Upload
tyta-ajrina
View
450
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap
unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organism dan
lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu
struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme
dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem
ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi
dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies
tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa
organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan
habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya
dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan,
risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Populasi adalah kumpulan
individu sejenis yang berada pada wilayah tertentu dan pada waktu yang
tertentu pula. Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang yang berada di
luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
organisme. Lingkungan tidak sam dengan habitat. Habitat adalah tempat di
mana organisme atau komunitas organisme hidup. Organisme terdapat di laut,
di padang pasir, di hutan dan lain sebagainya. Jadi habitat secara garis besar
dapat dibagi menjadi habitat darat dan habitat air. Setiap faktor yang
mempengaruhi terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses
perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan juga hewan
dalam ekosistem membentuk bagian hidup atau komponen biotik, komponen
ini (jenis - jenisnya) akan bertoleransi terhadap kondisi lingkungann tertentu,
dalam hal ini tidak ada orbanisasi hidup berada dalam keadaan yang berdiri
sendiri, harus mempunyai kondisi – kondisi lingkungan yang menentukan
kehidupannya.
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau
dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau
oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfingsi lagi. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur,
atau komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air
terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa,
dan warna. Pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah-sampah
rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan. Sampah
dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air,
sehingga terbentuklah humus. Sampah organik itu misalnya dedaunan,
jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah tersebut tergolong sampah
yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti besi, alumunium,
kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat diuraikan.
Bahan pencemar itu akan tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang.
Bungkus plastik yang kita buang ke lingkungan akan tetap ada dan mungkin
akan ditemukan oleh anak cucu kita setelah ratusan tahun kemudian.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui ekosistem yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran
2. Untuk mengetahui komunitas yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran
3. Untuk mengetahui populasi yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran
4. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang ada di bagian hulu Sungai
Banjaran
5. Untuk mengetahui distribusi longitudinal organisme dan faktor
lingkungannya yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran
6. Untuk mengetahui bioindikator residu polutan yang ada di bagian hulu
Sungai Banjaran
7. Untuk mengetahui perbandingan antara bagian hulu, tengah dan hilir.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu, thermometer 2 buah
(udara dan air), patok 2 set (moluska dan bambu), botol kosong 1 buah untuk
kecepatan arus, tali raffia 3 utas (1 untuk kecepatan arus sepanjang 10 m, 2
untuk membuat kuadrat 0,5 x 0,5m), kantong plastik untuk sampel moluska,
bambu dan tanah, kertas pH dan solitester, penggaris, timbangan dan kamera.
Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu, macam-macam
moluska dan macam-macam bambu.
B. Metode
Acara 1. Ekosistem
Ekosistem perairan dan daratan akan dideskripsikan dengan membuat pemodelan
interaksi antara faktor abiotik dan biotik, serta menguraikan komponen penyusun
pada ekosistem tersebut pada setiap lokasi pengamatan.
a. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik
Amatilah tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat didaerah sekitar
sungai. Tentukan tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat yang
dominan pada daerah tersebut.
Dalam pembuatan model interaksi factor abiotic dan biotik diperlukan data
tentang benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi
pengamatan pada badan sungai dan daratan sekitar sungai. Amatilah benda
hidup dan mati yang ada serat catatlah pada tabel 2. Berdasarkan data pada
tabel 2 buatlah skema hubungan antara komponen abiotik dan biotik
mungkin terjadi di sungai dan sekitarnya. Gunakanlah garis penuh untuk
menggambarkan hubungan makan memakan, garis putus-putus
menggambarkan hubungan dalam bentuk simbiosis lainnya, parasite,
mutualisme, dll.
b. Komponen penyusun ekosistem
Berdasarkan data pada table 2, amatilah komponen biotiknya dan
tentukanlah peranan (fungsi ekologis) dari setiap organisme tersebut (table
3).
Acara 2. Komunitas
komunitas moluska pada ekosistem peraran dan bambu pada ekosistem daratan di
deskripsikan dengan menghitung jumlah spesies yang ada ( kekayaan spesies )
dan jumlah individu per spesies ( kelimpahan atau kepadatan ) serta menetukan
spesies yang dominan
a. Pengambilan sampel moluska
Sampel di ambil dengan metode kuadrat. Buatlah kuadrat berukuran
0,5x0,5 meter dengan menggunakan 4 patok dan tali. Pilihlah lokasi yang
menjadi habitat moluska dan letakkan kuadrat anda, kemudian kumpulkan
moluska yang ada di dalam kuadrat masukkan dalam kanton plastik.
Amatilah bentuk cangkannya, warna, arah lingkarannya, dan beri kode,
untuk kemudian diidentifikasikan dan di hitung di laboratorium.
b. Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian
Sampel di ambil dengan menggunakan kuadrat. Buatlah kuadrat dengan
ukuran 10x10 meter menggunakan 4 patok dan tali. Pilihlah lokasi yang
menjadi habitat bambu, bentangkan kuadrat anda pada kawasan bambu
tersebut. Amati daun pelepah, warna buluh, buliran, perbungaan,
percabangan dan duri nya. Ambillah poto pada masing masing bagian
tersebut dan beberapa contoh pada bagian bambu untuk di identifikasikan
di laboratorium. Hitunglah jumlah batang bambu yang terdapat pada
kuadrat.
Acara 3: Populasi
Populasi moluska dan bamboo dapat dideskripsikan dengan membuat piramida
berdasarkan ukuran dan bobot dari spesies yang dominan.
Setiap individu dari spesies yang domonan pada lokasi anda (table 5) dilakukan
pengukuran panjang dan menimbangkan bobot untuk populasi moluska serta
tinggi dan diameter batang setinggi dada orang desa untuk populasi bamboo.
Pengukuran moluska dilakukan di laboratorium, namun pengukuran bambu
dilakukan di Laboratorium.
Buatlah empat paramida berdasarkan ukuran (panjang, bobot, tinggi dan diameter)
dari data diatas. Dengan menyusun jumlah yang terbanyak diletakkan padabagian
dasar piramida, disusul dengan jumlah terbanyak ke dua dan seterusnya.
Acara 4: Faktor Lingkungan
Gambarkan kondisi lingkungan dapat diperoleh dengan mengukur beberapa
parameter lingkungan seperti temperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat
dan pH air pada ekossistem perairan. Atau temperatur udara dan pH tanah pada
ekosistem daratan. Ambilah sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah
sebanyak 250 gram yang kemudian diukur pHnya di laboratorium.
Acara 5 : Distribusi longitudinal Organisme dan Faktor lingkungannya
Distributi longitudinal moluska atau bambu dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya dapat digambarkan dengan menggunakan data tambahan dari
dua kelompok lain yang bekerja pada lokasi yang lain tetapi pada sungai yang
sama. Usahakan untuk tidak menggunakan data dari lokasi yang berurutan.
Khusus untuk kelompok Sungai Kranji gunakanlah data dari ke empat lokasi.
Buatlah tabel kehadiran spesies yang anda temukan disungai. Berilah tanda +
untuk yang ditemukan dan – untuk yang tidak ada.
Acara 6: Bioindikator Residu Polutan
Lichen telah banyak digunakan sebagai bioindicator pencemaran So2. Organism
ini sangat sensitive terhadap gas yang ada di udara terutama sulfur. Perubahan
yang dapat terjadi pada lichen berupa jumlah spesies menurun, area yang dihuni
mengecil, warna menjadi memutih.
Amatilah komunitas lichen pada tumbuhan yang besar yang ada di lokasi dan
bandingkan dengan data dari kelompok lain pada daerah hulu, tengah dan hilir di
Daerah Aliran Sungai Banjaran.
Acara 7. Predasi
Memilih jurnal tentang predasi, lalu dibuat ringkasan predatornya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Hulu)
Lokasi Tipe pemanfaatan lahan
(landuse)
Aktivitas
masyarakat
Hulu Kegiatan kerumahtanggaan Mandi
Mencuci
Perbandingan Tengah dan Hilir
Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Tengah)
Lokasi Tipe pemanfaatan lahan (landuse) Aktivitas
masyarakat
Tengah Kegiatan kerumahtanggaan Mencuci
Penambangan pasir Penambangan pasir
Memancing
Membuang sampah
Mandi
Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Hilir)
Lokasi Tipe pemanfaatan lahan
(landuse)
Aktivitas masyarakat
Hilir
Lahan budidaya pisang Mengambil rumput
Lahan budidaya alba Memancing
Lahan budidaya singkong
Lahan budidaya tanaman obat
Tabel 2. komponen abiotik dan biotic (Bagian Hulu)
No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)
1. Matahari Anggang-anggang
2. Air Kadal
3. Batu Kepiting
4. Tanah Ikan
5. Kupu-kupu
6. Laba-laba
7. Burung
Pohon
Cacing
Lumut
Jamur
Capung
Semut
Nyamuk
Keong
Bamboo
Ulat bulu
Laron
Lalat
Kodok
Belalang
Perbandingan Tengah dan Hilir
Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik (Tengah)
No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)
1. Batu Moluska
2. Serasah Ikan
3. Air Entok
4. Pecahan genteng Ayam
5. Sampah Pohon bamboo
6. Tanah berpasir Pohon pisang
7. Tanah Cecak
8. Kaleng Cacing
9. Baju Nyamuk
10. Seng Belalang
11. Pipa paralon Lalat
12. Beling Kupu-kupu
13. Ember Burung pipit
14. Baterai Semut
15. Botol Burung dara
16. Pecahan keramik Tanaman air
17. Layangan Kucing
18. Pohon talas
19. Pohon kelapa
20. Pohon manga
21. Lumut
22. Anjing
23. Tumbuhan paku
Tabel 2. komponen abiotik dan biotic (Bagian Hilir)
No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)
1. Batu Pisang
2. Pasir Rumput liar
3. Kayu Bambu
4. Air Kunyit-kunyitan
5. Sampah Pohon kelapa
6. Cahaya Pohon aren
7. Udara Pohon salak
8. Pohon alba
9. Putri malu (Mimosa pudica)
10. Paku-pakuan (Pteridophyta)
11. Semut
12. Ulet
13. Lalat
14. Kupu-kupu
15. Lebah
16. Keong
17. Siput
18. Kepiting
19. Burung
20. Cacing
21. Lumut
22. Jahe
23. Pohon dadap
24. Belalang
25. Ayam (Gallus gallus)
Entok
Belalang
Burung dara
Cecak
Burung pipit
Nyamuk
Moluska
Tanaman air Lalat
Ayam
Keong
Lumut
Burung
Cacing
Belalang
Rumput
Kupu-kupu
Sari bunga pisang
Cahaya
Kepiting
Batu
Perbandingan Tengah dan Hilir
Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem (Bagian Tengah)
Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem (Bagian Hilir)
Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Hulu)
Komponen penyusun No
.
Organisme
Produser
1 Pohon
2 Lumut
3 Bambu
Makro-konsumer tingkat I
1 Kupu-kupu
2 Keong mas
3 Ikan kecil
4 Kepiting
Makro-konsumer tingkat II1 Ikan besar
2 Kadal
Dekomposer1 Jamur
2 Cacing
Perbandingan Tengah dan Hilir
Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Tengah)
Komponen penyusun No
.
Organisme
Produser
1 Pohon bambu
2 Pohon mangga
3 Pohon talas
4 Pohon pisang
5 Pohon kelapa
6 Tanaman air
7 Lumut
8 Tumbuhan paku
Makro-konsumer tingkat I
1 Kupu-kupu
2 Moluska
3 Burung dara
4 Burung pipit
5 Belalang
Makro-konsumer tingkat II1 Anjing
2 Kucing
Dekomposer 1 Cacing
Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Hilir)
Komponen penyusun No
.
Organisme
Produser
1 Pohon pisang
2 Pohon kelapa
3 Pohon bambu
4 Pohon aren
5 Pohon dadap
6 Putri malu
7 Rumput liar
8 Pohon salak
9 Paku-pakuan
10 Jahe
11 Kunyit-kunyitan
12 Pohon alba
Makro-konsumer tingkat I
1 Ulat
2 Semut
3 Siput
4 Keong
5 Belalang
Makro-konsumer tingkat II1 Ayam
2 Kepiting
Dekomposer1 Cacing
2 Lalat
Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Hulu)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Pleurucera parvum 9
2 Pachyhilus indiorum 73 Caspiohydrobia issykkulensis 34 Melamoides maculata 185 Fluminicola nutraliana 4
Tabel 4b. kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Hulu)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Gigantochloa atter 282 Dencrocalamus strictus 143 Bambosa 6
Perbandingan Tengah dan Hilir
Tabel 4a. kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Tengah)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Galba truncatula 32 Anetome helena 143 Sulcospira sulcospira 14 Tarebia granifera 95 Melaneoides punctata 16 Sulcospira testudinaria 47 Melaneoides plicaria 2
Tabel 4b. kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Tengah)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Bambu Ampel 122 Bambu Gombong 63 Bambu Tali 4
Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Hilir)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Brotia insolata 22 Brotia costulata 83 Melanoides maculata 54 Melanoides granifera 6
Tabel 4b. Kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Hilir)
No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Bambu hijau ( A ) 25
2 Bambu kuning 23 Bamboo tua 17
Tabel 5 : populasi yang dominan (Bagian Hulu)
Lokasi Spesies yang dominanNama spesies moluska yang dominan : Melamoides maculata
Dengan kelimpahan : 18 individu/250 cm
Nama spesies Bambu yang dominan : Gigantochloa atter
Dengan kepadatan : 28 individu/100meter
Perbandingan Tengah dan Hilir
Tabel 5 : populasi yang dominan (Bagian Tengah)
Lokasi Spesies yang dominanNama spesies moluska yang dominan : Anetome helena
Dengan kelimpahan : 14 individu/250 cm
Nama spesies Bambu yang dominan : Ampel
Dengan kepadatan : 21 individu/100meter
Tabel 5 : Populasi yang dominan (Bagian Hilir)
Lokasi Spesies yang dominanHilir
Nama spesies moluska yang dominan : Brotia insolata Dengan kelimpahan 8 individu / 250 cm
Nama spesies Bambu yang dominan : Bambu hijau Dengan kepadatan 25 individu / 100 meter
Tabel 6. Ukuran Moluska dan Bambu (Bagian Hulu)
No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter
(cm)1 1,75 0,70 768 8,62 1,5 0,43 672 7,963 1,15 0,31 810 7,964 1,25 0,28 612 8,925 1,4 0,17 460 10,196 0,8 0,11 750 13.387 0,7 0,08 120 16,568 0,85 0,09 150 19,119 0,5 0,03 150 19,1110 2,5 5,30 812 8,2811 1,5 0,79 675 7,9612 2,5 5,48 580 7,6413 2,5 4,29 192 12,7414 3,3 0,58 644 9,5515 1,95 0,49 800 11,1516 1,75 0,41 600 15,9217 1,85 0,57 680 9,5518 1,65 0,35 750 14,0119 1,75 0,43 720 8,9220 1,78 0,36 550 9,5521 1,35 0,16 896 15,9222 1,1 0,17 960 13,3823 1,4 0,13 506 9,5524 1,5 0,05 840 8,2825 1 0,05 792 15,2926 1 0,05 1360 19,1127 0,9 0,03 450 19,7528 0,35 1,20 600 16,5629 2,25 0,16 950 7,3230 1,15 0,29 960 7,0131 1,8 0,38 336 6,0532 5 6,74 510 6,6933 4,2 5,70 625 7,0134 2,95 3,72 440 6,0535 4,05 5,45 775 6,3736 4,6 5,87 625 6,3737 4,05 5,25 144 5,0938 4,05 3,48 120 5,7339 3,05 2,22 675 5,7340 2,00 0,37 768 6,3741 1,7 0,49 420 5,73
9
8
6
4
1
24
10
8
6
42 950 6,3743 85 2,2344 138 3,5045 144 4,4646 125 1,9147 300 3,8248 616 5,41
Tabel 7. Struktur Populasi Bagian Hulu
- Bambu berdasarkan ukuran tinggi (cm)
1-100 = 1
101-200 = 9
201-300 = 1
301-400 = 1
401-500 = 4
501-600 = 6
601-700 = 9
701-800 = 8
801-900 = 4
901-1000 = 4
1000-2000 = 1
- Bambu berdasarkan ukuran diameternya (cm)
1-5,99 = 10
6-10,99 = 24
11-15,99 = 8
16-20,99 = 6
26 (0 – 0,5)
2 (0,6 – 1)
1
1
1
4 (5,1 – 5,5))
2 (5.6 – 6)
2 (6,6 – 7)
1,1 - 2
0 - 1
2,1 – 3
3,1 - 4
- Moluska berdasarkan ukuran bobot (gram)
0 – 0,5 2,6 – 3 5,1 – 5,5
0,6 – 1 3,1 – 3,5 5.6 – 6
1,1 – 1,5 3,6 – 4 6,1 – 6,5
1,6 – 2 4,1 – 4,5 6,6 - 7
2,1 – 2,5 4,6 – 5 7,1 – 7,5
7,6 – 8
- Moluska berdasarkan ukuran panjang (cm)0 – 1 = ada 8
1,1 – 2 = ada 22
2,1 – 3 = ada 5
3,1 – 4 = ada 4
4,1 – 5 = ada 3
Berdasarkan praktikum yang dilakukan di hulu, tengah dan hilir daerah
aliran Sungai Banjaran diperoleh data ukuran moluska, berikut perbandingan
tengah dan hilir.
- Data tengah
No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter
(cm)1 2,25 1,25 731 222 1,5 0,42 825 273 2,45 1,20 725 25,54 1,25 0,26 875 265 2 0,77 729 336 1,5 0,27 700 207 1,35 0,13 783 27,58 2,3 1,24 962 339 2,35 1,39 608 23,510 2,65 0,75 682 26,511 0,8 0,07 703 2412 1,1 0,19 480 22,513 2,85 0,38 576 24,514 1,75 2,26 196 2215 2,4 1,38 551 1816 1,85 1,52 480 21,517 0,65 0,95 570 2518 0,85 0,23 790,5 27,519 0,6 0,05 675 29,520 1,2 0,30 792 25,321 0,95 0,34 675 2722 1,4 0,10 995,5 22
- Data hilir
No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter
(cm)1 2,3 1,38 696 2,942 1,9 1,07 540 11,783 1,9 0,67 576 6,684 1,9 0,8 575 15,285 1,4 0,4 550 13,376 1,45 0,43 550 13,377 1,25 0,21 546 8,288 0,7 0,06 450 3,189 439 6,36
10 600 8,5911 624 9,5512 525 7,9613 528 7,00614 621 8,5915 696 8,9116 432 6,0517 864 7,00618 682 7,3219 651 7,6420 690 7,00621 672 8,2822 651 6,9223 580 6,0524 690 7,9625 1026 8,26
Tabel 8. Kondisi Lingkungan
No. Parameter Metode/Alat
1. Temperatur udara
Termometer air raksa digantungkan pada salah satu ranting pohon dekat sungai,
dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang tertera dan bila telah stabil dicatat.
2. Temperatur airTermometer air raksa dicelupkan ke perairan, dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang
tertera dan bila telah stabil dicatat.
3. Arus
Botol apung dan stopwatch. Botol plastik diisi dengan air ½ atau sekitar 250 ml,
lemparlah botol tersebut ke badan sungai tepat tegak lurus dengan posisi Anda berdiri, bertepatan dengan jatuhnya botol ke sungai mulai dihitung waktu tempuh sepanjang 10
meter.
4. Substrat dasar sungaiAmatilah dasar sungai (batu, pasir, lumpur) dan perkirakan jenis substrat yang dominan.
5. pH airKertas pH universal dicelupkan ke sampel air sungai dan biarkan sampai kering. Kemudian
dibandingkan dengan skala.
6. Tipe tanahSebutkan tipe tanah anda: lumpur, pasir,
tanah, seresah.
7. pH tanahSampel tanah dari lokasi diukur pHnya
dengan menggunakan soiltester.
Tabel 9. Distribusi longitudinal Moluska
Spesies Hulu Tengah Hilir Pleurocera parvum + - -Fluminicola nuttaliana + - -Melanoides maculata + - +Pachychilus indiorum + - -Caspiohydrobia pavlovskii + - -Galba truncaluta - + -Anentome helena - + -Tarebia granifera - + -Melanoides punctata - + -Sulcospira testudinaria - + -Melanoides plicaria - + -Brotia insolafa - - +Brotia cosculata - - +Melanoides granifera - - +
Tabel 10. Kondisi Perairan
Parameter Lingkungan Hulu Tengah HilirTemperatur udara 28 30 30
Temperatur air 24 27 27Arus 1,83 m/s 1 1,21
Substrat yang dominan Batu dan pasir Tanah pasirBatu kecil dan
pasirpH 7 7 6
Tabel 11. Distribusi longitudinal Bambu
Spesies Hulu Tengah Hilir Gigantochloa atter + - -Dendrocalamus strictus + - -Bambusa bambos + - -Bambu hijau - - +Bambu kuning - - +Bambu tua - - +
Tabel 12. Kondisi Daratan
Parameter Lingkungan Hulu Tengah HilirTemperatur udara 28 30 30
Tipe tanah Pasir Tanah
berpasirTanah serasah
pH 6 5 6,5
Tabel 13. Lichen Indikator Pencemaran Udara
Karakteristik
Lichen
Hulu Tengah Hilir
Berapa warna yang
ada
3 1 biru 2 putih kehijauan
Berapa luas area
yang ditutupi lichen
12,75 cm2 25,12 cm2 1751,5 cm2
Adakah kerusakan
yang terlihat
Ada Ada Ada
B. Pembahasan
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan
dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana
presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet)
yang akhirnya bermuara ke danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat
dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan bertumpang‐tindih
dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah ekonomi.
Komponen‐komponen utama ekosistem DAS, terdiri dari: manusia, hewan,
vegetasi, tanah, iklim, dan air. Masing‐masing komponen tersebut memiliki
sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri‐sendiri, namun berhubungan
dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem).
Di dalam mempelajari DAS, biasanya DAS dibagi menjadi hulu,
tengah, dan hilir.
1. DAS bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi,
memiliki kemiringan topografi besar, dan bukan daerah banjir. Bagian hulu
DAS merupakan kawasan perlindungan, khususnya perlindungan tata air,
yang keberadaannya penting bagi bagian DAS lainnya.
2. Adapun DAS bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan
drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya
merupakan daerah banjir.
3. Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan
DAS hilir. Masing‐masing bagian tersebut saling berkaitan. Contoh
keterkaitan antara bagian hulu dengan hilir diantaranya adalah :
(a). bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di
bagian hilir,
(b). erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir
di hilir, dan
(c). bagian hilir umumnya menyediakan pasar bagi hasil pertanian dari
bagian hulu.
Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia
sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa,
Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys,
Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae
(rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan
terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai
rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu
berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada
setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu
jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat
adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus
Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut.
Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun.
Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman
bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang
simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena
percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus dkk. 2006).
Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang
menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak,
kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang
bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini
dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu,
1995).
Akar rimpangnya yang terdapat dibawah tanah membentuk sistem
percabangan, dimana dari ciri percabangan tersebut nantinya akan dapat
membedakan asal dari kelopok bambu tersebut. Bagian pangkal akar ripangnya
lebih sempit dari pada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan
akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang
kemudian memanjat dan akhirnya menghasilkan buluh (Widjaja, 2001). Batang-
batang bambu muncul dari akar-akar rimpang yang menjalar dibawah lantai.
Batang-batang yang sudah tua keras dan umumnya berongga, Universitas
Sumatera Utaraberbetuk silinder memanjang dan terbagi dalam ruas-ruas. Tinggi
tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m. Diameter batangnya 0,25-25 cm dan
ketebalan dindingnya sampai 25 mm. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ
daun yang menyelimuti batang yang disebut dengan pelepah batang. Biasanya
pada batang yang sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah
batang terdapat perpanjangan tambahan yang berbetuk segi tiga dan disebut
subang yang biasanya gugur lebih dulu (Widjaja, 2001).
Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan
dasar rumpun dan rhizome disebut rebung. Rebung tumbuh dari kuncup akar
rimpang didalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Rebung dapat dibedakan
untuk membedakan jenis dari bambu karena menunjukkan ciri khas warna pada
ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pepepahnya. Bulu pelepah rebung
umumnya hitam, tetapi ada pula yang coklat atau putih misalnya bambu cangkreh
(Dinochloa scandens), sementara itu pada bambu betung (Dendrocalamus
asper)rebungnya tertutup oleh bulu coklat (Widjaja, 2001). Tipe Pertumbuhan,
tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial
(clump type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial tunas baru
keluar dari ujung rimpang. Sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah
cenderung mengumpul dan tumbuh membentuk rumpun. Bambu tipe simpodial
tersebar di daerah tropik, seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia. Pada
bambu tipe monopodial tunas bambu keluar dari buku-buku rimpang dan tidak
membentuk rumpun. Batang dalam satu rumpun menyebar sehingga tampak
Universitas Sumatera Utaraseperti tegakan pohon yang terpisah-pisah. Jenis
bambu ini biasanya ditemukan di daerah subtropis seperti di Jepang, Cina dan
Korea (Berlin dan Estu, 1995).
Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada
setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan
ligulanya terdapat antara sambungan antara pelepah daun daun pelepah buluh.
Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu buluh ketika masih muda. Ketika
buluh tumbuh dewasa dan tinggi, pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh,
tetapi pada jenis lain ada pula yang pelepahnya tetap menempel pada buluh
tersebut, seperti pada jenis bambu talang (Schizostachyum brachycladum)
(Widjaja, 2001). Helai daun bambu mempunyai tipe pertulangan yang sejajar
seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol.
Daunnya biasanya lebar, tetapi ada juga yang kecil dan sempit seperti pada bambu
cendani (Bambusa multiplex) dan bambu siam (Thyrsostachys siamensis). Helai
daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau
pendek. Pelepah dilengkapi dengan kuping pelepah daun dan juga ligula. Kuping
pelepah daun umumnya besar tetapi ada juga yang kecil atau tidak tampak. Pada
beberapa jenis bambu, kuping pelepah daunnya mempunyai bulu kejur panjang,
tetapi ada juga yang gundul (Widjaja, 2001).
Penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin
meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin banyak.
Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak hanya dapat sepenuhnya bergantung pada
yang telah ada sekarang. Untuk itu tanaman bambu perlu dibudidayakan secara
intensif, yakni dengan cara mengebunkannya, agar dapat menjamin ketersediaan
bahan baku dan kontinuitas produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
membudidayakan bambu adalah syarat-syarat tumbuh, perbanyakan tanaman,
persiapan tanaman, cara penanaman, dan pemilihan tanaman (Berlin dan Estu,
1995).
Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi
lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang bekaitan
dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan terebut meliputi jenis
iklim dan jenis tanah. Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah
yang bersuhu sekitar 8,8-36 derajat C. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang
bereaksi masam dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah yang pH nya
5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik
karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlin dan
Estu, 1995). Pembibitan dilakukan untuk memperbanyak tanaman. Perbanyakan
tanaman ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan
dengan generatif adalah dengan bijinya. Penanaman bambu bisa dilakuan di
kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan
penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari
semak belukar, bebatuan dan kotoran lain. Penanaman bambu sebainya dilakukan
pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar.
Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP
dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/ha. Pupuk diberikan
melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya.
Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm
(Berlin dan Estu, 1995).
Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai
pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya
bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan
buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil.
Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk
memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas
rumpunnya. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi tanaman bambu juga dapat
sebagai salah satu kantong penyerap air, akar-akar pada bambu sangat baik dalam
hal menahan dan menjaga ketersediaan air dalam tanah (Soekartawi, 1995).
Pemanfaatan Tanaman Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial
untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan
tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi
bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman
bahan baku, mengingat potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri
sudah telanjur ada dengan kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku
industri kehutanan menjadi agenda prioritas penyelamat aset kehutanan nasional
(Otjo dan Atmadja, 2006). Secara tradisional umumnya bambu dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan
bahan makanan. Sebagai bahan bangunan banyak dipakai didaerah pedesaan,
sedangkan di kota bambu merupakan bahan penting untuk rumah murah,
bangunan sementara dan untuk banguan bertingkat (Widjaja, 1994).
Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas,
mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan
teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk
kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk
industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pemanfaatan bambu yang
dilakukan dengan mengunakan teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi
diantaranya adalah: bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp,
kerajinan dan handicraft, supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen
bangunan dan rumah, sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002).
Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri.
Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan
kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita
peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir
jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka
produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung
kota Jakarta (Duryatmo, 2000). Akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai
penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat
berperan dalam menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian
tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut
akarnya (Berlin dan Estu, 1995). Secara geris besar pemanfaatan batang bambu
dapat diglongkan kedalam dua hal yaitu:
1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu
a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang
pada bangunan rumah sederhana.
b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah,
rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan
dan lain sebagainya.
c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya
digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja,
dan lain-lain.
2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi.
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya
makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam pengobatan tradisional
daun bambu dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman panas pada anak-anak.
Hal ini disebabkan karena daun bambu mengandung zat yang bersifat
mendinginkan (Berlin dan Estu, 1995). Rebung dapat di manfaatkan sebagai
bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran. Tidak semua jenis
bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya yang
pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang rebungnya enak dimakan
diantaranya adalah bambu betung (Berlin dan Estu, 1995).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di daerah Hulu, diperoleh 3
jenis bambu yaitu, Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus (Roxb) dan
Bambusa bambos (L) Voss.
Sinonim : Bambusa thouarsii Kunth
Perawakan : Rumpun bambu jawa tegak dan rapat.
Buluh : Buluh lurus dengan akar udara dari node, tinggi bisa mencapai 22
m, panjang bisa mencapai 50 cm, berdinding tipis, diameter 5-10 cm, tebal 8 mm.
Percabangan jauh diatas permukaan tanah, termasuk Un equal (percabangan tidak
sama) Daun, Pelepah Buluh & Rebung. Daun gundul, kuping plepah buluh kecil,
ligula rata tinggi kurang 2 mm dan gundul. Pelepah buluh : Tertutup bulu hitam,
mudah luruh, kuping pelepah buluh membulat dengan ujung melengkung keluar,
daun pelepah buluh berketuk balik dan menyegi tiga. Rebung : Rebung berwarna
hijau hingga keunguan tertutup bulu hitamSebaran : Dunia Asia Tenggara,
dikepulauan Sunda kecil tersebar di Pulau Lombok hingga Pulau
Manfaat : Bambu Jawa ini banyak digunakan untuk Mebel, Konstruksi,
Alat-alat musik , penenunan serta Kerajinan
- Bambu Jawa (Gigantochloa atter)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro (Berlin dan Estu,
1995).
Dalam pengelompokannya, bambu termasuk kedalam salah satu jenis
rumput-rumputan. Menurut Sutarno (1996) bambu adalah tumbuhan yang
batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang;
berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol. Klasifikasi bambu
Dendrocalamus strictus (Roxb) sebagai berikut :
- Bambu Batu Dendrocalamus strictus (Roxb)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus strictus (Roxb)
- Bambu Duri Bambusa bambos (L) Voss
Sinonim Bambusa spinosa Bl.
Arendo bambos L
Bambusa arundinaceaI (Retz) Willd
Nama umum
Indonesia: Bambu duri, pring ori (Jawa)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa bambos (L) Voss
Berdasarkan praktikum kelompok kami (kelompok 3) bagian Hulu
diperoleh 5 jenis moluska yaitu Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana,
Melanoides maculate, Pachychilus indiorum dan Caspiohydrobia pavlovskii.
Beberapa moluska lain juga ditemukan didaerah tengah dan hilir.
Menurut Keep (1887) klasifikasi Fluminicola nuttaliana adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Neotaenioglossa
Family : Hydrobiidae
Genus : Fluminicola
Spesies : Fluminicola nuttaliana
Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides maculata adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Sorbeoconcha
Family : Thiaridae
Genus : Melanoides
Spesies : Melanoides maculata
Menurut Hershler (1996) klasifikasi Caspiohydrobia pavlovskii adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Littorinimorpha
Family : Hydrobiidae
Genus : Caspiohydrobia
Spesies : Caspiohydrobia pavlovskii
Menurut Lea (1862) klasifikasi Pleurocera parvum adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Sorbeoconcha
Family : Pleuroceridae
Genus : Pleurocera
Spesies : Pleurocera parvum
Menurut Fischer (1892) klasifikasi Pachychilus indiorum adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Cerithiodea
Family : Pachychilidae
Genus : Pachychilus
Spesies : Pachychilus indiorum
Menurut Muller (1774) klasifikasi Galba trubcatula adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Lymnaeidae
Genus : Galba
Spesies : Galba trubcatula
Menurut Muller (1774) klasifikasi Anentome helena adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Buccinidae
Genus : Anentome
Spesies : Anentome helena
Menurut Lamarck (1882) klasifikasi Tarebia granifera adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Thiaridae
Genus : Tarebia
Spesies : Tarebia granifera
Menurut Troschel (1858) klasifikasi Sulcospira testudinaria adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Pachychilidae
Genus : Sulcospira
Spesies : Sulcospira testudinaria
Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides plicaria adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Thiaridae
Genus : Melanoides
Spesies : Melanoides plicaria
Menurut Von Dem Busch (1842) klasifikasi Brotia insolafa adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Mesogastropoda
Family : Thiaridae
Genus : Brotia
Spesies : Brotia insolafa
Menurut Von Dem Busch (1842) klasifikasi Brotia costulata adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Mesogastropoda
Family : Thiaridae
Genus : Brotia
Spesies : Brotia costulata
Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides granifera adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Thiaridae
Genus : Melanoides
Spesies : Melanoides granifera
Galba truncatula mempunyai panjang badan 5-10 mm dan lebar badan
2,5-6 mm.Galba truncatula dapat menempati habitat air tawar baik sementara atau
permanen. Spesies ini umumnya ditemukan pada air sumur yang dangkal, rawa-
rawa, kolam, danau, sungai dan selokan air. Dalam badan air yang lebih besar,
dapat ditemukan di tepi antara air dan tanah, kadang-kadang di luar lapisan air di
atas lumpur. Galba truncatula bisa sangat berlimpah, dengan kepadatan yang
tinggi di lingkungan manusia. Galba truncatula adalah organisme amfibi dan
dapat bertahan periode kering yang panjang. Hal ini disebabkan oleh
kemampuannya yang tinggi dalam aestivate selama kondisi kekeringan. Hal ini
diketahui bahwa Galba truncatula bisa bertahan 6 minggu menjadi 4,5 bulan dari
periode kering dalam tahap aestivated lumpur. Spesies ini membutuhkan pH basa
(pH berkisar 7,0 hingga 9,6) (Muller, 1774).
Panjang maksimum Tarebia granifera adalah dari 18,5 mm.
Spesies ini memiliki ulir tubuh coklat pucat dan puncak menara gelap badan
berwarna coklat gelap untuk seluruhnya hampir hitam . Tarebia granifera terjadi
di sungai dan sungai di ketinggian 983 m tetapi bahwa sungai itu konsisten di atas
24 ° C menunjukkan suhu yang mungkin menjadi penentu penting dari distribusi.
Tarebia granifera akan mati pada suhu 7 ° C di akuarium, tetapi spesies ini tidak
hidup di suhu air di bawah 10 ° C di alam liar (Butler, 1980).
Fluminicola nuttaliana mempunyai panjang badan 7,0-11,2 mm; lebar 4,0-
4,5mm, tubuh berulir cembung, pinggiran bawah bergaris tengah, permukaan
dorsal rata. Radial struktur garis pertumbuhan kuat. Berwarna coklat atau
kemerahan. Ditemukan di anak sungai besar dan pada permukaan atas yang stabil,
batu batu dan singkapan batuan, di air yang relatif dangkal. Spesies membutuhkan
air dingin dengan kandungan oksigen yang tinggi, sehingga tidak ditemukan
belakang impoundments, atau di mana air hangat, lambat, nutrisi yang diperkaya
atau keruh. Melanoides maculata tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik Indo-
Barat antara Indo-Melayu Nusantara dan Jepang (T. von Rintelen, 2010). Spesies
ini hidup dihabitat sungai yang dangkal. Caspiohydrobia pavlovskii mempunyai
panjang maksimal 18 -25 mm dan lebar 3-7 mm. Spesies ini dikenal dari sedimen
sungai dekat desa Lyaur, Dangarinsky daerah, di Tajikistan, namun itu hanya
dikenal dari cangkang kosong (M. Vinarski, 2010). Spesies ini juga dikenal dari
Laut Aral, hingga kedalaman 21 m pada berbagai subtrat.
Pachychilus indiorum siput air tawar dengan distribusi di seluruh dunia di
daerah tropis. Perwakilan ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah, Afrika,
Madagaskar, Selatan dan Asia Tenggara dan tropis Australia. Spesies ini memiliki
operkulum yang konsentris dan multispiral. Melanoides plicaria merupakan
moluska yang biasa ditemukan pada perairan tergenang atau mengalir terutama
berdasar lumpur dan dapat dijumpai sampai pada tempat dengan ketinggian 1400
meter dari permukaan laut (Djajasasmita, 1999). Anentome helena adalah siput
kerucut kecil di Asia, yang tidak melebihi 1,5 sampai 2 cm panjangnya, hidup di
air tawar, dan shell tebal adalah livery dua-nada yang indah, cahaya kuning atau
krem dengan garis-garis hitam lebih atau kurang lebar. Semacam tabung,
menyedot, yang jelas ketika bergerak siput, yang berfungsi untuk menarik air dan
memasukkannya ke dalam rongga tubuh yang digunakan sebagai organ
penciuman, peringkat di antara spesies Neogastropoda. Sulcospira testudinaria
merupakan jenis keong air tawar yang umumnya hidup didaerah sungai atau
saluran irigasi sawah. Sulcospira testudinaria tersebar di wilayah Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Melanoides granifera Merupakan gastropoda (siput) air tawar. Cangkang
tumpul samapai konus memenjang, spire meninggi dan lebar pada whorl terakhir.
Warna kekuningan sampai hijau zaitun atau coklat, terdapat 1-3 uliran (belang)
spiral merah bata, satu belang dibawah sutura, satu di peripheral dan satu di
daerah umbilukus. Brotia cosculata merupakan spesies yang hidup di berbagai
perairan, baik yang tenang maupun yang berarus lambat atau deras,terutama
terdapat pada dasar yang berlumpur. Brotia insolita merupakan spesies yang
hidup melekat pada batu, berarus lambat dan tenang (Djajasasmita 1999).
Distribusi spesies bambu yang ditemukan daerah hulu, tengah dan hilir
berbeda-beda. Berdasarkan distribusi longitudinal bambu jenis Gigantochloa
atter, Dendrocalamus strictus, Bambusa bambos hanya terdapat di hulu, bambu
jenis Bambu hijau, Bambu kuning, Bambu tua hanya terdapat di hilir, di tengah
terdapat Bambu Ampel, Bambu Gombong dan Bambu Tali. Bambu tergolong
anggota rumput-rumputan yang menunjukkan perbedaan dari 4 kerabatnya.
Bambu mampu mencapai tinggi sampai derngan 30 meter, dilengkapi dengan
batang yang memiliki ruas-ruas, dengan daun yang rimbun, memiliki warna hijau,
hitam dan kuning. Karena keindahannya sering dimanfaatkan sebagai elemen hias
taman. Bambu banyak tumbuh di datarn yang beriklim tropis, termasuk di
Indonesia. Kegunaan bambu sebagai alat kebutuhan banyak ditemukan
diantaranya, meja, kursi, tusuk gigi, tirai, berbagai jenis wadah, topi dan
sebagainya ( Duryatmo, 2000 ).
Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak
semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,
namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah
hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti ditepi Sungai,
ditebing-tebing yang curam. Tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4
tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun
sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm. Umumnya
tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar dimana-mana, walaupun
dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Unsur-unsur iklim
meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban. Tempat yang disukai
tanaman bambu adalah lahan yang terbuka dimana sinar matahari dapat langsung
memasuki celah-celah rumpun sehingga proses fotosintesis dapat berjalan lancar,
selain itu juga dapat mencegah tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu
kesuburan tanaman bambu dan dapat berakibat merubah warna bambu tersebut
menjadi kurang baik. Semakin basah type iklim makin banyak jenis bambu yang
dapat tumbuh. Ini disebabkan karena tanaman bambu termasuk tanaman yang
banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020 mm/tahun dan
kelembaban minimum 76%.Pen Penentuan zona dalam ekosistem terestrial
ditentukan oleh temperatur dan curah hujan.
Distribusi penyebaran gastropoda air tawar ini umumnya meliputi daerah
yang sangat luas, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang
mempunyai ketinggian 2.000 m dpl (Pennak, 1978). Berdasarkan perbandingan
distribusi longitudinal moluska jenis Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana,
Melanoides maculate, Pachychilus indiorum, Caspiohydrobia pavlovskii hanya
terdapat di hulu, moluska jenis Melanoides maculat, Brotia insolafa, Brotia
cosculata, Melanoides granifera hanya terdapat di hilir, moluska jenis Galba
truncaluta, Anentome Helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata,
Sulcospira testudinaria, Melanoides plicaria hanya terdapat di tengah.
Gastropoda air tawar meliputi keluarga siput yang menempati hampir semua tipe
air tawar seperti kolam, sungai kecil, sungai besar hingga danau. Beberapa habitat
dapat dihuni oleh salah satu atau dua spesies saja, sedangkan lainnya dapat dihuni
oleh beberapa spesies (Pennak, 1978). Pola penyebaran gstropoda air tawar ini,
banyak ditentukan oleh toleransi dari jenis gastropoda tersebut terhadap
lingkungannya. Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana, Melanoides
maculate, Pachychilus indiorum , Caspiohydrobia pavlovskii spesies jenis ini
hidup di hulu karena daerah hulu dicirikan oleh: daerah konservasi, mempunyai
kecepatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng
besar (> 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh pola drainase.
Brotia insolafa , Brotia cosculata, Melanoides granifera Galba truncaluta,
Anentome helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira
testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis ini terdapat di hilir karena daerah
hilir DAS dicirikan oleh: daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (<
8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah hulu-hilir suatu DAS
memiliki keterkaitan biofisik, contohnya aktivitas perubahan tataguna lahan dan
atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS
tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegiatan itu berlangsung
(hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran air lainnya. Galba truncaluta, Anentome helena, Tarebia granifera,
Melanoides punctata, Sulcospira testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis
ini hidup di hilir karena daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah
transisi dari daerah hulu dan hilir .
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan tipe
pemanfaatan lahan sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu: Bagian hulu
banyak dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Bagian tengah sungai banyak
dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan kerumahtanggaan dan penambangan pasir.
Bagian hilir sungai banyak dimanfaatkan sebagai tempat penanaman pisang, alba,
singkong, dan tanaman obat oleh masyrakat. Aktivitas masyarakat disekitar
sungai bagian tengah digunakan untuk mencuci, penambangan pasir, memancing,
membuang sampah, dan mandi. Aktivitas masyarakat yang membedakan antara
bagian hilir sungai dengan bagian yang lain adalah mengambil rumput.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan
komponen abiotik dan biotik sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaiyu:
Komponen abiotik pada bagian hulu terdapat juga pada bagian tengah dan hilir
sungai. Komponen abiotik pembeda pada bagian tengah sungai yaitu batu,
serasah, pecahan genteng, sampah, tanah berpasir, kaleng, baju, seng, pipa
paralon, beling, ember, baterai, botol, pecahan keramik dan layangan. Komponen
abiotik pembeda pada bagian hilir sungai yaitu pasir, kayu dan sampah.
Komponen biotik pada bagian hulu yang tidak ada dibagian tengah dan hilir
sungai yaitu anggang-anggang, kadal, kepiting, ikan, laba-laba, jamur, capung,
nyamuk, keong, ulet, laron, dan kodok. Komponen biotik pada bagian hilir yang
tidak ada dibagian hulu dan hilir sungai yaitu moluska, ikan, entok, ayam, cicak,
nyamuk, tanaman air, kucing, anjing, tumbuhan paku. Komponen biotik pada
bagian hilir yang tidak ada dibagian hulu dan tengah sungai yaitu rumput liar,
kunyit-kunyitan, putri malu, paku-pakuan, ulat, lebah, keong, siput, kepiting, jahe,
dan ayam.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan
komponen penyusun ekosistem sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu:
Komponen penyusun produser pada sungai bagian hulu adalah pohon, lumut dan
bambu. Komponen penyusun prosedur pada sungai bagian tengah sungai adalah
pohon bambu, pohon pisang, tanaman air, pohon talas, pohon kelapa, pohon
manga, lumut dan tumbuhan paku. Komponen penyusun produser pada bagian
hilir sungai adalah pohon pisang, pohon kelapa, putri malu, rumput liar, pohon
aren, paku-pakuan, bambu, pohon salak, jahe, kunyit-kunyitan, pohon alba dan
pohon alba. Makro-konsumer tingkat I pada bagian hulu adalah kupu-kupu, keong
mas, ikan kecil, dan kepiting; pada bagian tengah sungai adalah moluska, burung
dara, burung pipit, kupu-kupu, dan belalang; dan pada bagian hilir sungai adalah
ulat, semut, siput, keong, dan belalang. Makro-konsumer tingkat II pada bagian
hulu sungai adalah ikan besar dan kadal; pada bagian tengah sungai adalah anjing
dan kucing; dan pada bagian hilir sungai ayam dan kepiting. Komponen penyusun
dekomposer pada bagian hulu, tengah dan hilir sungai adalah cacing. Pembeda
pada bagian hulu adalah jamur.
Lichen dapat digunakan sebagai indicator pencemaran SO2. Lichen
didaerah tercemar jumlahnya sedikit dan berwarna putih dan area yang dihuni
mengecil. Pada daerah hulu belum tercemar dibandingkan dengan daerah hilir.
Pembeda Hulu Tengah Hilir
Jumlah lichen Banyak Sedang Sedikit
Luas area Lebar Sedang Sempit
Kemiringan Curam Agak landai landai
Arus Deras Agak deras Tenang
Volume air Sedikit Agak banyak Banyak
Kedalaman Dangkal Agak dangkal Dalam
Substrat Batu besar Kerikil Pasir dan lumpur
Acara VII: Predasi
Predator : Eurasia Sparrowhawks (Accipiter nisus)
Yang dimangsa : Redshanks/Trinil Kaki Merah (Tringa totanus)
Mekanisme predasi : Serangan Sparrowhawks terlihat pada 288 hari yang terpisah lebih dari 9 musim dingin (2.5 ± 0.3 serangan per hari terekam untuk setiap hari rekaman tercatat). Serangan didefinisikan sebagai penerbangan yang cepat diarahkan menuju kawanan atau seekor burung. ‘Pembunuhan’ didefinisikan ketika raptor menangkap trinil kaki merah. Untuk setiap serangan, ukuran kawanan dan jarak dari predetor disembunyikan dan ditutupi bila hal tersebut memungkinkan. Kawanan didefinisikan sebagai sekelompok burung yang paling dekat dengan sesama jaraknya <25 m dan kurang dari sepersepuluh dari jarak antara kelomok, dengan jarak antar kelompok selalu >25 m, dan bervariasi pada ukuran 1 sampai 200 burung. Penanda ditempatkan secara berkala di sekitar saltmarsh untuk memfasilitasi perkiraan jarak. Karena kawanan trinil kaki merah sedang dipelajari, ukuran kawanan dan jarak untuk menutupi dicatat sebelum serangan. Secara keseluruhan, terlihat serangan kejutan oleh 441 sparrowhawks (dimana sparrowhawks menyerang langsung dari persembunyiannya) dimana jarak untuk bersembunyi yang akurat dapat menangkap 71.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tipe pemanfaatan lahan sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu:
Bagian hulu banyak dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Bagian
tengah sungai banyak dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan
kerumahtanggaan dan penambangan pasir. Bagian hilir sungai banyak
dimanfaatkan sebagai tempat penanaman pisang, alba, singkong, dan
tanaman obat oleh masyrakat. Komponen biotik pada bagian hulu yang
tidak ada dibagian tengah dan hilir sungai yaitu anggang-anggang,
kadal, kepiting, ikan, laba-laba, jamur, capung, nyamuk, keong, ulet,
laron, dan kodok. Komponen biotik pada bagian hilir yang tidak ada
dibagian hulu dan hilir sungai yaitu moluska, ikan, entok, ayam, cicak,
nyamuk, tanaman air, kucing, anjing, tumbuhan paku. Komponen
biotik pada bagian hilir yang tidak ada dibagian hulu dan tengah
sungai yaitu rumput liar, kunyit-kunyitan, putri malu, paku-pakuan,
ulat, lebah, keong, siput, kepiting, jahe, dan ayam.
2. Kekayaan spesies bambu di daerah Hulu, diperoleh 3 jenis bambu
yaitu, Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus (Roxb) dan
Bambusa bambos (L) Voss. Berdasarkan distribusi longitudinal bambu
jenis Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus, Bambusa
bambos hanya terdapat di hulu, bambu jenis Bambu hijau, Bambu
kuning, Bambu tua hanya terdapat di hilir, di tengah terdapat Bambu
Ampel, Bambu Gombong dan Bambu Tali.
3. Diperoleh 5 jenis moluska yaitu Pleurocera parvum, Fluminicola
nuttaliana, Melanoides maculate, Pachychilus indiorum dan
Caspiohydrobia pavlovskii. Berdasarkan perbandingan distribusi
longitudinal moluska jenis Pleurocera parvum, Fluminicola
nuttaliana, Melanoides maculate, Pachychilus indiorum,
Caspiohydrobia pavlovskii hanya terdapat di hulu, moluska jenis
Melanoides maculat, Brotia insolafa, Brotia cosculata, Melanoides
granifera hanya terdapat di hilir, moluska jenis Galba truncaluta,
Anentome Helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira
testudinaria, Melanoides plicaria hanya terdapat di tengah.
Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana, Melanoides maculate,
Pachychilus indiorum , Caspiohydrobia pavlovskii. Brotia insolafa ,
Brotia cosculata, Melanoides granifera Galba truncaluta, Anentome
helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira
testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis ini terdapat di hilir.
4. Komunitas suatu organisme dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu, arus, kemiringan, substrat, habitat, pH dan suhu.
B. Saran
Pada saat melakukan praktikum lapangan di bagian hulu, hilir dan
tengah seharusnya lebih banyak lagi mencari komunitas moluska dan
bambunya agar dapat hasil yang sesuai dengan pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital Library.
Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Penerbit Puslitbang Biologi-LIPI.
Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.
Fischer P. & Crosse H. (19 November 1892). "Mission scientifique au Mexique et dans l'Amérique Centrale". Recherches zoologiques, Partie 7, 2(13): 313.
Hawkes et al. 2001 diacu dalam Hamilton A dan Hamilton P 2005.
Hershler, R. 1998. A systematic review of the Hydrobiid snails (Gastropoda: Rissooidea) of the Great Basin, Western United States. Part I. Genus Pyrgulopsis. The Veliger 41 (1):1-132.
Hershler, R. 1999. A systematic review of the Hydrobiid snails (Gastropoda: Rissooidea) of the Great Basin, Western United States. Part II. Genera Colligyrus, Eremopyrgus, Fluminicola, Pristinicola, and Tryonia. The Veliger 42(4): 306:337.
Hershler, R., M. Mulvey, and H. Liu. 1999. Biogeography in the Death Valley region: Evidence From Springnails (Hydrobiidae: Tyronia). Zoological Journal of the Linnean Society 126: 335-354.
Hershler, R., and D. W. Sada. 2002. Biogeography of Great Basin Aquatic Snails of the Genus Pyrgulopsis. Pages 255-276 in R. Heshler, D. B. Madsen, and D. R. Curreu (eds.). Great Basin Aquatic Systems History. Smithsonian Contributions to the Earth Sciences, Number 33. 405pp.
Van Benthem Jutting, W. S. S. 1990. Systematics Studies on the Non-Marine Mollusca of the Indo-Australian Archipelago. Treubia Vol 23 Part 2. Zoologicum Museum: Amsterdam
Müller, O. F. 1774. Vermium terrestrium etfluviatilium, sen animalium infusoriorum, helminthicorum, et testaceorum, non marinorum, succincta historia, Vol. 2, Testacea. Havnie et Lipsiae. 214 pp.
Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html.
Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebrates of the United States. Protozoa to Mollusca. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Sutarno, haryadi, hadi., setyati, sri. 1996. Budidaya bambu guna meningkatkan produktivitas lahan. Bogor. Yayasan Prosea.
Widjaja EA. 2001. Identikit Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.