Upload
faqieh-fatonix
View
479
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Bintang dilahirkan, tumbuh & mati krn tua, tdk ada bedanya dgn mahluk
hidup. Akan tetapi rentang hidupnya diukur dlm miliaran atau puluhan miliar tahun.
Bintang dilahirkan di Nebula, yaitu awan gas dan debu besar yg ada di ruang angkasa.
Mereka mulai bersinar ketika "tungku" pembakaran nuklir mulai menyala di
dalamnya.
Pembentukan bintang hanya terjadi pd daerah tertentu di Alam Semesta,
dikenal sbg AWAN MOLEKULER RAKSASA. Pada daerah tsb, gas & debu
antarbintang lbh padat dr biasanya. Tidak satupun org yg bnr2 tahu apa yg
mencetuskan KELAHIRAN BINTANG, tetapi boleh jd disebabkan krn terjadinya
shockwave (gelombang kejut) yg sangat besar & kuat yg dipancarkan oleh ledakan
bintang di dekatnya (SUPERNOVA). (Supernova: ledakan besar (Big Bang) yg
terjadi pd saat sebuah bintang maharaksasa menuju kematian). (Maharaksasa: sebuah
bintang yg sgt besar, ratusan kali lebih besar dr Matahari).
Ketika bintang mencapai akhir hidup mereka, beberapa di antaranya
meninggalkan pentas bintang dgn "dentuman", sedangkan yg lainnya hanya dgn
"tangisan" kecil. Itu semuanya tergantung pd massanya. Bintang dgn massa yg relatif
rendah spt Matahari mengucapkan selamat tinggal dgn tangisan kecil & berakhir sbg
benda kecil yg sedikit lbh besar dr bumi.
Maharaksasa dengan rakus memakan bahan bakar nuklirnya, dan dlm
beberapa ribu tahun cahaya (hanya satu kedipan mata menurut mata kosmik) tdk ada
satupun yg tertinggal. Pd awalnya hanya inti, tetapi kemudian seluruh massa bintang
yg besar itu runtuh krn gravitasi. Keruntuhan ini terjadi sgt cepat & melepaskan
begitu banyak energi hingga menyebabkan ledakan sangat keras & bintang tsb hancur
berkeping2. Selama ledakan ini, yg disebut SUPERNOVA, bintang berkilau seperti
lampu sorot & dlm sesaat mjd lebih terang drpd kombinasi semua bintang di galaksi.
Materi yg terhembus ke angkasa akibat Supernova, membentuk awan, yg
mengembang dgn waktu. Banyak dr SISA SUPERNOVA (awan mengembang yg
dibentuk oleh materi yg terlontar pd ledakan Supernova) ini terlihat di angkasa. Bbrp
tahun belakangan ini, Teleskop Ruang Angkasa HUBBLE terus mengamati sisa
peninggalan yg terus berkembang dr Supernova yg terjadi pd tahun 1987 di galaksi
tetangga kita
Lahir kr2 4,6 miliar tahun yg lalu, Matahari saat ini berusia setengah baya krn
bintang seperti ini biasanya hidup selama kurang lebih 10 miliar tahun. Kemudian,
mereka akan mati.
Hal ini akan terjadi ketika bahan bakar Hidrogen pd intinya mulai habis. Maka
yg tertinggal hanyalah produk dr fusi, yaitu Helium. Dengan tidak adanya radiasi dr
fusi utk melawan gravitasi, gravitasi selanjutnya akan mengambil alih & membuat
intinya mulai runtuh. Keruntuhan ini akan melepaskan energi yg akan memanaskan
lapisan gas luar & membuatnya mengembang. Bintang ini akan mulai membengkak
hingga, biasanya, menjadi puluhan kali lbh besar ukuran awalnya. Bintang ini akan
mjd sesuatu yg para astronom namakan RAKSASA MERAH, disebabkan permukaan
luarnya yg dingin & memancarkan cahaya merah. (Raksasa Merah: bintang mati yg
telah mengembang jauh lebih besar dr ukuran awalnya serta memancarkan cahaya
merah).
Inti bintang terus menyusut & memanas. Pada suhu kr2 100 juta derajat, lebih
banyak reaksi fusi dipicu (kali ini antara nukleus Helium). Hal ini dpt memproduksi
karbon, dan melepaskan energi yg menjaga Raksasa Merah tetap bersinar. Tetapi pada
saatnya, Helium jg akan habis. Selanjutnya, gravitasi akan mengambil alih dan sang
Raksasa memulai keruntuhannya.
Akhirnya, gravitasi menghancurkan materi pd bintang mati shg partikel2 atom
dikumpulkan serta diikat dgn kuat bersama2. Bintang ini sekarang tdk lg sebuah
raksasa, tetapi merupakan BINTANG KERDIL PUTIH (Bintang Kerdil Putih:
bintang kecil, padat & panas, merepresentasikan tahap akhir dr kehidupan bintang... --
> Materi pd Bintang Kerdil Putih sedemikian padat shg 1 sendok teh beratnya dpt
mencapai bbrp ton)) dg diameter beberapa ribu mil. Pd tahap ini, ia masih panas &
bersinar terang. Tetapi dgn berjalannya waktu, ia menjadi dingin & meredup hingga
menjadi BINTANG KERDIL HITAM (Bintang Kerdil Hitam: sisa2 bintang (seperti
Matahari) yg sdh mati, kecil & berwarna hitam) dan pd akhirnya, menghilang dlm
kegelapan ruang angkasa.
Dalam makalah ini nanti akan kami uraikan asal usul terbentuknya atau
lahirnya bintang – bintang angkasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang
semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan
cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang
nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan
bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang
nyata).Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah:
“Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari)
yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui
reaksi fusi nuklir. ”
Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak
memancarkan cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat
dengan Bumi adalah Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh
Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.
A.Sejarah Pengamatan
Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-
bintang digunakan dalam praktek-praktek keagamaan, dalam navigasi, dan
bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian
dunia, adalah kalender matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif
terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali
‘bintang-bintang baru’ di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan
bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa
bintang-bintang sebenarnya adalah matahari-matahari lain, dan mungkin saja
memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[1] ide yang telah diusulkan
sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus.[2]
Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah matahari yang jauh mencapai
konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang
ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan
bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide
yang berasal dari teolog Richard Bentley.
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan
luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan
pengukuran pertama gerak diri dari sepasang bintang “tetap” dekat,
memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang
dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61
Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan
distribusi bintang di langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar
600 daerah langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang
bertambah secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat galaksi Bima Sakti.
Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit
sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[4] Selain itu William Herschel
juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang
yang secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka
memang secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.
B.Radiasi
Tenaga yang dihasilkan bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi
nuklear, dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi
partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai
angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-partikel bermuatan
listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel beta yang berasal dari
bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino yang berasal dari inti bintang.
Hampir semua informasi yang kita miliki mengenai bintang yang lebih
jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya, yang
terentang dari panjang gelombang radio hingga sinar gamma. Namun tidak semua
rentang panjang gelombang tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi.
Hanya gelombang radio dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh
atmosfer Bumi dan menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-
teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintang-bintang pada
panjang gelombang lain.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang
dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian
luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga kondisi di
bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan pastilah sangat
dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Dengan menelaah spektrum bintang, astronom dapat menentukan
temperatur permukaan, gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi dari
sebuah bintang. Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka
luminositas bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan
periode rotasi kemudian dapat diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat
juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem
bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom dapat
memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.
C. Fluks pancaran
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan
sebuah bintang adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga yang
diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan
waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan internasional)
atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).
D. Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang
dipancarkan oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya
satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik
(satuan cgs) atau luminositas matahari. Dengan menganggap bahwa bintang
adalah sebuah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,
dimana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah
jari-jari bintang dan Te adalah temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan
metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui
hubungan
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak
bintang ke
E. Magnitudo
Secara tradisi kecerahan bintang dinyatakan dalam satuan magnitudo.
Kecerahan bintang yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun
teleskop, dinyatakan oleh magnitudo tampak (m) atau magnitudo semu. Secara
tradisi magnitudo semu bintang yang dapat dilihat oleh mata bugil dibagi dari
1 hingga 6, di mana satu ialah bintang paling cerah, dan 6 sebagai bintang
paling redup. Terdapat juga kecerahan yang diukur secara mutlak, yang
menyatakan kecerahan bintang sebenarnya. Kecerahan ini dikenal sebagai
magnitudo mutlak (M), dan terentang antara +26.0 sampai -26.5. Magnitudo
adalah besaran lain dalam menyatakan fluks pancaran, yang terhubungkan
melalui persamaan,
dimana m adalah magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.
F. Satuan pengukuran
Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI,
tetapi satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan
dalam satuan erg per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi
daripada sebuah konvensi. Seringkali pula massa, luminositas dan jari-jari
bintang dinyatakan dalam satuan matahari, mengingat Matahari adalah bintang
yang paling banyak dipelajari dan diketahui parameter-parameter fisisnya.
Untuk Matahari, parameter-parameter berikut diketahui:
massa Matahari: kg[5]
luminositas Matahari: watt[5]
radius Matahari: m[6]
Skala panjang seperti setengah sumbu besar dari sebuah orbit sistem
bintang ganda seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU =
astronomical unit), yaitu jarak
G.Klasifikasi
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang
dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan
suhu, warna dan komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh
Observatorium Universitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun
1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk mengingat
urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss
Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan
penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan
(0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut
bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir
urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada
F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Kelas WarnaSuhu Permukaan
°CContoh
O Biru > 25,000 Spica
B Putih-Biru 11.000 - 25.000 Rigel
A Putih 7.500 - 11.000 Sirius
F Putih-Kuning 6.000 - 7.500 Procyon A
G Kuning 5.000 - 6.000 Matahari
K Jingga 3.500 - 5.000 Arcturus
M Merah <3,500 Betelgeuse
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan
Edith Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem
pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali
merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem
klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut :
0 Maha maha raksasa
I Maharaksasa
II Raksasa-raksasa terang
III Raksasa
IV Sub-raksasa
V deret utama (katai)
VI sub-katai
VII katai putih
Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem
pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang
dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang.
Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara
luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini adalah
diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha mempelajari evolusi
bintang.
H.Penampakan dan Distribusi
Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari)
hanya tampak sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi
atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati
menggunakan teleskop optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop
interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran
diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik
busur.
Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). citra NASA.
Telah lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem
bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar untuk
bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya
berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin
redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai sistem
tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi katai merah yang berada dalam sebuah
sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi bintang
di galaksi Bimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan bintang
di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal.
Sistem yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai.
Bintang-bintang tidak tersebar secara merata mengisi seluruh ruang alam
semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama
dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan
miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam
semesta teramati.[7]
Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di
seluruh alam semesta yang teramati[8]. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000
000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang
berjumlah sekitar 300 miliar.
Bintang terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak
39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun cahaya. Cahaya dari Proxima
Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah
jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang
dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah sekitar pusat
galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo
galaksi.
Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan
antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti
sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat
sering terjadi[9] . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-
pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang
memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret
utama lainnya di sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah
pengembara merujuk pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal
lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.
I. Terbentuknya bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah
medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun
masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang
ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–
28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam
awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada
saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses
pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan
gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali
matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari
supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai
kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans,
awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-
sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di
suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi
individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia
sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.
Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu
dan gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat
memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat
bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi
energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini
mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di
intinya. Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan
protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu
hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang
mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium
dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai
cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses
pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai
bintang deret utama.
J. Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar
hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan
tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada
dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.
K. Akhir sebuah bintang
Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang
mengecil dan membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar
bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan
bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang dapat
mencapai 100 kali ukuran matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih.
Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang
tersebut akan membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini
kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk
bintang neutron atau Lubang hitam.
BAB III
KESIMPULAN
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang
semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan
cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang
nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan
bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium
antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat
jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini
kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen
elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa
nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan
membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar
bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan
disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran matahari
sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih
besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah.
Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan
kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.
DAFTAR PUSTAKA
Gribbin, John; Mary Gribbin (2001). Stardust: Supernovae and Life — The Cosmic
Connection. Yale University Press. ISBN 0-300-09097-8.
Wikipedia. Asal Usul Lahirnya Bintang, 2009. Dikases
http://id.wikipedia.org/wiki/Bintang 8 Juni 2010 jam 14.46 WIB