46
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Proses Bisnis Proses adalah suatu tindakan yang terstruktur. Proses juga dapat diartikan suatu rangkaian kerja yang memiliki awal dan akhir, dengan masukan (input) dan keluaran (output) yang terdefinisi secara jelas (Davenport, 1993). Proses bisnis adalah gabungan dari aktivitas yang terdiri dari satu atau lebih input dan membentuk output yang memberi nilai kepada pelanggan. Harrington mendefinisikan proses bisnis sebagai berikut: “Business process. All service processes and processes that support production processes (e.g.,order process, engineering change process, payroll process, manufacturing process design). A business process consists og group of logically related tasks that use the resources of the organization to provide 9

Landasan Teori

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Definisi mengenai Leean Service, Proses Bisnis

Citation preview

Page 1: Landasan Teori

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Proses Bisnis

Proses adalah suatu tindakan yang terstruktur. Proses juga dapat diartikan

suatu rangkaian kerja yang memiliki awal dan akhir, dengan masukan (input) dan

keluaran (output) yang terdefinisi secara jelas (Davenport, 1993).

Proses bisnis adalah gabungan dari aktivitas yang terdiri dari satu atau lebih

input dan membentuk output yang memberi nilai kepada pelanggan. Harrington

mendefinisikan proses bisnis sebagai berikut: “Business process. All service

processes and processes that support production processes (e.g.,order process,

engineering change process, payroll process, manufacturing process design). A

business process consists og group of logically related tasks that use the resources of

the organization to provide defined results in support of the organization’s

objectives.”(Harrington,1991).

Pemahaman konsep proses bisnis secara mendalam diperlukan agar dapat

memahami karakteristik dari proses bisnis itu sendiri. Harrington menyatakan bahwa:

“That can be interpreted to mean that the more we understand business processes,

the more we can improve them. To do that, we must clearly understand several

characteristics of business processes: Flow. The methods for transforming input into

output, Effectiveness. How well customer expectations are met. Efficiecy. How well

9

Page 2: Landasan Teori

10

resources are used to produce an output, (d) Cycle time. The time taken for the

transformation from input to final output, (e) Cost. The expense og the entire

process.”(Harrington,1991).

2.2 Lean Service

Lean merupakan upaya untuk menghilang waste (pemborosan) secara

berkesinambungan dan meningkatkan nilai tambah pada (value added) pada produk

(barang / jasa) untuk memberikan nilai pada pelanggan (customer value). Pendekatan

lean bertujuan untuk meningkatkan customer value melalui peningkatan rasio antara

nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio) secara terus-menerus (Gasperz,

2007).

Walaupun terlahir dari industri manufaktur, konsep Lean dapat juga

diterapkan dalam bidang-bidang berbasis pelayanan. Lean dalam pelayanan

mempunyai konsep yang sama yaitu perbaikan yang berkesinambungan dan

menghilangkan aktivitas non value added dimana selanjutnya konsep ini disebut Lean

Service.

Gasperz (2007) menyatakan Lean service memiliki lima prinsip dasar yaitu:

1. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan.

2. Mengidentifikasi value stream untuk setiap proses jasa.

3. Mengeliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses jasa

(moment of truth) agar nilai mengalir tanpa hambatan.

Page 3: Landasan Teori

11

4. Menetapkan sistem anti kesalahan (mistake-proof system) setiap proses

jasa untuk menghindari pemborosan dan penundaan.

5. Mengupayakan keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero-waste)

melalui perbaikan secara berkesinambungan (continuous improvement).

Lean merupakan suatu filosofi yang berlandaskan pada minimasi penggunaan

sumber daya dalam berbagai aktivitas perusahaan. Aktivitas dalam suatu

perusahaan/organisasi dibedakan dalam 3 jenis yaitu:

1. Value Adding Activity.

Aktivitas yang dapat mentransformasikan raw material atau informasi

menjadi kebutuhan konsumen. Aktivitas ini dapat memberikan nilai lebih

pada produk / jasa dari sudut pandang konsumen.

2. Non Value Adding Activity.

Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa dan tidak

dibutuhkan oleh perusahaan. Aktivitas ini disebut dengan waste yang

harus dihilangkan oleh perusahaan.

3. Necessary Non Value Adding Activity.

Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa namun

dibutuhkan untuk memperlancar proses dalam perusahaan. Dalam jangka

panjang aktivitas Necessary Non Value Adding dapat dihilangkan atau

direduksi.

Page 4: Landasan Teori

12

Dalam lingkungan bisnis, rasio antara ketiga tipe aktivitas terhadap total nilai

aliran waktu dalam perusahaan menurut Hines dan Taylor (2000) meliputi 5%

aktivitas yang memberikan nilai tambah, 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai

tambah yang perlu untuk dihilangkan (waste), 35% aktivitas yang tidak memberikan

nilai tambah namun dibutuhkan perusahaan untuk kelancaran proses.

2.3 Waste

Waste atau pemborosan merupakan aktivitas yang membutuhkan waktu,

sumber daya, dan space namun tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan

pelanggan. Waste tidak memberikan nilai tambah pada proses transformasi input

menjadi input atau output (Gasperz, 2007).

Seperti halnya industri manufaktur, waste pada industri jasa juga dapat

menghambat operasional dan merugikan perusahaan. Waste yang terjadi dalam

bidang pelayanan akhirnya akan menyebabkan pudarnya loyalitas, hilangnya rasa

kepercayaan pelanggan, berkurangnya profit, dan yang terburuk adalah image

perusahaan di mata masyarakat. Untuk itu dilakukan perbaikan berkesinambungan

untuk menghilangkan pemborosan yang terjadi dalam industri jasa. Berikut ini adalah

pemborosan yang sering terjadi pada industri jasa, yaitu:

1. Delay.

Penundaan atau delay dapat berbentuk waktu tunggu yang harus dialami

pelanggan dalam proses antrian untuk mendapatkan layanan, produk,

Page 5: Landasan Teori

13

informasi, pengiriman, atau apapun yang tidak tiba atau selesai dalam

waktu yang dijanjikan. Pemborosan waktu yang dialami pelanggan

mungkin tidak akan merugikan perusahaan sampai pelanggan tersebut

beralih kepada competitor yang dapat menangani delay dengan baik.

2. Duplication.

Harus mengisi data yang sama berulang-ulang, menyalin informasi yang

sama, menjawab banyak kuisioner. Duplikasi sering menjelma sebagai

pemborosan yang menjengkelkan dan kegiatan yang membuang waktu

yang dapat membuat pelangga kecewa.

3. Unnecessary Movement.

Mengantri beberapa kali, kurangnya fasilitas one-stop service, minimnya

tingkat ergonomi dalam ketika interaksi antara pelanggan dan petugas

layanan sedang berlangsung. Dimana dalam mendapatkan pelayanan

pelanggan melakukan antrian berkali-kali sehingga stress pelanggan

meningkat. Sangat banyak perusahaan yang gagal dalam

mempertimbangkan kepentingan dan kondisi mental pelanggan dan hanya

kenyamanan internalnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan stress

yang bertumpuk, kerugian dan pemborosan waktu, baik dari sisi

pelanggan maupun perusahaan.

Page 6: Landasan Teori

14

4. Unclear Communication.

Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam pemberian jasa kepada

pelanggan. Dimana pelanggan saat mendapatkan suatu jasa menginginkan

instruksi dan informasi yang jelas untuk mendapatkan jasa yang

diinginkan. Ketidaklancaran komunikasi berakibat pada klarifikasi-

klarifikasi yang sebetulnya tidak diperlukan, kebingungan akan produk

atau jasa yang ditawarkan, pemborosan waktu untuk mencari lokasi dan

dapat menyebabkan duplikasi-duplikasi yang tidak perlu. Sebuah

perusahaan harus mengetahui seberapa jelas pelanggan menangkap

informasi dan instruksi yang diberikan.

5. Incorrect Inventory.

Inventaris yang tidak tepat dimaksudkan saat layanan jasa diinginkan akan

tetapi jasa tersebut tidak tersedia. Sehingga perusahaan sering melakukan

rencana ulang hanya karena produk atau jasa yang diperlukan tidak

tersedia.

6. Error.

Pelanggan akan kecewa apabila tidak dapat menerima sesuatu sebaik yang

mereka ingin, terlebih lagi apabila yang mereka inginkan tidak diterima.

Dimana produk atau jasa yang diberikan merupakan produk yang tidak

layak ataupun jasa yang tidak professional.

7. Lost Oppurtunity.

Page 7: Landasan Teori

15

Kegagalan membangun tenggang rasa dan hubungan yang saling

memahami secara mendalam dengan pelanggan, mengabaikan pelanggan,

ketidakramahan, dan ketidaksopanan. Segala hal tersebut dapat

menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mempertahankan pelanggan

dan mendapatkan pelanggan yang baru.

2.4 Lean Banking

Lean Banking telah diterapkan oleh Bank of America, Citibank, ING Direct,

danl lain-lain. Industri perbankan dan asuransi telah menerapkan dengan baik teknik-

teknik Lean, karena pada dasarnya proses industri financial merupakan proses yang

berulang. Penghematan uang dan waktu dapat dihemat secara signifikan melalui

diferensiasi proses-proses, rasionalisasi keputusan untuk persetujuan, simplifikasi

proses pelayanan, desain pelayanan dalam modules, dan standarisasi proses

pelayanan. Fokus peningkatan bank sebaiknya mengacu kepada nasabah (customer)

dengan mengikuti prinsip-prinsip Lean Service. (Gaspersz, 2007)

Penerapan lean pada industri perbankan harus melakukan hal berikut (Maria,

2011) yaitu:

1. Secara eksplisit memetakan value stream untuk memahami secara tepat

apa yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas dan proses bagi

pelanggan. Peta tersebut akan digunakan untuk terus menghilangkan

praktek pemborosan yang terjadi.

Page 8: Landasan Teori

16

2. Keluar dari kesalahan konsep bahwa “transaksi bukan merupakan produk”

dan desain, sumber daya, perakitan dan penyampaian transaksi

3. Secara teratur menerapkan kaizen (perbaikan terus-menerus untuk

meningkatkan efektivitas suatu kegiatan dalam memberikan nilai tambah

pada produk/jasa dan menghilangkan waste) untuk memeriksa dan

mengoptimalkan proses, menjaga perubahan kecil, lokal, berkelanjutan

dan praktis

4. Melakukan pengolahan kertas kerja seperti jalur perakitan.

2.5 Value Stream

Value stream digambarkan sebagai seluruh aktivitas dan informasi yang

memberikan nilai tambah dan tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa untuk

semua proses bisnis seperti konsep desain untuk menghasilkan dan memproduksi raw

material menjadi produk yang diminta pelanggan.

Value stream mapping merupakan suatu gambaran visual dari produk/jasa

seperti informasi aktivitas value-added dan non-value-added dalam menghasilkan

produk/jasa tersebut. Value stream mapping dapat digunakan untuk mengidentifikasi

pemborosan terjadi dalam arus nilai. Value stream mapping digunakan untuk

menggambarkan dan menganalisa status saat ini untuk aliran produk dan merancang

status mendatang yang difokuskan pada reduksi waste, perbaikan leadtime, dan

peningkatan workflow.

Page 9: Landasan Teori

17

Ada dua jenis value stream mapping yaitu current state map dan future state

map. Current state map merupakan konfigurasi aliran nilai produk saat ini dan

menggunakan icon khusus untuk mengidentifikasi pemborosan dan area yang

potensial untuk ditingkatkan/diperbaiki. Sedangkan future state map bertindak

sebagai blueprint pada perubahan lean untuk status yang diinginkan. Untuk

melakukan perbaikan yang berkesinambungan, perlu dilakukan pemetaan proses yang

terjadi saat ini (AS IS) untuk menemukan perbaikan yang dapat dilakukan

2.6 Brainstroming

Metode kreatif yang paling dikenal luas adalah brainstorming. Brainstorming

merupakan sebuah metode yang digunakan untuk membangkitkan sejumlah besar

ide-ide yang kebanyakan dari ide-ide tersebut akan dibuang, tetapi mungkin ada

beberapa ide yang telah dikenali sebagai suatu kemajuan yang berharga dan akan

dipilih. Brainstorming ini biasanya terbentuk dari sebuah kelompok yang terdiri dari

4-8 orang.

Kelompok yang dipilih untuk sebuah brainstorming atau pengumpulan ide-

ide, harus terdiri dari beragam spesifikasi. Anggota kelompok bukan hanya harus ahli

atau dikenali oleh pimpinannya dalam suatu permasalahan, tetapi harus mencakup

berbagai keahlian meskipun mereka orang awam, jika mereka memiliki beberapa rasa

kejiwaan yang dekat terhadap suatu permasalahan meraka dapat ikut sebagai

kelompok brainstorming. Kelompok brainstorming tidak bersifat hirarki walaupun

Page 10: Landasan Teori

18

seseorang dibutuhkan untuk mengambil kepemimpinan organisasi. Peranan seorang

pemimpin pada suatu kelompok brainstorming adalah untuk memastikan formasi

metode itu diikuti dantidak hanya sekedar dibicarakan di meja diskusi. Tugas utama

yang penting adalah untuk memformulasikan pernyataan masalah yang digunakan

sebagai poin awal. Misalanya, jika masalah terlalu menyimpang maka ide-ide dari

rapat itu dapat dibatasi, atau mungkin bila masalah yang dihadapi samar-samar maka

dapat digunakan untuk menyamakan ide yang samar tersebut dan mungkin

merupakan hal yang tidak praktis.

Brainstorming bertujuan untuk menstimulasikan sekelompok orang untuk

menghasilkan sejumlah bear gagasan dengan cepat. Orang terlibat langsung dan tidak

homogen mengeani persoalan atauran, yaitu:

1. Kelompok haruslah bersifat non-hierarkial dan terdiri dari 4 – 8 orang.

2. Kelompok diharapkan menghasilkan sebanyak-banyaknya jumlah

gagasan.

3. Tidak dibenarkan memberikan kritik terhadap setiap gagasan.

4. Gagasan yang kelihatan “aneh” tetap diterima.

5. Usahakan semua gagasan dinyatakan secara singkat dan jelas.

6. Suasana dalam brainstorming harus rileks, tenang, dan bebas.

7. Kegiatan sebaiknya berlangsung dalam waktu tidak lebih dari 30 menit.

Kegiatan yang dilakukan selama brainstorming, yaitu:

1. Membentuk kelompok dan menetapkan pimpinan.

Page 11: Landasan Teori

19

2. Menginformasikan aturan-aturan dalam brainstorming.

3. Pemimpin kelompok melontarkan pernyatan masalah awal.

4. Masing-masing anggota diberi waktu tenang beberapa menit untuk

menggali gagasan.

5. Setiap anggota diminta menuliskan gagasan yang ada pada kartu-kartu

tersendiri.

6. Antar anggota kelompok saling bertukar kartu satu sama lain.

7. Melakukan istirahat sejenak untuk mencari gagasan-gagasan baru

mengacu pada gagasan rekannya kemudian dituliskan dalam kartu yang

baru.

8. Mengumpulkan kartu-kartu dan setelah periode tertentu dilakukan

evaluasi.

2.6.1 Teknik Brainstorming

Konsep brainstorming pertama kali diperkenalkan oleh Osborn di tahun 1957

dalam bukunya yang berjudul Applied Imagination. Konsep awalnya berupa proses

dimana setiap orang yang terlibat dalam proses brainstorming dikumpulkan dalam

suatu ruangan dan mereka dapat melemparkan ide dengan 4 aturan, yakni:

1. Tidak boleh mengkritisi.

2. Kuantitas diutamakan

3. Kombinasikan dan kembangkan ide yang telah disarankan.

4. Ajukan ide apapun yang muncul dalam pikiran, seliar apapun

Page 12: Landasan Teori

20

Kemudian bermunculan berbagai teknik brainstorming dan terdapat 3 di

antaranya yang mendominasi berbagai literatur riset, dapat dilihat pada table 1.1

sebagai berikut:

Tabel 1.1 Perbandingan Teknik Brainstroming

Banyak perdebatan yang terjadi seputar memilih teknik mana yang paling

baik di antara ketiga teknik yang telah dijelaskan pada Tabel 1.1. Secara garis besar

dapat disimpulkan bahwa Verbal brainstorming merupakan teknik yang paling tidak

Page 13: Landasan Teori

21

efektif dalam menghasilkan ide, menghasilkan ide paling sedikit dibanding teknik

lain namun verbal brainstorming lebih dikenal di dunia korporat.

Teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang

mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya

banyak gagasan, termasuk gagasan yang nyeleneh, liar, dan berani dengan harapan

bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming

sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama.

Brainstorming juga dapat digunakan secara individual. Sentral dari brainstorming

adalah konsep menunda keputusan. Ketentuan dasar dari brainstorming adalah

sebagai berikut:

1. Tunda keputusan.

Jangan melakukan kritik terhadap setiap gagasan yang muncul. Jangan

pula melakukan evaluasi terhadap gagasan tersebut. Gagasan dipilih

setelah sekian banyak gagasan dilontarkan.

2. Munculkan sebanyak mungkin gagasan.

Munculkan gagasan sebanyak-banyaknya. Gunakan gagasan yang aneh

dan lucu untuk merangsang gagasan-gagasan lain yang lebih baik.

2.7 Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan)

Diagram sebab akibat sering disebut juga dengan diagram tulang ikan

(Fishbone Diagram) pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaouru Ishikawa pada

Page 14: Landasan Teori

22

tahun 1953. Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan

hubungan antara sebab akibat. Secara umum diagram ini melihat paling sedikit lima

sumebr cacat pada proses atau produk yaitu faktor manusia, mesin/ peralatan, bahan

baku, metode, dan lingkungan.

2.7.1 Manusia

Masalah-masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia antara lain

kecukupan jumlah maupun mutu seperti keterampilan, pengetahuan, kemampuan,

komunikasi, dan kerjasama, sikap, disiplin, dan kreativitas.

2.7.2 Mesin dan Peralatan

Masalah-masalah yang terkait dengan mesin dan peralatan sehubungan

dengan tercapainya produktivitas ialah kesesuaian spesifiaksi mesin, kecukupan

jumlah unit dan kapasitas, usia pakai (akurasi), skrap dihasilkan, kemudahan

(maintability), sefty factor, kemudahan dioperasikan (operationalibility), ergonomi,

dan lain-lain.

2.7.3 Bahan Baku

Masalah yang terkait dengan bahan baku ialah keseuaian spesifikasi,

kecukupan jumlah, kelancaran supply oversupply, dan lain-lain.

2.7.4 Metode

Page 15: Landasan Teori

23

Masalah yang terkait dengan metode kerja ialah prinsip dan prosedur kerja,

metode pengumpulan data, peralatan pengukuran kerja, prosedur evaluasi, dan lain-

lain.

2.6.5 Lingkungan

Masalah yang terkait dengan lingkungan kerja adalah kenyaman ruang kerja

(temperatur, kelembaban, penerangan, kebisingan, peraturan kerja, psikologi

lingkungan kerja, dan lain-lain).

Gambar 2.1 Contoh Fishbone Diagram (Sinulingga, 2010)

2.8 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Page 16: Landasan Teori

24

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan kelompok aktivitas

yang sistematik didesain untuk:

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensial suatu produk atau

proses dan akibatnya.

2. Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dihilangkan atau direduksi yang

memberikan peluang kegagalan potensial.

Design Failure Mode and Effect Analysis (DFMEA) mendukung proses

desain untuk mereduksi kegagalan dengan:

a) Mengevaluasi tujuan kebutuhan dan alternatf desain.

b) Membantu desain awal unutk proses produksi dan perakitan.

c) Meningkatkan probabilitas moda kegagalan potensial dan pengaruhnya

terhadap sistem dan desain dan mempertimbangkan operasi produk dalam

desain dan pengembangan produk.

d) Menyediakan informasi tambahan untuk membantu merencanakan

pengujian desain yang efisien dan program pengembangan produk.

e) Mengembangkan daftar ranking (peringkat) moda kegagalan potensial

dan akibatnya terhadap pelanggan kemudian menetapkan sistem prioritas

untuk peningkatan dan pengembangan pengujian desain.

Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA) merupakan teknik

analisis yang digunakan untuk mereduksi kegagalan melalui:

Page 17: Landasan Teori

25

a) Identifikasi produk potensil yang dihubungkan dengan moda kegagalan

proses.

b) Menilai pengaruh (efek) pelanggan potensial terhadap kegagalan

c) Identifikasi penyebab proses manufaktur dan asembi potensial dan

identifikasi variabel proses untuk difokuskan pada reduksi kejadian atau

kondisi deteksi kegagalan.

d) Mengembangkan daftar ranking (peringkat) moda kegagalan potensial,

untuk menetapkan sistem prioritas pertimbangan tidakan yang tepat.

e) Membuktikan hasil proses manufaktur atau perakitan.

Metodologi analisis dan efek kegagalan dalam FMEA meliputi tahapan-

tahapan dibawah ini yaitu:

1. Failure Mode

Kegagalan adalah ketidakmampuan suatu sistem (produk / proses) untuk

menjalankan fungsi yang dikandungnya sebagaimana mestinya. Moda

kegagalan adalah kejadian yang menyebabkan terjadinya kegagalan

fungsi.

2. Effect (Severity)

Severity merupakan tingkat keseriusan yang terjadi akibat suatu moda

kegagalan. Nilai yang digunakan untuk menggambarkan tingkat

keseriusan suatu kegagalan berdasarkan kriteria pada Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Kriteria Nilai Severity

Page 18: Landasan Teori

26

EffectSeverity

RatingKriteria (Customer Effect)

Tanpa

efek

1 Tanpa efek pada performansi sistem atau pada proses

berikutnya

Minor 2 Nasabah tidak terpengaruh. Efek yang sangat ringan pada

performansi produk dan proses kredit.

Sedang 3 Nasabah tidak puas. Efek yang sedang pada performansi

produk dan proses kredit

Tinggi 4 Nasabah tidak puas dan membuat pelaporan tertulis. Efek

yang tinggi pada performansi produk dan proses kredit

Tabel 2. 2 Kriteria Nilai Severity (Lanjutan)

EffectSeverity

RatingKriteria (Customer Effect)

Berbahaya

tanda ada

peringatan

5 Kegagalan akan terjadi tanpa ada pemberitahuan dan

kegagalan mempengaruhi nama baik perusahaan

3. Causes (Occurrence)

Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi.

Kriteria nilai yang digunakan untuk menggambarkan frekuensi penyebab

kegagalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.3 Kriteria Nilai Occurrence

Probability of

failure

Occurrence

RatingCriteria

Page 19: Landasan Teori

27

Hampir tidak

ada1 Sesuai SLA

Rendah 2 1-15 paket berkas dalam waktu 1 bulan

Sedang 3 16-30 paket berkas dalam waktu 1 bulan

Tinggi 4 31-50 paket berkas dalam waktu 1 bulan

Sangat tinggi 5 >50 paket berkas dalam waktu 1 bulan

4. Controls (Detection)

Detection merupakan tingkat ketelitian alat deteksi (pengendalian) yang

digunakan. Kriteria nilai yang digunakan untuk menggambarkan frekuensi

penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 4 Kriteria Nilai Detection

DetectionDetection

RatingCriteria

Hampir

tidak pasti5

Sistem kendali tidak dapat mendeteksi moda kegagalan

sama sekali atau bahkan tidak memiliki alat deteksi.

Sedikit 4

Sistem kendali memiliki kemampuan yang sedikit untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan

berikutnya.

Rendah 3

Sistem kendali memiliki kemampuan yang rendah untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan

berikutnya.

Tinggi 2 Sistem kendali memiliki kemampuan yang tinggi untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan moda kegagalan

Page 20: Landasan Teori

28

berikutnya.

Hampir pasti 1Sistem kendali hampir dipastikan dapat mendeteksi moda

kegagalan.

5. Risk Priority Number (RPN)

Risk Priority Number merupakan angka yang menyatakan skala prioritas.

RPN merupakan hasil perkalian severity, occurrence, dan detection.

RPN=Severity ×Occurrence × Detection .. . . .. . (2.1 )

2.9 Waktu Standar

Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan tujuan untuk menemukan waktu

standar penyelesaian setiap proses untuk memproduksi barang atau jasa. Setiap

proses operasi terlebih dahulu di pecah kedalam elemen-elemen proses. Waktu

standar diperoleh dari waktu normal ditambah dengan besarnya waktu kelonggaran

(allowance). Secara sistematis waktu standar dapat didefinisikan sebagai berikut:

ST=NT + A . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. (2.2 )

NT =∑i=1

n

( RFi ×T i ) ,i=1,2,3 …n . . . .. . . .. (2.3 )

Page 21: Landasan Teori

29

Keterangan:

ST : Waktu standar (standard time).

NT : Waktu normal (normal time).

A : Waktu kelonggaran diperoleh dari faktor kelonggaran dikali dengan waktu

normal.

RFi : Rating factor untuk elemen ke-i.

Ti : Waktu rata-rata hasil pengukuran elemen ke-i

2.10 Standard Operating Procedure

Standard Operating Precedure (SOP) merupakan pedoman yang berisi

prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk

memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan penggunaan

fasilitas pemerosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi,

telah berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten, dan sistematis (Rudi,2002).

Empat poin yang disebutkan pada akhir kalimat merupakan ciri-ciri SOP yang

baik dan bermanfaat bagi organisasi yaitu (Rudi, 2002):

1. Efektif (dan Efisien)

Makna kata efektif adalah sesuai atau melakukan sesuatu tepat (do the

right thing). Sedangkan makna kata efisien adalah melakukan sesuatu

dengan tepat (do the thing right). Banyak pendapat yang menyatakan

apabila telah mencapai efektifitas, maka secara otomatis efisiensi tercapai.

Page 22: Landasan Teori

30

Karena jika melakukan hal yang tepat maka sudah dilakukan dengan tepat.

Namun pendapat ini belum pasti benar karena efisiensi sangat tergantung

pada situasi dan kondisi yang dihadapi.

2. Konsisten

Dalam penerapannya, SOP harus diterapkan secara konsisten baik untuk

hal yang sama dalam tempat yang sama maupun tempat yang berbeda.

Konsisten dalam SOP dapat diartikan sebagai penerapan secara standar

dan sama untuk semua prosedur yang sama dan semua bagian yang

organisasi yang harus menerapkan prosedur tersebut.

3. Standar

Standar erat kaitannya dengan konsisten. Konsisten mengarah pada

pelaksanaan suatu prosedur, sedangkan standar mengarah pada isi

prosedur tersebut. Prosedur kegiatan formal yang standar harus dapat

dimengerti dan pemahaman yang sama oleh semua orang.

4. Sistematis

Sistematis dapat diartikan tersusun secara rapi, teratur, yang merupakan

syarat mutlak dari sebuah pedoman yang efektif. Sistematika dalam SOP

dibagi menjadi 2 yaitu sistematika tampilan dan penjelasan. Kedua

sistematika harus dipenuhi agar SOP dapat dipahami secara benar dan

mudah.

Page 23: Landasan Teori

31

Sebagai suatu manual prosedur, SOP harus disusun agar dapat memenuhi

kebutuhan user secara spesifik. Kebutuhan prosedur operasional standar dari suatu

organisasi tidak sama dengan organisasi lainnya, meskipun perbedaannya sangat

kecil. Oleh karena itu SOP harus disusun agar dapat memenuhi tujuh criteria (The

Seven Criterias of Manual) yang menyebabkan SOP suatu organisasi berbeda dengan

organisasi lainnya. Tujuh kriteria manual tersebut yaitu (Rudi, 2002):

a. Khas/ spesifik (Specific)

b. Lengkap prosedur (Complete)

c. Jelas dan mudah dipahami (Understandable)

d. Layak-terap (Applicable)

e. Layak-control (Controllable)

f. Layak-audit (Auditable)

g. Layak-ubah (Changeable)

2.9.1 Unsur-unsur SOP

Efektifitas SOP sangat bergantung pada unsur-unsur yang membangunnya.

Unsur-unsur tersebut dapat berubah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Unsur-unsur

SOP bermanfaat untuk menjadi rujukan penyusunan dan kontrol pelaksanaan

penyusunan SOP. Unsur-unsur SOP meliputi (Rudi, 2002):

1) Tujuan

Page 24: Landasan Teori

32

Setiap SOP harus memiliki tujuan karena pengambilan keputusan atau

tindakan dilakukan berdasarkan tujuannya. Tujuan penyusunan SOP harus

dinyatakan dengan jelas agar dapat menjadi dasar atau landasan dalam

setiap prosedur dan langkah-langkah kegiatan yang terdapat dalam SOP

tersebut.

2) Kebijakan

SOP harus dilengkapi dengan pernyataan kebijakan-kebijakan yang

terkait, yang mendukung pelaksanaan prosedur secara efektif dan efisien.

Misalnya pada prosedur produksi tercangkup kebijaksanaan tentang

jumlah dan kualitas bahan baku, jumlah dan kualitas bahan pendukung,

jumlah jam produksi, jenis mesin yang digunakan, pelaksanaan dan

penanggung jawab, dll

3) Petunjuk operasional

Petunjuk operasional bukanlah sebuah narasi dari prosedur operasional

melainkan suatu prosedur bagaimana cara pengguna membaca pedoman

atau panduan prosedur operasional secara benar.

4) Pihak yang terlibat

Pihak yang terlibat digunakan sebagai panduan penyusunan mengenai

orang atau fungsi apa saja yang terlibat dalam pelaksanaan suatu

prosedur.

5) Formulir

Page 25: Landasan Teori

33

Formulir merupakan bentuk standar dari dokumen-dokumen kosong atau

blanko yang digunakan dalam menjalankan tertentu dalam SOP sebagai

media yang menghubungkan keputusan dan pelaksanaan kegiatan antara

pihak-pihak terlibat.

6) Masukan

Tahapan masukan meliputi aktivitas pengisian formulir, blanko, atau

dokumen. Setelah formulir sebagai media masukan disiapkan, maka

kegiatan dalam sistem bisa dilakukan dengan asumsi bahwa kualitas data

telah memenuhi syarat.

7) Proses

Proses adalah tahapan lanjutan setelah tahapan masukan dalam sistem.

Proses dapat terdiri dari satu atau lebih sub proses. Proses merupakan

kegiatan yang berfungsi mengubah masukan menjadi keluaran.

8) Laporan

Laporan merupakan rangkaian dari sistem, yang merupakan keluaran dari

sebuah sistem. Isi yang terdapat dalam laporan merupakan hasil

pengolahan atau pemerosesan dan dapat digunakan sebagai sumber

pengambilan keputusan.

9) Validasi

Validasi bertujuan untuk memastikan bahwa semua keputusan yang

diambil dan kegiatan yang dilakukan telah valid.

Page 26: Landasan Teori

34

10) Kontrol

Suatu organisasi harus melengkapi prosedurnya dengan kontrol memadai

seperti mekanisme audit dan pengecekan (counter-check) secara berkala.

Unsur-unsur tersebut merupakan acuan dalam melakukan observasi,

menyusun, dan mengimplementasikan SOP.

2.9.2 Metode dan Teknik Penyusunan SOP

Dalam penyusunan dan pengembangan Standard Operating Prosedure,

terdapat beberapa metode dan teknik-teknik yang dapat digunakan. Pemilihan metode

yang akan digunakan tergantung dari kebutuhan masing-masing organisasi.

Sedagnkan dlaam menentukan teknik yang akan digunakan, organisasi harus

mempertimbangkan kemudah pengguna dalam memahami SOP secara tepat. Metode

penyusunan dan pengembangan Standard Operating Procedure meliputi (Rudi, 2002):

1. Penyusunan Baru

Penyusunan baru merupakan pilihan metode yang digunakan untuk

membuat procedure operasional standar yang baru, sebelumnya belum

ada di dalam organisasi. Penyusunan baru dapat digunakan pada dua

kondisi yaitu:

a. Prosedur operasional standar belum ada dalam organisasi, artinya baru

dijalankan setelah SOP bersangkutan selesai dibuat

Page 27: Landasan Teori

35

b. Prosedur operasional standar telah ada dalam perusahaan, namun

belum ada SOP tertulis yang disajikan secara sistematis.

2. Pengembangan Sebagian

Pengembangan sebahagian merupakan perbaikan yang dilakukan

terhadap satu atau lebih SOP dari buku pedoman SOP.

3. Pengembangan Keseluruhan

Pengembangan keseluruhan merupakan perbaikan yang dilakukan

terhadap selutuh ini dari buku pedoman SOP.

4. Pengembangan Berkala

Pengembangan berkala merupakan perbaikan SOP yang dilakukan secara

rutin dan sudah terjadwal.

Untuk memudahkan pengguna dalam memahami Standard Operating

Prosedure dengan tepat, beberapa organisasi dapat dikombinasikan teknik-teknik

penyusunan SOP. Teknik-teknik yang dapat digunakanuntuk penyusunan dan

pengembangan SOP anatara lain (Rudi,2002):

1) Teknik Naratif

Teknik naratif adalah teknik yang menggunakan kekuatan nasrasi dan

penjelasn dengan kalimat untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan

yang berkaitan dengan operasional maupun administrasi.

Page 28: Landasan Teori

36

2) Teknik Bagan Arus

Teknik bagan arus merupakan teknik yang menggunakan symbol-simbol

yang khas untuk menjelaskan langkah-langkah kegiatan. Setiap symbol

mempresentasikan makna tertentu dari kegiatan, keputusan, dokumen,

laporan, media penyimpanan, tanda penghubung, dan sebagainya.

3) Teknik Tabular

Teknik tabular biasanya digunakan untuk melakukan analisis kegiatan

dalam penyusunan SOP. Selain itu, teknik dapat digunakan untuk

pengaturan jadwal kegiatan berulang.

4) Teknik Campuran

Teknik campuran merupakan gabungan dari teknik naratif, bagan arus dan

tebular. Kombinasi ketiga teknik penyusunan SOP ini digunakan untuk

tujuan menyajikan SOP yang dapat dipahami oleh semua yang telibat dan

berkepentingan.

Langkah-langkah yang sebaiknya diterapkan dalam penyusunan Standard

Operating Prosedure yaitu:

1. Membuat suatu urutan dari langkah-langkah pekerjaan

a. Menguraikan pekerjaan kedalam langkah dasar.

b. Mencatat masing-masing langkah dalam setiap pekerjaan secara

berurutan.

Page 29: Landasan Teori

37

c. Mendeskripsikan apa yang harus dilakukan, bukan bagaimana ini

dilakukan.

d. Sebagai panduan dalam bekerja.

2. Potensial Hazard

Untuk masing-masing langkah pekerjaan, dilakukan pencatatan bahaya

potensial yang dapat diduga secara masuk akal.

3. Kontrol yang direkomendasikan dalam SOP

a. Untuk masing-masing langkah pekerjaan, dilakukan pencatatan control

hazard yang paling layak untuk meminimasi resiko operator dalam

menyelesaikan pekerjaannya.

b. Masing-masing potensi bahaya, diidentifikasi dan dicatat bagaimana

langkah-langkah pekerjaan dilakukan. Termasuk apa yang seharusnya

dilakukan dan tidak dilakukan oleh operator untuk mengurangi tingkat

resiko.

c. Menyertakan infomasi atau referensi yang tepat.

4. Alat pelindung diri

Jenis peralatan perlindungan pribadi digunakan untuk meminimasi resiko

pada operator yang melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP.

5. Melaksanakan Tugas sesuai SOP

Menguji prosedur dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang

telah disusun. Yang harus dilakukan antara lain:

Page 30: Landasan Teori

38

a. Menginspeksi pekerjaan kembali.

b. Memeriksa pekerjaan upstream dan downstream yang mungkin

mempunyai dampak.

c. Secara kontinu mengembangkan metode kerja.

d. Mengembangkan semua potensi bahaya pada masing-masing langkah.

2.11 Review Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pertimbangan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Review Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Variabel Metode

Vaduva Alina

Maria (2011).

Lean Management

in Banking.

Waste, employee

knowledge and

empowerment,

kepuasan

konsumen.

Lean Management

Desrianto A.

Prayogi dan Moses

L. Singgih.

Peningkatan

Pelayanan Nasabah

Pada Proses

Pembiayaan (Studi

Kasus: PT. Bank

Jatim Syariah

Surabaya).

Strategic

objectives, job

description, tools

Lean Services,

Balanced

Scorecard, dan

House of Quality

(HOQ).

Page 31: Landasan Teori

39

Purwani, Eka,

(2012).

Perancangan

Standarisasi Peta

Proses Service

dengan Metode

Lean Six Sigma.

MTTR (Mean Time

to Recovery)

Lean Six Sigma,

DMAIC, Peta

Proses.