38
Laporan Kasus MILIARIA RUBRA Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di SMF Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura Oleh: Suciyanti, S.Ked 200852094 Dosen Pembimbing: dr. I. Vivi Sumolang, Sp.KK 1

Lapkas Suci

Embed Size (px)

DESCRIPTION

miliaria rubra

Citation preview

Laporan Kasus

MILIARIA RUBRADiajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Di SMF Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura

Oleh:

Suciyanti, S.Ked

200852094

Dosen Pembimbing:

dr. I. Vivi Sumolang, Sp.KK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOK II JAYAPURA

SMF KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2016

1

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

…………………………………………………………..

i

DAFTAR ISI

...............................................................................................................

ii

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………….

1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ……………….………………………………………………………

3

2.2. Epidemiologi ….

………………………………………………………………. 3

2.3. Etiologi .............………..…………………………………………...............

4

2.4. Patogenesis .....…………..…………………………………………...............

4

2.5. Diagnosis …………………………………………………………………..

6

2.6. Diagnosis Banding ……………………………………………………….

10

2.7. Penatalaksanaan ……………………………………………………………..

12

2.8. Komplikasi ......................................................................................................

14

2.9. Pencegahan …………………………………………………………………

14

2.10. Prognosis

………………………………………………………………………

15

2

BAB III. LAPORAN KASUS ..................................................................................

16

BAB IV. PEMBAHASAN ........................................................................................

21

BAB V. KESIMPULAN ..........................................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

23

3

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh penguji Laporan Kasus Fakultas Kedokteran

Universitas Cenderawasih Jayapura, sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir

kepaniteraan klinik madya pada Lab/SMF Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura

Nama : Suciyanti,S.Ked

Nim : 2008 52 094

Pada,

Hari : Senin

Tanggal : 13 Juni 2016

Tempat : Ruang pertemuan SMF Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura

Mengetahui

Dosen Penguji/Pembimbing

dr. I. Vivi Sumolang, Sp.KK

4

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah tropis sehingga sering terjadi biang keringat

(miliaria) karena cuaca yang panas sangat berpengaruh untuk terjadinya biang

keringat. Miliaria sering juga disebut biang keringat, keringat buntet, liken

tropikus, atau prickle heat. Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat

akibat penyumbatan saluran keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier,

dimana biasanya terdapat pada bayi dengan kondisi prematur.1,2 Namun, seiring

dengan pertumbuhan anak, kemungkinannya berkurang sehingga hanya kisaran

40% dewasa yang mempunyai kecenderungan untuk terkena miliaria. Hal ini

tampaknya mencerminkan peningkatan kekuatan stuktur dari saluran ekrin

berdasarkan umur, sehingga disamping perkembangan dari penutupan pori dan

anhidrosis, ruptur saluran gagal terjadi dan tidak terdapat bentuk vesikel dari

miliaria.2,3,4

Di dalam kondisi tropis yang ekstrim dan kronik, jumlah dari orang

dewasa yang kemungkinan terkena miliaria terbukti meningkat dari 70% menjadi

90% dan lebih dari 40% pada kondisi panas yang sedang. Tidak ada predisposisi

berdasarkan jenis kelamin ataupun ras dan miliaria bisa didapatkan pada semua

umur. Paparan panas dalam jangka waktu lama, lingkungan yang lembab, seperti

terdapat pada daerah tropis dan pekerjaan yang berhubungan dengan hal itu,

memungkinkan untuk terkena miliaria. Miliaria kristalina biasanya diperlihatkan

pada umur tua, pasien lemah yang relatif berbaring dan tidak bergerak di tempat

tidur, keadaan yang meminimalkan kemungkinan rupturnya vesikel-vesikel ini.3,4

Tidak ada keadaan penyakit yang diketahui memungkinkan sebagai

penyebab miliaria. Data terbaik mengenai insidens miliaria pada bayi baru lahir

adalah hasil survei di Jepang pada lebih dari 5000 bayi. Survei ini mengatakan

bahwa Miliaria kristalina didapatkan 4,5% dari neonatus, dengan usia rata-rata 1

pekan. Miliaria rubra didapatkan 4% dari neonatus dengan usia rata-rata 11-14

hari. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis, terutama pada

orang yang baru pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih panas.3,4

5

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya

disertai rasa gatal, terutama pada bagian tubuh yang tertutup pakaian. Gambaran

klinik dapat berupa papul, vesikel, atau papulovesikel yang disertai eritema.

Miliaria pada dasarnya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Tujuan

pengobatan miliaria adalah menghilangkan lesi dan keluhan gatal, menjaga

kelembapan kulit serta menghindari timbulnya lesi kembali dengan obat topikal

dan sitemik. Prognosisnya baik jika ditanganin secara tepat.1,2

Dalam Laporan Kasus ini akan dibahas mengenai beberapa jenis miliaria

yang terdapat di masyarakat, yaitu Miliaria Kristalina, Miliaria Rubra, dan

Miliaria Profunda.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Miliaria juga disebut keringat buntet atau biang keringat adalah gangguan

kulit yang umum berupa gangguan saluran integritas keringat ekrin. Miliaria

adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel

milier. Miliaria, retensi dari kelenjar keringat ini merupakan dampak dari oklusi

saluran keringat ekrin, mengakibatkan erupsi yang biasanya terjadi saat cuaca

panas, iklim yang lembab, seperti pada daerah tropis dan selama musim panas.1,2

Miliaria terjadi sebagai akibat dari gangguan integritas saluran kelenjar

keringat dan sekresi keringat ke lapisan epidermis. Paparan sinar ultraviolet,

adanya organisme di kulit, dan episode berkeringat yang berulang mendukung

faktor-faktor ini. Berdasarkan gambaran klinis dan temuan histopatologis, miliaria

dibedakan menjadi 3 kelas : miliaria kristalina, miliaria rubra, dan miliaria

profunda. Miliaria juga dikenal dengan sebutan biang keringat, keringat buntet,

liken tropikus, atau prickle heat.1,2

2.2. Epidemologi

Miliaria umumnya terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupannya

dimana saat ini bayi sedang beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada segala

usia pada suhu yang panas, berkeringat berlebihan, terjadi sumbatan pada kelenjar

keringat atau kombinasi faktor-faktor ini.1,2,5

Miliaria terjadi pada individu dari semua ras, meskipun beberapa studi

menunjukan bahwa orang asia yang memproduksi keringat lebih sedikit

dibandingkan kulit putih kurang cenderung memiliki miliaria rubra. Predileksi

jenis kelamin umumnya sama. Miliaria rubra dan miliaria kristalina dapat terjadi

pada segala usia. Tetapi yang paling umum pada bayi. Data terbaik mengenai

insidens miliaria pada bayi baru lahir adalah hasil survei di Jepang pada lebih dari

5000 bayi. Survei ini mengatakan bahwa Miliaria kristalina didapatkan 4,5% dari

neonatus, dengan usia rata-rata 1 pekan. Miliaria rubra didapatkan 4% dari

neonatus dengan usia rata-rata 11-14 hari. Di seluruh dunia, miliaria paling

7

banyak di lingkungan tropis, terutama pada orang yang baru pindah dari

lingkungan tropis yang temperaturnya lebih panas.3,5

Sebuah studi survei 2006 dari Iran menemukan angka kejadian miliaria dari

1,3% pada bayi baru lahir. Dan sebuah survei pasien anak di Norheastren India

memperlihatkan kejadian miliaria 1,6%. Miliaria profunda lebih sering terjadi

pada orang dewasa dibandingkan pada bayi dan anak-anak. Di seluruh dunia,

miliaria paling banyak di lingkungan tropis, utamanya orang-orang yang baru saja

pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih panas.3,5

2.3. Etiologi

Miliaria disebakan oleh adanya sumbatan pada kelenjar keringat ekrin. Tiga

bentuk miliaria (miliaria kristalina, miliaria rubra/prickly heat, dan miliaria

profunda) terjadi akibat adanya obliterasi ataupun adanya gangguan pada saluran

kelenjar keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam bentuk gejala klinis akibat

adanya perbedaan level dimana letak obliterasi ini terjadi, meskipun beberapa

penulis meyakini bahwa adanya gangguan pada duktus kelenjar keringat ini lebih

memegang peranan penting dibandingkan dengan tingkat obliterasinya.3,4,5

Pada miliaria kristalina, obstruksi yang terjadi sangat superfisial pada

stratum corneum dan vesikel terletak pada subkorneum. Pada miliaria rubra,

perubahan lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari bagian

intraepidermal dari saluran kelenjar keringat, dengan adanya kebocoran dan

pembentukan vesikel di sekitar saluran. Sedangkan pada miliaria profunda,

terdapat ruptur pada saluran kelenjar keringat pada tingkat atau dibawah dermal-

epidermal junction.3,5

2.4. Patogenesis

Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat

pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif,

penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi

sekunder pada bendungan keringat diepidermis. Jika kondisi lembab dan panas

tetap bertahan, individu terus memproduksi keringat secara berlebihan tetapi tidak

dapat mengeluarkan keringat kepermukaan kulit karena adanya penyumbatan

duktus. Hasil penyumbatan ini adalah terjadinya kebocoran saluran kelenjar

8

keringat yang menuju ke permukaan kulit, baik dalam dermis maupun epidermis

dengan anhidrosis relatif.3,4,5

Gambar 1. Histologi penampang kulit

Sumber: 1)Sweat glands.Anonim.www.mayoclinic.com, 2) Miliaria. Anonim.

www.bmj.org

Ketika titik kebocoran terletak pada stratum corneum atau tepat

dibawahnya, seperti miliaria kristalina, peradangan kecil yang akan muncul, dan

lesinya akan asimptomatik. Sebaliknya, di miliaria rubra, yang kebocoran keringat

ke dalam lapisan subkorneal menghasilkan vesikel spongiotik dan infiltrat sel

radang periductal kronis pada lapisan papillare dermis dan epidermis bagian

bawah. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke lapisan papillare dermis

menghasikan infiltrat limfositik periduktal dan spongiosis saluran intra-

epidermal.3,5

Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada

kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat.

Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan. Miliaria juga dihubungkan

dengan pseudohypoaldosteronisme, meskipun agak jarang. Kadar garam yang

tinggi pada keringat dapat memicu kerusakan saluran ekrin, yang akan

menyebabkan lesi yang mirip dengan lesi pada miliaria rubra.3,5

Bakteri yang mendiami permukaan kulit, seperti Staphylococcus

epidermidis dan Staphylococcus aureus, diperkirakan memainkan peran dalam

patogenesis miliaria. Dalam miliaria tahap akhir, terdapat hiperkeratosis dan

parakeratosis dari acrosyringium. Sumbat hiperkeratotik mungkin muncul dan

9

menghalangi saluran ekrin, tapi hal ini sekarang diyakini sebagai tahap akhir dan

bukan penyebab atau pencetus dari oklusi.4,5

Gambar 2. Klasifikasi Miliaria

2.5. Diagnosa

1. Gejala Klinis

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya

disertai rasa gatal, terutama ada bagian tubuh yang tertutup pakaian.

Penyakit ini diklasifikasikan sebagai berikut :1,2,5,6

a. Miliaria Kristalina

Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan

kulit menyebabkan adanya akumulasi dari keringat dibawah

permukaan stratum korneum. Vesikel bersifat jernih, berdinding

tipis, dengan ukuran 1-2 mm, dan tanpa adanya area inflamasi,

umumnya asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan ruptur, dan

diikuti dengan deskuamasi superficial. Vesikel berisi keringat ini

10

terletak dekat dengan permukaan kulit dan tampak seperti tetesan

embun yang jernih. Tidak tampak eritema atau hanya sedikit, dan

lesinya bersifat asimptomatik. Vesikel dapat muncul sedikit atau

berkelompok dan paling sering menyerang balita, orang dengan tirah

baring, atau orang yang sedang kepanasan.

Gambar 3. Miliaria Kristalina

b. Miliaria Rubra

Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar

keringat yang menuju di epidermis dan dermis bagian atas,

menyebabkan munculnya papul inflamasi yang gatal disekitar pori-

pori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan orang dewasa setelah

episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang panas dan

lembab. Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien

berada pada lingkungan yang lebih dingin. Beberapa kasus dari

miliaria rubra akan membentuk pus, yang akan menjadi miliaria

pustulosa. Lesi miliaria rubra ini muncul sebagai lesi yang khas,

sangat gatal, berbentuk papulo vesikel eritematous yang disertai

dengan rasa seperti tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.

11

Gambar 4. Miliaria Rubra

Miliaria pustulosa didahului oleh dermatitis lain yang telah

menyebabkan jejas, destruksi, atau bloking pada saluran keringat.

Pustul gatal ini paling sering terletak pada area intertriginosa,

permukaan fleksor ekstremitas, skrotum, dan punggung pasien

dengan tirah baring. Dermatits kontak, lichen simplek kronis, dan

intertrigo sering dihubungkan dengan miliaria pustulosa, meskipun

miliaria terjadi beberapa minggu setelah adanya penyakit-penyakit

ini.

Gambar 5. Miliaria Pustulosa

c. Miliaria Profunda

Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria

rubra, dan tidak lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis.

Kulit yang terkena pada umumnya muncul dengan papul pucat dan

solid dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada batang tubuh, dan

12

kadang-kadang pada anggota gerak. Tidak ada rasa gatal ataupun

rasa tidak nyaman pada lesi kulit. Miliaria profunda terjadi ketika

keringat merembes ke lapisan dermis yang lebih dalam. Selama

paparan panas yang intens atau setelah injeksi lokal agen kolinergik,

kulit yang terkena dapat tertutupi dengan papul multipel. Adanya

oklusi saluran ini dalam tingkatan yang bervariasi merupakan

penyebab miliaria.

Gambar 6. Miliaria Profunda

2. Pemeriksaan Fisis Dermatologikus

a. Lesi primer

Lesi histologis primer awal pada miliaria yaitu vesikel

intraepidermal kristalin yang berkembang menjadi papul eritem kecil

dengan oklusi. Pustul dapat terbentuk kemudian.

- Pada miliaria kristalina, tampak vesikel berdiameter kurang dari

1 mm tanpa peradangan disekitarnya.

- Pada miliaria rubra, makula eritematosa dengan papulovesikel

diatasnya.

- Pada miliaria profunda, tampak papul-papul berukuran 1-3 mm.

b. Lesi sekunder

Infeksi sekunder dapat menyebabkan impetigo.

c. Distribus Lesi

Distribusi mikro periporal (mengelilingi orificium saluran keringat).

Distribusi makro papul perioral dalam jumlah besar muncul secara

13

simetris pada area batang tubuh, dan intertriginosa. Area wajah,

lengan, telapak tangan, dan telapak kaki tidak ditemukan.

3. Gambaran Histopatologi

Pada miliaria kristalina vesikel intrakorneal atau subkorneal tanpa sel-sel

inflamasi disekitarnya, obstruksi saluran ekrin dapat diamati dalam

stratum korneum. Pada miliaria rubra, spongiosis dan vesikel spongiotik

yang diamati dalam stratum malphigi, berkaitan dengan saluran keringat

ekrin, tampak peradangan periduktal. Pada lesi awal miliaria profunda,

infiltrat periductal limfositik ini terdapat dalam papillare dermis dan

epidermis bagian bawah. Eosinofilik resisten diastase Periodic Acid

Schiff (PAS) positif dapatdilihat dalam lumen duktus. Pada lesi tingkat

lanjut, sel-sel inflamasi mungkin ada pada dermis bagian bawah, dan

limfosit memasuki saluran ekrin. Spongiosis dari epidermis sekitarnya

dan hiperkeratosis parakeratotic dari acrosyringium yang dapat diamati.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pada miliaria kristalina pemeriksaan sitologi dari isi vesikuler gagal

untuk menemukan sel-sel inflamasi atau sel raksasa berinti (seperti yang

diharapkan pada herpes vesikel). Pada miliaria pustulosa pemeriksaan

sitologi isi pus menunjukan sel-sel inflamasi. Tidak seperti eritema

toxicum neonatorum, eosinofil tidak menonjol. Pewarnaan gram dapat

mengungkapkan adanya coccus gram positif (misalnya staphylococcus).

2.6. Diagnosis Banding

a. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik (D.A) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan

residif, disertai gatal,yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan

anak-anak, sering berhungan dengan peningkatan kadar IgE dalam

serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A., rinitis

alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal dan

kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan

(fleksural).

14

b. Folikulitis

Folikulitis adalah infeksi bakteri lokal pada satu folikel rambut. Disertai

dengan pustule dan eritema. Pada tahap lanjut menjadi furunkel atau

karbunkel. Lesi pada kulit bisa terjadi krusta dalam beberapa hari dan

kambuh tanpa skar pada kebanyakkan kasus.

Gambar 2.5. Folikulitis

c. Prurigo

Gambaran klinis seringkali mirip Miliaria, lesinya berupa papula-papula.

Miliaria tidak berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba dari pada

dilihat dan disertai rasa gatal.

Gambar 2.6. Prurigo

d. Kandidiasis Intertrignosa

Kandidosis adalah infeksi pada kulit atau mukosa yang disebabkan oleh

jamur genus Kandida. Tes KOH (+).

15

Gambar 2.7. Kandidiasis intertriginosa

2.7. Penatalaksanaan 1,2,5

1. Penatalaksanaan Umum

Penderita sebaiknya menghindari aktivitas/keadaan yang memicu

berkeringat, karena hal ini dapat mengeksaserbasi gejala dan

mereaktivasi erupsi. Suhu yang tinggi, khususnya dengan kadar

kelembaban tinggi atau ketika memakai pakaian ketat akan memperburuk

penyumbatan kelenjar keringat. Pakaian yang dikenakan sebaiknya

berbahan ringan, longgar, dan menyerap keringat untuk menjaga tingkat

kelembaban kulit.

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Topikal

Penanganan yang dapat dipertimbangkan untuk mempercepat resolusi

miliaria adalah dengan lubrikasi epidermal. Penggunaan lubrikan OCT

yang mengandung urea dan α-hydroxy acid. Penggunaan topical

Anhydrous lanolin juga dilaporkan bermanfaat. Anhydrous lanolin

keringankan penyumbatan pori-pori dan dapat membantu sekresi

keringat yang normal. Oinment hidrofilik juga membantu dalam

mengurangi sumbatan keratinosa dan membantu memperlancar aliran

sekresi keringat. Beberapa data mengungkapkan penggunaan sabun

antibakteri juga dapat menguntungkan, dan pada kasus-kasus

refrakter, penggunaan sabun atau losion Benzoil Peroxida juga dapat

16

membantu. Losion calamin juga mungkin bermanfaat untuk

mengurangi rasa tidak nyaman, tetapi karena efek mengeringkannya,

emolien lunak seperti krim minyak dapat mencegah timbulnya

kerusakan epidermis yang lebih lanjut.

Medikamentosa:1

1) Miliaria Kristalina

Untuk penatalaksanaan miliaria kristalina dapat diberikan bedak

salisil 2% untuk mengurangi gesekan, karena vesikel miliaria

kristalina mudah pecah.

2) Miliaria Rubra

Dapat diberikan bedak salisil 2% dan mentol ¼-2%. Losio Faberi

dapat juga digunakan, komposisinya sebagai berikut:

R/ As. Salisilat 1

Talc. Venet 10

Oxid. Zinc 10

Amyl. Oryzae 10

Spiritus ad. 200 cc

3) Miliaria Profunda

Dapat diberikan losio calamin dengan atau tanpa mentol 0,25%,

dapat pula resorsin 3% dalam alcohol.

b. Sistemik

Pemberian antihistamin untuk mengatasi keluhan gatal. Antibiotik

sistemik sebaiknya digunakan ketika ada bukti yang jelas adanya

infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik harus berdasarkan kultur dan

sensitivitasnya. Obat ini tidak berefek pada proses primer dan tidak

dibutuhkan untuk penanganan pada kasus miliaria saja. Terapi awal

sebaiknya yang berkenaan dengan spektrum sensitivitas S.

epidermidis dan antibiotik yang dipilih harus dapat mencapai kelenjar

keringat dan permukaan kulit. Jika tidak ada sepsis sekunder yang

luas, efek dari antibiotik topikal atau sistemik ataupun obat-obatan

antibakterial lainnya dalam penanganan miliaria mengecewakan,

namun terdapat beberapa aturan dalam penggunaan profilaksis. Asam

17

Askorbat oral 500 mg dua kali sehari dapat menurunkan derajat

keparahan miliaria dan derajat anhidrosis pada penyakit yang akan

muncul kemudian. Isotretinoin juga dilaporkan dapat membantu pada

kasus miliari profunda yang sulit.

2.8. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum pada miliaria adalah infeksi sekunder yang

dapat muncul sebagai impetigo atau karena beberapa abses terpisah dikenal

sebagai periporitis staphylogenes. Selain itu, intoleransi panas yang paling

mungkin untuk berkembang pada pasien dengan Miliaria profunda yang dikenal

dengan anhidrosis kulit. Dalam bentuk yang paling parah, intoleransi panas ini

dikenal sebagai anhidrotic tropis asthenia.7

2.9. Pencegahan

Usaha-usaha preventif dilaksanakan dengan mengontrol panas dan

kelembaban sehingga keringat tidak distimulasi. Cara-caranya antara lain :

- Mengobati demam

- Tidak menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat

- Mencegah evaporasi

- Membatasi aktifitas yang berlebihan, penggunaan air kondisioner

- Pindah ke tempat yang iklim lebih dingin

2.10. Prognosis

Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik. Biasanya miliaria

dapat sembuh dengan sendirinya. Kebanyakan pasien sembuh dalam hitungan

minggu, setelah mereka pindah kelingkungan yang dingin.2

18

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas

No. RekamMedik : 41 02 60

NamaPenderita : An.LMA

Umur : 1 Tahun 7 bulan

Alamat : Dok IX

Agama : Islam

Suku bangsa : Buton

II. Anamnesis

Keluhan Utama :

Bintik-bintik kemerahan pada seluruh lipatan leher dan punggung

disertai rasa gatal

Riwayat Kehamilan Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan timbul bintik-bintik kecil diseluruh

lipatan leher dan punggung disertai rasa gatal ± seminggu yang lalu. Ibu

pasien mengatakan awalnya timbul bintik-bintik kecil warna kemerahan

disekitar lipatan leher dan punggung lama kelamaan meluas hingga seluruh

lipatan leher,dada dan pantat.

Ibu pasien mengatakan anaknya rewel dan sering menggosok-gosok

hingga berdarah dan bengkak-bengkak berwarna kemerahan. Rasa gatal

terutama saat pasien berkeringat. Ibu pasien sudah membawa pasien berobat

ke puskesmas, sempat hilang kemudian timbul kembali.

Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita

penyakit yang sama. Pasien juga belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat alergi makanan disangkal.

III. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis

19

Tanda-tanda vital

Nadi : 90 x/menit.

Respirasi : 28 x/menit.

Suhu Badan : 36,5 °C

Kepala

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil

iskhor, secret (-)

Hidung : Pernapasan cuing hidung (-/-), secret

Mulut : oral candidiasis (-)

Telinga : Pendengaran normal, secret (-)

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas

Palpasi : Vokal fremitus (Dextra = Sinistra). Nyeri tekan(-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi :Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing

(-/-), BJ I – BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, datar

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Palpasi : Supel, datar, yeri tekan (-)

Perkusi : Tympani

IV. Status Dermatologi

Lokalisata : Generalisata

Distribusi : terlokalisir

Bentuk : tidak khas

Susunan : tidak khas

Batas : tidak tegas

Ukuran : miliar

20

EfloresensI : Makula eritem, papul eritem, vesikel, hiperpigmentasi.

Gambara 7. Foto Klinis Pasien

V. Resume

Pasien atas nama An.LMA umur 1 tahun 7 bulan datang diantar oleh ibunya

dengan keluhan timbul biji-biji kecil diseluruh lipatan leher dan punggung disertai

rasa gatal ± seminggu yang lalu. Ibu pasien mengatakan awalnya timbul biji-biji

kecil warna kemerahan disekitar lipatan leher dan punggung lama kelamaan

meluas hingga seluruh lipatan leher,dada dan pantat. Pada pemeriksaan generalis

ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan status dermatologis ditemukan

Lokalisasi pada generalisata, distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan

tidak khas, batas tidak tegas, ukuran miliar. Efloresensi ditemukan makula eritem,

papul eritem, vesikel, hiperpigmentasi.

21

VI. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk alat bantu

diagnostik.

VII. Diagnosa Kerja

Miliaria Rubra

VIII. Diagnosa Banding

Dermatitis Atopik

IX. Penatalaksanaan

a. Preventif :

Menjaga sirkulasi udara dikamar dan rumah agar baik, dan tidak panas

serta lembab

Tidak menggunakan pakaian berlapis

Disarankan menggunakan pakaian berupa celana pendek dan baju

lengan pendek yang tipis, berbahan sejuk, dan nyaman.

Gunakan pakaian yang longgar

Ganti pakaian anak bila lembab akibat keringat

Mandi dua kali sehari, dan menjaga kebersihan kulit anak, terutama

didaerah lipatan kulit.

b. Promotif :

Edukasi kepada orang tua agar menjaga kebersihan kulit anak

Edukasi mengenai penyakit kulit yang dialami anak dan cara

penanganannya agar tidak berulang kembali

c. Kuratif :

Mometasone Furoate 1 mg cream dioleskan tipis-tipis pada daerah

yang sakit sehari sekali. Jangan ditutup dengan kasa pembalut.

Moisderm 10 % cream mengandung urea 10% dalam dasar krim

dengan sodium pidolate, sodium lactate. Dioleskan 2x sehari sesudah

mandi.

22

X. Prognosa

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

23

BAB IV

PEMBAHASAN

Miliaria juga disebut keringat buntet atau biang keringat adalah gangguan

kulit yang umum berupa gangguan saluran integritas keringat ekrin. Miliaria

adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel

milier. Miliaria, retensi dari kelenjar keringat ini merupakan dampak dari oklusi

saluran keringat ekrin, mengakibatkan erupsi yang biasanya terjadi saat cuaca

panas, iklim yang lembab, seperti pada daerah tropis dan selama musim panas.1,2

Pada kasus miliaria rubra didapatkan gambaran klinis munculnya papul

inflamasi yang gatal disekitar pori-pori terutama saat berkeringat. Hal ini sesuai

dengan keluhan yang dialami pasien yang datang dengan keluhan timbul bintik-

bintik kecil diseluruh lipatan leher dan punggung disertai rasa gatal ± seminggu

yang lalu. Ibu pasien mengatakan awalnya timbul bintik-bintik kecil warna

kemerahan disekitar lipatan leher dan punggung lama kelamaan meluas hingga

seluruh lipatan leher,dada dan pantat. Ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya

rewel dan sering menggosok-gosok hingga berdarah dan bengkak-bengkak

berwarna kemerahan. Rasa gatal dialami terutama saat pasien berkeringat.

Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan miliaria

rubra biasanya didapatkan makula eritematosa dengan papulovesikel diatasnya.

Pada pasien ini ditemukan makula eritem, papul eritem, vesikel, hiperpigmentasi

dengan ukuran miliar, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas,

distribusi terlokalisir terutama pada area lipatan leher, lipatan paha, punggung

yang banyak mengeluarkan keringat. Lokalisasi pada generalisata

Pada pasien ini penatalakasaan yang dilakukan adalah memberikan

edukasi kepada orang tua pasien bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri dimana

diperlukan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Menjaga sirkulasi udara

dikamar dan rumah agar baik, dan tidak panas serta lembab. Tidak menggunakan

pakaian berlapis. Menggunakan pakaian berupa celana pendek dan baju lengan

pendek yang tipis, berbahan sejuk, dan nyaman. Menggunakan pakaian yang

longgar. Mengganti pakaian anak bila lembab akibat keringat. Mandi dua kali

sehari, dan menjaga kebersihan kulit anak, terutama didaerah lipatan kulit.

24

Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu mometasone furoate 1 mg

cream dioleskan tipis-tipis pada daerah yang sakit sehari sekali. Jangan ditutup

dengan kasa pembalut. Mometason furoate adalah kortikosteroid sintetik yang

memiliki sifat-sifat anti inflamasi, anti pruritik dan vasokonstriktif. Untuk

meringankan manifestasi inflamasi dan pruritus dari dermatosis yang responsif

terhadap kortikosteroid.

Moisderm 10 % cream mengandung urea 10% dalam dasar krim dengan

sodium pidolate, sodium lactate. Dioleskan 2x sehari sesudah mandi. Moisderm

cream merupakan krim pelembab yang dapat melembabkan dan mengahaluskan

kulit. Digunakan untuk pengobatan ikhtiosis dan keadaan kulit kering lainnya.

Digunakan juga pada hiperkeratosis atau kulit bersisik seperti pada psoriasis, dan

dematitis atopik.

Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik. Biasanya miliaria

dapat sembuh dengan sendirinya. Kebanyakan pasien sembuh dalam hitungan

minggu, setelah mereka pindah kelingkungan yang dingin.

25

BAB V

KESIMPULAN

Miliaria merupakan penyimpanan keringat yang dihasilkan karena

sumbatan pada duktus eksokrin, yang menghasilkan sebuah erupsi yang biasanya

pada cuaca panas, lembab seperti iklim tropis dan selama musim panas pada iklim

sedang.

Terdapat 3 bentuk klasifikasi miliaria yaitu miliaria kristalina, miliaria

rubra, serta miliaria profunda. Miliaria kristalina dikarakteristikan dengan vesikel

kecil, bersih, sangat superfisial, tidak ada reaksi peradangan, bersifat

asimptomatik. Miliaria rubra muncul sebagai diskret, pruritik, papulovesikel,

eritema, disertai nyeri seperti tertusuk, rasa terbakar, dan rasa geli. Miliaria

profunda ditandai dengan papul yang keputihan, tidak gatal, warna seperti daging,

kedudukan lebih dalam, bersifat asimptomatik.

Faktor utama yang berperan bagi perkembangan miliaria adalah kondisi

panas tinggi dan kelembaban yang menyebabkan berkeringat berlebihan.

Penyumbatan kulit karena pakaian, perban dapat berkontribusi untuk

pengumpulan keringat pada permukaan kulit dan pengeluaran cairan atau keringat

berlebih (overhydration) dari lapisan korneum. Pada orang yang rentan, termasuk

bayi, yang relatif belum matang kelenjar ekrinnya, pengeluaran cairan atau

keringat (overhydration) dari stratum korneum dianggap cukup untuk

menyebabkan penyumbatan sementara dari acrosyringium.

Penegakkan diagnosis milairia rubra dapat ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik berupa melihat efloresensi, status lokalis, dan bila perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pada prinsipnya pengobatan yang paling efektif untuk pasien mialiaria

adalah menempatkan pasien di lingkungan yang dingin. Lotion anhidros diberikan

untuk mencegah atau menghilangkan sumbatan sehingga keringat dapat keluar ke

permukaan kulit. Selain itu juga diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi dan

losion. Pemberian kolamin lotion dapat memberikan rasa sejuk juga dapat

diberikan antibiotik topikal seperti krim kloramfenikol.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Natahudasa, E. C. Miliaria dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi ke-5. Editor Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Jakarta : FKUI.

2010. Hal. 276-277

2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta;

EGC. 2005. Hal. 247-249

3. Burns, Tony, dkk. Rook’s Textbook of Dermatology 7th Edition. Volume 1.

UK : Blackwell Science. 2008. Hal 312-313.

4. Freedberd, Irwin M, dkk. Miliaria in Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill. 2003

5. Weller, Richard. Clinical Dermatology 4th Edition. UK : Blackwell

Publishing. 2008. Hal 175-176.

6. Amiruddin D. Ilmu Penyakit Kulit. Makasar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin FK-UNHAS. 2003.

7. Levin NA. Dermatologic Manifestation of Miliaria. 2012. Akses dari:

http://Emedicine.com. Tanggal. 06 Juni 2016.

27