Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
20
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen
Stephen P. Robbins (2017) dalam bukunya yang berjudul “Fundamental of
Management” menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk
menyelesaikan pekerjaan, secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.
Dengan menjalankan empat fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading,
dan controlling. Yang dimaksud efisien adalah melakukan tugas dengan benar
dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti uang, tenaga kerja, dan
perlengkapan dengan bijak untuk mendapatkan output semaksimal mungkin.
Sementara efektif adalah melakukan tugas yang benar dimana fokus utamanya
adalah hasil akhir yang menuju kepada tujuan organisasi.
Angelo Kincki (2019) dalam bukunya yang berjudul “Management – a
Practical Introduction” menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk
mencapai tujuan organsisasi secara efektif dan efisien, melalui integrasi
sekelompok orang secara bersama – sama melalui planing, organizing, leading, dan
controlling sumber daya yang dimiliki oleh organisasi.
Gary Dessler (2008) dalam bukunya yang berjudul “Managing Now”
menyatakan bahwa manajemen merupakan sekelompok orang, para manajer, dan
siapapun yang bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi melalui
planning, organizing, leading, dan controlling upaya seluruh orang di dalam
organisasi, totalitas aksi manajerial, orang, sistem prosedur, dan proses di dalam
organisasi tersebut.
21
Berdasarkan tiga pengertian manajemen diatas, pada penelitian ini peneliti
menggunakan Stephen P. Robbins (2017) karena manajemen merupakan sebuah
proses untuk menyelesaikan pekerjaan, secara efektif dan efisien dengan dan
melalui orang lain. Dengan menjalankan empat fungsi manajemen yaitu planning,
organizing, leading, dan controlling. Yang dimaksud efisien adalah melakukan
tugas dengan benar dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti uang,
tenaga kerja, dan perlengkapan dengan bijak untuk mendapatkan output
semaksimal mungkin. Sementara efektif adalah melakukan tugas yang benar
dimana fokus utamanya adalah hasil akhir yang menuju kepada tujuan organisasi.
2.1.1 Fungsi Manajemen
Menurut Stephen P. Robbins (2017) terdapat 4 fungsi manajemen, yaitu
sebagai berikut:
1. Planning
Merupakan fungsi manajemen dalam perumusan tujuan organisasi,
menyusun strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasi
aktivitas.
2. Organizing
Merupakan fungsi manajemen dalam menentukan apa yang harus
diselesaikan, bagaimana hal tersebut dapat diselesaikan, dan siapa yang
akan menyelesaikan.
3. Leading
Merupakan fungsi manajemen dalam mengarahkan dan mengkoordinasi
pekerjaan dan aktivitas dari orang – orang di dalam organisasi.
4. Controlling
22
Merupakan fungsi manajemen dalam melakukan monitoring atau
mengawasi pekerjaan untuk memastikan bahwa semua berjalan sesuai
dengan yang sudah direncanakan.
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Gary Dessler (2015) pada bukunya yang berjudul “Human
Resource Management” menyatakan bahwa manajemen sumber daya menusia
merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, memberi kompensasi karyawan,
memperhatikan hubungan tenaga kerja. Kemudian mengurus kesehatan dan
keselamatan kerja serta masalah keadilan tenaga kerja.
Sementara Menurut Stephen P. Robbins (2017) menyatakan bahwa sumber
daya manusia merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berfokus pada
mendapatkan training, motivating, dan mempertahankan karyawan yang kompeten
kemudian manajemen sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap staffing
untuk memastikan organisasi mempekerjakan dan mempertahankan orang yang
tepat.
Kemudian menurut Angelo Kinicki (2019) manajemen sumber daya
manusia merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajer dalam merencanakan,
menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif.
Perencanaan sumber daya manusia yang dimaksud terdiri dari pemahaman arus
kebutuhan karyawan dan memprediksi kebutuhan karyawan di masa yang akan
datang.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian sumber daya manusia
menurut Gary Dessler (2015) yaitu manajemen sumber daya menusia merupakan
proses memperoleh, melatih, menilai, memberi kompensasi karyawan,
23
memperhatikan hubungan tenaga kerja. Kemudian mengurus kesehatan dan
keselamatan kerja serta masalah keadilan tenaga kerja.
2.2.1 Proses Sumber Daya Manusia
Sumber: Robbins, P. Stephen & Coulter Mary, 2010
Gambar 2.1 Proses Sumber Daya Manusia
Definisi sebagai berikut:
1. Human Resource Planning
Proses dimana manajer mebuat rencana terkait dengan tenaga kerja
perusahaan agar jumlahnya sesuai, serta tenaga kerja yang memiliki
kemampuan berada pada posisi yang tepat dan di waktu yang tepat. Dengan
adanya perencanaan maka perusahaan dapat menghindari kekurangan atau
kelebihan tenaga kerja secara tiba – tiba.
2. Recruitment and Decruitment
Proses recruitment adalah proses dimana suatu organisasi mencari,
mengidentifikasi, dan menarik para pelamar kerja. Sementara decruitment
adalah proses dimana suatu organisasi mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
24
3. Selection
Proses selection adalah proses penyaringan kepada para pelamar kerja dan
memastikan bahwa kandidat yang dipilih adalah yang paling tepat.
4. Orientation
Proses orientation adalah proses pengenalan organisasi serta pekerjaan
kepada karyawan baru.
5. Training
Proses training merupakan kegiatan yang digunakan dalam manajemen
sumber daya manusia untuk membuat perubahan serta meningkatkan
keterampilan agar lebih baik dalam pekerjaan.
6. Performance Management
Proses yang digunakan dalam manajemen sumber daya manusia dalam
menetapkan standar kinerja yang digunakan untuk melakukan evaluasi
kinerja pada karyawan.
7. Compensation and Benefits
Pemberian compensation and benefit dapat membuat tenaga kerja yang
kompeten dan berbakat bertahan di perusahaan, tenaga kerja yang kompeten
dapat memenuhi kebutuhan organisasi serta mencapai visi dan misinya.
8. Career Development
Dalam Proses ini, perusahaan akan melakukan pengembangan terhadap
karir karyawannya agar dapat memperoleh tugas dan tanggung jawab lebih,
diharapkan penghasilan yang diperoleh akan meningkat dari pada
sebelumnya.
25
2.3 Total Quality Management
Kinicki (2019) menyatakan total quality management (TQM) merupakan
dedikasi secara bekelanjutan untuk melakukan peningkatan kualitas, pelatihan, dan
kepuasan pelanggan. Terdapat dua prinsip di dalamnya yaitu, berorientasi manusia
dan berorientasi peningkatan. Teknik dalam meningkatkan kualitas diantaranya
adalah employee involvement, benchmarking, outsourcing, reduce cycle time, and
statistical process control.
Sementara menurut Stephen Robbins (2017), total quality management
(TQM) adalah sebuah filosofi manajemen yang digerakan dengan peningkatan
berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.
Terdapat dua sisi di dalam total quality management (TQM) yaitu, yang
pertama adalah soft side Fotopoulos & Psomas (2009) dalam Ahmed & Idris (2020)
dengan beberapa elemen sebagai berikut:
1. Leadership
2. Employee Empowerment
3. Training and Education
4. Employee Involvement
5. Teamwork
Kemudian terdapat beberapa elemen dari sisi hard side dari total quality
management, diantaranya:
1. Quality Improvement tools
2. Techniques
Prajogo & Cooper (2017) menyatakan seperti yang sikemukakan oleh para
peneliti TQM yang mempelajari efek TQM terhadap kinerja organisasi, disarankan
26
untuk memberikan perhatian terhadap efek yang secara langsung berpengaruh.
TQM memiliki sisi soft side yang bertanggung jawab atas hasil terkait dengan
kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
Dalam penelitain ini, peneliti menggunakan aspek soft side TQM yaitu
employee empowerment, teamwork, training and education, dan employee
involvement dalam mengukur job satisfaction karyawan PT. Lestari Mahadibya
(Summarecon Mal Serpong).
2.4 Employee Empowerment
Menurut Hill & Huq 2004 dalam Ahmed, A.O & Idrris, A.A. (2020) employee
empowerment biasanya dioperasikan dengan dua format, pertama untuk mendorong
karyawan dalam meresponi permasalahan terkait kualitas, termasuk dalam
mengindentifikasi masalah dan mengambil inisiatif untuk menyelesaikannya
dengan delegasi otoritas dan alokasi sumber daya untuk karyawan
menyelesaikannya. Kedua empowerment menyediakan kebebasan bagi karyawan
untuk bertanggung jawab atas ide mereka, keputusan, dan hasil serta membebaskan
mereka dari kontrol birokrasi yang ketat.
Sementara menurut S. Thomas, et al (2018) dalam Kurniawan & Satrya
(2020) employee empowerment berarti mendorong karyawan untuk lebih terlibat
dalam pengambilan keputusan dan aktivitas yang berdampak pada pekerjaan
mereka, karena dalam empowerment perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan
karyawan dapat meningkatkan bakat sepenuhnya.
Kemudian Menurut Meyerson & Dewettinck, (2012) dalam Hanasyah (2016)
employee empowerment merupakan praktik motivasi yang betujuan untuk
meningkatkan kinerja dengan meningkatakan kesempatan partisasipasi dan
27
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, berkaitan dengan pengembangan
kepercayaan, motivasi, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
menghilangkan batasan antara karyawan dan top level management.
Pada Penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian employee
empowerment menurut Hill & Huq 2004 dalam Ahmed, A.O & Idrris, A.A. (2020)
yang menyatakan employee empowerment biasanya dioperasikan dengan dua
format, pertama untuk mendorong karyawan dalam meresponi permasalahan terkait
kualitas, termasuk dalam mengindentifikasi masalah dan mengambil inisiatif untuk
menyelesaikannya dengan delegasi otoritas dan alokasi sumber daya untuk
karyawan menyelesaikannya. Kedua empowerment menyediakan kebebasan bagi
karyawan untuk bertanggung jawab atas ide mereka, keputusan, dan hasil serta
membebaskan mereka dari kontrol birokrasi yang ketat.
2.4.1 Ruang lingkup Employee Empowerment
Terdapat beberapa ruang lingkup employee empowerment di dalam
manajemen Stephen P. Robbins (2010), yaitu:
1. Spiritual and Organizational Culture
Dalam spiritual organisasi memiliki lima karakteristik kultural, di mana
employee empowerment merupakan salah satunya dengan cara manajer
memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk membuat keputusan yang
bijaksana dan cerman.
2. Team Structures
Di dalam struktur tim, employee empowerment memegang peran sangat
penting karena tidak ada garis kewenangan manajerial secara vertikal.
Pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan yang dianggap cara terbaik oleh
28
karyawan dengan bertanggung jawab sepenuhnya atas kinerja masing –
masing.
3. Resedign job design
Dalam pendekatan desain kerja secara proaktif, employee empowerment
berfungsi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dalam keputusan yang
mempengaruhi pekerjaan mereka secara langsung.
4. Motivating employee through empowerment
Dalam dunia kewirausahawan, employee empowerment dapat menjadi salah
satu alat motivasi dengan memberikan kewenangan terhadap karyawan
dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan sendiri.
2.4.2 TLS Continuum Empowerment Model
Sumber: Daniel Bloom, 2020
Gambar 2.2 TLS Continuum Empowerment Model
Pada gambar 2.2 diatas terdapat TLS continuum empowerment model, TLS
sendiri merupakan singkatan dari (theory, lean, dan six sigma) berfungsi dalam
29
pemberdayaan secara berkelanjutan dengan melihat organisasi dan
mempertimbangkan apa yang menentukan keberhasilan pemberdayaan dalam
organisasi. (Daniel Bloom, 2020) menggambarkan bahwa dalam melakukan
pemberdayaan terhadap karyawan terdapat sebuah hirarki dalam pelaksanaannya.
Pertama dimulai dari management empowerment, team empowerment, individual
empowerment, dan full engagement. Dengan Penjelasan sebagai berikut :
1 Management empowerment
Para manajer membentuk formula dari misi organisasi, nilai organisasi,
tujuan, strategi, dan menyelaraskannya dengan organisasi. Pemberdayaan
selalu dimulai dari fondasi yaitu manajemen dari perusahaan itu sendiri.
2 Team Empowerment
Seluruh formula yang berasal dari manajemen tersebut, di turunkan ke
dalam setiap tim yang ada untuk menjadi guidence para karyawan untuk
mengambil keputusan, berpikir mengenai sebuah masalah, dan menganalisa
sebuah kondisi.
3 Individual Empowerment
Para karyawan diberikan sebuah mindset serta sudut pandang yang baru,
karyawan diajak terlibat dalam proses perusahaan menjalankan sebuah
bisnis. Tujuan dari pada individual empowerment adalah untuk
meningkatkan rasa kepemilikan karyawan terhadap perusahaan maupun
organisasi.
4 Full engagement
Tahap pemberdayaan ini adalah dimana seluruh hirarki berjalan secara
sinergi bergerak ke arah perubahan yang dituju. Dari top level management
30
sampai bottom level management bersama dengan manajemen menjalin
relasi dan bekerjasama demi kepentingan organisasi.
2.5 Teamwork
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) teamwork
merupakan sebuah kelompok yang secara individu berupaya menghasilkan kinerja
yang lebih besar dari jumlah input individu.
Sementara menurut Pragojo & Cooper (2017) dalam Ahmed & Idris (2020)
teamwork merupakan hasil penting untuk peningkatan yang berkelanjutan dengan
menempatkan seluruh tanggung jawab untuk kualitas dengan tim, bersamaan
dengan menurunkan potensi adanya individu disalahkan dan memungkinkan
berbagi informasi yang lebih besar di dalam kelompok bekerja.
Kemudian Menurut Ooko (2012) dalam hanasyha (2016) teamwork
merupakan salah satu topik utama dalam perilaku organisasi, mencakup
sekelompok orang yang bekerja bersama munuju pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian teamwork menurut
Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) yang menyatakan bahwa teamwork
merupakan sebuah kelompok yang secara individu berupaya menghasilkan kinerja
yang lebih besar dari jumlah input individu.
31
2.5.1 Tipe – Tipe Teamwork
Sumber: Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, 2017
Gambar 2.3 Tipe – Tipe Tim
Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) menyatakan bahwa Tim
dapat membuat produk, menyediakan layanan, negosiasi, koordinasi, proyek,
memberikan saran, dan membuat keputusan. Terdapat empat tipe teamwork dalam
organisasi, dengan pengertian sebagai berikut:
1. Problem-solving teams
Tim yang terdiri dari 5 sampai 12 karyawan yang berasal dari departemen
yang sama, bertemu selama beberapa jam setiap minggu untuk membahas
cara meningkatkan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.
2. Self managed work teams
Tim yang terdiri dari 10 sampai 15 karyawan yang mengambil tanggung
jawab dari mantan supervisor, Tim tersebut mengoperasikan pekerjaan yang
memiliki hubungan saling ketergantungan seperti planning, menyusun
jadwal kerja, membagi tugas, dan berhubungan dengan pemasok atau
pelanggan.
32
3. Cross-functional teams
Tim yang terdiri dari karyawan dengan tingkat hierarki yang sama namun
berasal dari departemen yang berbeda, yang berkumpul untuk
menyelesaikan tugas.
4. Virtual teams
Tim yang menggunakan teknologi komputer untuk menyatukan anggota
yang tersebar secara fisik dalam rangka mencapai tujuan secara bersama –
sama.
2.5.2 Peran - Peran Dalam Sebuah Tim
Dalam mewujudkan sebuah tim yang efektif, diperlukan adanya pembagian
alokasi peran dari setiap anggota agar tugas dan wewenangnya menjadi jelas dan
tidak tumpang tindih. Berikut adalah contoh peran dalam sebuah tim yang efektif
(Robbins, Coulter, & DeCenzo, 2017) yaitu Creator, Promoter, Assessor,
Organizer. Producer, Controller, Maintainer, Adviser, dan Linker.
2.6 Training and Education
Menurut Dessler (2015) training merupakan proses mengajar karyawan
baru maupun tetap mengenai kemampuan dasar yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan.
Sementara Menurut Blanchard, P.N & Thacker, J.W (2010) training adalah
proses yang terorganisir dan sistematik dalam menyediakan kesempatan dalam
mempelajari pengetahuan, kemampuan, dan sikap untuk pekerjaan sekarang
maupun di masa yang akan datang.
Kemudian menurut Elnaga & Imran (2013) dalam Hanasyha (2016)
employee training merupakan program yang menuju pada penyediaan karyawan
33
dengan informasi yang dibutuhkan, kemampuan baru untuk meningkatkan
kesempatan pengembangan secara profesional.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian training menurut
Blanchard, P.N & Thacker, J.W (2010) yang menyatakan bahwa training adalah
proses yang terorganisir dan sistematik dalam menyediakan kesempatan dalam
mempelajari pengetahuan, kemampuan, dan sikap untuk pekerjaan sekarang
maupun di masa yang akan datang.
2.6.1 Tahapan Training
Menurut Blanchard & Thacker (2010) terdapat beberapa tahapan yang
dilakukan dalam training, diantaranya adalah:
1. Tahap Analisis
Dalam tahap ini, departemen HR melakukan analisa mengenai kinerja yang
kurang pada karyawan, biasanya dengan mencari gap atau kesenjangan
yang terjadi melalui training needs analysis (TNA). Terdapat tahapan
kerangka kerja dalam melakukan analisis, yaitu:
a. Organizational Analysis
Analisa terhadap organisasi dengan melihat lingkungan internal
yang memungkinkan menjadi perngaruh terhadap kinerja
karyawan.
b. Operational Analysis
Analisa terhadap operasional atau yang lebih sering dipanggil
dengan job analysis merupakan tahap analisa dengan memeriksa
pekerjaan yang spesifik untuk menentukan kompetensi yang benar
– benar dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.
34
c. Person Analysis
Analisa kebutuhan pelatihan dengan memeriksa orang yang
menempati posisi dalam pekerjaan untuk melihat apakah mereka
memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan
pekerjaan.
2. Tahap Design
Dalam tahap ini, perusahaan mempersiapkan sarana dan prasarana serta
merancang metode yang akan digunakan untuk proses training. Terdapat
beberpa bahan pertimbangan dalam membuat desain program pelatihan,
diantaranya:
a Developing Objective
Mengembangkan tujuan dari program pelatihan dengan
memperhatikan apa kebutuhan sesungguhnya dari program
pelatihan dan kinerja seperti apa yang perlu hendak dicapai.
b Learning theory
Desain dari program pelatihan akan mengikuti dari bagaimana cara
karyawan belajar atau menerima materi.
c Training Objective
Desain dari program pelatihan akan mengikuti dari kompetensi
yang diperlukan oleh karyawan sesuai dengan training needs
analysis yang sudah dilakukan di tahap sebelumnya.
d Training Budget
Dalam mendesain program pelatihan, perencanaan biaya
diperlukan dalam menentukan fasillitas seperti apa yang akan
35
disediakan dalam pelatihan. Budget juga ditentukan berdasarkan
jumlah peserta dan jenis pelatihan.
3. Tahap Development
Dalam tahap ini, perusahaan menyusun strategi yang akan digunakan dalam
mencapai tujuan training serta menyediakan seluruh kebutuhan untuk
melaksanakan program training. Terdapat beberapa aspek di dalam tahap
development, diantaranya:
a Instructional strategy
Strategi instruksi merupakan dokumen tertulis yang berisi
rencana program pelatihan secara detil.
b Objective and learning points
Merupakan bagian penting yang berisi informasi yang harus di
dapatkan oleh peserta program pelatihan untuk mencapai tujuan
program.
c Material and Equipment
Aspek ini berisi tentang sarana prasarana dalam melaksanakan
program pelatihan seperti buku manual peserta dan pelatih,
fasilitas, serta trainer.
4. Tahap Implementasi
Pada tahap ini, perusahaan mulai mengeksekusi program training yang
sudah dirancang serta melihat apakah program berjalan dengan lancar atau
tidak. Berikut adalah tahapan dalam implementasi program pelatihan:
a Preparation
36
Tahap melakukan persiapan pelatihan, melakukan pemeriksaan
terhadap seluruh sarana prasarana yang diperlukan.
b First impression
Membuat kesan pertama terhadap peserta pelatihan untuk
membuat peserta fokus dan nyaman saat program pelatihan
dilaksanakan.
c The start of training
Pelaksanaan program pelatihan dengan mengemukakan tujuan,
ekspetasi, dan peraturan yang berlaku selama program pelatihan.
5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, perusahaan mengukur hasil dari pada program training yang
sudah dilakukan dengan melihat dampak yang terjadi pada karyawan setelah
mengikuti program training. Terdapat beberapa aspek dalam melakukan
evaluasi pada program pelatihan, diantaranya:
a Process data
Merupakan evaluasi dari seberapa tercapainya learning objective
dari program pelatihan.
b Outcome Data
Merupakan evaluasi untuk mengukur tingkat efektifitas program
pelatihan dalam mencapao tujuannya.
c Cost of training
Merupakan evaluasi untuk mengukur value dari program
pelatihan tersebut dengan membagi cost / benefit.
37
2.7 Employee Involvement
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) employee
involvement merupakan sebuah proses yang menggunakan masukan dari karyawan
untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap kesuksesan organisasi.
Sementara menurut Prajogo dan Cooper (2010) dalam Ahmed & Idris
(2020) employee involvement merupakan keterlibatan semua orang di dalam
organisasi, dimulai dari puncak ke bawah, dari staff kantor sampai teknisi service,
dan dari kantor pusat sampai ke kantor cabang semuanya harus terlibat karena
manusia merupakan sumber ide dan inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk dapat
diimplementasi.
Kemudian menurut Robbins & Coulter (2010) keterlibatan karyawan
merupakan sebuah kondisi di mana karyawan terhubung, merasa puas, dan antusias
terhadap pekerjaannya.
Pada Penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian menurut Stephen P.
Robbins & Timothy A. Judge (2017) yang menyatakan bahwa employee
involvement merupakan sebuah proses yang menggunakan masukan dari karyawan
untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap kesuksesan organisasi.
2.7.1 Bentuk Employee Involvement
Terdapat dua bentuk major dalam employee involvement Stephen P.
Robbins & Timothy A. Judge (2017), dengan pengertian sebagai berikut:
1. Participative management
Sebuah proses di mana karyawan dapat berbagi kekuatan secara signifikan
dengan atasan dalam pengambilan keputusan.
2. Representative participation
38
Sebuah program di mana karyawan dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan melalui kelompok perwakilan karyawan.
2.8 Job Satisfaction
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) job satisfaction
merupakan perasaan positif mengenai hasil pekerjaan berdasarkan dari evaluasi
karakteristik.
Sementara menurut Kinicki, A. & Williams, B. (2019) job satisfaction
adalah sejauh mana karyawan dapat merasakan dampak positif dan negatif
mengenai beberapa aspek dari pekerjaannya.
Kemudian menurut Chaturika & Dileepa (2016) job satisfaction
didefinisikan sebagai perasaan berharga atau emosi positif yang dihasilkan dari
penilaian pekerjaan dan pengalaman pekerjaan seseorang, hal tersebut merupakan
hasil dari persespsi bahwa pekerjaan seseorang karyawan sebenarnya memberikan
apa yang dianggap dalam situasi bekerja. Nilai dari job satisfaction terkait dengan
korelasi yang tinggi dengan pekerjaan penting berhubungan dengan hasil seperti
keterlibatan bekerja, stress, turnover, dan kehadiran karyawan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian Chaturika & Dileepa
(2016) yang menyatakan job satisfaction didefinisikan sebagai perasaan berharga
atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan dan pengalaman
pekerjaan seseorang.
2.8.1 Faktor Penyebab Job Satisfaction
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan job satisfaction, yaitu:
1. Job Condition
39
Kondisi bekerja merupakan faktor interinsik yang mempengaruhi job
satisfaction dari segi sosial interaksi seperti kegiatan dengan rekan di luar
pekerjaan dan supervisi seperti peran manajer dalam melakukan
empowerment kepada karyawannya.
2. Personality
Kepribadian memegang peranan penting dalam membentuk job
satisfaction dengan core self evaluation (CSE) karena dengan percaya
pada kompetensi dasar mereka lebih puas dengan pekerjaan mereka.
3. Pay
Gaji merupakan salah satu faktor penyebab job satisfaction dalam
membentuk kebahagiaan, namun efeknya cukup kecil dibandingkan faktor
lainnya.
4. Corporate Social Responsibility (CSR)
Faktor CSR menjadi salahsatu penyebab job satisfaction dalam
mewujudkan benefit non-profit kepada sosial dan lingkungan.
2.8.2 Job Satisfaction Outcome
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) terdapat beberapa
hasil dari job satisfaction, yaitu:
1. Job Performance
Karyawan yang puas dengan pekerjaannya menghasilkan kinerja yang
lebih produktif dari pada yang kurang puas.
2. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Karyawan yang lebih puas terhadap pekerjaannya cenderung terlibat
dalam organizational citizenship behavior (OCB).
40
3. Customer Satisfaction
Kepuasan bekerja pada karyawan mendukung kesetiaan pelanggan secara
langsung.
4. Life Satisfaction
Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya juga puas terhadap kehidupan
yang dijalaninya sekarang.
2.9 Pengembangan Hipoteis
2.9.1 Pengaruh Employee Empowerment terhadap Job Satisfaction
Ahmed & Idris (2020) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa
terdapat hubungan signifikan positif antara employee empowerment dan empolyee
job satisfaction.
Kemudian Palanichamy (2017) pada hasil akhir penelitiannya menyataka
bahwa employee empowerment secara kuat berpengaruh terhadap job satisfaction
dan komitmen serta menyediakan banyak implikasi berharga.
Hal serupa juga di kemukakan oleh Kurniawan & Satriya (2020) yang
menarik kesimpulan dari hasil penelitiannya bahwa employee empowerment secara
signifikan dan positif berkaitan dengan job satisfaction.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang menyatakan pengaruh antar variabel,
maka terbentuk hipotesis sebagai berikut:
H1: Employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
2.9.2 Pengaruh Teamwork terhadap Job Satisfaction
41
Ahmed & Idris (2020) menemukan terdapat hubungan significant positif
antara teamwork dengan job satisfaction yang membuktikan bahwa penyelesaian
pekerjaan secara kerja sama tim memperbesar tingkat job satisfaction karyawan.
Kemudian Bari et al (2016) pada hasil akhir penelitiannya menyatakan
bahwa teamwork memiliki pengaruh signifikan secara langsung terhadap job
satisfaction serta teamwork memiliki hubungan signifikan secara langsung maupun
tidak terhadap job satisfaction.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Hanasyha & Tahir (2015) dalam hasil
akhir penelitiannya yaitu teamwork berpengaruh positif terhadap job satisfaction,
berarti kerja sama tim berpengaruh terhadap respon perilaku karyawan dalam
meningkatkan kepuasannya dalam bekerja.
Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan teamwork memiliki
hubungan dan pengaruh positif terhadap job satisfaction, maka terbentuk hipotesis
sebagai berikut:
H2: Teamwork memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
2.9.3 Pengaruh Training and Education terhadap Job Satisfaction
Ahmed & Idris (2020) dalam hasil akhir penelitiannya menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif secara signifikan antara training and education terhadap
job satisfaction, yang menjadi indikasi program pelatihan dan pendidikan yang
disediakan terhadap karyawan merupakan elemen yang menentukan tingkat
kepuasan karyawan.
Kemudian Palanichamy (2017) menyatakan temuannya yaitu training
berperan penting dalam menentukan job satisfaction dan komitmen karyawan.
Dengan memberikan training kepada karyawan hal tersebut mengembangkan rasa
42
pencapaian karyawan dan dengan demikian dapat diperoleh job satisfaction yang
lebih tinggi.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Bari et al (2016) di dalam hasil akhir
penelitiannya bahwa training and education memiliki pengaruh secara langsung
terhadap job satisfaction serta memiliki hubungan signifikan secara langsung
maupun tidak langsung. training and education yang disesuaikan bukan hanya
menambah hasil kinerja karyawan namun juga meningkatkan job satisfaction
sebagaimana hal tersebut membanntu karir mereka berkembang.
Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa training and
education memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap job satisfaction, maka
terbentuk hipotesis sebagai berikut:
H3: Training and education memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
2.9.4 Pengaruh Employee Involvement terhadap Job Satisfaction
Ahmed & Idris (2020) dalam temuan penelitiannya menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif secara statistik antara employee involvement terhadap job
satisfaction, hal tersebut mengindikasi bahwa karyawan dalam organisasi
menganggap keterlibatannya sebagai salah satu faktor penentu yang mejelaskan
perbedaan job satisfaction masing – masing karyawan berbeda.
Kemudian Garcia et al (2018) dalam hasil akhir penelitiannya menyatakan
bahwa employee involvement secara signifikan berpengaruh dalam meningkatkan
job satisfaction, yang berarti semakin karyawan berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan maka semakin tinggi juga tingkat job satisfaction mereka.
Hal serupa juga dikemukakan oleh (Chathurika & Dileepa, 2016) dalam
temuan penelitiannya yang menyatakan bahwa employee involvement memiliki
43
pengaruh signifikan terhadap job satisfaction, dengan hasil akurasi model sebesar
39% terhadap karyawan laki – laki dan 43% terhadap karyawan perempuan.
Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa employee
involvement memiliki hubungan dan pengaruh terhadap job satisfaction, maka
terbentuk hipotesis sebagai berikut:
H4: Employee involvement memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
2.12 Model Penelitian
Sumber: Ahmed & Idris, 2020
Gambar 2.2. Model Penelitian
H1: Employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
H2: Teamwork memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
H3: Training and education memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
H4: Employee involvement memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.
44
2.10 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti
1 Ahmed & Idrris
The TQM journal,
Emerald Insight
Publishing Limited
(2020) 1754 - 2731
Examining the
relationship between
soft total quality
management (TQM)
aspects and employee’s
job satisfaction in “ISO
9001” sundanse oil
company
Temuan ini menunjukan bahwa aspek soft
total qulaity management (TQM) yaitu,
employee empowerment, teamwork, training
and education, dan employee involvement
berpengaruh positif terhadap job satisfaction
di ISO 9001 Sundanse oil company.
45
No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti
2 Hanasya & Tahir
3rd Global Conference
on Business and Social
Science (2015)
Examining the effects of
employee
empowerment,
teamwork, and
employee training on
job satisfaction.
Temuan ini menunjukan bahwa hasil akhir
penelitian menyatakan dampak dari
employee empowerment, teamwork, dan
employee training memiliki pengaruh positif
dan hasil yang signifikan terhadap job
satisfaction dalam industri pendidikan.
3 Palanichamy.T.A.Y.
The TQM journal , Vol.
29 lss 2 pp. (2017)
Does soft aspects of
total quality
management (TQM)
influence job
satisfaction and
commitment ?
Temuan ini memperlihatkan enam dari
sembilan soft aspect of total quality
management (TQM) memainkan peran
dalam menentukan job satisfaction dan
commitment.
46
No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti
4
Bari.M.W, Fanchen.
M, & Baloch.M.A
12th International
Strategic Mana (Ahmed
& Idris, 2020)gement
Conference, ISMC
(2016).
TQM soft practice and
job satisfaction;
mediating role of
relational
psychological contract
Temuan ini munujukan bahwa aspek soft
total quality management (TQM) yaitu,
teamwork, education and training,dan
reward and recognition memiliki pengaruh
positif terhadap job satisfaction.
5 Jalal Hanasyha
5th International
Conference on
Leadership,
Technology,
Innovation, and
Business Management
(2016).
Examining the Effects
of Employee
Empowerment,
Teamwork, and
Employee Training on
Organizational
Commitment
Temuan ini menunjukan bahwa employee
empowerment, teamwork, dan employee
training memiliki pengaruh positif terhadap
organizational commitment.
47
No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti
6
Kurniawan I Putu,
Satrya I Gusti
Bagus Honor
American Journal of
Humanities and Social
Sciences Research
(AJHSSR), (2020).
The Effect of Employee
Empowerment of
Compensation and
Organizational
Commitment to
Satisfaction
Temuan ini menjelaskan pada hasil akhir
penelitian bahwa employee empowerment
berpengaruh positif secara signifikan
terhadap job satisfaction.
7
Daniel I, Prajogo,
Brian Cooper
International Journal of
Manpower, (2017)
The Individual and
Organizational Level
Effects of TQM
Practices on Job
Satisfaction
Temuan ini mengemukakan bahwa praktik
TQM yang berhubungan dengan orang dan
dilaksanakan pada individu dalam tingkat
iklim organisasi memiliki hubungan positif
dengan job satisfaction.
48
No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti
8
Gustavo A, Gracia,
Diego Rene
Gonzales-Miranda,
Oscar Gallo, Juan
Pablo Roman-
Calderon
Documentos de trabajo
Economica y Finanzaz
Centro Investigacion
Economicas y
Financieras (2018)
Employee Involvement
and Job Satisfaction: A
Tale of Millenial
Generation
Temuan dari penelitian ini menyatakan
bahwa employee involvement secara
signifikan berpengaruh dalam meningkatkan
job satisfaction, yang berarti semakin
karyawan berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan maka semakin tinggi juga tingkat
job satisfaction mereka.
9
Chathurika.H.J and
Dileepa.M.E.W
Journal of Business
Studies (2016)
Predicting Employee’s
Job Satisfaction with
People Related TQM
Practices:Case in
Temuan penelitian tersebut menyatakan
bahwa employee involvement memiliki
pengaruh signifikan terhadap job
satisfaction, dengan hasil akurasi model