30
20 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Stephen P. Robbins (2017) dalam bukunya yang berjudul “Fundamental of Managementmenyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk menyelesaikan pekerjaan, secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain. Dengan menjalankan empat fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading, dan controlling. Yang dimaksud efisien adalah melakukan tugas dengan benar dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti uang, tenaga kerja, dan perlengkapan dengan bijak untuk mendapatkan output semaksimal mungkin. Sementara efektif adalah melakukan tugas yang benar dimana fokus utamanya adalah hasil akhir yang menuju kepada tujuan organisasi. Angelo Kincki (2019) dalam bukunya yang berjudul “Management a Practical Introduction” menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan organsisasi secara efektif dan efisien, melalui integrasi sekelompok orang secara bersama sama melalui planing, organizing, leading, dan controlling sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Gary Dessler (2008) dalam bukunya yang berjudul “Managing Nowmenyatakan bahwa manajemen merupakan sekelompok orang, para manajer, dan siapapun yang bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi melalui planning, organizing, leading, dan controlling upaya seluruh orang di dalam organisasi, totalitas aksi manajerial, orang, sistem prosedur, dan proses di dalam organisasi tersebut.

LANDASAN TEORI - kc.umn.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

20

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen

Stephen P. Robbins (2017) dalam bukunya yang berjudul “Fundamental of

Management” menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk

menyelesaikan pekerjaan, secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.

Dengan menjalankan empat fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading,

dan controlling. Yang dimaksud efisien adalah melakukan tugas dengan benar

dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti uang, tenaga kerja, dan

perlengkapan dengan bijak untuk mendapatkan output semaksimal mungkin.

Sementara efektif adalah melakukan tugas yang benar dimana fokus utamanya

adalah hasil akhir yang menuju kepada tujuan organisasi.

Angelo Kincki (2019) dalam bukunya yang berjudul “Management – a

Practical Introduction” menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk

mencapai tujuan organsisasi secara efektif dan efisien, melalui integrasi

sekelompok orang secara bersama – sama melalui planing, organizing, leading, dan

controlling sumber daya yang dimiliki oleh organisasi.

Gary Dessler (2008) dalam bukunya yang berjudul “Managing Now”

menyatakan bahwa manajemen merupakan sekelompok orang, para manajer, dan

siapapun yang bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi melalui

planning, organizing, leading, dan controlling upaya seluruh orang di dalam

organisasi, totalitas aksi manajerial, orang, sistem prosedur, dan proses di dalam

organisasi tersebut.

21

Berdasarkan tiga pengertian manajemen diatas, pada penelitian ini peneliti

menggunakan Stephen P. Robbins (2017) karena manajemen merupakan sebuah

proses untuk menyelesaikan pekerjaan, secara efektif dan efisien dengan dan

melalui orang lain. Dengan menjalankan empat fungsi manajemen yaitu planning,

organizing, leading, dan controlling. Yang dimaksud efisien adalah melakukan

tugas dengan benar dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti uang,

tenaga kerja, dan perlengkapan dengan bijak untuk mendapatkan output

semaksimal mungkin. Sementara efektif adalah melakukan tugas yang benar

dimana fokus utamanya adalah hasil akhir yang menuju kepada tujuan organisasi.

2.1.1 Fungsi Manajemen

Menurut Stephen P. Robbins (2017) terdapat 4 fungsi manajemen, yaitu

sebagai berikut:

1. Planning

Merupakan fungsi manajemen dalam perumusan tujuan organisasi,

menyusun strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasi

aktivitas.

2. Organizing

Merupakan fungsi manajemen dalam menentukan apa yang harus

diselesaikan, bagaimana hal tersebut dapat diselesaikan, dan siapa yang

akan menyelesaikan.

3. Leading

Merupakan fungsi manajemen dalam mengarahkan dan mengkoordinasi

pekerjaan dan aktivitas dari orang – orang di dalam organisasi.

4. Controlling

22

Merupakan fungsi manajemen dalam melakukan monitoring atau

mengawasi pekerjaan untuk memastikan bahwa semua berjalan sesuai

dengan yang sudah direncanakan.

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Gary Dessler (2015) pada bukunya yang berjudul “Human

Resource Management” menyatakan bahwa manajemen sumber daya menusia

merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, memberi kompensasi karyawan,

memperhatikan hubungan tenaga kerja. Kemudian mengurus kesehatan dan

keselamatan kerja serta masalah keadilan tenaga kerja.

Sementara Menurut Stephen P. Robbins (2017) menyatakan bahwa sumber

daya manusia merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berfokus pada

mendapatkan training, motivating, dan mempertahankan karyawan yang kompeten

kemudian manajemen sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap staffing

untuk memastikan organisasi mempekerjakan dan mempertahankan orang yang

tepat.

Kemudian menurut Angelo Kinicki (2019) manajemen sumber daya

manusia merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajer dalam merencanakan,

menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif.

Perencanaan sumber daya manusia yang dimaksud terdiri dari pemahaman arus

kebutuhan karyawan dan memprediksi kebutuhan karyawan di masa yang akan

datang.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian sumber daya manusia

menurut Gary Dessler (2015) yaitu manajemen sumber daya menusia merupakan

proses memperoleh, melatih, menilai, memberi kompensasi karyawan,

23

memperhatikan hubungan tenaga kerja. Kemudian mengurus kesehatan dan

keselamatan kerja serta masalah keadilan tenaga kerja.

2.2.1 Proses Sumber Daya Manusia

Sumber: Robbins, P. Stephen & Coulter Mary, 2010

Gambar 2.1 Proses Sumber Daya Manusia

Definisi sebagai berikut:

1. Human Resource Planning

Proses dimana manajer mebuat rencana terkait dengan tenaga kerja

perusahaan agar jumlahnya sesuai, serta tenaga kerja yang memiliki

kemampuan berada pada posisi yang tepat dan di waktu yang tepat. Dengan

adanya perencanaan maka perusahaan dapat menghindari kekurangan atau

kelebihan tenaga kerja secara tiba – tiba.

2. Recruitment and Decruitment

Proses recruitment adalah proses dimana suatu organisasi mencari,

mengidentifikasi, dan menarik para pelamar kerja. Sementara decruitment

adalah proses dimana suatu organisasi mengurangi jumlah tenaga kerjanya.

24

3. Selection

Proses selection adalah proses penyaringan kepada para pelamar kerja dan

memastikan bahwa kandidat yang dipilih adalah yang paling tepat.

4. Orientation

Proses orientation adalah proses pengenalan organisasi serta pekerjaan

kepada karyawan baru.

5. Training

Proses training merupakan kegiatan yang digunakan dalam manajemen

sumber daya manusia untuk membuat perubahan serta meningkatkan

keterampilan agar lebih baik dalam pekerjaan.

6. Performance Management

Proses yang digunakan dalam manajemen sumber daya manusia dalam

menetapkan standar kinerja yang digunakan untuk melakukan evaluasi

kinerja pada karyawan.

7. Compensation and Benefits

Pemberian compensation and benefit dapat membuat tenaga kerja yang

kompeten dan berbakat bertahan di perusahaan, tenaga kerja yang kompeten

dapat memenuhi kebutuhan organisasi serta mencapai visi dan misinya.

8. Career Development

Dalam Proses ini, perusahaan akan melakukan pengembangan terhadap

karir karyawannya agar dapat memperoleh tugas dan tanggung jawab lebih,

diharapkan penghasilan yang diperoleh akan meningkat dari pada

sebelumnya.

25

2.3 Total Quality Management

Kinicki (2019) menyatakan total quality management (TQM) merupakan

dedikasi secara bekelanjutan untuk melakukan peningkatan kualitas, pelatihan, dan

kepuasan pelanggan. Terdapat dua prinsip di dalamnya yaitu, berorientasi manusia

dan berorientasi peningkatan. Teknik dalam meningkatkan kualitas diantaranya

adalah employee involvement, benchmarking, outsourcing, reduce cycle time, and

statistical process control.

Sementara menurut Stephen Robbins (2017), total quality management

(TQM) adalah sebuah filosofi manajemen yang digerakan dengan peningkatan

berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.

Terdapat dua sisi di dalam total quality management (TQM) yaitu, yang

pertama adalah soft side Fotopoulos & Psomas (2009) dalam Ahmed & Idris (2020)

dengan beberapa elemen sebagai berikut:

1. Leadership

2. Employee Empowerment

3. Training and Education

4. Employee Involvement

5. Teamwork

Kemudian terdapat beberapa elemen dari sisi hard side dari total quality

management, diantaranya:

1. Quality Improvement tools

2. Techniques

Prajogo & Cooper (2017) menyatakan seperti yang sikemukakan oleh para

peneliti TQM yang mempelajari efek TQM terhadap kinerja organisasi, disarankan

26

untuk memberikan perhatian terhadap efek yang secara langsung berpengaruh.

TQM memiliki sisi soft side yang bertanggung jawab atas hasil terkait dengan

kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

Dalam penelitain ini, peneliti menggunakan aspek soft side TQM yaitu

employee empowerment, teamwork, training and education, dan employee

involvement dalam mengukur job satisfaction karyawan PT. Lestari Mahadibya

(Summarecon Mal Serpong).

2.4 Employee Empowerment

Menurut Hill & Huq 2004 dalam Ahmed, A.O & Idrris, A.A. (2020) employee

empowerment biasanya dioperasikan dengan dua format, pertama untuk mendorong

karyawan dalam meresponi permasalahan terkait kualitas, termasuk dalam

mengindentifikasi masalah dan mengambil inisiatif untuk menyelesaikannya

dengan delegasi otoritas dan alokasi sumber daya untuk karyawan

menyelesaikannya. Kedua empowerment menyediakan kebebasan bagi karyawan

untuk bertanggung jawab atas ide mereka, keputusan, dan hasil serta membebaskan

mereka dari kontrol birokrasi yang ketat.

Sementara menurut S. Thomas, et al (2018) dalam Kurniawan & Satrya

(2020) employee empowerment berarti mendorong karyawan untuk lebih terlibat

dalam pengambilan keputusan dan aktivitas yang berdampak pada pekerjaan

mereka, karena dalam empowerment perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan

karyawan dapat meningkatkan bakat sepenuhnya.

Kemudian Menurut Meyerson & Dewettinck, (2012) dalam Hanasyah (2016)

employee empowerment merupakan praktik motivasi yang betujuan untuk

meningkatkan kinerja dengan meningkatakan kesempatan partisasipasi dan

27

keterlibatan dalam pengambilan keputusan, berkaitan dengan pengembangan

kepercayaan, motivasi, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan

menghilangkan batasan antara karyawan dan top level management.

Pada Penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian employee

empowerment menurut Hill & Huq 2004 dalam Ahmed, A.O & Idrris, A.A. (2020)

yang menyatakan employee empowerment biasanya dioperasikan dengan dua

format, pertama untuk mendorong karyawan dalam meresponi permasalahan terkait

kualitas, termasuk dalam mengindentifikasi masalah dan mengambil inisiatif untuk

menyelesaikannya dengan delegasi otoritas dan alokasi sumber daya untuk

karyawan menyelesaikannya. Kedua empowerment menyediakan kebebasan bagi

karyawan untuk bertanggung jawab atas ide mereka, keputusan, dan hasil serta

membebaskan mereka dari kontrol birokrasi yang ketat.

2.4.1 Ruang lingkup Employee Empowerment

Terdapat beberapa ruang lingkup employee empowerment di dalam

manajemen Stephen P. Robbins (2010), yaitu:

1. Spiritual and Organizational Culture

Dalam spiritual organisasi memiliki lima karakteristik kultural, di mana

employee empowerment merupakan salah satunya dengan cara manajer

memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk membuat keputusan yang

bijaksana dan cerman.

2. Team Structures

Di dalam struktur tim, employee empowerment memegang peran sangat

penting karena tidak ada garis kewenangan manajerial secara vertikal.

Pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan yang dianggap cara terbaik oleh

28

karyawan dengan bertanggung jawab sepenuhnya atas kinerja masing –

masing.

3. Resedign job design

Dalam pendekatan desain kerja secara proaktif, employee empowerment

berfungsi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dalam keputusan yang

mempengaruhi pekerjaan mereka secara langsung.

4. Motivating employee through empowerment

Dalam dunia kewirausahawan, employee empowerment dapat menjadi salah

satu alat motivasi dengan memberikan kewenangan terhadap karyawan

dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan sendiri.

2.4.2 TLS Continuum Empowerment Model

Sumber: Daniel Bloom, 2020

Gambar 2.2 TLS Continuum Empowerment Model

Pada gambar 2.2 diatas terdapat TLS continuum empowerment model, TLS

sendiri merupakan singkatan dari (theory, lean, dan six sigma) berfungsi dalam

29

pemberdayaan secara berkelanjutan dengan melihat organisasi dan

mempertimbangkan apa yang menentukan keberhasilan pemberdayaan dalam

organisasi. (Daniel Bloom, 2020) menggambarkan bahwa dalam melakukan

pemberdayaan terhadap karyawan terdapat sebuah hirarki dalam pelaksanaannya.

Pertama dimulai dari management empowerment, team empowerment, individual

empowerment, dan full engagement. Dengan Penjelasan sebagai berikut :

1 Management empowerment

Para manajer membentuk formula dari misi organisasi, nilai organisasi,

tujuan, strategi, dan menyelaraskannya dengan organisasi. Pemberdayaan

selalu dimulai dari fondasi yaitu manajemen dari perusahaan itu sendiri.

2 Team Empowerment

Seluruh formula yang berasal dari manajemen tersebut, di turunkan ke

dalam setiap tim yang ada untuk menjadi guidence para karyawan untuk

mengambil keputusan, berpikir mengenai sebuah masalah, dan menganalisa

sebuah kondisi.

3 Individual Empowerment

Para karyawan diberikan sebuah mindset serta sudut pandang yang baru,

karyawan diajak terlibat dalam proses perusahaan menjalankan sebuah

bisnis. Tujuan dari pada individual empowerment adalah untuk

meningkatkan rasa kepemilikan karyawan terhadap perusahaan maupun

organisasi.

4 Full engagement

Tahap pemberdayaan ini adalah dimana seluruh hirarki berjalan secara

sinergi bergerak ke arah perubahan yang dituju. Dari top level management

30

sampai bottom level management bersama dengan manajemen menjalin

relasi dan bekerjasama demi kepentingan organisasi.

2.5 Teamwork

Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) teamwork

merupakan sebuah kelompok yang secara individu berupaya menghasilkan kinerja

yang lebih besar dari jumlah input individu.

Sementara menurut Pragojo & Cooper (2017) dalam Ahmed & Idris (2020)

teamwork merupakan hasil penting untuk peningkatan yang berkelanjutan dengan

menempatkan seluruh tanggung jawab untuk kualitas dengan tim, bersamaan

dengan menurunkan potensi adanya individu disalahkan dan memungkinkan

berbagi informasi yang lebih besar di dalam kelompok bekerja.

Kemudian Menurut Ooko (2012) dalam hanasyha (2016) teamwork

merupakan salah satu topik utama dalam perilaku organisasi, mencakup

sekelompok orang yang bekerja bersama munuju pencapaian tujuan yang

diinginkan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian teamwork menurut

Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) yang menyatakan bahwa teamwork

merupakan sebuah kelompok yang secara individu berupaya menghasilkan kinerja

yang lebih besar dari jumlah input individu.

31

2.5.1 Tipe – Tipe Teamwork

Sumber: Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, 2017

Gambar 2.3 Tipe – Tipe Tim

Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) menyatakan bahwa Tim

dapat membuat produk, menyediakan layanan, negosiasi, koordinasi, proyek,

memberikan saran, dan membuat keputusan. Terdapat empat tipe teamwork dalam

organisasi, dengan pengertian sebagai berikut:

1. Problem-solving teams

Tim yang terdiri dari 5 sampai 12 karyawan yang berasal dari departemen

yang sama, bertemu selama beberapa jam setiap minggu untuk membahas

cara meningkatkan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.

2. Self managed work teams

Tim yang terdiri dari 10 sampai 15 karyawan yang mengambil tanggung

jawab dari mantan supervisor, Tim tersebut mengoperasikan pekerjaan yang

memiliki hubungan saling ketergantungan seperti planning, menyusun

jadwal kerja, membagi tugas, dan berhubungan dengan pemasok atau

pelanggan.

32

3. Cross-functional teams

Tim yang terdiri dari karyawan dengan tingkat hierarki yang sama namun

berasal dari departemen yang berbeda, yang berkumpul untuk

menyelesaikan tugas.

4. Virtual teams

Tim yang menggunakan teknologi komputer untuk menyatukan anggota

yang tersebar secara fisik dalam rangka mencapai tujuan secara bersama –

sama.

2.5.2 Peran - Peran Dalam Sebuah Tim

Dalam mewujudkan sebuah tim yang efektif, diperlukan adanya pembagian

alokasi peran dari setiap anggota agar tugas dan wewenangnya menjadi jelas dan

tidak tumpang tindih. Berikut adalah contoh peran dalam sebuah tim yang efektif

(Robbins, Coulter, & DeCenzo, 2017) yaitu Creator, Promoter, Assessor,

Organizer. Producer, Controller, Maintainer, Adviser, dan Linker.

2.6 Training and Education

Menurut Dessler (2015) training merupakan proses mengajar karyawan

baru maupun tetap mengenai kemampuan dasar yang mereka butuhkan untuk

melaksanakan pekerjaan.

Sementara Menurut Blanchard, P.N & Thacker, J.W (2010) training adalah

proses yang terorganisir dan sistematik dalam menyediakan kesempatan dalam

mempelajari pengetahuan, kemampuan, dan sikap untuk pekerjaan sekarang

maupun di masa yang akan datang.

Kemudian menurut Elnaga & Imran (2013) dalam Hanasyha (2016)

employee training merupakan program yang menuju pada penyediaan karyawan

33

dengan informasi yang dibutuhkan, kemampuan baru untuk meningkatkan

kesempatan pengembangan secara profesional.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian training menurut

Blanchard, P.N & Thacker, J.W (2010) yang menyatakan bahwa training adalah

proses yang terorganisir dan sistematik dalam menyediakan kesempatan dalam

mempelajari pengetahuan, kemampuan, dan sikap untuk pekerjaan sekarang

maupun di masa yang akan datang.

2.6.1 Tahapan Training

Menurut Blanchard & Thacker (2010) terdapat beberapa tahapan yang

dilakukan dalam training, diantaranya adalah:

1. Tahap Analisis

Dalam tahap ini, departemen HR melakukan analisa mengenai kinerja yang

kurang pada karyawan, biasanya dengan mencari gap atau kesenjangan

yang terjadi melalui training needs analysis (TNA). Terdapat tahapan

kerangka kerja dalam melakukan analisis, yaitu:

a. Organizational Analysis

Analisa terhadap organisasi dengan melihat lingkungan internal

yang memungkinkan menjadi perngaruh terhadap kinerja

karyawan.

b. Operational Analysis

Analisa terhadap operasional atau yang lebih sering dipanggil

dengan job analysis merupakan tahap analisa dengan memeriksa

pekerjaan yang spesifik untuk menentukan kompetensi yang benar

– benar dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.

34

c. Person Analysis

Analisa kebutuhan pelatihan dengan memeriksa orang yang

menempati posisi dalam pekerjaan untuk melihat apakah mereka

memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan

pekerjaan.

2. Tahap Design

Dalam tahap ini, perusahaan mempersiapkan sarana dan prasarana serta

merancang metode yang akan digunakan untuk proses training. Terdapat

beberpa bahan pertimbangan dalam membuat desain program pelatihan,

diantaranya:

a Developing Objective

Mengembangkan tujuan dari program pelatihan dengan

memperhatikan apa kebutuhan sesungguhnya dari program

pelatihan dan kinerja seperti apa yang perlu hendak dicapai.

b Learning theory

Desain dari program pelatihan akan mengikuti dari bagaimana cara

karyawan belajar atau menerima materi.

c Training Objective

Desain dari program pelatihan akan mengikuti dari kompetensi

yang diperlukan oleh karyawan sesuai dengan training needs

analysis yang sudah dilakukan di tahap sebelumnya.

d Training Budget

Dalam mendesain program pelatihan, perencanaan biaya

diperlukan dalam menentukan fasillitas seperti apa yang akan

35

disediakan dalam pelatihan. Budget juga ditentukan berdasarkan

jumlah peserta dan jenis pelatihan.

3. Tahap Development

Dalam tahap ini, perusahaan menyusun strategi yang akan digunakan dalam

mencapai tujuan training serta menyediakan seluruh kebutuhan untuk

melaksanakan program training. Terdapat beberapa aspek di dalam tahap

development, diantaranya:

a Instructional strategy

Strategi instruksi merupakan dokumen tertulis yang berisi

rencana program pelatihan secara detil.

b Objective and learning points

Merupakan bagian penting yang berisi informasi yang harus di

dapatkan oleh peserta program pelatihan untuk mencapai tujuan

program.

c Material and Equipment

Aspek ini berisi tentang sarana prasarana dalam melaksanakan

program pelatihan seperti buku manual peserta dan pelatih,

fasilitas, serta trainer.

4. Tahap Implementasi

Pada tahap ini, perusahaan mulai mengeksekusi program training yang

sudah dirancang serta melihat apakah program berjalan dengan lancar atau

tidak. Berikut adalah tahapan dalam implementasi program pelatihan:

a Preparation

36

Tahap melakukan persiapan pelatihan, melakukan pemeriksaan

terhadap seluruh sarana prasarana yang diperlukan.

b First impression

Membuat kesan pertama terhadap peserta pelatihan untuk

membuat peserta fokus dan nyaman saat program pelatihan

dilaksanakan.

c The start of training

Pelaksanaan program pelatihan dengan mengemukakan tujuan,

ekspetasi, dan peraturan yang berlaku selama program pelatihan.

5. Tahap Evaluasi

Pada tahap ini, perusahaan mengukur hasil dari pada program training yang

sudah dilakukan dengan melihat dampak yang terjadi pada karyawan setelah

mengikuti program training. Terdapat beberapa aspek dalam melakukan

evaluasi pada program pelatihan, diantaranya:

a Process data

Merupakan evaluasi dari seberapa tercapainya learning objective

dari program pelatihan.

b Outcome Data

Merupakan evaluasi untuk mengukur tingkat efektifitas program

pelatihan dalam mencapao tujuannya.

c Cost of training

Merupakan evaluasi untuk mengukur value dari program

pelatihan tersebut dengan membagi cost / benefit.

37

2.7 Employee Involvement

Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) employee

involvement merupakan sebuah proses yang menggunakan masukan dari karyawan

untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap kesuksesan organisasi.

Sementara menurut Prajogo dan Cooper (2010) dalam Ahmed & Idris

(2020) employee involvement merupakan keterlibatan semua orang di dalam

organisasi, dimulai dari puncak ke bawah, dari staff kantor sampai teknisi service,

dan dari kantor pusat sampai ke kantor cabang semuanya harus terlibat karena

manusia merupakan sumber ide dan inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk dapat

diimplementasi.

Kemudian menurut Robbins & Coulter (2010) keterlibatan karyawan

merupakan sebuah kondisi di mana karyawan terhubung, merasa puas, dan antusias

terhadap pekerjaannya.

Pada Penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian menurut Stephen P.

Robbins & Timothy A. Judge (2017) yang menyatakan bahwa employee

involvement merupakan sebuah proses yang menggunakan masukan dari karyawan

untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap kesuksesan organisasi.

2.7.1 Bentuk Employee Involvement

Terdapat dua bentuk major dalam employee involvement Stephen P.

Robbins & Timothy A. Judge (2017), dengan pengertian sebagai berikut:

1. Participative management

Sebuah proses di mana karyawan dapat berbagi kekuatan secara signifikan

dengan atasan dalam pengambilan keputusan.

2. Representative participation

38

Sebuah program di mana karyawan dapat berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan melalui kelompok perwakilan karyawan.

2.8 Job Satisfaction

Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) job satisfaction

merupakan perasaan positif mengenai hasil pekerjaan berdasarkan dari evaluasi

karakteristik.

Sementara menurut Kinicki, A. & Williams, B. (2019) job satisfaction

adalah sejauh mana karyawan dapat merasakan dampak positif dan negatif

mengenai beberapa aspek dari pekerjaannya.

Kemudian menurut Chaturika & Dileepa (2016) job satisfaction

didefinisikan sebagai perasaan berharga atau emosi positif yang dihasilkan dari

penilaian pekerjaan dan pengalaman pekerjaan seseorang, hal tersebut merupakan

hasil dari persespsi bahwa pekerjaan seseorang karyawan sebenarnya memberikan

apa yang dianggap dalam situasi bekerja. Nilai dari job satisfaction terkait dengan

korelasi yang tinggi dengan pekerjaan penting berhubungan dengan hasil seperti

keterlibatan bekerja, stress, turnover, dan kehadiran karyawan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian Chaturika & Dileepa

(2016) yang menyatakan job satisfaction didefinisikan sebagai perasaan berharga

atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan dan pengalaman

pekerjaan seseorang.

2.8.1 Faktor Penyebab Job Satisfaction

Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) terdapat beberapa

faktor yang menyebabkan job satisfaction, yaitu:

1. Job Condition

39

Kondisi bekerja merupakan faktor interinsik yang mempengaruhi job

satisfaction dari segi sosial interaksi seperti kegiatan dengan rekan di luar

pekerjaan dan supervisi seperti peran manajer dalam melakukan

empowerment kepada karyawannya.

2. Personality

Kepribadian memegang peranan penting dalam membentuk job

satisfaction dengan core self evaluation (CSE) karena dengan percaya

pada kompetensi dasar mereka lebih puas dengan pekerjaan mereka.

3. Pay

Gaji merupakan salah satu faktor penyebab job satisfaction dalam

membentuk kebahagiaan, namun efeknya cukup kecil dibandingkan faktor

lainnya.

4. Corporate Social Responsibility (CSR)

Faktor CSR menjadi salahsatu penyebab job satisfaction dalam

mewujudkan benefit non-profit kepada sosial dan lingkungan.

2.8.2 Job Satisfaction Outcome

Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2017) terdapat beberapa

hasil dari job satisfaction, yaitu:

1. Job Performance

Karyawan yang puas dengan pekerjaannya menghasilkan kinerja yang

lebih produktif dari pada yang kurang puas.

2. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Karyawan yang lebih puas terhadap pekerjaannya cenderung terlibat

dalam organizational citizenship behavior (OCB).

40

3. Customer Satisfaction

Kepuasan bekerja pada karyawan mendukung kesetiaan pelanggan secara

langsung.

4. Life Satisfaction

Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya juga puas terhadap kehidupan

yang dijalaninya sekarang.

2.9 Pengembangan Hipoteis

2.9.1 Pengaruh Employee Empowerment terhadap Job Satisfaction

Ahmed & Idris (2020) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa

terdapat hubungan signifikan positif antara employee empowerment dan empolyee

job satisfaction.

Kemudian Palanichamy (2017) pada hasil akhir penelitiannya menyataka

bahwa employee empowerment secara kuat berpengaruh terhadap job satisfaction

dan komitmen serta menyediakan banyak implikasi berharga.

Hal serupa juga di kemukakan oleh Kurniawan & Satriya (2020) yang

menarik kesimpulan dari hasil penelitiannya bahwa employee empowerment secara

signifikan dan positif berkaitan dengan job satisfaction.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang menyatakan pengaruh antar variabel,

maka terbentuk hipotesis sebagai berikut:

H1: Employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

2.9.2 Pengaruh Teamwork terhadap Job Satisfaction

41

Ahmed & Idris (2020) menemukan terdapat hubungan significant positif

antara teamwork dengan job satisfaction yang membuktikan bahwa penyelesaian

pekerjaan secara kerja sama tim memperbesar tingkat job satisfaction karyawan.

Kemudian Bari et al (2016) pada hasil akhir penelitiannya menyatakan

bahwa teamwork memiliki pengaruh signifikan secara langsung terhadap job

satisfaction serta teamwork memiliki hubungan signifikan secara langsung maupun

tidak terhadap job satisfaction.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Hanasyha & Tahir (2015) dalam hasil

akhir penelitiannya yaitu teamwork berpengaruh positif terhadap job satisfaction,

berarti kerja sama tim berpengaruh terhadap respon perilaku karyawan dalam

meningkatkan kepuasannya dalam bekerja.

Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan teamwork memiliki

hubungan dan pengaruh positif terhadap job satisfaction, maka terbentuk hipotesis

sebagai berikut:

H2: Teamwork memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

2.9.3 Pengaruh Training and Education terhadap Job Satisfaction

Ahmed & Idris (2020) dalam hasil akhir penelitiannya menyatakan bahwa

terdapat hubungan positif secara signifikan antara training and education terhadap

job satisfaction, yang menjadi indikasi program pelatihan dan pendidikan yang

disediakan terhadap karyawan merupakan elemen yang menentukan tingkat

kepuasan karyawan.

Kemudian Palanichamy (2017) menyatakan temuannya yaitu training

berperan penting dalam menentukan job satisfaction dan komitmen karyawan.

Dengan memberikan training kepada karyawan hal tersebut mengembangkan rasa

42

pencapaian karyawan dan dengan demikian dapat diperoleh job satisfaction yang

lebih tinggi.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Bari et al (2016) di dalam hasil akhir

penelitiannya bahwa training and education memiliki pengaruh secara langsung

terhadap job satisfaction serta memiliki hubungan signifikan secara langsung

maupun tidak langsung. training and education yang disesuaikan bukan hanya

menambah hasil kinerja karyawan namun juga meningkatkan job satisfaction

sebagaimana hal tersebut membanntu karir mereka berkembang.

Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa training and

education memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap job satisfaction, maka

terbentuk hipotesis sebagai berikut:

H3: Training and education memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

2.9.4 Pengaruh Employee Involvement terhadap Job Satisfaction

Ahmed & Idris (2020) dalam temuan penelitiannya menyatakan bahwa

terdapat hubungan positif secara statistik antara employee involvement terhadap job

satisfaction, hal tersebut mengindikasi bahwa karyawan dalam organisasi

menganggap keterlibatannya sebagai salah satu faktor penentu yang mejelaskan

perbedaan job satisfaction masing – masing karyawan berbeda.

Kemudian Garcia et al (2018) dalam hasil akhir penelitiannya menyatakan

bahwa employee involvement secara signifikan berpengaruh dalam meningkatkan

job satisfaction, yang berarti semakin karyawan berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan maka semakin tinggi juga tingkat job satisfaction mereka.

Hal serupa juga dikemukakan oleh (Chathurika & Dileepa, 2016) dalam

temuan penelitiannya yang menyatakan bahwa employee involvement memiliki

43

pengaruh signifikan terhadap job satisfaction, dengan hasil akurasi model sebesar

39% terhadap karyawan laki – laki dan 43% terhadap karyawan perempuan.

Berdasarkan peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa employee

involvement memiliki hubungan dan pengaruh terhadap job satisfaction, maka

terbentuk hipotesis sebagai berikut:

H4: Employee involvement memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

2.12 Model Penelitian

Sumber: Ahmed & Idris, 2020

Gambar 2.2. Model Penelitian

H1: Employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

H2: Teamwork memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

H3: Training and education memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

H4: Employee involvement memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction.

44

2.10 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

1 Ahmed & Idrris

The TQM journal,

Emerald Insight

Publishing Limited

(2020) 1754 - 2731

Examining the

relationship between

soft total quality

management (TQM)

aspects and employee’s

job satisfaction in “ISO

9001” sundanse oil

company

Temuan ini menunjukan bahwa aspek soft

total qulaity management (TQM) yaitu,

employee empowerment, teamwork, training

and education, dan employee involvement

berpengaruh positif terhadap job satisfaction

di ISO 9001 Sundanse oil company.

45

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

2 Hanasya & Tahir

3rd Global Conference

on Business and Social

Science (2015)

Examining the effects of

employee

empowerment,

teamwork, and

employee training on

job satisfaction.

Temuan ini menunjukan bahwa hasil akhir

penelitian menyatakan dampak dari

employee empowerment, teamwork, dan

employee training memiliki pengaruh positif

dan hasil yang signifikan terhadap job

satisfaction dalam industri pendidikan.

3 Palanichamy.T.A.Y.

The TQM journal , Vol.

29 lss 2 pp. (2017)

Does soft aspects of

total quality

management (TQM)

influence job

satisfaction and

commitment ?

Temuan ini memperlihatkan enam dari

sembilan soft aspect of total quality

management (TQM) memainkan peran

dalam menentukan job satisfaction dan

commitment.

46

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

4

Bari.M.W, Fanchen.

M, & Baloch.M.A

12th International

Strategic Mana (Ahmed

& Idris, 2020)gement

Conference, ISMC

(2016).

TQM soft practice and

job satisfaction;

mediating role of

relational

psychological contract

Temuan ini munujukan bahwa aspek soft

total quality management (TQM) yaitu,

teamwork, education and training,dan

reward and recognition memiliki pengaruh

positif terhadap job satisfaction.

5 Jalal Hanasyha

5th International

Conference on

Leadership,

Technology,

Innovation, and

Business Management

(2016).

Examining the Effects

of Employee

Empowerment,

Teamwork, and

Employee Training on

Organizational

Commitment

Temuan ini menunjukan bahwa employee

empowerment, teamwork, dan employee

training memiliki pengaruh positif terhadap

organizational commitment.

47

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

6

Kurniawan I Putu,

Satrya I Gusti

Bagus Honor

American Journal of

Humanities and Social

Sciences Research

(AJHSSR), (2020).

The Effect of Employee

Empowerment of

Compensation and

Organizational

Commitment to

Satisfaction

Temuan ini menjelaskan pada hasil akhir

penelitian bahwa employee empowerment

berpengaruh positif secara signifikan

terhadap job satisfaction.

7

Daniel I, Prajogo,

Brian Cooper

International Journal of

Manpower, (2017)

The Individual and

Organizational Level

Effects of TQM

Practices on Job

Satisfaction

Temuan ini mengemukakan bahwa praktik

TQM yang berhubungan dengan orang dan

dilaksanakan pada individu dalam tingkat

iklim organisasi memiliki hubungan positif

dengan job satisfaction.

48

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

8

Gustavo A, Gracia,

Diego Rene

Gonzales-Miranda,

Oscar Gallo, Juan

Pablo Roman-

Calderon

Documentos de trabajo

Economica y Finanzaz

Centro Investigacion

Economicas y

Financieras (2018)

Employee Involvement

and Job Satisfaction: A

Tale of Millenial

Generation

Temuan dari penelitian ini menyatakan

bahwa employee involvement secara

signifikan berpengaruh dalam meningkatkan

job satisfaction, yang berarti semakin

karyawan berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan maka semakin tinggi juga tingkat

job satisfaction mereka.

9

Chathurika.H.J and

Dileepa.M.E.W

Journal of Business

Studies (2016)

Predicting Employee’s

Job Satisfaction with

People Related TQM

Practices:Case in

Temuan penelitian tersebut menyatakan

bahwa employee involvement memiliki

pengaruh signifikan terhadap job

satisfaction, dengan hasil akurasi model

49

No Peneliti Publikasi Jenis Penelitian Temuan Inti

Apparel Manfacturing

Industry, Sri Lanka

sebesar 39% terhadap karyawan laki – laki

dan 43% terhadap karyawan perempuan.

Sumber: Peneliti, 2020