Upload
marena-thalita
View
14
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kimia fisik
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK IIVOLUME MOLAL PARSIAL
Nama : Marena Thalita RahmaNIM : 121810301031Kelompok : 5Kelas : AAsisten : Yudha Anggi Pradista
LABORATORIUM KIMIA FISIKJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven.
Molalitas merupakan perbandingan antara jumlah mol solute dengan massa solven dalam
kilogram. Sifat molal parsial dapat ditentukan oleh volume molal parsial. Sifat molal
parsial yang paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam
sampel terhadap volume total (Dogra, 1990).
Volume molal parsial suatu larutan didefinisikan sebagai penambahan volume yang
terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dari
komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamik molal
parsial utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan
menggunakan fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan besaran
termodinamika dan jumlah komponen dengan menggunakan suatu fungsi yang disebut
besaran molal nyata (Dogra, 1990).
Kita tidak lepas dari air ataupun zat- zat kimia yang lain dalam kehidupan sehari-
hari. Setiap zat tersebut pasti memiliki volume. Volume molal parsial biasanya digunakan
dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain itu, dalam mencampurkan suatu zat
tertentu dengan zat lain dalam temperatur tertentu, kita juga harus mengetahui volume
molal parsial dari zat – zat tersebut. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui volume
molal parsial komponen larutan (Sudjono, 2004).
Percobaan ini tentang volume molal parsial. Usai percobaan ini diharapkan
mahasiswa mampu menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1. Aquades
Aquades memiliki rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquades memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak
macam molekul organik. Aquades merupakan bahan kimia yang berwujud cair yang tidak
berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa molarnya adalah
18,01528 g/mol. Titik didih akuades sebesar 100° C (373,15° C) sedangkan titik lelehnya
0° C ( 273,15° C). Massa jenisnya 1000 kg/m3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20° C). Sifat
dari bahan ini adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya untuk
kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga
tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk
paru-paru dan non-korosif terhadap mata (sciencelab, 2014).
2.1.2. NaCl
Natrium klorida adalah bahan kimia yang berwujud padat pada suhu ruang, tidak
bernau dan tidak berwarna. Natirum klorida memiliki rumus senyawa NaCl. Berat molekul
NaCl sebesar 58,5 g/mol. Titik didih dan titik lelehnya berturut – turut yaitu 1413°C dan
801°C. Zat ini juga mempunyai suhu kritis sebesar 263.33°C (506° F). Massa jenis NaCl
yaitu 1.484 g/cm3 serta tekanan uapnya sebesar 21.1 kPa pada suhu 20°C. NaCl sangat
larut dalam air dingin. Kasus terjadi kontak , segera basuh mata dengan banyak air selama
setidaknya 15 menit. Kasus kontak kulit harus segera siram kulit dengan banyak air
(sciencelab, 2014).
2.2 Dasar Teori
Termodinamika terdapat 2 macam larutan yaitu larutan ideal dan larutan tidak
ideal. Larutan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran
komposisi sistem tersebut. Larutan tidak ideal dibagi menjadi 2 yaitu:
1. besaran molal parsial misalnya volume molal parsial dan entalpi
2. aktivitas dan koefisien aktivitas
(Atkins, 1993).
Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven. Berarti
merupakan perbandingan antara jumlah mol solute dengan massa solven dalam kilogram.
Molal=mol zat terlarutmassa pelarut
Jadi, jika ada larutan 1,00 molal maka larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat telarut
dalam 1,00 kg pelarut ( Brady, 1990).
Molalitas suatu zat terlarut adalah jumlah mol tiap kg zat pelarut. Hal ini memiliki
sifat molal parsial untuk menentukan volume molal parsial dan sifat molal parsial yang
paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam sampel terhadap
volume total. Volume molal parsial suatu larutan didefenisikan sebagai penambahan
volume yang terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal
parsial dari komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamik
molal parsial utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan
menggunakan fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan besaran
termodinamika dan jumlah komponen dengan menggunakan suatu fungsi yang disebut
besaran molal nyata (Bird, 1993).
Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai:
( ∂ V∂ n i
)T , p ,n j
=V i
Dimana V i adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik V i berarti
kenaikan dalam besaran termodinamik V yang diamati bila satu mol senyawa i
ditambahkan ke suatu sistem yang besar, sehingga komposisinya tetap konstan. Pada
temperatur dan tekanan konstan, persamaan di atas dapat ditulis sebagai dV =∑i
V i d nidan
dapat diintegrasikan menjadi
V=∑i
V in i
Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang komposisinya tetap, suatu
komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut, sehingga komposisi relatif dari tiap-tiap jenis
tetap konstan karenanya besaran molal ini tetap sama dan integrasi diambil pada
banyaknya mol (Dogra, 1990).
Sifat molal parsial di definisikan secara matematis sebagai berikut
∅ J 1= J−N 1 J °1N 1
Dimana, J1 adalah sifat molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik J-n1J1 berarti
kenaikan dalam besaran termodinamik J yang di amati bila satu mol senyawa I
ditambahkan ke suatu sistem yang besar sehingga komposisinya tetap konstan
(Dogra,1990).
Faktor – Faktor yang mempengaruhi perubahan volume molar parsial adalah
1. Perbedaan antara gaya intermolekular pada larutan dan komponen murni penyusun
larutan tersebut
2. Perbedaan antara bentuk dan ukuran molekul suatu larutan dan komponen murni
penyusun larutan tersebut
(Indriani et al., 2013).
Volum molal parsial komponen pada sistim larutan didefinisikan sebagai berikut :
V 1=¿¿…………………………………………………………..( 1 )
di mana :
V = volum n = jumlah mol
T = temperatur p = tekanan
(Tim Penyusun, 2014).
Volume larutan adalah fungsi temperature, tekanan, dan jumlah mol komponen, yang
dituliskan sebagai berikut :
V = V ( T, p, n)…………………………………………………………………..( 2 )
maka :
dV = ( ∂V / ∂T)dT + ( ∂V / ∂p)dP + ( ∂V / ∂n1)dn1 + ( ∂V / ∂n2) ∂n2 + …….…..( 3 )
Pada temperature dan tekanan tetap, dengan menggunakan persamaan ( 1 ) dan ( 3 )
menjadi :
dV = V1 dn1 + V2 dn2 +……………………………………………………….( 4 )
Volume molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi temperature, dan tekanan tetap.
Integrasi persamaan ( 5 ) pada kondisi tersebut memberikan persamaan sebagai berikut :
V = n1V1 + n2V2 + …. + ( tetapan)……………………………………………..( 5 )
Oleh karena n1 = n2 = …. = 0, maka volume V adalah nol, sehingga tetapan = 0, maka
persamaan ( 6 ) menjadi :
V = n1V1 + n2V2 +… ………………………………………………………..( 6 )
Deferensiasi dari persamaan ( 6 ) menghasilkan :
dV= ( n1dV1 + n2dV2 ) + ( V1 dn1 + V2 dn2 +..)
Jika digabung dengan persamaan ( 4 ) memberikan hasil pada temperature dan tekanan
tetap :
n1dV1 + n2dV2 + ……. = 0 …...………………………………………………( 7)
Persamaan ( 7 ) adalah persamaan Gibbs – duhem untuk volume. Untuk system larutan
biner, volume molal semu untuk zarut didefinisikan sebagai :
Ǿ = ( V - n1 V10 ) / n2 .…….……………………………………………………….( 8 )
V10 adalah volum molal pelarut murni (Tim penyusun ,2014).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Piknometer
Erlenmeyer
Labu ukur
Gelas beaker
Gelas ukur
3.1.2 Bahan
NaCl 3,0 M
Akuades
3.2 Cara Kerja
- diencerkan menjadi konsentrasi ½, ¼, 1/8, 1/16 dari konsentrasi semula
- ditimbang piknometer kosong sebagai We
- diisi aquades hingga penuh sebagai Wθ
- dihitung massa dan dicatat temperatur di dalam piknometer
- dilakukan triplo
- dihitung densitasnya
- diulangi langkah 3-6 dengan larutan NaCl dan dinyatakan sebagai W
Hasil
50 mL larutan NaCl 3,0 M
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konsentrasi
(M)
d
(g/mL)
m
(molal)
∅
(mL/mol)
V1
(mL/mol)
V2
(mL/mol)
0,1875 0,8446 0,2250 -725 -510,8 -82,49
0,375 0,8999 0,4273 -182 111,8 707,7
0,75 1,015 0,7728 79,4 476,3 1270
1,5 1,020 1,609 70,8 643,7 1788
4.2 Pembahasan
Percobaan ini mengenai volume molal parsial. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk
menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Volume molal parsial
merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut, yang
ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam 1000 gram pelarut.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah NaCl dan akuades, NaCl berfungsi
sebagai zat terlarut dan akuades sebagai pelarut. NaCl digunakan karena merupakan
larutan elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu
menyerap air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan
volume molal parsial semu. Reaksi yang terjadi pada langkah ini adalah:
NaCl(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq)
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan dengan konsentrasi 1,50
M; 0,750 M; 0,375 M; dan 0,1875 M. Larutan tersebut dibuat dengan proses pengenceran
dari larutan induk yaitu NaCl dengan konsentrasi 3 M. Pembuatan larutan secara berbeda-
beda ini untuk menunjukkan trendnya terhadap densitas, molalitas, dan volume molal
parsial. Larutan dengan variasi konsentrasi tersebut kemudian diukur massanya
menggunakan piknometer dan dilakukan triplo. Proses penimbangan piknometer yang
berisi larutan dimulai dari konsentrasi larutan rendah ke konsentrasi tinggi, sehingga saat
selesai ditimbang piknometer tidak perlu dicuci terlebih dahulu hingga benar-benar bersih.
Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak akan mempengaruhi banyaknya zat atau
pengaruhnya diabaikan karena terlalu kecil. Konsentrasi larutan yang besar dapat
mempengaruhi konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan menambah konsentrasi
menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar. Pegulangan sebanyak tiga kali ini
bertujuan untuk mendapatkan beberapa nilai dan hasilnya akan didapatkan data yang lebih
akurat. Pengukuran massa NaCl ini sebagai w. Sebelum dilakukan pengukuran larutan
NaCl, massa piknometer kosong dan massa aquades diukur massanya. Massa piknometer
kosong sebagai We dan massa aquades sebagai Wo. Massa ketiga komponen yang
didapatkan ini akan digunakan di dalam perhitungan.
Penimbangan dilakukan triplo sehingga menghasilkan nilai massa rata-rata massa
larutan NaCl pada tiap-tiap suhu. Massa yang didapatkan ini kemudian digunakan untuk
menghitung massa jenis larutan NaCl. Massa jenis larutan NaCl pada konsentrasi 1,5 M ;
0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M masing-masing adalah 1,020 g/mL, 1,015 g/mL, 0,8997
g/mL, dan 0,8446 g/mL. Dari data yang diperoleh tersebut menunjukkan trend massa jenis
yang semakin meningkat seiring semakin besarnya konsentrasi. Hal ini dapat terjadi
karena penyusun dari larutan NaCl yang memiliki konsentrasi besar lebih banyak
mengandung zat NaCl daripada air sehingga beratnya menjadi lebih besar dan massa
jenisnya juga besar.
Langkah selanjutnya yaitu menghitung molalitas larutan. Hasil dari pehitungan
molalitas larutan NaCl dengan variasi konsentrasi 0,188 M ; 0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M
adalah 0,2250 mol.g-1; 0,4732 mol.g-1; 0,7728 mol.g-1 dan 1,609 mol.g-1. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka molalitasnya juga
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol zat
terlarut yang terdapat dalam larutan semakin banyak, jumlah mol zat pelarutnya semakin
sedikit sehingga berpengaruh pada kenaikan molalitasnya.
Perhitungan berikutnya yaitu perhitungan nolume molal semu (Φ). Volume molal
semu adalah volume yang digunakan untuk menentukan volume molal komponen larutan.
Volume molal semu yang didapatkan dari konsentrasi besar hingga kecil berturut – turut
70,8 cm-3/mol; 79,4 cm-3/mol; -182 cm-3/mol; dan -724 cm-3/mol. Hal ini menunjukkan
semakin besar suatu larutan, maka semakin banyak partikel zat terlarut di dalamnya
sehingga semakin besar volume molal semunya. Namun, ada penyimpangan hasil pada
konsentrasi 1,5 M yang nilainya lebih kecil dibandingkan konsentrasi 0,750 M. Hal ini
disebabkan karena kesalahan praktikan dalam pengukuran dan perhitungan. Nilai volume
molal semu kemudian diplotkan terhadap √m, seperti nampak pada grafik di bawah ini,
0.3 0.8 1.3
-800
-700
-600
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
200f(x) = 903.141025829488 x − 929.369227718557R² = 0.669412865508506
Grafik hubungan antara Æ dan Öm
Series2Linear (Series2)
Öm
Æ
Grafik 1. Hubungan antara Φ dengan √m
Perhitungan selanjutnya adalah pengukuran v1 (volume molal parsial pelarut) dan v2
(volume molal parsial zat terlarut. Nilai volume molal parsial pelarut yang dihasilkan
terjadi peningkatan terhadap molalitas. Nilai volume parsial zat terlarut juga menunjukkan
terjadinya peningkatan terhadap molalitas. Hal ini dapat diamati pada grafik di bawah ini,
0 0.5 1 1.5 2
-600
-400
-200
0
200
400
600
800f(x) = 706.471461783079 x − 355.62626554901R² = 0.711042106555002
Grafik hubungan V1 dengan molalitas
Series2Linear (Series2)
molalitas
V1
Grafik 3. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molaritas
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
-500
0
500
1000
1500
2000f(x) = 1206.20517510738 x + 5.86571955167403R² = 0.844466282895697
Grafik Hubungan V2 terhadap Molalitas
Series2Linear (Series2)
molalitas
V2
Grafik 3. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molalitas
Grafik 2 dan 3 menunjukkan trend volume molal parsial pelarut dan zat terlarut
terhadap molalitas. Kedua grafik tersebut menunjukkan peningkatan volume molal kedua
komponen terhadap molalitas. Volume molal parsial berbanding lurus dangan molalitas.
Data lain yang didapatkan adalah suhu. Data yang ada menunjukkan suhu tidak
banyak berubah pada peningkatan konsentrasi. Praktikan tidak mengukur perubahan suhu
terhadap molalitas sebab pengukuran molalitas tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada percobaan ini menunjukkan bahwa volume molal
parsial pelarut dan zat terlarut meningkat terhadap bertambah besarnya molalitas.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah
1. Pengukuran massa piknometer kosong harus dalam keadaan kering agar massa
piknometer tersebut tidak berubah-ubah.
2. Praktikan harus hati-hati dan teliti dalam proses pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1993. Kimia Fisika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Brady, J.E. 1990. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara
Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal – soal.Jakarta:Universitas Indonesia.
Indriani, Yuwita, dan Coniyati. 2013. Volume Molal Pelarut. Bandung : ITB.
Sciencelab. 2014. MSDS akuades [serial online]. www.sciencelab.com. [diakses tanggal 28
Oktober 2014].
Sciencelab. 2014. MSDS NaCl [serial online]. www.sciencelab.com. [diakses tanggal 28
Oktober 2014].
Tim Kimia Fisik. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember : Universitas Jember.
LAMPIRAN
Pengenceran
-Konsentrasi 1,5
M1V1 = M2V2
= 1,5 M .50 mL
3,0 M
= 25 mL
-Konsentrasi 0,75
M1V1 = M2V2
= 0,750 M .50,0 mL
3,00 M
= 12,5 mL
-Konsentrasi 0,375
M1V1 = M2V2
= 0,375 M .50,0 mL
3,00 M
= 6,65 mL
-Konsentrasi 0,1875
M1V1 = M2V2
= 0,1875 M .50,00 mL
3,000 M
= 3,125 mL
2. Massa Jenis NaCl
- Konsentrasi 1,5
d = d 0(w−we)(wo−we)
= 0,9968 .9,601
9,382 = 1,020
- Konsentrasi 0,75
d = d 0(w−we)(wo−we)
= 0,9968 .9,550
9,382 = 1,015
- Konsentrasi 0,375
d = d 0(w−we)(wo−we)
= 0,9968 .8,468
9,382 = 0,8997
- Konsentrasi 0,1875
d = d 0(w−we)(wo−we)
= 0,9968 .7,950
9,382 = 0,8446
3. Molalitas
- Konsentrasi 1,5
m = 1
(dm
−Mr
1000)
= 1
(10201,500
−58,501000
)
= 1,609
- Konsentrasi 0,75
m = 1
(dm
−Mr
1000)
= 1
(1050
0,7500−
58,501000
)
= 0,7728
- Konsentrasi 0,375
m = 1
(dm
−Mr
1000)
= 1
(0,89970,3750
−58,501000
)
= 0,4273
- Konsentrasi 0,1875
m = 1
(dm
−Mr
1000)
= 1
(0,84460,1875
−58,501000
)
= 0,2250
4. Volume Molal Semu
- Konsentrasi 1,5
Φ = Mr−(Mr−1000
m )( w−wowo−we
)
d =
58,5−(58,5− 10001,609 )( 41,565−41,337
41,337 – 31,955)
1020 = 70,8
- Konsentrasi 0,75
Φ = Mr−(Mr−1000
m )( w−wowo−we
)
d =
58,50−(58,50− 10000,7728 )( 41,505−41,337
41,337 – 31,955)
1,105 = 79,4
- Konsentrasi 0,375
Φ = Mr−(Mr−1000
m )( w−wowo−we
)
d =
58,50−(58,50− 10000,4273 )( 40,423−41,337
41,337 – 31,955)
0,8997 = -182
- Konsentrasi 0,1875
Φ = Mr−(Mr−1000
m )( w−wowo−we
)
d =
58,5−(58,5− 10000,2250 )(39,905−41,337
41,337 –31,955)
0,8446 = -725
5. Grafikm √m Φ
1,609 1,268 70,80,7728 0,8791 79,40,4273 0,6568 -1820,2250 0,4743 -725
y = mx + c = 903,1 x-929,3R = 0,82
dΦd √m
= 903,1
6. V1 Zat Pelarut dan V2 Zat Terlarut
A. V1
-Konsentrasi 1,5
V1 = Φ + ( m
2√m) (
d Φ
d √m)
= 70,80 + ( 1,609
2. 1,268) (903,1)
= 643,7
-Konsentrasi 0,75
V = Φ + ( m
2√m) (
d Φ
d √m)
= 79,40 + ( 0,7728
2. 0,8791) (903,1)
= 476,3
-Konsentrasi 0,375
V = Φ + ( m
2√m) (
d Φ
d √m)
= -182 + ( 0,4273
2. 0,6568) (903,1)
= 111,8-Konsentrasi 0, 1 875
V = Φ + ( m
2√m) (
d Φd √m
)
= -725,0 + ( 0,2250
2. 0,4743) (903,1)
= -510,8
B. V2
-Konsentrasi 1,5
V = Φ + ( 3√m
2) (
d Φd √m
)
= 70,80 + ( 3 x 1,268
2) (903,1)
= 1788
-Konsentrasi 0,75
V = Φ + ( 3√m
2) (
d Φd √m
)
= 79,40 + ( 3 x 0,8791
2) (903,1)
= 1270
-Konsentrasi 0,375
V = Φ + ( 3√m
2) (
d Φ
d √m)
= -182,0 + ( 3 x 0,6568
2) (903,1)
= 707,7
-Konsentrasi 0,1875
V = Φ + ( 3√m
2) (
d Φ
d √m)
= -725,0 + ( 3 x 0,4743
2) (903,1)
= -82,49
0.3 0.8 1.3
-800-700-600-500-400-300-200-100
0100200
f(x) = 903.141025829488 x − 929.369227718557R² = 0.669412865508506
Grafik Hubungan Antara Æ dan Öm
Series2Linear (Series2)
Öm
Æ
0 0.5 1 1.5 2
-600
-400
-200
0
200
400
600
800f(x) = 706.471461783079 x − 355.62626554901R² = 0.711042106555002
Grafik Hubungan V1 dengan Molalitas
Series2Linear (Series2)
molalitas
V1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8-500
0
500
1000
1500
2000f(x) = 1206.20517510738 x + 5.86571955167403R² = 0.844466282895697
Grafik Hubungan V2 dengan Molalitas
Series2Linear (Series2)
molalitas
V2