Upload
ira-maulani
View
224
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
landasan teori finala
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini
kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan
maupun dalam praktik kedokteran.
Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya.
Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.
Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan
dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya
menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk
menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja.
Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran
dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing.
Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan
keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam
mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi
pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak
superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan
sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu
mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana
tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang
masalah.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan
oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
1 | P a g e
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh
dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin
bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya
bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Memahami Praktek komunikasi dokter-pasien di lapangan
2. Menganalisis kekurangan praktek komunikasi dokter-pasien di lapangan
3. Menerapkan komunikasi dokter pasien yang efektif
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan dokter-pasien yang telah
terjalain di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
2. Untuk menyelesaikan tugas Early Exposure.
3. Untuk memenuhi tugas Early Exposure demi mencapai kelulusan blok
kedua.
1.3 Manfaat
1. Menambah ilmu tentang komunikasi efektif dokter-pasien dan hubungan
antara dokter dan pasien, sehingga pada saatnya nanti, dokter mampu
mengaplikasikannya dengan kehidupan nyata.
2. Menambah pengalaman dan observasi lapangan.
BAB II
2 | P a g e
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar-dasar Komunikasi
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu
alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang
apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-
pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik
tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan.
Secara umum, definisi komunikasi adalah “Sebuah proses penyampaian
pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara
tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn,
Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di
tempat praktik diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun
dokter bersama pasien pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk
sampai pada tahap tersebut, diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan
jenis komunikasi (lisan, tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik
(active listener), adanya penghambat proses komunikasi (noise), pemilihan alat
penyampai pikiran atau informasi yang tepat (channel), dan mengenal
mengekspresikan perasaan dan emosi. Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar
model proses komunikasi yang berfokus pada pengirim pikiran-pikiran atau
informasi (sender/source), saluran yang dipakai (channel) untuk menyampaikan
pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran atau informasi
(receiver). Model tersebut juga akan mengilustrasikan adanya penghambat
pikiran-pikiran atau informasi sampai ke penerima (noise), dan umpan balik
(feedback) yang memfasilitasi kelancaran komunikasi itu sendiri. Sender, channel,
receiver, noise, dan feedback.
2.2 Elemen-elemen dalam Model Proses Komunikasi
3 | P a g e
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).
Sumber (source) atau kadang disebut juga pengirim pesan adalah orang
yang menyampaikan pemikiran atau informasi yang dimilikinya. Pengirim pesan
bertanggungjawab dalam menerjemahkan ide atau pemikiran (encoding) menjadi
sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, tulisan, dan atau non verbal, atau
kombinasi dari ketiganya. Pesan ini dikomunikasikan melalui saluran (channel)
yang sesuai dengan kebutuhan.
Pesan diterima oleh penerima pesan (receiver). Penerima akan
menerjemahkan pesan tersebut (decoding) berdasarkan batasan pengertian yang
dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang
dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang
disebabkan kemungkinan hadirnya penghambat (noise). Penghambat dalam
pengertian ini bisa diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau
pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa, dan lainnya. Pada saat
menyampaikan pesan, pengirim perlu memastikan apakah pesan telah diterima
dengan baik. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima
dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim. Umpan
balik penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi salah
interpretasi.
Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan
sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien
sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim
pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari
dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, dokter
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.
4 | P a g e
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,
dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat
kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter
perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,
dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami
pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang
mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia
panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda
dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk
memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara
menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta
memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu
tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia medik, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa jadi merupakan hal yang amat vital, karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri, yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan
diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator
pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.
2.3 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan
oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh
5 | P a g e
dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin
bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya
bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit
waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter
dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum
disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran
gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas.
Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui
pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-
pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien
bagi keduanya (Kurtz,1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan
komunikasi yang digunakan:
Disease centered communication style atau doctor centered communication
style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini
6 | P a g e
termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi
kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan,
serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak
memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri
dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan
berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam
batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a
physician cognitive capacity to understand patient’s needs).
2. Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an
affective sensitivity to patient’s feelings)
3. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya
kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).
2.4 APLIKASI KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN
2.4.1 Sikap Profesional Dokter
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter
berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu
menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur
diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-
tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi
berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi
7 | P a g e
kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi
dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman,
aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap
profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama
proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter
ketika menerima pasien:
Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.
Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah).
Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan
tumbuh kembang, dan lain-lain).
Menilai suasana hati lawan bicara
Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh)
pasien
Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi
yang tidak perlu.
Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau
pengambilan keputusan.
Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak
Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua
belah pihak.
Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
8 | P a g e
2.4.2 Sesi Pengumpulan Informasi
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting, yaitu
sesi pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis, dan
sesi penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter
dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasihat,
sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak
melakukan sesuai anjuran dokter. Dalam dunia kedokteran, model proses
komunikasi pada sesi penggalian informasi telah dikembangkan oleh Van
Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat sederhana
dan aplikatif.
Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through
open ended question by the doctor)
Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor).
Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan
berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).
Sesi penggalian informasi terdiri dari:
1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama
secara medis (Silverman, 1998). Inilah yang disebut dalam kotak pertama
model Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang
dirasakan sesuai sudut pandangnya (illness perspective). Pasien berada
pada posisi sebagai orang yang paling tahu tentang dirinya karena
mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila dokter mampu
menjadi pendengar yang aktif (active listerner). Pendengar yang aktif
adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan
kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini
akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang
merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.
9 | P a g e
2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000) Penggalian riwayat
penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan
terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang
membutuhkan jawaban ”ya” atau ”tidak”. Inilah yang dimaksud dalam
kotak kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai seorang
yang ahli, akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan
medis (disease perspective). Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan
agar pasien mengungkapkan keluhannya dengan terbuka, serta proses
negosiasi saat dokter hendak melakukan komunikasi satu arah maupun
rencana tindakan medis.
2.4.3 Sesi Penyampaian Informasi
Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat
sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di
sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak
beralasan. Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
1. Materi Informasi apa yang disampaikan
a) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan).
b) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
d) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
e) Diagnosis, jenis atau tipe.
f) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara).
g) Prognosis.
h) Dukungan (support) yang tersedia.
10 | P a g e
2. Siapa yang diberi informasi
a) Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
b) Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.
3. Berapa banyak atau sejauh mana
a) Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa
perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental
pasien
b) Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
4. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
.
5. Di mana menyampaikannya
a) Di ruang praktik dokter.
b) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
c) Di ruang diskusi.
d) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
6. Bagaimana menyampaikannya
a) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimile, sms, internet.
11 | P a g e
b) Persiapan meliputi:
materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim).
ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon.
waktu yang cukup.
mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir
sebaiknya lebih dari satu orang).
c) Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
d) Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang
diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.
2.4.4 SAJI, Langkah-langkah Komunikasi
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health
Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
1. Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan
waktu untuk berbicara dengannya.
12 | P a g e
2. Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri.
Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya.
Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami
kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan
pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
3. Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang
ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak
oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan
mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
4. Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian
akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk
persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah
mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas
bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan
yang penting.
2.5 Pola Dasar Hubungan Antara Dokter-Pasien
Menurut Mulyohadi Ali dalam buku Hukum Pidana Malpraktik Medik
(2010,13) menyebutkan bahwa pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang
memerlukan pertolongan dokter karena penyakitnya, dan dokter adalah orang
yang dimintai pertolongan karena kemampuan profesinya yang dianggap mampu
mengobati penyakit. Hubungan yang terjadi ketika dokter bersedia menerima
klien itu sebagai pasien. Hubungan antara orang yang memerlukan pertolongan
dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan pada umumnya bersifat tidak
13 | P a g e
seimbang. Dokter berada pada posisiyang lebih kuat dan pasien berada pada posisi
yang lemah. Dalam hubungan yanag demikian, dokter diharapkan akan bersikap
bijaksana dan tidak memanfaatkan kelemahan pasien untuk menguntungkan diri
sendiri. Selain itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati
hak pasien sebagai manusia.
Ketika hubungan dokter-pasien itu disertai dengan permintaan dokter
untuk mendapatkan imbalan jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia
memenuhinya maka terjadilah hubungan yang disebut sebagai hubungan
kontraktual. Dalam hubungankontraktual terdapat kewajiban dan hak dari kedua
belah pihak yang haruss dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak
memenuhi kesepakatan tersebut. Karena sikap hubungan yang tidak seimbang
tersebut maka faktor kepercayaan memegang peranan penting. Pihak klien
(pasien) hendaknya bersedia bersikap jujur dalamm mengungkapkan berbagai hal
yang ingin diketahui oleh dokter , termasuk hal yang bersifat pribadi, dan dokter
besikap jujur atas upaya yang akan dilakukannya untuk menolong passien. Selain
itu dokter juga harus dapatdipercaya bahwa ia akan menyimpan semua rahasia itu
kepada siapapun tanpa persetujuan pasien kecuali atas perintah undang-undang.
Saling percaya dan saling dapat dipercaya ini sangat penting (krusial) dalam
menjaga hubungan yang akan memungkinkan dokter mencaripenyelesaian bagi
keluhan pasien.
Dalam hubungan tersebut terlihat superioritas dokter terhadap pasien
dalam bidang ilmu biomedis. Hanya dokter yang aktif,sedangkan passien pasif.
Hubungan ini berlangsung berat sebelah dan tidak sempurna karena merupakan
pelaksanaan wewenang yang satu terhadap yang lain. Oleh karena hubungan
dokter-pasien merupakan hubungan antar-manusia maka lebih dikehendaki
hubungan yang mendekati persamaan hak antar keduannya. Adalah kewajiban
kedua belah pihak untuk menciftakan kemitraan untuk salaing terbuka. Pasien
mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran tentang penyakitnya, sedangkan
dokter harus secara bijaksana mempertimbbanagkan sejauh mana ia dapat
memenuhi kewajibannya. Menurut Guttenteng dalam buku Hukum Pidana
Malpraktik Medik (2010,14) menyebutkan bahwa “memberitahukan seebuah
14 | P a g e
kebenaran yang tidak diharapkan , dalam hal ini tentang penyakit, haruslah
disampaikan apabila keluarga/ penderita sudah benar-benar siap menerima hal
itu”. Satu aspek yang paling penting dari hubungan dokter-pasien, disepanjang
zaman, adalah kualitas humanistik seorang dokter yang baik. Pasien akan mencari
dokter yang peduli tentang dia sebagai manusia, yang akan memperlakukan sesuai
denagn hak-haknya sebagai pasien.
Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan
keadaan sosial budaya dan penyakit pasien, menurut Szas dan Hollendder (1956),
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Activity – Passivity
Pola hubungan ini terjadi pada pasien yang keselamatan jiwanya
terancam,atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.
Pola terapi terjaddi dalam keadaan pasien tidak berdaya.
2. Guidance – cooperation
Hubungan membimbing-kerjasama, sepertihalnya hubungan anatara orang
tua dan remaja. Pola ini terjadi bila keaadaan penyakit pasien tidak terlalu
berat, misalnya infeksi penyakit paru atau penyakit akut lainnya.
Meskipun sakit passien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan
sendiri. Ia berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja
sama. Walaupun dokter mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata
mmenjalankan wewenangnya, namun mengharapkan kerja sama pasien
yang diwujudkan dengan menuruti nasihat dan anjuran dokter.
3. Mutual particippation
Filosofi dasar dari pola pendekatan ini adalah berdasarkan pemikiran
bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama. Pola ini
terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatan dengan melakukan
medical check up atau pada pasien yang menderita penyakit kronis seperti
hipertensidan diabetes melitus. Pasien secara sadardan aktif berperan
dalam pengobatan terhadap dirinya sendiri.
15 | P a g e
2.6 Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien
2.6.1 Hak dan Kewajiban Dokter
Dalam Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran terdapat Hak dan Kewajiban Dokter yang terkandung dalam
paragraf 6.
Adapun Hak Dokter dalam Pasal 50 yaitu:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.
Sedangkan Kewajiban Dokter dalam Pasal 51 adalah:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemerikasaan atau pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
2.6.2 Hak dan Kewajiban Pasien
16 | P a g e
Adapun Hak dan Kewajiban Pasien terdapat dalam Paragraf 7 UU
No. 29 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
Hak Pasien dalam Pasal 52, yaitu:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Kewajiban Pasien dalam Pasal 53, yaitu:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Pelaksanaan
17 | P a g e
Observasi dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Plaju, Palembang.
3.2 Waktu Pelaksanaan
Hari dan Tanggal : 16 November 2011
Jam : 11.15 – 12.45
3.3 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan, yaitu:
1. Pena
2. Buku tulis
3. Kamera atau alat perekam
3.4 Subjek Tugas Mandiri
Mengobservasi hubungan antara dokter dan pasien di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.
3.5 Langkah Kerja
Langkah kerja dalam tugas Early Exposure ini adalah :
1. Membuat Proposal.
2. Melakukan Konsultasi kepada pembimbing Early Exposure.
3. Meminta izin kepada petugas RS. Muhammadiyah Palembang untuk
melakukan Early Exposure secara administratif.
4. Mengumpulkan data atau melakukan observasi hubungan dokter – pasien.
5. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu
kesimpulan.
6. Membuat laporan hasil Early Exposure dari data yang sudah didapatkan.
3.6 Pengumpulan data
Melakukan observasi langsung terhadap hubungan antara dokter dan pasien di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
18 | P a g e
3.7 Pengolahan data
Analisis deskriptif yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan cara
membandingkan teori dan data di lapangan
BAB IV
HASIL TUGAS MANDIRI
19 | P a g e
1. Observasi “hubungan antara Dokter- Pasien” di Polianak
Oleh Lisa Wendi Astuti
Wendra Armansyah
Rista Purnama
Hendra Ercha Riri
Fadil Ramadhan
Hasil Observasi dan Refleksi
Berdasarkan observasi, dokter telah menerapkan prinsip SAJI yang baik dalam
mengahadapi pasiennya Terlihat dari sikap dokter yang berusaha menjalin
komunikasi yang baik terhadap pasiennya.Berusaha untuk menciptakan suasana
yang nyaman dan berusaha memberikan pelayanan terbaik.
Kendala:
Dalam proses diagnostik,kendala yang paling mendasar adalah keterbatasan
waktu, khususnya bagi dokter yang memiliki banyak pasien. Namun yang harus
dilakukan jika hal ini terjadi pada diri saya adalah saya harus bisa memanfaatkan
waktu yang sedikit itu seoptimal mungkin dan harus terbina hubungan yang
nyaman antara saya dan pasien saya. Sebagai dokter yang baik, tentunya penting
untuk melakukan pengobatan yang efektif dan pemeriksaan yang membuat pasien
kita puas akan pelayanan kesehatan yang telah kita berikan.
Untuk kedepannya
Dokter yang baik, kita harus memberikan pelayanan kesehatan yang efektif
kepada pasien kita. Dalam berkomunikasi, hendaknya kita menciptakan suasana
yang nyaman agar bisa mempermudah diri kita untuk menggali informasi tentang
segala sesuatu yang kita butuhkan pada diri pasien tersebut. Lalu pentingnya kita
menggunakan bahasa yang membumi agar pasien bisa lebih mudah mengerti apa
yang sedang kita bicarakan
2. Observasi “hubungan antara Dokter- Pasien” di Poliklinik kebidanan
20 | P a g e
Oleh Santhy Annisa
Ika Arrizka
Ira Maulani
Maya Agustin
Yulistii Fitri Utami
Hasil Observasi dan Refleksi
Dari observasi yang saya lakukan pada dokter yang bertugas di RS
Muhammadiyah Palembang, saya mendapati sikap dokter yang sudah
memenuhi kriteria dalam menerima pasien. Saat menerima pasien,dokter
tidak mengucapkan salam, mungkin ini dikarenakan pasien yang telah
mengantri sudah banyak. Dokter juga menciptakan suasana yang nyaman saat
berkomunikasi dengan pasien, ini terlihat dari sikap pasien yang terbuka
dalam menyampaikan keluhan dan tidak jarang pasien tersenyum. Dokter Tin
juga menerapkan waktu anamnesis yang cukup. Setiap pasien yang telah
diperiksa dipersilahkan untuk duduk lalu ditanyai keluhan – keluhan dan tak
jarang pasien bertanya seputar kehamilannya,dokterpun tanpa sungkan
memberikan penjelasan kepada pasien. Selama waktu anamnesis terlihat
kalau dokter sebenarnya sangat lelah tetapi terlihat pula dokter itu berusaha
menghindari sikap itu saat berkomunikasi dengan pasien. Selama anmnesis
pula raut wajah dokter itu menyiratkan keterbukaan menerima keluhan serta
pertanyaan pasien, bahasa tubuhnya juga baik ,eye contact dokter juga saya
nilai sangat baik dalam mendengarkan pasien ini menunjukkan antusiame
dokter kepada pasien,nada bicara dokter yang lemah lembut namun jelas juga
menunjukkan bahwa dokter ini adalah dokter yang baik tutur katanya. Dalam
mendengarkanpun dokter menunjukkan perhatian dan kesungguhan
walaupun sambil mendengar sambil menulis tetapi saat- saat yang penting
dokter berhenti menulis dan mendengarkan,tindakan ini masih dapat
dimaklumi karena begitu banyak pasien yang telah menunggu giliran. Dalam
berkomunikasi dokter juga menerapkan pasien adalah pemeran utama,dokter
dengan sabarnya memperhatikan keluhan pasien dan menganggapinya.
21 | P a g e
Selama berkomunikasi juga dokter tidak pernah memotong pembicaraan,
apabila telah selesai pasien menjelaskan keluhan setelah itu dokter
menanggapi. Dalam memulai pemeriksaan dokter tidak terlihat melakukan
informed consent. Negosiasi dan evaluasi pada kedua belah pihak telah
terlihat. Dokter tidak mempersilahkan pasien untuk pulang
BAB V
PEMBAHASAN
22 | P a g e
5.1 Teori dan Analisis
Dalam laporan akhir early exposure ini, kami mencoba menganalisis dari
landanan teori dan menghubungkannya dengan hasil observasi kami. Tujuannya
agar kami dapat mengetahui aspek-aspek komunikasi dokter-pasien dan
berkomunikasi dokter-pasien yang efektif dan benar.
A. Berdasarkan Elemen-Elemen dalam Model Proses Komunikasi
Elemen – elemen dalam model proses komunikasi itu terdiri atas sumber
(source) atau yang biasa disebut dengan pengirim pesan dan receiver (penerima
pesan). Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara
bergantian. Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan, saat pasien berperan
sebagai sumber, pasien menjelaskan mengenai keluhan-keluhan yang ia rasakan.
Pada saat dokter menjadi receiver, dokter mendengarkan keuhan-keluhan pasien
dan setiap pernyataan yang dikemukaan oleh pasien. Dan juga pada saat dokter
yang menjadi sumber, dokter telah menjelaskan mengenai penyakit pasien dan
pengobatannya. Sedangkan pada saat pasien yang menjadi receiver, pasien
mendengarkan dengan baik penjelasan dokter dan bertanya apabila ada yang
kurang jelas.
B. Berdasarkan Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
Dokter telah berkomunikasi efektif dengan pasiennya, dokter telah mampu
memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien. Sikap
empati juga telah diterapkan oleh dokter, ini terlihat pada saat bagaimana dokter
merespon keluhan-keluhan dari apa yang dinyatakan oleh pasien.
C. Berdasarkan Aplikasi Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
a. Sikap Profesional Dokter
Sikap profesional dokter telah diterapkan oleh dokter pada saat kami
observasi. Ini terlihat pada saat bagaimana komunikasi dokter-pasien, dokter telah
23 | P a g e
membangun rasa nyaman, aman dan percaya pada pasiennya. Dokter menyapa
pasien dengan nama pasien, menilai suasana hati pasien, memperhatikan keluhan
pasien dan menatap mata pasien saat berkomunikasi.
b. Sesi Pengumpulan Informasi
Dokter bertanya kepada pasien mengenai keluhannya dan penyakit-
penyakit apa yang pernah pasien derita (riwayat penyakit), dokter telah melakukan
tindakan anamnesis yang baik terhadap pasiennya.
c. Sesi Penyampaian Informasi
Berdasarkan hasil observasi, dokter menyampaikan informasi mengenai
pemeriksaan fisik, hasil dan interpretasi dari tindakan medis, diagnosis dan
prognosis.
d. Langkah-Langkah Komunikasi
Pada saat pasien memasuki ruangan poliklinik, dokter memberi salam
terlebih dahulu kemudian mulai di ajak bicara agar situasi didalam ruangan terasa
nyaman dan memudahkan pasien dalam melakukan anamnesis. Setelah itu dokter
menjelas mengenai panyakit pasien dan cara pengobatannya. Setelah menjelaskan,
dokter kembali mengingatkan kepada pasien mengenai penjelasan tadi dan
bertanya pada pasien apabila masih ada yang kurang dimengerti. Dokter telah
menerapkan langkah-langkah komunikasi SAJI.
D. Pola Dasar Hubungan Antara Dokter-Pasien
1. Activity – Passivity
Pola ini tidak terjadi saat kami melakukan observasi, karena pasien
saat berkunjung ke tempat poliklinik tidak dalam keadaan yang berbahaya dan
keselamatan jiwa yang sangat terancam.
2. Guidance – cooperation
24 | P a g e
Dokter menjalin kerja sama yang baik dengan pasiennya dan sikap
pasien telah menunjukkan sikap yang akan menuruti nasihat dan melakukan apa
yang dianjurkan oleh dokter
3. Mutual particippation
Pasien datang ke tempat dokter dengan pemikiran ingin
memelihara kesehatan dengan medical check up , khususnya saat di poliklinik
kebidanan, pasien-pasien yang datang bertujuan untuk mengetahui perkembangan
dan kesehatan kandungannya.
E. Hak dan kewajiban dokter pasien
Berdasarkan hasil observasi, hak-hak dokter sudah terpenuhi, salah satunya
yaitu hak untuk mendapatkan penjelasan pasien mengenai keluhan dan
penyakitnya. Dan juga kewajiban dokter telah dilaksanakan dengan baik, dokter
telah memeberikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pasien serta
memberi penjelasan mengenai penyakit, cara pengobatan dan juga hasil
pemeriksaan.
Selain itu, hak-hak pasien telah terpenuhi juga, ini terlihat pada saat pasien
telah mendapatkan penjelasan mengenai penyakitnya, penjelasan mengenai hasil
pemeriksaan, dan sikap dokter yang telah menunjukkan rasa empati dan
menghormati hak-hak pasien. Kewajiban pasien untuk memebrikan penjelasan
mengenai penyakitnya jug asudah diterapkan oleh pasien, ini terlihat pada saat di
ruang praktek, pasien dengan leluasa dan terbuka menceritakan mengenai
penyakit dan keluhannya kepada dokter.
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
25 | P a g e
6.1 Kesimpulan
Maka,dari kegiatan Early Exposure tepatnya observasi komunikasi antara Dokter-Pasien yang telah kami lakukan,Kami mendapatkan beberapa manfa’at dan bisa mendapatkan banyak pengetahuan mengenai komunikasi Dokter-Pasien seperti berikut :
1. Memahami komunikasi efektif yang tepat antara dokter terhadap pasien
2. Mengetahui cara menggali informasi yang baik dari pasien
3. Mengetahui cara berkomunikasi yang baik seorang dokter dalam
menyampaikan pesan baik maupun buruk
4. Menambah ilmu tentang komunikasi seorang dokter, sehingga pada
saatnya nanti, dokter mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
5. Menambah pengalaman dalam observasi lapangan.
6. Mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang baik antara dokter
terhadap pasien
7. Mengetahui cara Dokter saat memperlihatkan atau menyampaikan
empatinya terhadap pasien
6.2 Saran
Dari hasil kegiatan Early Exposure kami menemukan beberapa kendala,
leh karena itu kami memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :
1. Persiapan yang baik,dimulai dari persiapan mental dan fisik,karena dengan
persiapan yang baik maka kesalahan saat melakukan observasi dapat
dikurangi.
2. Buatlah daftar kuisioner setepat mungkin
3. Waktu yang diperlukan dalam melakukan observasi ditambah agar
observasi bisa dilakukan dengan efektif
4. Saat melakukan observasi diharapkan objek obsevasi lebih dari satu agar
observasi yang kita lakukan lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA
26 | P a g e
Anonim. 2011. Undang-Undang Praktik Kedokteran. Bandung. Fokusindo
Mandiri.
Mulyohadi, M. A., Ieda, P.S.S, & Huzna, Z. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-
Pasien. From http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20
Efektif.pdf, diakses 12 November 2011
Willy F. Maramis, Handoko Daeng., 2005. Ethical Aspect in Patient-Doctor
Relationship. Dalam Biomedical Ethics. Dutch Foundation For Postgraduate
Medical Courses In Indonesia. Biotic Units Airlangga University School of
Medicine, Surabaya, hlm. 21. Dalam Hukum Pidana Malpraktik Medik,
Yogyakarta, hlm.15.
Yunanto, Ari., Helmi. 2010. Hukum Pidana Malprakrik Medik. Yogyakarta.
ANDI.
LAMPIRAN
27 | P a g e
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Lisa Wendi Astuti
NIM : 702011007
Nama Dokter : dr. Norman Djanaludin ,Sp.PDKHOM
Nama Pasien : Rohimah
N
O
Objek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
28 | P a g e
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Wendra Armansyah
NIM : 702011011
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
29 | P a g e
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Rista Purnama
NIM : 702011012
Nama Dokter : dr. Norman Djamaludin,Sp.PDKHOM
Nama Pasien : Rohimah
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
30 | P a g e
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Hendra Ercha Riri
NIM : 702011022
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
31 | P a g e
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Fadil Ramadhan
NIM : 702011028
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
32 | P a g e
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Santhy Annisa
NIM : 702011033
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
33 | P a g e
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Ika Arrizka
NIM : 702011036
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
34 | P a g e
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Ira Maulani
NIM : 702011040
Nama Dokter :
Nama Pasien :
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
35 | P a g e
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Maya Agustin
NIM : 702011053
Nama Dokter : dr. Tin SPOG
Nama Pasien : Wainila
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
namanya
3 Menciptakan suasana yang
36 | P a g e
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
Hasil Observasi yang dilakukan oleh :
Nama : Yulistin Fitri Utami
NIM : 702011055
Nama Dokter : dr. Tin SPOG
Nama Pasien : Ny. Shinta
NOObjek
Penilaian
Nilai
Cukup Baik Sangat Baik
1 Mengucapkan salam
2 Menyapa pasien dengan
37 | P a g e
namanya
3 Menciptakan suasana yang
nyaman
4 Waktu anamnesis yang cukup
5 Menghindari tampak lelah
6 Menilai suasana hati pasien
7 Raut wajah
8 Bahasa tubuh
9 Eye contact
10 Nada Bicara
11 Menunjukan perhatian dan
kesungguhan
12 Memperhatikan keluhan pasien
13 Tidak memotong pembicaraan
14 Informed consent
15 Evaluasi pada kedua belah
pihak
16 Negosiasi segala sesuatu
berdasarkan kepentingankedua
belah pihak
17 Mempersilahkan pasien untuk
pulang
38 | P a g e