Upload
friska-meinida
View
283
Download
35
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menunjang peningkatan sumber
daya alam juga sumber daya manusia termasuk dalam bidang pengobatan. Dahulu,
pengobatan dilakukan secara tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami berupa
tanaman maupun hewan yang dianggap berkhasiat. Pengolahan bahan-bahan tersebut agar
dapat memberikan efek terapi dilakukan secara sederhana yaitu menumbuk, merebus, atau
teknik lainnya berdasarkan pengalaman seseorang. Tumbuhan khususnya di Indonesia
merupakan jenis makhluk hidup yang memiliki tingkat diversitas paling tinggi dengan pola
penyebaran yang bervariasi tergantung ekologi daerahnya dan dalam jumlah yang banyak.
Dalam bidang tanaman obat, Indonesia dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara
yang keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil, tentu sangat potensial dalam
mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tanaman obat kita sendiri. Lebih dari 1.000
spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut
menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang
beraneka ragam, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat
berbagai penyakit. Beberapa upaya dilakukan untuk meramu obat tradisional sehingga dapat
dikonsumsi dalam bentuk produk olahan siap pakai (Radji, 2005).
Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan tanaman obat sebagai obat
tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan (Dirjen POM, 2000).
Penggunaan obat tradisional sebagai upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan adanya isu back to nature dan
kepercayaan masyarakat terhadap kelebihan obat tradisional dibandingkan dengan obat
modern, antara lain efek sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat,
adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/ komponen
bioaktif tanaman obat, pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi,
serta obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.
Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah kemangi (Ocimum sanctum
Linn.). Tanaman kemangi mudah didapatkan, tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan dapat
1
tumbuh secara liar ataupun dibudidayakan. Daun kemangi banyak digunakan sebagai sayur
mentah (lalapan), peluruh air susu ibu, obat penurun panas, memperbaiki pencernaan, encok,
urat saraf, sariawan, panu, radang telinga, perut kotor, muntah-muntah, mual, peluruh kentut,
peluruh haid setelah bersalin, borok, memperbaiki fungsi lambung (Batlibang,
1987;Syamsuhidayat, 1991; Sudarsono, 2002).
Kini, inovasi dalam pembuatan produk siap pakai dari tanaman obat kian beragam
sesuai dengan kebutuhan konsumen yang memakainya. Ada yang berupa jamu, pil, sirup atau
sediaan farmasi lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemakaian tanaman obat
agar dapat dikonsumsi secara praktis. Berkenaan dengan hal ini, penulis tertarik untuk
membahas lebih jauh jurnal ilmiah yang berjudul “Optimasi Formulasi Tablet Ekstrak Daun
Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Campuran Avicel pH 101 dan Laktosa secara SLD
(Simplex Lattice Design)”. Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam jurnal ilmiah
tersebut, peneliti memilih sediaan tablet sebagai alternatif dalam meramu daun kemangi
menjadi obat penurun panas. Alasannya terkait dengan penggunaannya yang lebih efisien,
dapat diubah-ubah dan praktis untuk pengobatan. Untuk itu, peneliti mencoba mencari
formulasi tablet yang baik bagi daun kemangi agar bisa menjadi produk farmasi layak pakai.
Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Artinya tablet terdiri dari satu atau lebih zat aktif dibantu dengan bahan
eksipien. Bahan eksipien yang digunakan pada jurnal ilmiah ini adalah laktosa dan avicel.
Namun, penulis hanya akan membahas lebih luas tentang laktosa sebagai bahan pengisi.
Sedangkan avicel menjadi bahan pendukung untuk laktosa.
Lewat ulasan jurnal ilmiah ini, diharapkan agar masyarakat khususnya tenaga teknis
kefarmasian dapat mengetahui secara rinci bagaimana mengolah tanaman obat menjadi
bentuk sediaan farmasi sesuai kebutuhan konsumen. Selain itu, ulasan ini juga dimaksudkan
sebagai tolak ukur bagi pengolahan tanaman obat lainnya sehingga tak hanya bertumpu pada
satu paradigma bahwa tanaman obat hanya dibuat secara tradisional. Akan tetapi, tanaman
obat dapat digunakan secara mudah dengan bentuk yang lebih baik, sederhana juga praktis.
Selanjutnya, diperlukan penelitian-penelitian lebih mendetail untuk menganalisis apakah
tanaman obat tersebut layak dibuat dalam bentuk sediaan obat lainnya.
2
BAB II
ISI
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai optimasi formulasi tablet kemangi secara
rinci. Terlebih dahulu mengenal hal-hal yang perlu diketahui berkenaan pada formulasi tablet
ini seperti pada jurnal ilmiah di atas. Dalam jurnal ilmiah tersebut, zat aktif yang hendak
dijadikan tablet berasal dari daun kemangi, di mana daun kemangi diduga sebagai obat
penurun panas.
Oleh peneliti, daun kemangi yang digunakan berupa ekstrak kental dengan bantuan
etanol 70 % melalui metode soxhletasi. Berikut penjelasan mengenai daun kemangi, ekstrak
dan metode ektraksi yang digunakan dalam proses pembuatan tablet kemangi. Kemangi
merupakan salah satu tanaman berkhasiat yang tidak hanya tumbuh di Indonesia tetapi juga
di India, Taiwan, Cina, dan Asia Tenggara. Kemangi disebut juga tulsi, tulasi, holy basil,
sacred basil. Menurut taksonominya, kemangi diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum sanctum L.
Deskripsi tanaman kemangi adalah sebagai berikut :
PerawakanHerba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harum,
tinggi 0,3-1,5 meter.
BatangBatang pokok tidak jelas, bercabang banyak, hijau sering keunguan,
berambut atau tidak.
Daun Tunggal, berhadapan, tangkai daun 0,25-3 cm, helaian daun, bulat telur-
elips-memanjang, ujung meruncing-runcing, atau tumpul, pangkal bangun
pasak sampai membulat, di kedua permukaan berambut halus, berbinti-
bintik kelenjar rapat 0,75-7,5 x 0,5-2,75 cm.
3
Tepi daun Bergerigi lemah-bergelombang-rata.
BungaSusunan majemuk berkarang atau tandan, terminal, 2,5-14 cm, di ketiak
daun ujung, daun pelindung elips atau bulat telur, panjang 0,5-1 cm.
Benang sari 4, tersisip di dasar mahkota, 2 panjang.
Putik Kepala putik bercabang dua, tidak sama.
BuahKelopak ikut menyusun buah, buah tegak dan tertekan, ujung bentuk kait
melingkar, panjang kelopak buah 6-9 mm.
Biji Tipe keras, coklat tua, gundul, waktu dibasahi segera membengkak.
Kemangi mengandung tanin (4,6%), flavonoid, steroid/ triterpenoid, minyak atsiri
(2%), asam heksauronat, pentosa, xilosa, asam metil homoanisat, molludistin serta asam
ursolat. Pada jurnal ilmiah ini, peneliti menduga senyawa flavonoida dalam daun kemangi
yang berperan penting dalam formulasi tablet penurun panas. Senyawa flavonoida adalah
suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan
dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, di mana dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Flavonoidnya terdiri dari flavonepigenin,
luteolin, flavon-O-glikosida apigenin 7-O-glukoronida, luteolin 7-O-glukoronida, flavon C-
glukosida orientin, vicenin, cirsilineol, cirsimaritin, isothymusin, isothymonin (Depkes,
1995).
Kemangi mempunyai beragam khasiat antara lain : analgesik, antiamnesik, dan
nootropik, anthelmintik, anti bakterial, anti katarak, anti fertilitas, anti hiperlipidemi, anti
inflamasi, anti lipidperoksidatif, anti oksidan, anti stress, antithyroid, antitusif, anti ulkus,
kemoprotektif, imunomodulator, radioprotektif, aktivitas hipoglikemik, aktivitas hipotensif,
dan anti kanker. Penggunaan Ocimum sanctum yang sudah didukung oleh preliminary data
klinik adalah untuk pengobatan diabetes. Namun perlu diingat pula bahwa obat bahan alam
yang dianggap aman oleh masyarakat juga perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan setiap
bahan atau zat memiliki potensi bersifat toksik tergantung takarannya dalam tubuh serta
sulitnya standarisasi obat tradisional. Mengingat pemanfaatan daun kemangi yang beragam
tetapi masih berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, maka masih perlu didukung oleh
informasi ilmiah mengenai khasiat dan efek samping yang ditimbulkan. Untuk membuat daun
4
kemangi menjadi tablet, peneliti memilih menjadikan lebih dulu daun kemangi dalam bentuk
ekstrak. Apa itu ekstrak ? Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai
(Anonim, 1995). Ekstrak kental (extractum spissum) merupakan sediaan liat dalam keadaan
dingin dan tidak dapat dituang.
Metode pembuatan ekstrak dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan
mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan
dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel etal., 1995). Cara sokhletasi dapat
dilakukan dengan meletakkan bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi di
bagian dalam alat ekstraksi dan gelas yang bekerja secara kontinyu (perkolator). Wadah gelas
yang mengandung kantung diletakkan di antara labu penyulingan dengan pendingin aliran
balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang
menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa, berkondensasi di
dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi
larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara
otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian, zat yang terakumulasi melalui
penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voigt, 1984).
Tablet itu sendiri adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa
bahan tambahan. Bahan tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi,
bahan pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan pembasah atau bahan lain yang
cocok. Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi (Syamsuni, 2007). Adanya formulasi pada sediaan tablet bertujuan antara
lain :
1. Tujuan utama memformulasi dan mendesain tablet adalah suatu proses ketika formulator
memastikan agar jumlah zat aktif yang benar mencapai tempat yang benar dalam tubuh,
dihantarkan dalam jangka waktu yang memadai, sedangkan keutuhan kimia zat aktif
terlindung sampai ke tempat yang diinginkan. Hal ini akan berbeda tergantung pada
tujuan zat aktif yang dipersyaratkan untuk digunakan efek lokalnya.
2. Formulasi tablet digunakan untuk memodifikasi kerja zat aktif dalam hal kecepatan
(temporal) atau keruangan (spatial). Pada modifikasi temporal, kecepatan pelepasan zat
aktif dikendalikan untuk memberikan karateristik pelepasan yang dipersyaratkan
(misalnya bentuk sediaan lepas kontinu/ lepas diperlambat). Pada modifikasi keruangan,
5
zat aktif dapat diformulasikan dalam suatu cara agar mempermudah transpor ke tempat
tertentu dalam tubuh sebelum dilepaskan (misalnya tablet enterik).
3. Formulasi tablet didesain untuk memberikan suatu zat aktif yang dapat diterima oleh
pasien dan sesuai bagi dokter penulis resep. Dalam hal ini, pilihan jenis bentuk sediaan
yang paling utama adalah tablet atau kapsul.
4. Dari sudut produksi farmasetik, hal penting yang harus diperhatikan adalah bentuk
sediaan dapat dibuat dengan mudah, ekonomis, dan reprodusibel. Hasilnya harus bagus
(Siregar, 2010).
Pada jurnal ilmiah ini, penulis akan lebih mengulas tentang zat pengisi berupa laktosa.
Lalu, kaitan antara laktosa dan avicel pH 101 sebagai kombinasi zat pengisi juga
hubungannya dengan beberapa eksipien lainnya untuk mendapatkan optimasi formulasi tablet
kemangi yang memenuhi persyaratan sebagai tablet yang baik dan layak digunakan. Zat
pengisi atau pengencer adalah suatu zat inert secara farmakologis yang ditambahkan ke
dalam suatu formulasi sediaan tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot, ukuran tablet sesuai
yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan
meningkatkan mutu sediaan tablet. Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan-peraturan dari negara di mana produk
akan dipasarkan.
2. Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di semua negara tempat produk itu dibuat.
3. Harganya harus cukup murah.
4. Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya sukrosa) atau karena komponen
(misalnya natrium) dalam tiap segmen atau bagian dari populasi.
5. Secara fisiologis harus inert/ netral.
6. Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau
komponen tablet lain.
7. Harus bebas dari segala jenis mikroba.
8. Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).
9. Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk-produk vitamin tertentu), pengisi dan
bahan pembantu lainnnya harus mendapat persetujuan sebagai bahan aditif pada
makanan.
10. Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.
6
Penulis menduga bahwa peneliti menggunakan laktosa hidrat. Laktosa hidrat
merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan tablet. Zat ini
menunjukkan stabilitas yang baik dalam gabungan dengan kebanyakan zat aktif hidrat
ataupun anhidrat. Laktosa hidrat mengandung kira-kira 5% air kristal. Bentuk hidrat biasanya
digunakan dalam sistem granulasi basah dan granulasi kering (Siregar, 2010). Selain itu,
untuk metode granulasi basah, lebih baik menggunakan laktosa hidrat, karena meski laktosa
anhidrat tidak bereaksi dengan pereaksi Maillard (dengan zat aktif mengandung amina
dengan adanya logam stearat), bentuk anhidrat dapat menyerap lembab. Formula laktosa
biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan (dalam
penampan atau alat Pengering Lapis Mengalir (PLM) atau Fluidized Bed Dryers atau (FBD),
dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet dalam pengempaan (Siregar,
2010).
Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang
mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang
homogen. Harga laktosa lebih murah daripada bahan pengisi lainnya (Siregar, 2010). Laktosa
merupakan suatu gula reduksi yang dapat bereaksi dengan senyawa amin untuk menghasilkan
reaksi khas kecoklatan Maillard. Laktosa juga akanberubah menjadi coklat dengan adanya
senyawa alkali berupa lubrikan alkali. Laktosa juga tidak dapat bergabung (inkompatibel)
dengan asam askorbat, salisilamida, pirilamin maleat, dan fenilefrin hidroklorida (Siregar,
2010). Secara kimia laktosa terdiri atas dua bentuk isomer, α dan β. α-laktosa monohidrat
tersedia komersial sebagai serbuk tak berasa dalam suatu rentang ukuran partikel 200-400
mesh (Siregar, 2010). Ada dua jenis laktosa yaitu yang berukuran mesh 60-80 (kasar) dan
mesh80-100 (biasa). Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukkan laju penglepasan
obat yang baik, granulnya cepat kering, dan waktu hancurnya tidak terlalu peka terhadap
perubahan pada kekerasan tablet (Lachman, 1994).
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat. Konsentrasi laktosa yang digunakan dalam formulasi
adalah 65% - 85%. Laktosa merupakan serbuk atau masa hablur, keras, putih, atau putih
krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau.
Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, praktis tidak larut dalam
kloroform, etanol dan eter (Kibbe, 2000). Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai
bahan pengisi yang baik karena dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah atau
metode kempa langsung (Edge et al., 2006). Laktosa adalah bahan yang bersifat kompresibel,
7
sifat alirnya kurang baik, dapat menyerap kelembaban dari udara sehingga kemungkinan
dapat berpengaruh pada sifat fisik tablet (Sulaiman, 2007).
Avicel pH 101 dalam bentuk serbuk digunakan secara luas dalam pembuatan tablet
kempa langsung dan menunjukkan kekerasan dan friabilitas yang baik. Sifat mengalirnya
baik dan sifat-sifat pencetakan langsungnya bagus sekali. Avicel itu merupakan pengisi yang
relatif mahal jika dibandingkan dengan laktosa. Avicel biasanya tidak digunakan tunggal
dalam tablet sebagai pengisi utama kecuali formulasi membutuhkan khusus sifat-sifat ikatan
Avicel. Avicel mampu menahan (memegang) lebih dari 50% zat aktif. Sebagai pengisi, avicel
memberikan banyak kemungkinan menarik untuk pengendalian kecepatan pelepasan zat aktif
jika dikombinasi laktosa, amilum, dan kalsium fosfat dibasik. Pada granulasi basah, avicel
menghasilkan tablet keras dengan tekanan kempa yang rendah pada pengempaan tablet. Zat
ini menghasilkan pembasahan yang cepat dan merata karena adanya wicking acting sehingga
cairan penggranulasi terdistribusi di seluruh onggokan serbuk. Menurut peneliti, avicel
memiliki sifat alir yang kurang baik sedangkan laktosa memiliki sifat alir yang baik sehingga
untuk menutupi kekurangan dari avicel dikombinasikan dengan laktosa. Dalam literatur lain
dikatakan bahwa laktosa lah yang memiliki sifat alir yang kurang baik daripada avicel.
Bila diperhatikan, peneliti merujuk pada ukuran partikel antara laktosa dan avicel pH
101, di mana avicel pH 101 dalam bentuk serbuk berukuran kecil sedangkan laktosa dengan
ukuran yang lebih besar juga berupa granul sehingga dapat mempermudah proses granulasi
basah terlaksana. Selain itu alasan pemilihan laktosa sebagai kombinasi dari avicel karena
laktosa memiliki harga relatif murah, lebih mudah larut dalam air dibandingkan avicel. Akan
tetapi laktosa dapat larut dengan bantuan disintegran. Dalam hal ini avicel juga bersifat
sebagai disintegran atau penghancur. Sebagai tambahan dengan adanya avicel pada formulasi
tablet kemangi mampu menahan atau memegang lebih dari 50% zat aktif atau sifat mengikat
yang baik. Lalu kecepatan pelepasan zat aktif dapat dikendalikan dengan baik apabila laktosa
dikombinasikan dengan avicel. Berikut ini karakteristik dari avicel (mikrokristalin selulosa) :
1. Insoluble, non-reaktif, aliran kurang baik, kapasitas pegang 50%.
2. Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil (kompresibilitas baik) dan
friabilitas tablet rendah, waktu stabilitas panjang.
3. Menghasilkan pembasahan yang cepat dan rata sehingga mendistribusikan cairan
penggranul ke seluruh massa serbuk; menghasilkan distribusi warna dan obat yang
merata.
8
4. Bertindak sebagai pembantu mengikat, menghasilkan granul yang keras dengan sedikit
fines.
5. Bisa bersifat pengikat kering, disintegran, lubrikan dan glidan.
6. Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi dengan
laktosa, manitol, starch, kalsium sulfat.
7. Membantu mengatasi zat-zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi seperti “clay”
yang sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi keras dan resisten terhadap
disintegrasi. Contoh: kaolin, kalsium karbonat.
8. Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi capping dan
friabilitas tablet.
9. Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi pewarna larut
air dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam.
10. Untuk obat dengan dosis kecil, avicel digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan.
11. 60% avicel pH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa lembab mudah
digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan dengan sedikit fine daripada
pasta yang hanya terbuat dari amilum.
12. Bentuk pH 101: serbuk, pH 102: granul, pH 103: serbuk.
Sedangkan bahan pengikat yang digunakan adalah gelatin. Gelatin merupakan
pengikat yang baik dan memberikan tablet dengan kekerasan mirip dari yang dihasilkan
akasia atau tragakan. Bahan ini digunakan pada konsentrasi 5-10% sebanyak 1-5% dari
formula. Gelatin ini sendiri sudah jarang digunakan, digantikan PVP, MC cenderung
menghasilkan tablet yang keras dan memerlukan disintegran yang aktif. Kelebihan dari
gelatin ini adalah dapat digunakan untuk senyawa yang sulit diikat sedangkan kelemahan dari
bahan ini adalah rentan bakteri dan jamur. Jika masih diperlukan pengikat yang lebih kuat,
dapat digunakan larutan gelatin dalam air 2-10%, yang dibuat dengan menghidrasi gelatin
dalam air dingin selama beberapa jam/ semalam kemudian dipanaskan sampai mendidih,
larutan gelatin harus dipertahankan hangat sampai digunakan karena akan menjadi gel pada
pendinginan.
Bahan pelicin (lubrikan) digunakan magnesium stearat. Magnesium stearat
merupakan campuran magnesium dengan asam organik solid yang mengandung magnesium
stearat dan magnesium palmitat (C32H62MgO4). Magnesium stearat digunakan sebagai bahan
pelicin (lubrikan) dalam kapsul dan tablet dengan konsentrasi 0,25% - 5,0% w/w. Pemerian:
9
serbuk CH2OH-CH2OH-OH-OH-H-H, halus, licin, putih, dan mudah melekat pada kulit, bau
lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, etanol (95%) P dan dalam eter P, sukar
larut dalam benzena dan etanol (95%) (Rowe et al., 2003). Magnesium stearat merupakan
senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak,
terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai
perbandingan. Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas;
mudah melekat di kulit; bebas dari butiran. Magnesium stearat tidak larut dalam air, dalam
etanol, dan dalam eter (Anonim, 1995). Magnesium stearat umumnya digunakan pada
sediaan kosmetik, makanan, dan formula farmasetik. Magnesium stearat berfungsi sebagai
bahan pelicin pada pembuatan kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara 0,25%-5,0% serta
digunakan sebagai bahan pembawa dalam krim. Magnesium stearat berupa serbuk,
bercahaya, berbau dan berasa seperti asam stearat. Serbuk magnesium stearat berminyak jika
dipegang dan mudah melekat di kulit. Magnesium stearat kurang larut dalam benzen hangat
dan etanol hangat (95%) (Allen dan Luner,2006).
Nama lain aerosil adalah silium dioksida. Terdispersi tinggi, memiliki luas permukaan
spesifik yang tinggi dan terbukti sangat menguntungkan sebagai bahan pengatur aliran.
Aerosil dapat mengatasi lengketnya partikel satu sama lainnya sehingga mengurangi gesekan
antar partikel. Selain itu, aerosil mampu mengikat lembab, melalui gugus sianolnya
(menyerap air 40% dari massanya) dan sebagai serbuk masih mampu mempertahankan daya
alirnya yang baik (Voigt, 1984).
Explotab® merupakan serbuk bebas mengalir mengandung sodium Na 2,8% sampai
4,2%, pH antara 5,8 dan 7,5 mengandung natrium klorida tidak lebih dari 0,002%, berwarna
putih tidak berbau, tidak berasa sebagai salah satu merk dagang natrium amilum glicolate:
Explotab. Penggunaannya dalam pembuatan tablet sebagai bahan penghancur yang lebih
murah dari karboksimetil selulosa, digunakan dengan konsentrasi rendah yaitu 1-8%
dilaporkan 4% optimum (Banker and Anderson, 1994). Explotab® merupakan derivat dari
amilum kentang. Nama lain dari Explotab® adalah sodium starch glycolat, merupakan serbuk
putih yang freeflowing. Explotab® merupakan salah satu superdisintegrant yang efektif
digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi maupun cetak langsung. Bahan
penghancur ini sangat baik karena kemampuan mengembangnya yang cukup besar sehingga
dapat membantu proses pecahnya tablet (Edge dan Miller,2006).
Sodium starch glycolate adalah garam dari carboxymethylcelulose eter pati yang
sangat halus, putih, dan tidak berbau. Sodium starch glycolate digunakan dalam farmaseutikal
10
oral sebagai bahan penghancur dalam formula kapsul dan tablet. Konsentrasi dalam formula
antara 2–8% dengan konsentrasi optimal 4% meskipun dalam banyak formula menggunakan
konsentrasi 2% sudah cukup memadai. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan tidak
dapat dicairkan pada pelarut organik. Sodium starch glycolate memiliki berat molekul
500.000-11.000.000, terdiri dari granul bulat atau lonjong dengan diameter 30–100
μm(Kibbe, 2000).
Dalam jurnal ilmiah, metode yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah
granulasi basah. Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau
campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan
menghasilkan aglomerasi atau granul (Siregar, 2010). Metode pembuatan tablet secara
granulasi basah bisa diketahui dari pernyataan di bawah ini. Zat berkhasiat, zat pengisi, dan
zat penghancur itu dicampur sampai homogen, lalu dibasahi dengan bahan pengikat, bila
perlu ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu, diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam
lemari pengering (oven) pada suhu 40°C-50°C, setelah dikeringkan lalu diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan
dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
Sedangkan pada jurnal ilmiah, tata cara pembuatan tablet kemangi dengan granulasi
basah dapat diamati seperti di bawah ini. Ekstrak daun kemangi yang telah dikeringkan
dengan aerosil, ditambah avicel pH 101 dan laktosa dengan jumlah konsentrasi yang berbeda,
diaduk hingga homogen. Larutan gelatin 10% (gelatin dilarutkan dengan aquadest)
ditambahkan sampai terbentuk massa yang siap digranulasi. Massa granul diayak dengan
ayakan NO.16, hasilnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 40°C-50°C. Setelah kering,
granul diayak kembali dengan ayakan NO.18, kemudian dilakukan uji sifat fisik meliputi
susut pengeringan granul, kecepatan alir, daya serap air dan kompaktibilitas. Setelah
diketahui sifat fisik granul optimum maka dicetak menjadi tablet dan dilakukan uji sifat fisik
meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Alasan formulator
memilih menggunakan metode granulasi basah karena penggunaannya yang luas di masa
lampau dan metode masih terus berlaku untuk produk yang sudah mantap karena untuk satu
alasan dan lainnya, metode ini tidak dapat diganti dengan kempa langsung.
Selain itu, untuk memastikan keseragaman kandungan tablet dengan mendispersikan
dosis kecil zat aktif dan/ atau zat tambahan pewarna dengan melarutkannya dalam pengikat
cair. Prosedur ini menghasilkan distribusi zat terlarut lebih baik dan seragam. Adapun
keuntungan dan keterbatasan granulasi basah dapat dilihat pada tabel di bawah, sebagai
11
berikut. Keuntungan Keterbatasan - Sifat-sifat mengalir lebih baik - Tahapan multiproses
lebih rumit (diperbaiki) dan membuat validasi dan - Pemadatan pengendalian sulit -
Karateristik pengempan diperbaiki - Waktu, ruangan, dan peralatan - Distribusi zat pewarna
dan zat aktif yang digunakan memerlukan biaya yang larut lebih baik/ jika yang mahal
ditambahkan dalam larutan pengikat - Stabilitas menjadi perhatian untuk - Debu berkurang
zat aktif peka lembap atau - Pencegahan pemisahan campuran termolabil serbuk - Kehilangan
bahan selama berbagai - Permukaan hidrofobik menjadi tahapan proses lebih hidrofilik.
Berbagai tahap (unit proses) dalam pembuatan tablet metode granulasi basah adalah sebagai
berikut :
1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin
penggiling, misalnya menggunakan mesin “tornado mill”.
2. Pencampuran zat aktif, zat pengisi, sebagian zat disintegran dalam mesin pencampur
misalnya “planetary mixer” atau “twin-shell blender”.
3. Pencampuran zat aktif, zat pengisi, zat pengikat kering/ sebagian zat disintegran
(penambahan pengikat kering) dalam mesin “planetary mixer” atau “twin-shell blender”.
4. Penyiapan cairan penggranulasi basah, larutan musilago, atau suspensi, atau larutan gel,
dll.
5. Penyiapan air, alkohol atau hidroalkohol untuk mengaktifkan pengikat kering.
6. Pembuatan massa granulasi basah dengan cairan penggranulasi dalam mesin seperti
“sigma blade mixer”.
7. Massa lembap dibentuk menjadi granul dengan mengekstruksi melalui mesin “oscillating
granulator” dengan lempeng penyaring 6-12 mesh atau melalui mesin “fitz mill”
dilengkapi dengan lempeng penyaring besi yang diperforasi.
8. Granul lembap dikeringkan di atas penampan dalam oven pada suhu 50°C- 60°C atau
dalam pengering lapis mengalir (fluid bed dryer).
9. Granul yang telah kering diekstruksi dalam mesin “oscillating granulator” dengan
lempeng penyaring 18-20 mesh atau dengan mesin “fitz mill” dengan lempeng penyaring
18-20 mesh.
10. Granul ditapis melalui penyaring 18-20 mesh, kemudian dipindahkan ke mesin “twin-
shell blender” atau mesin pencampur kubik dan dicampur dengan disintegran, glidan,
dan lubrikan. (Lubrikan dan glidan diayak terlebih dahulu dengan pengayak 200 mesh).
11. Massa kempa (butir viii) dikempa menjadi tablet.
12
Berbagai sifat atau keuntungan dan keterbatasan eksipien dalam metode granulasi
basah tertera dalam tabel di bawah ini. Karateristik Pengisi Laktosa Monohidrat (Hidrat)
Laktosa Monohidrat (Hidrat) - Tidak dapat dikempa langsung sehingga digunakan dalam
formulasi granulasi basah - Menghasilkan tablet keras - Kekerasan tablet cenderung
meningkat pada penyimpanan - Waktu disintegrasi tidak dipengaruhi oleh kekerasan tablet -
Dapat larut, tetapi diperlukan suatu disintegran - Pelepasan zat aktif biasanya tidak
dipengaruhi oleh zat ini - Tidak reaktif, kecuali perubahan warna jika diformulasi dengan zat
amin dan basa. Mengandung lembap kira-kira 5% sehingga kemungkinan merupakan sumber
ketidakstabilan dengan zat aktif peka lembap - Mampu alirnya buruk - Tidak mahal Optimasi
model Simplex Lattice Design (SLD) Optimasi adalah suatu metode atau desain
eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis
(Armstrong and James, 1986).
SLD adalah salah satu metode analisis statistik untuk melakukan optimasi yang
digunakan untuk optimasi campuran: antar bahan dalam sediaan padat, semi padat atau
pemilihan pelarut. Simplex Lattice Design merupakan desain untuk optimasi campuran pada
berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam berapa bagian dan
jumlah totalnya dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian. Prosedur dari Simplex Lattice
Design meliputi penyiapan variasi kombinasi dari bahan tambahan yang akan dioptimasi.
Hasil kombinasi formulasi dari simplex lattice design dapat digunakan untuk
menetapkan respon yang optimal dari variasi kombinasi bahan tambahan, sehingga dapat
digunakan untuk memproduksi suatu sediaan yang memenuhi persyaratan. Persamaan yang
digunakan adalah :
Keterangan :
Y = respon ( hasil percobaan )
(A),(B) = kadar komponen dimana (A) + (B) = 1 a,b,ab = koefisien yang dapat dihitung
dari hasil percobaan untuk mendapatkan nilai koefisien, bila digunakan 2 faktor
diperlukan 3 macam percobaan yaitu menggunakan 100%A, 100%B dan campuran
50%A dan 50%B.
13
Y a(A) b(B) ab (A)(B)
Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Ukuran
biasanya berkisar antara ayakan nomor 4-12, walaupun demikian granul dari macam-macam
ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaian (Ansel,
1995). Sifat fisik granul yaitu :
1. Sifat alir pada umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat yang baik jika 100 gram
serbuk yang diuji mempunyai waktu alir ≤ 10 detik atau mempunyai kecepatan alir 10
gram/detik. Sifat alir suatu zat padat (partikel atau granul) dapat diketahui dengan 3 cara,
yaitu dengan pengukuran secara langsung (kecepatan alir) dan pengukuran secara tidak
langsung (sudut diam dan pengetapan).
2. Waktu alir, waktu alir merupakan waktu yang digunakan untuk mengalir dari sejumlah
granul atau serbuk pada alat yang dipakai. Mudah tidaknya granul mengalir dipengaruhi
oleh bentuk granul, sifat permukaan granul, density, dan kelembapan granul (Fassihi dan
Kanfer, 1986). Menurut Guyot Cit. Fudholi (1983), untuk 100 g granul atau serbuk
dengan waktu alir lebih dari 10 detik akan mengalami kesulitan dalam penabletan.
Pada jurnal ilmiah, penentuan profil sifat fisik granul dilakukan dengan 3 uji yakni uji
kecepatan alir, uji kompaktibilitas, dan uji daya serap air. Uji sifat alir atau kecepatan alir
massa komponen tablet ataupun campurannya penting untuk keseragaman pengisian massa
tablet ke dalam ruang kompresi/ die ataupun untuk homogenitas massa tabletnya.
Pada grafik, digambarkan bahwa intensitas kecepatan alir semakin meningkat ketika
berada pada level 100% laktosa. Artinya, kadar laktosa dengan sifat alir yang baik juga
interaksinya terhadap komponen tablet memberikan pengaruh cukup besar dalam formulasi
optimum tablet kemangi yaitu memperbaiki sifat alir granul sehingga akan diperoleh tablet
dengan keseragaman massa dan dosis yang baik.
Kompaktibilitas adalah kemampuan bahan untuk membentuk massa yang kompak
setelah diberi tekanan. Uji dilakukan dengan menguji kekerasan tablet hasil pengempaan
suatu bahan dengan volume dan tekanan tertentu. Kompaktibilitas merupakan parameter
untuk mengetahui kekerasan dan kerapuhan suatu tablet. Suatu tablet dikehendaki memiliki
kekuatan yang cukup keras sehingga dapat tahan terhadap guncangan selama proses
pengangkutan dan penyimpanan hingga saat digunakan pasien. Semakin besar tekanan yang
diberikan semakin keras suatu tablet.
Hasil profil yang diperoleh dari kurva hubungan antara kompaktibilitas dengan
formula, dapat diketahui bahwa tablet yang dibuat dengan formula 100% avicel pH 101
14
mempunyai kompaktibilitas yang lebih baik daripada tablet yang dibuat dengan formula
100% laktosa. Interaksi antara kedua bahan yaitu 50% avicel pH 101 dengan 50% laktosa
akan menurunkan kompaktibilitas tablet. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin besar
kadar laktosa dalam tablet akan semakin mengurangi kompaktibilitas, dan adanya avicel pH
101 akan memperbaiki sifat kompaktibilitas tablet.
Kompaktibilitas sangat erat kaitannya dengan kemudahan suatu serbuk untuk
dikempa sehingga dapat menghasilkan tablet yang keras. Daya serap bahan terhadap air
dinyatakan dalam kecepatan/ kapasitas penyerapan air. Kecepatan dan jumlah air yang
diserap di antaranya berpengaruh pada kelembaban massa tablet dan proses hancurnya tablet
dalam tubuh. Daya serap air berkaitan dengan disintegrasi tablet, disintegrasi tablet tidak
dapat terjadi jika air tidak masuk ke dalam tablet, di mana tergantung pada kompresi dan
kemampuan penyerapan air dari material yang dipakai. Air dapat berpenetrasi kedalam pori-
pori tablet karena adanya aksi kapiler. Bahan penghancur tablet mulai berfungsi di antaranya
melalui proses pengembangan, reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah air masuk ke
dalam tablet. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi daya serap air, semakin cepat
tablet tersebut hancur di dalam cairan lambung, sehingga obat lebih mudah dan lebih cepat
untuk diabsorbsi.
Hasil percobaan membuktikan bahwa penggunaan avicel pH 101 sebagai disintegran,
memberikan pengaruh lebih besar daya serap airnya dibandingkan laktosa. Selanjutnya,
peneliti mencanangkan penentuan profil formula optimum, dimana granul ekstrak daun
kemangi dari campuran avicel pH 101 dan laktosa dengan perbandingan 90% : 10%,
mempunyai respon total tertinggi sehingga dianggap perbandingan ini merupakan campuran
yang optimum pada pembuatan tablet kemangi.
Keseragaman bobot tablet jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan yang
akan dicetak menentukan berat tablet yang dihasilkan. Volume bahan yang diisikan (granul
dan serbuk) yang mungkin masuk ke dalam cetakan harus disesuaikan dengan beberapa tablet
yang telah lebih dahulu dicetak supaya tercapai berat tablet yang diharapkan (Ansel et al.,
1995). Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot
tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam
Farmakope Indonesia.
Kekerasan tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan atas
kerapuhan agar dapat bertahan terdapat berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan,
pengepakan dan pengiriman (Lieberman et al., 1994). Kekerasan digunakan sebagai
15
parameter tekanan mekanik seperti guncangan dari tekanan pengempaan. Kekerasan adalah
parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti
goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan
pemakaian. Kekerasan ini dapat dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan (Banker
and Anderson, 1986). Penambahan kekerasan akan menghasilkan tablet yang kurang rapuh,
sehingga bila terlalu keras akan mengakibatkan sukar hancur. Kekerasan tablet yang baik
berkisar antara 4-6 kg (Parrott, 1971).
Pada penelitian dalam jurnal ilmiah di atas, kombinasi avicel pH 101 90% dan laktosa
10% memberikan kekerasan yang baik. Avicel pH 101 sebagai bagian yang besar dalam
kombinasi mampu memberikan kekuatan antar partikel yang sangat kuat sehingga tablet yang
dihasilkan menjadi kompak.
Kerapuhan tablet adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam pengikisan dan
guncangan. Besaran yang dipakai adalah persen bobot yang hilang selama pengujian dengan
alat friabilator. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya
kandungan serbuk (fines). Kerapuhan di atas 1,0% menunjukkan tablet yang rapuh dan
dianggap kurang baik (Parrott, 1971). Kerapuhan tablet memenuhi syarat bila kerapuhan
kurang dari 0,8% (Banker dkk, 1986).
Waktu hancur tablet supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diapsorbsi
dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam cairan
tubuh untuk dilarutkan (Ansel et al., 1995). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waktu
hancur antara lain bahan pengisi, jumlah dan jenis bahan pengikat, bahan penghancur serta
tekanan kompresi (Fonner etal., 1981). Waktu hancur tablet tergantung pada sifat fisika dan
kimia granul serta kekerasan dan porositas tablet. Kecuali dinyatakan lain waktu hancur suatu
tablet tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979). Peneliti menyimpulkan bahwa dengan
adanya avicel pH 101 sebagai penghancur, mampu menyerap air dengan baik sehingga
perlawanan terhadap kekuatan ikatan antar partikel semakin besar. Akibatnya tablet akan
cepat hancur.
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Penggunaan kombinasi bahan pengisi antara avicel pH 101 dan laktosa dengan
perbandingan 90% : 10% merupakan perbandingan konsentrasi yang optimum bagi
formulasi tablet ekstrak kemangi.
2. Pembuatan tablet ekstrak kemangi menggunakan metode granulasi basah.
3. Metode penentuan optimasi formulasi tablet dengan ekstrak kemangi menggunakan
SLD (Simple Lattice Design).
4. Penentuan profil sifat fisik granul dari ekstrak kemangi dilakukan dengan 3 uji yaitu
uji kecepatan alir, kompaktibilitas, dan daya serap air.
5. Uji sifat fisik tablet ekstrak kemangi di antaranya keseragaman bobot tablet,
kekerasan tablet, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.
3.2. Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut juga studi literatur secara
kondusif dimaksudkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik khususnya dalam formulasi tablet dengan bahan lainnya. Selain itu, perlu
adanya sikap kehati-hatian dan teliti untuk mendukung penelitian dengan hasil yang
diinginkan.
17