator agar tidak bermigrasi ke produk ketika digunakan

pada aplikasi nyata.

Teknik oles dilakukan dengan berbagai macam formulasi untuk

menghasilkan bentuk yang berbeda. Pembuatan dengan metode ini membuat

larutan formulasi menempel tanpa harus melepaskannya dari kertas. Keuntungan

dari teknik ini adalah indikator yang dibuat tidak rusak. Teknik oles dilakukan

Page 20: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

8

karena menurut Sumarto (2008) polimer yang berupa larutan encer memiliki

rantai bebas bergerak sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang

beragam, sementara polimer yang berbentuk padat memiliki rantai tidak teratur

sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas. Hal ini menjelaskan bahwa

formulasi yang dioleskan pada kertas glossy memiliki warna dan bentuk yang

lebih stabil dibandingkan dengan formulasi yang langsung dicetak pada cawan

petri. Hasil formulasi ditunjukan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil formulasi indikator dengan teknik oles

Kode Formula Hasil Formulasi Penampakan Visual

D1

Merah gelap, pecah

D2

Jingga kemerahan,

permukaan kasar

D3

Jingga, permukaan kasar

E1

Merah gelap, permukaan

halus

E2

Jingga kemerahan,

permukaan halus

E3

Jingga, permukaan halus

F1

Merah gelap, permukaan

kasar, berbintik-bintik hitam

F2

Jingga kemerahan,

permukaan kasar, berbintik-

bintik hitam

F3

Jingga, permukaan kasar,

berbintik-bintik hitam

Page 21: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

9

Setelah proses pengeringan dapat dilihat bahwa D1, D2 dan D3 masih

menghasilkan bentuk yang kurang baik. D1 terlihat terlalu gelap dan pecah,

sedangkan D2 dan D3 sudah cukup baik namun masih sangat kasar. Tekstur kasar

tersebut dapat menyulitkan penilaian perubahan warna indikator secara visual.

Formula E1, E2 dan E3 merupakan formula yang menggunakan bahan dan

cara hampir sama seperti D1, D2 dan D3. Perbedaannya terletak pada jenis

kitosan yang digunakan, yaitu kitosan kasar berukuran 80 mesh. Dapat dilihat

setelah proses pengeringan, formula E1 menghasilkan label yang baik dari segi

tekstur dan kejernihan, hanya saja warna yang dihasilkan terlalu gelap. Pada

formula E3 menunjukan hasil yang sama seperti formula E1, perbedaannya

terletak dari warna yang terlalu muda. Selain itu formula E3 memiliki tekstur yang

halus namun tipis sehingga dikhawatirkan mudah rusak. Formula E2

menghasilkan indikator yang diinginkan dilihat dari warna tidak terlalu gelap

ataupun tidak terlalu muda. Selain itu label indikator yang dihasilkan halus, tidak

rapuh serta cukup jernih. Oleh karena itu E2 merupakan label yang dinilai layak

untuk diaplikasikan sebagai label indikator.

Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa penyebab hasil formula D1, D2 dan

D3 terletak dari mutu kitosan yang digunakan. Kitosan halus menghasilkan label

yang kasar dan mudah pecah. Sedangkan kitosan yang lebih kasar menghasilkan

indikator yang halus dan lebih jernih. Hal ini disebabkan setiap bahan memiliki

ukuran minimum agar dapat larut dalam suatu pelarut. Dalam penelitian ini

tampaknya kitosan lebih mudah larut pada ukuran 80 mesh. Oleh karena itu bahan

kitosan yang sebaiknya digunakan adalah kitosan yang kasar berukuran 80 mesh.

Selain itu mutu kitosan sangat ditentukan oleh kemurnian produk. Kitosan dengan

bahan pengotor akan menghasilkan film kasar. Hal tersebut tercemin pada film

yang diperoleh dari kitosan berukuran 100 mesh.

Dalam proses formulasi selanjutnya dilakukan penambahan gliserol

sebanyak 1 % pada formulasi E1, E2 dan E3. Diharapkan dengan penambahan

gliserol, label akan lebih elastis dibandingkan formula sebelumnya. Setelah

dilakukan percobaan, ternyata FeSO4 tidak dapat larut sempurna dengan gliserol

sehingga pada formulasi F1, F2 dan F3 menghasilkan bintik-bintik hitam pada

permukaan label dan memiliki tekstur kasar. Bintik-bintik tersebut dirasa cukup

mengganggu. Penilaian secara visual terhadap seluruh formulasi yang dihasilkan

menunjukkan bahwa indikator yang sesuai untuk aplikasi lebih lanjut adalah

formula E2.

Aplikasi Label Indikator Pada Daging Ayam

Label indikator E2 diaplikasikan pada daging ayam seperti yang terlihat

pada Gambar 6. Pengemasan ini dibuat semirip mungkin dengan kemasan daging

ayam ketika dijual di supermarket. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang agar

proses pembusukan lebih cepat sehingga mudah diamati. Selain itu, dengan cara

ini perubahan warna label indikator dapat dilihat secara langsung. Beberapa uji

dilakukan untuk mengetahui kinerja label indikator terhadap perubahan

konsentrasi H2S dan mutu daging.

Page 22: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

10

Gambar 6 Aplikasi indikator pada penyimpanan daging ayam

Respon Warna Label Indikator Terhadap Konsentrasi Gas H2S

Kebusukan daging dapat menyebabkan gas beraroma tidak sedap. Hal ini

disebabkan bakteri yang mendekomposisi protein menjadi asam amino dan

terdeaminasi menjadi senyawa berbau busuk. Beberapa organisme tersebut adalah

Pseudomonas, Citrobacter, Aeromonas, Salmonella, and Escherichia coli. Gas

H2S yang dihasilkan daging selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Konsentrasi H2S terhadap lama penyimpanan

Gas H2S yang dihasilkan oleh daging akan ditangkap oleh FeSO4 yang

terdapat pada indikator. FeSO4 merupakan indikator yang dapat digunakan untuk

mendeteksi gas H2S (Duncan 2005). Hasil pengamatan respon perubahan warna

ditunjukan oleh Tabel 5. Terjadi perubahan warna indikator dari kuning menjadi

lebih gelap disertai perubahan fisik daging ayam. Warna kuning pada indikator

berubah menjadi gelap karena terpapar oleh gas H2S. Reaksi perubahan FeSO4

akibat paparan H2S adalah (Kato et al 2011):

Fe(SO4) + H2S FeS (s) + H2SO4

(kuning kemerahan) (hitam)

Warna pada FeSO4 berubah dari kuning menjadi hitam karena bakteri

mampu mendesulfurasi asam amino menghasilkan gas H2S yang bereaksi dengan

Fe2+

sehingga menghasilkan FeS berupa endapan warna hitam (Raihana 2011).

Adapun perubahan nilai dapat dilihat pada Tabel 6.

Plastic wrap

Styrofoam

Daging ayam

Label Indikator

Page 23: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

11

Tabel 5 Hasil pengamatan perubahan warna label indikator

Lama

penyimpanan

(jam)

Konsentrasi

gas H2S (ppm)

Penampakan

label indikator Penampakan daging ayam

0 0

24 2,2

48 8,7

72 14,4

96 16,45

120 18,3

Page 24: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

12

Tabel 6 Nilai warna label indikator terhadap lama penyimpanan daging ayam

Lama penyimpanan

daging ayam (jam) Nilai L Nilai a Nilai b Nilai ºhue

0 34,27 17,17 51,67 71,59

24 21,98 17,76 35,49 63,30

48 12,91 18,37 19,85 46,16

72 8,80 21,65 12,70 29,59

96 7,97 27,16 10,94 21,14

120 7,44 32,45 10,26 17,81

Dari tabel 6 dapat diketahui respon perubahan warna label indikator selama

penyimpanan daging ayam. Apabila nilai L pada tabel diatas dihubungkan dengan

konsentrasi gas H2S yang terproduksi seiring penyimpanan daging ayam, maka

bisa diperoleh grafik seperti Gambar 8.

Gambar 8 Nilai L label indikator

Nilai L menunjukan tingkat kecerahan suatu sampel dengan interval nilai 0

(hitam) hingga 100 (putih). Semakin tinggi nilai L maka sampel memiliki warna

yang semakin cerah (Nofrida 2013). Sampel indikator pada jam ke-0 memiliki

tingkat kecerahan dengan nilai 34,26. Pada jam ke-24 terjadi penurunan nilai L

menjadi 21,9. Nilai L semakin menurun hingga 7,4 pada penyimpanan terakhir.

Perubahan nilai L ini menunjukan bahwa indikator berubah ke arah yang lebih

gelap.

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat pula bahwa seiring dengan penambahan

gas H2S yang terbentuk, nilai L juga semakin menurun. Penurunan nilai L setiap

penambahan gas H2S sebanyak 1 ppm adalah sebesar 1,2989, ditunjukkan dengan

nilai slope dari grafik tersebut. Nilai L mengalami penurunan karena gas H2S yang

terbentuk mengalami reaksi dengan FeSO4 pada label indikator sehingga berubah

warna menjadi gelap.

Selain itu, nilai yang terdeteksi lainnya dari pengujian warna adalah nilai a.

Nilai a merupakan nilai yang menunjukan cahaya pantul sehingga menghasilkan

warna kromatik campuran warna merah dan hijau. Nilai a positif (+a)

menunjukkan sampel memiliki derajat kemerahan, sedangkan nilai a negatif (-a)

menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan (Nofrida 2013). Grafik

perubahan nilai a dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 25: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

13

Gambar 9 Nilai a label indikator

Pada jam ke-0 indikator menunjukan nilai a positif (+a) sebesar 17,17.

Setiap jamnya nilai (a+) semakin bertambah, menjadi 17,76 pada jam ke-24 dan

menjadi 32,45 pada jam ke-120. Hal ini menunjukan bahwa indikator menjadi

lebih merah dari hari ke hari.

Perubahan nilai a juga dipengaruhi oleh konsentrasi H2S. Ketika konsentrasi

H2S 0 ppm, nilai a yang ditunjukkan sebesar 17,17. Sementara ketika konsentrasi

18,3 ppm, nilai a sebesar 32,45. Semakin meningkat paparan H2S akan semakin

meingkat nilai a. Kecenderungan kenaikan nilai a dapat dilihat dari slope sebesar

0,6999 dari grafik tersebut.

Selain nilai a, pengukuran perubahan warna pada label indikator juga

ditunjukkan dengan nilai b. Nilai b adalah nilai yang menunjukan derajat

kekuningan dan kebiruan suatu sampel. Nilai b positif (+b) menunjukan sampel

memiliki derajat kekuningan, sedangkan nilai b negatif (-b) menunjukan sampel

memiliki derajat kebiruan (Nofrida 2013). Grafik perubahan nilai b dapat dilihat

pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai b label indikator

Dari hasil uji nilai b mengalami penurunan selama penyimpanan. Pada jam

ke-0 nilai b menunjukan 51,67 dan berubah pada jam ke-24 menjadi 35,49. Pada

jam terakhir pengujian nilai b menunjukan 10,26. Hal ini berarti derajat

kekuningan pada label indikator berubah ke arah negatif.

Perubahan pada nilai b juga disebabkan oleh konsentrasi H2S. Ketika H2S

0 ppm, nilai b ditunjukkan sebesar 51,67. Semakin tinggi konsentrasi H2S yang

terbentuk maka nilai b akan turun. Hal tersebut terlihat ketika konsentrasi H2S

Page 26: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

14

sebesar 18,3 ppm nilai b turun menjadi 10,26. Dari grafik dapat dilihat nilai slope

yang sebesar -2,0828. Hal ini dikarenakan pergerakan nilai b merupakan

perubahan warna dasar dari indikator, yakni kuning, dan warna tersebut umumnya

terlihat lebih jelas perubahannya.

Setelah mengetahui nilai a dan b, dapat ditentukan nilai °hue. Nilai hue

merupakan bagian dari pengujian yang menunjukan derajat warna yang dilihat

indra penglihatan. Dalam sebuah skala warna yang seragam, perbedaan antara

titik-titik plot dalam ruang warna dapat disamakan untuk melihat perbedaan warna

yang direncanakan (Hunter 1958). Nilai hue dihitung dari invers tangen

perbandingan nilai b dan nilai a (Lampiran 1). Nilai °hue merupakan gambaran

dari sumbu 360º di mana daerah kuadran 1 menunjukkan warna kemerahan,

daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah kuadran 3

menunjukkan warna hijau biru, dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu

(MacDougall 2002).

Dari nilai ºhue yang telah didapatkan terhadap lama penyimpanan, maka

dapat diketahui warna kromatik visual yang terlihat apabila dihubungkan dengan

jumlah gas H2S yang terbentuk selama penyimpanan daging ayam. Grafik

perubahan nilai ºhue dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Nilai ºhue label indikator

Pada jam ke-0, ºhue menunjukan 71,59º dan jam ke-24 menunjukan

63,30º. Berdasarkan hubungan nilai ºhue dan daerah warna kromatik visual, nilai

tersebut berada dalam kategori warna kuning-merah. Namun terjadi perubahan

kategori warna pada jam ke-48 dengan nilai ºhue sebesar 46,16º dan semakin

menurun hingga jam ke-96 dengan nilai 21,14º. Indikator dengan penyimpanan

selama 48 jam hingga 96 jam memiliki kategori warna merah. Sementara itu pada

penyimpanan jam ke-120 diperoleh nilai ºhue sebesar 17,81º, yakni sedikit

berubah menuju kategori merah-ungu.

Nilai ºhue juga dipengaruhi oleh konsentrasi H2S. Pada saat konsentrasi

H2S 0 ppm nilai ºhue sebesar 71,59. Hal ini menunjukkan bahwa warna kromatis

indikator label pada mulanya adalah kuning-merah. Semakin tinggi konsentrasi

gas H2S maka ºhue semakin menurun. Hal ini dapat dilihat ketika konsentrasi H2S

18,3 ppm, nilai ºhue turun menjadi 17,81º. Dari data tersebut dapat diperoleh nilai

slope sebesar -2,9323, dimana terjadi penurunan pada grafik.

Page 27: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

15

Kekerasan Daging Ayam Selama Penyimpanan

Uji kekerasan daging ditujukan untuk mengetahui kualitas dan kesegaran

daging. Kekerasan daging banyak ditentukan oleh struktur miofibrial, status

kontraksi, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, water holding

capacity, dan jus daging. Selain itu, kekerasan daging juga bervariasi pada spesies

dan otot yang sama (Soeparno 1992). Sehubungan dengan variasi tersebut, nilai

kekerasan tidak tercantum sebagai salah satu parameter pada SNI daging ayam

(BSN 2009). Hasil uji kekerasan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Nilai kekerasan daging ayam terhadap lama penyimpanan

Hasil pengujian tersebut menunjukan pada jam ke-0 nilai kekerasan adalah

31,6 mm/10s dan semakin menurun hingga jam ke-120 menunjukan nilai 13,4

mm/10s. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama proses penyimpanan

maka kekerasan daging semakin berkurang.

Nilai kekerasan merupakan nilai yang menunjukkan kedalaman jarum

penetrometer dapat masuk ke dalam sampel selama 10 detik. Oleh karena itu,

semakin dalam jarum, maka semakin tinggi nilai kekerasan yang dihasilkan.

Sementara semakin dalam jarum dapat masuk, maka tekstur sampel semakin

empuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai kekerasan berbanding terbalik

dengan tingkat keempukan sampel.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan tertinggi diperoleh

saat awal penyimpanan. Menurut Palupi (1986) sesaat setelah hewan dipotong,

perubahan biokimia dalam jaringan masih terjadi. Setelah itu terjadi kerusakan

yang disebabkan oleh mikroorganisme yang menempel pada daging.

Mikroorganisme mendegradasi protein dan lemak menjadi gas, air dan senyawa

kecil. Perubahan struktur tersebut mengakibatkan terurainya komponen daging

dan perubahan tekstur menjadi lebih lunak. Hal ini sejalan dengan hasil

pengamatan nilai TPC yang akan dibahas pada sub bab berikutnya. Namun air

yang dihasilkan dari proses degradasi protein dan lemak akan menguap apabila

daging tidak disimpan dalam suhu rendah. Hal tersebut membuat tekstur daging

menjadi keras kembali.

Menurut Nareswari (2006), daging ayam yang baik akan memiliki tingkat

kelunakan yang tinggi. Daging ayam yang mempunyai tingkat kelunakan rendah,

apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal menjadi tidak layak

untuk dikonsumsi. Hal ini ditunjukkan oleh daging ayam yang disimpan selama

Page 28: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

16

24 jam. Penurunan kelunakan secara signifikan mengakibatkan daging sudah tidak

layak untuk dikonsumsi.

Total Plate Count (TPC) Daging Ayam Selama Penyimpanan

Proses pembusukan pada daging salah satunya disebabkan oleh mikroba.

Menurut Sunarlim (1983) proses enzimatik yang berlangsung terus menerus pada

daging (post mortem) akan mengundang mikroorganisme yang mengakibatkan

pembusukan pada daging. Daging ayam mudah mengalami penurunan kualitas,

salah satunya, sebagai akibat dari pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme

dalam jumlah banyak selama penyimpanan (Sams 2001). Analisis mikrobiologis

dapat dilakukan dengan analisis Total Plate Count (TPC). Hasil pengujian TPC

pada daging ayam dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Hasil uji total plate count (TPC) terhadap lama penyimpanan daging

Hasil pengujian menunjukan bahwa peningkatan nilai TPC terjadi dari jam

ke-0 hingga jam ke-120. Pada awal penyimpanan, jumlah mikroba yang terdeteksi

sebesar 7 × 105 cfu/g. Sementara itu peningkatan mikroba terus terdeteksi hingga

pada penyimpanan daging ayam jam ke-120 diperoleh 71 × 105 cfu/g.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan

daging, maka semakin banyak mikroba yang tumbuh. Hal tersebut disebabkan

karkas ayam merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri (Frazier

dan Westhoff 1981). Brown (1982) juga menjelaskan bahwa aktivitas dan

pertumbuhan bakteri menjadi salah satu faktor terjadinya pembusukan pada

daging.

Anggraeni (2012) menyebutkan bahwa pengukuran seberapa jauh tingkat

kerusakan daging dapat dilihat dari banyaknya bakteri yang tumbuh dan

berkembang pada daging. Dalam penelitian ini, pengujian TPC daging ayam telah

melewati ambang batas SNI untuk daging yang layak dikonsumsi pada lama

penyimpanan 24 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian Sukarya (2009) bahwa

daging ayam mengalami kebusukan setelah penyimpanan 12 jam pada temperatur

ruang.

Penelitian Jay (1978) menjelaskan bahwa genus yang mendominasi

pembusukan daging adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Micrococcus,

Bacillus, Streptococcus, Lactobacillus. Ditambahkan oleh Jensen (1987) bahwa

Page 29: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

17

daging ayam normal disimpan pada suhu kamar dengan penanganan kurang baik

ditemukan mikroorganisme kelompok psikotrofik dan mesofilik. Mikroorganisme

kelompok tersebutlah yang diduga mendominasi pada pengujian TPC ini.

Dari hasil pengujian kekerasan dan TPC diketahui bahwa daging sudah

tidak layak dikonsumsi setelah disimpan selama 24 jam. Sementara itu, perubahan

tingkatan mutu daging selama penyimpanan dapat dilihat dari perubahan warna

yang tampak secara visual. Pada tabel 5 diketahui bahwa daging ayam di awal

penyimpanan bebas dari memar sehingga masuk pada tingkatan mutu I. Pada

daging yang disimpan antara 24-120 jam daging sudah masuk dalam kategori

rusak. Hal ini disebabkan muncul lendir serta terjadi perubahan warna menjadi

lebih gelap pada daging yang disimpan lebih dari 24 jam. Munculnya lendir

disebabkan oleh pertumbuhan mikroba yang melebihi batas SNI. Selain itu bau

busuk juga muncul pada daging tersebut. Menurut Frazier dan Westhoff (1978),

munculnya lendir, bau busuk dan perubahan warna pada daging ayam merupakan

tanda-tanda pembusukan pada keadaan aerobik.

Potensi Aplikasi Label Indikator

Label indikator dapat digunakan sebagai pendeteksi gas H2S pada

kebusukan daging. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada label

indikator. Dari penampakan indikator secara visual terlihat degradasi warna

seiring dengan peningkatan konsentrasi gas H2S (Gambar 14).

0 24 48 72 96 120 (jam)

0 2,2 8,7 14,4 16,5 18,3 (ppm)

Gambar 14 Degradasi perubahan warna indikator terhadap konsentrasi gas H2S

Dari gradasi warna dapat dilihat terjadi perubahan warna yang dapat

dilihat secara visual. Perubahan warna terjadi dari jingga menjadi lebih gelap. Hal

ini berarti gas H2S yang terdapat pada daging dapat bereaksi dengan indikator

sehingga terjadi perubahan warna. Namun perubahan warna ini masih belum

sensitif untuk mendeteksi kebusukan daging. Pada jam ke-24 daging sudah tidak

layak untuk dikonsumsi dilihat dari nilai kekerasan yang turun drastis dan

pertumbuhan mikroba yang tinggi, sedangkan label indikator baru memberikan

perubahan yang signifikan pada jam ke-72. Oleh karena itu label indikator ini

belum dapat digunakan sebagai penentu mutu daging.

Page 30: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Label indikator gas H2S dibuat dengan menggunakan kitosan dan FeSO4.

Teknik pembuatan indikator menggunakan cara oles sedang. Formula terbaik

yang digunakan adalah campuran kitosan sebanyak 3 gram, asam asetat glasial

1% 70 ml, akuades 30 ml dan FeSO4 sebanyak 2,5 gram.

Warna indikator berupa nilai L, a dan b dan ºhue dipengaruhi secara

signifikan oleh perbedaan lama penyimpanan daging ayam. Tingkat kecerahan

warna indikator bergerak ke arah lebih gelap dari 34,265 di jam ke-0 menjadi 7,44

di jam ke-120. Nilai a bergerak secara positif ke warna merah dari 17,17 pada jam

ke-0 hingga 32,45 di jam ke-120. Adapun nilai b juga bergerak ke arah negatif

menuju warna biru dari 51,67 pada jam ke-0 menjadi 10,26 pada jam ke-120.

Nilai ºhue pada jam ke-0 hingga jam ke-24 menunjukkan kategori warna kromatis

kuning-merah, pada jam selanjutnya hingga jam ke-96 indikator menunjukkan

kategori warna kromatis merah dan pada jam ke-120 menunjukkan kategori

merah-ungu.

Daging yang disimpan selama 120 jam mengalami peningkatan kekerasan

dari 31,6 mm/10s di jam ke-0 menjadi 13,4 mm/10s di jam ke-120. Selain itu

daging juga mengalami peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan.

Mikroba terdapat pada daging di jam ke-0 sebanyak 7 × 105 cfu/g meningkat

menjadi 71,5 × 105 cfu/g pada jam ke-120. Mikroba yang terdapat pada daging

menjadi salah satu penyebab munculnya gas H2S. Jumlah gas H2S semakin

meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, yakni dari 0 ppm menjadi 18,3

ppm.

Berdasarkan hasil penelitian, warna label indikator dapat berubah sesuai

konsentrasi gas H2S pada kemasan. Namun perubahan warna label indikator tidak

secepat perubahan mutu daging sehingga label indikator H2S ini belum dapat

digunakan untuk mendeteksi kebusukan daging ayam.

Saran

Disarankan untuk formulasi label indikator agar dapat menunjukkan

perubahan warna lebih sensitif terhadap tingkat kebusukan daging. Diperlukan

agen pendeteksi lain seperti myoglobin.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni E. 2012. Penggunaan Kitosan Sebagai Pengawet Alami Terhadap

Mutu Daging Ayam Segar Selama Penyimpanan Suhu Ruang [Skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ahvenainen R. 2003. Active and intelligent packaging. Di Dalam : Ahvenainen, R

(ed). Novel Food Packaging Techniques. Abington: Woodhead Publishing,

hlm 5-21

Page 31: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

19

Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3924:2009 Daging Ayam. Jakarta (ID):

Bada Standardisasi Nasional.

Beauchamp RO, Bus JS, Popp JA, Boreiko CJ, Andjelkovich DA, and Leber P.

1984. “A critical review of the literature on hydrogen sulfide toxicity.”

Critical Reviews in Toxicology 13 (1): 25-97.

Brown MH. 1982. Meat Microbiology. London: Applied Science Publishers.

Duncan F. 2005. MCB 1000L Applied Microbiology Laboratory Manual 4th Ed.

New York (US): The McGraw-Hill Companies.

Frazier WC and Westhoff DC. 1981. Food Microbiology, 3 Ed. New Delhi: Mc.

Graw Hill Pub. Co. Ltd.

Hunter RS. 1958. Photoelectric colour difference meter. J. of the optical Society

of America 48 : 985-995 Di dalam : MacDouggall DB. 2002. Colour in

Food : Improving Quality. Washington (US): CRC Press.

Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Maruland (US):

Chapman Hall Food Sci.

Jay JM. 1978. Modern Food Microbiology. Second Edition. New York (US): Van

Nostrand Reinhold Company.

Jensen L. 1987. Microbiology of Meats. Third Edition. Illnois (US): The Garrard

Press Publishers.

Kato ET, Yoshida CMP, Reis AB, Melo IS and Franco TT. 2011. Fast Detection

of Hydrogen Sulfide Using A Biodegradable Colorimetric Indicator System.

Polymer International Journal 60: 951-956.

Lestari IA. 2013. Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Escherichia Coli [Skripsi].

Bogor (ID): Insstitut Pertanian Bogor.

MacDougall. 2002. Colour in Food: Improving quality. Washington (US): CRC

Press.

Nofrida R. 2013. Film Indikator Warna Daun Erpa (Aerva sanguinolenta) sebagai

Kemasan Cerdas untuk Produk Rentan Suhu dan Cahaya [Tesis]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Nofrida R, Warsiki E dan Yuliasih I. 2013. Pengaruh Suhu Penyimpanan

Terhadap Perubahan warna Label Indikator Daun Erpa (Aerva

sanguinolenta). Jurnal Teknologi Industri Petanian 23 (3): 232-241.

Noureddini HS, Dailey WR, and Hunt BA. 1998. Production of glycerol ether

from crude glycerol – the by-product of biodiesel production. Papers.

Chemical and Biomolecular Engineering Research and Publication

Nareswari AR. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Ayam Tiren [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Palupi WOE. 1986. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta (ID): Pusat

Dokumentasi Ilmiah Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Putri CDW. 2012. Kemasan Cerdas Indikator Warna Untuk Mendeteksi

Kesegaran Buah Nanas Potong Selama Penyimpanan [Skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Raihana N. 2011. Profil Kultur dan Uji Sensitivitas Bakteri Aerob dari Infeksi

Luka Operasi Laparatomi di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang

[Artikel]. Padang (ID): Universitas Andalas Padang.

Salle AJ. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. Ed ke-5. New York:

McGraw-Hill.

Sams AR. 2001. Poultry Meat Processing. Washington DC: CRC Press.

Page 32: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

20

Sukarya R. 2009. Aplikasi Bakteriosin dari Lactobacillis sp. Galur SCG 1223

Sebagai Pengawet Daging Ayam Segar [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Sumarto. 2008. Mempelajari Pengaruh Penambahan Asam Lemak dan Natrium

Benzoat Terhadap Sifat Fisik, Mekanik, dan Aktivitas Antimikroba Film

Edibel Kitosan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sunarlim R. 1983. Penggunaan Chlor Untuk Memperpanjang Daya Simpan

Karkas [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

University Press.

USEPA. 2003. Integrated Risk Information System Toxicity Summary for

Hydrogen Sulfide. USA: USEPA.

USPDI. 1989. Drug Information for the Health Care Professional. Edisi 9. Vol.

IA. USA: United States Pharmacopeial Convention, Inc.

Warsiki E dan Putri CDW. 2012. Pembuatan Label/Film Indikator Warna Dengan

Pewarna Alami dan Sintetis. E-Jurnal Agroindustri Indonesia Oktober 2012

1(2): 82 – 87.

Wijarnoko L. Macam-Macam Jenis Kertas Digital Photo Printing [Internet].[di

unduh 2013 10 Okt] Tersedia pada http://www.ahlidesain.com/macam-

macam-jenis-kertas-digital-photo-printing.html.

Winarno FG.1980. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Page 33: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

21

Lampiran 1. Prosedur pengujian

1. Uji Kekerasan dengan Penetrometer

1. Penetrometer dihubungkan pada arus listrik dan diubah posisi switch ke ON

2. Atur posisi jarum dengan menekan tombol CLUTCH.

3. Daging yang akan diuji diletakkan pada tempat yang disediakan

4. Ujung jarum diatur hingga menyentuh batas permukaan sampel dengan

memutar knop

5. Tekan tombol RUN dan biarkan alat menghitung hingga 10 detik.

6. Atur pengukur hingga menyentuh batas jarum

7. Nilai kekerasan tertera pada layar dengan satuan mm/10 detik.

2. Uji Total Plate Count (TPC)

1. Sampel sebanyak 1 gram ditumbuk hingga halus

2. Larutan NaCl 0,85% sebanyak 9 ml dimasukkan ke dalam 5 buah tabung

ulir dan disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC

3. Sampel daging dimasukkan ke dalam tabung ulir dan diaduk hingga

tercampur

4. Pengenceran dilakukan dengan memindahkan 1 ml larutan sebelumnya ke

dalam tabung ulir selanjutnya hingga diperoleh pengenceran 10-5

5. Sebanyak 1 ml larutan dari tabung ulir pengenceran 10-5

dipipet ke dalam

cawan petri

6. Plate count agar yang sudah dilarutkan dalam air dimasukkan ke dalam

cawan petri secukupnya

7. Cawan petri ditutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 50ºC

8. Koloni yang terbentuk pada cawan petri dihitung dengan menggunakan

Quebec coloni counter

9. Jumlah koloni sebenarnya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut,

3. Uji Warna Label Indikator

1. Sampel diletakkan di bawah sensor warna

2. Tekan tombol power untuk menyalakan colorimeter

3. Tekan tombol SCAN warna hijau untuk memulai perhitungan

4. Pada layar akan muncul nilai L, a dan b

5. Nilai ºhue kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut,

6. Penentuan daerah kisaran warna kromatis visual dilakukan dengan

menghubungkan nilai ºhue pada tabel berikut.

Page 34: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

22

Tabel nilai ºhue dan daerah kisaran warna kromatis (Hutchings 1999)

Nilai ºhue Daerah kisaran warna

342º-18º Merah-Ungu

18º-54º Merah

54º-90º Kuning-Merah

90º-126º Kuning

126º-162º Kuning-Hijau

162º-198º Hijau

198º-234º Biru-Hijau

234º-270º Biru

270º-306º Biru-Ungu

306º-342º Ungu

Page 35: LABEL INDIKATOR BESI (II) SULFAT (FeSO4 PENDETEKSI ... · Mempelajari respon perubahan warna indikator kemasan cerdas terhadap konsentrasi gas H. 2. S Mengetahui perubahan mutu daging

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor tanggal 14 September 1991 dari pasangan Ade

Iskandar dan Erlin Yulianti. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun itu

penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) dan diterima di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan

perkuliahan. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan seperti koordinator asisten

praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2011. Penulis juga aktif dalam

organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai

bagian dalam divisi Human Resource Development (HRD) tahun 2010-2011.

Selain itu penulis juga pernah bekerja sebagai penyiar radio di Agri FM pada

tahun 2010 dan menjadi fotografer lepas di Harian Radar Bogor pada tahun 2011.

Penulis melakukan Praktik Lapangan di PT Sinar Mas Agro Resources

Technology, Surabaya pada bulan Juni-Agustus 2012. Selama Praktik Lapangan

penulis mempelajari penerapan ISO 22000 pada proses pembuatan kemasan di PT

Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Tbk. Pada bulan April

hingga Desember 2013 penulis melakukan penelitian dengan judul Label

Indikator Besi (II) Sulfat (FeSO4) Pendeteksi Kebusukan Daging dibawah

bimbingan Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si.