40
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin yang paling besar pada tubuh manusia. Pada kelenjar tiroid cukup sering ditemukan nodul didalamnya. Sekitar 4-8% nodul tiroid bisa ditemukan saat pemeriksaan fisik (palpasi daerah leher) dan sekitar 13-67% bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya lebih banyak ditemukan pada wanita. 1,2 Struma atau goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu atau kedua lobus. 3,4,5 Struma non-toksik, juga disebut sebagai struma simple, koloid, multinodular yang merupakan pembesaran kelenjar tiroid tanpa perubahan fungsional, inflamasi atau proses neoplastik. Oleh sebab itu, pasien dengan struma non-toksik bersifat eutiroid serta tidak memiliki tanda-tanda tiroiditis. 4,6,7 1

Lapkas Onko

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ONKO

Citation preview

Page 1: Lapkas Onko

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin yang paling besar pada tubuh

manusia. Pada kelenjar tiroid cukup sering ditemukan nodul didalamnya. Sekitar

4-8% nodul tiroid bisa ditemukan saat pemeriksaan fisik (palpasi daerah leher)

dan sekitar 13-67% bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya

lebih banyak ditemukan pada wanita.1,2

Struma atau goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar

tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa

seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul

dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa

bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu

nodul pada satu atau kedua lobus. 3,4,5

Struma non-toksik, juga disebut sebagai struma simple, koloid,

multinodular yang merupakan pembesaran kelenjar tiroid tanpa perubahan

fungsional, inflamasi atau proses neoplastik. Oleh sebab itu, pasien dengan struma

non-toksik bersifat eutiroid serta tidak memiliki tanda-tanda tiroiditis.4,6,7

1

Page 2: Lapkas Onko

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

1. Bentuk dan Lokasi

Tiroid adalah kelenjar yang berkonsistensi lembut, berwarna merah coklat,

berbentuk ‘H’, terbentuk dari 2 lobus lateral, kiri dan kanan, dan bagian ismus.

Sekitar separuh dapat ditemukan lobus pyramid, umumnya muncul dari ismus.

Lobus lateral terletak di kedua sisi dari laring dan trakea, kutub atasnya umumnya

setinggi superior kartilago krikoideus, kutub bawahnya umumnya setinggi antara

cincin tulang rawan ke-4 dan ke-5 trakea, ismus umumnya terletak di depan cincin

tulang rawan ke-2 dan ke-4 trakea.8

Di dorsal lobus lateral kelenjar tiroid terletak kelenjar paratiroid yang

memproduksi hormon yang berfungsi penting mengatur metabolism kalsium dan

fosfat. Sisi medial berbatasan dengan laring, trakea, faring, esophagus. Arteri

tiroidea inferior dan nervus laringeus rekuren berjalan bersama di sisi medial

lobus lateral.8

Kelenjar tiroid memiliki 2 lapis kapsul, yaitu yang sejati dan yang semu.

Kapsul sejati langsung melekat pada permukaan parenkim kelenjar serta

mengeluarkan banyak septula ke dalam parenkim kelenjar, hingga kelenjar tiroid

terbagi menjadi banyak lobuli. Kapsul semu disebut juga kapsul luar, merupakan

ekstensi dari fasia pre-trakea. Kapsul semu menyatukan badan kelenjar ke laring

dan trakea, sehingga kelenjar tiroid dan tumor di dalamnya dapat bergerak turun

naik sesuai gerakan menelan. Antara kapsul sejati dan semu terdapat kelenjar

tiroid, di dalamnya terdapat jaringan penunjang longgar. Pada waktu operasi

tiroid, pemisahan lebih mudah dilakukan antara kapsul sejati dan kapsul semu,

dan perdarahan lebih sedikit.8

Terdapat lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat dan mengelilingi

kelenjar tiroid. Jaringan ini merupakan bagian dari lapisan fasia yang menyokong

trakea. Fasia ini berbeda dengan kapsul tiroid, pada pembedahan fasia ini dapat

dengan mudah dipisahkan dari kapsul. Fasia bergabung dengan kapsul tiroid di

posterior dan lateral, serta membentuk ligamen yang disebut ligamentum Berry.

2

Page 3: Lapkas Onko

Ligamentum Berry melekat pada kartilago krikoid dan memiliki makna dalam

pembedahan sebab hubungannya dengan nervus laringeal.9

a) Pembuluh darah tiroid

Tiroid memiliki pasokan darah yang kaya, terutama dari arteri tiroidea

superior dan arteri tiroidea inferior, kadang kala terdapat arteri tiroidea ima.A.

tiroidea superior umumnya berasal dari bagian pangkal arteri karotis eksterna,

juga dapat berasal dari bifurkasio arteri karotis komunis. Arteri tersebut kemudian

bersama nervus laringeus superior ramus eksterna berjalan ke kutub superior

lobus lateral tiroid, bercabang menjadi ramus anterior dan superior dan masuk ke

dalam badan kelenjar. Arteri tiroidea inferior berasal dari aksis tiroid, melalui

posterior sarung arteri karotis menuju posterolateral lobus lateral tiroid, terbagi

menjadi ramus superior dan inferior, dan masuk ke kelenjar tiroid. Sekitar 10%

manusia memiliki arteri tiroidea ima,umumnya berasal dari aksis sefalobrakialis,

melalui anterior trakea menuju ke atas, tersebar di sekitar ismus.8

Vena tiroid membentuk jaringan di dalam badan kelenjar, lalu berkumpul

menjadi vena tiroidea superior, media dan inferior. Vena tiroidea superior berjalan

sepanjang sisi lateral arteri tiroidea superior ke atas, bermuara ke vena jugularis

interna. Vena tiroidea media berjalan melintang masuk ke vena jugularis interna,

kadangkala tidak ada, vena tiroidea inferior biasanya masuk ke vena

sefalobrakialis.Vena tiroidea inferior bilateral sering membentuk pleksus vena di

anterior segmen servikal trakea.8

b) Drainase limfatik tiroid

Pembuluh limfe tiroid berasal dari seputar folikel tiroid, di dalam korpus

kelenjar membentuk jaringan limfatik yang subur, menuju kelenjar limfe anterior

trakea, prelaring dan paratrakea, lalu ke untaian kelenjar limfe vena jugularis

interna (kelenjar limfe profunda lateral leher), sebagian kecil saluran limfe dapat

langsung bermuara ke duktus torakikus atau kelenjar limfe supraklavikular.8

c) Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin

(T4).Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3), yang sebagian besar

berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk

oleh kelenjar tiroid.3

3

Page 4: Lapkas Onko

Iodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon

tiroid. Sel kelenjar tiroid secara aktif melakukan transportasi yodium ke dalam

sitoplasmanya. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga

afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Iodida anorganik teroksidasi menjadi

bentuk organiknya dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat

dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotironin (DIT).

Konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3

atau T4, yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4

dilepaskan di sirkulasi, sedangkan sisanya tetap berada dalam kelenjar dan

kemudian mengalami deiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang.Dalam

sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu thyroid-binding globulin

(TBG), atau thyroxine-binding prealbumine (TBPA).3

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone

(TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar hipofisis secara

langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam

sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior

hipofisis dan terhadap sekresi tyhyroid releasing hormone (TRH) oleh

hipotalamus. Hormon tiroid memiliki pengaruh yang sangat bervariasi terhadap

jaringan/organ tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel.3

Pada kelenjar tiroid juga terdapat sel parafolikular yang menghasilkan

kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme

kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum menlalui pengaruhnya terhadap

tulang.3

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Di Amerika Serikat, nodul tiroid pada orang dewasa sangat umum

ditemukan dengan prevalensi 4-7%. Bahkan prevalensi nodul yang ditemukan

pada otopsi atau USG berkisar antara 20-65% pada individu dengan riwayat

penyakit tiroid sebelumnya.Struma difus lebih sering ditemukan pada remaja dan

selama kehamilan, sementara tipe multinodular lebih sering ditemukan pada

pasien berusia lebih dari 50 tahun.6,7,10,11

4

Page 5: Lapkas Onko

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan

faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:

1.      Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di

daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,

misalnya daerah pegunungan.

2.      Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

3.      Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang kedelai).

4.     Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Tumor/nodul tiroid

Sering ditemukan, sejak dini dapat diketahui adanya nodul keras dalam

kelenjar tiroid yang bergerak naik-turun sesuai gerakan menelan.8

2. Gejala infiltrasi dan desakan lokal

Tumor yang membesar sampai batas tertentu sering mendesak trakea hingga

posisinya berubah, disertai gangguan bernapas yang bervariasi intensitasnya.

Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara),

trakea (dispnea), atau esofagus (disfagia). Penyempitan yang hebat dapat

menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar.

Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernapasan

karena pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat

menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Struma

nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah

kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan.3,8

3. Pembesaran kelenjar limfe leher

Metastasis ke kelenjar limfe menyebabkan pembesaran kelenjar limfe lefer.

Sering terjadi pembesaran kelenjar limfe leher profunda superior, media dan

inferior.8

4. Hipertiroid

5

Page 6: Lapkas Onko

Tanda hipertiroid dapat berupa takikardi, takiaritmia, hiperrefleksia, tremor

fisiologis, tangan hangat dan lembab, serta kerontokan rambut.Krisis tiroid

dapat terjadi pada keadaan hipertiroid berat yang tidak ditangani seperti pada

penyakit Graves, adenoma autonomous, atau struma multinodosa toksik.Hal

ini biasanya dipicu oleh iodin, penyakit sistemik yang berat seperti sepsis,

pembedahan umum, atau pembedahan tiroid. Krisis tiroid ditandai oleh

takikardi, takiaritmia, hipertermia, diare, muntah, dehidrasi, kelemahan otot,

eksiasi, disorientasi, halusinasi, somnolen, bahkan koma.15

Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak

mengalami hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan

berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi

jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan

terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain

adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik.

Sebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa

keluhan.3

D. DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan klinis

Nodul tiroid soliter harus dievaluasi dengan hati-hati oleh karena risiko

keganasan, walaupun begitu penanganan selektif sangat penting mengingat

tingginya frekuensi lesi jinak.10

Anamnesis tidak sensitif maupun spesifik dalam mendeteksi keganasan

tiroid, tetapi dapat membantu menemukan faktor risiko yang mengarah pada

keganasan. Riwayat pertumbuhan tiroid, gejala penekanan, kesulitan menelan

serta suara parau dapat mengarah pada keganasan. Kebanyakan pasien dengan

keganasan tiroid tidak mengalami gejala apapun. Riwayat radiasi pada daerah

kepala dan leher pada masa kecil atau remaja meningkatkan kecenderungan untuk

timbulnya nodul. Pasien dengan riwayat keluarga menderita kanker tiroid medular

juga lebih cenderung menderita keganasan tiroid. Nodul tunggal pada pasien

berumur >60 tahun, terutama pria, lebih cenderung ganas dibanding pasien

perempuan dengan usia lebih muda.10

6

Page 7: Lapkas Onko

Nyeri leher yang tiba-tiba mengarah pada proses jinak, biasanya akibat

perdarahan pada kista atau adenoma berdegenerasi, atau tiroiditis subakut

(granulomatous). Perdarahan dan nyeri dapat timbul pada keganasan, walaupun

hal ini jarang.10

Pada pemeriksaan fisik, keganasan tiroid seringkali ditemukan sebagai lesi

yang lunak hingga keras, walaupun lesi jinak, terutama kalsifikasi adenoma dapat

memberikan gambaran yang sama. Secara klinis, nodul pada kasus multinodosa

yang sama konsistensinya pada tiap nodul cenderung jinak. Nodul yang tumbuh

pada saat observasi, atau lebih keras atau konsistensi lebih ireguler dibanding

nodul lainnya cenderung ganas. Limfadenopati regional terutama pada daerah

leher atau supraklavikular mengarah pada keganasan tiroid papilar.10

Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda

keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih

cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan

jaringan sekitar. Adanya nodul tunggal tetap harus mendapat perhatian karena

dapat merupakan nodul koloid, adenoma tiroid, dan/atau suatu karsinoma tiroid.

Nodul maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda, dan usia lanjut. 3

Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama

pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma

retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks

terlalu sempit. Sering kali, struma ini berlangsung lama dan bersifat asimtomatik,

sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan

memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Pasien dengan

struma multinodosa lebih cenderung memiliki gejala kompresi, terutama apabila

struma cukup besar atau terdapat ekstensi substernal. Diagnosis ditentukan dengan

pemeriksaan foto Rontgen polos toraks, atau pemeriksaan yodium radioaktif.3,10

2. Pemeriksaan penunjang

a. Serologi

Harus diperiksa fungsi tiroid seperti TSH, T3,T4. Kebanyakan pasien

eutiroid.10

b. USG

7

Page 8: Lapkas Onko

Cukup sensitif memeriksa ukuran dan jumlah tumor, sifatnya yang padat

atau kistik, adanya kalsifikasi, dll. Doppler warna dapat mengetahui situasi

aliran darah dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam

diagnosis banding lesi jinak atau ganas.8

c. Radioisotop

Nodul “dingin” dicurigai sebagai karsinoma, namun perlu diingat sebagian

besar nodul bersifat “dingin”, termasuk kista, nodul koloid, lesi folikular

jinak, nodul hiperplastik, dan HT. Sebagian besar karsinoma

berdiferensiasi tiroid memiliki fungsi mengambil iodium, tampak sebagai

nodul “hangat”. Pemeriksaan ini tidak membantu dalam membedakan lesi

jinak dan ganas, namun dapat menentukan status fungsional nodul, dan

memastikan adanya nodul. Belakangan pemeriksaan ini digantikan oleh

USG dan CT-scan.8,10

d. Foto Rontgen

Foto AP dan lateral trakea dapat menunjukkan kalsifikasi, kondisi

desakan, pergeseran posisi dan penyempitan trakea, bayangan jaringan

lunak paravertebral serta kondisi batas inferior tumor yang berekstensi ke

posterior sternum dan mediastinum. Pemeriksaan esofagus dengan barium

dapat mengetahui adanya desakan serta infiltrasi ke esofagus. Foto thoraks

dapat mengetahui kondisi mediastinum dan kedua paru.

e. CT-scan

Dapat menunjukkan lokasi, jumlah tumor, adanya kalsifikasi, kondisi

struktur interna, keteraturan batasnya, dll. Hasil CT-scan baik pada lesi

yang besar, tetapi relatif sulit untuk mendiagnosis lesi yang lebih kecil.

f. MRI

Dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal dengan lapisan

multipel. Sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan

hubungannya dengan organ, vaskular, dan jaringan sekitarnya.

g. PET

Akurasinya relatif tinggi dalam menentukan lesi jinak atau ganas, tetapi

bukan diagnosis pasti, selain itu biayanya relatif sangat tinggi.

h. FNAB (fine needle aspiration biopsy)

8

Page 9: Lapkas Onko

FNAB merupakan pemeriksaan utama pada evaluasi awal nodul. Sekitar

70% dari seluruh pemeriksaan pasien dengan lesi ganas menunjukkan

kanker tiroid papiler, sementara sekitar 40% pasien dengan lesi jinak yang

diperiksa dengan FNAB menunjukkan nodul koloid.10

Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor lain di mediastinum anterior

superior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan metastasis keganasan paru

pada kelenjar getah bening.

E. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan pemeriksaan histopatologis

a. Tumor epithelial : nodul koloid, adenoma folikular

b. Tumor nonepitelial : karsinoma folikular, karsinoma papilar, karsinoma

medular, karsinoma tak berdiferensiasi

c. Limfoma maligna

d. Tumor lain

e. Tumor sekunder

f. Tumor tidak terklasifikasi

g. Lesi menyerupai tumor

2. Penggolongan stadium berdasarkan Perhimpunan Antitumor Internasional

(UICC) dan Ikatan Antitumor Amerika Serikat (AJCC) tahun 2002

T : tumor primer

TX : tumor primer sulit dinilai

T0 : tak ada bukti tumor primer

T1 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor ≤2 cm

T2 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor >1 cm tapi <4 cm

T3 : tumor terbatas dalam tiroid, diameter terbesar tumor >4 cm, atau

dengan mikroinfiltrasi tumor di luar tiroid (misalnya infiltrasi otot tiroid

sternum atau jaringan lunak sekitar tiroid)

T4a : tumor menembus kapsul tiroid dan menginfiltrasi jaringan subkutis,

laring, trakea, esofagus atau nervus rekuren laringeus.

T4b : tumor menginfiltrasi fasia prevertebral, pembuluh darah mediastinum

atau melingkari arteri karotis

9

Page 10: Lapkas Onko

N : kelenjar limfe regional (mencakup kelenjar limfe leher dan

mediastinum superior)

NX : kelenjar limfe regional sulit dinilai

N0 : tak ada metastasis kelenjar limfe regional

N1 : metastasis kelenjar limfe regional

N1a : metastasis kelenjar limfe area VI (pretrakea, paratrakea dan prelaring)

N1b : metastasis kelenjar limfe leher ipsilateral, bilateral, kontralateral atau

mediastinum superior

M : metastasis jauh

MX : metastasis jauh sulit dinilai

M0 : tak ada metastasis jauh

M1 : ada metastasis jauh

3. Pembagian stadium klinis

Karsinoma papilar atau folikular, <45 tahun

Stadium I : T apapun, N apapun, M0

Stadium II : T apapun, N apapun, M1

Karsinoma papilar atau folikular, >45 tahun

Stadium I : T1N0M0

Stadium II : T2N0M0

Stadium III : TEN0M0

T1-3, N1aM0

Stadium IVA : T1-3N1bM0

T4aN0-1M0

Stadium IVB : T4b, N apapun, M0

Stadium IVC : T apapun, N apapun, M1

4. Berdasarkan status hormon tiroid, yaitu eutiroid, hipotiroid, dan hipertiroid.

10

Page 11: Lapkas Onko

F. TERAPI

Terapi operatif

Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik (biopsi)

dan terapeutik. Pembedahan diagnostik berupa biopsi insisi atau eksisi sangat

jarang dilakukan dan telah ditinggalkan, terutama dengan semakin akuratnya

FNAB.Biopsi diagnostik hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat

dikeluarkan seperti karsinoma anaplastik. Pembedahan terapeutik dapat berupa

lobektomi total, lobektomi subtotal, istmolobektomi, dan tiroidektomi total.15

Jenis operasi ditentukan berdasarkan ukuran tumor primer, jenis patologik,

lingkup infiltrasi ke jaringan sekitar, serta ada tidaknya metastasis dan lingkup

metastasis.3,8

1. Penanganan terhadap kanker primer

a. Lobektomi unilateral serta ismektomi

Bila tumor terbatas pada satu sisi tiroid, semua lesi yang tidak lebih dari

T2 dapat dilakukan lobektomi unilateral dan ismektomi.

b. Tiroidektomi total atau subtotal

Tiroidektomi total dilakukan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik,

atau karsinoma medularis, dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Bila

lesi mengenai kedua lobus atau kanker sudah metastasis jauh, harus

dilakukan tiroidektomi. Apabila keadaan memungkinkan, setidaknya satu

kelenjar paratiroid harus tetap dipertahankan beserta vaskularisasinya.

c. Reseksi diperluas lobus residual unilateral

Terhadap tumor tiroid dengan sifat tak jelas dilakukan eksisi tumor dan

pasca operasi secara patologik ternyata ganas, dlakukan operasi lagi untuk

mengangkat lobus residual. Operasi ulangan harus mengangkat

keseluruhan lobus tiroid residual ipsilateral, berikut jaringan parut dan otot

anterior leher, mengeksplorasi regio pretrakea dan paranervus rekuren

laringeus. Bila ada pembesaran kelenjar limfe harus sekaligus dibersihkan.

2. Penanganan terhadap kelenjar limfe regioal

Umumnya, literatur menunjukkan metastasis kelenjar limfe leher tidak

berpengaruh jelas terhadap prognosis, oleh sebab itu kasus dengan kelenjar

limfe negatif tidak dianjurkan untuk operasi pembersihan selektif kelenjar

11

Page 12: Lapkas Onko

limfe leher. Sedangkan pada kasus kelenjar limfe positif, harus dilakukan

operasi pembersihan kelenjar limfe leher kuratif.

Terapi non-operatif

Terapi hormonal konsevatif untuk struma multinodosa dengan iodin atau

levotiroksin dapat efektif terutama dalam menurunkan volume nodul tiroid yang

relatif kecil, jinak, soliter, keras serta volume nodular struma multinodosa.

Beberapa ahli menemukan penurunan volume tanpa pengobatan, mungkin akibat

regresi spontan. Sebagai alternatif, struma non-toksik dapat diterapi dengan terapi

supresi TSH atau radioiodin. Namun kepustakaan lain menyebutkan struma

nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh

pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid.3,6

Pada semua pasien pasca tiroidektomi total, diberikan terapi hormon tiroid

seumur hidup sebagai terapi substitusi dan terapi supresi terhadap TSH.3,15

G. PROGNOSIS

Prognosis struma nodosa non-toksik baik. Prognosis karsinoma tiroid

bervariasi. Tumor yang tumbuh lambat sangat sedikit mangakibatkan kematian,

sedangkan tumor yang tumbuh cepat memiliki angka kematian yang tinggi. Faktor

yang berpengaruh terhadap prognosis karsinoma tiroid antara lain jenis patologik,

stadium dan metastasis jauh. Selain itu, usia, jenis kelamin, ukuran lesi dan

stadium T juga berpengaruh.8

12

Page 13: Lapkas Onko

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nama : Ny. T. M

Umur : 49 thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Suku : Minahasa

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : IRT

Alamat : Teling

Tanggal Periksa : 30 Juli 2014

13

Page 14: Lapkas Onko

B. Keluhan utama

Benjolan pada leher

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Benjolan pada leher dialami sejak 4 bulan yang lalu. Saat itu penderita merasa

panas di leher dan menyadari ada benjolan. Benjolan dirasakan penderita tidak

bertambah besar. Tidak ada gangguan menelan, suara tidak parau, riwayat

penurunan berat badan (-), merasa sesak napas (-), nyeri (-)

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi dan DM disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa atau keluhan berarti

lainnya.

F. Riwayat Keadaan Sosial/Lingkungan

Tidak ada riwayat paparan radiasi. Pasien tidak merokok atau mengkonsumsi

alkohol. Pasien tidak tinggal di daerah pegunungan atau endemik gondok.

G. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,0 0c

Kepala : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor 3

mm / 3 mm, Refleks cahaya (+) normal

14

Page 15: Lapkas Onko

Leher : Trakea letak di tengah.

Status lokalis

Regio colli dextra : Tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat

menelan , hangat, nyeri tekan (-).

Regio colli sinistra : Tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat

menelan , hangat, nyeri tekan (-).

Thoraks : Simetris kiri dan kanan, Ronkhi -/- , Wheezing -/-

Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-) , hepar dan lien

tidak teraba

Exstremitas : Tidak Ada Kelainan

H. Pemeriksaan Penunjang

9 Juli 2014

USG : Struma multinodusa degenerasi kistik, kalsifikasi.

PA : Struma koloides

17 Juli 2014

T3 : 1,26 ng/ml (0,8-2,0 ng/ml) TSHS : 0,742 uIU/ml (0,47-4,64)

T4 : 12,20 pmol/L (12-18 pmol/L) FT3 : 3,61 pg/ml (1,8-4,2)

24 Juli 2014

Leukosit : 6200 mm3 Tromb : 290 x 103/mm3

Eritrosit : 4,59 x 106/mm3 GDS : 98 mg/dl

Hemoglobin : 39,7% Ureum : 0,8 mg/dl

Creatinin : 2,0 mg/dl Kalium : 4,34 mmol/L

SGOT : 30 U/L Cl :116,4

SGPT : 23 U/L CT : 8 ‘

Natrium : 152 mmol/L BT : 2 ‘

EKG : dalam batas normal

Foto Thorax : Cor : normal

Pulmo : trakea terdesak kekiri

28 Juli 2014

TSH : 1.35 µIU/ml

15

Page 16: Lapkas Onko

FT4 : 0.99 ng/dl

I. Diagnosa

Struma Multinodusa nontoksik

J. Terapi

Rencana tiroidektomi Subtotal

Follow Up Harian

24/07/2014

S : Benjolan di leher

O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

A : Struma Multinodusa non toksik

P : Pro tiroidektomi Subtotal

25/07/2014

S : Benjolan di leher

O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

16

Page 17: Lapkas Onko

® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

A : Struma Multinodusa non toksik

P : Pro tiroidektomi Subtotal

Cek TSH dan FT4

26/07/2014-27/07/2014

S : Benjolan di leher

O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

A : Struma Multinodusa non toksik

P : Pro tiroidektomi Subtotal

Menunggu hasil TSH dan FT4

28/07/2014

S : Benjolan di leher

O : ® Colii dextra : tampak benjolan berukuran 6x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

® Colii sinistra : tampak benjolan berukuran 5x5 cm, ikut bergerak saat

menelan, hangat, nyeri tekan (-)

A : Struma Multinodusa non toksik

P : Pro tiroidektomi Subtotal

Hasil TSH dan FT4 terlampir

30/07/2014 : Operasi tiroidektomi Subtotal

31/07/2014

S : nyeri kepala

O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat

Drain (+) 300 cc hemoragik (dibuang)

A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik

P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m

Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv

Ketorolac inj 3 x 1 amp iv

17

Page 18: Lapkas Onko

Asam traneksamat inj 3 x 1 amp

Diet lunak

Mobilisasi

Rawat luka

01/08/2014

S : -

O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat

Drain (+) 120 cc hemoragik (dibuang)

A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik

P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m

Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv

Ketorolac inj 3 x 1 amp iv

Asam traneksamat inj 3 x 1 amp

Diet lunak

Mobilisasi

Rawat luka

02/08/2014

S : -

O : ® Colii dextra et sinistra luka terawat

Drain (+) 25120 cc hemoragik (dibuang)

A : Post subtotal tiroidektomi ec Struma Multinodusa non toksik

P : IVFD D5% : NaCl 0,9% 2 : 1 = 20 gtt/m

Ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv

Ketorolac inj 3 x 1 amp iv

Asam traneksamat inj 3 x 1 amp

Diet lunak

Mobilisasi & Tirah baring setengah duduk (30°)

Rawat luka

Laporan Operasi

18

Page 19: Lapkas Onko

Diagnosis pre operatif : Struma multinodosa nontoksik

Diagnosis postoperatif : Post subtotal tiroidektomi ec Struma multinodosa non

Toksik

Laporan operasi 30/07/14

Penderita terlentang dengan GA

Posisi kepala penderita hiperekstensi dan pundak diganjal

Asepsis dan antisepsis lapangan operasi

Insisi colar dua jari diatas jugulum, diperdalam sampai facia coli superfisialis

Dibuat flap keatas sampai muskulus milohioid dan kebawah sampai jugulum

sternum, flap di tengel ke atas adan kebawah

Facia coli superfisialis dibuka di midline otot pretrakhealis disisihkan ke

lateral

Tampak glandula thiroid dextra ukuran 6x5 cm, nodul kistik(+), tampak

glandula thiroid dextra ukuran 5x5 cm, nodul kistik (+), lobus piramidalis (+)

Glandula thiroid dibebaskan dari kapsulnya, preservasi glandula paratiroid

disisihkan

Ligasi arteri thyroidea superior dextra, arteri thyroidea media dextra et

sinistra, arteri thyroidea inferior dextra et sinistra ditinggalkan

Dilakukan subtotal tiroidektomi dengan meninggalkan lobus sinistra Glandula

thiroid 2 cm3 dan arteri thyroidea superior sinistra

Kontrol perdarahan

Luka operasi dicuci dengan NaCl 0,9 %

Pasang drain redon

Luka operasi ditutup lapis demi lapis

Operasi selesai

Instruksi post-op

IVFD D5% : NaCl 2: 1 = 20 gtt/mnt

Ceftriaxone 2 x 1 gr iv

Ketorolac 3 x 1 amp iv

Asam traneksamat inj 3x1 amp

Diet lunak

Mobilisasi

19

Page 20: Lapkas Onko

K. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam laporan kasus perempuan berumur 49 tahun dengan diagnosis

Struma multinodosa non toksik akan dibahas mengenai cara penegakan diagnosis

dan penanganannya.

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan

pada leher yang timbul 4 bulan yang Saat itu penderita merasa panas di leher dan

menyadari ada benjolan. Benjolan dirasakan penderita tidak bertambah besar .

Tidak ada gangguan menelan, suara tidak parau, riwayat penurunan berat badan

(-), merasa sesak napas (-), nyeri (-). Pada pasien dengan struma multinodusa

biasanya terdapat pembesaran kelenjar tiroid yang dikeluhkan pasien sebagai

benjolan di bagian leher.

20

Page 21: Lapkas Onko

Faktor risiko pada pasien ini yaitu faktor jenis kelamin perempuan.

Perbedaan jenis kelamin pada karsinoma tiroid relatif besar, hormon wanita

mungkin berperan dalam etiologinya. Pada jaringan karsinoma papilar tiroid

kandungan reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR) tertinggi,

disimpulkan bahwa ER, PR merupakan faktor penting yang mempengaruhi

insiden karsinoma tiroid pada wanita. Faktor risiko lain seperti paparan radiasi,

diet kurang yodium, faktor herediter atau genetik, tempat tinggal di daerah

pengunungan, ataupun penyakit tiroid sebelumnya tidak ditemukan pada pasien

ini.8

Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan benjolan pada regio. Pada

palpasi teraba benjolan, bergerak mengikuti gerakan menelan, hangat dan nyeri

tekan tidak ada. Biasanya pada Struma multinodosa tidak disertai rasa nyeri.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium

darah, FNAB, USG, EKG, dan X-foto thoraks.

Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar TSH, T3 dan T4

yang normal sehingga disimpulkan bahwa pasien ini eutiroid/struma non-

toksik.Tes laboratorium yang terpenting adalah kadar TSH untuk menentukan

adanya hipotiroid atau hipertiroid. Pengukuran kadar serum T3 dan T4 dapat

membantu, misalnya pada keadaan di mana TSH normal-rendah atau normal-

tinggi. Pada kebanyakan kasus nodul tiroid tunggal, kadar serum TSH normal.

Pada kasus seperti ini tidak diperlukan uji laboratorium tambahan untuk evaluasi

diagnostik kecuali terdapat riwayat atau dicurigai adanya penyakit otoimun.17

X-foto (Roentgen) berguna untuk melihat dorongan, tekanan, dan

penyempitan pada trakea, serta membantu diagnosis dengan melihat adanya

kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. Foto toraks dibuat untuk melihat kemungkinan

ekstensi struma ke retrosternum dan menyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum

bagian atas atau paru.Pada foto thoraks pasien ini tidak didapatkan kelainan.Pada

pemeriksaan EKG tidak didapatkan kontraindikasi untuk operasi.

Pada gambaran USG tiroid didapatkan kesan solitary nodul thyroid

dekstra dengan gambaran multiple colloid. USG sangat sensitif dalam menentukan

ukuran dan jumlah nodul, namun tidak dapat berdiri sendiri dalam membedakan

lesi jinak atau ganas.Walaupun begitu, USG dengan Doppler dan analisis

21

Page 22: Lapkas Onko

spektrum karakteristik vaskular nodul tiroid tampaknya menjanjikan dalam

menscreening nodul untuk keganasan.Beberapa studi menunjukkan bahwa risiko

keganasan lebih rendah pada nodul dengan pola utama perinodular dibandingkan

dengan nodul dengan pola vakular sentral. Lebih lanjut, apabila karakteristik

vaskular nodul tiroid dikombinasikan dengan parameter USG termasuk halo,

mikrokalsifikasi, diameter potong-lintang, dan ekogenisitas, nilai prediktif

pemeriksaan ini dapat meningkat.17

Hasil pemeriksaan USG ini didukung oleh pemeriksaan FNAB yang

menunjukkan nodul koloid.Koloid menggambarkan penyimpanan hormon tiroid

dalam folikel.Tidak adanya koloid mengarah pada diagnosis yang lebih

buruk.Struma koloid terjadi akibat gangguan produksi hormon tiroid, yang

menyebabkan peningkatan sekresi TSH sehingga terjadi pembesaran kelenjar

tiroid untuk mempertahankan status eutiroid tubuh. Penyebab penurunan produksi

hormon tiroid ini masih belum diketahui.9

Struma non-toksik biasanya bertumbuh lambat tanpa menyebabkan

gejala.Apabila tidak terdapat pertumbuhan yang cepat, gejala obstruksi, atau

tirotoksikosis, tidak diperlukan penanganan.Terapi dipertimbangkan apabila

pertumbuhan nodul meliputi seluruh tiroid atua adanya nodul spesifik, terutama

apabila terdapat ekstensi intrarhoraks, gejala kompresi atau tirotoksikosis.Struma

dengan pembesaran yang signifikan sebaiknya dikoreksi melalui

pembedahan.Pilihan terapi saat ini yaitu tiroidektomi, terapi radioaktif iodin, serta

terapi levotiroksin (L-tiroksin atau T4). Masih terdapat kontroversi dalam

menentukan tindakan untuk observasi atau pembedahan.Menurut kepustakaan,

struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi diperngaruhi oleh

pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid. Penanganan

struma lama adalah dengan pembedahan dengan indikasi yang tepat.3

Indikasi tindakan bedah struma non-toksik yaitu alasan kosmetik, eksisi

nodulus tunggal (yang mungkin ganas), struma multinodular yang berat, struma

yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain, serta struma

retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain.Pada pasien ini,

alasan dilakukan operasi adalah alasan kosmetik. 3

22

Page 23: Lapkas Onko

Terminologi untuk pembedahan tiroid berbeda-beda pada tiap literatur.

Tiroidektomi total meliputi seluruh jaringan tiroid di antara jalur masuk nervus

laringeal, bilateral pada ligamentum Berry, dan menghasilkan pembuangan

seluruh jaringan tiroid yang terlihat. Triroidektomi near-total meliputi

pembedahan pada satu sisi dengan meninggalkan sisa jaringan tiroid lateral pada

sisi kontralateral yang bersatu dengan paratiroid. Tiroidektomi subtotal

meninggalkan pinggiran jaringan tiroid lateral bilateral untuk mempertahankan

paratiroid dan menighindari masuknya nervus laringeal ke dalam laring.9

Berikut ini merupakan tabel perbandingan, ismolobektomi, tiroidektomi

subtotal dan tiroidektomi total:9

JENIS

PROSEDUR

KEUNTUNGAN KERUGIAN/

KOMPLIKASI

INDIKASI

Ismolobektomi Angka

hipokalsemia dan

kerusakan saraf

lebih rendah

Mungkin

membutuhkan

tiroidektomi apabila

nantinya didiagnosis

dengan keganasan

-Dicurigai kuat

lesi jinak

-Kanker

berdiferensiasi

baik <1cm

Tiroidektomi

near-total

Angka

hipokalsemia dan

kerusakan saraf

lebih rendah

Kemungkinan

rekurensi pada

jaringan tiroid sisa

-Lesi jinak

multinodular

-Nodul <2cm pada

sisi lobektomi

komplit

-Hipertiroid

Tiroidektomi

total

-Penggunaan I-131

post operatif paling

baik

-Penggunaan kadar

tiroglobulin untuk

rekurensi

Angka hipokalsemia

dan kerusakan saraf

lebih tinggi

-Lesi multinodular

yang luas

-Hipertiroid

-Kanker >2cm

(KGB tidak

teraba)

Pengawasan fungsi tiroid dan paratiroid post operatif sangat penting.

Kadar kalsium diperiksa, apabila tidak ada tanda hipokalsemia tidak diperlukan

23

Page 24: Lapkas Onko

suplementasi kalsium.Apabila pasien eutiroid sebelum pembedahan, terapi

pengganti tidak diperlukan selama minimal 10 hari, bahkan setelah tiroidektomi

total.Beberapa ahli memberikan levotiroksin setelah lobektomi untuk mencegah

pertumbuhan nodul baru pada lobus yang tersisa. Bukti saat ini menunjukkan

bahwa levotiroksin tidak mencegah pembentukan nodul baru, namun pemberian

levotiroksin pada pasien dengan tiroidektomi parsial dengan riwayat radiasi pada

kepala atau leher dapat mencegah pembentukan nodul baru pada lobus lainnya.9,10

Penanganan pada pasien ini yaitu dengan pembedahan subtotal

tiroidektomi. Karena pasien ini didiagnosa dengan Struma multinodosa non

Toksik.

BAB V

KESIMPULAN

Tiroid merupakan salah satu bagian dari kelenjar endokrin yang berperan

penting dalam kehidupan manusia, terutama sekresi hormon oleh kelenjar tiroid

itu sendiri. Struma adalah salah satu gangguan yang disebabkan oleh gangguan

hormone tiroid sehingga menimbulkan manifestasi seperti perbesaran pada

kelenjar tiroid.

Diagnosa klinis pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang adalah Struma multinodosa non Toksik dengan

penanganan subtotal tiroidektomi.

24

Page 25: Lapkas Onko

DAFTAR PUSTAKA

x

1. Biersack HJ, Grunwald F. Thyroid Cancer. Ed 2. Frankfurt: Springer;

2005.

2. Sampepajung D. Thyroid cancer: the diagnose and the management

oncology division Makassar: Hasanuddin University; 2008.

3. Murtedjo U, Iyad HA, Manoppo AE, Manuaba TW. Sistem endokrin.

Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2011. h. 808-12.

4. Sander MA. Struma multinodosa Non Toksika Intrathorakal; 2013.

Diunduh dari:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/farmasains/article/viewFile/1513/161

25

Page 26: Lapkas Onko

4_umm_scientific_journal.pdf. Diakses 20 juli 2014

5. Robins E, Reisner HM, editor. The endocrine system. Dalam: CD-ROM].

Ed 5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

6. Wan D, editor. Tumor di kepala dan leher. Dalam Buku Ajar Onkologi

Klinis. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 287-97.

7. Townsend , Beauchamp , Evers , Mattox. Thyroid. Dalam: Sabiston

Textbook of Surgery [monograf dalam CD-ROM]. Ed 18. Philadelphia:

Saunders; 2008.

8. Singer PA. Euthyroid nodular and diffuse goiter. Dalam: Braverman LE,

editor. Diseases of the thyroid. Ed 2. Totowa: Humana Press; 2003. h.

217-33.

9. Bahn RS, Castro MR. Approach to the Patient with Nontoxic

Multinodular Goiter. J Clin Endocrinol Metab, 2011, 96(5) : 1202-1212

10. Carling T, Udelsman R. Thyroid Tumors. In: Cancer ; Principles &

Practise of Oncology. Volume Two. Devita VT, Lawrence TS, Rosenberg

SA, editors. USA: Philadelphia by Lippincoff William & Wilkins. 2008. p

1664-6

11. Badash M. Nontoxic Nodular Goiter; 2011. Diunduh dari:

http://healthlibrary.epnet.com/print.aspx?token=de6453e6-8aa2-4e28-

b56c-5e30699d7b3c&ChunkIID=96739. Diakses 22 juli 2014

12. Das S, et all. Persistence of Goiter in the Post- Iodization

Phase:Micronutrient Deficiency or Thyroid Autoimmunity?. Indian J Med

Res 133, Januari 2011, pp 103-109

13. Rosenthal R, Oertli D. Multinodular and retrosternal goiter. Dalam:

Oertli D, Udelsman R, editor. Surgery of the thyroid and parathyroid

glands. Leipzig: Springer; 2007. h. 179-88.

14. Chavan A, et all. A Prospective Cohort Study of Nodular Goiter: A

Hormonal Approach. Advance In Biological Research , 2010, 4(5): 272-

276

15. Dankle SK. Medscape Reference. [Online]; 2012. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/127491-overview#showall.

26

Page 27: Lapkas Onko

Diakses 27 juli 2014.

16. Baloch ZW, LiVolsi VA. Thyroid pathology. Dalam: Oertli D, Udelsman

R, editor. Surgery of the Thyroid and Parathyroid. Leipzig: Springer;

2007. h. 109-30.

17. Lee SL. Medscape Reference. [Online].; 2011 [diakses 27 juli 2014.

Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/120392-

workup#showall.

x

27