Upload
joseph-becker
View
41
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI
(Pengukuran Efisiensi Tungku dan Nilai Kalor Bahan Bakar)
Oleh:
Nama Anggota : Senia Mulyana (240110110001)
M. Rian Fajar (240110110019)
Farah Nuranjani (240110110027)
Clint Marulitua (240110110028)
Wina Juniar (240110110037)
Eka Anugrah (240110110051)
Hari, Tanggal : Rabu, 17 Oktober 2013
Asisten : 1. Andi Abdul Halim
2. Dudin Zaenudin
3. Christika Nainggolan
4. Novriana Ekatama
LABORATORIUM ALAT DAN MESIN PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik yang
merupakan sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks
yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus
formula empiris seperti :C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS
untuk antrasit. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan
hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut
dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses
yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera
dan Kalimantan). Pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-
kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batubara ini terbentuk dari endapan
gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini.
Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air
tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut
ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air
dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu
dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada
batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada
lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan
gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar
Kalimantan.
2.2 Briket Batu Bara
Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan
sedikit bahan campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket Batubara mampu
menggantikan beberapa kegunaan dari minyak tanah seperti untuk pengolahan
makanan (memasak), pengeringan, pembakaran dan pemanasan (penghangat).
Bahan baku utama Briket Batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di
Indonesia dan mempunyai cadangan ketersediaan untuk selama lebih kurang 150
tahun. Sebagian kelompok masyarakat ada yang beranggapan, briket batu bara
semata-mata merupakan bongkahan hitam yang apabila dibakar akan
menimbulkan asap kotor hitam, mengotori lingkungan dan mengeluarkan zat
beracun maka pandangan tersebut sangatlah keliru.
Teknologi pembuatan briket tidak terlalu rumit dan dapat dikembangkan
dalam waktu singkat. Indonesia sebetulnya telah mengembangkan Briket Batubara
sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik karena minyak
tanah masih tetap disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga
masyarakat masih lebih memilih minyak tanah untuk bahan bakar harian. Namun
dengan kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 ini, mau tidak mau masyarakat
harus mencari pada bahan bakar alternatif yang lebih murah.
Bahan Baku Briket Batubara terdiri dari 82% batubara, 15% tanah liat dan
4% tapioka. Tanah liat selain berfungsi sebagai penguat briket juga berfungsi
sebagai stabilisator panas. Sedangkan tapioka berfungsi sebagai perekat untuk
memudahkan pencetakan.
2.3 Jenis-jenis Briket Batu Bara
Dari proses produksi terdiri dari:
a. Briket dikarbonisasi
b. Briket tanpa dikarbonisasi.
Sedangkan dari bentuknya terdiri dari:
a. Briket tipe telur, besarnya sebesar telur ayam.
b. Briket tipe sarang tawon
c. Briket tipe kubus, besarnya 12,5 12,5 5 cm
d. Briket tipe silinder, besarnya 7 cm (tinggi) 12 cm garis tengah
Gambar 1. Briket Batubara Tipe Telur dan Kubus
Jenis Batubara yang berkarbonasi merupakan jenis yang mengalami
terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses
karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut
diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau asap, namun
biaya produksi menjadi meningkat karena pada batubara tersebut terjadi rendemen
sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga
serta lebih aman dalam penggunaannya.
Jenis Batu Bara yang tidak berkarbonasi (biasa) merupakan jenis yang
tidak mengalami dikarbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganya pun
lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka
pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga
akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang
muncul dari Briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket
ini umumnya digunakan untuk industri kecil.
2.4 Keunggulan Briket Batubara
1. Lebih murah.
2. Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran
yang lama.
3. Tidak beresiko meledak/terbakar.
4. Tidak mengeluarkan sauara bising serta tidak berjelaga.
5. Sumber Batubara berlimpah.
Namun demikian Briket memiliki keterbatasan yaitu waktu penyalaan
awal memakan waktu 5 -10 menit dan diperlukan sedikit penyiraman minyak
tanah sebagai penyalaan awal, Briket Batubara hanya efisien jika digunakan
untuk jangka waktu di atas 2 jam.
2.5 Tungku Briket Batu Bara
Pengembangan Briket Batubara harus dibarengi dengan pengembangan
tungkunya. Prinsip pada pembuatan tungku briket batubara adalah :
1. Ada ruang bakar untuk briket batubara.
2. Adanya aliran udara (oksigen) dari lubang bawah yang menuju ke lubang atas
dengan melewati ruang bakar briket batubara terdiri dari aliran udara primer
dan sekunder.
3. Ada ruang untuk menampung abu briket batubara di bawah ruang bakar
briket.
Pada prinsipnya, tungku atau kompor briket batu bara dibagi dalam 2 jenis
yaitu:
1. Tungku / Kompor portabel, jenis ini pada umumnya memuat briket antara
1 s/d 8 kg serta dapat dipindah-pindahkan. Jenis ini digunakan untuk
keperluan rumah tangga atau rumah makan.
2. Tungku / Kompor Permanen, memuat lebih dari 8 kg briket dibuat secara
permanen. Jenis ini dipergunakan untuk industri kecil/menengah.
2.6 Pembakaran
Pembakaran adalah suatu proses reaksi kimia antara suatu bahan bakar dengan
suatu oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya dalam
bentuk pendar atau api. Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap, suatu senyawa
bereaksi dengan zat pengoksidasi, dan produknya adalah senyawa dari tiap elemen
dalam bahan bakar dengan zat pengoksidasi. Contoh yang lebih sederhana dapat
diamati pada pembakaran hidrogen dan oksigen, yang merupakan reaksi umum
yang digunakan dalam mesin roket, yang hanya menghasilkan uap air. Pada
mayoritas penggunaan pembakaran sehari-hari, oksidan oksigen (O2) diperoleh
dari udara ambien dan gas resultan (gas cerobong, flue gas) dari pembakaran akan
mengandung nitrogen. Dalam kenyataannya, proses pembakaran tidak pernah
sempurna. Dalam gas cerobong dari pembakaran karbon (seperti dalam
pembakaran batubara) atau senyawa karbon (seperti dalam pembakaran
hidrokarbon, kayu, dll) akan ditemukan baik karbon yang tak terbakar maupun
senyawa karbon (CO dan lainnya). Jika udara digunakan sebagai oksidan,
beberapa nitrogen akan teroksidasi menjadi berbagai jenis nitrogen oksida (NOx)
yang kebanyakan dan berbahaya.
Pembakaran dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan
oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh
sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus). Pembakaran
ini menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak
(atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran “rich” (kaya). Pembakaran ini
menghasilkan api reduksi. Api reduksi ditandai oleh lidah api panjang, kadang-
kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini juga disebut pembakaran tidak
sempurna. Seperti diketahui, oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang
terdiri dari 20% O2 dan 80% N2. Sebagai contoh, bila diperlukan 1 lb O2, berarti
memerlukan 4.32 lb udara atau setiap cuft O2 perlu 4.78 cuft udara. Gas N2 yang
mengisi 80% dari udara, tidak ikut dalam reaksi pembakaran, malahan menghisap
panas dari hasil reaksi pembakaran. Untuk menentukan jumlah O2 yang tepat
pada setiap pembakaran, merupakan hal yang tidak mudah. Pada umumnya
dipakai kelebihan udara. Keuntungannya tidak terjadi pemborosan bahan bakar.
Kerugiannya mengurangi panas hasil pembakaran. Untuk ini dijaga ada kelebihan
udara, tetapi tidak terlalu banyak (antara 5-15%). Dalam pembakaran, ada
pengertian udara primer yaitu udara yang dicampurkan dengan bahan bakar di
dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder yaitu udara yang
dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner, melalui ruang sekitar ujung
burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur.
2.7 Kalor Pembakaran
Reaksi kimia yang umum digunakan untuk menghasilkan energi adalah
pembakaran, yaitu suatu reaksi cepat antara bahan bakar dengan oksigen yang
disertai terjadinya api. Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil,
yaitu gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Bahan bakar fosil itu berasal dari
pelapukan sisa organisme, baik tumbuhan atau hewan. Pembentukan bahan bakar
fosil ini memerlukan waktu ribuan sampai jutaan tahun.
Bahan bakar fosil terutama terdiri atas senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa
yang hanya terdiri atas karbon dan hidrogen. Gas alam terdiri atas alkana suku
rendah terutama metana dan sedikit etana, propana, dan butana. Seluruh senyawa
itu merupakan gas yang tidak berbau. Oleh karena itu, kedalam gas alam
ditambahkan suatu zat yang berbau tidak sedap, yaitu merkaptan, sehingga dapat
diketahui jika ada kebocoran. Gas alam dari beberapa sumber mengandung H2S,
suatu kontaminan yang harus disingkirkan sebelum gas digunakan sebagai bahan
bakar karena dapat mencemari udara. Beberapa sumur gas juga mengandung
helium.
Minyak bumi adalah cairan yang mengandung ratusan macam senyawa,
terutama alkana, dari metana hingga yang memiliki atom karbon mencapai lima
puluhan. Dari minyak bumi diperoleh bahan bakar LPG (Liquified Petroleum
Gas), bensin, minyak tanah, kerosin, solar dan lain-lain. Pemisahan komponen
minyak bumi itu dillakukan dengan destilasi bertingkat. Adapun batu bara adalah
bahan bakar padat, yang terutama, terdiri atas hidrokarbon suku tinggi. Batu bara
dan minyak bumi juga mengandung senyawa dari oksigen, nitrogen, dan belerang.
Bahan bakar fosil, terutama minyak bumi telah digunakan dengan laju yang
jauh lebih cepat dari pada proses pembentukannya. Oleh karena itu, dalam waktu
yang tidak terlalu lama lagi akan segera habis. Untuk menghemat penggunaan
minyak bumi dan untuk mempersiapkan bahan bakar pengganti, telah
dikembangkan berbagai bahan bakar lain, misalnya gas sintesis dan hidrogen. Gas
sintetis diperoleh dari gasifikasi batubara. Batu bara merupakan bahan bakar fosil
yang paling melimpah, yaitu sekitar 90 % dari cadangan bahan bakar fosil. Akan
tetapi penggunaan bahan bakar batubara menimbulkan berbagai masalah,
misalnya dapat menimbulkan polusi udara yang lebih hebat daripada bahan bakar
apapun. Karena bentuknya yang padat terdapat keterbatasan penggunaannya. Oleh
karena itu, para ahli berupaya mengubahnya menjadi gas sehingga
pernggunaannya lebih luwes dan lebih bersih.
Gasifikasi batubara dilakukan dengan mereaksikan batubara panas dengan
uap air panas. Hasil proses itu berupa campuran gas CO, H2 dan CH4. Sedangkan
bahan sintetis lain yang juga banyak dipertimbangkan adalah hidrogen. Hidrogen
cair bersama-sama dengan oksigen cair telah digunakan pada pesawat ulang-alik
sebagai bahan bakar roket pendorongnya. Pembakaran hidrogen sama sekali tidak
memberi dampak negatif pada lingkungan karena hasil pembakarannya adalah air.
Hidrogen dibuat dari air melalui reaksi endoterm berikut:
H2O (l) —> 2 H2 (g) + O2 (g) ΔH = 572 kJ
Apabila energi yang digunakan untuk menguraikan air tersebut berasal
dari bahan bakar fosil, maka hidrogen bukanlah bahan bakar yang konversial.
Tetapi saat ini sedang dikembangkan penggunaan energi nuklir atau energi surya.
Jika proyek itu berhasil, maka dunia tidak perlu khawatir akan kekurangan energi.
Matahari sesungguhnya adalah sumber energi terbesar di bumi, tetapi tekonologi
penggunaan energi surya belumlah komersial. Salah satu kemungkinan
penggunaan energi surya adalah menggunakan tanaman yang dapat tumbuh cepat.
Energinya kemudian diperoleh dengan membakar tumbuhan itu. Dewasa ini,
penggunaan energi surya yang cukup komersial adalah untuk pemanas air rumah
tangga (solar water heater). Nilai kalor dari berbagai jenis bahan bakar diberikan
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komposisi dan Nilai Kalor Berbagai Jenis Bahan Bakar
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.2 Prosedur Percobaan
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Hasil Pengukuran Batu Bara
a. Tungku
Berat total briket = 500 g
Diameter dalam = 18 cm
Diameter luar = 29 cm
Lubang tungku = p x l
= 13 cm x 12,8 cm
Tinggi tungku = 32 cm
Tinggi dalam tungku = 31,5 cm
Suhu awal bawah tungku (t1) = 26,80C
Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 menit sampai air mendidih
Tabel 1. Pengukuran Suhu Bawah Tungku
No. Waktu (menit) Suhu (0C)
1. 5 24,7
2. 10 31,2
3. 15 35,1
4. 20 30,31
5. 25 43,9
6. 30 49
7. 35 53,1
8. 40 58,7
9. 45 53,4
10 50 54,1
11. 55 42
12. 60 44,3
Rata-rata 43,3
Suhu awal dinding tungku (t2) = 26,70C
Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 menit sampai air mendidih
Tabel 2. Pengukuran Suhu Dinding Tungku
No. Waktu (menit) Suhu (0C)
1. 5 31,5
2. 10 32,5
3. 15 33,1
4. 20 33,5
5. 25 33,5
6. 30 33,3
7. 35 33,6
8. 40 33,8
9. 45 34
10 50 33,6
11. 55 26,5
12. 60 26,4
Rata-rata 32,1
Suhu pada celah-selah tungku (t3)
Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 menit sampai air mendidih
Tabel 3. Pengukuran Suhu pada Celah-celah Tungku
No. Waktu (menit) Suhu (0C)
1. 5 82,5
2. 10 83
3. 15 83,2
4. 20 34,6
5. 25 316,5
6. 30 356,1
7. 35 610
8. 40 664,2
9. 45 720
10 50 830,6
11. 55 620
12. 60 530
Rata-rata 410,9
b. Panci
Diameter tutup panci = 17,5 cm
Diameter kecil tutup panci = 15,5 cm
Tinggi panci = 10 cm
Berat panci = 120 g
Diameter dalam panci = 16,5 cm
Diameter luar panci = 17,5 cm
Berat tutup panci = 40 g
Suhu dinding panci (t4)
Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 menit sampai air mendidih
Tabel 4. Pengukuran Suhu Dinding Panci
No. Waktu (menit) Suhu (0C)
1. 5 25,9
2. 10 26,5
3. 15 26,9
4. 20 27,1
5. 25 33,3
6. 30 33,3
7. 35 33,6
8. 40 33,8
9. 45 34
10 50 33,6
11. 55 32,5
12. 60 32,3
Rata-rata 31,1
c. Air
Massa awal = 1160 g
Massa akhir = 1120 g
Suhu air (t5) = 260C
Pengukuran suhu dilakukan setiap 5 menit sampai air mendidih
Tabel 5. Pengukuran Suhu Air
No. Waktu (menit) Suhu (0C)
1. 5 40,9
2. 10 59,9
3. 15 70,2
4. 20 75,2
5. 25 76,5
6. 30 84,3
7. 35 88,3
8. 40 91,8
9. 45 94,3
10 50 94,7
11. 55 86
12. 60 88
Rata-rata 79,2
d. Batu bara
Massa batu bara = 1000 g
Massa abu = 120 g
Massa daun = 500 g
4.2 Perhitungan Batu Bara
a. Panas pembakaran (QG) dengan pendekatan
QG = m . Nk
= (0,5 kg)(2900 kJ/kg)
= 1450 kJ = 1450000 J
= 24166,67 W
b. Komponen panas hilang
QL1 = k1.A1.T1
= (79,5 W/m0C)( r2)(43,30C – 26,80C)
= (79,5 W/m0C)( (0,145 m)2)(16,50C)
= 86,6 W
QL2 = h2.A2. T2
= (18 W/m2K)(2 rt)(32,10C - 26,70C)
= (18 W/m2K)(2 (0,145 m)(0,32 m))(278,4 K)
= 1461 W
QL3 = h3.A3. T3
= (25 W/m2 0C)(p x l)(410,90C – 250C)
= (25 W/m2 0C)(0,13 m x 0,128 m)(385,90C)
= 160,5 W
QL4 = h4.A4.T4
= (18 W/m2 0C)(2 rt)(31,10C)
= (18 W/m2 0C)(2 (0,0875 m)(0,1 m))(31,10C)
= 30,8 W
QL5 = m5.Cp5.T5
= (1,16 kg)(4,18 J/kg.0C)(79,20C)
= 384 J
= 6,4 W
c. Panas efektif dan efisiensi tungku
Qc1 = QG - QL1-3
= 24166,67 W – (86,6 W + 1461 W + 160,5 W)
= 22458,57 W
Ef1 = Qc1/QG
= 22458,57 W/24166,67 W
= 0,93
d. Panas efektif dan efisien memasak
Qc2 = QG - QL1-5
= 24166,67 W – (86,6 W + 1461 W + 160,5 W + 30,8 W
+ 6,4 W)
= 22421,37 W
Ef2 = Qc2/Qc1
= 22421,37 W/22458,57 W
= 0,998
e. Efisiensi sistem (total)
Ef2 = Qc2/Qc1
= 22421,37 W/22458,57 W
= 0,998
4.3 Hasil Pengukuran Kayu Bakar
a. Tungku
Diameter luar : 29 cm
Diameter dalam : 28 cm
Ukuran lubang : Panjang : 13 cm
Lebar : 13,5 cm
Tinggi tungku : 32 cm
Tinggi ruang kosong : 2,5 cm
Tinggi dalam tungku : 29,5 cm
b. Panci
Diameter tutup : 18,5 cm
Diameter kecil tutup : 15,5 cm
Tinggi panci : 11 cm
Diameter dalam panci : 16 cm
Diameter kecil panci : 13 cm
Berat panci : 125 gr
Berat tutup : 45 gr
c. Air
Massa awal air : 1 kg
Suhu awal air : 25,4 0C
Massa akhir air : 850 gr
d. Kayu Bakar
Massa awal bahan bakar : 500 gr
Massa akhir bahan bakar : 15 gr
Tabel 6. Hasil Pengamatan Suhu
Waktu
(Sekon)
T1
(Bawah Tungku)
T2
(Dinding Tungku)
T3
(Celah)
T4
(Panci)
T5
(Dalam)
0 26,2 29,1 29,1 26,3 25,4
5 90 69,6 97,6 56,5 98,7
10 60,9 61,2 95,4 50,4 95,6
15 58,5 58 90,5 45,4 94,7
4.4 Perhitungan Kayu Bakar
a. Panas pembakaran (QG) dengan pendekatan
QG = ƐG . σ . TG4 . AG
= m . NK
= 0,5 kg x 17400 kj/kg
= 8700 kJ
= 145000 watt
b. Komponen panas hilang
QL1 = U1 . A1 . ΔT1 = K2 . A1 . ΔT1
= 79,5 W/mºC . (π(14X10-2)2) . (69.8-26,2)ºC
= 79,5 W/mºC . 0,061575 m2 . 43,6 ºC
= 213,431265 watt
QL2 = h2 . A2 . ΔT2
= h2. (2πrt) . ΔT2
= 18 W/m2K . (2π(14x10-2)32x10-2) . ((335,9333-302.1) K
= 23.999956 watt
QL3 = h3 . A3 . ΔT3
= 25 W/m2C . ((13x13,5)x10-4) . (94.5-29.1) ºC
= 28,69425 watt
QL4 = h4 . A4 . T4
= 18 W/m2K . (2π(8x10-2).11x10-2) . (323.767-299.3) K
= 24.35094207 watt
QL5 = m . Cp . ΔTair
= 1 kg . 4,18 J/kg ºC . (96.33-25.4) ºC
= 296,501333 J
= 0,3294459222 J/s = 0,3294459222 watt
c. Panas efektif dan efisien tungku
Qe1 = QG – ΣQL1..3
= 145000 watt – (213,431265 +23.999956 +28,69425) watt
= 144733,6411 watt
Ef1 = Qe1/QG
= 144733.8745 watt/145000 watt
= 0,998
d. Panas efektif dan efisien memasak
Qe2 = QG – ΣQL1..5 = Qe1 – (QL4+QL5)
= 144733,6411 watt – (24.35094207+0,3294459222) watt
= 144708.9607 watt
Ef2 = Qe2-Qe1
= 144708.9607 watt - 144733.6411 watt
= -24,6804 watt
e. Efisiensi sistem (total)
Ef2 = Qe2 /Qe1
= 144708.9607 watt/144733.6411 watt
= 0,9998
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan akan dikenalkan dengan praktikum
pengukuran efisiensi tungku dan nilai kalor bahan bakar. Bahan bakar yang
digunakan pada praktikum kali ini terdapat dua jenis yaitu yang pertama adalah
kayu bakar dan yang kedua adalah batu bara. Setiap kelompok melakukan
praktikum dengan bahan bakar yang berbeda, tujuannya yaitu untuk mengetahui
bahan bakar yang mana yang lebih efisien dan nilai kalor bahan bakar yang mana
yang baik. Selain itu juga melalui praktikum ini dapat terlihat perbedaan nilai
kebutuhan energi dan kalor hilang dari kedua bahan bakar tersebut.
Kelompok 5 pada praktikum kali ini melakukan praktikum dengan bahan
bakar batu bara. Batu bara merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari
biomassa. Batu bara yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebanyak 500
g. Pada saat penyalaan api dengan batu bara itu sangat sulit menyala, hal ini
dikarenakan tekstur kerapatan dari batu bara yang sangat rapat maka ini
menjadian batu bara lebih sulit menyala jika dibandingkan dengan kayu bakar.
Dikarenakan sulit untuk menyala maka kelompok kami melakukan strategi untuk
menyalakan batu bara tersebut yaitu dengan penambahan spiritus ke batu bara
namun hal tersebut belum cukup. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya
kelompok kami memutuskan untuk menambahkan spiritus dan daun-daun kering
ke dalam tungku dengan tujuan untuk memancing nyalanya api pada batu bara.
Dan benar saja hal tersebut berhasil. Namun penambahan daun-daun kering pada
tungku batu bara sangat tidak baik karena daun-daun kering yang terbakar dapat
Senia Mulyana
240110110001
menambah massa abu yang dihasilkan. Meskipun sifat batu bara yang sangat sulit
untuk menyala, namun api yang dihasilkannya lebih stabil dan lebih tahan lama
dari pada kayu bakar hal ini menjadi satu alasan mengapa batu bara lebih sering
dipakai untuk bahan bakar di industri-industri besar.
Untuk mengetahui nilai efisiensi dari tungku maka dilakukan penambahan
air sebanyak 1160 g yang kemudian di didihkan. Efisiensi tungku ini dilakukan
dengan mengetahui seberapa banyak energi panas yang hilang selama proses
pendidihan air. Setelah air di didihkan di selama 5 menit suhu di berbagai titik
mulai di ukur guna mengetahui nilai perbedaannya. Pengukuran suhu dilakukan
hingga air mendidih sekitar 100oC. Dikarenakan bahan bakar batu bara yang
sedikit yaitu sekitar 500 g, maka api yang dihasilkan pun tidak terlalu besar hal ini
berpengaruh terhadap lamanya proses pendidihan yang memakan waktu cukup
lama yaitu sekitar 60 menit. Suhu yang dihasilkan pun mejadi tidak maksimal
yaitu hanya mampu mencapai 94,70C tidak mencapai 1000C. Lamanya proses
pendidihan ini dikarenakan jarak antara api dan panci yang cukup jauh sehingga
air mendidih pun jauh lebih lama. Lain hal nya dengan bahan bakar yang
menggunakan kayu bakar. Api yang dihasilkan pun cukup besar hingga keluar
tungku dan waktu mendidihpun akan lebih cepat. Api yang dihasilkan kayu
memang lebih besar jika dibandingkan dengan kayu bakar, namun apinya tidak
terlalu stabil jika dibandingkan dengan batu bara. Api yang dihasilkan oleh kayu
bakar cenderung akan lebih cepat habis jika dibandingkan dengan batu bara.
Pada saat praktikum berlangsung terdapat sedikit hambatan dimana suhu
yang dihasilkan oleh mengalami beberapa perubahan yang jauh berbeda dan
signifikan. Hal ini terjadi dikarenakan kekurang telitian pada saat pembacaan.
Keakuratan pada alat juga dipertanyakan karena penggunakan termostat dan
termokopel menghasilkan suhu yang berbeda. Penggunaan termokopel yang
dimasukkan ke dalam air dan di dekatkan pada dinding tungku lebih akurat jika
dibandingkan dengan hanya menembakkan sinar pada dinding tungku. Selain itu
pada saat pertengahan praktikum juga api batu bara yang di dalam tungku sempat
mengalami pengecilan. Hal ini berakibat pada setiap suhu yang di amati adalah
mengalami penurunan. Proses menyalan batu bara yang sedikit lebih sulit maka
begitu juga pada proses pemadamanannya sama saja mengalami proses yang
lama.
Setelah proses mendidihkan air selesai kemudian dihitung air yang
menguap adalah sebesar 40 g dalam waktu 60 menit. Sehingga air yang tersisa di
panci adalah sebanyak 1120 g. Kemudian membandingkan antara panas efisien
batu bara dan kayu bakar. panas efisien yang dihasilkan oleh batu bara adalah
sebesar 93% sedangkan efisien kayu bakar adalah sebesar 99,8%. Dapat dilihat
bahwa yang menggunakan kayu bakar lebih besar nilai efisiensinya hal ini
diarenakan oleh besarnya api yang dihasilkan. Karena api yang dihasilkan batu
bara lebih kecil dan tidak mampu menyentuh permukaan panci secara merata,
beda hal nya dengan api yang dihasilkan oleh kayu bakar yang besar yang dapat
menyentuh permukaan panci dengan merata sehingga waktu pendidihan air pun
menjadi lebih cepat.
Selain itu juga efisiensi penggunaan antara kayu bakar dan batu bara
dibandingkan. Efisiensi kayu bakar adalah sebesar 99,9% sedangkan untuk batu
bara adalah sebesar 99,8%. Perbedaan cukup tipis untuk kedua bahan bakar
tersebut. Kayu bakar tetap lebih unggul jika dibandingkan batu bara hal ini
mungkin karena besarnya api yang dihasilkan pada saat praktikum. Namun
demikian batu bara tetap lebih baik. Karena dengan batu bara api yang dihasilkan
meskipun tidak sebesar kayu bakar namun lebih konstan dan asap yang dihasilkan
pun tidak terlalu banyak jika dihasilkan kayu bakar.
BAB V
PEMBAHASAN
M. Rian Fajar
240110110019
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran efisiensi tungku dan nilai kalor
bahan bakar. Bahan bakar yang akan digunakan adalah batu bara dan kayu bakar.
Setiap kelompok melakukan pengukuran efisiensi tungku untuk satu jenis bahan
bakar saja. Kelompok saya mendapatkan batu bara untuk diukur efisiensi
pembakarannya.
Batu bara yang digunakan adalah sebanyak 500 g. Kemudian untuk
mengetahui efisiensinya, dilakukan pendidihan air sebanyak 1160 g. Efisiensi
tungku ini dilakukan dengan mengetahui seberapa banyak energi panas yang
hilang selama proses pendidihan air. Air tersebut dimasak dalam panci. Tungku
dan panci diukur dimensi-dimensinya. Kehilangan energi panas yang terjadi dapat
disebabkan karena proses perpindahan panas antara masing-masing komponen
praktikum dan juga dengan lingkungan.
Kemudian, batu bara disiram dengan menggunakan spirtus untuk
mempermudah proses pembakaran. Sebagai awal, harus dilakukan pemantikan api
agar batu bara dapat terbakar. Pembakaran batu bara sulit dilakukan karena
kerapatan massa atau densitas batu bara cukup besar sehingga sulit untuk dibakar
jika dibandingkan dengan kayu bakar. Pemantikan dilakukan dengan
menambahkan daun-daun kering sebagai bahan tambahan agar api dapat konstan
dan tidak cepat mati ketika mulai membakar batu bara. Daun kering yang
ditambahkan cukup banyak yaitu seberat 500 g karena api untuk membakar batu
Farah Nuranjani
240110110027
bara agar menyala sering mati sehingga perlu bahan yang mudah terbakar agar api
dapat terus menyala sampai batu bara tersebut terbakar. Karena banyaknya daun
kering yang digunakan, menyebabkan abu yang dihasilkannya pun lebih banyak.
Pengukuran suhu dilakukan pada bawah tungku (t1), dinding tungku (t2),
celah-celah tungku (t3), dinding panci (t4), dan air (t5). Suhu-suhu tersebut diukur
dengan menggunakan termostat dan termokopel. Pengukuran suhu dilakukan
setiap 5 menit sekali sampai air mendidih. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai air mendidih selama 60 menit dengan suhu maksimal yang dapat
dicapai sebesar 94,70C. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air
tersebut dipengaruhi oleh jarak antara api dan panci cukup jauh sehingga waktu
air mendidihnya pun lebih lama. Berbeda dengan kayu bakar yang api
pembakarannya sampai keluar tungku sehingga air lebih cepat mendidih dalam
waktu singkat. Hal tersebut juga akan mempengaruhi suhu air yang dicapai.
Pada pengukuran suhu di celah-celah tungku, terjadi perubahan yang cukup
signifikan. Hal tersebut dikarenakan kesalahan pada saat pengukuran suhunya.
Seharusnya pengukuran yang dilakukan pada kondisi tersebut dengan
memasukkan termokopel ke dalam tungku. Pada menit-menit awal, pengukuran
dilakukan hanya dengan menembakkan sinar merah ke dalamnya sehingga data
yang didapatkan kurang akurat jika dibandingkan dengan menggunakan
termokopel. Kemudian pengukuran suhu di celah-celah dengan menggunakan
termokopel sempat melebihi ambang maksimal pembacaan skala oleh alatnya
sehingga perlu dilakukan pengaturan ulang pada termokopel.
Pada saat di tengah-tengah praktikum, api sempat mengecil sehingga perlu
dilakukan peniupan pada lubang di bawah tungku agar api masih tetap dapat
menyala. Akibat api yang sempat mengecil, suhu pada kelima titik pengukuran
sempat terjadi penurunan. Api yang dihasilkan oleh batu bara berwarna biru,
artinya bahwa panas yang dihasilkan efisien untuk mendidihkan air. Kemudian
emisi (asap) yang dihasilkannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan kayu
bakar. Batu bara menghasilkan nyala api yang lebih lama jika dibandingkan
dengan kayu bakar sehingga batu bara sering digunakan sebagai bahan bakar
untuk kegiatan industri. Proses awal membakar batu bara memerlukan waktu yang
cukup lama namun, proses pemadamannya pun lama.
Setelah pendidihan selesai, air yang tersisa di dalam panci sebanyak 1120 g.
Air yang menguap sebanyak 40 g dalam waktu 60 menit. Panas efektif dan
efisiensi tungku yang dihasilkan untuk bahan bakar batu bara sebesar 0,93 atau
93% sedangkan untuk bahan bakar kayu bakar sebesar 0,998 atau 99,8%. Panas
efektif kayu bakar lebih besar karena api yang dihasilkan oleh kayu bakar mampu
menyentuh seluruh permukaan bawah panci sehingga panas tersalurkan secara
menyeluruh yang pada akhirnya akan membuat air menjadi cepat mendidih.
Efisiensi penggunaan batu bara pada praktikum kali ini sebesar 0,998 atau
99,8%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penggunaan kayu bakar sebagai
bahan bakar, yaitu dengan efisiensi sebesar 0,999 atau 99,9%. Kehilangan panas
yang terbesar yang terjadi pada pembakaran batu bara terjadi pada dinding tungku
karena panas yang hilang terjadi secara konveksi antara panas dari dalam tungku
dengan lingkungannya sedangkan kehilangan panas yang terbesar untuk kayu
bakar terjadi pada pada celah tungku. Perbedaan titik kehilangan panas ini
disebabkan karena pada pembakaran batu bara sempat terjadi kesalahan dalam
pengukuran suhu dalam celah tungku sehingga berakibat pada pembacaan suhu.
Terjadi perbedaan suhu yang cukup signifikan pada saat menit ke-20 dan ke-25
sehingga akan berakibat pada perhitungan suhu rata-rata celah tungku yang
dihitung.
Berdasarkan efisiensi total, perbedaan antara pembakaran batu bara dan kayu
bakar tidak terlalu berbeda jauh namun pada industri biasanya batu bara yang
biasa digunakan untuk bahan bakar karena pembakaran batu bara lebih lama
bertahan dibandingkan dengan pembakaran kayu bakar sehingga penggunaannya
bias lebih awet dengan nyala api biru yang efisien. Namun, kelemahan
penggunaan batu bara adalah sulit untuk dibakar untuk pertama kali.
BAB V
PEMBAHASAN
Clint Marulitua
240110110028
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum tekonologi konversi energi yang ketiga ini ialah praktikan
melakukan percobaan memanaskan air dengan bahan bakar briket batubara dan
kayu bakar. Pada kesempatan ini kelompok kami menggunakan briket batubara
sebanyak 500 gram. Tujuan dilakukannya praktikum ini ialah untuk mengetahui
nilai kalor dan efisiensi penggunaan bahan bakar briket batubara.
Hal pertama yang dilakukan ialah mengukur dimensi pada panci serta
tungku, setelah itu memasukkan briket batubara kedalam tungku kemudian
membakarnya dengan api. Pembakaran ini dibantu pula dengan spiritus dan
dedaunan kering untuk mempercepat proses pembakaran. Waktu yang digunakan
untuk menyalakan briket batubara cukup lama dikarenakan tekstur kerapatan
batubara sangat rapat. Meskipun sulit menyala, api yang dihasilkannya dapat
lebih stabil dan lebih tahan lama dibandingkan kayu bakar hal ini menjadikan
satu alasan mengapa batubara sering digunakan dalam industri skala besar.
Setelah api menyala, diletakkan panci berisi air sebanyak 1160 gram lalu
dipanaskan hingga mendidih atau mencapai suhu 100°C. Setiap 5 menit
dilakukan pengukuran pada bawah tungku, dinding tungku, sela-sela tungku,
dinding panci, serta suhu air. Hal tersebut berlangsung cukup lama yaitu sekitar
60 menit, hal tersebut mungkin dikarenakan briket batubara yang digunakan tidak
terlalu banyak yaitu hanya 500 gram. Suhu air maksimal yang dihasilkan selama
60 menit pun hanya 94, 70C tidak mencapai 1000C. Lamanya proses pendidihan
Wina Juniar
240110110037
ini dikarenakan jarak antara api dan panci yang cukup jauh sehingga air mendidih
pun jauh lebih lama. Lain hal nya dengan bahan bakar yang menggunakan kayu
bakar. Api yang dihasilkan pun cukup besar hingga keluar tungku dan waktu
mendidihpun akan lebih cepat. Api yang dihasilkan kayu memang lebih besar
jika dibandingkan dengan kayu bakar, namun apinya tidak terlalu stabil jika
dibandingkan dengan batu bara. Api yang dihasilkan oleh kayu bakar cenderung
akan lebih cepat habis jika dibandingkan dengan batu bara.
Terdapat beberapa hambatan yang terjadi pada saat praktikum. Hal
tersebut dikarenakan kekurang telitian praktikan pada saat pembacaan suhu.
Penggunaan termokopel dan termostat menghasilkan suhu yang berbeda
dikarenakan alat yang digunakan kurang akurat. Selain itu pada saat pertengahan
praktikum juga api batu bara yang di dalam tungku sempat mengalami
pengecilan. Hal ini berakibat pada setiap suhu yang di amati adalah mengalami
penurunan. Proses penyalaan batu bara yang sedikit lebih sulit maka begitu juga
pada proses pemadamanannya sama saja mengalami proses yang lama. Abu yang
dihasilkan juga semakin lama terbentuknya.
Setelah proses mendidihkan air selesai kemudian dihitung air yang
menguap adalah sebesar 40 g dalam waktu 60 menit. Sehingga air yang tersisa di
panci adalah sebanyak 1120 g. Panas efisien yang dihasilkan oleh batu bara
adalah sebesar 93% sedangkan efisien kayu bakar adalah sebesar 99,8%. Dapat
dilihat bahwa yang menggunakan kayu bakar lebih besar nilai efisiensinya hal ini
diarenakan oleh besarnya api yang dihasilkan. Karena api yang dihasilkan batu
bara lebih kecil dan tidak mampu menyentuh permukaan panci secara merata,
beda hal nya dengan api yang dihasilkan oleh kayu bakar yang besar yang dapat
menyentuh permukaan panci dengan merata sehingga waktu pendidihan air pun
menjadi lebih cepat.
BAB V
PEMBAHASAN
Eka Anugrah
240110110051
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum pengukuran efisiensi tungku
dan nilai kalor bahan bakar adalah:
1. Batu bakar lebih sulit untuk dinyalakan daripada kayu bakar.
2. Api yang dihasilkan oleh kayu bakar lebih besar jika dibandingkan
dengan api yang dihasilkan oleh batu bara. Namun api batu bara lebih
konstan jika dibandingkan dengan api kayu bakar.
3. Efisien penggunaan yang dihasilkan kayu bakar lebih besar yaitu sebesar
99,9% jika dibandingkan dengan panas efisien batu bara yang sebesar
99,8%.
4. Abu yang dihasilkan oleh hasil pembakaran batu bara tidak sepenuhnya
batu bara, melainkan telah tercampur oleh abu daun-daun kering oleh
karena itu beratnya lebih banyak.
5. Jarak antara api dan panci akan mempengaruhi lamanya proses
pendidihan air. Semakin jaraknya dekat maka proses pendidihan akan
semakin cepat dan berlaku sebaliknya.
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum kali ini adalah:
Senia Mulyana
240110110001
1. Seharusnya praktikan lebih mengerti dan mengetahui trik untuk
menyalakan api pada batu bara.
2. Seharusnya praktikan lebih bisa memanfaatkan waktunya dengan baik
dikarenakan praktikum dengan menggunakan bahan bakar batu bara ini
yang cukup lama.
3. Praktikan seharusnya lebih menguasai materi ataupun modul praktikum
terlebih dahulu agar ketika praktikum berjalan tidak menjadi bingung.
BAB VI
PENUTUP
M. Rian Fajar
240110110019
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum tersebut, maka dapat disimpulkan jika:
a. Efisiensi tungku dapat dilihat dari banyaknya kehilangan kalor yang
terjadi pada saat proses pembakaran baik secara konduksi maupun
konveksi.
b. Efisensi pembakaran batu bara sebesar 99,8% sedangkan pembakaran
kayu bakar sebesar 99,9%.
c. Kehilangan panas terbesar yang terjadi pada pembakaran batu bara terjadi
pada dinding tungku sedangkan pada pembakaran kayu bakar terjadi pada
celah tungku. Seharusnya kehilangan panas yang terbesar terjadi pada
celah tungku, hal ini terjadi karena adanya kesalahan dalam pengukuran
suhu celah tungku.
d. Jarak api yang menyentuk permukaan bawah panci dapat mempengaruhi
waktu pendidihan air. Pada pembakaran batu bara, jarak api dan
permukaan bawah panci cukup jauh sehingga waktu yang dibutukan untuk
pendidihan air cukup lama.
e. Abu hasil pembakaran batu bara lebih banyak jika dibandingkan dengan
pembakaran kayu bakar karena pada pembakaran batu bara terjadi
Farah Nuranjani
240110110027
penambahan bahan seperti daun sebanyak 500 g untuk memantik nyala
api.
6.1 Saran
Ketika melakukan praktikum, sebaiknya praktikan:
a. Memahami bagaimana memantik api terutama untuk pembakaran batu
bara karena cukup sulit dalam mempertahankan nyala api.
b. Memahami cara pengukuran suhu yang dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan.
c. Mengefisienkan waktu ketika melakukan praktikum karena pada
pembakaran batu bara dibutuhkan waktu yang lebih lama jika
dibandingkan dengan pembakaran kayu bakar.
BAB VI
PENUTUP
Clint Marulitua
240110110028
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini yaitu:
1. Briket batubara merupakan salah satu alternatif bahan bakar yang dapat
digunakan pada industri skala menengah keatas.
2. Efisiensi tungku dilihat dari banyaknya kehilangan kalor saat pembakaran.
3. Efisiensi waktu pembakaran pada batu bara ialah sebesar 99,8%
sedangkan kayu bakar sebesar 99,9%. Hal tersebut membuktikan bahwa
keduanya baik digunakan sebagai bahan bakar.
4. Lama pembakaran terjadi pada bahan bakar batubara dikarenakan sulit
untuk menyalakan api pada batubara., namun kalor batubara lebih stabil
dibandingkan dengan kayu bakar.
5. Abu hasil pembakaran batu bara lebih banyak dibandingan dengan
pembakaran kayu bakar.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini yaitu:
1. Sebaiknya praktikan memahami materi praktikum sebelum melakukan
praktikum.
2. Sebaiknya waktu praktikum tidak dilaksanakan terlalu sore karena akan
sangat memakan banyak waktu.
Wina Juniar
240110110037
3. Sebaiknya praktikan memahami cara cepat untuk menyalakan api pada
batubara agar waktu yang digunakan lebih efisien.
BAB VI
PENUTUP
Eka Anugrah
240110110051
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Nensi. 2012. Batubara adalah available at http://id.scribd.com/doc/87745016/BATUBARA-ADALAH (diakses pada 23 Oktober 2013 22:00 WIB).
Nayh. 2011. Pembakaran available at http://nayhndy.wordpress.com/2011/01/18/pembakaran/ (diakses pada 23 Oktober 2013 22:20 WIB).
Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada. 2011. Biofuel dari Biomassa available at http://pse.ugm.ac.id/?p=329 (diakses pada 23 Oktober 2013 21:53 WIB).
Sugianto, Bambang. 2009. Kalor Pembakaran available at http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_fisika1/termokimia/kalor-pembakaran/ (diakses pada 23 Oktober 2013 22:48 WIB).
LAMPIRAN
Gambar 1. Pengukuran Berat Panci
Gambar 2. Suhu Ruangan
Gambar 3. Briket batubara Gambar 4. Tungku