29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang diinduksi olehmeningkatnya harga BBM dunia telahmembuat Indonesia perlu mencarisumber-sumber bahan bakar alternatif yangmungkin dikembangkan. Sumber dayaenergi yang berasal dari minyak bumi akansemakin menipis persediannya seiringdengan bertambahnya industri yang mengakibatkan peningkatan konsumsibahan bakar minyak. Indonesia memilikiberagam sumber untuk dimanfaatkanmenjadi energi alternatif terbarukan. Salahsatu sumber energi alternatif yangterbarukan adalah biodiesel. Biodiesel atau alkil ester dapat dibuat dari minyak nabati atau minyak hewani. Umumnya, biodiesel dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati maupun hewani) dan alkohol sederhana dengan katalis alkali dengan hasil samping berupa gliserol. Biasanya, alkohol yang digunakan adalah metanol sehingga esternya disebut metil ester. Teknologi ini banyak dikembangkan karena proses ini relatif lebih murah. Namun, teknologi ini memiliki beberapa kelemahan yang disebabkan oleh penggunaan katalis alkali. Katalis alkali akan bereaksi dengan trigliserida sehingga terjadireaksi samping 1

Lap Metil Ester

Embed Size (px)

DESCRIPTION

metil ester

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang

diinduksi olehmeningkatnya harga BBM dunia telahmembuat Indonesia perlu

mencarisumber-sumber bahan bakar alternatif yangmungkin dikembangkan.

Sumber dayaenergi yang berasal dari minyak bumi akansemakin menipis

persediannya seiringdengan bertambahnya industri yang mengakibatkan

peningkatan konsumsibahan bakar minyak. Indonesia memilikiberagam sumber

untuk dimanfaatkanmenjadi energi alternatif terbarukan. Salahsatu sumber energi

alternatif yangterbarukan adalah biodiesel. Biodiesel atau alkil ester dapat dibuat

dari minyak nabati atau minyak hewani. Umumnya, biodiesel dihasilkan melalui

reaksi transesterifikasi antara trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati

maupun hewani) dan alkohol sederhana dengan katalis alkali dengan hasil

samping berupa gliserol. Biasanya, alkohol yang digunakan adalah metanol

sehingga esternya disebut metil ester. Teknologi ini banyak dikembangkan karena

proses ini relatif lebih murah. Namun, teknologi ini memiliki beberapa kelemahan

yang disebabkan oleh penggunaan katalis alkali. Katalis alkali akan bereaksi

dengan trigliserida sehingga terjadireaksi samping yaitu reaksi

saponifikasi(penyabunan). Reaksi saponifikasi ini akanmengakibatkan proses

pemisahan produksemakin sulit. Kelemahan lain dari teknologi ini adalah

perlunya sejumlah asam untukpenetralan katalis basa yang ikut dalamaliran

produk sehingga akan berdampakterhadap lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah proses dan tahap pembuatan metil ester melalui

transesterifikasi?

2) Reaksi apa sajakah yang terjadi dalam pembuatan metil ester?

3) Produk apa sajakah yang dihasilkan pada pembuatan metil ester?

1.3. Tujuan

1) Mengetahui proses dan tahap pembuatan metil ester

1

2

2) Mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan metil ester

3) Mengetahui produk-produk yang terbentuk pada pembuatan metil ester

1.4. Manfaat

1) Dapat mengetahui proses dan tahap dalam pembuatan metil ester

2) Dapat mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan metil ester

3) Dapat mengetahui produk-produk yang terbentuk pada pembuatan metil

ester

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan

atau lemak hewan. Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar

yang terdiri dari alkil ester yang berasal dari asam lemak yang sumbernya

renewable limit, dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan

menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar

konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas dari belerang, aplikasinya sederhana

dan berbau harum.

Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida atau

reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Transesterifikasi adalah proses yang

mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol

rantai pendek seperti metanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi

biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty

Acids Methyl Esters/ FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk

samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali,

biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).

Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan

alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak

(FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam,

biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Biodiesel dapat ditulis

sebagai B100 atau dapat diartikan bahwa biodiesel tersebut murni 100% terdiri

atas alkil ester.

Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel yang biasanya

menggunakan minyak solar (petrodiesel). seperti untuk pembangkit listrik, mesin-

mesin pabrik yang menggunakan diesel, juga alat transportasi termasuk mobil

yang bermesin diesel. Biodiesel dapat sebagai pengganti 100% minyak solar

maupun sebagai campuran minyak solar tanpa modifikasi mesin. Campuran

minyak solar dengan biodiesel ditandai dengan kode "BXX", dimana

4

"XX"menyatakan persentase komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran

tersebut, misalnya B20 adalah 20% biodiesel, 80% minyak solar (Fangrui,1996).

Penerapan peraturan emisi kendaraan mendorong diturunkannya kadar

belerang dalam minyak solar. Penurunan kadar belerang dapat menurunkan emisi

gas buang kendaraan berupa gas SOx dan SPM (Solid Particulate Matters) yang

mengotori udara. Akan tetapi solar yang berkadar belerang rendah memiliki daya

pelumasan rendah. Sementara itu, produksi solar Indonesia masih sangat tinggi

kadar belerangnya (1500-4100 ppm) Dengan demikian biodiesel sebagai

campuran minyak solar mempunyai dua keuntungan sekaligus. Pertama yaitu

biodiesel mempunyai kadar belerang yang jauh lebih kecil (sangat ramah

lingkungan karena kadar belerang kurang dari 15 ppm) dan yang kedua adalah

biodiesel dapat meningkatkan daya pelumasan.

Viskositas biodiesel lebih tinggi dibandingkan viskositas solar sehingga

biodiesel mempunyai daya pelumasan yang lebih baik daripada solar. Oleh karena

mampu melumasi mesin dan sistem bahan bakar maka dapat menurunkan keausan

piston sehingga mesin yang menggunakan bahan bakar biodiesel menjadi lebih

awet. Selain itu biodiesel sudah mengandung oksigen dalam senyawanya sehingga

pembakaran di dalam mesin nyaris sempurna dan hanya membutuhkan nisbah

udara/bahan bakar rendah. Dengan demikian emisi senyawa karbon non-CO2

dalam gas buang kendaraan sangat kecil dan penggunaan bahan bakar lebih

efisien.

2.2. Karakteristik Biodiesel

Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan

hanya mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel

mengandung 11% oksigen dalam persen berat yang keberadannya

mengakibatkan berkurangnya kandungan energi, namun menurunkan

kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon

(HC), partikulat, dan jelaga. Kandungan energi biodiesel 10% lebih rendah

bila dibandingkan dengan solar. Sedangkan efisiensi bahan bakar biodiesel

lebih kurang dapat dikatakan sama dengan solar, yang berarti daya dan

torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor

5

pembakarannya. Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang

merupakan bahan baku dari biodiesel menyebabkan bahan bakar biodiesel

sedikit kurang stabil dibandingkan dengan solar, keadaan yang tidak stabil

dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas,

terbentuknya gums, dan terbentuknya sedimen yang dapat menyumbat

saringan bahan bakar.

Biodiesel memiliki sifat melarutkan (solvency). Hal ini

menyebabkan suatu permasalahan dimana apabila digunakan pada mesin

diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan di dalam

tankinya telah terbentuk kerak dan sedimen maka biodiesel akan

melarutkan kerak dan sedimen tersebut sehingga dapat menyumbat

saringan dan saluran bahan bakar. Oleh karena itu apabila kandungan

sedimen dan kerak didalam tangki bahan bakar cukup tinggi sebaiknya

diganti sebelum menggunakan biodiesel. Beberapa material seperti

kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan

menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini maka sebaiknya tangki

biodiesel terbuat dari bahan stainless steel atau alumunium.

Berikut ini beberapa analisa untuk mengetahui karakteristik

biodiesel:

2.2.1. Flash point

Flash pointuntuk biodiesel umumnya tinggi (yaitu lebih besar dari

150°C). Alkil ester ini tidak volatil. Batasannya yaitu 10-170 °C. Dari

batasan ini yang paling rendah yaitu 10°C. Hal ini bertujuan untuk

menghilangkan kelebihan alkohol yang ditambahkan selama proses.

Keberadaan alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada pompa bahan

bakar, isian, elastomer, dan dapat menghasilkan daya pembakaran rendah.

2.2.2. Uji abu sulfat

Uji abu sulfat bertujuan untuk memastikan penghilangan semua katalis yang

dimasukan selama proses. Jika kandungan sisa katalis proses yang masih ada

dalam alkil ester tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan pada injektor

atau penyumbatan pada saringan mesin.

6

2.2.3. Bilangan setana

Bilangan setana menunjukkan cepat tidaknya suatu bahan terbakar

dalam mesin. Alkil ester memiliki bilangan setana yang lebih tinggi bila

dibandingkan

dengan bahan bakar konvensional.

2.2.4. Bilangan gliserin

Gliserin bebas dan total gliserin diukur untuk menunjukan

sempurna tidaknya suatu trigliserida diubah menjadi alkil ester. Jika

bilangan ini tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada mesin.

2.2.5. Bilangan asam

Bilangan asam diukur untuk melihat tingkat keasaman suatu bahan

bakar diesel. Jika bilangan asam ini tinggi maka akan menyebabkan

pengurangan waktu pemakaian pompa bahan bakar dan juga dapat

mengurangi waktu pemakaian saringan pada mesin.

2.3. Bahan Baku Pembuatan Biodiesel

Berikut ini bahan baku pembuatan biodiesel secara umum:

2.3.1. Minyak nabati atau minyak hewani

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun minyak hewani.

Minyak nabati biasa disebut trigliserida, gliserol ester, atau asam lemak karena

bersifat asam. Minyak nabati berwarna kuning, tidak berbau, dan tidak

mempunyai rasa. Minyak nabati tidak dapat bercampur dengan air. Minyak nabati

yang telah digunakan untuk mengoreng akan menjadi lebih asam dan akan

menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan dapat menempel pada

apapun yang bersifat basa. Ketika akan membuat biodiesel asam lemak bebas

harus dihilangkan terlebih dahulu. Untuk menghilangkan asam lemak bebas

digunakan katalis yang lebih banyak pada reaksi pembuatan biodiesel. Banyak

katalis yang digunakan bergantung dari seberapa banyak asam minyak nabati

tersebut. Minyak nabati memilk berat jenis 0,94 pada suhu 20°C.Minyak hewani

yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, diantaranya yaitu

minyak ikan dan lemak sapi.

7

Selain menggunakan minyak nabati dan minyak hewani, biodiesel juga

dapat dibuat dari minyak jelantah. Minyak jelantah adalah minyak limbah yang

bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak

sayur, minyak samin, dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas

pemakaian kebutuhan rumah tangga, restoran, maupun kantin. Umumnya masih

dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari

komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang

bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa

pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,

menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi

kecerdasan. Seperti halnya minyak kelapa sawit, minyak jelantah juga mempunyai

kandungan asam lemak diantaranya adalah asam stearat, asam palmitat, dan asam

linoleat.

2.3.2. Alkohol

Alkohol yang biasa digunakan pada pembuatan biodiesel adalah metanol

dan etanol. Metanol memiliki kelebihan lebih mudah bereaksi dan lebih stabil

dibandingkan dengan etanol. Kerugian metanol merupakan zat yang beracun dan

berbahaya, metanol sangat mudah terbakar, bahkan lebih mudah terbakar bila

dibandingkan bensin. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap,

mudah terbakar, dan mudah bercampur dengan air.

Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni. Metanol

merupakan alkohol yang paling banyak digunakan dalam pembuatan biodiesel.

Metanol disukai karena hanya memilki satu rantai ikatan karbon, sedangkan

etanol memilki dua ikatan karbon. Metanol lebih murah dan lebih mudah pada

proses pemisahan gliserin dibandingkan dengan etanol. Etanol lebih aman, tidak

beracun, dan dibuat dari hasil pertanian, sedangkan metanol mengandung uap

yang berbahaya bagi makhluk hidup dan terbuat dari batubara. Etanol memiliki

sifat yang sama dengan metanol yaitu memilki warna yang bening seperti air,

mudah menguap, mudah terbakar, dan mudah tercampus dengan air. Pemisahan

gliserin dengan mengunakan etanol lebih sulit dibandingkan dengan metanol, dan

8

apabila tidak berhati-hati akan menimbulkan emulsi. Metanol memilki densitas

0,7915 sedangkan etanol memilki densitas sebesar 0,79.

Metanol disebut juga metil alkohol merupakan senyawa paling sederhana

dari gugus alkohol. Rumus kimianya adalah CH3OH. Metanol berwujud cairan

yang tidak berwarna dan mudah menguap. Metanol merupakan alkohol yang

agresif sehingga bisa berakibat fatal apabila terminum dan memerlukan

kewaspadaan yang tinggi dalam penangannya. Jika uapnya atau jika terkena mata

dapat menyebabkan kebutaan sedangkan jika tertelan dapat menyebabkan

kematian. Sebagian besar produksi metanol dikonversi menjadi formaldehid yang

selanjutnya digunakan untuk membuat polimer, juga digunakan sebagai pelarut.

Metanol memiliki bobot molekul 32, 042, titik leleh -98oC, dan titik didih 64oC.

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau

alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada

minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat

rekreasi yang paling tua.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5).Etanol banyak digunakan sebagai pelarut

berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan

manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-

obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok

umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama

digunakan sebagai bahan bakar.

Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi. Bahan bakar

biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara ekonomis jika dibandingkan

dengan bahan bakar biodiesel berbasis metanol. Umumnya, proses pemisahan sisa

etanol dari produk biodiesel tidak terjadi secara sempurna, keberadaan etanol di

dalam biodiesel akan menurunkan efisiensi pembakaran.

9

2.3.3. Katalis

Untuk memisahkan minyak nabati perlu ditambahkan katalis. Katalis

adalah zat yang digunakan untuk mempercepat reaksi antara zat-zat lain. Katalis

yang mungkin digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) atau kalium

hidroksida (KOH). Katalis akan memecahkan minyak nabati dan melepaskan

ester, begitu ester bebas, mereka akan menempel pada alkohol. Sedangkan katalis

dan gliserol akan mengendap. Jumlah katalis yang digunakan harus tepat.

Pemakaian katalis yang terlalu sedikit akan menyebabkan minyak dan alkohol

tidak bereaksi, apabila jumlah katalis yang digunakan terlalu banyak akan

menyebabkan campuran teremulsi.

Untuk feedstock yang mengandung FFA tinggi, biasanya dilakukan proses

esterifikasi terlebih dahulu sebagai bentuk treatment bahan baku sebelum

dilanjutkan ke proses transesterifikasi (alkoholisis) menggunakan katalis basa.

Pada esterifikasi digunakan katalis asam untuk mengubah asam lemak bebas

menjadi metil ester. Katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat

(H2SO4) dan asam klorida (HCl).

2.4.Reaksi Pembentukan Biodiesel

Alkil ester dikenal dengan biodiesel dapat diproduksi dengan

berbagai macam cara, antara lain:

2.4.1. Esterifikasi

Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki

kadar FFA tinggi (>5%). Seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan

minyak jarak, menggunakan proses transesterifikasi untuk mengkonversi minyak

menjadi biodiesel tidaklah efisien. Bahan-bahan di atas perlu melalui proses

esterifikasi sebagai bentuk treatment untuk menurunkan kadar FFA hingga kurang

dari 5%.

Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam

pekat seperti asam sulfat (sulphuric acid) dan asam klorida (chloric acid) adalah

jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini

akan diperoleh minyak dengan campuran metil ester kasar dan metanol yang

kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses esterifikasi

10

dilanjutkan dengan transesterifikasi terhadap produk tahap pertama dengan

menggunakan katalis basa (alkali). Reaksi esterifikasi suatu asam lemak dengan

katalis asam dapat terjadi dengan mengikuti mekanisme Fischer.

Reaksi esterifikasi dengan katalis asam tidak menghasilkan sabun karena

tidak melibatkan logam alkali. Laju reaksi esterifikasi asam lemak bebas menjadi

alkil ester relatif cepat dan reaksi berjalan sempurna dalam waktu satu jam pada

suhu 70oC. Reaksi transesterifikasi trigliserida berlangsung lambat dan

membutuhkan beberapa hari untuk sempurnanya reaksi. Pemanasan sampai 130oC

dapat mempercepat reaksi dengan waktu reaksi 30-45 menit. Permasalahan yang

ditimbulkan dengan penggunaan katalis asam adalah terbentuknya air di dalam

campuran dan pada akhirnya menyebabkan berhentinya reaksi sebelum reaksi

berlangsung sempurna.

2.4.2. Transesterifikasi

Proses transesterifikasi adalah cara yang paling banyak dilakukan karena

tidak membutuhkan energi dan suhuyang tinggi. Reaksi ini akan menghasilkan

metil atau etilester, tergantung dengan jenis alkohol yang direaksikan.Metanol

lebih banyak digunakan sebagai sumber alkoholkarena rantainya lebih pendek,

lebih polar dan harganyalebih murah dari alkohol lainnya.

Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel adalah reaksi

alkoholisis. Reaksi ini hampir sama denganreaksi hidrolisis tetapi menggunakan

alkohol. Reaksi inibersifat reversible dan menghasilkan alkil ester dangliserol.

Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksipembentukan produk.Jumlah

alkohol yang dianjurkan sekitar 1,6 kali jumlah yang dibutuhkan secara teoritis.

Jumlah alkohol yang lebih dari1,75 kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi

bahkanmempersulit pemisahan gliserol selanjutnya.

Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa, namun katalis asam

juga dapat digunakan terutama padaminyak nabati yang kadar asam lemak

bebasnya tinggi.Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karenadengan

katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebihrendah dan bahkan pada suhu

kamar. Namun demikianpada reaksi dengan menggunakan katalis basa,

11

minyakyang digunakan harus netral. Kadar asam lemak bebasyang lebih dari 0,5

% dapat menurunkan rendementrasesterifikasi minyak.

Reaksi transesterifikasi terkatalisis basa akan berhasil apabila kandungan

asam lemak bebas kurang dari 0,5% dan alkohol rantai pendek harus murni. Asam

lemak bebas merupakan asam karboksilat yang belum teresterifikasi. Jika asam

lemak bebas dalam minyak berlebih, katalis basa ditambahkan lebih banyak untuk

mengimbangi kenaikan keasaman, tetapi cara ini dapat mengakibatkan

terbentuknya sabun yang menyebabkan viskositas meningkat atau pembentukan

gel yang mengganggu pemisahan alkil ester dan gliserol.

Transesterifikasi dengan katalis basa menggunakan katalis logam alkali

alkoksida dari alkohol. Di dalam reaksinya, gugus alkoksida (:OR) berperan

sebagai nukleofil. Reaksi pembentukan ester pada kondisi basa dari suatu ester

dengan ion alkoksida adalah reaksi substitusi nukleofilik melalui pemebentukan

intermediet tetrahedral.

Reaksi transesterifikasi trigliserida dalam minyak jelantah dilakukan

dengan rasio mol minyak terhadap metanol 1:6 pada suhu konstan 70oC selama

dua jam. Transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis basa berjalan lebih

cepat dibandingkan dengan katalis asam karena dalam larutan basa karbonil dapat

diserang oleh nukleofilik tanpa protonasi sebelumnya.

2.5. Tahap Proses Pembuatan Biodiesel (Metil Ester)

Berikut ini tahap-tahap dalam pembuatan biodiesel secara umum:

2.5.1. Pencampuran katalis dengan alkohol

Pencampuran katalis, umumnya sodium hidroksida atau kalium

hidroksida, dengan alkohol (metanol).

2.5.2. Pencampuran campuran katalis-alkohol dengan minyak nabati

Pencampuran dilakukan didalam wadah yang dijaga pada

temperatur 40-60°C yang dilengkapi pengaduk dengan kecepatan konstan.

2.5.3. Pemisahan

Setelah reaksi metanolisis selesai, campuran didiamkan dan

perbedaan densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan

separasi antara metil ester dan gliserol.

12

2.5.4. Pembilasan

Biodiesel kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk

memisahkan zat-zat pengotor seperti metanol, sisa-sisa katalis, gliserol. Air

memiliki densitas yang lebih tinggi dari biodiesel. Lebih tingginya densitas air

dibandingkan biodiesel menyebabkan pemisahan secara gravitasi pada keduanya.

Reaksi biodiesel ditunjukkan dalam katalis kombinasi antara minyak sayuran

ataulemak hewan (100 lbs) dan metanol atau etanol (10 lbs) menghasilkan

biodiesel

(100 lbs) dan gliserin (10 lbs).

2.6. Keunggulan Biodiesel Dibandingkan Solar

Biodiesel dipilih sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar, disamping

mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan solar, biodiesel

mempunyaibeberapa keunggulan dibandingkan dengan solar. Beberapa

keunggulan yang dimiliki biodiesel dibandingkan dengan solar antara lain:

2.6.1. Tingkat emisi gas buang

Untuk biodisel murni, emisi karbon dioksida (CO2) nya dapat ditekan

hingga 73%, emisi metana dapat dikurangi hingga 51%, hidrokarbon (HC) yang

tidak terbakar dapat berkurang sebesar 67%, emisi karbon monoksida (CO) turun

48%, dan sulfur oksida (SO) dapat ditekan hingga 100%, PAH (Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons) turun 80%, nPAH (nitrasi PAH's) turun 90%, potensi

ozon khusus HC turun 50%, serta penurunan limbah dan potensi polusi

lingkungan lainnya dibanding dengan solar. Dampak emisi rata-rata biodiesel

pada emisi gas buang (PM, CO, HC dan NOx) dibandingkan dengan emisi solar.

Menurut standar ASTM D975, biodiesel mempunyai 11% massa oksigen

dari massa biodiesel yang akan memperbesar kemungkinan terjadinya

pembakaran sempurna. Perbandingan antara kandungan karbon dan hidrogen pada

biodiesel juga jauh lebih kecil daripada solar, hal ini berpengaruh pada emisi

pembakaran dikarenakan perbandingan kandungan karbon terhadap hidrogen pada

bahan bakar yang lebih kecil, kemungkinan atom karbon akan mengikat dua atom

oksigen akan semakin besar. Biodiesel akan lebih berkesempatan

membentukmolekul CO2 daripada CO, dan menghasilkan kandungan emisi SO2

13

yang rendah mendekati nol. SO2 yang biasanya dikenal dengan sulfur dioksida

adalah molekul penyebab terjadinya hujan asam atau smog. Biodiesel memiliki

kandungan sulfur 0,0024% dari massa bahan bakar, dibandingkan solar yang

memiliki kandungan sulfur 0,05-0,5% dari massa bahan bakar maka biodiesel

memiliki kandungan sulfur yang lebih sedikit.

2.6.2. Angka setana (CN) yang lebih tinggi

Jika kandungan CN terlalu tinggi, pembakaran bisa terjadi sebelum bahan

bakar dan udara bercampur dengan baik sehingga terjadi pembakaran tidak

sempurna/ lengkap dan asap. Jika kandungan CN terlalu rendah, suara mesin

kasar, salah pengapian, suhu udara yang tinggi, pemanasan mesin lebih lambat,

dan juga terjadi pembakaran tidak sempurna. Biodiesel memiliki angka setana

yang lebih tinggi daripada solar.

Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang

diinjeksikan ke ruang bakar bisa terbakar secara spontan (setelah bercampur

dengan udara). Pengertian dari angka setana pada bahan bakar mesin diesel adalah

kebalikan dari angka oktan pada bahan bakar mesin bensin, dimana angka oktan

menunjukkan kemampuan campuran udara-bensin dalam menunggu pembakaran

dari busi (spark ignition). Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar

setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik/ tinggi angka setana

bahan bakar tersebut.

2.6.3. Efek pelumasan tinggi

Berkurangnya efek pelumasan pada bahan bakar bisa menimbulkan

permasalahan pada sistem penyaluran bahan bakar, seperti pada pompa bahan

bakar dan injektor. Pengurangan efek pelumasan mengakibatkan terjadinya proses

desulfurisasi yang biasanya dilakukan pada bahan bakar solar akibat tuntutan

standart solar di berbagai negara. Biodiesel mempunyai kemampuan pelumasan

yang lebih baik dibandingkan dengan solar karena biodiesel memiliki kandungan

sulfur yang lebih rendah dibandingkan dengan solar,dimana kandungan sulfur dari

bahan bakar solar yang lebih tinggi akan menurunkan kemampuan pelumasannya.

2.6.4. Flash point

14

Flash point adalah titik terbakarnya bahan bakar setelah mencapai tekanan

tertentu dalam mesin sehingga terbakar. Biodisel mempunyai titik bakar yang

lebih tinggi dibanding dengan solar sehingga relatif lebih aman, karena biodiesel

tidak mudah terbakar.

2.7. Kekurangan Biodiesel Dibandingkan Solar

Sebelumnya telah kita ketahui kelebihan biodiesel dibandingkan solar.

Namun, disamping memiliki beberapa kelebihan, biodiesel juga memiliki

beberapa kekurangan antara lain:

2.7.1. Viskositas yang relatif tinggi pada suhu rendah

Viskositas yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap performa dari

mesin, dimana viskositas biodiesel dengan bahan baku minyak kelapa sawit

cenderung naik secara signifikan, jika suhunya diturunkan sampai sekitar 10-

15oC.

2.7.2. Menghasilkan emisi NOx yang lebih besar

Kenaikan maupun penurunan emisi NOx dari biodiesel tergantung pada

jenis mesin diesel dan prosedur pengujiannya. Emisi NOx menyebabkan

terbentuknya kabut asap dan ozon lokal. Pada biodiesel murni (100%), emisi NOx

rata-rata naik sebesar 10 %.

2.7.3. Mengalami degradasi pada penyimpanan

Biodiesel bisa mengalami degradasi bila disimpan dalam waktu yang lama

pada dengan kondisi tertentu. Degradasi biodiesel pada umumnya disebabkan oleh

proses oksidasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi degradasi biodiesel antara

lain keberadaan asam lemak tak jenuh, kondisi penyimpanan (tertutup/ terbuka,

dan suhu), kandungan unsur logam, dan peroksida. Harga viskositas biodiesel

juga dapat dijadikan sebagai ukuran terjadi atau tidaknya proses degradasi pada

biodiesel.

2.7.4. Cloud point dan pour point

Cloud point adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak

“berawan” (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal di dalam

bahan bakar. Meskipun bahan bakar masih bisa mengalir pada titik awan ini,

terbentuknya kristal/ gel di dalam bahan bakar dapat menghambat aliran bahan

15

bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan pour point adalah

temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar; di

bawah pour point, bahan bakar sudah tidak dapat mengalir karena terbentuknya

kristal/ gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, cloud

point terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point.

Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur

diantara cloud dan pour point, dimana dengan terbentuknya kristal bahan bakar

akan menghambat aliran bahan bakar melalui filter. Pada umumnya, cloud point

dan pour point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini dapat

menimbulkan masalah, jika biodiesel digunakan sebagai bahan bakar mesin

diesel, terutama di negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk

mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk

mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada suhu

rendah. Selain penggunaan aditif sebagai campuran biodiesel, dapat juga

dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran antara biodiesel

dan solar terbukti dapat menurunkan cloud point dan pour point bahan bakar.

16

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat:

1) Heating mantle

2) Magnetic stirrer

3) Labu leher tiga

4) Termometer

5) Kondenser

6) Pipet hisap

7) Pompa

8) Ember

3.1.2. Bahan:

1) Minyak Jelantah

2) Metanol

3) Katalis NaOH

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Reaksi esterifikasi

1) Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat

hingga mencapai ukuran 100 ml

2) Setelah minyak berbentuk likuid, masukkan minyak ke dalam labu leher

tiga yang telah dilengkapi dengan termometer, pemanas, dan kondenser.

Kemudian dipanaskan sampai suhu 70oC. Reaksi ini berlangsung secara

batch

3) Campurkan metanol dan katalis dalam jumlah tertentu ke dalam minyak

yang telah dipanaskan

4) Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam

5) Setelah 1 jam minyak diangkat dan didinginkan

3.2.2. Reaksi transesterifikasi

17

Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian

dilan-

jutkan dengan reaksi transesterifikasi dengan prosedur sebagai berikut:

1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali

pada suhu 65oC

2) Setelah mencapai temperatur 65oC, minyak tersebut ditambahkan dengan

campuran metanol dan katalis NaOH dalam jumlah tertentu

3) Reaksikan campuran minyak, alkohol, dan katalis NaOH selama 1 jam,

reaksi ini berlangsung pada kondisi batch

4) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginan serta dihilangkan

alkoholnya

5) Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil

ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian pisahkan dengan

corong pemisah

6) Metil ester yang telah dipisahkan kemudian dicuci dengan cara

mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50oC

7) Diamkan sampai terbentuk 2 lapisan kembali, kemudian dua lapisan

tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali

hingga hasil cucian terakhir terlihat bersih

8) Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu

100oC untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel

9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa

18

19

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Rizwan. Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan

Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil.

(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15905-4207100091 Paper.

pdf), diakses 30 Agustus 2014

Anonim. 2014.Etanol. (http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol), diakses 09 September

2014

Hidayat, Tatang dan Djajeng Sumangat. 2008. Karakteristik Metil Ester Minyak

Jarak Pagar Hasil Proses Transesterifikasi Satu Dan Dua Tahap.

(http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/jurnal/

j.Pascapanen.2008_2_3.pdf), diakses 30 Agustus 2014

Sukarno. 2012. Studi Pengaruh Pencampuran Aditif Terhadap Viskositas

Biodiesel Pada Suhu Rendah. (http://eprints.undip.ac.id/42161/1/Bab_I-

III.pdf), diakses 28 Agustus 2014

Zahriyah, Syifauz. 2009. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Jelantah

Dengan Katalis TiO2/Montmorillonit Dan Pengaruhnya Terhadap Biodiesel

Yang Dihasilkan. (http://eprints.uns.ac.id/2193/1/73220807200 906011.pdf),

diakses 09 September 2014