Upload
mega-sari
View
142
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Definisi mengenai Leean Service, Proses Bisnis
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Proses Bisnis
Proses adalah suatu tindakan yang terstruktur. Proses juga dapat diartikan
suatu rangkaian kerja yang memiliki awal dan akhir, dengan masukan (input) dan
keluaran (output) yang terdefinisi secara jelas (Davenport, 1993).
Proses bisnis adalah gabungan dari aktivitas yang terdiri dari satu atau lebih
input dan membentuk output yang memberi nilai kepada pelanggan. Harrington
mendefinisikan proses bisnis sebagai berikut: “Business process. All service
processes and processes that support production processes (e.g.,order process,
engineering change process, payroll process, manufacturing process design). A
business process consists og group of logically related tasks that use the resources of
the organization to provide defined results in support of the organization’s
objectives.”(Harrington,1991).
Pemahaman konsep proses bisnis secara mendalam diperlukan agar dapat
memahami karakteristik dari proses bisnis itu sendiri. Harrington menyatakan bahwa:
“That can be interpreted to mean that the more we understand business processes,
the more we can improve them. To do that, we must clearly understand several
characteristics of business processes: Flow. The methods for transforming input into
output, Effectiveness. How well customer expectations are met. Efficiecy. How well
9
10
resources are used to produce an output, (d) Cycle time. The time taken for the
transformation from input to final output, (e) Cost. The expense og the entire
process.”(Harrington,1991).
2.2 Lean Service
Lean merupakan upaya untuk menghilang waste (pemborosan) secara
berkesinambungan dan meningkatkan nilai tambah pada (value added) pada produk
(barang / jasa) untuk memberikan nilai pada pelanggan (customer value). Pendekatan
lean bertujuan untuk meningkatkan customer value melalui peningkatan rasio antara
nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio) secara terus-menerus (Gasperz,
2007).
Walaupun terlahir dari industri manufaktur, konsep Lean dapat juga
diterapkan dalam bidang-bidang berbasis pelayanan. Lean dalam pelayanan
mempunyai konsep yang sama yaitu perbaikan yang berkesinambungan dan
menghilangkan aktivitas non value added dimana selanjutnya konsep ini disebut Lean
Service.
Gasperz (2007) menyatakan Lean service memiliki lima prinsip dasar yaitu:
1. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan.
2. Mengidentifikasi value stream untuk setiap proses jasa.
3. Mengeliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses jasa
(moment of truth) agar nilai mengalir tanpa hambatan.
11
4. Menetapkan sistem anti kesalahan (mistake-proof system) setiap proses
jasa untuk menghindari pemborosan dan penundaan.
5. Mengupayakan keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero-waste)
melalui perbaikan secara berkesinambungan (continuous improvement).
Lean merupakan suatu filosofi yang berlandaskan pada minimasi penggunaan
sumber daya dalam berbagai aktivitas perusahaan. Aktivitas dalam suatu
perusahaan/organisasi dibedakan dalam 3 jenis yaitu:
1. Value Adding Activity.
Aktivitas yang dapat mentransformasikan raw material atau informasi
menjadi kebutuhan konsumen. Aktivitas ini dapat memberikan nilai lebih
pada produk / jasa dari sudut pandang konsumen.
2. Non Value Adding Activity.
Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa dan tidak
dibutuhkan oleh perusahaan. Aktivitas ini disebut dengan waste yang
harus dihilangkan oleh perusahaan.
3. Necessary Non Value Adding Activity.
Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa namun
dibutuhkan untuk memperlancar proses dalam perusahaan. Dalam jangka
panjang aktivitas Necessary Non Value Adding dapat dihilangkan atau
direduksi.
12
Dalam lingkungan bisnis, rasio antara ketiga tipe aktivitas terhadap total nilai
aliran waktu dalam perusahaan menurut Hines dan Taylor (2000) meliputi 5%
aktivitas yang memberikan nilai tambah, 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah yang perlu untuk dihilangkan (waste), 35% aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah namun dibutuhkan perusahaan untuk kelancaran proses.
2.3 Waste
Waste atau pemborosan merupakan aktivitas yang membutuhkan waktu,
sumber daya, dan space namun tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan
pelanggan. Waste tidak memberikan nilai tambah pada proses transformasi input
menjadi input atau output (Gasperz, 2007).
Seperti halnya industri manufaktur, waste pada industri jasa juga dapat
menghambat operasional dan merugikan perusahaan. Waste yang terjadi dalam
bidang pelayanan akhirnya akan menyebabkan pudarnya loyalitas, hilangnya rasa
kepercayaan pelanggan, berkurangnya profit, dan yang terburuk adalah image
perusahaan di mata masyarakat. Untuk itu dilakukan perbaikan berkesinambungan
untuk menghilangkan pemborosan yang terjadi dalam industri jasa. Berikut ini adalah
pemborosan yang sering terjadi pada industri jasa, yaitu:
1. Delay.
Penundaan atau delay dapat berbentuk waktu tunggu yang harus dialami
pelanggan dalam proses antrian untuk mendapatkan layanan, produk,
13
informasi, pengiriman, atau apapun yang tidak tiba atau selesai dalam
waktu yang dijanjikan. Pemborosan waktu yang dialami pelanggan
mungkin tidak akan merugikan perusahaan sampai pelanggan tersebut
beralih kepada competitor yang dapat menangani delay dengan baik.
2. Duplication.
Harus mengisi data yang sama berulang-ulang, menyalin informasi yang
sama, menjawab banyak kuisioner. Duplikasi sering menjelma sebagai
pemborosan yang menjengkelkan dan kegiatan yang membuang waktu
yang dapat membuat pelangga kecewa.
3. Unnecessary Movement.
Mengantri beberapa kali, kurangnya fasilitas one-stop service, minimnya
tingkat ergonomi dalam ketika interaksi antara pelanggan dan petugas
layanan sedang berlangsung. Dimana dalam mendapatkan pelayanan
pelanggan melakukan antrian berkali-kali sehingga stress pelanggan
meningkat. Sangat banyak perusahaan yang gagal dalam
mempertimbangkan kepentingan dan kondisi mental pelanggan dan hanya
kenyamanan internalnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan stress
yang bertumpuk, kerugian dan pemborosan waktu, baik dari sisi
pelanggan maupun perusahaan.
14
4. Unclear Communication.
Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam pemberian jasa kepada
pelanggan. Dimana pelanggan saat mendapatkan suatu jasa menginginkan
instruksi dan informasi yang jelas untuk mendapatkan jasa yang
diinginkan. Ketidaklancaran komunikasi berakibat pada klarifikasi-
klarifikasi yang sebetulnya tidak diperlukan, kebingungan akan produk
atau jasa yang ditawarkan, pemborosan waktu untuk mencari lokasi dan
dapat menyebabkan duplikasi-duplikasi yang tidak perlu. Sebuah
perusahaan harus mengetahui seberapa jelas pelanggan menangkap
informasi dan instruksi yang diberikan.
5. Incorrect Inventory.
Inventaris yang tidak tepat dimaksudkan saat layanan jasa diinginkan akan
tetapi jasa tersebut tidak tersedia. Sehingga perusahaan sering melakukan
rencana ulang hanya karena produk atau jasa yang diperlukan tidak
tersedia.
6. Error.
Pelanggan akan kecewa apabila tidak dapat menerima sesuatu sebaik yang
mereka ingin, terlebih lagi apabila yang mereka inginkan tidak diterima.
Dimana produk atau jasa yang diberikan merupakan produk yang tidak
layak ataupun jasa yang tidak professional.
7. Lost Oppurtunity.
15
Kegagalan membangun tenggang rasa dan hubungan yang saling
memahami secara mendalam dengan pelanggan, mengabaikan pelanggan,
ketidakramahan, dan ketidaksopanan. Segala hal tersebut dapat
menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mempertahankan pelanggan
dan mendapatkan pelanggan yang baru.
2.4 Lean Banking
Lean Banking telah diterapkan oleh Bank of America, Citibank, ING Direct,
danl lain-lain. Industri perbankan dan asuransi telah menerapkan dengan baik teknik-
teknik Lean, karena pada dasarnya proses industri financial merupakan proses yang
berulang. Penghematan uang dan waktu dapat dihemat secara signifikan melalui
diferensiasi proses-proses, rasionalisasi keputusan untuk persetujuan, simplifikasi
proses pelayanan, desain pelayanan dalam modules, dan standarisasi proses
pelayanan. Fokus peningkatan bank sebaiknya mengacu kepada nasabah (customer)
dengan mengikuti prinsip-prinsip Lean Service. (Gaspersz, 2007)
Penerapan lean pada industri perbankan harus melakukan hal berikut (Maria,
2011) yaitu:
1. Secara eksplisit memetakan value stream untuk memahami secara tepat
apa yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas dan proses bagi
pelanggan. Peta tersebut akan digunakan untuk terus menghilangkan
praktek pemborosan yang terjadi.
16
2. Keluar dari kesalahan konsep bahwa “transaksi bukan merupakan produk”
dan desain, sumber daya, perakitan dan penyampaian transaksi
3. Secara teratur menerapkan kaizen (perbaikan terus-menerus untuk
meningkatkan efektivitas suatu kegiatan dalam memberikan nilai tambah
pada produk/jasa dan menghilangkan waste) untuk memeriksa dan
mengoptimalkan proses, menjaga perubahan kecil, lokal, berkelanjutan
dan praktis
4. Melakukan pengolahan kertas kerja seperti jalur perakitan.
2.5 Value Stream
Value stream digambarkan sebagai seluruh aktivitas dan informasi yang
memberikan nilai tambah dan tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa untuk
semua proses bisnis seperti konsep desain untuk menghasilkan dan memproduksi raw
material menjadi produk yang diminta pelanggan.
Value stream mapping merupakan suatu gambaran visual dari produk/jasa
seperti informasi aktivitas value-added dan non-value-added dalam menghasilkan
produk/jasa tersebut. Value stream mapping dapat digunakan untuk mengidentifikasi
pemborosan terjadi dalam arus nilai. Value stream mapping digunakan untuk
menggambarkan dan menganalisa status saat ini untuk aliran produk dan merancang
status mendatang yang difokuskan pada reduksi waste, perbaikan leadtime, dan
peningkatan workflow.
17
Ada dua jenis value stream mapping yaitu current state map dan future state
map. Current state map merupakan konfigurasi aliran nilai produk saat ini dan
menggunakan icon khusus untuk mengidentifikasi pemborosan dan area yang
potensial untuk ditingkatkan/diperbaiki. Sedangkan future state map bertindak
sebagai blueprint pada perubahan lean untuk status yang diinginkan. Untuk
melakukan perbaikan yang berkesinambungan, perlu dilakukan pemetaan proses yang
terjadi saat ini (AS IS) untuk menemukan perbaikan yang dapat dilakukan
2.6 Brainstroming
Metode kreatif yang paling dikenal luas adalah brainstorming. Brainstorming
merupakan sebuah metode yang digunakan untuk membangkitkan sejumlah besar
ide-ide yang kebanyakan dari ide-ide tersebut akan dibuang, tetapi mungkin ada
beberapa ide yang telah dikenali sebagai suatu kemajuan yang berharga dan akan
dipilih. Brainstorming ini biasanya terbentuk dari sebuah kelompok yang terdiri dari
4-8 orang.
Kelompok yang dipilih untuk sebuah brainstorming atau pengumpulan ide-
ide, harus terdiri dari beragam spesifikasi. Anggota kelompok bukan hanya harus ahli
atau dikenali oleh pimpinannya dalam suatu permasalahan, tetapi harus mencakup
berbagai keahlian meskipun mereka orang awam, jika mereka memiliki beberapa rasa
kejiwaan yang dekat terhadap suatu permasalahan meraka dapat ikut sebagai
kelompok brainstorming. Kelompok brainstorming tidak bersifat hirarki walaupun
18
seseorang dibutuhkan untuk mengambil kepemimpinan organisasi. Peranan seorang
pemimpin pada suatu kelompok brainstorming adalah untuk memastikan formasi
metode itu diikuti dantidak hanya sekedar dibicarakan di meja diskusi. Tugas utama
yang penting adalah untuk memformulasikan pernyataan masalah yang digunakan
sebagai poin awal. Misalanya, jika masalah terlalu menyimpang maka ide-ide dari
rapat itu dapat dibatasi, atau mungkin bila masalah yang dihadapi samar-samar maka
dapat digunakan untuk menyamakan ide yang samar tersebut dan mungkin
merupakan hal yang tidak praktis.
Brainstorming bertujuan untuk menstimulasikan sekelompok orang untuk
menghasilkan sejumlah bear gagasan dengan cepat. Orang terlibat langsung dan tidak
homogen mengeani persoalan atauran, yaitu:
1. Kelompok haruslah bersifat non-hierarkial dan terdiri dari 4 – 8 orang.
2. Kelompok diharapkan menghasilkan sebanyak-banyaknya jumlah
gagasan.
3. Tidak dibenarkan memberikan kritik terhadap setiap gagasan.
4. Gagasan yang kelihatan “aneh” tetap diterima.
5. Usahakan semua gagasan dinyatakan secara singkat dan jelas.
6. Suasana dalam brainstorming harus rileks, tenang, dan bebas.
7. Kegiatan sebaiknya berlangsung dalam waktu tidak lebih dari 30 menit.
Kegiatan yang dilakukan selama brainstorming, yaitu:
1. Membentuk kelompok dan menetapkan pimpinan.
19
2. Menginformasikan aturan-aturan dalam brainstorming.
3. Pemimpin kelompok melontarkan pernyatan masalah awal.
4. Masing-masing anggota diberi waktu tenang beberapa menit untuk
menggali gagasan.
5. Setiap anggota diminta menuliskan gagasan yang ada pada kartu-kartu
tersendiri.
6. Antar anggota kelompok saling bertukar kartu satu sama lain.
7. Melakukan istirahat sejenak untuk mencari gagasan-gagasan baru
mengacu pada gagasan rekannya kemudian dituliskan dalam kartu yang
baru.
8. Mengumpulkan kartu-kartu dan setelah periode tertentu dilakukan
evaluasi.
2.6.1 Teknik Brainstorming
Konsep brainstorming pertama kali diperkenalkan oleh Osborn di tahun 1957
dalam bukunya yang berjudul Applied Imagination. Konsep awalnya berupa proses
dimana setiap orang yang terlibat dalam proses brainstorming dikumpulkan dalam
suatu ruangan dan mereka dapat melemparkan ide dengan 4 aturan, yakni:
1. Tidak boleh mengkritisi.
2. Kuantitas diutamakan
3. Kombinasikan dan kembangkan ide yang telah disarankan.
4. Ajukan ide apapun yang muncul dalam pikiran, seliar apapun
20
Kemudian bermunculan berbagai teknik brainstorming dan terdapat 3 di
antaranya yang mendominasi berbagai literatur riset, dapat dilihat pada table 1.1
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Perbandingan Teknik Brainstroming
Banyak perdebatan yang terjadi seputar memilih teknik mana yang paling
baik di antara ketiga teknik yang telah dijelaskan pada Tabel 1.1. Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa Verbal brainstorming merupakan teknik yang paling tidak
21
efektif dalam menghasilkan ide, menghasilkan ide paling sedikit dibanding teknik
lain namun verbal brainstorming lebih dikenal di dunia korporat.
Teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang
mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya
banyak gagasan, termasuk gagasan yang nyeleneh, liar, dan berani dengan harapan
bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming
sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama.
Brainstorming juga dapat digunakan secara individual. Sentral dari brainstorming
adalah konsep menunda keputusan. Ketentuan dasar dari brainstorming adalah
sebagai berikut:
1. Tunda keputusan.
Jangan melakukan kritik terhadap setiap gagasan yang muncul. Jangan
pula melakukan evaluasi terhadap gagasan tersebut. Gagasan dipilih
setelah sekian banyak gagasan dilontarkan.
2. Munculkan sebanyak mungkin gagasan.
Munculkan gagasan sebanyak-banyaknya. Gunakan gagasan yang aneh
dan lucu untuk merangsang gagasan-gagasan lain yang lebih baik.
2.7 Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan)
Diagram sebab akibat sering disebut juga dengan diagram tulang ikan
(Fishbone Diagram) pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaouru Ishikawa pada
22
tahun 1953. Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan
hubungan antara sebab akibat. Secara umum diagram ini melihat paling sedikit lima
sumebr cacat pada proses atau produk yaitu faktor manusia, mesin/ peralatan, bahan
baku, metode, dan lingkungan.
2.7.1 Manusia
Masalah-masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia antara lain
kecukupan jumlah maupun mutu seperti keterampilan, pengetahuan, kemampuan,
komunikasi, dan kerjasama, sikap, disiplin, dan kreativitas.
2.7.2 Mesin dan Peralatan
Masalah-masalah yang terkait dengan mesin dan peralatan sehubungan
dengan tercapainya produktivitas ialah kesesuaian spesifiaksi mesin, kecukupan
jumlah unit dan kapasitas, usia pakai (akurasi), skrap dihasilkan, kemudahan
(maintability), sefty factor, kemudahan dioperasikan (operationalibility), ergonomi,
dan lain-lain.
2.7.3 Bahan Baku
Masalah yang terkait dengan bahan baku ialah keseuaian spesifikasi,
kecukupan jumlah, kelancaran supply oversupply, dan lain-lain.
2.7.4 Metode
23
Masalah yang terkait dengan metode kerja ialah prinsip dan prosedur kerja,
metode pengumpulan data, peralatan pengukuran kerja, prosedur evaluasi, dan lain-
lain.
2.6.5 Lingkungan
Masalah yang terkait dengan lingkungan kerja adalah kenyaman ruang kerja
(temperatur, kelembaban, penerangan, kebisingan, peraturan kerja, psikologi
lingkungan kerja, dan lain-lain).
Gambar 2.1 Contoh Fishbone Diagram (Sinulingga, 2010)
2.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
24
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan kelompok aktivitas
yang sistematik didesain untuk:
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensial suatu produk atau
proses dan akibatnya.
2. Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dihilangkan atau direduksi yang
memberikan peluang kegagalan potensial.
Design Failure Mode and Effect Analysis (DFMEA) mendukung proses
desain untuk mereduksi kegagalan dengan:
a) Mengevaluasi tujuan kebutuhan dan alternatf desain.
b) Membantu desain awal unutk proses produksi dan perakitan.
c) Meningkatkan probabilitas moda kegagalan potensial dan pengaruhnya
terhadap sistem dan desain dan mempertimbangkan operasi produk dalam
desain dan pengembangan produk.
d) Menyediakan informasi tambahan untuk membantu merencanakan
pengujian desain yang efisien dan program pengembangan produk.
e) Mengembangkan daftar ranking (peringkat) moda kegagalan potensial
dan akibatnya terhadap pelanggan kemudian menetapkan sistem prioritas
untuk peningkatan dan pengembangan pengujian desain.
Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA) merupakan teknik
analisis yang digunakan untuk mereduksi kegagalan melalui:
25
a) Identifikasi produk potensil yang dihubungkan dengan moda kegagalan
proses.
b) Menilai pengaruh (efek) pelanggan potensial terhadap kegagalan
c) Identifikasi penyebab proses manufaktur dan asembi potensial dan
identifikasi variabel proses untuk difokuskan pada reduksi kejadian atau
kondisi deteksi kegagalan.
d) Mengembangkan daftar ranking (peringkat) moda kegagalan potensial,
untuk menetapkan sistem prioritas pertimbangan tidakan yang tepat.
e) Membuktikan hasil proses manufaktur atau perakitan.
Metodologi analisis dan efek kegagalan dalam FMEA meliputi tahapan-
tahapan dibawah ini yaitu:
1. Failure Mode
Kegagalan adalah ketidakmampuan suatu sistem (produk / proses) untuk
menjalankan fungsi yang dikandungnya sebagaimana mestinya. Moda
kegagalan adalah kejadian yang menyebabkan terjadinya kegagalan
fungsi.
2. Effect (Severity)
Severity merupakan tingkat keseriusan yang terjadi akibat suatu moda
kegagalan. Nilai yang digunakan untuk menggambarkan tingkat
keseriusan suatu kegagalan berdasarkan kriteria pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Kriteria Nilai Severity
26
EffectSeverity
RatingKriteria (Customer Effect)
Tanpa
efek
1 Tanpa efek pada performansi sistem atau pada proses
berikutnya
Minor 2 Nasabah tidak terpengaruh. Efek yang sangat ringan pada
performansi produk dan proses kredit.
Sedang 3 Nasabah tidak puas. Efek yang sedang pada performansi
produk dan proses kredit
Tinggi 4 Nasabah tidak puas dan membuat pelaporan tertulis. Efek
yang tinggi pada performansi produk dan proses kredit
Tabel 2. 2 Kriteria Nilai Severity (Lanjutan)
EffectSeverity
RatingKriteria (Customer Effect)
Berbahaya
tanda ada
peringatan
5 Kegagalan akan terjadi tanpa ada pemberitahuan dan
kegagalan mempengaruhi nama baik perusahaan
3. Causes (Occurrence)
Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi.
Kriteria nilai yang digunakan untuk menggambarkan frekuensi penyebab
kegagalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.3 Kriteria Nilai Occurrence
Probability of
failure
Occurrence
RatingCriteria
27
Hampir tidak
ada1 Sesuai SLA
Rendah 2 1-15 paket berkas dalam waktu 1 bulan
Sedang 3 16-30 paket berkas dalam waktu 1 bulan
Tinggi 4 31-50 paket berkas dalam waktu 1 bulan
Sangat tinggi 5 >50 paket berkas dalam waktu 1 bulan
4. Controls (Detection)
Detection merupakan tingkat ketelitian alat deteksi (pengendalian) yang
digunakan. Kriteria nilai yang digunakan untuk menggambarkan frekuensi
penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 4 Kriteria Nilai Detection
DetectionDetection
RatingCriteria
Hampir
tidak pasti5
Sistem kendali tidak dapat mendeteksi moda kegagalan
sama sekali atau bahkan tidak memiliki alat deteksi.
Sedikit 4
Sistem kendali memiliki kemampuan yang sedikit untuk
mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan
berikutnya.
Rendah 3
Sistem kendali memiliki kemampuan yang rendah untuk
mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan
berikutnya.
Tinggi 2 Sistem kendali memiliki kemampuan yang tinggi untuk
mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan
28
berikutnya.
Hampir pasti 1Sistem kendali hampir dipastikan dapat mendeteksi moda
kegagalan.
5. Risk Priority Number (RPN)
Risk Priority Number merupakan angka yang menyatakan skala prioritas.
RPN merupakan hasil perkalian severity, occurrence, dan detection.
RPN=Severity ×Occurrence × Detection .. . . .. . (2.1 )
2.9 Waktu Standar
Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan tujuan untuk menemukan waktu
standar penyelesaian setiap proses untuk memproduksi barang atau jasa. Setiap
proses operasi terlebih dahulu di pecah kedalam elemen-elemen proses. Waktu
standar diperoleh dari waktu normal ditambah dengan besarnya waktu kelonggaran
(allowance). Secara sistematis waktu standar dapat didefinisikan sebagai berikut:
ST=NT + A . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. (2.2 )
NT =∑i=1
n
( RFi ×T i ) ,i=1,2,3 …n . . . .. . . .. (2.3 )
29
Keterangan:
ST : Waktu standar (standard time).
NT : Waktu normal (normal time).
A : Waktu kelonggaran diperoleh dari faktor kelonggaran dikali dengan waktu
normal.
RFi : Rating factor untuk elemen ke-i.
Ti : Waktu rata-rata hasil pengukuran elemen ke-i
2.10 Standard Operating Procedure
Standard Operating Precedure (SOP) merupakan pedoman yang berisi
prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk
memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan penggunaan
fasilitas pemerosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi,
telah berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten, dan sistematis (Rudi,2002).
Empat poin yang disebutkan pada akhir kalimat merupakan ciri-ciri SOP yang
baik dan bermanfaat bagi organisasi yaitu (Rudi, 2002):
1. Efektif (dan Efisien)
Makna kata efektif adalah sesuai atau melakukan sesuatu tepat (do the
right thing). Sedangkan makna kata efisien adalah melakukan sesuatu
dengan tepat (do the thing right). Banyak pendapat yang menyatakan
apabila telah mencapai efektifitas, maka secara otomatis efisiensi tercapai.
30
Karena jika melakukan hal yang tepat maka sudah dilakukan dengan tepat.
Namun pendapat ini belum pasti benar karena efisiensi sangat tergantung
pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
2. Konsisten
Dalam penerapannya, SOP harus diterapkan secara konsisten baik untuk
hal yang sama dalam tempat yang sama maupun tempat yang berbeda.
Konsisten dalam SOP dapat diartikan sebagai penerapan secara standar
dan sama untuk semua prosedur yang sama dan semua bagian yang
organisasi yang harus menerapkan prosedur tersebut.
3. Standar
Standar erat kaitannya dengan konsisten. Konsisten mengarah pada
pelaksanaan suatu prosedur, sedangkan standar mengarah pada isi
prosedur tersebut. Prosedur kegiatan formal yang standar harus dapat
dimengerti dan pemahaman yang sama oleh semua orang.
4. Sistematis
Sistematis dapat diartikan tersusun secara rapi, teratur, yang merupakan
syarat mutlak dari sebuah pedoman yang efektif. Sistematika dalam SOP
dibagi menjadi 2 yaitu sistematika tampilan dan penjelasan. Kedua
sistematika harus dipenuhi agar SOP dapat dipahami secara benar dan
mudah.
31
Sebagai suatu manual prosedur, SOP harus disusun agar dapat memenuhi
kebutuhan user secara spesifik. Kebutuhan prosedur operasional standar dari suatu
organisasi tidak sama dengan organisasi lainnya, meskipun perbedaannya sangat
kecil. Oleh karena itu SOP harus disusun agar dapat memenuhi tujuh criteria (The
Seven Criterias of Manual) yang menyebabkan SOP suatu organisasi berbeda dengan
organisasi lainnya. Tujuh kriteria manual tersebut yaitu (Rudi, 2002):
a. Khas/ spesifik (Specific)
b. Lengkap prosedur (Complete)
c. Jelas dan mudah dipahami (Understandable)
d. Layak-terap (Applicable)
e. Layak-control (Controllable)
f. Layak-audit (Auditable)
g. Layak-ubah (Changeable)
2.9.1 Unsur-unsur SOP
Efektifitas SOP sangat bergantung pada unsur-unsur yang membangunnya.
Unsur-unsur tersebut dapat berubah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Unsur-unsur
SOP bermanfaat untuk menjadi rujukan penyusunan dan kontrol pelaksanaan
penyusunan SOP. Unsur-unsur SOP meliputi (Rudi, 2002):
1) Tujuan
32
Setiap SOP harus memiliki tujuan karena pengambilan keputusan atau
tindakan dilakukan berdasarkan tujuannya. Tujuan penyusunan SOP harus
dinyatakan dengan jelas agar dapat menjadi dasar atau landasan dalam
setiap prosedur dan langkah-langkah kegiatan yang terdapat dalam SOP
tersebut.
2) Kebijakan
SOP harus dilengkapi dengan pernyataan kebijakan-kebijakan yang
terkait, yang mendukung pelaksanaan prosedur secara efektif dan efisien.
Misalnya pada prosedur produksi tercangkup kebijaksanaan tentang
jumlah dan kualitas bahan baku, jumlah dan kualitas bahan pendukung,
jumlah jam produksi, jenis mesin yang digunakan, pelaksanaan dan
penanggung jawab, dll
3) Petunjuk operasional
Petunjuk operasional bukanlah sebuah narasi dari prosedur operasional
melainkan suatu prosedur bagaimana cara pengguna membaca pedoman
atau panduan prosedur operasional secara benar.
4) Pihak yang terlibat
Pihak yang terlibat digunakan sebagai panduan penyusunan mengenai
orang atau fungsi apa saja yang terlibat dalam pelaksanaan suatu
prosedur.
5) Formulir
33
Formulir merupakan bentuk standar dari dokumen-dokumen kosong atau
blanko yang digunakan dalam menjalankan tertentu dalam SOP sebagai
media yang menghubungkan keputusan dan pelaksanaan kegiatan antara
pihak-pihak terlibat.
6) Masukan
Tahapan masukan meliputi aktivitas pengisian formulir, blanko, atau
dokumen. Setelah formulir sebagai media masukan disiapkan, maka
kegiatan dalam sistem bisa dilakukan dengan asumsi bahwa kualitas data
telah memenuhi syarat.
7) Proses
Proses adalah tahapan lanjutan setelah tahapan masukan dalam sistem.
Proses dapat terdiri dari satu atau lebih sub proses. Proses merupakan
kegiatan yang berfungsi mengubah masukan menjadi keluaran.
8) Laporan
Laporan merupakan rangkaian dari sistem, yang merupakan keluaran dari
sebuah sistem. Isi yang terdapat dalam laporan merupakan hasil
pengolahan atau pemerosesan dan dapat digunakan sebagai sumber
pengambilan keputusan.
9) Validasi
Validasi bertujuan untuk memastikan bahwa semua keputusan yang
diambil dan kegiatan yang dilakukan telah valid.
34
10) Kontrol
Suatu organisasi harus melengkapi prosedurnya dengan kontrol memadai
seperti mekanisme audit dan pengecekan (counter-check) secara berkala.
Unsur-unsur tersebut merupakan acuan dalam melakukan observasi,
menyusun, dan mengimplementasikan SOP.
2.9.2 Metode dan Teknik Penyusunan SOP
Dalam penyusunan dan pengembangan Standard Operating Prosedure,
terdapat beberapa metode dan teknik-teknik yang dapat digunakan. Pemilihan metode
yang akan digunakan tergantung dari kebutuhan masing-masing organisasi.
Sedagnkan dlaam menentukan teknik yang akan digunakan, organisasi harus
mempertimbangkan kemudah pengguna dalam memahami SOP secara tepat. Metode
penyusunan dan pengembangan Standard Operating Procedure meliputi (Rudi, 2002):
1. Penyusunan Baru
Penyusunan baru merupakan pilihan metode yang digunakan untuk
membuat procedure operasional standar yang baru, sebelumnya belum
ada di dalam organisasi. Penyusunan baru dapat digunakan pada dua
kondisi yaitu:
a. Prosedur operasional standar belum ada dalam organisasi, artinya baru
dijalankan setelah SOP bersangkutan selesai dibuat
35
b. Prosedur operasional standar telah ada dalam perusahaan, namun
belum ada SOP tertulis yang disajikan secara sistematis.
2. Pengembangan Sebagian
Pengembangan sebahagian merupakan perbaikan yang dilakukan
terhadap satu atau lebih SOP dari buku pedoman SOP.
3. Pengembangan Keseluruhan
Pengembangan keseluruhan merupakan perbaikan yang dilakukan
terhadap selutuh ini dari buku pedoman SOP.
4. Pengembangan Berkala
Pengembangan berkala merupakan perbaikan SOP yang dilakukan secara
rutin dan sudah terjadwal.
Untuk memudahkan pengguna dalam memahami Standard Operating
Prosedure dengan tepat, beberapa organisasi dapat dikombinasikan teknik-teknik
penyusunan SOP. Teknik-teknik yang dapat digunakanuntuk penyusunan dan
pengembangan SOP anatara lain (Rudi,2002):
1) Teknik Naratif
Teknik naratif adalah teknik yang menggunakan kekuatan nasrasi dan
penjelasn dengan kalimat untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan
yang berkaitan dengan operasional maupun administrasi.
36
2) Teknik Bagan Arus
Teknik bagan arus merupakan teknik yang menggunakan symbol-simbol
yang khas untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan. Setiap symbol
mempresentasikan makna tertentu dari kegiatan, keputusan, dokumen,
laporan, media penyimpanan, tanda penghubung, dan sebagainya.
3) Teknik Tabular
Teknik tabular biasanya digunakan untuk melakukan analisis kegiatan
dalam penyusunan SOP. Selain itu, teknik dapat digunakan untuk
pengaturan jadwal kegiatan berulang.
4) Teknik Campuran
Teknik campuran merupakan gabungan dari teknik naratif, bagan arus dan
tebular. Kombinasi ketiga teknik penyusunan SOP ini digunakan untuk
tujuan menyajikan SOP yang dapat dipahami oleh semua yang telibat dan
berkepentingan.
Langkah-langkah yang sebaiknya diterapkan dalam penyusunan Standard
Operating Prosedure yaitu:
1. Membuat suatu urutan dari langkah-langkah pekerjaan
a. Menguraikan pekerjaan kedalam langkah dasar.
b. Mencatat masing-masing langkah dalam setiap pekerjaan secara
berurutan.
37
c. Mendeskripsikan apa yang harus dilakukan, bukan bagaimana ini
dilakukan.
d. Sebagai panduan dalam bekerja.
2. Potensial Hazard
Untuk masing-masing langkah pekerjaan, dilakukan pencatatan bahaya
potensial yang dapat diduga secara masuk akal.
3. Kontrol yang direkomendasikan dalam SOP
a. Untuk masing-masing langkah pekerjaan, dilakukan pencatatan control
hazard yang paling layak untuk meminimasi resiko operator dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
b. Masing-masing potensi bahaya, diidentifikasi dan dicatat bagaimana
langkah-langkah pekerjaan dilakukan. Termasuk apa yang seharusnya
dilakukan dan tidak dilakukan oleh operator untuk mengurangi tingkat
resiko.
c. Menyertakan infomasi atau referensi yang tepat.
4. Alat pelindung diri
Jenis peralatan perlindungan pribadi digunakan untuk meminimasi resiko
pada operator yang melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP.
5. Melaksanakan Tugas sesuai SOP
Menguji prosedur dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang
telah disusun. Yang harus dilakukan antara lain:
38
a. Menginspeksi pekerjaan kembali.
b. Memeriksa pekerjaan upstream dan downstream yang mungkin
mempunyai dampak.
c. Secara kontinu mengembangkan metode kerja.
d. Mengembangkan semua potensi bahaya pada masing-masing langkah.
2.11 Review Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pertimbangan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Review Penelitian Terdahulu
Penulis Judul Variabel Metode
Vaduva Alina
Maria (2011).
Lean Management
in Banking.
Waste, employee
knowledge and
empowerment,
kepuasan
konsumen.
Lean Management
Desrianto A.
Prayogi dan Moses
L. Singgih.
Peningkatan
Pelayanan Nasabah
Pada Proses
Pembiayaan (Studi
Kasus: PT. Bank
Jatim Syariah
Surabaya).
Strategic
objectives, job
description, tools
Lean Services,
Balanced
Scorecard, dan
House of Quality
(HOQ).
39
Purwani, Eka,
(2012).
Perancangan
Standarisasi Peta
Proses Service
dengan Metode
Lean Six Sigma.
MTTR (Mean Time
to Recovery)
Lean Six Sigma,
DMAIC, Peta
Proses.