Upload
marhadi-sajah
View
919
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IILANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teoritis
1. Hakikat Pembelajran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan
siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan
bersama. "Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran cara
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki
kemampuan berbeda".3 Menurut Suherman dkk “cooperative learning
menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya
sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau
tugas.”4
Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk
bekerjasama dengan semua siswa dalam tugas-tugas yang tersstruktur disebut
sebagai pengajaran gotong royong atau cooperatif learning. Sistem
pendidikan gotong royong merupakan alternatif menarik yang dapat mencegah
timbulnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem
individu tanpa mengorbankan aspek kognitif. Dengan menerapkan strategi
pembelajaran kooperatif pada siswa berarti sekolah (guru dan murid) :
3 Dwi Wahyuni.Studi Tentang Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Mengajar. (Program Sarjana Universitas Negeri Malang. 2001) h.84 Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Kontemporer. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.2003) h.260
9
1) Mengembangkan dan menggunakan keterampilan kooperatif berpikir kritis
dan kerjasama kelompok.
2) Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang
berasal dari latar belakang yang berbeda.
3) Menerapkan bimbingan oleh teman (peer coaching).
4) Menciptakan lingkungan yang menghargai, menghormati nilai – nilai
ilmiah.
5) Membangun sekolah dalam suasana belajar.
Slavin menyatakan bahwa : ”terdapat dua aspek penting yang
mendasari keberhasilan cooperatif learning, yaitu teori motivasi dan teori
kognitif”5.
a) Teori Motivasi
Aspek motivasi pada dasarnya ada dalam konteks pemberian penghargaan
kepada kelompok. Adanya tujuan kelompok (tujuan bersama) mampu
menciptakan situasi dimana cara bagi setiap anggota kelompok untuk
mencapai tujuannya sendiri adalah dengan mengupayakan agar tujuan
kelompoknya tercapai terlebih dahulu.
b) Teori Kognitif.
Asumsi dasar teori – teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi
antar siswa disekitar tugas – tugas yang sesuai akan meningkatkan
ketunasan mereka tentang konsep – konsep penting. Vygotsky
5 Slavin, Robert E. Cooperatif Learning, Research and Practic. (Boston : John Hopkins University .1995) h.16
10
mendefinisikan zone of proximal development sebagai suatu selisih atau
jarak antara tingkat perkembangan potensial yang ditentukan oleh
pemecah masalah dengan bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama
dengan sejawat yang lebih mampu.
Menurut Muslimin Ibrohim, unsur – unsur dasar pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka ”sehidup sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
7) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama proses belajarnya6.
Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut,
peneliti berpendapat bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang
tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan.
Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga
dituntut tanggung jawab individu.
6 Ibrahim, Muslimin dkk. Pembelajaran Kooperatif .(Surabaya : Universitas Press .2000) h.18
11
b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia
akan memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu. Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran
kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran
kooperatif tersebut. Dalam hal ini Muslim Ibrahim mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif sebagai berikut :
”1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.4. Penghargaan lebih berorientasi pada individu7.
Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat
membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat
bekerja dengan optimal.
c. Jenis-jenis Metode Pembelajaran Kooperatif
Metode-metode yang ada dalam metode kooperatif diantaranya :
”a. Metode TGT (Teams Games Tournament) yaitu metode pembelajarandalam bentuk perbandingan (tournament) antara kelompok yang satudengan yang lain.
b. Metode STAD (Student Teams achievement Divisions) merupakanmetode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yaitupendekatan dengan pembagian siswa melalui kelompok-kelompokuntuk belajar bersama
c. Metode TAI ( Team Assisted Individualization ) merupakan metodepembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang diterapkan
7 Ibid.h.12
12
bimbingan antar teman, yaitu siswa yang pandai bertanggung jawabterhadap siswa yang lemah.
d. Metode pembelajaran Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain.”8
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke
dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah.
Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah heterogen.
2. Hakikat Hasil Belajar Tema Budaya Politik
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “hasil belajar adalah suatu
yang diadakan ( dibuat, dijadikan ) oleh usaha. Sedangkan belajar adalah
berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu.”9
Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang
melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-
informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan
terhadap materi yang diberikan. Dengan adnya pemahaman dan
penguasaan yang didapat setelah melalui proses belajar mengajar maka
siswa telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi
diketahui. Perubahan inilah yang disebut dengan hasil belajar.
8 Lie,Anita. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. (Jakarta: PT Gramedia.2002).h.419 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pusataka.1991) h.342.
13
Menurut Crow and Crow dalam Sofyan mengemukakan bahwa
“hasil belajar merupakan perolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan
sikap. Pemerolehan ini termasuk suatu cara baru melakukan sesuatu dan
cara mengatasi masalah pada situasi baru”.10
Lain halnya dengan yang dikemukakan oleh Anni yang menyatakan
bahwa hasil belajar “merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.”11
Dari beberapa definisi di atas bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan
yang berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan dan sikap yang
diperoleh seseorang setelah melakukan proses kegiatan belajar.
Robertus Angkowo dan A. Kosasih menungkapkan bahwa :
“Proses pendidikan mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yang dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotorik (kemampuan/keterampilan untuk bertindak/prilaku).”12
Dilain pihak Robertus Angkowo dan A. Kosasih membagi tipe belajar
sebagai berikut :
“Tipe belajar hasil kognitif meliputi tipe belajar hasil pengetahuan hafalan (knowledge), tipe hasil belajar pemahaman (comprehention), tipe hasil belajar penerapan (aplicationi), tipe belajar hasil analisis, dan tipe belajar evaluasi. Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sedangkan tipe hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu (perseorangan).”13
10 Ahmad Sofyan, Prilaku Belajar Siswa MAN, Didaktika Islamika Jurnal Kependidikan,Keislaman, dan Kebudayaan, Vol. IV No. 1, Juni 2003, h. 6511 Anni, Catharina Tri.Psikologi Belajar.( Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.2005).h.412 Robertus Angkowo dan A. Kosasih, Optimalisasi Media Pembelajaran, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 5613 Op. Cit., h. 5
14
Sedangkan menurut Bambang Subali dan Paidi :
“Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh sesorang dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.”14
Lebih lanjut Bambang Subali dan Paidi mengungkapkan :
“Pencapaian belajar atau hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suuatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar mengajar (KBM) suatu bidang studi atau mata pelajaran telah dapat dicapai.15
Keberhasilan dalam proses belajar pengajaran banyak dipengaruhi oleh
variabel yang datang dari pribadi siswa sendiri, usaha guru dalam
menyediakan dan menciptakan kondisi pengajaran, dan variabel lingkungan
sarana yang memadai untuk tumbuhnya proses pengajaran. Disamping
tinjauan dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil.
Asumsi dasar ialah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil
belajar yang optimal pula.
Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar yang dilihat
dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan intelegensi,
kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya
dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Tes bertujuan untuk
membangkitkan motivasi siswa agar dapat mengorganisasikan pelajaran
dengan baik.
14 Bambang Subali dan Paidi, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Biologi, (Universitas Negeri Yogyakarta : 2002). h.315 Ibid.h.7
15
1) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal16 :
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari peserta didik. Faktor
internal dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yakno faktor fisik dan
faktor non fisik. Faktor fisik mencakup ciri – ciri pribadi seperti umur,
pendengaran dan penglihatan. Sedangkan faktor non fisik atau psikologis
termasuk tingkat aspirasi, bakat dan lain – lain.
Terdapat hubungan antara umur dan pancaindera seseorang. Makin tua
umur seseorang, panca indera akan semakin menurun ketajamannya.
Khusus untuk memfasililtasi peserta didik yang sudah tua, yang
penglihatan dan pendengarannya sudah berkurang maka penerangan ruang
belajar maupun perlengkapan pengeras suara harus diperhatikan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik atau
lingkungannya. Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik
seperti keadaan ruangan, perlengkapan belajar, dan lain – lain.
Keadaan ruangan dapat merangsang kognitif siswa. Contoh dengan
ruangan yang tertata rapi dan sehat membuat peserta didik nyaman dalam
belajar. Begitu pula dengan perlengkapan alat dan bahan belajar yang
memadai membuat siswa termotivasi untuk belajar
16 Slameto. Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: Bhumi Aksara. Sugiyono. 2003) h.15
16
Seperti telah diketahui bahwa siswa adalah satu bagian unsur
pendidikan yang mempunyai pengertian sebagai peserta didik yang
menerima materi ilmu pengetahuan dan menimba ilmu pengetahuan pada
lingkungan pendidikan formal yang berguna untuk dirinya sendiri, orang
lain, serta lingkungannya.
Menurut Dimyati : ” siswa adalah subjek didik yang terlibat dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk merespon bahan ajar. Mengajar
adalah membimbing kegiatan yang dilakukan siswa agar siswa tersebut
termotivasi untuk belajar”17. Aktifitas belajar siswa yang dimaksud adalah
meliputi :
1. Aktifitas visual (visual activity) ; seperti membaca, menulis, melakukan
eksperimen dan demonstrasi.
2. Aktifitas lisan (oral activity) ; meliputi tanya jawab dan diskusi.
3. Aktifitas mendengarkan
4. Aktifitas gerak
5. Aktifitas menulis
17 Dimyati. Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. (Bandung : Rosda karya. 1996)h.10-11
17
2) Fungsi dan Jenis Hasil Belajar
Hasil belajar siswa sangat berguna, terutama untuk mengetahui
kesesuaian antara program yang diajarkan dengan apa yang dicpai oleh sasaran
anak didik. Menurut Azis Wahab, fungsi evaluasi adalah :
(a) Tolak ukur untuk mengetahui kekurangan atau keberhasilan siswa, guru ataupun program pengajaran yang telah disampaikan dengan melalui proses kegiatan belajar mengajar.
(b) Sebagai media klasifikasi, identifikasi serta penalaran diri, nilai moral dan/ atau 1001 maslah.
(c) Sebagai media edukasi (reeducasi), nilai moral.18
Sedangkan menurut Purwato ada tiga fungsi pokok evaluasi dalam
proses belajar mengajar :
(a) Untuk mengetahui kemampuan dan perkembangan anak didik setelah melakukan kegiatan belajar.
(b) Untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan suatu metode sistem pengajaran yang dipergunakan.
(c) Dengan mengetahui kekurangan, maka kita dapat berusaha untuk mencari perbaikan.19
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka melalui kegitan evaluasi akan
diketahui kemampuan siswa dalam hasil belajarnya, juga dapat diketahui
apakah tugas guru dalam menyampaikan program berguna bagi siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran.
Dari penjelasan diatas, bahwa tujuan hasil belajar siswa memiliki dua
unsur yang sangat penting ; Pertama, untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam bidang kognitif; Kedua, untuk mengetahui laporan pendidikan guna
menjadi laporan kepada orang tua wali murid pada setiap akhir semester.
18 Sudjana,Nana. Penilaian Hasil Dan Proses Hasil Belajar. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2001)h.5719 Ibid.h.57
18
Dengan demikian bahwa fungsi hasil belajar merupakan tolak ukur dari
berhasil tidaknya suatu proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
b. Tema Budaya Politik
Budaya politik difokuskan pada individu (micropolitics), sikap-sikap,
dan motivasi politiknya. Individu merupakan bagian dari masyarakat
(macropolitics).
Hakikat budaya politik adalah :
“suatu masyarakat yang terdiri atas system kepercayaan yang bersifat empiris, symbol – symbol yang ekspresif, dan sejumlah nilai yang membatasi tindakan – tindakan politik. Kebudayaan politik selalu menyediakan arah dan orientasi politik sebagai salah satu aspek kehidupan politik yang menyeluruh.”20
Hubungan antara psikologi politik individu dan sifat system politik
serta subsistem system politik jelas sangat penting. Hubungan antara sikap dan
motivasi individu membentuk system – system politik, karakter dan
penampilan system politik dapat diketahui melalui konsep kebudayaan politik.
Dengan kata lain, mata rantai penghubung antara budaya politik masyarakat
dan budaya politik individu adalah kebudayaan politik itu sendiri. Oleh karena
itu, setiap masyarakat dapat digambarkan dan dibandingkan satu sama lain
melalui cirri struktur fungsional, cirri – ciri budaya, sub budaya, serta peran
budaya itu sendiri.
Salah satu aspek dalam system politik adalah budaya politik. Budaya
politik (Political cultural) adalah keseluruhan pandangan politik yang
20 Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar ilmu politik. (Jakarta : Gramedia Purtaka Utama.1985) h.21
19
mencakup norma, pola orientasi politik, dan pandangan hidup pada umumnya.
Almond dan Verba mengartikan : “kebudayaan politik suatu bangsa adalah
distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik bangsa tersebut.”21
Dengan kata lain, budaya politik dapat dikatakan sebagai pola tingkah laku
individu berkaitan dengan kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota
suatu system politik.
b. Tipe-tipe Budaya Politik
Adapun kebudayaan politik terbagi menjadi beberapa macam,
diantaranya adalah sebagai berikut :
“1. Kebudayaan Politik ParokialSecara relative parokialisme murni ini berlangsung dalam system tradisional yang lebih sederhana sehingga spesialisasi politik berada pada jenjang yang paling rendah. Parokialisme dalam system politik yang deferensiatif lebih bersifat afektif dan normative ketimbang kognitif.
2. Kebudayaan Politik SubjekDisini terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap system politik yang diferensiatif dan aspek output dari system itu. Akan tetapi, frekuensi orientasi objek – objek input secara khusus terhadap pribadi sebagai partisipan aktif. Subjek politik menyadari orientasi pemerintah, mereka secara efektif diarahkan terhadap orientasi tersebut dan mereka mungkin menunjukan kebanggaan terhadap system itu.
3. Kebudayaan Politik PartisipanBudaya partisipan merupakan suatu bentuk kultur dimana anggota masyarakat cenderung diarahkan secara eksplisit kepada system sebagai keseluruhan dan terhadap struktur serta proses politik serta proses politik serta administratif. Dengan kata lain budaya partisipan diarahkan kepada aspek input dan output system politik itu sendiri.
4. Kebudayaan Subjek – ParokialSuatu tipe kebudayaan politik dimana sebagian besar penduduk menolak tuntutan – tuntutan eksklusif masyarakat kesukuan, desa, atau otoritas feudal. Sejarah dan rentetan peristiwa sebagai bangsa melibatkan peralihan awal dari parokalialisme local menuju pemerintah desentralisasi. Akan tetapi, peralihan ini dapat diselaraskan pada situasi diaman berlangsung pengembangan budaya subjek.
5. Kebudayaan Partisipan – Subjek
21 Hikam, Mumammad AS. Demokrasi dan Civil Society. (Jakarta : Pustaka LP3ES.1999).h.89
20
Model kebudayaan ini merupakan proses cara peralihan dari kebudayaan Parokial menuju kebudayaan Subjek. Hal yang dilakukan pasti akan mempengaruhi berlangsungnya proses peralihan dari budaya subjek menuju budaya. Dalam budaya subjek partisipan yang bersifat campuran itu, sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi input yang bersifat khusus.
6. Kebudayaan Parokial – PartisipanDalam kebudayaan ini, terdapat masalah kontenporer mengenai pembangunan kebudayaan di sejumlah Negara yang sedang berkembang. Dihampir semua Negara berkembang, budaya politik yang dominan adalah budaya parokial.” 22
d. Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia
Pada hakikatnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk, plural, atau beraneka ragam. Oleh karena itu, individu dan daerah
atau wilayah di dalamnya juga memiliki perbedaan satu sama lainnya
sehingga memunculkan budaya politik yang heterogen.
Budaya yang sedang berkembang saati ini di Indonesia khususnya
sangat dipengaruhioleh budaya – budaya yang ada di daerah, karena pada
dasarnya budaya-budaya daerah merupakan akan dari kebudayaan yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu pula kita selayaknya mengetahui dan memahami
budaya-budaya daerah yang dapat mempengaruhi masing-masing
masyarakatnya dalam prilaku sehari-hari. Berikut beberapa budaya
kedaerahan :
1. Budaya Politik Sunda2. Budaya Politk Jawa3. Budaya Politik Bugis – Makasar 4. Budaya Politik Manado5. Budaya Politik Aceh6. Budaya Politik Minangkabau7. Budaya Politik Batak8. Budaya Politik Papua
22 Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar ilmu politik. (Jakarta : Gramedia Purtaka Utama : Jakarta. 1985).h.15
21
9. Budaya Politik Bali23
e. Pentingnya Sosialisasi Politik dalam
Pengembangan Budaya Politik
Rush dan Althoff menganggap bahwa :
“sosialisasi politik sebagai suatu proses sehingga seorang individu dapat mengenali system politik. Kemudian ia dapat menentukan persepsinya mengenai politik serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik bergantung pada lingkungan tempat individu tinggal maupun kepribadian dari individu tersebut.”24
Sementara itu Alfian berpendapat :
“adanya keeratan hubungan antara pendidikan politik dan sosialisasi politik sehingga ia mengatakan sosialisasi politik dapat dianggap sebagai pendidikan politik dalam arti longgar. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai – nilai masyarakat tempat dia berada yang mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lain.25
Proses sosialisasi politik sudah dimulai dari masa kecil dan
diselenggarakan melalui berbagai lembaga dan kegiatan, seperti pendidikan
formal dan informal serta media massa. Melalui kursus-kursus pendidikan
partai menanamkan nilai-nilai idiologi dan loyalitas kepada Negara dan partai
terutama dinegara berkembang, partai politik dapat membantu peningkatan
identitas nasional dan pemupukan integrasi bangsa.
Inti pendidikan politik adalah pemahaman politik atau pemahaman
aspek-aspek politik dari setiap permaslahan. Pemahaman politik dapat
dikatakan sebagai pemahaman konflik. Banyaknya konflik dalam masyarakat
23 Azra, Azyumardi. Menuju Masyarakat Madani. (Bandung : Remaja Rosdakarya.1999)h.72-7324 Nasikum. Sistem Sosial Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press.2003)h.2325 Ibid.h.24
22
itu disebabkan adanya kontroversi, perbedaan pemikiran, dan tindakan
manusia dalam bermasyarakat. Selain itu juga disebabkan oleh adanya
persamaan keinginan dan tingkah laku sehingga muncul banyak persaingan,
kompetisi dan konflik. Hidup bermasyarakat berarti hidup ditengah – tengah
banyaknya dimensi konflik dan ketegangan. Adapun berbuat politik berarti
mempengaruhi dan ikut mengambil keputusan ditengah pertarungan konflik-
konflik tersebut.
Selanjutnya pendidikan politik itu sendiri merupakan suatu proses
memengaruhi individu agar ia mendapat informasi, wawasan dan keterampilan
dibidang politik sehingga sanggup bersikap kritis dan lebih intensional terarah
hudupnya. Juga dapat membentuk warga Negara yang lebih mantap, tidak
terapung tanpa bobot dan tanpa pengarahan ditengah kancah politik.
Selanjutnya ia sanggup mengadakan reorientasi terhadap keadaan sendiri dan
kondisi lingkungannya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tema budaya politik
merupakan pola tingkah laku individu berkaitan dengan kehidupan politik
yang dihayati oleh para anggota suatu system politik. Adapun bentuk dari
budaya politik dalam suatu masyarakat dipengaruhi antara lain oleh sejarah
perkembangan dari system, agama yang terdapat dalam masyarakat itu,
kesukuan, status social, konsep mengenai kekuasaan, atau kepemimpinan.
Dengan kata lain bahwa budaya politik merupakan orientasi subjektif dari
individu terhadap system politik.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
23
pencerminan dari proses penerimaan kognitif siswa terhadap materi dalam kegiatan
belajar mengajar dalam hal ini tema budaya politik yang mencakup sub tema
pengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang
dimasyarakat, pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik
dan penerapan budaya politik partisipan.
3. Hakikat Hasil Belajar Tema Budaya Politik Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Ibrahim mengungkapkan bahwa :
“Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Salvin dan teman-temannya di universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhan. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa di dalam satu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang yang setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,memliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui toturial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi secara individual setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan.”26
26 Ibrahim, Muslimin dkk. Pembelajaran Kooperatif .(Surabaya : Universitas Press .2000) h.36
24
STAD merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Menurut Nurhadi bahwa :
“Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa di dalam kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok atau tim yang masing-masing terdiri atas 4 sampai 5 orang anggota kelompok yang memiliki latar belakang kelompok yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuan intelektual (tinggi, rendah, dan sedang). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.27
Lebih lanjut Rachmadiarti menyatakan bahwa :
“Pada STAD siswa dalam satu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembae kegiatan atau perangkat pembel;ajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan.”28
Sedangkan menurut Rahayu bahwa "STAD adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model yang bagus
untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk mendekatkan pendekatan
kooperatif”.29 Jadi, inti dari tipe STAD ini adalah bahwa guru menyampaikan
materi, kemudian siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas 4
sampai 5 orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.
27 Nurhadi. "Kurikulum 2004 : Pertanyaan dan Jawaban". (Jakarta : PT. Grasindo. 2004.)h.116
28 Rachmadiarti, Strategi Pembelajaran. (Bandung : Rosdakarya. 2003)h.1329 Nur, Muhammad. "Pembelajaran Kooperatif”. (Surabaya : Depdiknas.2003) h.13
25
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa-
siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6
siswa, yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan rendah. 30 Disamping itu
guru juga mempertimbangkan kriteria heterogenitas yang lainnya seperti
jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya.
Pembawaan siswa ke dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan
sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya
seimbang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan
kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran
melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara
individual setiap pertemuan siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap
individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa,
tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampui rata-rata skor
siswa yang lalu. Setiap pertemuan pada suatu lembar penilaian singkat atau
dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa
yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai
kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.
30 Slavin, E Robert. Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, (New Jersey: Prentice Hall. 1995) h 68.
26
Menurut Slavin: “STAD terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu
penyajian materi, kelompok, Kuis, skor peningkatan individu, dan
penghargaan kelompok.”31
1. Penyajian materi
Dalam STAD, materi mula-mula diperkenalkan dalam penyajian
materi. Seringkali ini merupakan instruksi langsung atau kuliah-diskusi
yang dipandu oleh guru, termasuk penyajian dengan audio visual.
Dalam hal ini, siswa menyadari bahwa mereka harus memeperhatikan
selama penyajian kelas karena dengan demikian akan mengerjakan kuis
dengan baik, dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok mereka.
Langkah – langkah penyajian materi adalah sebagai berikut :
1) Pembukaan
a) Menyatakan pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan
mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa
dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah
kehidupan nyata, atau cara yang lain.
b) Menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan
konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran
tersebut.
c) Mengulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang
merupakan syarat mutlak.
2) Pengembangan
a) Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang
31 Ibid. h 71.
27
akan dipelajari oleh siswa dalam kelompok.
b) Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah
memahami makna bukan hapalan.
c) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan.
d) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut
benar atau salah.
e) Beralih pada konsep yang lain, jika siswa telah memahami
pokok masalahnya.
3) Latihan terbimbing
a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan
yang diberikan.
b) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau
menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa
selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin.
c) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu
lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah
(soal) dan langsung diberikan umpan balik.
2. Tim atau kelompok
Tim atau kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis
kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Selama belajar kelompok, tugas
anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan
membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa
28
diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan
yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu
kelompok.
3. Kuis
Setelah 1 sampai 2 periode penyajian guru dan latihan tim, siswa mengikuti
kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini
bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama
belajar dalam kelompok.
4. Skor peningkatan individu
Ide yang melatarbelakangi skor perbaikan individu adalah memberikan
prestasi yang harus dicapai oleh setiap siswa jika ia bekerja lebih keras dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik daripada sebelumnya. Setiap siswa
diberi skor berdasarkan rata-rata hasil belajar siswa yang lalu pada kuis
yang serupa. Kemudian siswa mendapatkan poin untuk timnya
berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dan skor dasarnya.
Cara menentukan skor perkembangan setiap individu menurut
Slavin adalah sebagai berikut:Tabel 2.1
“ Kriteria skor perkembangan
Kriteria PointLebih dari 10 point di bawah skor dasar 510-1 point di bawah skor dasar 10skor dasar sampai 10 point di atas skor dasar 20lebih dari 10 point di atas skor dasar 30nilai sempurna”32 30
32 Slavin, E Robert. Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New Jersey: Prentice Hall. 1995. h 80.
29
5. Penghargaan kelompok
Tim dimungkinkan mendapat sertifikat atau penghargaan lain apabila skor
rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.
Dalam metode pembelajaran STAD terdapat kelebihan dan kelemahan.
Adapun kelebihannya adalah setiap siswa menjadi siap dan dapat melatih kerja
sama yang baik, sedangkan kelemahannya adalah anggota kelompok mengalami
kesulitan dalam membedakan siswa (www. Learning-with-me.blogspot.com).
Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa
untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-
keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar
kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman
sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong
teman mereka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa
belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.
Dengan demikian bahwa hasil belajar tema Budaya Politik metode Koopertif
STAD adalah pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang
heterogen dari semua aspek baik gender maupun keilmuan, yang dalam hal ini setiap
anggota bertanggung jawab atas penugasan tema Budaya Politik sub tema pengertian
budaya politik, menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dimasyarakat,
pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik dan penerapan
budaya politik partisipan. Serta langkah terakhir adalah mengajarkan kepada seluruh
anggota kelompoknya.
30
4. Hasil Belajar Tema Budaya Politik Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
David De Vries dan Keith Edwards. “Dalam TGT para siswa dikelompokan
dalam tim belajar yang terdiri atas empat orangn yang heterogren”.33Guru
menyampaikan pelajaran lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memililki prosedur
belajar yang terdiri atas silus regular dan aktifitas pembelajaran kooperatif.
Games tournament dimaskukan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja
dalam tim.
Sedangkan menurut Nadirin :
“Pembelajaran kooperatif metode TGT adalah suatu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterpkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya yang mengandung unsur permainan dan re-inforcement.”34
Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam
pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinan siswa dapa belajar lebih
rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar.
Jadi secara umumTGT sama dengan STAD, hanya saja TGT
menggunakan turnamen akademik, menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu. Dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka
33 Slavi. Pembelajaran yang efektif.(Jakarta : Rieneka Cipta, 2008) h.1734 Nadhirin. Metode Pembelajaran efektif.(Jakarta : Rineka Cipta, 2008).h.21
31
dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti
mereka. TGT sangat sering digunakan dengan dikombinasikan dengan STAD,
dengan menambahkan turnamen tertentu pada struktur STAD yang biasanya.
Tujuan utamanya adalah kerjasama antar sesama anggota kelompok
dalam suatu tim sebagai persiapan menghadapi turnamen yang dipersiapkan
antar kelompok dengan pola permainan yang dirancang oleh guru.
Pertanggungjawaban individu dalam suatu tim tetap menjadi focus utama
sebagai dukungan anggota terhadap keberhasilan kelompok.
Menurut Setyowati bahwa : “Metode TGT (Teams Games
Tournament) adalah metode pembelajaran dalam bentuk perbandingan
(tournament) anatara kelompok yang satu dengan yang lain.”35
Sedangkan menurut Slavin mengungkapkan bahwa :
“Pembelajaran TGT adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 – 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok masing-masing. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.”36
Pendapat diatas menegaskan bahwa pembelajaran TGT merupakan
pembelajaran dimana siswa dikelompokan dalam suatu tim tanpa melihat
status dan memberikan tanggung jawab untuk saling bekerja sama dengan
anggota kelomppok lain.
Sedangkan menurut Carolyn :
35 Endang Setyowati. Studi Komparasi Metode Pembelajaran Jigsaw.(Semarang : FIS UNES.2005).h..1036 Slavin. RE. Cooperatif Learning. (Boston : Allya Bacob).h.63
32
“ Pembelajaran Teams Games Tournamen (TGT) adalah metode pembelajaraan yang melibatkan aktifitas belajar kelompok yang teratur dan terstruktur, dan tiap anggota bertanggung jawab untuk kelompoknya, dirinya sendiri serta dimotivasi untuk meningkatkan pembelajaran yang lainnya.”37
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran kooperatif yang
melibatkan aktifitas seluruh siswa dan bekerja sama tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran serta siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan re-inforcment.
b. Komponen Metode Teams Games Tournament (TGT)
Menurut Robert E. Slavin, komponen metode pembelajaran Teams
Games Tournamen (TGT) adalah sebagai berikut :
“Metode Teams Games Tournament (TGT) terdapat lima komponen, yaitu :1. Presentasi kelas yang digunakan guru untuk
memperkenalkan materi pelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi ataupun juga audiovisual (Fokus).
2. Tim, tim terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa anggota kelas dengan kemampuan yang berbeda. Anggota tim mewakili kelompok yang ada dikelas dalam hal kemapuan akademik, jenis kelamin atau ras dan suku.
3. Game/permainan yang didesain untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa dan biasanya disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan latihan lain (Turnamen/Pertandingan)
4. Turnamen adalah saat dimana permainan berlangsung. Biasanya turnamen dilaksanakan pada akhir setiap minggu atau setelah berhasil dengan lembar kegiatan siswa.
5. Penghargaan tim, dimana guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang. Kelompok yang berhasil mendapatkan nilai
37 Carolyn. Pembelajraran Kooperatif. (Jakarta : Rineka Cipta,1995) h.12
33
rata-rata melebihi criteria tertentu diberi penghargaan berupa sertifikat atau penghargaan lain.”38
c. Kelebihan Metode Teams Games Tournament (TGT)
a) Seluruh siswa menjadi lebih siap dan menumbuhkan motivasi siswa untuk
saling membantu dalam menguasai materi.
b) Melatih kerjasama dengan baik, sehingga setiap anggota kelompok tidak
bisa menggantungkan pada orang lain.
d. Kekurangan Metode Teams Games Tournament (TGT)
a) Anggota kelompok semua mengalami kesulitan
b) Mengalami kesulitan dalam membedakan siswa.
e. Persiapan Pembelajaran Metode Teams Games Tournament (TGT)
Persiapan pemebelajaran metode TGT meliputi :
a) Persiapan materi
b) Penetapan siswa dalam tim
c) Penetapan siswa dalam meja turnamen
f. Langkah dan Aktifitas pembelaran Metode TGT
Langkah-langkah dalam metode TGT mengikuti siklus berikut :
a) Pemberian materi pembelajaran, dalam tahap ini guru memberikan materi
pembelajaran.
38 Slavin, RE. Coopertive Learning. (Boston : Allyca Bacon,2008)h.65
34
b) Belajar Kelompok, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam
kelompok mereka sendiri untuk menguasai materi.
c) Turnamen Akademik, siswa memainkan game akademik dalam
kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga perserta
(kompetisi dengan tiga peserta).
d) Penghargaan tim dan pemindahan. Pemberian materi pembelajaran, skor
tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut
akan diberikan penghargaan apabila mereka berhasil melampaui kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
g. Penilaian
Menurut Robert E. Slavin : “ untuk menentukan nilai-nilai individual,
banyak guru yang menggunakan TGT memberikan ujian tengah semester atau
akhir semester pada tiap-tiap semester, ada juga yang memberikan kuis setelah
turnamen.”39 Oleh karenanya nilai para siswa didasarkan pada hasil kuis atau
penilaian individual lainnya, bukan pada poin-poin turnamen atau skor tim.
Namun jika diperlukan penilaian mengenai kualitas pembelajaran
mereka, disamping menggunakan nilai kuis juga berasal dari poin-poin
turnamen yang meliputi keaktifan, partisipasi, tingkat kecerdasan, ketepatan
jawaban dan kerjasama dalam tim.
Kualitas pembelajaran yang direncanakan oleh guru merupakan
komponen utama yang sangat menentukan keberhasilan sekolah sebagai
39 Ibid.h.67
35
lembaga pendidikan. Salah satu indikator yang menunjukan keberhasilan
sekolah adalah prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru sebagai pengelola
kelas dituntut lebih kreatif dalam menciptakan suasana kondusif dalam
belajar, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, maka diperlukan
suatu model pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa tema Budaya
Politik adalah hasil belajar yang dicapai siswa tema Budaya Politik pada sub
tema pengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipe budaya politik yang
berkembang dimasyarakat, pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan
budaya politik dan penerapan budaya politik partisipan yang melibatkan seluruh
siswa dan bekerja sama tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
B. Kerangka Berfikir
Metode pembelajaran kooperatif adalah pengajaran yang melibatkan
siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan
bersama. Kelompok-kelompok ini tersusun dari siswa yang memiliki
kemampuan yang berbeda dan dalam setiap kelompok bekerjasama untuk
menyelesaikan tugas kelompoknya masing-masing dan membantu untuk
memahami siswa dalam kelompok tersebut yang belum menguasai materi
pembelajaran.
Hasil belajar tema Budaya Politik adalah hasil yang dicapai siswa
dari aktifitas belajarnya yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan tema
36
Budaya Politik pada sub tema pengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipe
budaya politik yang berkembang dimasyarakat, pentingnya sosialisasi politik dalam
pengembangan budaya politik dan penerapan budaya politik partisipan.
Hasil belajar tema Budaya Politik metode STAD adalah pembelajaran
dimana siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotkan 4 – 5 orang siswa yang
heterogen baik jenis kelamin, etnik mapupun kemapuan intelektualnya dimana
setiap anggota bertanggung jawab atas penguasaan materi tema Budaya Politik
pada sub tema pengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipe budaya politik
yang berkembang dimasyarakat, pentingnya sosialisasi politik dalam
pengembangan budaya politik dan penerapan budaya politik partisipan,
mendiskusikannya dengan anggota tim, sehingga semua anggota tim menguasai
materi pembelajaran.
Hasil belajar tema Budaya Politik metode TGT adalah hasil belajar yang
dicapai siswa tema Budaya Politik pada sub tema pengertian budaya politik,
menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dimasyarakat, pentingnya
sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik dan penerapan budaya
politik partisipan yang melibatkan aktifitas seluruh siswa dalam bekerja sama tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Setiap metode pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihannya
masing-masing, sama hal nya dengan metode pembelajaran STAD dan TGT. Akan
tetapi penulis berkeyakinan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
37
lebih unggul dibandingkan dengan metode pembelajaran kooperatif TGT dalam
penguasaan materi tema Budaya Politik.
Berdasarkan pemaparan tersebut, diduga terdapat pengaruh antara metode
pembelajaran kooperatif STAD dengan metode pembelajaran kooperatif TGT
terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn tema Budaya Politik di kelas
XI pada SMAN 1 Bojong Manik Kabupaten Lebak.
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis dalam
penenlitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan positif antara hasil belajar siswa pada konsep Budaya
Politik dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan hasil belajar siswa pada konsep Budaya Politik dengan mengunakan
pembelajaran TGT pada siswa Kelas XI SMAN 1 Bojong Manik.
2. Hasil belajar siswa konsep Budaya Politik dengan menggunakan metode
pembelajaran tipe STAD lebih baik / tinggi dibandingkan dengan hasil belajar
siswa pada konsep Budaya Politik dengan mengunakan metode pembelajaran
TGT siswa Kelas XI SMAN 1 Bojong Manik.
38