28
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN REMPAH DAN MINYAK ATSIRI PENGOLAHAN REMPAH AWETAN II (DENGAN PROSES PENEPUNGAN) Kelompok 6 : 1. Aprilia Dwi Ariani 2. Arum Hemastiti 3. Doni Lesar 4. Fakhri Novianto 5. Dian Rahmawati 6. Liasandra Safira 7. Liliany Putri PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERNANIAN

lap minyak atsiri

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN REMPAH DAN MINYAK ATSIRIPENGOLAHAN REMPAH AWETAN II (DENGAN PROSES PENEPUNGAN)

Kelompok 6 :1. Aprilia Dwi Ariani2. Arum Hemastiti3. Doni Lesar4. Fakhri Novianto5. Dian Rahmawati6. Liasandra Safira7. Liliany Putri

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERNANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2014

ACARA II

81,5PENGOLAHAN REMPAH AWETAN (DENGAN PROSES PENEPUNGAN)

A. TujuanTujuan dari praktikum acara 2 Pengolahan Rempah Awetan (dengan Proses Penepungan) adalah:1. Mempelajari dan mengenal Pengolahan Rempah Awetan dengan proses penepungan.2. Menghitung rendemen rempah bubuk.3. Mengamati rempah bubuk hasil olahan secara visual. B. Tinjauan PustakaRimpang temulawak telah digunakan secara luas dalam rumah tangga dan industri. Penggunaan rimpang temulawak dalam bidang industri antara lain industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Peningkatan penggunaan temulawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik pengolahan yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh teknik ekstraksi, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, konsentrasi pelarut, nisbah bahan dengan pelarut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan pengeringan (Sembiring, 2006).Penanganan pasca panen temulawak antara lain yaitu pembersihan, pengirisan, pemblanchingan, pengeringan lalu pengemasan. Pengirisan rimpang temulawak arahnya melintang setebal 7-8 cm. Tujuan pemblanchingan ini adalah untuk mematikan enzim, menghilangkan udara dan mematikan proses bio kimia serta mempertahankan warna alami dari irisan rimpang temulawak. Pengeringan rimpang temlawak dapat dengan dihamparkan dibawah sinar matahari, atau juga dengan alat pengering listrik suhunya diatur pada kisaran 50-55C. Hasil pengeringan ini akan diperoleh irisan rimpang kering yang warnanya jingga. Rendemen irisan rimpang basah menjadi rimpang kering mencapai 10% pada rimpang cabang atau 15% untuk rimpang induk (Rukmana, 1995).Dalam proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan mengoyakkannya. Bahan ditekan oleh gaya ekanis dari mesin penggiling, penekanan awal masuk ke tengah bahan sebagai energi desakan. Yang terpenting dalam penggilingan adalah terbentuknya bubuk bahan sebagai hasil penggilingan (Earle, 1969).Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah anggota dari keluarga jahe (Zingiberaceae) dan asli tanaman Indonesia. Curcuma xanthorrhiza Roxbdapat tumbuh di Thailand, Filipina, Sri Lanka dan Malaysia. Curcuma xanthorrhiza Roxb dikenal di Malaysia sebagai 'Temu Lawak'. Curcuma xanthorrhiza adalah tanaman tumbuh rendah dengan akar (rimpang) yang mirip dengan jahe, dengan aromatik, bau menyengat dan rasa pahit. Dalam pengobatan tradisionalCurcuma xanthorrhiza dilaporkan berguna untuk pengobatan hepatitis, keluhan hati, diabetes, rematik, antikanker, hipertensi dan jantung gangguan. Curcuma xanthorrhiza juga telahmenunjukkan antidiuretik, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-hipertensi, anti-rematik, anti hepatotoksik, antidysmenorrheal, anti-spasmodik, anti-keputihan, anti-bakteri dan efek antijamur. Curcuma xanthorrhiza mengurangi kolesterol, sembelit, migrain dan meningkatkan aliran susu selama menyusui (Devaraj, 2010).Rimpang dariCurcuma xanthorrhiza Roxbmengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan tanin. Analisis kimia menunjukkan bahwa zat utama Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah pati (48,18-59,64 %), serat (2,58-4,83 %), minyak atsiri seperti phelandren, kamper, tumerol, sineol, borneol, dan xanthorrhizol (1,48-1,63 %), dan juga kurkuminoid seperti, kurkumin dan desmetoxicurcumine (1,6-2,2 %). Salah satu studi menemukan bahwa ekstrak Curcuma xanthorrhiza Roxb dalam etanol 96 % dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis sebagai penyebab jerawat. Xanthorrhizol isolasi dari Curcuma xanthorrhiza Roxb ekstrak metanol mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans bakteri. Manfaat lain dari Curcuma xanthorrhiza Roxb sebagai antimikroba juga telah ditemukan. Minyak atsiri dan kurkuminoid adalah zat utama dengan efek antimikroba (Mangunwardoyo, 2012).Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), merupakan tumbuhan asli Indonesia. Dari sekitar 70 jenis Curcuma yang tersebar di kawasan Asia Selatan. Asia Tenggara sampai ke Australia Utara, tidak kurang 20 jenis tumbuh di Indonesia. Rimpang ini paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Di samping itu, rimpang tanaman ini juga merupakan salah satu bahan eksport yang cukup potensial. Kebutuhan akan temulawak dari tahun ketahun semakin meningkat dengan berkembangnya perusahaan obat tradisional di Indonesia (Yoganingrum, 1997).Temulawak (Zingiberaceae) adalah genus besar rhizomatousherbal didistribusikan di daerah tropis dan subtropis terutama di India, Thailand, Kepulauan Melayu, Indochina, dan Australia Utara. Banyak spesies telah dibudidayakan,dan rimpang bubuk mereka telah banyak digunakan sebagairasa dalam masakan asli dan bahan dalam banyak tradisionalobat-obatan untuk mengobati berbagai penyakit. Semakin populerdan spesies ekonomis lebih penting, C. Domestica L. dan C. xanthorrhiza Roxb, lebih banyak digunakan sebagaibumbu daripada untuk tujuan pengobatan (Jantan, 2012).Bagian dari temulawak yang berkhasiat adalah rimpangnya yang mengandung berbagai komponen kimia diantaranya zat kuning kurkumin, protein, pati dan minyak atsiri. Pati merupakan salah satu komponen terbesar temulawak dan pati ini termasuk yang mudah dicerna sehingga disarankan digunakan sebagai makanan bayi. Minyak atsiri pada temulawak mengandung senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorhizol (Jafri et al., 2010).Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang mengharumkan, sedangkan kandungan flavonoida-nya berkhasiat menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Buahnya mengandung minyak terbang (anetol, pinen, felandren, dipenten, fenchon, metilchavikol, anisaldehida, asam anisat, kamfer) dan minyak lemak. Manfaat kurkuminoid yaitu sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Stoilova et al, 2007).Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 29-30%, kurkumin 1-2%, dan minyak atsirinya antara 6-10%. Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrem dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Kandungan lainnya yaitu minyak atsiri, kamfer, glukosida, folumetik karbinol (Ogbuewu. et al, 2013)Pengeringan terhadap senyawa aktif dalam rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) sangat diperlukan dalam rangka mengetahui kemungkinan adanya interaksi panas yang diaplikasikan terhadap senyawa-senyawa organik, khususnya tiga komponen utama kurkuminoid. Perlakuan pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan menggunakan sinar lampu listrik 30 watt dengan suhu 30C dan pengeringan oven pada suhu 60C. Pengeringan dengan sinar lampu listrik diaplikasikan sebagai alternatif pengganti sinar matahari karena sinar lampu memiliki intensitas dan suhu relatif lebih stabil dibandingkan cahaya matahari. Secara tradisional masyarakat melakukan pengeringan bahan alam dengan sinar matahari selama rentang waktu 3-5 hari (Cahyono, 2011).Prinsip penepungan adalah bahan masuk dari hopper keluar secara kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau penepung berbentuk balok dan berputar yang dikombinasi dengan pisau penepung statis. Pisau penepung yang menumbuk bahan, berputar dengan kecepatan tinggi sehingga akan menghasilkan dan akan terdorong oleh pisau dan keluar melalui saringan. Saringan dapat digunakan dengan berbagai ukuran berdasarkan ukuran mesh sesuai dengan ukuran mesh yang dibutuhkan (Rangkuti, 2012).Ayakan biasanya berupa anyaman dengan matajala (mesh) yang berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubang-lubang bulat atau bulat panjang atau juga berupa kisi. Ayakan tebuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik karena kororsi maupun karena gesekan. Selain itu selama proses pengayakan ukuran lubang ayakan harus tetap konstan. Yang menjadi ciri ayakan antara lain adalah ukuran dalam mata jala, jumlah mata jala (mesh) per satuan panjang, misalnya per cm atau per inci (sering sama dengan nomor ayakan)serta jumlah mata jala per satuan luas, umumnya per cm2 (Bernasconidkk, 1995).Penepungan merupakan salah satu proses lanjut pada pengolahan komoditas biofarmaka, baik berbahan dasar rimpang, kulit batang maupun daun. Penepungan termasuk upaya pengecilan ukuran hingga partikelnya berbentuk bubuk. Tepung atau bubuk dapat dikonsumsi langsung dengan cara diseduh, dibentuk pill atau dimasukkan ke dalam kapsul (Paramawati, 2008).Mesin giling memperkecil lagi umpan hasil pecahan menjadi serbuk. Hasil dari pemecah antara (intermediate grinder) barangkali dapat lulus ayakan 40 mesh. Mesin giling ultra-halus menampung partikel umpan yang lebih besar dari 6 mm hasilnya biasanya adalah 1 sampai 50 m(McCabe dkk, 1999).C. Metodologi1. Alata. b. Baskomc. Labeld. Mesin ayakane. Mesin penepungf. Plastic sealerg. Sendokh. Timbangan2. Bahana. Temulawak kering

3. Cara Kerja

Temulawak keringDitimbang Digiling dengan hammer millsDiambil 80%Diayak 80 meshTemulawak bubuk ditimbangDihitung rendemenDiamati warna, aroma terhadap temulawak segar dan temulawak kering

D. Hasil dan PembahasanMenurut Devaraj, (2010) Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah anggota dari keluarga jahe (Zingiberaceae) dan asli tanaman Indonesia. Curcuma xanthorrhiza Roxbdapat tumbuh di Thailand, Filipina, Sri Lanka dan Malaysia. Curcuma xanthorrhiza Roxb dikenal di Malaysia sebagai 'Temu Lawak'. Curcuma xanthorrhiza adalah tanaman tumbuh rendah dengan akar (rimpang) yang mirip dengan jahe, dengan aromatik, bau menyengat dan rasa pahit. Dalam pengobatan tradisionalCurcuma xanthorrhiza dilaporkan berguna untuk pengobatan hepatitis, keluhan hati, diabetes, rematik, antikanker, hipertensi dan jantung gangguan. Curcuma xanthorrhiza juga telahmenunjukkan antidiuretik, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-hipertensi, anti-rematik, anti hepatotoksik, anti dysmenorrheal, anti-spasmodik, anti-keputihan, anti-bakteri dan efek antijamur. Curcuma xanthorrhiza mengurangi kolesterol, sembelit, migrain dan meningkatkan aliran susu selama menyusui.Pada praktikum kali ini menggunakan alat penepung (Hammer mills) dan juga mesin pengayakan. Prinsip penepungan adalah bahan masuk dari hopper keluar secara kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau penepung berbentuk balok dan berputar yang dikombinasi dengan pisau penepung statis. Pisau penepung yang menumbuk bahan, berputar dengan kecepatan tinggi sehingga akan menghasilkan dan akan terdorong oleh pisau dan keluar melalui saringan. Saringan dapat digunakan dengan berbagai ukuran berdasarkan ukuran mesh sesuai dengan ukuran mesh yang dibutuhkan (Rangkuti, 2012). Sedangkan prinsip kerja mesin pengayak yaitu bahan pangan dipisahkan berdasarkan ukuran partikel bahan yang berukuran lebih kecil dari diameter mesh agar lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar dari diameter mesh akan tertahan pada permukaan kawat ayakan.

Tabel 2.1 Hasil Penepungan Temulawak Kering Sinar MatahariKelompok123456

Jenis blanching Blanching 3 menitBlanching3 menit PerebusanPerebusanTanpa perlakuanTanpa perlakuan

Alat penepungan Hammer millsHammer millsHammer millsHammer millsHammer millsHammer mills

Ukuran ayakan80 mesh80 mesh80 mesh80 mesh80 mesh80 mesh

Rendemen temulawak kering (Rk/s) 18,200%20,000%21,400%20,670%19,300%22,000%

Berat temulawak kering 91 gram80 gram107 gram82,3 gram96,5 gram96 gram

Berat temulawak bubuk 27,637 gram22,340 gram25,312 gram19,380 gram10,276 gram6,091 gram

Rendemen temulawak bubuk (Rb/k) 37,963%27,923%29,570%23,550%13,311%6,340%

Tepung tidak lolos saringan 58,013%23,949%32,240%65,918%82,869%59,023%

Rendemen temulawak bubuk (Rb/s) 5,527%4,468%23,650%3,876%2,055%1,218%

Lama penepungan 4 menit4 menit5 menit5 menit5 menit5 menit

Warna (terhadap segarnya) Lebih gelapSama

Lebih pucatLebih pucatTerang dan cerahSama

Warna (terhadap keringnya) Lebih terangLebih terangLebih cerahLebih terangLebih terangLebih tajam

Aroma (terhadap segarnya) Lebih tajamLebih tajamLebih tajamLebih tajamLebih tajamKurang tajam

Aroma (terhadap keringnya) Lebih tajamLebih tajamLebih tajamLebih tajamKurang tajamLebih tajam

Sumber: Laporan Sementara

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pengeringan dengan sinar matahari dari rimpang temulawak kering dengan beberapa perlakuan berbeda yakni blanching 3 menit, perebusan dan tanpa perlakuan. Rendemen yang dihasilkan pada tiap perlakuan yakni rendemen kering terhadap segar pada blanching 3 menit sebesar 18,200% dan 20,000%, perebusan sebesar 21,400% dan 20,670%, tanpa perlakuan sebesar 19,300% dan 22,000%. Rendemen bubuk tehadap kering blanching 3 menit adalah 37,963% dan 27,923%, perebusan sebesar 29,570% dan 23,550%, tanpa perlakuan sebesar 13,311% dan 6,340%. Rendemen bubuk tehadap segar blanching 3 menit adalah 5,527% dan 4,468%, perebusan sebesar 23,650% dan 3,876%, tanpa perlakuan sebesar 2,055% dan 1,218%.Untuk warna terhadap segar pada blanching 3 menit kelompok 1 dan 2 hasilnya berbeda yaitu lebih gelap dan warnanya sama, pada perlakuan perebusan kelompok 3 warna sama dan kelompok 4 lebih pucat, sedangkan tanpa perlakuan pada kelompok 5 warnanya terang dan cerah sedangkan kelompok 6 sama. Untuk warna terhadap kering semua perlakuan dari semua kelompok hasilnya sama yaitu lebih terang dan tajam.Untuk aroma dari masing-masing perlakuan yang berbeda didapatkan perlakuan pengeringan dengan sinar matahari pada blanching 3 menit aroma terhadap segar kedua kelompok yaitu kelompok 1 dan 2tidak berbeda yaitu aroma lebih tajam, pada perebusan keduanya juga sama aroma lebih tajam, pada perlakuan perebusan kedua kelompok yaitu 3 dan 4 juga sama, aroma lebih tajam sedangkan tanpa perlakuan pada kelompok 5 dan 6 berbeda yaitu lebih tajam dan kurang tajam. Aroma terhadap kering pada perlakuan blanching 3 menit dan perebusan keempatnya sama yaitu lebih tajam, tanpa perlakuan pada aroma terhadap segar kelompok 5 dan 6 yaitu kurang tajam dan lebih tajam. Perbedaan ini dapat terjadi karena saat penjemuran pada sinar matahari, intensitas sinar matahari tidak sama sehingga hasil temulawak kering dari tiap perlakuan yang berbeda pun tidak sama.

Tabel 2.2 Hasil Penepungan Temulawak Kering Cabinet DryerKelompok789101112

Jenis blanching Blanching 3 menitBlanching 3 menitPerebusanPerebusanTanpa perlakuanTanpa perlakuan

Alat penepungan Hammer millsHammer millsHammer millsHammer millsHammer millsHammer mills

Ukuran ayakan80 mesh80 mesh80 mesh80 mesh80mesh80 mesh

Rendemen temulawak kering (Rk/s) 13,360%13,400 %14,000%15,960%18,920%17,000%

Berat temulawak kering 66,8 gram67 gram70 gram79,8 gram94,6 gram85 gram

Berat temulawak bubuk 4,869 gram9 gram26,3 gram5,58 gram7,4 gram9,0 gram

Rendemen temulawak bubuk (Rb/k) 9,109%13,353%46,964%77,260%67,120%13,279%

Tepung tidak lolos saringan 90,760%23,254%16,900%90,950%86,929%24,479%

Rendemen temulawak bubuk (Rb/s) 0,974%1,800%5,26%1,116%1,480%1,806%

Lama penepungan 5 menit5 menit5 menit4 menit4 menit4 menit

Warna (terhadap segarnya) Kurang tajamKurang tajamKurang tajamKurang tajamKurang tajamKurang tajam

Warna (terhadap keringnya) SamaSama tajamLebih tajamSama tajamLebih tajamLebih tajam

Aroma (terhadap segarnya) Kurang tajamLebih tajamKurang tajamLebih tajamLebih tajamLebih tajam

Aroma (terhadap keringnya) SamaLebih tajamKurang tajamSama tajamKurang tajamKurang tajam

Sumber: Laporan Sementara

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa pengeringan dengan cabinet dryer dari rimpang temulawak kering dengan beberapa perlakuan berbeda yakni blanching 3 menit, perebusan dan tanpa perlakuan. Rendemen yang dihasilkan pada tiap perlakuan berbeda antara lain randemen kering terhadap segar pada blanching 3 menit sebesar 13,360% dan 13,400%, perebusan sebesar 14,000% dan 15,960%, tanpa perlakuan sebesar 18,920% dan 17,000%. Rendemen bubuk tehadap kering blanching 3 menit adalah 9,109% dan 13,353%, perebusan sebesar 46,964% dan 77,260%, tanpa perlakuan sebesar 67,120% dan 13,279%. Rendemen bubuk tehadap segar blanching 3 menit adalah 0,974% dan 1,800%, perebusan sebesar 5,260% dan 1,116%, serta tanpa perlakuan sebesar 1,480% dan 1,806%.Pada pengeringan cabinet dryer warna yang dihasilkan tiap perlakuan juga berbeda. Untuk warna terhadap segar semua perlakuan sama yaitu kurang tajam. Untuk warna terhadap kering pada blanching 3 menit kelompok 7 dan 8 menghasilkan warna sama, pada perlakuan perebusan kelompok 9 kurang tajam sedangakan kelompok 10 lebih tajam, tanpa perlakuan kelompok 11 dan 12 menghasilkan warna yang sama yaitu lebih tajam.Untuk aroma yang dihasilkan setelah dikeringkan dengan cabinet dryer adalah aroma terhadap segar pada blanching 3 menit pada kelompok 7 kurang tajam dan kelompok 8 lebih tajam, pada perebusan kelompok 9 kurang tajam dan kelompok 10 lebih tajam, tanpa perlakuan kelompok 11 dan 12 sama yaitu lebih tajam. Sedangkan aroma terhadap kering pada perlakuan blanching 3 menit pada kelompok 7 warna sama dan kelompok 8 lebih tajam, pada perebusan kelompok 9 kurang tajam sedangkan kelompok 10 sama tajam, tanpa perlakuan keduanya sama yaitu kurang tajam. Pada praktikum dengan perlakuan blanching yang paling baik menggunakan blanching dengan pemanasan selama 3 menit. Tujuan pemblanchingan ini adalah untuk mematikan enzim, menghilangkan udara dan mematikan proses biokimia serta mempertahankan warna alami dari irisan rimpang temulawak (Rukmana,1995). Namun pada praktikum ini menghasilkan warna terhadap segar yang kurang tajam dari semua perlakuan. Pemanasan yang terlalu lama akan membuat sebagian zat pada temulawak akan banyak yang larut pada air sehingga rendemen dan kualitas temulawak tersebut berkurang.Dari hasil praktikum dengan beberapa perlakuan berbeda dan cara pengeringan yang berbeda yaitu dengan sinar matahari dan dengan cabinet dryer, menghasilkan hasil yang berbeda. Pada praktikum ini hasil penepungan temulawak kering terbaik menggunakan temulawak kering dengan pengeringan sinar matahari, karena berdasarkan Tabel 2.1 dengan Tabel 2.2 dapat dilihat dengan seksama bahwa pada tabel Tabel 2.1 penepungantemulawak keringhasil pengeringan dengan sinar matahari menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada pengeringan cabinet dryer. Dari segi warna terhadap segar, hasil penepungan temulawak kering pengeringan dengan sinar matahari rata-rata menghasilkan warna yang lebih gelap dan sama pada blanching 3 menitkelompok 8, dan tanpa perlakuan menghasilkan warna yang terang pada kelompok 5 dan sama pada kelompok 6. Sedangkan hasil penepungan dengan pengeringan cabinet dryer warna terhadap segar semua perlakuan kurang tajam. Untuk warna terhadap kering hasil penepungan dengan sinar matahari menghasilkan warna lebih tajam pada semua perlakuan, dengan pengeringan cabinet dryer warnanya rata-rata lebih tajam dan sama tajam.Untuk aroma terhadap segar dari hasil penepungan dengan pengeringan sinar matahari rata-rata aromanya lebih tajam, hanya satu perlakuan yang kurang tajam yaitu tanpa perlakuan dan pada pengeringan dengan cabinet dryer rata-rata aroma yang dihasilkan lebih tajam namun terdapat dua perlakuan yang aromanya kurang tajam yaitu blanching 3 menitdan perebusan. Sedangkan aroma terhadap keringnya, hasil penepungan dengan pengeringan sinar matahari rata-rata lebih tajam hanya satu perlakuan yang kurang tajam yaitu tanpa perlakuan kelompok 5. Pada penepungan dengan pengeringan cabinet dryer rata-rata aromanya kurang tajam, hanya satu yang lebih tajam pada blanching 3 menit kelompok 2 dan sama tajam pada kelompok 1 dan perebusan kelompok 4. Menurut Cahyono, dkk (2011), pengeringan terbaik menggunakan alat cepat dan memberikan hasil yang baik secara fisik. Hal ini tidak sesuai dengan hasil praktikum, perbedaan ini kemungkinan disebabkan suhu pada alat pengering berbeda dan lama pengeringan pada cabinet dryer berbeda. Faktor bahan baku juga berpengaruh pada proses pengeringan misalnya irisan dari rimpang temulawak tersebut. Menurut Rukmana (1995), pengirisan rimpang temulawak arahnya melintang setebal 7-8 cm.Dari hasil praktikum dari perlakuan yang berbeda, perlakuan terbaik adalah dengan perlakuan perebusan sampai lunak dengan pengeringan sinar matahari karena rata-rata rendemen temulawak yang dihasilkan meliputi rendemen temulawak kering, rendemen temulawak bubuk terhadap kering dan rendemen temulawak bubuk terhadap segar didapatkan rata-rata yang cukup besar yaitu sebesar 20,452%. Dari warna dan aroma yang dihasilkan rata-rata lebih tajam dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.E. KesimpulanPada praktikum acara II Pengolahan Rempah Awetan 2 (dengan Proses Penepungan) dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Prinsip penepungan adalah bahan masuk dari hopper keluar secara kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau penepung berbentuk balok dan berputar yang dikombinasi dengan pisau penepung statis.2. Prinsip kerja mesin pengayak adalah memisahkan bahan pangan berdasarkan ukuran partikel bahan.3. Rendemen temulawak kering terhadap segar terbesar pada pengeringan dengan sinar matahari pada kelompok 6 tanpa perlakuan sebesar 22%, dan dengan pengeringan cabinet dryer adalah kelompok 11 tanpa perlakuan sebesar 18,92%.4. Rendemen temulawak bubuk terhadap kering terbesar pada pengeringan sinar matahariadalah kelompok 1 blanching 3 menit sebesar 37,963%, pengeringan cabinet drying kelompok 10 pada perlakuan perebusan sebesar 77,260%.5. Rendemen temulawak bubuk terhadap segar terbesar pada pengeringan sinar matahariadalah kelompok 3 perlakuan perebusan sebesar 23,650%, pengeringan cabinet drying adalah kelompok 9 dengan perlakuan perebusan sebesar 5,260%.6. Warna terhadap segar pada pengeringan sinar matahari lebih pucat, sedangkan pada cabinet drying semua sama kurang tajam.7. Warna terhadap kering pada pengeringan sinar matahari lebih terang, sedangkan pada cabinet drying semua sama lebih tajam.8. Aroma terhadap segar pada pengeringan sinara matahari lebih tajam, sedangkan pada cabinet drying semua sama lebih tajam.9. Aroma terhadap kering pada pengeringan sinar matahari lebih tajam, sedangkan pada cabinet drying semua sama kurang tajam.

DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, G. dkk. 1995. Teknologi Kimia 2. Jakarta : PT Pradnya Paramita.Cahyono, Bambang. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Kandungan dan Komposisi Kurkuminoid.Reaktor, Vol. 13 No. 3, Juni 2011, Hal. 165-171Devaraj, Sutha. 2010. Evaluation of the Antinociceptive Activity and Acute Oral Toxicity of Standardized Ethanolic Extract of the Rhizome of Curcuma xanthorrhizaRoxb.Molecules 2010,15,2925-2934;doi:10.3390/molecules15042925Earle. 1969. Satuan Operasi dalam pengolahan Pangan. Saatra Hudaya. JakartaJafri, et. al. 2010. Hypoglycemic Effect of Ginger (Zingiber Officinale) in Alloxan Induced Diabetic Rats (Rattus Norvagicus). Pakistan Veterinary JournalJantan, Ibrahim. 2012. Correlation between Chemical Composition of Curcuma domestica and Curcuma xanthorrhiza and Their Antioxidant Effect on Human Low-Density Lipoprotein Oxidation. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Volume 2012, Article ID 438356, 10 pages doi:10.1155/2012/438356Mangunwardoyo, Wibowo. 2012. Antimicrobial and Identification of Active Compound Curcuma xanthorrhiza Roxb. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol: 12 No: 01McCabe, Warren L. dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.Ogbuewu, et al. 2013. The Detrimental Effect of Dietary Ginger Rhizome Powder Supplementation on Reproductive Performance of Pubertal Rabbit Bucks. International Journal of Innovation and Applied Studies. NigeriaParamawati, Raffi dkk. 2008. Rekayasa Mesin Penepung Tipe Double Jacket Untuk Komoditas Biofarmaka. Jurnal Enjiniring Pertanian Vol. VI, No.2.Rangkuti, dkk. 2012. Uji Performasi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) Untuk Penepungan Juwawaut (Setaria italica (L.) P. Beauvois). Agritech. Vol 32. No 1 Rukmana, 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Kanisius. YogyakartaSembiring, dkk. 2006. Pengaruh Kehalusan Bahan Dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Bul. Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 53 58Stoilova, et.al. 2007. Antioxidant Activity of A Ginger Extract (Zingiber Officinale). Science Direct. BulgariaTien. 1992.Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB Press. Bogor

LAMPIRANPerhitungan kelompok 6:R (K/S) = = = 22%R (B/K)= = = 6,345%R (B/S)= = = 1,218%Tepung tidak lolos= = = 59,023%