LAPEND PERUM beneran

Embed Size (px)

Citation preview

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

BAB I PENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGDalam Kabinet Pembangunan III (1978-1983) dan Kabinet Pembangunan IV (19831988) Mentri Muda Urusan Perumahan Rakyat, waktu itu dijabat Drs. Cosmas Batubara mempunyai program pembangunan perumahan bagi masyararakat berpenghasilan menengah-rendah sesuai dengan amanat GBHN terutama di kawasan-kawasan padat penduduk seperti kawasan ibukota Jakarta dan sekitarnya. Program ini perumahan rakyat ini merupakan kerjasama antara menteri Keuangan dan mentri muda Urusan perumahan rakyat memlaui kerjasama antara Perumnas sebagai institusi pemerintah dibidang pengadaan rumah sederhana dan Bank BTN sebagai Bank Nasional. Suksesnya program pengadaan rumah sederhana oleh Perumnas di Kota Jakarta seperti Klender dan Duren Sawit dihadapkan pada kendala nilai lahan yang tinggi yang berpengaruh terhadap pada kuantitas rumah terbangun yang dapat disediakan. Pada Repelita IV (1984-1989) guna menampung tingginya permintaan akan sarana hunian layak huni di kawasan Jakarta dan sekitarnya maka dipilih Kabupaten Tangerang (Kota Tangerang berdiri tahun 1993) sebagai salah satu lokasi pembangunan perumahan sederhana. Pada tahun 1984/1985 Perumnas membangun sekitar 240,8 Ha lahan di Kabupaten Tangerang yang terbagi menjadi empat tahapan pembangunan, yaitu Perumnas I, II, III dan IV yang berlokasi di Kecamatan Karawaci dan Cibodas. Setelah 26 tahun, kondisi lingkungan buatan dan bangunan fisik Perumnas yang dibangun pada tahun 1984/1985 ini pada beberapa tempat mengalami berubahan fisik dan lingkungan, pengaruh pembangunan Kota Tangerang yang pesat dan besarnya laju pertumbuhan kota Tangerang menjadikan kawasan Perumnas ini dikelilingi oleh kawasan dengan kegiatan ekonomi tinggi seperti pusat perbelajaan, apartemen, pertokoan dan lain sebagainya. Meningkatnya land value di kawasan Perumnas Karawaci ini diikuti oleh meningkatnya rasio hunian per rumah tangga,

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 1

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangrumah tipe 36 dan 54 yang dahulunya direncanakan akan dihuni oleh satu kepala keluarga dengan jumlah jiwa maksimal 5 orang, kini dihuni oleh tiga sampai lima kelapa keluarga per unit rumahnya. Degradasi lingkungan hunian ini berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan utilitas dan prasarana lingkungan di kawasan Perumnas, seperti buruknya sanitasi lingkungan, menurunnya kualitas pelayanan jaringan drainase dan jaringan jalan merupakan salah satu dampak negatif yang terjadi di kompleks Perumnas I,II,III dan IV Karawaci Kota Tangerang. Besarnya pertumbuhan penduduk dan penurunan kualtas hunian di Perumnas Karawaci ini merupakan imbas dari keberhasilan maupun suatu resiko pembangunan. Kondisi lahan semakin sempit dan mahal menjadi masalah besar pada kota yang semakin padat, permintaan akan rumah semakin tinggi, pemanfaatan lahan secara besar-besaran, mengakibatkan nilai lahan naik, dan harga unit perumahan menjadi naik, menjadi efek domino yang selalu menyertai program pengadaan perumahan. Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang tahun 20112030, mengenai regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang. Dimana terkait dengan isi penyusunan penelitian ini besar peluang untuk mengevaluasi dan menata ulang kawasan permukiman Perum Perumnas termasuk sarana dan prasarana pemukimannya, sehigga terciptanya peningkatan vitalitas kawasan termasuk didalamnya prasarana dan sarana umum permukiman guna memperoleh kualitas pemukiman yang baik. Adapun Regenerasi Kawasan sendiri bertujuan untuk menata ulang kembali kawasan yang sudah terbentuk agar mampu memenuhi kebutuhan penggunanya terkait dengan keamanan, kenyamanan lingkungan, sarana prasarana pendukung serta indikator-indikator lainnya. Maka untuk itu, Kantor Penelitian, Pengembangan, dan Statistik memandang perlu dilakukannya suatu penelitian yang mempertimbangkan kondisi faktual atas perkembangan pemukiman Perumnas sebagai suatu kawasan yang perlu diperhatikan secara khusus, dalam keterkaitannya dengan pengembangan Kota Tangerang, hingga perlu dilakukan suatu penelitian yang lebih dalam. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi kebijakan guna pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan kawasan di Kota Tangerang.

1.2 PERUMUSAN MASALAHPada bagian mengenai latar belakang telah dijelaskan bahwa penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk memotret, menganalisis dan merumuskan implikasi kebijakan dalam rangka meregenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang. Untuk mempertajam latar belakang tersebut perlu dilakukan perumusan

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 2

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangmasalah yang akan dicoba ditelaah melalui penelitian ini. Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi dari kondisi yang melatarbelakangi penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi eksisting kawasan perumnas di Kota Tangerang? 2. Bagaimana konsep regenerasi kawasan perkotaan terutama pada kawasan permukiman? 3. Bagaimana rumusan kebijakan untuk menerapkan konsep regenerasi kawasan perum perumnas?

1.3

MAKSUD DAN TUJUAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pertimbangan bagi pembuat kebijakan terkait dengan regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang guna memenuhi kebutuhan pengembangan kawasan permukiman. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Teridentifikasinya kondisi faktual mengenai tingkat pelayanan infrastruktur, sosial kemasyarakatan serta indikator lainnya yang ada di Kawasan Perumnas Kota Tangerang; 2. Terumuskannya tinjauan teoretik tentang regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang dari berbagai dimensi; 3. Diperolehnya gambaran mengenai penerapan regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang dari berbagai dimensi; dan 4. Terumuskannya implikasi kebijakan mengenai peningkatan kawasan perum perumnas di Kota Tangerang.

1.4

KELUARAN PEKERJAAN

Dalam pekerjaan Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang, yang menjadi keluaran dalam pekerjaan adalah: 1. Rumusan Kebijakan Bagi Pemerintah Daerah Kota Tangerang untuk dan atau dalam melakukan Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang; 2. Hasil analisa terhadap kondisi faktual Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang, seperti: tingkat pelayanan infrastruktur, sosial kemasyarakatan serta indikator lainnya yang ada di Kawasan Perumnas Kota Tangerang; dan 3. Hasil tinjauan teoritik tentang regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang terkait dengan konsep pengembangan Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang;

1.5

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 3

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang1.5.1 LINGKUP SUBSTANSIONAL Lingkup substansi dari penelitian ini adalah : 1. Perumusan masalah penelitian dan pertanyaan penelitian yang lebih operasional yang mempertimbangkan latar belakang penelitian, pernyataan maksud dan pernyataan tujuan penelitian. 2. Penyusunan metodologi penelitian yang sesuai dengan karakteristik kasus penelitian 3. Penyusunan tinjauan literatur terkait dengan kasus penelitian yang dijadikan sebagai pisau analisis bagi data/fakta empiris yang didapat. 4. Pengumpulan data/fakta empiris. 5. Analisis data/fakta empiris. 6. Formulasi kesimpulan, rekomendasi dan implikasi kebijakan. 1.5.2 LINGKUP WILAYAH Penelitian dilakukan seluruh kawasan Perum Perumnas I sampai IV di wilayah administrasi Kota Tangerang.

1.5

PELAPORAN

Adapun sistem pelaporan dalam pekerjaan Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

1) Laporan RutinPelaporan Kegiatan dilaksanakan dengan proses tatap muka antara pelaksana kegiatan dengan pengelola kegiatan untuk mendiskusikan progress kegiatan dan rencana kerja kedepan dengan waktu minimal 1 (satu) minggu sekali dengan jadwal yang disepakati oleh kedua belah pihak. 2) Laporan Awal Dokumen ini berisi mengenai rumusan masalah penelitian dan rumusan pertanyaan penelitian yang lebih operasional, metodologi penelitian dan tinjauan literatur, baik teoritis maupun pragmatis (best practice) yang akan dilaksanakan terkait penelitian. Draft Laporan tersebut dicetak sesuai kebutuhan dan dipresentasikan dihadapan Tim yang dibentuk untuk membahas lebih lanjut. Setelah disetujui, pelaksanaan penelitian dapat dilanjutkan. Dokumen laporan awal yang harus diserahkan adalah sebanyak 5 (lima) eksemplar. 3) Laporan Interim Dokumen ini berisi seperti yang tertuang dalam laporan awal, temuan, fakta empiris dan analisis fakta empiris hasil survey yang telah diolah. Draft Laporan tersebut dicetak sesuai kebutuhan dan dipresentasikan dihadapan Tim yang dibentuk untuk membahas lebih lanjut. Setelah disetujui, pelaksanaan penelitian

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 4

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangdapat dilanjutkan. Dokumen laporan interim yang telah disetujui diserahkan sebanyak 5 (lima) eksemplar. 4) Laporan Akhir Dokumen ini berisi detail rumusan pertanyaan penelitian yang lebih operasional yang dilaksanakan, metodologi penelitian dan tinjauan literatur yang dilaksanakan, baik teoritis maupun pragmatis (best practice), fakta empiris dan analisis fakta empiris hasil penelitian yang telah diolah, analisis fakta empiris, formulasi kesimpulan, rekomendasi penelitian, dan implikasi kebijakan. Draft Laporan tersebut dipresentasikan dihadapan Tim yang ditunjuk untuk dibahas lebih lanjut. Pelaksanaan penelitian dianggap selesai apabila tim telah menyetujui hasil yang disampaikan. Dokumen laporan akhir yang harus diserahkan adalah sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar. 5) CD Audio Visual materi penelitian CD ini merupakan film dokumenter yang menggambarkan kondisi saat survey dan kondisi saat ini, dalam bentuk audio visual. Rancangan dari film tersebut harus disampaikan pada Laporan Pendahuluan untuk dibahas selanjutnya. 6) CD Master hasil penelitian. Berisi Seluruh Dokumen yang terkait dengan penelitian termasuk dokumentasi kegiatannya.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 5

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

BAB II TINJAUAN LITERATUR2.1. ASPEK KONSEPTUAL 2.1.1 Sistem Perumahan dan PermukimanPerumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis. Persoalan perumahan dan permukiman tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah di dalam mengelola perumahan dan permukiman. Penyusunan arahan untuk penyelenggaraan perumahan dan permukiman, sesungguhnya secara lebih komprehensif telah dilakukan sejak Pelita III dalam bentuk Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan, namun penekanannya masih terbatas kepada aspek perumahan saja. Dalam perjalanannya, acuan tersebut dirasakan kurang sesuai lagi dengan berbagai perkembangan permasalahan yang semakin kompleks, sehingga diperlukan pengaturan dan penanganan perumahan dan permukiman yang lebih terintegrasi. Sehingga untuk itu perlu disusun suatu kebijakan dan strategi baru yang cakupannya dapat meliputi bidang perumahan dan permukiman sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

2.1.2 Visi dan Misi PerumahanVisi dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman didasarkan pada kondisi yang diharapkan secara realistis ideal, dengan memperhatikan kondisi yang ada, potensi kapasitas yang ditumbuhkembangkan, dan sistem nilai yang melandasi hakekat perumahan dan permukiman bagi kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi, serta dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan. (Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP, 2002)

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 6

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

A. Visi Perumahan dan permukiman merupakan salah satu sektor yang strategis dalam upaya membangun manusia Indonesia yang seutuhnya. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman, papan juga berfungsi strategis di dalam mendukung terselenggaranya pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi akan datang yang berjati diri. Karenanya, pada tempatnyalah bila Visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mengusahakan dan mendorong terwujudnya kondisi setiap orang atau keluarga di Indonesia yang mampu bertanggung jawab di dalam memenuhi kebutuhan perumahannya yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan guna mendukung terwujudnya masyarakat dan lingkungan yang berjati diri, mandiri, dan produktif. Untuk selanjutnya Visi yang ditetapkan hingga tahun 2020 di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman adalah: "Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjatidiri, mandiri, dan produktif." B. Misi Kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman relatif sangat terbatas. Sementara itu walaupun masalah perumahan merupakan tanggung jawab bersama, namun kewajiban untuk pemenuhan kebutuhan rumah tersebut pada hakekatnya merupakan tanggungjawab individual. Oleh karenanya sumber daya dan potensi masyarakat perlu ditumbuhkembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan dan permukimannya secara mandiri, dengan didukung oleh upaya pemerintah melalui penciptaan iklim yang kondusif. Gambaran yang ada tentang ketidakmampuan masyarakat untuk mewujudkan perumahannya lebih sering dikarenakan iklim yang ada belum secara optimal memberikan ruang, kesempatan dan peluang yang memadai bagi masyarakat untuk mengembangkan kapasitasnya. Dengan mengacu kepada hakekat bahwa keberadaan rumah akan sangat menentukan kualitas masyarakat dan lingkungannya di masa depan, serta prinsip pemenuhan kebutuhan akan perumahan adalah merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri, maka penempatan masyarakat sebagai pelaku utama dengan strategi pemberdayaan merupakan upaya yang sangat strategis. Sehingga Misi yang harus dilaksanakan dalam rangka mewujudkan visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman, adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan para pelaku kunci lainnya di dalampenyelenggaraan perumahan dan permukiman.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 7

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang 2. Memfasilitasi dan mendorong terciptanya iklim yang kondusif di dalampenyelenggaraan perumahan dan permukiman. 3. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya pendukung penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Untuk mencapai Visi yang diharapkan dan menjalankan Misi yang diemban, penyelenggaraan perumahan dan permukiman harus dilaksanakan sebagai satu kesatuan sistem, yang pelaksanaannya dapat dengan memanfaatkan berbagai pendekatan yang relevan secara efektif, dan yang implementasinya agar dapat disesuaikan berdasarkan kondisi lokal yang ada, yaitu: Pembangunan Yang Berkelanjutan dan Konsep TRIDAYA Penyelenggaraan Secara Multisektoral dan Terdesentralisasi Pembangunan Yang Berwawasan Kesehatan Penyelenggaraan Dengan Pengembangan Sistem Insentif 2.1.3.Isu Strategis Perumahan Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan pemerintah di dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada, antara lain sebagai berikut: 1. Isu kesenjangan pelayanan Isu kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang perumahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Di samping itu juga dapat dikarenakan adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relatif masih belum sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya ke depan perlu dikembangkan kepranataan dan instrumen penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih berorientasi kepada kepentingan seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan sosial; peningkatan dan pengembangan kapasitas profesional di bidang perumahan dan permukiman baik bagi aparat pemerintah pusat dan daerah maupun bagi pelaku pembangunan permukiman lainnya; dan pengembangan fungsi, sistem dan jejaring informasi serta diseminasi mengenai hidup bermukim yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat. 2. Isu lingkungan Isu lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, ketidakmampuan memelihara dan

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 8

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangmemperbaiki lingkungan permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman baik secara fungsional, lingkungan, maupun visual wujud lingkungan, merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan. Isu tersebut juga menjadi lebih berkembang dikaitkan dengan belum diterapkannya secara optimal pencapaian standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman yang berbasis indeks pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah. Isu manajemen pembangunan Isu manajemen pembangunan muncul umumnya karena dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu terjadinya proses marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global juga berdampak potensial terhadap meningkatnya kemiskinan serta tersisihnya komunitas informal setempat berikut terbatasnya peluang usaha. Urbanisasi di daerah yang tumbuh cepat juga merupakan tantangan bagi pemerintah, baik nasional maupun lokal, untuk menjaga agar pertumbuhannya lebih merata, termasuk dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman. Dengan demikian, pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman harus memungkinkan berkembangnya prakarsa masyarakat melalui mekanisme yang dipilihnya sendiri. Di pihak lain kemampuan membangun perumahan dan permukiman oleh komunitas harus direspon secara lebih tepat oleh pemerintah di dalam kerangka tata pemerintahan yang baik, sehingga kebutuhan akan identitas lokal masih tetap dapat terjaga di dalam kerangka pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih menyeluruh.

3.

2.1.4.Permasalahan Perumahan dan Permukiman Permasalahan secara umum bidang perumahan dan permukiman di Indonesia yang ada pada saat ini adalah sebagai berikut:

1.

Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman. a. Secara umum sistem penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman masih belum mantap baik di tingkat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi sumber daya manusia, organisasi, tata laksana, dan dukungan prasarana serta sarananya. b. Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Kapasitas pemerintah daerah juga masih relatif terbatas untuk dapat melaksanakan secara efektif penyelenggaraan

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011 Halaman 9

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangadministrasi pertanahan yang memadai, yang dapat menjamin kecukupan persediaan lahan, yang dapat mengembangkan pasar lahan secara efisien dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang kepada lahan, terutama bagi penduduk yang difabel, perempuan, dan kelompok yang rentan, dan yang mampu memfasilitasi akses kepada lahan dan keamanan status kepemilikan bagi seluruh kelompok masyarakat. c. Belum efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses perijinan pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas tanah yang masih memprihatinkan, relatif mahal dan kurang transparan; belum adanya standarisasi dokumen KPR, seleksi nasabah, penilaian kredit, dan dokumen terkait lainnya; dan proses sita jaminan yang masih berlarut-larut. Kondisi ini ikut mempengaruhi ketidakpastian pasar perumahan, serta sistem dan mekanisme pembiayaan perumahan. Untuk lebih menjamin pasar perumahan yang efisien, perlu dihindari intervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan akan perumahan, dan membuat instrumen yang fleksibel untuk regulasi perumahan, termasuk pasar sewa perumahan dengan mengingat kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat yang rentan.

2.

Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau. a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat diimbangi karena terbatasnya kemampuan penyediaan baik oleh masyarakat, dunia usaha dan pemerintah. Secara nasional kebutuhan perumahan masih relatif besar, sebagai gambaran status kebutuhan perumahan pada tahun 2000 meliputi: (i) kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) sekitar 4,3 juta unit rumah, (ii) pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap tahunnya sekitar 800 ribu unit rumah; serta (iii) kebutuhan peningkatan kualitas perumahan yang tidak memenuhi persyaratan layak huni sekitar 13 juta unit rumah (25%). b. Ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta memenuhi standar lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan). Hal ini disebabkan karena terbatasnya akses terhadap sumber daya kunci termasuk informasi, terutama yang berkaitan dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan. c. Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang menyebabkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan. Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok masyarakat miskin dan berpengahasilan rendah masih perlu

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 10

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangdimantapkan, baik melalui mekanisme pasar formal maupun melalui mekanisme perumahan yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat. Mobilisasi sumber-sumber pembiayaan perumahan masih harus d. diefektifkan dengan mengintegrasikan pembiayaan perumahan ke dalam sistem pembiayaan yang lebih luas dan memanfaatkan instrumen yang ada sekarang atau mengembangkan instrumen baru untuk lebih memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi penduduk yang mempunyai keterbatasan akses kepada kredit.

3.

Menurunnya kualitas lingkungan permukiman a. Secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih terbatas dan belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun sebagai kawasan permukiman yang berkelanjutan. Masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan secara terbatas, fasilitas sosial dan fasilitas umum, disamping masih adanya keterbatasan di bidang prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sanitasi, dan pengelolaan limbah. b. Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, menghadapi dampak kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, serta masalah keterpaduannya dengan sistem prasarana dan sarana baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dampak dari semakin terbatas atau menurunnya daya dukung lingkungan di antaranya adalah dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya, sehingga luas lingkungan permukiman kumuh seperti pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari sekitar 10.000 lokasi. Adanya perubahan fungsi lahan untuk mengakomodasi kebutuhan perumahan dan permukiman serta proses urbanisasi juga tidak selalu telah memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk dari segi keanekaragaman hayati. Secara non-fisik lingkungan, pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman juga tidak selalu telah mengantisipasi potensi timbulnya kesenjangan dan kerawanan sosial. c. Secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang positif bahwa sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang baik dan benar. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara berlanjut dijaga penataannya sehingga secara

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 11

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangpotensial dapat menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan permukiman yang spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan asset budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.

2.1.5.Strategi Kebijakan Perumahan dan Permukiman Salah satu strategi yang berkaitan dengan kebijakan perumahan dan permukiman disini adalah Pemantapan kelembagaan badan usaha, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara di bidang perumahan dan permukiman, diarahkan untuk melakukan reformasi kelembagaan guna terciptanya badan usaha yang mampu mengaktualisasikan tata pemerintahan yang baik, mampu mengembangkan manajemen strategis pengusahaan bidang perumahan dan permukiman, dan mampu meningkatkan kapasitas dan profesionalisme para pelaku secara internal sekaligus eksternal. Upaya ini perlu pula dikembangkan di lingkungan badan usaha baik milik pemerintah daerah maupun masyarakat yang berkiprah di bidang perumahan dan permukiman. Termasuk dalam hal ini lembaga badan usaha milik negara yang selama ini mendapat tugas utama untuk mendukung pengembangan perumahan dan permukiman di Indonesia, seperti Bank Tabungan Negara (BTN) dan Perum Perumnas. Reformasi kelembagaan Perum Perumnas diarahkan untuk mengembalikan orientasi kegiatan Perum Perumnas di dalam mendukung program pemenuhan kebutuhan perumahan secara nasional, selain harus tetap sehat dari sisi pengusahaan, antara lain : melaksanakan kegiatan yang sifatnya perintisan seperti pembangunan rumah sewa (termasuk Rusunawa) di kota metropolitan/besar dan kawasan industri, dan penyediaan rumah sederhana sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota-kota sedang/kecil serta kegiatan di bidang perumahan dan permukiman lainnya yang bersifat sosial maupun kegiatan lainnya yang belum menarik untuk dikembangkan oleh badan usaha milik swasta; mengembangkan anak perusahaan sebagai peningkatan usaha komersial yang mampu mengelola penyediaan lahan dan prasarana perumahan dan permukiman berskala besar sesuai dengan pengembangan kawasan perkotaan di kota metropolitan/besar; serta menjadi kepanjangan pemerintah sebagai agen pemberdayaan (enabling agent) di dalam pengembangan perumahan dan permukiman secara nasional.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 12

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang 2.3. ASPEK REGULASI 2.3.1. Tinjauan Kebijakan Perumahan dan Permukiman

2.3.1.1. Undang-undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan

a. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya melakukanpembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Maksud dari rehabilitasi adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk memulihkan fungsi hunian secara wajar sampai tingkat yang memadai. Maksud dari rekonstruksi adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan sasaran utama menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya. Maksud dari peremajaan adalah pembangunan kembali perumahan dan permukiman yang dilakukan melalui penataan secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.

b.

c.

d.

e.

f.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 13

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

2.3.1.2 Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukimana. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan; b. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan; c. Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait serta rencana, program, dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman.

2.3.2 Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) Nomor : 217/KPTS/M/2002 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP)2.3.2.1 Perkembangan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman di Indonesia Sampai menjelang berakhirnya abad dua puluh, pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan melalui kebijakan pembangunan perumahan massal yang dikenal sebagai pola pasokan. Pola pasokan tersebut diawali dengan penugasan kepada Perum Perumnas untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974, dan kemudian juga dikembangkan oleh para pengembang swasta yang juga melayani masyarakat golongan berpenghasilan menengah keatas. Namun demikian, dapat diakui bahwa masih terdapat sekitar 85% perumahan yang diupayakan sendiri oleh masyarakat secara informal. Sektor perumahan dan permukiman telah menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Investasi di sektor perumahan berkisar antara 2 8 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi investasi perumahan terhadap PDB tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Peran penting sektor perumahan dan permukiman dalam pembangunan perekonomian nasional terutama karena terkait dengan efek

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 14

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangmultiplier yang dapat diciptakan, baik terhadap penciptaan lapangan kerja maupun terhadap pendapatan nasional, yang ditimbulkan oleh setiap investasi yang dilakukan di sektor perumahan. Efek investasi di sektor perumahan atas penciptaan lapangan kerja di Indonesia adalah setiap milyar rupiah yang diinvestasikan di bidang perumahan dapat menghasilkan sekitar 105 orang-tahun pekerjaan secara langsung, sedangkan multiplier pekerjaan secara tidak langsung sekitar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap nasional pendapatan di Indonesia sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap milyar rupiah investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar 1,7 milyar rupiah.

2.3.2.2. Hakekat Perumahan dan Permukiman Penyamaan persepsi mengenai hakekat perumahan dan permukiman masih menjadi tantangan yang mendasar, mengingat bahwa berbagai persoalan penyelenggaraan perumahan dan permukiman sesungguhnya muncul dari adanya perbedaan sudut pandang para pelaku pembangunan tentang hakekat dan makna perumahan dan permukiman itu sendiri. Hal tersebut tercermin antara lain dari kebijakan dan strategi operasional yang dipilih oleh masing-masing pelaku, dan tidak mudah untuk secara efektif dapat dikoordinasikan. Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat bertumpu pada falsafah dan hakekat perumahan dan permukiman itu sendiri, yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan,sandang, pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi jatidiri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya. b. Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi di dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif. Sebaliknya kegiatan industripun semestinya dapat dilihat sebagai titik tolak untuk menangani permasalahan perumahan dan permukiman, terutama di kawasan-kawasan yang berkembang sebagai sentra atau koridor industri. Produktivitas dan efisiensi industri seyogyanya juga dapat

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 15

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangditingkatkan secara seimbang dan selaras dengan penanganan permasalahan perumahan dan permukiman bagi para pekerja industri. c. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan menengah ke bawah, rumah juga dapat merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi di dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya. Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai permasalahan yang berkaitan dengan dimensi kehidupan bermasyarakat yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, teknologi, ekologi maupun politik. Perbedaan-perbedaan sudut pandang yang ada sesungguhnya bukan untuk dipertentangkan, tetapi sebagai suatu upaya untuk memperkaya tinjauan agar dapat lebih memandang persoalan perumahan dan permukiman secara lebih holistik. Kesadaran akan adanya keragaman tersebut penting, karena hal tersebut dapat melahirkan alternatif-alternatif strategi penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman untuk menuju visi yang diinginkan.

2.3.2.3. Agenda Global Bidang Perumahan dan Permukiman Sebagai bagian dari sistem masyarakat internasional, penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari beberapa agenda global yang terkait dengan bidang perumahan dan permukiman, khususnya Agenda 21 tentang pembangunan berkelanjutan dan Agenda Habitat. Merupakan tantangan bagi Indonesia yang telah ikut bersepakat untuk melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara bertahap, sebagaimana telah dideklarasikan secara bersama dalam koordinasi The United Nations Conference on Environment and Development di Rio de Janeiro pada tahun 1992, apalagi Agenda 21 tersebut telah memiliki Agenda khusus Sektor Permukiman. Disamping itu adalah komitmen Indonesia di dalam pelaksanaan Agenda Habitat yang diprakarsai oleh UNCHS, yang semakin konkrit dengan Deklarasi Habitat-II (Deklarasi Istanbul), bahwa masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (Shelter for All). Disamping itu di dalam Agenda 21 maupun Deklarasi Habitat II tersebut juga telah dinyatakan perlunya pembangunan yang mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling strategy) di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Indonesia juga menyepakati Deklarasi Millenium dan Deklarasi Cities Without Slums Initiative, yang juga sama-sama mengamanatkan pentingnya upaya pewujudan daerah perkotaan yang terbebas dari permukiman kumuh. Untuk aktualisasi Deklarasi tersebut perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkrit

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 16

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangeranguntuk mewujudkan kawasan permukiman yang bebas dari kekumuhan dengan tanpa menggusur, yang mengedepankan strategi pemberdayaan melalui pelibatan seluruh unsur pelaku pembangunan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama, apalagi di dalam Deklarasi Millenium juga telah ditargetkan rencana pencapaian kinerja yang signifikan sampai tahun 2020. Upaya penanganan permukiman kumuh ini adalah bagian yang paling prioritas dan strategis untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung terbentuknya masyarakat yang mandiri, berjatidiri, dan produktif.

2.4. MODEL PEREMAJAAN DAN REGENERASI KAWASAN PERKOTAANDimulai dari jumlah penduduk perkotaan di Indonesia yang tumbuh dengan pesat, dimana saat ini laju pertumbuhan rata-rata penduduk perkotaan adalah 5,36% per tahun, dimana pertumbuhan penduduk sendiri meliputi 3 (tiga) komponen: 1. Pertumbuhan alamiah 2. penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) 3. Adanya akibat dari perubahan wilayah pedesaan menjadi wilayah perkotaan (Akbar Tanjung 1996). Akibat pertumbuhan tersebut, maka kota memerlukan tambahan ruang yang menyebabkan adanya perubahan dalam pemanfaatan ruang dan tanah dari suatu pemanfaatn tertentu ke pemanfaatan lainnya yang memiliki nilai ekonomis atau nilai budaya yang lebih tinggi, perubahan di atas sering disertai dengan adanya pergeseran pemukiman. Pergeseran pemukiman dapat dibagi dalam kelompokkelompok sebagai berikut: 1. Pergeseran pemukiman akibat pertimbangan ekonomi : - Pemukiman para petani untuk perumahan, perkantoran dan industri. - Pergeseran lahan non pertanian untuk kegiata non pertanian lain dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi (pemukiman menjadi perkantoran, perdagangan, dan sebagainya). 2. Pergeseran pemukiman karena pentertiban pemanfaatan ruang dan tanah. Terjadi pada pemukiman liar dan kumuh di kota-kota besar seperti di bantaran sungai, sepanjang jalan kereta api, lereng-lereng terjal yang mudah longsor. Pentertiban ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi ruang untuk kepentingan umum (keindahan, kelancaran/keamanan, dan kegiatan tertentu). 3. Pergeseran pemukiman karena kepentingan umum :

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 17

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang- Pembangunan jalan-jalan utama - Pembangunan saluran banjir Pergeseran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman sebelumnya, tetapi karena mekanisme pasar. Pengembang membangun perumahan di pinggir/luar kota dengan menilai potensi pasar, terjadi perpindahan orang yang semula tinggal dalam kota ke rumahnya di pinggiran/luar kota.

4. 5.

Dari apa yang telah diungkapkan diatas, maka pada dasarnya kota-kota di Indonesia dihadapkan pada masalah yang cukup pelik (Johan Silas, 1996) : 1. Dunia yang akan datang ditentukan oleh kota, karena pada tahun 2020 nanti 2/3 penduduk akan berada di kota. Kota akan menjadi pelaku kunci dalam perbaikan keadaan sosial dan kesejahteraan rakyat sejalan dengan perkembangan berbagai fasilitas sosial yang terbaik serta makin banyak di sediakan di kota. 2. Sifat kota yang semakin global, akibat peran teknologi komunikasi (misalnya dengan adanya internet). 3. Kota-kota mengalami perubahan yang begitu cepat (terutama di Asia Timur). 4. Adanya pergeseran fungsi yang dihadapi kota masa kini dengan segala permasalahannya. Semula kota adalah permukiman dan sebagai tempat akumulasi berbagai hasil pertanian untuk dijual lebih lanjut. Kini kota lebih banyak melakukan fungsi ekonomi tersier atau jasa. Pertumbuhan yang pesat di kota-kota biasanya diatasi dengan beberapa cara, antara lain : 1. Program pemekaran kota pada lahan baru. 2. Program peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota. 3. Program regenerasi kawasan perkotaan 2.4.1 Peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota Peremajaan kawasan kota pada awalnya merupakan tanggapan terhadap tekanan perubahan sosial dan ekonomi (Chapin, 1965 dalam Djarot Purbadi, 1996) yang berakibat pada pengembangan fisik kota. Dalam kenyataannya peremajaan kota secara empiris telah terbukti banya diwarnai dan dikendalikan oleh kepentingan elit politik dan ekonomi (Paul Knox, 1982 dalam Djarot Purbadi, 1996) sehingga seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan, sosial bagi masyarakat penghuninya. Pengalaman peremajaan kota di USA telah banyak menimbulkan kritik, karena perubahan-perubahan dari penggusurnya menciptakan masalah anara lain

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 18

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangbanyaknya sarana dan prasarana perumahan, bangunan bersejarah, fungsi-fungsi ekonomi masyarakat yang terkena gusur. Pembangunan kota yang hanya memusatkan perhatian ke arah pengembangan fisik (sebab disitulah letak kepentingan para pemegang modal), telah merobek-robek jaringan sosial budaya golongan miskin. Bagi Goodman masalah struktural ini hanya dapat ditanggulangi dengan apa yang dinamakan dengan "PROFESIONALISME BARU" yakni dengan melepaskan diri secara total dari ikatan-ikatan profesional yang konfensional dengan terjun langsung ke lingkungan yang tidak terjamah, yaitu golongan miskin itu sendiri (Yuswadi Saliya, 1996). Peremajaan kota adalah salah satu cara mengakomodasi pertumbuhan kota yaitu upaya regenerasi terencana pada kawasan terbangun yang bermasalah lewat program bersiklus; 1. Redevelopment 2. Rehabilitation 3. Conservation Berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 1990 telah meletakkan jiwa dan dasar peremajaan kota (Johan Silas, 1996): 1. Swasta boleh meremajakan tanah negara yang berpenduduk untuk kepentingan niaga. Penghuni yang ada harus ditampung kembali di tempat yang sama dalam tatanan baru sebagai syarat yang tidak terpisahkan. 2. Pembiayaan penampungan kembali warga semula dilakukan oleh investor dengan mengambil selisih harga lama dan harga baru. 3. Inpres tersebut juga "mengakui" atas hak warga semula untuk tetap berada di tempat yang sama tanpa harus mempersoalkan apakah ada atau tidak hak formal atas lahan yang ditempatinya (tetapi Inpres tersebut hanya berlaku untuk 2 proyek saja yaitu; di Pulo Gadung, jakarta dan di Pekunden, Semarang. Peremajaan kota adalah proyek yang sangat mahal, oleh karena itu dalam proses pelaksanaannyadi Indonesia harus lebih berhati-hati dan mau belajar dari pengalaman negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menerapkannya. Penerapan konsep peremajaan kota sebaiknya disertai dengan penyusunan perangkat lunaknya dengan memperhatikan "kepentingan masyarakat (terutama yang terkena proyek" yang tergolong pendapatan rendah (Budiharjo, 1996) 2.4.1.1 Bentuk-bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia: - Perbaikan lingkungan permukiman.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 19

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangDisini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota. - Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem di luar super blok). Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.

2.4.1.2. Masalah dalam realisasi peremajaan kota di Indonesia: - Dalam pelaksanaan Kampung Improvement Program (KIP) pemerintah merupakan faktor tunggal pembangunan kota. Sedangkan dalam pembangunan super blok fator tunggalnya adalah pihak swasta besar (Sugiyono, 1996). Aktor lain seperti masyarakat bawah atau penghuni tidak dilibatkan atau belum dilakukan sinergi antara ketiga aktor pembangunan (pemerintah, pengusaha/swasta dan masyarakat pengguna atau pemilik/pemakai lahan). - Ditinjau dari aspek kelmbagaannya, maka permasalahan dalam pembangunan perkotaan khususnya pelaksanaan peremajaan perkotaan di Indonesia dapat diidentifiasi antara lain (Bambang Panuju, 1996) : 1. Kurang jelasnya pembangian lingkup dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, dan pemda kota/kabupaten dalam pembangunan perkotaan terutama yang menyangkut masalah perijinan. 2. Kekurang mampuan kelembagaan dan aparat pemda kota/kabupaten dalam merumuskan konsep-konsep pengelolaan dan pembangunan perkotaan termasuk peremajaan kota 3. Keterbatasan sumber-sumber dan kemampuan pendanaan pembangunan pada pemerintah daerah (PAD) Contoh yang cukup menarik dalam menghadapi permasalahan kota adalah Master Plan Surabaya 2000 (Johan Silas, 1996). MPS 2000 Surabaya berusaha mempertahankan semua kampung yang ada di tempatnya semula seperti yang sudah ada sejak dahulu dilakukan oleh Adipati Surabaya dalam membangun Surabaya, dalam membangun Surabaya memakai pola kosmik mandala (tertua). Saat Belanda berkuasa pembangunan baru di Surabaya tetap menghindari kampung yang ada. Yang dilakukan MPS 2000 tidak lain adalah melanjutkan pola historis yang ada. Itu pula sebabnya mengapa hingga kini di bagian kota yang penting dan mahal sekalipun tetap ada kampung, dan Kampung Improvement Program (KIP) menjadi alat dan bagian utuh dari pembangunan kota. Tidak heran bila Surabaya dikenal sebagai kotanya Kampung Improvement Program (KIP) di

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 20

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangIndonesia dan mendapat beragam penghargaan termasuk The Habitat Award (1991).

2.4.1.3. Kriteria Lokasi Kawasan Peremajaan Peremajaan lingkungan permukiman dapat dilakukan pada kawasan dengan kriteria berikut:

A. Kriteria Kota: Peremajaan lingkungan permukiman ini dapat dilakukan pada kawasan dengan kriteria berikut: 1. Kota-kota di kawasan andalan. 2. Kota-kota yang berfungsi strategis (ibukota propinsi atau kabupaten atau kotakota yang mempunyai fungsi khusus). 3. Kota-kota yang sedang melaksanakan program kali bersih atau penataan kembali daerah-daerah bantaran banjir yang telah berkembang menjadi hunian tidak resmi kelompok masyarakat berpenghasilan sangat rendah 4. Kota-kota dengan angka lingkungan permukiman kumuh yang relatif tinggi. 5. Diprioritaskan bagi kota-kota PPW (Pusat Pengembangan Wilayah) atau PKL (Pusat Pengembangan Lokal) juga bagi Kota yang mempunyai fungsi khusus (pusat pertumbuhan kecil, pusat permukiman nelayan/tepian air, dll.). 6. Bagi daerah perdesaan, program ini diprioritaskan untuk kawasan permukiman kumuh yang berada pada pusat-pusat kegiatan strategis seperti desa nelayan dengan intensitas kegiatan yang relatif tinggi, pusat-pusat permukiman pada daerah perbatasan dan atau pada kawasan andalan dan lain-lain. B. Kriteria Kawasan Permukiman: 1. Kawasan bisa berada atau tidak berada pada peruntukan perumahan dalam RUTR/RDTR Kota atau Kabupaten. Jika tidak pada peruntukan perumahan, perlu dilakukan review terhadap rencana tata ruang atau rencana turunannya. 2. Kondisi kawasan permukimannya sangat kumuh (langka prasarana/sarana dasar, sering kali tidak terdapat jaringan jalan lokal ataupun saluran pembuangan atau pematusan). 3. Kepadatan nyata di atas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang dan di atas 750 jiwa/ha untuk kota metro. 4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni dengan angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi (ISPA, diare, penyakit kulit, dan lain-lain.) 5. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi (urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dan lain-lain.)

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 21

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

2.4.2.Regenerasi Kawasan Perkotaan Regenerasi siklus kota yang dimaksud adalah perkembangan yang dilakukan oleh kota itu sendiri sebagai suatu upaya untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan kota tersebut, baik dari segi sosial ataupun segi ekonomi. Ada 4 (empat) kekuatan yang akan mendukung regenerasi kota tersebut, yaitu : (Jane Jacobs dalam blogger Sang Gede Purusottama, 2011) a. Sukses Keragaman Keragaman yang dimaksud adalah terdapat lebih dari satu fungsi lahan dalam suatu kota yang saling berhubungan sehingga masyarakat di dalam kota tersebut semakin suka terhadap kota tersebut, dan mereka akan ikut dalam menjaga kota tersebut, sehingga regenerasi dapat terjadi. b. Pengaruh Unsur Tunggal kota Unsur tunggal yang dimaksud berupa pemerintah atau penguasa yang berwenang dalam suatu kota. Penguasa tersebut juga merupakan komponen penting dalam perencanaan karena penguasa bisa sebagai perancang perencanaan kota tersebut. c. Kestabilan Populasi Populasi penduduk yang besar pada zaman sekarang ini merupakan permasalahan yang terdapat dalam setiap Negara Berkembang, jadi kestabilan populasi sangat penting dalam mendukung regenerasi siklus kota. Populasi yang besar akan menimbulkan suat kawasan yang kumuh dan akan menampilkan visual yang tidak baik bagi kota tersebut. d. Evek Devisa (Ekonomi) Perekonomian yang baik tentu saja akan membuat suatu kota akan beregenerasi atau berkembang dengan baik, maka diperlukan manajemen yang baik dalam kota tersebut. Kota yang memiliki kinerja yang baik, karena kota tersebut yang akan memenuhi segala kebutuhan masyarakat, baik dari segi aktifitas, lahan permukiman, serta lapangan pekerjaan. Ada 3 (tiga) taktik yang bisa sebagai acun untuk meningkatkan kinerja kota, yaitu : a. Tempat Tinggal Bersubsidi Masyarakat yang tidak mampu serta yang tidak memiliki tempat tinggal akan memanfaatkan tempat-tempat umum sebagai rumah mereka. Tempat tinggal bersubsidi diperlukan untuk menampung meraka, jadi ada penempatan khusus untuk masyaaraat yang kurang mampu. b. Perbaikkan tatanan visual tanpa merusak keragaman Tatanan visual yang baik juga menunjang dalam meningkatkan kinerja kota, memperbaiki tananan visual yang dimaksud seperti perbaikkan jalan yang rusak

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 22

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangtapi tidak akan mengorbankan keragaman dalam kota tersebut atau fungsi lahan dalam suatu kota tersebut. Memperbaiki perencanaan Pemerintah Pemerintah atau pihak yang berkuasa pasti sudah membuat suatu perencanaan untuk kota itu sendiri, tapi perencanaan tersebut pastilah tidak pernah sempurna, maka dari itu haruslah sering dilaksanakan perbaikkan dalam perencanaan tersebut sehingga rencana yang dihasilkan memang benar-benar sesuai untuk kota tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja kota itu sendiri.

c.

Pada saat ini kebutuhan akan regenerasi kawasan perkotaan terutama pada kawasan perumahan dirasakan semakin penting. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah globalisasi, meningkatnya kebutuhan akan rumah hunian dinilai mampu pula dalam mengubah image kota (re-imagining city), serta pemanfaatan kultur dari wilayah itu sendiri. Perkembangan globalisasi di dunia yang disertai dengan perkembangan pasar dan meningkatnya kompetisi antar kota, telah mengharuskan setiap kota untuk memiliki spesialisasi atau keunikan tersendiri dalam membedakan dirinya dengan kota-kota yang lain. Untuk memenangkan persaingan antar kota di dunia, sebuah kota harus memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Salah satu cara untuk memiliki keunggulan tersebut adalah melalui proses re- imagining kota (Gold and Ward, 1994) yang dapat dilakukan dengan cara membuat sebuah program atau proyek yang cukup menarik dan menempatkan proyek tersebut menjadi suatu dorongan bagi pengembangan kota itu sendiri. Ada beberapa strategi yang dikenal dalam melakukan regenerasi kawasan perkotaan secara umum antara lain, melalui : - gentrifikasi (gentrification), - revitalisasi, - konservasi, dan - cultural quarter (Maika, 2001). Pendekatan kultural telah menjadi trend di dunia, terutama di negara-negara Eropa, untuk membentuk image baru suatu kota di mata dunia. Perkembangan cultural quarter sebagai strategi regenerasi kawasan perkotaan mulai ramai dibicarakan sejak tahun 1990an. Pemikiran untuk menggunakan potensi kultur menjadi cultural quarter muncul melalui proses kreativitas. Kreativitas dalam konsep perkotaan dibentuk oleh dua faktor utama, yaitu :

a. soft factor yang terdiri dari sejarah kota, sistem nilai, image, dan cara hidup(lifestyle), serta

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 23

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang b. hard factor, yaitu fasilitas kultural (cultural facilities), akses terhadap informasidan pengetahuan di bidang sosial, kultural, ekonomi, dan pembangunan fisik perkotaan. Dalam studi perkotaan, kota-kota yang berhasil dalam melakukan regenerasi melalui proses kreativitas itu kemudian dikenal sebagai creative city, suatu terminologi yang sangat populer di kalangan praktisi perencanaan perkotaan. Cultural quarter merupakan suatu strategi bagi kota untuk melakukan suatu intervensi yang proaktif, yang melibatkan proses regenerasi kawasan perkotaan. Tidak semua bagian atau area perkotaan dapat diubah menjadi cultural quarter. Hanya daerah yang memiliki karakter dan image yang unik terutama di sektor kultural, yang berpotensi menjadi cultural quarter. Untuk mengembangkan suatu area menjadi cultural quarter, kota membutuhkan flagship project yang melibatkan regenerasi kawasan tidak bernilai (derelict) menjadi area yang lebih dinamis dan bernilai ekonomis. Strategi pengembangan cultural quarter ini diharapkan mampu menarik investor luar bagi pengembangan area tersebut pada khususnya dan bagi kota pada umumnya. 2.5. BEST PRACTISE REGENERASI KAWASAN PERKOTAAN 2.5.1 INGGRIS 2.5.1.1 Glasgow City Regenerasi kota terjadi di Sauciehall, Buchanan, dan kawasan Merchant City, Glasgow Raya. Disebut regenerasi, karena proyek Merchant City tidak membongkar bangunan-bangunan tua. Seni arsitektur dengan dominasi warna merah dan gaya victoria, batu-batu Italia abad pertengahan, dan menara-menara neo-gothik, dan gaya art nouveou dipadukan dengan warna-warna modern pertokoan, serta perkantoran Tampilan Merchant City diterapkan pada kawasan ini. setelah Regenerasi

Selain bentuk kawasan, secara ekonomi Glasgow mengalami pertumbuhan signifikan dengan berfokus pada sektor tersier industri, seperti jasa finansial dan bisnis, komunikasi, industri kreatif, retail, dan pariwisata. Lebih dari 153.000 lapangan kerja tercipta di kota itu sejak 2000. Tahun 2005, tercipta 17.000 lapangan kerja baru. Industri manufaktur besar perlahan digantikan bentuk

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 24

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangekonomi lain. Salah satunya adalah ekonomi kreatif. Untuk Glasgow, memilih jalan mengembangkan ekonomi kreatif memang tidak mudah. Kota yang berbasis industri manufaktur, sebenarnya relatif tidak memiliki basis kultural yang cukup kuat. Tidak banyak kegiatan kreatif yang sebelumnya tercatat menjadi ciri khas Glasgow, kecuali beberapa event musik yang digelar di kota itu. Dalam skala yang lebih besar Glasgow ikut dalam gelombang industri kreatif Inggris Raya. Momentum penting dalam skala nasional pada Tahun 1997, pemerintah membuat satuan tugas untuk industri kreatif. Hasilnya ada pemetaan, dokumentasi, dan yang penting adalah ada hasil audit kultural, yang menghasilkan cultural significance (penanda kultural) bagi berkembangnya industri kreatif di satu kota. Pemetaan tersebut dikembangkan dalam pengembangan regional dan kota-kota di Inggris Raya secara keseluruhan, termasuk Manchester, Bristol, Glasgow, dan kotakota lain. Selain pengakuan pemerintah terhadap nilai ekonomi dari industri kreatif, pemetaan dan roadmap tetapi juga disertai dengan penanda kultural membuat setiap kota bisa memilih cara untuk menerapkan model regenerasi yang berlainan sesuai dengan kondisinya. 2.5.1.2. Bristol City

Kota yang mengembangkan ekonomi kreatif sebagai dasar dari model regenerasi dengan karakteristik yang berbeda dengan Glasgow adalah Bristol. Kota Sains ini sebenarnya meneruskan apa yang telah ada, yaitu sebagai kota pendidikan, dan salah satu yang menjadi fokus dari industri kreatif di kota ini adalah animasi dan film. Bristol merupakan pusat dari industri media di kawasan Southwest. Sektor media ini saja menghasilkan 3,7 miliar poundsterling setahun dan mempekerjakan 30 ribu orang. Total angka dari ekonomi kreatif di Southwest sendiri, tercatat mencapai 10 persen total ekonomi kreatif Inggris. Dengan berbisnis di layar, Bristol menjadi kota dengan pendapatan per kapita terbesar kedua setelah London. Inilah yang membuat Bristol dan kawasan Southwest dikenal dengan Screen Economy. Secara regional, Bristol City dibangun lingkungan antara perpaduan teknologi, riset, dan industri. Pemerintah juga meluncurkan program untuk mendukung Aardman Training Centre, yaitu suatu proses dalam pembibitan talenta yang dibangun di Knowle West Media Centre.

2.5.1.3.

Northern Quarter

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 25

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangNorthern Quarter di Manchester, dengan menerapkan model regenerasi, didesain untuk mengubah image area yang sebelumnya tidak terawat, kotor dan berbahaya menjadi area yang lebih baik bagi penduduknya. Selain itu juga Northern Quarter dibuat sebagai tempat kerja bagi kaum muda yang tinggal di lokasi tersebut. Kultural industri memungkinkan perkembangan ekonomi kultural ke arah yang lebih luas. Ketika suatu area mengalami proses revitalisasi sebagai pusat kota, hal ini juga berarti di daerah tersebut telah terjadi perkembangan suatu pola konsekuensi spasial sebagai lokasi kegiatan perekonomian baru (Sassen,1994). Northern Quarter merupakan suatu proyek regenerasi yang memanfaatkan potensi lokal termasuk sumber daya manusia dan melakukan transformasi ruang terbuka menjadi sesuatu yang bernilai seni (art functional space), misalnya melalui program Urban Jungle, Public Art Scheme, Warp and Weft, dan Street Signs. Cultural quarter dalam konsep lokalisasi merupakan suatu cara bagi sumber pembelajaran yang dinamis yang pada perkembangannya dibentuk sekaligus membentuk angglomerasi berbagai bentuk usaha dari sektor industri yang sejenis.

Kesimpulan : Glasgow dan Bristol adalah dua kota berbeda yang sama-sama menjalani pilihan sebagai kota kreatif sebagai implikasi dari model regenerasi yang diterapkan. Untuk itu secara umum, Inggris telah mampu memancangkan salah satu fokus ekonominya dari pengembangan kota kreatif yang lebih terarah, mulai dari identifikasi dan penguatan penanda kultural hingga jejaringnya dengan pasar. Selain itu, fokus pengembangan bentuk industri kreatifnya pun sudah dirancang dan dibagi dalam setiap wilayah. Antara lain, North East mendapat konsentrasi dan kluster bagi publishing, arsitektur, software, multimedia, film, dan kriya. West Midlands berkonsentrasi di bidang software, film, seni dan barang antik, periklanan dan seni pertunjukan. Wilayah lain, seperti Yorkshire dan Humberside, Eastt Midlands, Eastern, South West, South East, London, Northern Ireland, Skotlandia, dan Wales juga memiliki konsentrasi masing-masing.

2.5.2.BELANDA Kawasan Veemarktkwartier (Tilburg City) Kawasan Veemarktkwartier sebagai sebuah cultural quarter (strategi dalam implikasi model regenerasi) dilatarbelakangi oleh keinginan Kota Tilburg untuk berkompetisi dengan kota-kota lain di Belanda dalam menarik investor dengan membangun pusat kota sebagai area untuk berbagai jenis fasilitas yang berbeda,

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 26

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangseperti toko-toko seni, cultural sites, service dan administrasi. Sedangkan tujuan internalnya adalah menciptakan suatu area untuk para cultural entrepreneurs, perusahaan yang inovatif dan industri catering. Kawasan Veemarktkwartier diharapkan menjadi suatu area tempat berkumpulnya kegiatan kultural yang berbeda sekaligus pembangunan sosial (social development), menyediakan lapangan pekerjaan untuk para artis dan murid sekolah seni untuk tetap tinggal di Kota Tilburg.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 27

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENELITIAN3.1 PENDEKATAN

Kajian penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analytic. Melalui penelitian yang bersifat deskriptif dilakukan identifikasi terhadap beberapa hal, dalam hal ini ada 2 (dua) yaitu; 1. Untuk mengetahui kondisi faktual mengenai karakteristik kawasan perumahan di Perum Perumnas Kota Tangerang. 2. Diperolehnya tinjauan teoritik tentang regenerasi kawasan perkotaan terutama kawasan perumahan serta integrasinya dari berbagai teori yang ada serta kebijakan dan studi-studi yang pernah dilakukan di Kota Tangerang. Sedangkan secara analytic, analisisnya menggunakan metode yang bertujuan untuk merumuskan sesuatu dengan menggunakan hasil identifikasi dari penelitian deskriptif sebelumnya sebagai masukan. Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) hal yang dirumuskan yaitu; a. gambaran best practice regenerasi untuk Kota Tangerang, b. bentuk regenerasi kawasan perum perumnas, serta c. kebijakan integrasi regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota Tangerang.

3.2 METODOLOGIPenelitian dan pengembangan regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang ini terdiri dari 5 (lima) bagian utama, yaitu: 1. Identifikasi karakteristik kawasan perum perumnas di Kota Tangerang; 2. Tinjauan teoritik mengenai regenerasi kawasan perum perumnas; 3. Perumusan best practice regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota Tangerang; 4. Perumusan konsep regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota Tangerang; dan 5. Perumusan kebijakan integrasi konsep regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota Tangerang.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 28

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangPenjelasan mengenai setiap bagian tersebut akan diuraikan berikut ini.

3.1.1.

Identifikasi karakteristik kawasan perum perumnas di Kota Tangerang Tahap identifikasi karakteristik kawasan perum perumnas ini adalah untuk mengetahui kondisi faktual mengenai kondisi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang. Pengetahuan mengenai kondisi faktual tersebut berguna sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan kebijakan integrasi regenerasi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang yang merupakan tujuan akhir dari penelitian ini.

3.1.2. Tinjauan teoritik mengenai regenerasi kawasan perum perumnasPada bagian ini, dilakukan tinjauan terhadap berbagai teori yang berkaitan dengan konsep regenerasi pada umumnya. Telaahan terhadap berbagai teori tersebut merupakan alat untuk menganalisis berbagai data atau fakta empiris yang diperoleh dari pengamatan maupun hasil identifikasi karakteristik kawasan perum perumnas pada tahap sebelumnya. Tinjauan teoritik ini akan diperkaya dengan telaahan terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Kota Tangerang yang berkaitan dengan kwasan perumahan secara keseluruhan, penataan ruang, maupun aspek lain turut mempengaruhi kawasan perumahan itu sendiri, serta telaahan terhadap berbagai studi sebelumnya yang telah dilakukan.

3.1.3. Perumusan

best practice regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota Tangerang; Tahap ini dilakukan melalui telaahan terhadap berbagai konsep regenerasi yang terintegrasi dengan kebijakan perumahan yang telah diterapkan di berbagai tempat di dunia. Dengan demikian, diharapkan akan muncul gambaran best practice yang optimal dan sesuai dengan kondisi Kota Tangerang.

3.1.4. Perumusan konsep regenerasi kawasan perum perumnas untuk Kota

Tangerang; Tahap perumusan model regenerasi kawasan perum perumnas dilakukan dengan menggunakan karakteristik kawasan perum perumnas Kota Tangerang; tinjauan teoritik regerenerasi; dan gambaran best practice model regenerasi yang terintegrasi sebagai input. Selain itu dimasukkan juga aspek lain seperti aspek guna lahan; tata ruang; daya tampung; dan daya dukung sebagai input tambahan.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 29

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangPemodelan dengan input-input tersebut akan menghasilkan suatu model yang mengintegrasikan model regenerasi kawasan perum perumnas dengan kawasan perkotaan yang sesuai dengan kondisi Kota Tangerang.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 30

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang3.1.5. Perumusan kebijakan integrasi konsep regenerasi kawasan perum

perumnas untuk Kota Tangerang. Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap sebelumnya yaitu perumusan model regenerasi kawasan perum perumnas. Tahap ini harus dilakukan agar model yang sudah dirumuskan dapat diterapkan melalui perangkat kebijakan yang mendukungnya. Perumusan kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lain yang terkait dengan model yang telah dirumuskan. Output dari tahap ini berupa kebijakan yang dapat diterapkan untuk menghasilkan konsep kawasan perum perumahan yang terintegrasi bagi Kota Tangerang.

DIAGRAM 1 Diagram Alur Metodologi Penelitian dan Pengembangan Regenerasi Kawasan Perum Perumnasdi Kota Tangerang

Kajian Teori konsep Regenerasi Kawasan Perkotaan (kawasan perum Best Practise ; perumnas) menyorot negara lain bagaimana pengalaman negara lain dalam menerapkan konsep regenerasi kawasan perkotaan ; Kelembagaan dan peraturan Karakateristik kawasan Kondisi kawasan perum perumnas di Kota Tangerang; Karakteristik Kebijakan

Kondisi dan syarat yang dibutuhkan dalam pengintegrasian model regenerasi kawasan perum perumnas Analisis kawasan perumnas Tangerang kondisi perum Kota

Rumusan rekomendasi dan tindak lanjut : Jangka pendek Jangka panjang

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 31

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

KERANGKA BERPIKIR 3.3.1.Penjelasan Berawal dari arahan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) tahun 2011-2030, bahwa ditetapkan untuk Kecamatan Cibodas dan Kecamatan Karawaci, yang merupakan wilayah terbangunnya Perum Perumnas Kota Tangerang, adalah merupakan Wilayah Pengembangan Kota (WPK) V, yang memiliki arahan sebagai perumahan dengan kepadatan sedang sampai dengan tinggi, perkantoran, perdagangan dan jasa, serta industri yang berwawasan lingkungan juga Green Heart, yaitu sebagai pusat pelayanan kota yang berwawasan lingkungan. Menuju arahan itu diperlukan implikasi model yaitu Regenerasi Kawasan Perkotaan, dimana dalam hal ini adalah kawasan perumahan, yang mengatur arah perkembangan fungsi perdagangan dan perbaikan infrastruktur serta fasilitas kota (transportasi, RTH, fasilitas OR dan rekreasi). Melihat pada kondisi eksisting yang ada saat ini, diketahui untuk kawasan Perum Perumnas selain berfungsi sebagai kawasan perumahan, juga berfungsi sebagai kawasan perdagangan dan perkantoran. Maka untuk menuju semua arahan yang telah disebutkan di RTRW Kota Tangerang tersbut di atas, juga tetap memperhatikan : - Daya Dukung Lahan, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung prikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya - Daya Tampung Lahan, yaitu kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Terdapat suatu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari banyaknya perubahan fungsi dari beberapa titik di kawasan perum perumnas Kota Tangerang, dimana awal dibangunnya kawasan perum perumnas adalah Tahun 1978, dan hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu studi ataupun kajian yang membahas ini. Beberapa permasalahan yang mulai timbul adalah antara lain: - Perubahan fungsi yang terjadi relatif adanya perubahan dari kawasan hunian menjadi kawasan perdagangan atau perkantoran. - Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia pun dinilai sudah banyak yang tidak lagi berfungsi dengan maksimal, antara lain banyak kondisi jalan yang berlubang, kurang terpeliharanya lampu jalan, kondisi jembatan yang perlu perbaikan, saluran drainase yang juga kadang berfungsi sebagai saluran buangan limbah rumah tangga. - Dari sisi keamanan bagi penghuni pun perlu mendapatkan perhatian. - Perlu ditingkatkannya sosialisasi mengenai peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 32

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangUntuk lebih jelasnya mengenai ini, dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 3.2. Kerangka Berpikir Kegiatan Penelitian Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangRegenerasi Kawasan Perumahan; mengatur arah perkembangan fungsi perdagangan dan perbaikan infrastruktur dan fasilitas kota (transportasi, RTH, fasilitas OR dan rekreasi)

Kawasan Perumahan : Kecamatan Cibodas Kecamatan Karawaci

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (2011-2030) : Perumahan kepadatan sedang sampai dengan tinggi Perkantoran Perdagangan dan jasa Industri berwawasan lingkungan Green Heart; pusat pelayanan kota berwawasan lingkungan Kondisi Eksisting : Perumnas Perdagangan dan Perkantoran Memperhatika n: Daya Dukung Lahan Daya Tampung Lahan

Sumber : Analisa

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 33

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

Diagram Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 34

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

3.3.1.Indikator A. SPM (Standar Pelayanan Minimal) Untuk sampai pada hasil yang diharapkan maka akan ditetapkan beberapa paramater sebagai indikator dari studi ini. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. TABEL 3.1 Indikator Kegiatan Penelitian Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang Standar Pelayanan Minimal Indikator 3 1. Cakupan ketersediaan rumah layak huni 2. Cakupan layanan rumah layak huni yang terjangkau Nilai 4 100 % Batas Waktu Pencapai an (Tahun) 5 2009 2025

N 1 I

Jenis Pelayanan Dasar 2 Rumah layak huni dan terjangkau

Keterangan 6 Sesuai dengan tata ruang dan perizinan Tercapainya fasilitasi keterjangkau an menghuni rumah layak huni oleh Pemerintah Daerah Provinsi

70 %

2009 2025

II

Lingkungan 3. Cakupan 100 yang sehat lingkungan yang % dan aman sehat dan aman yang di yang di dukung dukung dengan PSU dengan prasarana, sarana dan utilitas umum

2009 2025

- Sesuai tata ruang dan perizinan

Sumber : SPM Bid. Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kota/Kabupaten, 2010

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 35

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangUntuk melihat bahwa kawasan perum perumnas dinilai layak huni, terdapat metode perhitungan yang dapat digunakan, yaitu :Cakupan Jumlah rumah layak huni di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Rumah = X 100 % Jumlah rumah di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Layak Huni

Dimana : 1. Pembilang Jumlah rumah layak huni yang memenuhi kriteria kehandalan bangunan, menjamin kesehatan serta kecukupan luas minimum di suatu wilayah kerja, pada waktu tertentu. 2. Penyebut Jumlah rumah di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) a. Pengertian 1. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum. 2. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 3. Lingkungan perumahan adalah perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang terstruktur. 4. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya; 5. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. 6. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan. 7. Lingkungan perumahan yang sehat dan aman adalah kumpulan rumah dalam berbagai bentuk dan ukuran

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 36

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangyang dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas umum dengan penataan lingkungan yang menjamin kesehatan masyarakatnya. b. Definisi Operasional : Lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) adalah kumpulan rumah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas umum dengan penataan sesuai tata ruang dan menjamin kesehatan masyarakat. c. 1. Kriteria Jalan a). Jalan akses dan Jalan poros Ketentuan: 1). Kelas jalan : - jalan lokal skunder I (satu jalur) - jalan lokal skunder I (dua jalur) - jalan lokal skunder II - jalan lokal skunder III 2). dapat diakses mobil pemadam kebakaran 3). konstruksi trotoar tidak berbahaya pejalan kaki dan penyandang cacat 4). jembatan harus memiliki pagar pengaman. b). Jalan lingkungan Ketentuan : 1). Kelas jalan: - jalan lingkungan I - jalan lingkungan II 2). akses kesemua lingkungan permukiman 3). kecepatan rata-rata 5 sampai dengan 10 km/jam 4). Dapat diakses mobil pemadam kebakaran 5). konstruksi trotoar tidak berbahaya pejalan kaki dan penyandang cacat 6). jembatan harus memiliki pagar pengaman.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 37

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangc). Jalan setapak Ketentuan: 1). perencanaan 2). 2.

akses kesemua persil rumah sesuai lebar 0,8 sampai 2m Sanitasi

Ketentuan sanitasi a) limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah b) Pengosongan lumpur tinja 2 tahun sekali c) apabila kemungkinan membuat tankseptik tidak ada, maka lingkungan perumahan yang baru harus dilengkapi dengan sistem pembuangan sanitasi lingkungan atau harus dapat disambung dengan sistem pembuangan sanitasi kota atau dengan cara pengolahan lain. 3. Drainase dan pengendalian banjir Ketentuan : a) tinggi genangan rata-rata kurang dari 30 cm b) lama genangan kurang dari 1 jam c) setiap lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem drainase yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan air. d) sistem drainase harus dihubungkan dengan badan penerima (saluran kota, sungai, danau, laut atau kolam yang mempunyai daya tampung cukup) yang dapat menyalurkan atau menampung air buangan sedemikian rupa sehingga maksud pengeringan daerah dapat terpenuhi. e) prasarana drainase tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit 4. Persampahan Ketentuan : a). 100 % produk sampah tertangani (berdasarkan jumlah timbunan sampah 0,02 m3/orang/hari) b). Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan. c). Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan composer komunal untuk kebutuhan kawasan perumahan.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 38

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang5. a) b) c) d) Air minum Ketentuan : 100% penduduk terlayani 60-220 lt/orang/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan 30-50 lt/orang/hari untuk lingkungan perumahan Apabila disediakan melalui kran umum : 1 kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 220 jiwa Radius pelayanan maksimum 100 meter Kapasitas minum 30/lt/hari Memenuhi standar air minum 6. a) Listrik

e)

b) c) d)

Ketentuan : setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain (dengan perhitungan setiap unit hunian mendapat daya listrik minimum 450 VA atau 900 VA) tersedia jaringan listrik lingkungan pengaturan tiang listrik dan gardu listrik harus menjamin keamanan penghuni tersedia penerangan jalan umum Untuk melihat bahwa kawasan perum perumnas dinilai sehat dan nyaman, terdapat metode perhitungan yang dapat digunakan, yaitu :

Cakupan ling yg sehat dan nyaman yg didukukng PSU

Jumlah lingkungan yang didukung oleh PSU pada kurun waktu tertentu

=

Jumlah lingkungan perumahan pada kurun waktu tertentu

X 100 %

Dimana : 1. Pembilang Jumlah rumah layak huni yang memenuhi kriteria kehandalan bangunan, menjamin kesehatan serta kecukupan luas minimum di suatu wilayah kerja, pada waktu tertentu. 2. Penyebut Jumlah rumah di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 39

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

3.4.

METODE PELAKSANAAN 3.4.1.Persiapan Tahap persiapan merupakan langkah awal dari pekerjaan Penelitian Dan Pengembangan Regenerasi Kawasan Perum Perumnas di Kota Tangerang ini terdiri dari beberapa kegiatan pokok yaitu: 1. Mobilisasi tim pelaksanaan studi dipimpin oleh ketua tim (team leader). Tim studi terdiri atas team leader, tim ahli dan tenaga pendukung. Tim ahli juga dibantu oleh tenaga pendukung yang terdiri dari asisten-asisten dari semua ahli, dan surveyor; 2. Pemantapan metodologi studi yang telah diusulkan; 3. Penyiapan rencana pengumpulan data dan informasi, mencakup penyusunan survey design dan rencana survey secara rinci.

Kajian Teoritis Tahap berikutnya dalam pelaksanaan pekerjaan adalah kajian dan telaah teoritis, kebijakan, dan peraturan perundangan yang berlaku. Telaahan ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman terhadap kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Regenerasi Kawasan Perum Perumnas, serta metoda penyusunan kegiatan tersebut.

Survei dan Pengumpulan Data Tahap ini terdiri atas kegiatan survei sekunder dan primer. Survei sekunder merupakan kegiatan pengumpulan data-data dari berbagai instansi, sedangkan survei primer merupakan kegiatan pengamatan langsung lapangan dan penggalian persepsi stakeholder kunci yang terkait mengenai kawasan perum perumnas Kota Tangerang. Untuk pengamatan lapangan, terlebih dahulu harus menentukan lokasi yang akan diamati. Lokasi yang akan diamati adalah lokasi perum perumnas yaitu Karawaci I sampai dengan Karawaci 4 di Kecamatan Karawaci dan Kecamatan Cibodas, dimana lokasi ini sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Tangerang sendiri.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 40

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangPenyeleksian Data Pada tahap ini dilakukan proses penyeleksian data, tabulasi data dan pengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil dari tahap kegiatan ini adalah rumusan data yang tersaji berdasarkan sistematika yang dilengkapi dengan tabel, angka, diagram dan peta-peta yang mudah untuk diinterpretasikan dan siap untuk dianalisis. Analisis Data Tahap ini merupakan kegiatan pengkajian dan perumusan terhadap informasi hasil survei yang dilakukan berdasarkan metode tertentu. Penilaian yang dilakukan dalam tahap ini adalah perumusan best practice model regenerasi kawasan perum perumnas Kota Tangerang; perumusan model regenerasi kawasan perum perumnas Kota Tangerang; serta perumusan kebijakan integrasi model regenerasi kawasan perum perumnas Kota Tangerang.

3.4. FGD (Focus Group Discussion) - FGD adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Ciri khas metodeFGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitaif lainnya (wawancara mendalam atau observasi) adalahinteraksi. Hidup mati sebuah FGD terletak pada ciri ini. Tanpa interaksi sebuah FGD berubah wujud menjadi kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). Hal ini terjadi apabila moderator cenderung selalu mengkonfirmasi setiap topik satu per satu kepada seluruh peserta FGD. Semua peserta FGD secara bergilir diminta responnya untuk setiap topik, sehingga tidak terjadi dinamika kelompok. Komunikasi hanya berlangsung antara moderator dengan informan A, informan A ke moderator, lalu moderator ke informan B, informan B ke moderator, dstyang seharusnya terjadi adalah moderator lebih banyak diam dan peserta FGD lebih banyak bicara. Kondisi idealnya, Informan A merespon topik yang dilemparkan moderator, disambar oleh informan B, disanggah oleh informan C, diklarifikasi oleh informan A, didukung oleh informan D, disanggah oleh informan E, dan akhirnya ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu sangat interaktif, hidup, dinamis. - FGD adalah group bukan individu. Prinsip ini masih terkait dengan prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika kelompok, moderator harus memandang para peserta FGD sebagai suatu group, bukan orang per orang. Selalu melemparkan topik ke tengah bukan melulu tembak langsung ke peserta FGD. - FGD adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas. Prinsip ini melengkapi prinsip pertama di atas. Diingatkan bahwa jangan hanya mengejar interaksi dan dinamika kelompok, kalau hanya mengejar hal tersebut diskusi bisa berjalan ngawur. Selama diskusi berlangsung moderator harus fokus pada tujuan diskusi, sehingga moderator akan selalu berusaha mengembalikan diskusi ke jalan yang

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 41

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerangbenar. Moderator memang dituntut untuk mencairkan suasana (ice breaking) agar diskusi tidak berlangsung kaku, namun kadang-kadang proses ice breaking ini kelamaan, moderator ikut larut dalam keceriaan kelompok.

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 42

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG DAN PERUM PERUMNAS4.1. PROFIL KOTA TANGERANG4.1.1 Administrasi Kota Tangerang sebagai salah satu kota satelit memiliki arti dan peran penting, dengan didukung oleh sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, telah membuat Kota Tangerang berkembang dengan pesat, tidak hanya menjadi salah satu pusat industri tetapi juga telah berkembang menjadi pusat jasa dan niaga. Perkembangan ini dengan sendirinya telah mempengaruhi dan merubah wajah atau gambaran keadaan dan kondisi kependudukan Kota Tangerang. Kota Tangerang, menurut Laporan Eksekutif Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang, memiliki luas wilayah sebesar 164,55 km2 (tidak termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2), secara administratif terbagi menjadi 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan terdapat wilayah Rukun Warga (RW) sebanyak 949 serta Rukun Tetangga (RT) sebanyak 4.652. Kota Tangerang secara geografis terletak antara 60 6' sampai 60 13' Lintang Selatan dan 1060 36' sampai 1060 42' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut: : Berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga, Kecamatan Kosambi dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang; : Berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Sebelah Tangerang serta Kecamatan Serpong Utara dan Selatan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan; Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan DKI Jakarta; Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Sebelah Utara

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 43

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota Tangerang4.1.2.Topografi dan Penggunaan Lahan Secara topografis, Kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10-30 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan pada bagian utara yang meliputi sebagian besar Kecamatan Benda memiliki ketinggian rata-rata 10 m dpl, sedangkan pada bagian selatan memiliki ketinggian rata-rata 30 m dpl. Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah antara 00-30 dan sebagian kecil (yaitu di bagian selatan kota) memiliki tingkat kemiringan tanah antara 3 0-80 yang berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. Dari aspek penggunaan lahan memperlihatkan bahwa Kota Tangerang merupakan daerah perkotaan (urbanized area). Hal ini ditunjukkan dengan luas wilayah yang sudah terbangun mencapai 48 % ( 8. 510 Ha), sedangkan sisanya sekitar 52 % ( 9.220 Ha) belum terbangun. Lahan yang telah terbangun tersebut pemanfaatannya meliputi: permukiman, industri, perdagangan dan perkantoran.

4.1.3. Kependudukan Karakteristik penduduk yang meliputi usia, tempat tinggal dan tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kota Tangerang dan wilayah sekitarnya menjadikan pertumbuhan penduduk tidak hanya dipengaruhi dari kelahiran (fertilitas), tetapi juga dipengaruhi oleh perpindahan (migrasi) penduduk. Hal ini tidak terlepas dari posisi Kota Tangerang sebagai hinterland DKI Jakarta. Tingginya fenomena kaum pekerja komuter di Kota Tangerang akan mengakibatkan jumlah penduduk yang terus bertambah dengan laju pertumbuhan yang tinggi. Wajah dan gambaran kependudukan Kota Tangerang kedepan juga akan banyak diwarnai oleh kaum migran. Hal ini dikarenakan para migran mempunyai karakteristik mortalitas dan fertilitas yang berbeda pula, disamping pengaruh langsung yang timbul pada distribusi umur dan jenis kelamin penduduk Kota Tangerang akibat adanya perbedaan pada struktur umur dan jenis kelamin para migran. Jumlah penduduk atau sumber daya manusia yang berkualitas adalah merupakan modal pembangunan yang berharga, namun demikian bila kualitasnya kurang baik ditambah dengan pertumbuhan yang tidak terkendali maka akan menjadikan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan hasil pendataan Sensus Penduduk Tahun 2010 yang dilakukan oleh BPS maka telah diperoleh data jumlah penduduk sebagai berikut:

Dinas Penelitian dan Pengembangan Kota Tangerang Tahun 2011Halaman 44

Regenerasi Kawasan Perum Perumnas Kota TangerangTabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 2010Kecamatan 1.Ciledug 2.Larangan 3.Karang Tengah 4.Cipondoh 5.Pinang 6.Tangerang 7.Karawaci 8.Cibodas 9.Jatiuwung 10. 11. ari 12. per 13. a Periuk Neglas Batuce Bend Penduduk Jumlah Perempua Laki-laki n 75.511 71.943 147.454 83.648 60.123 108.701 81.460 78.583 85.411 72.013 63.880 66.273 53.858 46.567 43.610 919.638 80.789 58.785 105.668 78.908 73.808 84.263 70.766 56.626 62.777 49.598 43.814 40.332 878.077 164.437 118.908 214.369 160.368 152.391 169.674 142.779 120.506 129.050 103.456 90.381 83.942 1.797.7 15 Sex Ratio 104,96 103,54 102,28 102,87 103,23 106,47 101,36 101,76 112,81 105,57 108,59 106,28 108,13 104,73

Kota Tangerang

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010

Jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2010, sementara adalah sebanyak 1.797.715 jiwa penduduk, yang terdiri dari sebanyak 919.638 jiwa penduduk lakilaki dan sebanyak 878.077 jiwa penduduk perempuan. Kecamatan Cipondoh (214.369 jiwa), Kecamatan Karawaci (169.674 jiwa), dan Kecamatan Larangan (164.437 jiwa) adalah merupakan kecamatan-kecamatan yang memilki jumlah penduduk terbanyak, sedangkan Kecamatan Batu Ceper (90.381 jiwa) dan Kecamatan Benda (83.942 jiwa) adalah merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit. Secara umum, laju pertumbuhan penduduk per tahun untuk tiap-tiap kecamat