51
BAB I PENDAHULUAN Vascular Cognitive Impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskular merupakan suatu gangguan yang dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Vascular Cognitive Impairment (VCI) ini meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari (vascular cognitive impairment no dementia (VCIND) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Demensia vaskuler biasanya disebabkan oleh infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya multi-infarct dementia. Konsep terbaru menyatakan bahwa demensia vaskuler juga sangat erat hubungannya dengan berbagai mekanisme vaskuler dan perubahan-perubahan dalam otak. Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional. Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat diturunkan. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari 1

LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vci

Citation preview

Page 1: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

Vascular Cognitive Impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskular

merupakan suatu gangguan yang dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif

seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Vascular

Cognitive Impairment (VCI) ini meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari (vascular cognitive impairment no dementia

(VCIND) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Demensia vaskuler

biasanya disebabkan oleh infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya

multi-infarct dementia. Konsep terbaru menyatakan bahwa demensia vaskuler

juga sangat erat hubungannya dengan berbagai mekanisme vaskuler dan

perubahan-perubahan dalam otak.

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual

progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional. Penyakit

vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.

Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan peningkatan kewaspadaan

dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat

diturunkan. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari demensia

vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran

insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan

faktor-faktor resiko yang berhubungan.1,2

Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik

seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler

diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun.

Dua pertiga dari penderita stroke yang selamat mengalami gangguan kognitif atau

penurunan sesudah serangan stroke. Hampir sepertiga menjadi demensia dalam 3

bulan sesudah stroke. Dua puluh lima persen penderita stroke yang bertahan hidup

didiagnosis demensia setelah 12 bulan serangan stroke2.

1

Page 2: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Para dokter tidak dapat memprediksi fungsi kognitif penderita hanya

berdasarkan pemeriksaan rutin, non-kognitif. Penatalaksanaan kognitif merupakan

suatu keterampilan klinis yang berharga, mempercepat diagnosis kelainan yang

menganggu proses berfikir, dan dapat memperkirakan kemampuan fungsional

lebih tepat.

Pada laporan kasus ini penulis melaporkan pasien dengan gangguan

memori dan fungsi kognitif serta fungsi social setelah serangan stroke yang

didiagnosa sebagai demensia vascular.

2

Page 3: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

BAB II

PENYAJIAN KASUS

A. Anamnesis

Pasien atas nama Tn. E berusia 55 tahun, seorang pensiunan TNI dan sudah

menikah. Pasien masuk Rumah Sakit (RS) pada tanggal 30 Maret 2015.

Anamnesis dilakukan pada tanggal 3 April 2015 melalui alloanamnesis kepada

istri pasien.

Pasien datang dengan keluhan sering lupa sejak 3 hari sebelum masuk RS

(Jumat, 27 Maret 2015). Keluhan muncul tiba-tiba saat pasien sedang menjemput

cucunya untuk dibawa pulang sepulang sekolah pada siang hari. Pada pagi hari,

pasien masih dapat mengantarkan cucunya ke sekolah, dan menurut penghuni

rumah pasien, pasien sempat pulang sebentar setelah mengantarkan cucunya

tersebut lalu kembali pergi. Saat pasien lupa, pasien tidak dapat mengantarkan

cucunya pulang sampai kerumah karena tidak ingat arah jalan pulang. Pada jam 3

sore, istri pasien merasa khawatir suami dan cucunya belum pulang sehingga

menelpon pasien dan saat itu handphone diambil oleh cucunya lalu cucunya

mengatakan jika pasien hanya berputar-putar saja. Istri pasien yang merasa curiga

dengan kejadian tersebut lalu mencoba untuk memeriksa kembali apakah pasien

hanya bercanda atau memang menjadi pelupa dengan mengajak pasien untuk

berjalan-jalan pada malam harinya. Kecurigaan istri pasien benar, pasien yang

menyetir mobil saat itu terlihat tidak berjalan melewati jalan yang seharusnya dan

sering melanggar peraturan lalu lintas. Saat ditanya mengapa pasien tidak

menyetir dengan baik, pasien terlihat kebingungan dan tidak mengetahui

mengenai peraturan lalu lintas tersebut. Esok harinya, pasien disuruh istrinya

untuk mandi. Pasien terlihat kebingungan dengan berjalan disekitar dapur karena

rupanya pasien tidak ingat dimana letak kamar mandi. Kemudian pada saat mandi,

pasien terlihat beberapa kali mengulang aktivitas mandinya. Saat ditanya mengapa

pasien berulang kali mengulang bersabun, pasien menjawab bahwa pasien belum

3

Page 4: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

bersabun sebelumnya. Saat diajak makan, pasien terlihat kebingungan mencari

piring karena tidak mengetahui letak lemari piring di rumahnya sendiri. Selain itu,

pada saat ibadah di gereja, pasien mengeluarkan uang yang ada di dalam sakunya

dan menjatuhkannya sambil mengatakan, “uang siapa ini? Ini bukan uang saya”.

Istri pasien juga menanyakan berapa nomor PIN ATM pasien, pasien lupa. Istri

pasien menelpon dr. I, Sp.KJ dan oleh dr. I, Sp.KJ pasien diminta untuk dibawa

berobat ke dokter saraf. Nyeri kepala, pusing, mual, muntah, dan kejang

disangkal.

Menurut istri pasien, pasien sebelumnya merupakan orang yang teliti dan

paling ingat mengentai masalah uang. Istri pasien mengatakan pasien pernah

mengalami kecelakaan ± 10 tahun yang lalu dan didiagnosis gegar otak. Tetapi

setelah itu, pasien dinyatakan sembuh. Pasien sebelumnya merupakan pribadi

yang aktif, setelah kejadian lupa tersebut pasien cenderung terlihat pasif. Pasien

memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus (DM) disangkal. Riwayat

stroke sebelumnya disangkal. Sebelum dibawa ke poli saraf (Sabtu, 28 Maret

2015), pasien sempat diberikan amlodipin oleh istri pasien karena tekanan

darahnya tinggi. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak SMA.

Pada saat dilakukan anamnesis, pasien terlihat sering bengong, tidak melihat

lawan bicara, cenderung tidak memperhatikan, dan kesulitan dalam menjawab

saat ditanya mengenai hal yang berhubungan dengan ingatannya.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Stasus generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 130/100

Nadi : 84 x/menit

Nafas : 22 x/menit

Suhu : 36,7ºC

Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.

Telinga : Dalam batas normal

4

Page 5: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-/-)

Tenggorokan : Tidak diperiksa

Leher : Tidak diperiksa

Wajah : Simetris

Jantung : Bunyi jantung I/II normal, bunyi jantung tambahan (-)

Paru-paru : Suara nada dasar vesikuler, rhonki (-/-). Wheezing (-/-)

Abdomen : Bentuk datar, bising usus normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik

Kulit : Warna kecoklatan, turgor kulit baik

2. Status neurologis

Kesadaran : Compos mentis, E4 V5 M6

Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm, RCL RCTL (+/+)

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Laseque (-/-), Kernig (-/-)

Nervus kraniales (I – XII) : dalam batas normal

Motorik:

(a) Tonus : dalam batas normal

(b) Kekuatan :

Refleks fisiologis:

Patella (+2/+2), Achilles (+2/+2), Biceps (+2/+2), Triceps (+2/+2)

Refleks patologis:

Hoffmann (-/-), Tromner (-/-), Babinsky (-/-), Chadock (-/-)

Sensorik : dalam batas normal

System saraf otonom : inkontenensia dan retensi urin (-), alvi (-)

Keseimbangan dan koordinasi : dalam batas normal

Fungsi luhur

(a) Orientasi : terganggu

(b) Memori : menurun

5

5555 5555

5555 5555

Page 6: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

(c) Bahasa : dalam batas normal

(d) Atensi : menurun

(e) Aktivitas sehari-hari : terganggu

Pemeriksaan Status Mini Mental: 19

Skor Iskemik Hachinski : 8

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 12,6 g/dl Lk : 13,5 – 18 ; Pr : 13-16

Hematokrit 36 % Lk : 40 – 45 ; Pr : 38-47

Jumlah leukosit 6.900 /cmm 4.000 – 11.000

Jumlah trombosit 219.000 /cmm 150.000 - 450.000

Asam urat 4,9 mg/dL 2,4 – 7,0

Glukosa 75 mg/dL 70 – 105

Kolesterol 175 mg/dL 120 – 200

HDL 60 mg/dL 0 – 65

LDL 74,6 mg/dL 0 – 165

Kreatinin 1 mg/dL 0.7 – 1.5

Urea 15,5 mg/dL 15 – 45

Trigliserida 202 mg/dL 30 – 150

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan hemoglobin dan

hematokrit menurun dibawah nilai normal. Hal tersebut menunjukkan pasien

mengalami keadaan anemia. Selain itu, trigliserida juga ditemukan meningkat.

Peningkatan trigliserida menunjukkan kemungkinan dapat terjadinya thrombosis

serebral.

6

Page 7: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

2. EKG

Hasil pemeriksaan EKG pasien tidak didapatkan adanya kelainan pada

jantung pasien.

7

Page 8: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

3. CT-Scan kepala

Berdasarkan hasil CT-Scan kepala tanpa kontras ditemukan adanya:

1. Infark serebri multiple pada daerah basal ganglia dekstra dan lateral dari

caput nucleus caudatus sinistra

2. Susp. Infark lama pada temporal sinistra

D. Diagnosis

Diagnosis klinis : Demensia Vaskuler

8

Page 9: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Diagnosis topis : Basal ganglia dekstra dan lateral dari caput nucleus

caudatus sinistra

Diagnosis etiologis : Stroke Iskemik

E. Tatalaksana

1. Non-farmakologis

a. Program aktivitas harian pasien (kegiatan harian yang teratur dan

sistematis) serta orientasi realitas (pasien diingatkan akan waktu dan

tempat)

b. Kontrol terhadap factor resiko

2. Farmakologis

a. Asam asetilsalisilat 1 x 80 mg

b. Captopril 2 x 25 mg

c. Asam folat 2 x 1 tab

d. Simvastatin 1 x 20 mg

e. Donepezil 0-0-5 mg

f. Fluoxetine 10-0-0 mg

F. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam

9

Page 10: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. Stroke

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang

disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak

(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan

tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Menurut

patofisiologinya, stroke didefinisikan menjadi stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik,

dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh thrombosis arteri, yaitu

pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis.

Thrombosis dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu thrombosis pada arteri

besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan thrombosis pada

arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan thrombosis arteri besar,

sedangkan 20% stroke disebabkan thrombosis cabang-cabang arteri kecil yang

masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris

penetran, medularis) yang menyebabkan stroke thrombosis tipe lacunar. Kurang

lebih 32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan

darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya

sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.

Dalam tinjauan pustaka ini lebih lanjut hanya akan dibahas mengenai

stroke iskemik. Gejala dan tanda stroke iskemik dapat berupa gangguan motorik,

sensorik, otonom, kognitif sesuai daerah pendarahan arteri yang mengalami

penyumbatan. Klasifikasi menurut The Oxfordshire Community Stroke

Classification (atau klasifikasi Bamford) mengelompokkan stroke iskemik

dalam 4 kategori. Dari kategori tersebut dapat diketahui volume infark (ukuran

10

Page 11: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

stroke), daerah teritorial vaskuler yang mungkin terlibat dan mekanisme yang

mendasarinya, serta kemungkinan prognosis.

Tabel 1. Sindroma stroke

Dari anamnesis, didapatkan informasi bahwa pasien pada pagi hari sebelum

kejadian masih terlihat normal, kemudian pada siang harinya pasien tiba-tiba lupa

dan tidak dapat mengingat kembali jalan pulang ke rumah. Selain itu, didapatkan

gejala mulut mencong pada pasien tetapi berlangsung tidak lama. Pasien

kemudian tidak dapat mengingat aktivitas sehari-hari yang dilakukannya. Onset

yang cepat dimana mucul gejala deficit neurolgis fokal tersebut menunjukkan

bahwa pasien mengalami stroke.

B. Gangguan Fungsi Kognitif pada Stroke Iskemik

Stroke merupakan penyebab kecacatan utama, tidak hanya akibat disfungsi

motorik, namun juga gangguan fungsi kognitif yang sering terjadi pada stroke.

11

Page 12: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Gangguan kognisi berfluktuasi sesuai fase stroke. Gangguan kognisi pada fase

akut terjadi akibat dampak langsung lokasi infark pada tempat yang strategis

atau akibat hipoperfusi regio otak lain sebagai respon sekunder infark. Pada

fase subakut dan pasca stroke, faktor di luar stroke yang ikut mempengaruhi

antara lain suhu, kejadian kejang, komorbiditas, serta faktor genetik.

Jenis gangguan kognitif yang terjadi dapat berupa gangguan pada domain

kognitif tunggal (atensi, bahasa, memori, visuospasial, atau fungsi eksekutif),

atau gabungan di antaranya. Gangguan fungsi kognitif pada domain

tunggal jarang terjadi, lebih sering berupa spektrum yang tergolong dalam

gangguan fungsi kognitif vaskuler (vascular cognitive impairment=VCI). VCI

sendiri belum dapat didefinisikan secara jelas, lebih tepat disebut sebagai

konsep, yaitu sebagai “payung” yang menaungi berbagai gangguan kognitif yang

ditimbulkan atau berhubungan dengan penyebab vaskuler. Belum terdapat

pembagian VCI secara jelas, namun umumnya VCI diklasifikasikan menjadi 3

subtipe:

1. Demensia vaskuler

2. VCI yang tidak memenuhi kriteria demensia (vascular cognitive

impairment, no dmenetia = VCIND)

3. Penyakit Alzheimer

Tabel 2 menunjukkan beberapa kunci penting dalam definisi sub-sub tipe

VCI.

12

Page 13: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Berikut adalah bagan algoritme penegakan diagnosis VCI:

13

Page 14: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Bagan 1. Algoritme penegakan diagnosis VCI

C. Demensia Vaskuler

Fungsi kognitif termasuk sejumlah keterampilan tingkat tinggi yang kompleks

yang diatur oleh banyak sistem otak. Ada beberapa daerah otak yang merupakan

kunci dari keterampilan tertentu1.

Keterampilan seperti pengambilan keputusan, kepribadian, pemecahan

masalah dan atensi dikoordinir oleh lobus frontalis. Lobus frontalis di suplai oleh

arteri serebri anterior1.

Memori jangka panjang dikoordinir oleh lobus temporalis yang mendapat

suplai dari arteri serebri media dan arteri serebri posterior. Demensia adalah

sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik atau progresif serta terdapat

gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu daya ingat, daya fikir, daya

orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa,

kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya disertai hendaya fungsi

kognitif dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam

pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada

penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular dan pada kondisi lain yang

secara primer atau sekunder mengenai otak.2,3.4

Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional

yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan

iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansi alba iskemik atau sekuale dari

hipotensi atau hipoksia.

C.1. Epidemiologi

Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di

Amerika Serikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian

di Asia. Prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih

2,2% di Jepang. Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu

berumur lebih dari 65 tahun adalah demensia vaskular. Di Eropa, demensia

vaskular dan demensia campuran masing-masing 20% dan 40% dari kasus. Di

14

Page 15: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular. Kadar

prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telah mengalami

stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasien mengalami

demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif kejadian

demensia adalah 5,5%.2,3

Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka

dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular

lainnya. Insiden meningkat sesuai dengan peningkatan umur.

C.2. Etiologi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas

65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran

antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya

adalah demensia Lewy body (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia

frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia

infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan

penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan

penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti

kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya

defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat

depresi. Beberapa faktor resiko demensia vaskular adalah.3,4

1. Usia lanjut

2. Hipertensi

3. Merokok

4. Penggunaan alkohol kronis

5. Aterosklerosis

6. Hiperkolesterolemia

7. Homosistein plasma

8. Diabetes melitus

9. Penyakit kardiovaskular

10. Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)

15

Page 16: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

11. Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan

aluminium)

12. Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka

panjang

13. Tingkat pendidikan yang rendah

14. Riwayat keluarga mengalami demensia

Gambar 3. Perbandingan Persentase Etiologi dari Demensia

Pada pasien ini terdapat hipertensi dan merokok yang diduga menjadi

factor resiko penting terjadinya demensia vaskuler.

C.3. Klasifikasi demensia vaskuler

Demensia vaskular (Dva) terdiri dari beberapa subtipe yaitu:

1. DVa paska stroke yang mencakup demensia multi-infark, stroke

perdarahan dan demensia infark strategis yakni disebabkan oleh infark

single yang strategi (seperti oklusi dari Arteri serebral posterior dan

menyebabkan infark thalamus bilateral atau sindrom arteri serebri anterior

yang menyebabkan infark lobus frontal bilateral). Biasanya mempunyai

korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.

16

Page 17: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

2. DVa subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger

dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun

memiliki faktor resiko vaskuler.

3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam

kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).

4. Demensia vaskular akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit

serebrovaskular hemoragik seperti hematoma subdural atau intraserebral

atau perdarahan subaraknoid

C.4. Patofisiologi Demensia Vaskuler

Resiko menjadi demensia meningkat setelah stroke. Sebagai contoh,

Tatemichi dkk menemukan kejadian stroke meningkatkan risiko demensia

setidaknya 9 kali lebih tinggi dibandingkan lansia tanpa ada penyakit

serebrovaskular. Tetapi tidak semua pasien stroke menjadi demensia. Cumming

memperkirakan 25-50% pasien stroke akan berkembang demensia.4

Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan

fungsi aktivitas sehari-hari yang menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan

ini disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian korteks atau

subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya gangguan ini akan berkurang setelah

3-6 bulan. Tatemichi secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang

berhubungan dengan stroke, termasuk lokasi lesi di otak, luas lesi, penyebab lesi

di otak tersebut. Peneliti lain telah menjelaskan faktor predisposisi pada demensia

vaskuler yaitu atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.4,5

Tatemichi menemukan bahwa demensia lebih berhubungan atau sering

terjadi pada sumbatan di sisi hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada

daerah batang otak-serebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi stroke

hemisfer kiri, demensia terjadi pada sumbatan di sistem limbik. Lokasi pembuluh

darah yang terkena yang menyebabkan demensia biasanya pada arteri serebri

posterior dan anterior sisi kiri. Lokasi lesi lebih berperan menjadi stroke

dibandingkan luas sisi otak yang terkena. Loeb dkk menemukan tidak terdapat

hubungan antara luas otak yang terkena dengan kejadian demensia, kecuali pada

17

Page 18: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

pasien dengan lesi seluas satu sisi hemisfer atau kedua hemisfer korteks atau

subkorteks. Atrofi otak juga berkaitan dengan demensia.

Sumbatan kecil namun dengan jumlah yang banyak dapat menyebabkan

demensia dalam jangka waktu tertentu (multi infarct dementia). Sumbatan yang

banyak ini dapat menimbulkan efek: a) efek adiktif, b) efek yang bertambah

banyak atau c) efek sesuai dengan lokasi lesi yaitu pada penyakit Binswanger.

Terdapat lesi di otak bagian subkorteks yang menimbulkan gejala demensia yang

semakin memberat yaitu pada basal ganglia, white matter, lobus frontal.6

Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan

kerusakan kognisi masih belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam

kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan

kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak, emboli jantung, dan perdarahan6.

1. Infark Multiple6

Dementia multi infark merupakan akibat dari infark multiple dan bilateral.

Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala

fokal seperti hemiparesis, hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar

palsy sering disertai disarthia, gangguan berjalan (sleep step gait). Forced

laughing/crying, refleks babinski dan inkontinensia. CT scan otak

menunjukan hipodens bilateral disertai atrifi kortikal kadang disertai

dilatasi ventrikel.

2. Infark Lakuner6

Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm yang disebabkan kelainan

pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan

subkortikal akibat dari hipertensi. Pada 1/3 kasus, infark lakunar bersifat

asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan

sensoris, TIA, hemiparesis atau ataxia. Bila jumlah lakunar bertambah

maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbal palsy.

Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan kepala menunjukan

hipodensitas multiple dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada

CT scan karena ukurannya yang kecil atau terletak di batang otak. MRI

18

Page 19: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

kepala akurat untuk menunjukan adanya lakunar terutama di batang otak,

terutama pons.

3. Infark Tunggal6

Strategic single infarc dementia merupakan akibat lesi iskemik pada

daerah kortikal atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark

girus angularis menimbulkan gejala sensorik, aleksia, agrafia, gangguan

memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark di daerah

distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala anmnesia disertai

agitatasi, halusinansi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark

daerah distribusi arteri-arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia

motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan

kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasual.

Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus mengkasilkan

thalamic dementia.

4. Sindroma Binswanger6

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukan demensia progresif

dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang diabetes melitus. Sering

disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan

(gait) dan inkontinensia. Terdapat atropi white matter, pembesaran

ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor resikonya adalah

small artery disease (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan

autoregulasi aliran darah di otak usia lanjut, hipoperfusi periventrikel

karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.

5. Angiopati amiloid cerebral6

Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventitia arteriola

serebral. Insidennya meningkat denga bertambahnya usia. Kadang terjadi

dementia dengan onset mendadak.

6. Hipoperfusi6

Dementia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,

hipotensi berat, hipoperfusi dengan atau tanpa gejala oklusi karotis,

kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan.

19

Page 20: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple

terutama di daerah white matter.

C.5. Gejala klinis

Demensia vaskuler subkortikal.

Pria lebih sering terserang, berusia 60 sampai 70 tahun, adanya riwayat

hipertensi (80%) yang tidak terkendali. Faktor resiko lain yang sering ditemukan

adalah diabetes mellitus. Demensia terjadi dalam 3 sampai 10 tahun, progressive

intermitent, tetapi dapat progresif secara berjenjang tanpa adanya kejadian

vaskuler yang jelas. Afasia, neglect pada beberapa kasus, disartria, pseudobulbar

palsy, defisit motorik fokal, gangguan berjalan-spastik, parkinsonisme dan

ataksia. Inkontinensia terjadi pada stadium lanjut, tetapi dapat pula terjadi pada

waktu fungsi kognitif masih baik. Hampir selalu ada riwayat stroke. Gejala dini

demensia vaskular penderita mengalami masalah dengan memori baru, emosi

labil, sulit mengikuti perintah, disorientasi tempat, hilangnya kendali terhadap

kandung seni dan rektum. Perubahan perilaku terjadi dini dan menyolok, beberapa

penderita menunjukkan fase mania dini. Depresi lazim ditemukan dan gangguan

mood.

Gangguan kognitif

Attention, Abstract reasoning, Judgment and Insight, Personality,

Memory, Sequencing and Initiating activities, Problem solving, Orientation,

Mental Processing speed.

Perubahan perilaku

Kepribadian relatif tidak terganggu, namun dapat terjadi perubahan

kepribadian seperti apati, disinhibisi atau gangguan ego sentris, sikap paranoid,

atau irritability. Kriteria NINDS-AIREN mendapatkan inkontinensia, perubahan

mood (terutama depresi) dan perubahan kepribadian. Hanya adanya inkontinensia

untuk membedakan penderita stroke demensia atau tidak demensia, sedang pada

infark lakunar perubahan perilaku lebih menonjol dari gangguan intelek. Depresi,

apati dan perseverasi didapatkan pada infark lakunar dibandingkan dengan kontrol

tanpa infark. Depresi berat 25% pada penderita demensia vaskuler8.

20

Page 21: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

C.6. Pemeriksaan penunjang

Anamnesis dan pemeriksaan saja dapat mengidentifikasi demensia, CT

scan kepala cukup dilakukan secara rutin. Adanya lesi white matter membedakan

demensia vaskuler dan demensia Alzheimer. Cordoliani-Mackowiak, dkk;

mendapatkan bahwa penderita stroke dengan atrofi lobus temporalis medial lebih

sering mengalami demensia, namun perlu diikuti lebih lama. Perlu dilakukan

pengukuran volume hipokampus untuk mempelajari demensia vaskuler.

MRI kepala dilakukan untuk menemukan penyakit vaskuler kecil dan

membedakan demensia Alzheimer dan mixed dementia. Pemeriksaan darah

lengkap, LED, kadar glukosa dan EKG harus dilakukan. Jika diperlukan

dilakukan: Carotid duplex doppler, foto toraks, ekokardiografi, profil lipid,

anticardiolipin antibody, lupus anticoagulation, autoantibody screen jika

diperlukan. Pemeriksaan HbA1c untuk deteksi diabetes mellitus yang tidak

diduga.

Pemeriksaan yang tidak rutin dikerjakan adalah: angiografi serebral jika

akan dilakukan pembedahan karotis atau untuk menunjukkan beading pembuluh

darah kecil. Pemeriksaan likuor serebrospinalis jika ada kecurigaan infeksi. Biopsi

dura atau otak jarang dilakukan.

Essesmen gangguan kognitif pasca stroke7:

Mini-Mental State Examination (MMSE).

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu instrumen singkat

yang disusun untuk menilai secara kasar fungsi kognitif. MMSE termasuk

bagian dari pemeriksaan status mental pada bagian sensorium dan

kognisi. Bagian pemeriksaan status mental ini mencari petunjuk fungsi

organik dan intelegensia pasien, kapasitas untuk berpikir abstrak, dan

tingkatan tilikan dan pertimbangan. MMSE digunakan secara luas untuk

mencari kemungkinan defisit kognitif.

Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.

Metode Skor InterpretasiSingle Cutoff < 24 Abnormal

Range < 21> 25

Meningkatkan kemungkinan menderita demensia

21

Page 22: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Menurunkan kemungkinan menderita demensiaPendidikan 21

< 23< 24

Abnormal untuk pendidikan kelas 8Abnormal untuk pendidikan SMAAbnormal untuk pendidikan kuliah

Keparahan 24 – 3018 – 230 – 17

Tidak ada pelemahan kognitifPelemahan kognitif ringanPelemahan kognitif berat

Tabel 2: Interpretasi Skor MMSE

Skor di bawah 24 biasanya mengindikasikan adanya hendaya kognitif.

a. 25-30 (normal)

b. 21-24 (gangguan ringan)

c. 10-20 (gangguan sedang)

d. < 9 (gangguan berat)

Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut. Nilai

sempurna (normal) adalah 30. Nilai yang kurang dari 24 mengarahkan

adanya suatu gangguan. Sedangkan nilai yang kurang dari 20 menyatakan

adanya suatu gangguan yang pasti.

Pada kasus, skor MMSE Tuan.E adalah19, artinya kondisi Tuan E

mengarahkan adanya suatu gangguan.

Clock Drawing Test (CDT).

Montreal Cognitive Assessment (MOCA).

C.7. Kriteria diagnosis

Terdapat beberapa kriteria diagnostik yang melibatkan tes kognitif dan

neurofisiologi pasien yang digunakan untuk diagnosis demensia vaskular.

Diantaranya adalah8:

a. Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,

fourth edition, text revision (DSM-IV-TR). Kriteria ini mempunyai

sensitivitias yang baik tetapi spesifitas yang rendah. Rumusan dari kriteria

diagnostik DSM-IV-TR adalah seperti berikut5:

22

Page 23: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Pada pasien Tn. E ditemukan adanya penurunan memori, gangguan fungsi

eksekutif, adanya penurunan memori dan gangguan fungsi eksekutif

mempengaruhi kehidupan pasien sehingga lebih pasif dengan berada dirumah dan

cenderung terlihat depresif. Kemudian didapatkan adanya gejala neurologis fokal,

dan deficit tersebut tidak terjadi selama berlangsungnya delirium. Dari penemuan

tersebut berdasarkan DSM-IV maka Tn. E mengalami demensia vascular.

b. ADDTC (State of California Alzheimer Disease Diagnostic and Treatment

Centers) dan NINDS-AIREN (National Institute of Neurological

Disorders and Stroke and the Association Internationale pour la

Recherche at L’Enseignement en Neurosciences) yang sekarang dipakai.

Radiologic Features Considered Compatible with Vascular Dementis by

the INDS-AIREN Criteria.

Site

A. Large-vessel stroken to the following territories

a. Bilateral anterior cerebral artery.

b. Posterior cerebral artery.

c. Parietotemporal and temporooccipital association areas.

d. Superior frontal and parietal watershed territories.

23

Page 24: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

B. Small vessel disease:

a. Basal ganglia and frontal white matter lacunes.

b. Extensive periventricular white matter lesions.

c. Bilateral thalamic lesions.

Severity

a. Large vessel lesion of the dominant hemisphere.

b. Bilateral large vessel hemispheric strokes.

c. Leukoencephalopathy involving at least 25% of total white maner.

Hasil CT scan kepala menunjukkan telah terjadi kematian sel di daerah basal

ganglia dekstra. Hasil ini membantu penegakan diagnosis menuju demensia

vaskuler.

Ganglia basalis terletak di subkortikal, merupakan white matter dari substansia

alba, sehingga diagnosis demensia vaskular subkortikal dapat ditegakkan. Ganglia

basalis memiliki peran utama dalam mengatur fungsi kognitif sehingga pada kasus

tampak gangguan fungsi memori.

c. Skor iskemik Hachinski

Riwayat dan gejala Skor

Awitan mendadak 2

Deteriorasi bertahap 1

Perjalanan klinis fluktuatif 2

Kebingungan malam hari 1

Kepribadian relatif terganggu 1

Depresi 1

Keluhan somatik 1

Emosi labil 1

Riwayat hipertensi 1

Riwayat penyakit serebrovaskular 2

Arteriosklerosis penyerta 13 1

Keluhan neurologi fokal 2

Gejala neurologis fokal 2

24

Page 25: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Skor ini berguna untuk membedakan demensia alzheimer dengan

demensia vaskular. Bila skor ≥ 7 : demensia vaskular. Skor <4 : penyakit

alzheimer. Sensitivitas & spesifisitas skala ini 89%.

Pada pasien ini, munculnya keluhan mendadak, pasien terlihat depresi

setelah stroke, adanya riwayat hipertensi dan stroke, menjadikan skor Hachinski

pada pasien ini menjadi 8. Hal ini menunjukkan pasien mengalami demensia

vascular.

1. Kriteria untuk diagnosis probable vascular dementia:

A. Demensia

Didefinisikan dengan penurunan kognitif dan dimanifestasikan

dengan kemunduran memori dan dua atau lebih domain kognitif (orientasi,

atensi, bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motor,

praksis), ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologi,

defisit harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas harian dan tidak

disebablan oleh efek stroke saja.

Kriteria eksklusi yaitu kasus dengan penurunan kesadaran, delirium,

psikosis, aphasia berat atau kemunduran sensorimotor major. Juga

gangguan sistemik atau penyakit lain yang menyebabkan defisit memori dan

kognisi.

B. Penyakit serebrovaskular

Adanya tanda fokal pada pemeriksaan neurologi seperti

hemiparesis, kelemahan fasial bawah, tanda Babinski, defisit sensori,

hemianopia, dan disartria yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa

riwayat stroke) dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan dengan

pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh darah multipel

atau infark strategi single (girus angular, thalamus, basal forebrain),

lakuna ganglia basal multipel dan substansia alba atau lesi substansia alba

periventrikular yang ekstensif, atau kombinasi dari yang di atas.

25

Page 26: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

C. Hubungan antara dua kelainan di atas

- Awitan demensia 3 bulan pasca stroke

- Deteriorasi fungsi kognitif mendadak atau progresi defisit kognitif

yang fluktuasi atau stepwise

2. Gambaran klinis konsisten dengan diagnosis probable vascular dementia

A. Adanya gangguan langkah dini (langkah kecil “marche a petits pas”, atau

langkah

magnetik, apraksi-ataxic atau Parkinson)

B. Riwayat unsteadiness dan jatuh tanpa sebab

C. Urgensi dan frekuensi miksi dini serta keluhan berkemih yang lain bukan

disebabkan oleh kelainan urologi

D. Pseudobulbar palsy

E. Perubahan personaliti dan suasana hati, abulia, depresi,

inkontinensi emosi, atau defisit subkortikal lain seperti retardasi

psikomotor dan fungsi eksekutif abnormal.

3. Gambaran klinis yang tidak mendukung demensia vaskular

A. Awitan dini defisit memori dan perburukan memori dan fungsi

kognitif lain seperti bahasa (aphasia sensori transkortikal), ketrampilan

motor (apraksia) dan persepri (agnosia) yang progresif tanpa disertai lesi

fokal otak yang sesuai pada pencitraan

B. Tidak ada konsekuensi neurologi fokal selain dari gangguan kognitif

C. Tidak ada kerusakan serebrovaskular pada CT Scan atau MRI otak

4. Diagnosis klinikal untuk possible vescular dementia

A. Adanya demensia dengan tanda neurologi fokal pada pasien tanpa

pencitraan otak/tiada hubungan antara demensia dengan stroke.

B. Pasien dengan defisit kognitif yang variasi dan bukti penyakit

serebrovaskular yang relevan

26

Page 27: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

5. Kriteria untuk diagnosis definite vascular dementia

A. Kriteria klinis untuk probable vascular dementia

B. Bukti histopatologi penyakit serebrovaskular dari biopsi atau autopsi

C. Tidak ada neurofibrillary tangles dan plak neuritik

D. Tidak ada kelainan patologi atau klinikal yang dapat menyebabkan

demensia

C.8. Diagnosis banding

1. Penyakit alzheimer9

Pada 90% kasus ditemukan infark multipel, riwayat stroke atau TIA,

Hachinski Ischemic Scale skor 7 atau lebih menunjukkan demensia vaskuler,

sedang skor 4 atau kurang menunjukkan Alzheimer demensia. Pemeriksaan CT

Scan meningkatkan ketepatan diagnosis adanya infark. Identifikasi penyebab

kejadian vaskuler atau faktor resiko.

Insiden depresi karena demensia vaskuler dan demensia Alzheimer

terletak antara 2,5 dan 8, sedangkan kecemasan 2 kali lipat. Pada demensia

Alzheimer memori jangka panjang lebih terganggu.

2. Penurunan kognitif akibat usia

27

Page 28: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

Apabila usia meningkat, terjadi kemunduran memori yang ringan.

Volume otak akan berkurang dan beberapa sel saraf atau neurons akan

hilang5.

3. Depresi

Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak berespon. Kadang-

kadang keliru dan pelupa5.

4. Delirium

Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu

ini disorientasi, pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan

atau infeksi yang dapat diobati. Biasanya sembuh sempurna setelah

penyebab yang mendasari diatasi5.

5. Kehilangan memori

Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah5:

• Malnutrisi

• Dehidrasi

• Fatigue

• Depresi

• Efek samping obat

• Gangguan metabolik

• Trauma kepala

• Tumor otak jinak

C.9. Penatalasanaan

1. Penatalaksanaan penurunan fungsi kognitif

Acetylcholinesterase selective inhibitor, Rivastigmin telah lama dipasarkan

di Indonesia dengan merk dagang Exelon dan Donepezil yang dikenal dengan

nama dagang Aricept.

Black S, dkk, melakukan penelitian klinis dengan randomized placebo-

controlled dengan donepezil 5 mg/hari, 10 mg/hari dan plasebo pada 603

penderita, 55,2% adalah pria, rerata umur adalah 73,9 tahun selama 24 minggu.

Mereka menyimpulkan, bahwa Donepezil 5 mg/hari memperbaiki fungsi kognitif

28

Page 29: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

global, sedangkan untuk aktivitas harian 10 mg/hari menunjukkan hasil yang

bermakna. Donepezil merupakan obat yang aman dan efektif untuk pengobatan

simptomatik demensia vaskuler.8,10

Whyte EM, dkk, 2008 melakukan penelitian selama 12 minggu pada

penderita stroke dengan gangguan kognitif, berusia lebih dari 60 tahun dan

mendapatkan perbaikan fungsional yang lebih baik dengan pemberian donepezil

10 mg/hari dibandingkan dengan galantamine 24 mg/hari.

Acetylcholinesterase selective inhibitor lainnya, Galantamine terbukti

efektif pada demensia Alzheimer disertai gangguan serebrovaskuler (mixed

dementia). Di indonesia dipasarkan dengan nama dagang Reminyl. Erkinjutti

memberi bukti yang cukup meyakinkan tentang efektifitas galantamine pada

penderita demensia Alzheimer dan gangguan serebrovaskuler yang dikenal

sebagai Mixed dementia.

Neurotropik Citicoline (cytidine 5’- diphosphate choline) berperan pada

sintesis membran sel. Khasiatnya menstabilisasi membran sel dan menurunkan

pembentukan asam lemak bebas. Studi klinis pada penderita dengan defisit

memori menunjukkan perbaikan fungsi kognitif dan perilaku. Pada penderita

stroke, Citicoline menurunkan volume infark dan memperbaiki keluaran

fungsional neurologik. Pirasetam adalah gamma-aminobutyric acid memperbaiki

fluiditas membran sel dan mempertahankan fungsi sel membran. Ginkgo biloba

leaf extract sering dipakai untuk gangguan kognitif dan perilaku pada lanjut usia

dan demensia stadium dini. Cerebrolysin dipakai untuk pengobatan demensia

vaskuler.

Hachinski mengusulkan pemakaian nimodipin, pentoxifillin, vincamine,

posatirelin dan propentoxifilin mempunyai efek yang lemah untuk pengobatan

demensia vaskuler. Bila terdapat gejala depresi dapat diberikan Selective

Serotonin Receptor Inhibitor. Jorge RE, 2010 melakukan penelitian pada 129

penderita 3 bulan pasca stroke dan diberi Escitalopram dibandingkan dengan

plasebo, dan mendapatkan perbaikan fungsi kognitif global.8,10

29

Page 30: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

2. Penatalaksanaan faktor resiko yang mendasari terjadinya demensia

vaskular

Secara garis besar sama dengan pengendalian faktor risiko pada stroke.

Bertujuan untuk mencegah berlanjutnya kerusakan serebrovaskuler. Pemberian

obat anti platelet dengan clopidogrel 75 mg/hari dan aspirin 100 mg/hari. Aspirin

bermanfaat pada demensia vaskuler, namun NSAID tidak bermanfaat.

Berhenti merokok disertai penurunan tekanan darah sistolik antara 135 dan

150 mmHg. Penurunan tekanan darah dibawah 135 mmHg memperburuk

keadaan. Kedua keadaan ini meningkatkan aliran darah ke otak. Penurunan

tekanan darah dengan beta bloker atau diuretik tidak ada manfaatnya terhadap

kognitif sesudah diikuti selama 4 tahun. Syst Eur study menganjurkan pengobatan

pada penderita berusia lebih dari 60 tahun dengan tekanan sistolik 160-219 mmHg

dan diastolik kurang dari 95 mmHg dengan nitrendipin, enalapril atau

hydrochlorothiazide menghasilkan tekanan sistolik di bawah 150 mmHg dapat

mencegah 19 kasus dari 1000 subyek yang diobati selama 5 tahun. PROGRESSS

study menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat memperbaiki fungsi

kognitif. Pengobatan demensia vaskuler adalah dislipidemia dengan pemberian

statin yaitu atorvastatin 20-80 mg/hari.

Pengendalian hipertensi dengan obat anti hipertensi menurunkan insidens

gangguan kognitif dan demensia. Dikatakan bahwa statin mempunyai efek

neuroproteksi.

Pengendalian diabetes mellitus secara ketat. Diabetes mellitus

mempercepat terjadinya atherosklerosis pada semua pembuluh darah.

Atherosklerosis pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak

berkurang, sehingga terjadi penurunan fungsi otak termasuk terjadinya demensia.

Bila terdapat diabetes bersamaan dengan hipertensi maka proses akan berjalan

lebih cepat. Oleh sebab itu diabetes mellitus harus diobati secara cermat untuk

mrncapai keadaan euglycemic.

Peran kadar homosistein yang tinggi pada demensia masih kontroversial,

dapat diberikan asam folat, piridoksin dan vitamin.

30

Page 31: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

3. Prevensi

Phospatidylserine (PS) merupakan phospholipid alami yang ada dalam

lecitin, merupakan zat penting yang berperan untuk mempertahankan mental

performance secara optimal. Khasiat PS adalah meningkatkan metabolisme

glukosa, memicu pelepasan asetilkolin dan mencegah pengurangan hippocampus

dendritic yang berhubungan dengan usia lanjut. Cenacchi dkk; 1993 melakukan

penelitian buta ganda pada 494 pasien usia lanjut (usia 65-93) dengan gangguan

fungsi kognitif sedang sampai berat dengan membandingkan PS oral 300 mg/hari

dengan plasebo selama 6 bulan dan mendapatkan perbaikan sangat pertama. Dosis

optimum yang dianjurkan adalah 300 mg dan sesudah 1 atau 2 bulan diturunkan

menjadi 100 mg.

(-) Terapi hormon.

Ryan J, dkk meneliti 3130 wanita postmenopause, berusia 65 tahun atau

lebih dan memberikan terapi hormon dan diikuti sampai 4 tahun. Mereka

menyimpulkan bahwa terapi hormon disertai dengan performance yang lebih baik

pada domain kognitif tertentu, tetapi tergantung lama pemakaian dan tipe

pengobatan. Pemakaian terapi hormon menurunkan risiko demensia berhubungan

dengan alee ApoeE4.

(-) Antioksidan

Vitamin C dan E mempunyai efek protektif terhadap terjadinya demensia.

Jaringan otak amat rentan terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Ini disebabkan

karena rendahnya kadar antioksidan endogen. Penambahan usia juga akan

mengurangi kadar antioksidan endogen secara drastis, sehingga perlu pemberian

vitamin C dan vitamin E dari luar. Manfaat buah segar dan sayur mungkin terkait

dengan kadar antioksidan yang kuat.

(-) Diit.

Diit Mediterranean terdiri dari asupan banyak ikan, sayur, buah, legumes,

sereal, asam lemak tak jenuh dalam bentuk minyak zaitun, dan asupan rendah

31

Page 32: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

produk susu, daging dan asam lemak jenuh dan konsumsi alkohol dalam jumlah

sedang.

(-) Aktivitas fisik.

Etgen T,dkk. melakukan studi prospektif di Jerman pada 3903 peserta

berusia lebih dari 55 tahun selama periode 2001 sampai 2003 dan diikuti selama 2

tahun. Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas fisik sedang dan tinggi dapat

menurunkan insidens gangguan kognitif. Aktivitas fisik dilakukan 3 kali dalam

seminggu, sedang aktivitas tinggi lebih dari 3 kali dalam seminggu.

Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan

gejala perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular. Obat-obat

demensia adalah seperti berikut10:

32

Page 33: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

C.10. Prognosis

Demensia multi-infark memperpendek umur harapan hidup 50% dari

normal 4 tahun setelah evaluasi pertama. Mortalitas dalam 5 tahun Vascular

cognitive impairment tanpa demensia adalah 52% dan 46% progresif menjadi

demensia.

Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dan dapat melakukan tes

neuropsikologi dengan baik, prognosis lebih baik, namun pengaruh jenis kelamin

wanita masih bertentangan. Pada penderita sangat tua mortalitas 3 tahun mencapai

dua pertiga, hampir tiga kali kelompok kontrol. Pada penelitian lain 6 year

survival hanya 11,9%, sekitar seperempat dari yang diharapkan.

Sekitar sepertiga meninggal dunia karena komplikasi demensia, sepertiga

akibat penyakit serebrovaskuler, 8% karena penyakit kardiovaskuler, dan sisanya

karena sebab lain termasuk keganasan.

33

Page 34: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

BAB IV

KESIMPULAN

Laporan kasus ini menampilkan Tn. E, usia 55 tahun dengan penurunan

daya ingat disertai gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan

fungsi sosial setelah onset serangan stroke yang didiagnosis sebagai demensia

vascular. Diagnosis ditegakkan melalui riwayat penyakit yang didapatkan dari

anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang yaitu CT scan kepala. Terapi untuk

34

Page 35: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

demensia vascular meliputi terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terapi

medikamentosa berupa terapi untuk stroke akut dan untuk mencegah serangan

stroke ulangan dan memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku. Terapi non

medikamentosa pada penderita demensia bertujuan untuk mempertahankan fungsi

kognisi yang masih ada

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67.

35

Page 36: LapKas -- Cognitive Impairment Post Stroke

2. Budiarto, Gunawan. 2007. Dementia Vaskular serta kaitannya dengan stroke. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah nasional II Neurobehaviour. Airlangga University Press, Surabaya.

3. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184.

4. MemoryDisoders.Diaksesdarihttp://www.gabehavioral.com/Memory%20Disorders.htm. 10 januarir 2012.

5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: BehavioralSciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

6. Alagiakrishnan, K., Masaki, K. (2010 Apr 2). eMedicine from WebMD: Vascular Dementia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/292105-overview.

7. Ladecola, Costantino. 2010. The overlap between neurodegenerative and vascular factors in the pathogenesis of dementia. Acta neuropathol journal,September; 120(3): 287-296, NewYork.

8. Hachinski V et al. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Canadian Stroke Network Vascular Cognitive Impairment Harmonization Standars. Stroke 2006;37; 2220-2241.

9. Jellinger K. The enigma of vascular cognitive disorder and vascular dementia. Acta Neuropathol. 2007. 113: 349-388.

10.Kalaria RN et al. Small Vessel Disease and Subcortical Vascular Dementia. Journal of Clinical Neurology.2(1); 1-11,2006.

36