Lapak Fitokim

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fitokimia

Citation preview

DATA PENGAMATAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARI SIMPLISISA TUMBUHAN OBAT(Kaempheriae rhizoma)

Disusun Oleh :1. Ulfa Wahyuni2601101000072. ArvendaRezky2601101000083. Niko Rupoko2601101000104. M. Rizki Pamula2601101000115. Shiera Syabila2601101000126. Tineke Anugerah2601101000137. Rudi Satria260110100014

LABORATORIUM FITOKIMIAFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR2012EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARISIMPLISIA TUMBUHAN OBAT(Kaempheriae rhizoma)

I. TUJUAN PERCOBAANA. Tujuan percobaan1. Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan beberapa metode ekstraksi.2. Melakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak atau fraksinansi tumbuhan obat dengan metode ekstraksi cair-cair (ECC).3. Melakukan pemurnian fraksinansi yang diperoleh dari hasil fraksinansi pada praktikum 3 sehingga dapat memisahkan suatu senyawa/bercak/isolat dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.B. Tujuan pembelajaran1. Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan cara sederhana namun terandalkan.2. Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak tumbuhan obat dengan berbagai metode pemisahan.3. Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa mampu memahami dan mampu melakukan pemurnian fraksi sehingga diperoleh suatu isolat dengan gabungan berbagai metode kromatografi.

II. PRINSIP PERCOBAAN1. Ekstraksi Metode penarikan suatu senyawa dari bahan mentah atau setengah murni dengan perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai. Dalam hal ini ekstraksi simplisia tumbuhan obat dilakukan dengan metode ekstraksi yaitu soxhlet. Like Dissolve Like Suatu senyawa cenderung mudah larut dalam pelarut yang memiliki kepolaran yang relatif sama 2. Bobot JenisPerbandingan kerapatan zat terhadap kerapatan air. 3. Dinamolisis 4. Ekstraksi cair-cairEkstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

III. TEORI3.1. EkstraksiEkstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi, 1986).Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai (Sudjadi, 1986).2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu (Sudjadi, 1986).3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional (Sudjadi, 1986).4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Sudjadi, 1986).Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Sudjadi, 1986).3.1.1 Jenis Ekstraksi 1. Ekstraksi secara dingin Metode maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Dinda, 2008).Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut : Modifikasi maserasi melingkar Modifikasi maserasi digesti Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat Modifikasi remaserasi Modifikasi dengan mesin pengaduk (Dinda, 2008).2. Ekstraksi secara panas Metode refluks Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator (Dinda, 2008). Metode SoxhletasiSoxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Dinda, 2008).Keuntungan metode ini adalah : Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Digunakan pelarut yang lebih sedikit Pemanasannya dapat diatur (Dinda, 2008).Kerugian dari metode ini : Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif. Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah (Dinda, 2008). Metode Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Dinda, 2008).

Metode destilasi uap Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Dinda, 2008).3.1.2 Prinsip ekstraksi1. Prinsip maserasiPenyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Dinda, 2008).2. Prinsip perkolasiPenyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan (Dinda, 2008).3. Prinsip soxhletasiPenarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Dinda, 2008).4. Prinsip refluksPenarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Dinda, 2008).5. Prinsip destilasi uap airPenyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Dinda, 2008).6. Prinsip rotavaporProses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10 C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Dinda, 2008). Prinsip ekstraksi cair-cairEkstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Dinda, 2008). Prinsip kromatografi lapis tipisPemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Dinda, 2008). Prinsip Penampakan Nodaa. Pada UV 254 nmPada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Dinda, 2008).b. Pada UV 366 nmPada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Dinda, 2008).c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Dinda, 2008).3.2. Parameter Ekstrak3.2.1 Organoleptik ekstrakPemeriksaan menggunakan pancaindera meliputi bau, bentuk, warna dan rasa ekstrak (Muhtadi, 2008).3.2.2 Rendemen ekstrakHasil ekstraksi setelah dikeringkan diperoleh sebagai rendemen, yaitu perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat simplisia awal. (Muhtadi, 2008).3.2.3 Berat Jenis EkstrakBerat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama pada suhu 4 atau temperatur lain yang tertantu. Notasi berikut sering ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25/25, 25/4, dan 4/4. Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara saat zat ditimbang, angka yang berikutnya menunjukkan temperatur air yang digunakan (Martin, et. al., 1983).Berat jenis larutan etanol dapat diukur dengan piknometer. Berat jenis larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol dalam larutan tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat jenis lebih kecil daripada air sehinnga semakin kecil berat jenis larutan berarti jumlah atau kadar etanol semakin banyak.Berat jenis sampel = (Mardoni, 2005)Bobot jenis ekstrak dihitung dengan menggunakan piknometer. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak yang telah diencerkan 5% dan 10% menggunakan etanol 96% sebagai pelarut. Dimana didapatkan hasil sebesar 0, 8293 m/v 2.10-4 untuk pengenceran 5% dan 0,8489 m/v 5.10-5 untuk pengenceran 10%. Ini menggambarkan besarnya massa persatuan volume untuk memberikan batasan antara ekstrak cair dan ekstrak kental, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi (Departemen Kesehatan RI, 2000).3.2.4 Kadar Air EkstrakPenetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan titrasi langsung atau tidak langsung (pereaksi Karl-Fischer), destilasi atau gravimetri (Departemen Kesehatan RI, 2000).Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air, hingga harus dilindungi dari pengaruh kelembapan udara. Cara penetapan, dapat dilakukan dengan titrasi dan destilasi. Titrasi dapat dilakukan dengan titrasi langsung dan titrasi tidak langsung, pereaksi yang digunakan Karl Fischer dan larutan baku air-metanol. Sedangkan cara destilasi menggunakan pereaksi toluene (Departemen Kesehatan RI, 1980).a. Titrasi LangsungKecuali dinyatakan lain, masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang seksama yang mengandung 10-50 mg air, ke dalam labui titrasi, aduk selama 1 menit. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya (Departemen Kesehatan RI, 1980).b. Titrasi Tidak LangsungMasukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi dari Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat ditimbang seksama yang mengandung 10-50 mg air, campur. Tambahkan pereaksi Karl Fischer berlebih dan yang diukur seksama, biarkan selama beberapa waktu hingga reaksi sempurna. Titrasi kelebihan pereaksi dengan larutan baku air-metanol (Departemen Kesehatan RI, 1980).c. DestilasiBersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan air, keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering masukkan sejumlah zat yang ditimbang seksama yang mengandung 2-4 ml air. Jika zat berupa pasta, timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher labu. Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak mendadak, tambahkan dengan pasir kering yang telah dicuci secukupnya hingga mencukupi dasar labu atau sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 200 ml toluen ke dalam labu, hubungkan alat. Tuang toluen ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit (Departemen Kesehatan RI, 1980).Setelah toluen mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tipa detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan dengan kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah iar dan toluen memisah sempurna, baca volume air (Departemen Kesehatan RI, 1980).

3.2.5 Kromatografi Lapis TipisTeknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1988).Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat adalah : Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan) Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi/penjerapan) Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Gritter et. al., 1991).Sekarang kromatografi mencakup beberapa macam proses didasarkan pada distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel antara dua fasa. Salah satu fasa yang tinggal dalam sistem dinamai fasa diam (stationary phase), fasa lain yang melalui fasa diam dinamai fasa gerak (mobile phase). Pergerakan dari fasa gerak menimbulkan migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel (Tjokronegoro, 2000).Fasa diamKondisi optimum suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam KLT fasa diam harus mudah didapat. Fasa diam berupa lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter, 1991).

Jenis-jenis fasa diam yang dapat digunakan : Silika gel : Silika gel dengan pengikat Silika gel dengan pengikat dan indikator fluorosensi Silika gel tanpa pengikat dengan indikator fluorosensi Silika gel tanpa pengikat Silika gel untuk preparatif Alumina Keiselguhr Selulosa (Sudjadi, 1988)Fasa GerakUntuk fasa diam yang menggunakan silika gel, alumina, dan fasa diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair paling banyak digunakan, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan etanol), benzene, sikloheksan dan eter petroleum. Campuran pelarut yang terdiri dari dua atau tiga pelarut dapat pula digunakan. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hydrogen dalam satu seri dari hidrofil sampai ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat berbeda memungkinkan didapatnya sistem pelarut yang cocok (Sudjadi, 1988).Faktor Retensi (Rf)Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi Rf:Rf = Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum (Sudjadi, 1988).3.2.6 DinamolisisDinamolisis adalah suatu metode yang digunakan untuk identifikasi zat berdasarkan diameter. Dinamolisis dapat dilakukan dengan cara kertas saring Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada cawan petri yang berisi maserat atau ekstrak cair. Kemudian dibiarkan sampai terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10 menit (Departemen Kesehatan RI, 2000).3.3. Kampheriae rhizoma

KlasifikasiKingdom: Plantae (Tumbuhan)Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)Sub Kelas: CommelinidaeOrdo: ZingiberalesFamili:Zingiberaceae(suku jahe-jahean)Genus:KaempferiaSpesies:Kaempferia galangaL. (Dinda,2008).

IV. ALAT dan BAHANAlat : Alat soxhlet Beaker glass besar Botol bening besar Botol coklat Cawan penguap Cawan petri Corong pisah Gelas ukur Kertas saring whatman Lemari pendingin Maserator Pelat silika gel Piknometer Pipa kapiler Rotavapor Timbangan Spektroskopi UV 254 dan 366 nmBahan : Etanol 70% Larutan pengembang = n-heksan : etil asetat (4:1) Simplisia Kaempheriae rhizoma

V. PROSEDUR PERCOBAAN5.1. Ekstraksi Dengan Alat SoxhletTuangkan 200ml pelarut etanol 95% ke dalam labu alas bulat atau sampai kurang lebih 1/2 - 2/3 bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Serbuk simplisia sebanyak 100 gram disiapkan dalam kertas saring whatman dan dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Alat soxhlet dipasang sesuai tempatnya. Serbuk simplisia dibasahkan dengan etanol 95% sebanyak 100 ml dan heating mantle dinyalakan sampai suhu mencapai titik didih pelarut. Ekstraksi simplisia sampai pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.5.2. MaserasiSerbuk simplisia dimasukkan ke dalam maserator,kemudian ditambahkanpelarut etanol 70% lalu dibiarkan selama 10 menit agar proses pembasahan simplisia berlangsung,kemudian ditambahkan pelarut etanol 3 x 100 ml sampai seluruh serbuk terendam. Didiamkan selama 24 jam. Ekstrak cair yang diperoleh disaring kedalam penampung. Ekstraksi diulangi sampai ekstrak cair yang diperoleh hamper tidak berwarna. Dipekatkan menggunakan rotavapor selama 3 jam lalu diuapkan diatas cawan penguap sampai kental. Ditimbang setiap hari untuk mengetahui ada atau tidaknya pengurangan bobot yang signifikan.

5.3 Rendemen EkstrakDiambil 20 ml ekstrak yang diperoleh dari hasil rotavapor, dimasukkan ke cawan penguap dan diuapkan di atas penangas air sampai diperoleh bobot yang tetap. Berat ekstrak ditentukan setelah penguapan dengan mengurangkan dengan bobot cawan kosong, kemudian dihitung rendemen ekstrak (% b/b).5.4 DinamolisisDisiapkan kertas saring whatman berdiameter 10 cm. Lalu titik pusat kertas whatman tersebut dilubangi dan dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Ekstrak cair sebanyak 20 ml dituang ke dalam cawan petri. Cawan petri ditutup oleh kertas whatman yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai terjadi difusi sirkular selama 10 menit.5.5 Penetapan Bobot Jenis EkstrakDitimbang piknometer dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu piknometer dikosongkan dan dikeringkan kembali dan diisi penuh dengan ekstrak encer hasil refluks, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat dihitung kerapatan ekstrak.5.6 Kromatografi Lapis TipisDisiapkan pelat silika gel sebagai penyerap berukuran 10 x 2 cm. Lalu pelat tersebut ditandai dengan cara memberi dua buah garis yang masing-masing berjarak 1 cm dari ujung bawah dan atas.Kemudian disiapkan larutan pengembang untuk simplisia Kaempheriae rhizoma yaitu n-heksan dan etanol dengan perbandingan 4:1. Pengembang ditempatkan pada wadah yang telah disediakan. Tinggi pengembang dari dasar wadah tidak lebih daripada 1 cm. Kemudian wadah ditutup dan ditunggu hingga larutan pengembang jenuh dan ditandai dengan hangatnya suhu di dalam wadah.Setelah itu pipa kapiler yang telah disediakan dibersihkan dengan ditotolkan ke dalam metanol lalu dikeringkan. Setelah itu ekstrak hasil ekstraksi ditotolkan pada pelat silika gel yang telah disiapkan. Silika gel ditempatkan di wadah berisi pengembang. Dan perambatan spot diamati. Setelah jarak rambat pengembang mencapai batas ujung pelat, pelat diangkat dari wadah. Pelat kemudian disemprot dengan penampak bercak. Lalu spot diamati secara berturut-turut di bawah sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kemudian dihitung Rf dari tiap-tiap spot lalu dibandingkan dengan literatur.5.7 Kadar Air EkstrakDimasukkan sejumlah 2 gram ekstrak kental ke dalam labu bersih dan kering kemudian ditambahkan 200 ml toluen, dan alat dihubungkan. Toluen dituangkan ke dalam labu penerima melalui alat pendingin dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam % v/b.

5.8 Ekstraksi Cair-cair

Ekstrak kental ditimbang sebanyak 0.5 gram dan ditambahkan etanol hingga larut kemudian di tambahkan aquadest hingga 300ml. Kemudian masukkan larutan ekstrak ke dalam corong pisah dan tambahkan pelaut kedua (N-heksan) sama banyak dengan pelarut pertama. Lalu larutan dikocok dalam corong pisah dengan seksama sambil sesekali udara dalam corong dikeluarkan. Kemudian larutan didiamkan dalam corong pisah sampai kedua pelarut terpisah sempurna dan pisahkan lapisan N-heksan. Proses pengocokan ini diulangi sampai diperoleh fraksi N-heksan yang hampir tidak berwarna sebanyak 3 kali pengulangan. Lapisan air dalam corong pisah kemudian dikocok kembali dengan pelarut etil asetat dengan cara yang sama seperti dengan pelarut N-heksan.

5.9 Analisis KLT ekstrak dan fraksi

Fraksi-fraksi dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis, penjerap silika gel GF 254, pengembang N-heksan dan etil asetat (8:2), penampak bercak visual atau sinar ultraviolet 254 nm.

5.10 KLT preparatifSejumlah fraksi N-heksan yang diperoleh dari metode ECC yang terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut etanol dan digabungkan lalu di uapkan hingga agak pekat kemudian ditutulkan secara berderet pada pelat kaca yang dilapisi silika gel, sampai membentuk pita sebagai garis awal pengembangan, lalu dikeringkan di udara beberapa saat. Larutan pengembang disiapkan dan dijenuhkan dengan pelarut pengembang etil asetat : n-heksan = 2 : 8 dalam 300 ml larutan pengembang. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang (etil asetat : n-heksan = 2 : 8) dan kromatografi dilakukan sampai tanda batas pengembangan pelarut. Pita yang terbentuk diamati secara visual atau dengan sinar UV, dikerok empat pita yang terbentuk, pita yang didapat disimpan untuk kemudian dilarutkan dengan pelarut etanol .

5.11 KLT biasaPada pelat silika berukuran 410 cm ditutulkan masing-masing fraksi hasil pemisahan dengan KLT preparatif yang terdapat dalam botol vial. Setelah itu, pelat silika dikembangkan dalam 10 mL cairan pengembang etil asetat : n-heksan ( 2 : 8 ) sampai bercak mencapai tanda batas. Bercak yang diperoleh diamati dengan cahaya visibel, dengan menggunakan penampak bercak UV 254 nm dan UV 366, pola kromatogramnya kemudian dicatat dan di tentukan fraksi yang murni dan terdiri dari satu spot untuk dilakukan KLT 2 arah.

5.12 KLT 2 arahFraksi ditutulkan pada batas awal kiri bawah pada pelat silika berukuran 5x5 cm. Setelah itu pelat silika dikembangkan dalam 10mL cairan pengembang n-haksan : etil asetat (8 : 2) hingga mencapai tanda batas, kemudian pelat silika diputar 90o dan dikembangkan lagi dalam pelarut yang sama hingga bercak mencapai tanda batas. Bercak yang diperoleh diamati dengan sinar visibel, dengan penampak bercak uv 254 nm, dan dengan penampak bercak uv 366 nm. Pola kromatogram diamati dan dicatat, kemudian dihitung Rf-nya.

VI. DATA PENGAMATAN1. Organoleptik EkstrakBentuk: CairWarna: BeningBau: AromatisRasa: PahitPh: 6

Kertas Ph indikator2. Rendemen EkstrakBerat simplisia : 100 gramVolume ekstrak yang diperoleh : 188 mlBerat ekstrak kental total : 0,337 gramRandemen= = 0,337 % b/b

3. Bobot Jenis EkstrakBerat piknometer kosong : 13,51gramBerat piknometer + air : 23,23 gramVolume piknometer : 10 mlBerat air : 9,72 gramKerapatan air : 0,072 gram/mlBerat piknometer + ekstrak : 21,56 gramBerat ekstrak : 8,03 gramKerapatan ekstrak : 0,803 gram/mlBobot jenis ekstrak = = = 0,826

4. Kadar Air EkstrakBerat ekstrak uji: 1 gramVolume toluena: 50 mlKadar air: 10 % v/b5. Pola Kromatogram Lapis Tipis No. BercakRfPENGAMATAN

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

10,3012Kuning pudarUnguHijau

20,71BeningUnguHijau

30,75BeningUnguHijau

40,50BeningUnguHijau

UV 366 nmUV 254 nm6. Pola DinamolisisUkuran Pola Dinamolisis : No lingkaranWarnaDiameter

1Bening2 cm

2Kuning pudar2,7 cm

3Bening4,6 cm

Pola dinamolisi

7. Fraksi ekstraksi cari-cairEkstrak etanol :No. BercakRFPengamatan

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

10.75Tidak berwarnaUnguHijau

Fraksi N-heksan :No. BercakRFPengamatan

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

10.78Tidak berwarnaUnguHijau

Fraksi Etil asetat :No. BercakRFPengamatan

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

10.7Tidak berwarnaUnguHijau

Fraksi air :No. BercakRFPengamatan

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

1----

sinar tampak

8. Kromatografi 2 arahNo. BercakRFPengamatan

Sinar tampakUV 254 nmUV 366 nm

10.75Tidak berwarnaunguhijau

UV 366 nmUV 254 nmVII. PEMBAHASANPada percobaan kali ini dilakukan ekstraksi simplisia Kaempheriae rhizoma untuk memperoleh metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang dipakai adalah metode ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara dingin. Metode ekstraksi cara panas memiliki keuntungan yaitu jumlah pelarut yang digunakan tidak boros (karena ekstraksi berulang) dan prosesnya lebih cepat tetapi kelemahannya adalah dapat merusak metabolit yang bersifat termolabil. Metode ekstraksi cara panas yang digunakan dalam ekstraksi simplisia Kaempheriae rhizoma adalah soxhletasi dan digunakan juga matode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi.Prinsip kerja alat soxhlet adalah serbuk yang akan diekstraksi diletakkan pada selongsong (terbuat dan kertas saring yang kuat) dan ditempatkan pada bagian dalam alat soxhlet. Kemudian dipasang labu alas bulat yang sesuai dengan ukurannya, diisi pelarut melalui bagian atas alat soxhlet, sehingga terjadi 2x sirkulasi. Pada bagian atas dipasang pendingin balik. Jika pelarut dididihkan uap akan keluar ke atas melalui pipa menuju pendingin balik dan akan dikondensasikan. Uap yang telah dikondensasikan akan turun dengan tetesan pelarut dan kemudian jatuh ke selongsong yang berisi bahan yang diekstraksi. Larutan akan berkumpul dan setelah larutan mencapai tinggi maksimal di atas soxhlet, secara otomatis larutan akan turun mengalir ke dalam labu alas bulat. Dengan demikian bahan dikatakan telah mengalami lx sirkulasi. Proses ini akan terjadi terus menerus secara otomatis sampai ekstraksi sempurna. Selanjutnya senyawa hasil ekstraksi dapat diambil dari larutan yang terkumpul dari labu alas bulat.Sebanyak 200 ml perlarut etanol 95% dituangkan ke dalam labu alas bulat atau sampai kurang lebih / bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Serbuk simpilisia sebanyak disiapkan dalam kertas saring Whatman dan dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Alat soxhlet dipasang sesuai tempatnya dan ditambahkan pelarut dari bagian atas tabung Soxhlet untuk pembasahan simplisia dan dinyalakan heating mantle sampai suhu mencapai titik didih pelarut. Simplisia diekstraksi sampai tetsan pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.Bahan yang akan digunakan dalam ekstraksi dengan alat soxhlet ini adalah simplisia. Simplisia dipilih karena kandungan air di dalam sel tanaman telah dihilangkan sehingga akan diperoleh rendemen dalam jumlah yang lebih banyak. Menurut literatur, akan diperoleh rendemen 4x lebih banyak daripada tanaman basah. Selain itu, penghilangan kandungan air dalam sel tumbuhan akan mempermudah dalam memperoleh ekstrak kental. Simplisia yang digunakan sebelumnya dihaluskan terlebih dahulu agar senyawa kimia yang terdapat di dalam sel dapat terbawa oleh pelarut. Akan tetapi, proses penghalusan tidak boleh berlebihan karena simplisia yang berupa serbuk mempunyai ruang antar partikel yang terlalu rapat. Dengan demikian, pelarut akan sulit turun ke labu penampung dan tertahan di dalam serbuk simplisia.Etanol digunakan sebagai pelarut karena sifatnya semipolar sehingga memungkinkan tertariknya hampir seluruh senyawa aktif yang ada di dalam Kaempheriae rhizoma. Sebenarnya akan lebih baik apabila digunakan metanol sebagai pelarut karena sifat/kepolarannya paling mirip dengan sel tumbuhan. Akan tetapi, metanol bersifat toksik sehingga kurang baik digunakan. Etanol yang digunakan 95%. Kandungan air dalam pelarut sebesar 30% diperlukan agar pelarut dapat masuk sampai ke dalam sel.Kertas Whatman digunakan untuk menampung simplisia karena pelarut menembus kertas dan turun menuju labu penampung. Selain itu, ketebalan pun lebih baik daripada kertas saring biasa sehingga memperkecil kemungkinan kertas saring menjadi sobek. Apabila kertas saring sobek, simplisia yang diekstraksi akan menyumbat pelarut yang turun menuju labu penampung.Ekstrak yang diperoleh dari penampungan soxhletasi kemudian diuapkan dengan rotavapor pada suhu 70C. Tujuannya adalah untuk membebaskan ekstrak dari pelarutnya, yakni etanol titik didih etanol lima puluh derajat. Etanol yang terpisah pun nantinya dapat ditampung dan dipergunakan lagi untuk keperluan lain. Setelah tidak ada lagi etanol yang turun ke labu penampungan, proses evaporasi dihentikan. Ekstrak yang sudah cukup kental kemudian dipekatkan lagi dengan proses penangasan agar sisa kandungan air dapat menguap. Ketika bobot ekstrak telah stabil, ekstrak disebut dengan ekstrak kental.Keuntungan penggunaan alat soxhlet: Cairan penyari yang dibutuhkan lebih sedikit. Zat aktif yang diperoleh lebih banyak. Tidak diperlukan penambahan penyari karena menggunakan sistem tertutup, dimana volume penyari tidak berubah. Waktu yang dibutuhkan dengan metode ini lebih singkat daripada proses maserasi.Kerugian penggunaan alat soxhlet: Teknik ekstraksi ini tidak cocok untuk penarikan senyawa aktif yang termolabil atau tidak tahan panas. Diperlukan teknik penggunaan alat yang lebih rumit bila dibandingkan dengan maserasi.Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan alat destilasi :1. Memastikan air mengalir dalam kondensor, hal ini penting karena air harus selalu mengalir supaya proses kondensasi uap berjalan dengan baik. Karena untuk berjalannya kondensasi air harus selalu dalam keadaan dingin. 2. Menggunakan boiling chip dalam labu destilasi, boiling chip ini berfungsi untuk mencegah bumping atau letusan.3. Memastikan peralatan destilasi berada dalam keadaan lurus dan sejajar (tidak miring). 4. Menggunakan vaseline dalam sambungan antara labu destilasi, vaseline ini digunakan supaya tidak ada uap yang mengalir keluar dan memudahkan melepaskan labu destilasi pada alat pada saat destilasi selesai, karena terkadang pada saat destilasi selesai apabila tidak dilapisi vaselin maka sambungan antara labu destilasi dan alat sering susah dibuka.5. Memastikan semua rongga pipa pada alat destilasi stahl terisi air, hal ini berfungsi supaya minyak atsiri yang didapat dari proses destilasi tertangkap oleh air.Dalam ekstraksi Kaempheria rhizoma digunakan juga tehnik ekstraksi cara dingin yaitu maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karenadapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akanmemberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalampelarut tersebut. Secara umum pelarut methanol atau etanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam maserator,kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% lalu dibiarkan selama 10 menit agar proses pembasahan simplisia berlangsung,kemudian ditambahkan pelarut etanol 3 x 100 ml sampai seluruh serbuk terendam. Didiamkan selama 24 jam. Ekstrak cair yang diperoleh disaring kedalam penampung. Ekstraksi diulangi sampai ekstrak cair yang diperoleh hamper tidak berwarna. Dipekatkan menggunakan rotavapor selama 3 jam lalu diuapkan diatas cawan penguap sampai kental. Ditimbang setiap hari untuk mengetahui ada atau tidaknya pengurangan bobot yang signifikan.Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedangkerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksisampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur kerasseperti benzoin, tiraks dan lilin.Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut: Modifikasi maserasi melingkar\ Modifikasi maserasi digesti Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat Modifikasi remaserasi Modifikasi dengan mesin pengadukTerhadap ekstrak Kaempheria rhizoma kemudian dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak. Terdapat 6 pemeriksan parameter ekstrak yang perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dari ekstrak Kaempheria rhizoma.Pemeriksaan parameter ekstrak yang pertama dilakukan yaitu pemeriksaan organoleptik ekstrak Rhei radix. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan pancaindera untuk mendeskripskan bentuk, warna, bau dan rasa. Ekstrak Kaempheria rhizoma yang didapat dari hasil ekstraksi dengan alat soxhlet berupa cairan berwarna bening yang memiliki bau khas aromatis dengan rasa yang pahit. Pemeriksaan parameter ekstrak yang kedua yaitu melakukan pemeriksaan terhadap rendemen ekstrak. Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sebanyak 188 ml ekstrak kental yang didapat dari hasil evaporasi disimpan ke dalam cawan penguap. Sebelumnya cawan penguap ditimbang, didapat berat kosong cawan penguap yaitu 139,22 g. Berat cawan penguap+ekstrak kental juga ditimbang, didapat beratnya yaitu 325,34 g. Kemudian ekstrak kental Rhei radix dalam cawan penguap diuapkan di atas penangas air dengan temperature 40-50oC sampai didapat bobot tetap. Setelah itu, berat cawan penguap+ekstrak setelah penguapan ditimbang. Untuk menghitung persentase rendemen ekstrak Kaempheriae rhizoma, berat ekstrak total Kaempheriae rhizoma dan berat simplisia awal harus diketahui, berat ekstrak total didapat dari hasil pengurangan antara berat cawan penguap+ekstrak setelah penguapan dengan berat cawan penguap kosong, didapat berat ekstrak Rhei radix total yaitu 0,337 g, sedangkan berat simplisia awal yaitu 100 g. Dengan menggunakan rumus :% Rendemen = berat ekstrak total x 100% berat simplisiadidapat persentase rendemen ekstrak Rhei radix sebesar 0,337%. Besarnya persentase rendemen ini menunjukan bahwa dari berat total simplisia Rhei radix sebanyak 100 g hanya terkandung ekstrak Rhei radix sebesar 0,337%. Banyaknya rendemen yang dihasilkan ternyata tergantung dari keadaan tanaman simplisia dan proses ekstraksi yang dilakukan. Untung mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman simplisia harus bermutu baik selain itu proses ekstraksi yang dilakukan pun haruslah baik.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak yang ketiga, yaitu penetapan bobot jenis ektrak Kaempheriae rhizoma. Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume yang sama ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penentuan bobot jenis berlangsung dengan piknometer, areometer, timbangan hidrostatik (timbangan Mohr-Westphal) dan cara manometris. Namun pada praktikum kali ini, bobot jenis ditentukan dengan piknometer. Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruangan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang air. Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Optimum ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet. Pada praktikum kali ini yang digunakan adalah piknometer tipe botol. Untuk mengetahui bobot jenis ekstrak Rhei radix, pertama-tama berat piknometer kosong ditimbang, didapat beratnya yaitu 13,51 g. Pada saat akan ditimbang piknometer tidak boleh dipegang langsung oleh tangan, harus menggunakan tisu, karena pada tangan terdapat minyak atau lemak yang akan ikut tertimbang pada saat penimbangan sehingga berat piknometer tidaklah akurat. Kemudian piknometer ditambahkan dengan air, ditimbang beratnya, didapat berat piknometer+air sebesar 23,23 g. Kerapatan air dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus :air = berat air volume airberat air 9,72 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+air dengan berat piknometer kosong, sedangkan volume air sama dengan volume piknometer yaitu 10 ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan air yaitu 0,072 g/ml.Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak Kaempheriae rhizoma, ditimbang, didapat berat piknometer+ekstrak sebesar 21,56 g. Kerapatan ekstrak ditetapkan dengan menggunakan rumus :ekstrak = berat ekstrak volume ekstrakberat ekstrak 8,03 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+ekstrak dengan berat piknometer kosong, sedangkan volume ekstrak sama dengan volume piknometer yaitu 10 ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan ekstrak yaitu 0,803 g/ml.Setelah diketahui kerapatan air dan kerapatan ekstraknya, bisa didapat bobot jenis ekstrak menggunakan rumus : Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak Kerapatan airDari hasil perhitungan didapat bobot jenis ekstrak yaitu sebesar 0,826.Selanjutnya adalah penetapan kadar air ekstrak. Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode distilasi menggunakan toluen. Sejumlah berat ekstrak (2 gram) dimasukkan dalam labu destilasi dan ditambahkan toluen, lalu dipasangkan pada alat destilasi. Larutan toluen akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan kembali dan terpisah dari ekstrak. Begitupun dengan air akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan terpisah dari ekstrak. Molekul air akan bergerak menuruni lapisan toluen karena berat jenis air lebih besar dari berat jenis toluen. Volume air dapat terlihat pada skala pembacaan. Setelah itu, fraksi air dapat dipisahkan dari fraksi toluen dan fraksi toluen dapat digunakan kembali untuk distilasi berikunya. Kadar air dapat dihitung dengan membagi volume fraksi air dengan berat ekstrak yang ditentukan kadar airnya. Dari percobaan diperoleh kadar air sebesar 10 % v/bPemeriksaan parameter ekstrak yang kelima adalah pola kromatografi lapis tipis. Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan pada ekstrak cair yang diperoleh. Larutan pengembang sebagai fasa gerak digunakan n-heksan dan etanol dengan perbandingan 4 : 1. Fase gerak dibiarkan selama 1 jam agar terjadi penjenuhan. Sebagai tanda bahwa telah terjadi penjenuhan pada bejana kromatografi, dapat ditentukan dengan memasukkan jari ke dalam bejana. Bejana telah jenuh jika suhu di dalam bejana dirasakan hangat. Perlu diperhatikan bahwa bejana harus diusahakan selalu dalam keadaan tertutup agar pengembang tidak menguap ke luar. Sampel ditotolkan pada plat silika gel (fasa diam) yang telah diberi 2 tanda dengan pensil. Penotolan pada tanda pertama dilakukan sebanyak 5 kali penotolan, dan tanda yang kedua dilakukan penotolan sebanyak 10 kali. Penotolan dilakukan dalam interval waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar, juga penotolan dilakukan saat totolan sebelumnya sudah kering. Selanjutnya plat silika gel dimasukkan dalam bejana berisi pengembang dan diamati pergerakan totolan sampai pengembang mencapai batas atas plat, lalu dikeringkan dan diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Penampakan warna digambar dan nilai Rf dihitung. Pada sinar tampak terdapat bercak kuning pudar tanpa penambahan zat apapun, pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm tidak terlihat adanya bercak dan berwarna ungu, dan pada sinar UV 366 nm tidak terlihat bercak dan berwarna hijau.Dan pemeriksaan yang terakhir adalah pola dinamolisis. Kertas saring Whatman berdiameter 10 cm dilubangi titik pusarnya, kemudian dipasangi sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada cawan petri yang berisi maserat/ekstrak cair. Proses difusi sirkular dibiarkan terjadi selama 10 menit. Gambaran dinamolisis diamati.Kertas saring Whatman digunakan karena serat selulosanya memungkinkan adanya difusi sirkular senyawa. Kertas saring Whatman yang digunakan harus dalam keadaan utuh (tidak dilipat) untuk menghindari perubahan pola dinamolisis karena kedudukan kertas telah berubah. Sumbu yang terpasang pada titik pusat kertas saring Whatman memungkinkan ekstrak cair untuk merembes melalui selulosanya dan naik ke kertas saring Whatman untuk membentuk difusi sirkuler. Sumbu ini tidak boleh terlalu tebal untuk mempermudah proses difusi pada kertas. Dari hasil pengamatan, diperoleh 3 pola lingkaran dengan kepekatan warna kuning dan diameter yang berbeda, yakni:1. Diameter I:2 cmWarna:bening2. Diameter II:2,7 cmWarna:kuning pudar3. Diameter III:4,6 cmWarna:beningPerbedaan diameter ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Dengan kata lain, di dalam ektrak terdapat 3 jenis senyawa aktif yang berbeda.Setelah didapatkan ekstrak kental dari ekstraksi dengan cara soxhlet, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ini merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.Pertama-tama prosedur yang dilakukan adalah menimbang ekstrak kental sebanyak 0.5 gram kemudian dilarutkan dengan etanol hingga larut. Setelah itu di tambahkan air hingga volumenya menjadi 300 ml. Proses ini berlangsung di dalam corong pisah. Corong pisah dipilih sebagai tempat ekstraksi cair-cair karena agar mempermudah saat pemisahan fase antara ekstrak dengan pelarut yang terjadi. Pelarut pertama yang digunakan adalah N-heksan. N-heksan ini merupakan pelarut yang bersifat nonpolar. N-heksan yang ditambahkan ke dalam larutan ekstrak sama banyak yaitu 300 ml. Penambahan N-heksan ini harus sambil dikocok dan sesekali corong pisah di buka agar gas yang terdapat di dalam corong pisah dapat keluar. Setelah pengocok selesai, tahap selanjutnya yaitu corong pisah didiamkan hingga terdapa 2 fase yaitu fase ekstrak dengan fase N-heksan. Apabila fase telah terpisah, kemudian fraksi N-heksan di ambil dan ditampung dalam botol kaca. Sedangkan fraski ekstrak sisa yang masih ada kemudian di larutkan kembali dengan N-heksan masing-masing 300 ml sebanyak 2 kali pengulangan lagi. Ini dilakukan agar didapatkan hasil yang banyak dari fraksi N-heksan dengan pelarut yang selalu fresh dan tidak jenuh. Penambahan N-heksan ini dilakukan dengan prosedur yang sama. Fraksi N-heksan yang didapat kemudian diuapkan hingga menjadi fraksi N-heksan yang kental.Setelah didapatkan hasil dari pemisahan dengan pelarut N-heksan, prosedur selanjutnya yaitu melarutkan fraksi cair yang tersisa kembali menggunakan pelarut etil asetat. Etil asetat ini merupakan pelarut jenis semipolar. Jumlah etil asetat yang ditambahkan ke dalam corong pissah sama banyak dengan jumlah fraksi ekstrak yang tersisa yaitu 300 ml. Kemudian corong pisah di kocok sambil sesekali udara yang terdapat dalam corong pisah di keluarkan. Setelah proses pengocokkan selesai, proses selanjutnya yaitu mendiamkan corong pisah hingga terjadi pemisahan 3 fase antra fraksi etil asetat dengan fraksi ekstrak. Kemudian fraksi etil asetat yang terpisah ditampung dalam botol kaca. Prosedur ini dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali dengan pelarut yang sama yaitu etil asetat masing-masing sebanyak 300 ml. Fraksi etil asetat yang ditampung dikumpulkan ke dalam 1 botol kaca, kemudian farksi etil asetat yang telah ditampung diuapkan hingga menjadi fraksi kental etil asetat. Penguapan ini dilakukan agar air yang terdapat dalam fraksi bisa menguap dan hanya di peroleh fraksi yang ada di dalam pelarut yang digunakan.Setelah semua fraksi telah ditampung, fraksu cair yang tersisa kemudian ditampung dan diuapkan dengan cara freeze dry hingga didapatkan fraksi kental dari air.Dari tahap ekstraksi cair-cair ini didapatkan 3 hasil yaitu fraksi dari pelarut N-heksan, farksi dari pelarut etil asetat, dan fraksi dari pelarut air. Ketiga hasil ini kemudian di uji dengan menggunakan kromatografi lapis cair untuk melihat ada di fraksi mana senyawa EPMS terdapat. Pertama-tama plat KLT silika gel GF 254 disiapka dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Plat KLT ini kemudian di beri jarak sebanyak 1 cm dari ujung atas dan ujung bawah plat sehingga didapatkan jarak tempu untuk pelarut di dalam plat KLT adalah 8 cm. Fraksi-fraksi yang ada kemudian ditotolkan di atas plat KLT dengan urutan ekstrak, fraksi N-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air. Setelah penotolan selesai kemudian di masukkan ke dalam larutan pengembang N-heksan : etil asetat (8:2) yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Proses penjenuhan ini dilakukan dengan cara mencampurkan kedua pelarut dalam bejana kromatografi kemudian larutan didiamkan hingga terasa hangat yang menandakan bahwa larutan pengembang terlah jenuh dan plat KLT sudah dapat dimasukkan ke dalam larutan pengembang. Larutan pengembang ini berperan sebagai fase gerak sedangkan plat KLT sendiri berperan sebagai fase diam. Fase gerak ini akan berjalan di fase dian hingga batas yang telah ditentukan. Fase gerak akan berjalan naik ke atas dalam plat KLT dengan jarak tempu 8 cm. Setelah mencapai 8 cm, plat KLT kemudian di angkat dari larutan pengembang dan didiamkan sebentar hingga plat KLT mengering. Kemudian plat KLT tersebut di lihat di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.Dari pengecekkan dengan menggunakan KLT ini didapati hasil bahwa terdapat bercak pada fraksi ekstrak, fraksi N-heksan, dan fraksi air. Ketiga fraksi ini menunjukkan spot yang hampir sama dengan fraksi ekstrak. Kemudian dihitung Rf nya. Didapati hasil Rf pada fraksi ekstrak adalah 0.75, Rf untuk fraksi N-heksan adalah 0.7 dan Rf untuk fraksi etil asetat adalah 0.78. Spot yang didapat dari fraksi etil asetat lebih besar dibandingkan dengan spot yang didapat dari fraksi N-heksan. Karena diketahui bahwa senyawa EPMS merupakan senyawa yang bersifat nonpolar, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa EPMS terdapat dalam fraksi N-heksan.Fraksi air, fraksi etilasetat dan fraksi n-heksan di KLT. Hasilnya fraksi n-heksan yang paling mirip Rfnya dengan literature yaitu sebesar 0.7-0.8. Fraksi n heksan kemudian di kentalkan dengan cara di evaporator, setelah fraksi n heksan kental kemudian melakukan KLT preparative, ekstrak yang digunakan jangan terlalu kental. Dan lihat hasilnya di UV 254. Buat silica untuk KLT preparative kembali (dengan cara silica gel di larutkan, kemudian di simpan kaca, ratakan permukaannya dan diamkan hingga silica gel mengering). Pada KLT ini mempunyai pengembang yaitu etil asetat : n-heksan dengan perbandingan 4:1 sebanyak 300ml (total semua pengembang). Pada KLT ini pentotolan dilakukan di sepanjang garis batas dari kiri ke kanan sehingga hasil spotnya sepanjang silica gel, tidak seperti KLT biasanya yang hanya mempunyai hasil beberapa spot. Kemudian lihat kembali di sinar UV 254, lihat bercak yang terjadi dan bandingkan dengan literature. Pada literature di sebutkan bahwa bercak yang Nampak berwarna biru sehingga bercak yang mempunyai warna biru di tandai kemudian di ambil dengan menggunakan spatel dengan cara di kerok. Hasil yang berwarna biru ini merupakan senyawa yang diharapkan mempunyai Rf yang sama dengan literature. Silica gel di ambil dan dilarutkan dengan etil asetat kemudian di KLT dengan pengembang yang sama dengan perbandingan 4:1, apabila hasil yang di dapat adalah 1 spot maka dapat dilanjutkan ke pengembang yang lebih polar, dan hasil yang di peroleh kita adalah 1 spot maka dari itu proses di lanjutkan ke tahap KLT 2 dimensi dengan cara siapkan plat 5X5 cm kemudian totolkan ekstrak di sisi kiri agar naik keatas dan plat di putar 90o lihat hasilnya ke UV254, kemudian celupkan lagi sampai tanda batas. Pada KLT 2 dimensi ini pengembang yang di gunakan sama yaitu etil asetat dan n-heksan. Setelah itu lihat lagi hasilnya. Dan hasil yang di dapatkan adalah 1 spot=murni.

VIII. KESIMPULANDari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :1. Rendemen ekstrak : 0,337 % b/b2. Bobot jenis ekstrak: 0,8263. Kadar air ekstrak: 10 % v/b4. Nilai Rf : Bercak no.1, Rf = 0,3012 Bercak no.2, Rf = 0,71 Bercak no.3, Rf = 0,75 Bercak no.4, Rf = 0,505. Pada dinamolisis diperoleh 3 lingkaran dengan warna dan diameter yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa senyawa yang terkandung dalam ekstrak.6. Dari ekstraksi cair-cair didapati hasil bahwa senyawa EPMS yang akan diisolasi berada dalam fraksi N-heksan.7. Berdasarkan metode pemurnian fraksi dengan cara KLT preparatif, didapati pita yang kemudian dilakukan pengujian dengan KLT 2 arah dan didapati hasil 1 spot yang menunjukkan bahwa fraksi yang didapat adalah murni.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1980. Materia Medika Indonesia. Edisi IV.Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.Dinda. 2008. Ekstraksi. http://medicafarma.com/2008/11/ekstraksi.htmlGritter, R. J., J. M. Bobbit and A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.Mardoni, M.M. 2005. Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol Dalam Minuman Anggur. Tersedia di: http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/mardoni.pdf [Diakses tanggal 2 April 2010]Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. 1983. Farmasi Fisik. Edisi ke-3. Penerjemah Yoshita. Jakarta: UI Press.Muhtadi. 2008. Pemisahan Fraksi Dan Senyawa-Senyawa yang Berkhasiat Antiplasmodium Dari Ekstrak Metanol Kulit Kayu Mimba. http://lppm. ums.ac.id/datas/jurnal/2.%20MUHTADI.pdfSudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta.Sudjadi. 1998. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.Tjokronegoro, R. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA UNPAD.