26
IV. TRANSFER MASSA UAP AIR MELEWATI FILM KEMASAN PE DAN PP I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menentukan laju transfer massa uap air melewati kemasan PE dan PP. 2. Menentukan pengaruh laminasi kedua kemasan tersebut secara seri maupun paralel terhadap laju transfer massa uap airnya. II. TINJAUAN PUSTAKA a. Tinjauan Bahan Foil polimer yang paling sering digunakan untuk kemasan makanan adalah polypropylene dan polyethylene. Sejumlah besar faktor mempengaruhi sifat penghalang bahan kemasan, baik dalam makanan itu sendiri dan di lingkungan, seperti uap air, gas dan zat organik. Tingginya stabilitas polimer foil diinginkan untuk penggunaan bahan stabil dalam kemasan makanan. Adalah lebih baik untuk mengetahui bagaimana foil bereaksi dalam kondisi yang berbeda seperti pemanas atau sterilisasi dan pembekuan karena ini adalah cara perlakuan untuk pengawetan yang dapat digunakan dalam rumah tangga (seperti paparan radiasi dalam oven microwave atau pembekuan dalam freezer) (Kljusuri'c, 2003).

Laporan Acara IV (PE&PP)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Acara IV (PE&PP)

IV. TRANSFER MASSA UAP AIR MELEWATI FILM KEMASAN PE

DAN PP

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menentukan laju transfer massa uap air melewati kemasan PE dan PP.

2. Menentukan pengaruh laminasi kedua kemasan tersebut secara seri

maupun paralel terhadap laju transfer massa uap airnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Tinjauan Bahan

Foil polimer yang paling sering digunakan untuk kemasan

makanan adalah polypropylene dan polyethylene. Sejumlah besar faktor

mempengaruhi sifat penghalang bahan kemasan, baik dalam makanan

itu sendiri dan di lingkungan, seperti uap air, gas dan zat organik.

Tingginya stabilitas polimer foil diinginkan untuk penggunaan bahan

stabil dalam kemasan makanan. Adalah lebih baik untuk mengetahui

bagaimana foil bereaksi dalam kondisi yang berbeda seperti pemanas

atau sterilisasi dan pembekuan karena ini adalah cara perlakuan untuk

pengawetan yang dapat digunakan dalam rumah tangga (seperti paparan

radiasi dalam oven microwave atau pembekuan dalam freezer)

(Kljusuri'c, 2003).

Plastik secara sederhana didefinisikan sebagai material polimer

yang dapat dicetak atau diekstruksi menjadi bentuk yang diinginkan dan

yang mengeras setelah didinginkan atau pelarutnya diuapkan. Plastik

tidak dipintal menjadi benang yang molekulnya sejajar, seperti dalam

serat, tetapi dicetak menjadi bentuk berdimensi tiga atau dibentang

menjadi film untuk digunakan sebagai pengemas. Meskipun benda-

benda seluloid telah difabrikasi dengan pengolahan plastik menjelang

akhir tahun 1800-an, plastik sintetik penting yang pertama ialah Bakelit

(Oxtoby, 2001).

Jenis plastik yang populer digunakan untuk pengemasan yaitu PE

(polyethylen) dan PP (polyprophylen), karena kedua jenis plastik ini

Page 2: Laporan Acara IV (PE&PP)

selain harganya murah, mudah ditemukan di pasaran, juga memiliki

sifat umum yang hampir sama. Plastik PE tidak menunjukan perubahan

pada suhu maksimum 93°C - 121°C dan suhu minimum -46°C – (-5)°C,

namun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas

organik sehingga masih dapat teroksidasi apabila disimpan dalam

jangka waktu yang lama. Menurut Wheaton dan Lawson (1985) bahan

kemasan plastik yang paling banyak digunakan adalah plastik PE

karena mempunyai harga relatif murah, mempunyai komposisi kimia

yang baik, resisten terhadap lemak dan minyak, tidak menimbulkan

reaksi kimia terhadap makanan, mempunyai kekuatan yang baik dan

cukup kuat untuk melindungi produk dari perlakuan kasar selama

penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah terhadap uap air,

serta tersedia dalam berbagai bentuk (Yanti, dkk, 2008).

Makromolekul beberapa diantaranya bersifat alamiah seperti

polisakarida dan bersifat polimer seperti Polietilena (PE) dan

Polipropilena (PP) yang dibuat dengan merangkaikan dan

menyilangkan satuan yang disebut monomer (Atkins, 1997).

Polietilena dibuat dengan polimerisasi berantai yaitu

menghasilkan pertumbuhan cepat rantai polimer individual untuk setiap

monomer teraktifkan. Ini terjadi dengan adisi dengan proses berantai

radikal. Polietilena dihasilkan dengan 2 proses yang umum yaitu

dengan proses tekanan tinggi (± 2000 atm ) dan pada suhu tinggi

(2000C ) yang melibatkan polimerisasi etilena dengan katalis oksigen

dan peroksida yang memicu reaksi radikal bebas.

Strukturnya bercabang sehingga bersifat kristal berderajat rendah.

Merupakan bentuk plastik sedikit kenyal dan berkerapatan rendah ( 0,92

g/cc ) dengan bobot molekul rata-rata 25.000. Cara yang kedua adalah

dengan tekanan rendah (± 7 atm ) dan pada suhu 600-700C dengan

katalis oksida logam. Strukturnya lanjar dan sebagai bahan kristal

berkerapatan tinggi ( 0,96 g/cc ) dan digunakan untuk pembuatan

wadah yang mensyaratkan sterilisasi.

Page 3: Laporan Acara IV (PE&PP)

Bila dikembangkan untuk skala perdagangan, proses ini harus

memberikan penghematan biaya dan energi. Polipropilena dibuat

dengan katalis jenis Ziegler Natta, bersifat isotaktik. Polipropilena

bertekanan rendah tetapi titik leburnya lebih tinggi dari Polietilena

( 1500C ) (Pine, dkk, 1988).

Desiccant adalah suatu zat yang dapat menyerap uap air yang

terdapat dalam udara (higroskopis). Untuk desikan berupa silika gel,

dibuat dengan cara mencairkan campuran pasir kuarsa dengan natrium

karbonat di dalam tungku pemanas. Kelebihan dari silika gel adalah

angka muatnya lebih tinggi sehingga akan lebih ulet sebagai bahan

bakar nuklir, dan silika gel dapat menyerap uap air (Wahyono, 2007).

Wax merupakan istilah umum untuk merujuk pada campuran

rantai panjang apolar lipid membentuk pelindung (kutikula) pada daun

tanaman dan buah, juga pada tanaman, alga, fungi, dan bakteri.

Berbagai macam material dengan nama wax tidak dibentuk oleh satu

grup struktur kimia yang homogen. Semua wax merupakan bahan tahan

air yang terbentuk dari berbagai macam subtansi termasuk hidrokarbon

(normal atau bercabang alkana dan alkena), keton, diketon, alkohol

primer dan sekunder, aldehid, sterol ester, asam alkanoik, terpenes

(squalene), dan monoester (ester wax) (Anonima, 2009)

b. Tinjauan Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam

kemasan antara lain adalah faktor produk yang dikemas (varietas, berat,

respirasi), faktor bahan pengemas (jenis film plastik, ketebalan, luas

permukaan, permeabilitas) dan faktor lingkungan (suhu dan

kelembaban ruang penyimpan). Dalam mengkemas produk terolah

minimal perlu memperhatikan sifat permeabilitas gas dari bahan

kemasan agar transfer gas-gas seperti O2 dan CO2 masih dapat

berlangsung. Pemilihan jenis kemasan dengan nilai permeabilitas yang

tepat akan memberikan efek atmosfir termodifikasi sehingga dapat

menekan laju respirasi yang pada akhirnya dapat memperpanjang masa

Page 4: Laporan Acara IV (PE&PP)

simpan. Selain sifat permeabilitas gas, untuk memberikan perlindungan

terhadap kehilangan air produk, sifat transmisi uap air dari kemasan

juga perlu diperhatikan. Jika nilai laju transmisi uap air terlalu besar,

produk akan mengalami banyak kehilangan air sehingga mempercepat

proses pelayuan. Sebaliknya, jika nilainya terlalu rendah maka akan

terjadi pengembunan di dalam kemasan yang akan memicu

pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan penampilan produk

menjadi kurang menarik (Anonimb, 2010).

Untuk menentukan pola perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam

kemasan maka grafik perubahan volume gas O2 dan CO2 yang diukur

selama penyimpanan dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona perubahan

volume yang cepat (zona I), zona perubahan volume lambat (zona II)

dan zona perubahan volume yan sedang (zona III). Selanjutnya setiap

zona dibuatkan perubahan linier (regresi linier) dengan syarat koefisien

determinasinya (R2) adalah ≥ 0,7. Setiap zona akan mendapatkan slope

persamaan regresi yang menunjukkan perubahan gas O2 dan CO2

(ml/jam). Selanjutnya untuk menghitung perubahan gas O2 dan CO2

dalam satuan ml/jam kg, maka perubahan gas dalam ml/jam disesuaikan

dengan berat buah sebanyak satu kilogram untuk setiap kemasan

(Utama,dkk , 2010).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gunadnya (1993)

memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin besar nilai

koefisien permeabilitas. Disamping itu suhu penyimpanan juga

mempengaruhi cepat atau lambatnya laju respirasi produk. Gunadnya

(1993) mengemukakan dengan makin bertambahnya suhu, laju

konsumsi O2 dan produksi CO2 salak semakin bertambah (Sutrisno,

dkk, 1999).

Selain itu juga dipengaruhi oleh kelembaban relatif disekitar

tempat penyimpanan kemasan. Kelembaban relatif (RH) didefinisikan

sebagai penjenuhan persen dari udara dengan uap air. Kelembaban

relatif akan menurun jika udara luar berkurang dengan naiknya

Page 5: Laporan Acara IV (PE&PP)

temperatur (Keenan, dkk, 1980). Tekanan juga mempengaruhi

permeabilitas kemasan karena adanya gaya yang bekerja pada

permukaan tertentu (Atkins, 1994).

Kehilangan air atau peningkatan kadar air merupakan faktor yang

penting dalam penentuan masa simpan dari produk pangan. Kemasan

memberikan kondisi mikroklimat bagi bahan yang dikemasnya, dan

kondisi ini ditentukan oleh tekanan uap air dari bahan pangan pada suhu

penyimpanan dan permeabilitas kemasan. Jika nilai aktivitas air dari

bahan meningkat sehingga sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

mikroba, maka mikroba akan tumbuh dan bahan menjadi rusak.

Kemasan juga harus dapat mencegah masuknya warna dari plastisizer,

tinta pencetak kemasan, perekat atau pelarut yang digunakan dalam

pembuatan kemasan. Kemasan gelas dan logam kedap terhadap gas dan

uap, sedangkan film plastik mempunyai kisaran permeabilitas yang luas

tergantung pada ketebalan, komposisi kimia serta struktur dan orientasi

molekul di dalam film plastik (Anonimc, 2010).

Beberapa parameter yang mempengaruhi pengondisian udara

antara lain konsentrasi desiccant, temperatur desiccant, kelembaban

udara masuk dan laju aliran udara (Fumo, 2000). Proses penurunan

kelembaban terjadi akibat adanya transfer massa (berupa uap air) dari

udara ke desiccant. Perpindahan massa tersebut juga diikuti dengan

transfer kalor. Semakin besar transfer kalor yang dihasilkan, maka

efisiensi thermal juga akan semakin meningkat. Oleh karena

perpindahan kalor mengalir dari temperatur tinggi ke rendah maka

temperatur desiccant dikondisikan lebih tinggi daripada temperatur

udara masuk. Pada temperatur desiccant yang berbeda akan

menghasilkan transfer kalor yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu

diteliti pengaruh temperatur desiccant yang disemprotkan ke dalam

sistem terhadap transfer kalor yang dihasilkan sehingga dapat diperoleh

efisiensi thermal yang optimal. Desiccant memiliki tekanan parsial uap

Page 6: Laporan Acara IV (PE&PP)

air yang lebih rendah daripada udara proses sehingga mampu menyerap

uap air dari udara proses (Wahyudi, 2010).

Respirasi diperlambat oleh penurunan kadar O2. Penurunan

tingkat respirasi sebagai tanggapan terhadap penurunan tingkat O2

merupakan akibat dari penurunan aktivitas oksidase, seperti

polyphenoloxidase, oksidase asam askorbat dan oksidase asam glikolat

(Kader 1986). Penambahan dalam respirasi menunda kerusakan

oksidatif substantsi kompleks yang membuat produk dapat

memperpanjang masa simpannya. Biasanya, dalam modified

atmosphere packages bentuk konsentrasi O2 dijaga tetap rendah (1-5%)

(Fonseca et al 2002;. Farber et a. 2003). Namun, pada tingkat O2 sangat

rendah (<1%), respirasi anaerob dapat terjadi, mengakibatkan

kerusakan jaringan dan produksi zat yang berkontribusi terhadap rasa

dan bau (Lee et al.1995; Aistin et al.1998). Hal ini juga menghasilkan

risiko potensial untuk pertumbuhan patogen bawaan makanan

anaerobik, seperti Clostridium botulinum (Austin et al 1998;. Farber et

al 2003.) (Ares, 2007).

III. METODOLOGI PERCOBAAN

1. Alat :

a. Mangkuk WVTR

b. Desikator untuk mengatur kelembaban ruang penyimpanan

c. Higrometer yang dilengkapi pengukur suhu

d. Mikrometer

e. Plastic sealer

f. Timbangan analitik

2. Bahan :

a. Desikan berupa silica gel

b. Film plastik : polietilena dan polipropilena

c. Malam (wax)

Page 7: Laporan Acara IV (PE&PP)

3. Cara Kerja

Tentukan laju transfer massa uap air melewati kemasan PE dan PP

Potong bahan mengikuti permukaan mangkuk WVTR, beri toleransi untuk menempelkan wax

Tentukan diameter mangkuk dan tentukan luas permukaan kemasan

mengikuti persamaan A= π D 24(m2)

Masukkan desikan ke dalam mangkuk WVTR sebanyak 12

volume

cawan

Tutup dengan kemasan dan rekatkan dengan menggunakan lilin (wax)

Tentukan beratnya

Inkubasi dalam suhu, tekanan, dan kelembaban udara selama 4 hari

Timbang mangkuk WVTR beserta isinya pada inkubasi hari ke 2,3 dan 4

Buat grafik hubungan keniakan berat mangkuk dan waktu inkubasi, tentukan slope-nya

Tentukan kecepatan transfer massa uap air melewati kemasan uji,

dengan mengikuti persamaan B=slope × tebal(mm)

A (m2 ) ×tekanan(atm)

Page 8: Laporan Acara IV (PE&PP)

IV. HASIL PENGAMATAN

1. Tabulasi data

Tabel 4.1 Transfer massa silika gel pada kemasan PE dan PP

No Jenis kemasan Berat wadah dan isinya (gram)

Waktu Inkubasi

Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

1 PP 0,03 mm 117,3 118,791 118,828 118,851

2 PP 0,08 mm 126,5 126,632 126,680 126,712

3 PE 0,03 mm 159,2 158,435 158,455 158,461

Tebal kemasan = 0,03 mm

Diameter kemasan = 88,025 mm

Luas permukaan kemasan = 14

π D 2

= 14

×3,14 ×(88,025 mm)2

= 6082,494 mm2

Persamaan linier : y = bx + a

X Y

Hari Berat

0 117,3

1 118,791

2 118,828

3 118,851

Slope = 0,469 gr H2O / hari

2. Penentuan Permeabilitas

B ( Permeabilitas ) = slope ( gr H 2O /h ari )× tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm )

= 0,469 gr H 2 O /h ari× 0,03 mm

6082,494 mm2× 1 atm

Page 9: Laporan Acara IV (PE&PP)

= 2,31319587 × 10-6 gr H2O mm / hari mm2 atm

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5116.5

117

117.5

118

118.5

119f(x) = 0.469000000000001 x + 117.739R² = 0.631258821253784

Hubungan antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk

PP 0,03 mmBeratLinear (Berat)Linear (Berat)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk PP 0,03 mm

Kelompok 2 :

Tebal kemasan = 0,08 mm

Diameter kemasan = 85,35 mm

Luas permukaan kemasan = 14

π D 2

= 14

×3,14 ×(85,35 mm)2

= 5718,428663 mm2

Persamaan linier : y = bx + a

X Y

Hari Berat

0 126,5

1 126,632

2 126,680

3 126,712

Slope = 0,0684 gr H2O / hari

Page 10: Laporan Acara IV (PE&PP)

Penentuan Permeabilitas

B ( Permeabilitas ) = slope ( gr H 2O /h ari )× tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm )

= 0,0684 gr H 2O /h ari ×0,08 mm

5718,428663 mm2× 1 atm

= 9,569062277 × 10-7 gr H2O mm / hari mm2 atm

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5126.35

126.4126.45

126.5126.55

126.6126.65

126.7126.75

f(x) = 0.0684000000000012 x + 126.5284R² = 0.895452457510317

Hubungan Antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk

PP 0,08 mmBeratLinear (Berat)Linear (Berat)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk PP 0,08 mm

Kelompok 3 :

Tebal kemasan = 0,03 mm

Diameter kemasan = 86,4 mm

Luas permukaan kemasan = 14

π D 2

= 14

×3,14 ×(86,4 mm)2

= 5859,9936 mm2

Persamaan linier : y = bx + a

Page 11: Laporan Acara IV (PE&PP)

X Y

Hari Berat

0 159,2

1 158,435

2 158,455

3 158,461

Slope = -0,2197 gr H2O / hari

Penentuan Permeabilitas

B ( Permeabilitas ) = slope ( gr H 2O /h ari )× tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm )

= −0,2197 gr H 2 O /h ari ×0,03 mm

5859,9936 mm2× 1 atm

= -1,124745256 × 10-6 gr H2O mm / hari mm2atm

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5158

158.2158.4158.6158.8

159159.2159.4

f(x) = − 0.219699999999992 x + 158.9673R² = 0.572072014947694

Hubungan Antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk

PE 0,03 mmBeratLinear (Berat)Linear (Berat)

Page 12: Laporan Acara IV (PE&PP)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Waktu Inkubasi dengan Kenaikan Berat Mangkuk PE 0,03 mm

B. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan percobaan dengan menggunakan

silika gel yang dimasukkan kedalam mangkuk WVTR. Silika gel

bersifat menyerap uap air yang disebut absorpsi yang diawali oleh

perluasan pergerakan sistem dari konsentrasi keseimbangan.

Kemudian mangkuk ditutup dengan plastik Polietilena (PE) dan

Polipropilena (PP). Lalu mangkuk yang telah ditutup oleh plastik

diinkubasi selama 4 hari dan ditimbang menggunakan neraca analitik.

Plastik Polietilena mempunyai struktur lanjar dan sedikit kenyal

yang digunakan untuk pembuatan wadah yang mensyaratkan

sterilisasi. Sedangkan Polipropilena mempunyai struktur lebih kaku

dan lebih keras daripada Polietilena. Jadi plastik yang paling baik

adalah Polietilena. Untuk kelompok 1 menggunakan plastik

Polipropilena dengan ketebalan 0,03 mm dan diameter kemasan

88,025 mm sehingga diperoleh luas permukaan kemasan dengan

rumus 14

π D2 yaitu 6082,494 mm2. Diperoleh berat pada hari ke-0

sebesar 117,3 gram, berat pada hari ke-1 sebesar 118,791 gram, berat

pada hari ke-2 sebesar 118,828 gram, dan berat pada hari ke-3 sebesar

118,851 gram. Dengan menggunakan kalkulator regresi diperoleh

nilai slope = 0,469 gram H2O/hari. Besarnya permeabilitas (B) dengan

rumus = slope ( gr H 2O /hari ) × tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm ) yaitu 2,31319587 × 10-6 gr

H2O mm / hari mm2 atm. Persamaan linier yang didapat adalah y =

0,469 x +117,74.

Page 13: Laporan Acara IV (PE&PP)

Untuk kelompok 2 menggunakan plastik Polipropilena dengan

ketebalan 0,08 mm dan diameter kemasan 85,35 mm sehingga

diperoleh luas permukaan kemasan dengan rumus 14

π D2 yaitu

5718,428663 mm2. Diperoleh berat pada hari ke-0 sebesar 126,5 gram,

berat pada hari ke-1 sebesar 126,632 gram, berat pada hari ke-2

sebesar 126,680 gram, dan berat pada hari ke-3 sebesar 126,712 gram.

Dengan menggunakan kalkulator regresi diperoleh nilai slope =

0,0684 gr H2O / hari. Besarnya permeabilitas (B) dengan rumus =

slope ( gr H 2O /hari ) × tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm ) yaitu 9,569062277 × 10-7 gr H2O

mm / hari mm2 atm. Persamaan linier yang didapat adalah y= 0,0684 x

+126,53.

Untuk kelompok 3 menggunakan plastik Polietilena dengan

ketebalan 0,03 mm dan diameter kemasan 86,4 mm sehingga

diperoleh luas permukaan kemasan dengan rumus 14

π D2 yaitu

5859,9936 mm2. Diperoleh berat pada hari ke-0 sebesar 159,2 gram,

berat pada hari ke-1 sebesar 158,435 gram, berat pada hari ke-2

sebesar 158,455 gram, dan berat pada hari ke-3 sebesar 158,461 gram.

Dengan menggunakan kalkulator regresi diperoleh nilai slope = -

0,2197 gr H2O / hari. Besarnya permeabilitas (B) dengan rumus =

slope ( gr H 2O /hari ) × tebal (mm )

A (mm2 )× tekanan (atm ) yaitu -1,124745256 × 10-6 gr H2O

mm / hari mm2 atm. Persamaan linier yang didapat adalah y= -0,2197x

+ 158,97.

Dari persamaan linier y= bx +a dimana y dimisalkan sebagai R

dan b dimisalkan sebagai slope. Hasil R2 dari kelompok 1 yang

menggunakan PP 0,03 mm adalah 0,6313, sedangkan hasil R2 dari

kelompok 2 yang menggunakan PP 0,08 mm adalah 0,8955 dan yang

terakhir hasil R2 dari kelompok 3 yang menggunakan PE 0,03 mm

Page 14: Laporan Acara IV (PE&PP)

adalah 0,5721. Berdasarkan tinjauan pustaka, R2 merupakan nilai

determinasi yang mempunyai nilai syarat ≥ 0,7. Sehingga dari hasil

praktikum, PP 0,08 mm memiliki nilai determinasi yang memenuhi

syarat yaitu 0,8955.

Kemampuan bahan pengemas untuk melindungi produk yang

dikemas dinyatakan dengan permeabilitas. Permeabilitas bahan

pengemas adalah massa dari gas atau uap yang dapat di transfer per

unit waktu, area, dan driving force atau laju transfer massa uap air

yang melewati kemasan dengan luas permukaan tertentu per hari

untuk tebal dan suhu serta kelembaban relatif (RH) tertentu dan

dinyatakan dalam gram H2O mm/m2 hari atm. Nilai permeabilitas

dipengaruhi oleh suhu, kelembaban relatif di sekitar tempat

penyimpanan kemasan, dan tekanan. Besarnya nilai permeabilitas

pada kelompok 1 adalah 2,31319587 × 10-6 gr H2O mm / hari mm2

atm, pada kelompok 2 adalah 9,569062277 × 10-7 gr H2O mm / hari

mm2 atm, pada kelompok 3 adalah -1,124745256 × 10-6 gr H2O mm /

hari mm2 atm. Terjadi penyimpangan pada nilai permeabilitas PE 0,03

mm, hal ini disebabkan berat mangkuk mengalami penurunan dari hari

ke-0 sampai hari ke-4.

Grafik hubungan antara waktu inkubasi pada kelompok 1 dan 2

mengalami kenaikan sedangkan pada kelompok 3 mengalami

penurunan. Penurunan berat ini dapat disebabkan adanya kebocoran

karena pemberian malam (wax) yang kurang rapat lalu adanya malam

(wax) yang terlepas. Sedangkan berat mangkuk pada kelompok 1 dan

2 mengalami kenaikan, hal ini disebabkan adanya uap air yang diserap

oleh silica gel dan menurut tinjauan pustaka penambahan berat dapat

pula disebabkan oleh pertumbuhan koloni bakteri patogen Clostridium

botulinum yang biasanya tumbuh di plastik. Nilai b pada persamaan

linier diartikan sebagai slope persamaan regresi yang menunjukkan

perubahan gas O2 dan CO2.

Page 15: Laporan Acara IV (PE&PP)

Tujuan sebenarnya dari praktikum ini adalah untuk mengetahui

jenis film yang terbaik sebagai kemasan bahan pangan. Dalam

praktikum digunakan desikan yang berupa silika gel yang berfungsi

untuk menyerap uap air. Desikan memiliki tekanan parsial uap air

yang lebih rendah daripada udara proses sehingga mampu menyerap

uap air dari udara. Dengan adanya perbedaan tekanan antara desikan

dengan udara sekitar, maka terjadi transfer uap air dari udara ke

desikan. Penambahan berat pada desikan menunjukkan massa uap air

yang diserap. Sehingga dapat dikatakan penambahan desikan yang

paling sedikit menunjukkan kualitas plastik yang lebih baik untuk

dijadikan kemasan bahan makanan. Plastik yang baik harus

memperhatikan sifat permeabilitas gas dari bahan kemasan agar

transfer gas-gas seperti O2 dan CO2 masih dapat berlangsung dan nilai

laju transmisi uap air tidak terlalu besar untuk menjaga kesegaran

produk.

V. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil

kesimpulan bahwa :

1. Jenis kemasan Polipropilena (PP) dengan tebal 0,03 mm memiliki

permeabilitas (B) kemasan sebesar 2,31319587 × 10-6 gr H2O mm /

hari mm2 atm.

2. Jenis kemasan Polipropilena (PP) dengan tebal 0,08 mm memiliki

permeabilitas (B) kemasan sebesar 9,569062277 × 10-7 gr H2O mm /

hari mm2 atm.

3. Jenis kemasan Polietilena (PE) dengan tebal 0,03 mm memiliki

permeabilitas (B) kemasan sebesar -1,124745256 × 10-6 gr H2O

mm / hari mm2 atm.

4. Besarnya permeabilitas kemasan (B) tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

a. Ketebalan kemasan yang digunakan

b. Jenis kemasan yang digunakan ( Polietilena atau Polipropilena )

Page 16: Laporan Acara IV (PE&PP)

c. Suhu ruangan untuk penyimpanan kemasan tersebut

Semakin tinggi suhu maka semakin besar nilai koefisien permeabilitas.

Disamping itu suhu penyimpanan juga mempengaruhi cepat atau

lambatnya laju respirasi produk, dengan makin bertambahnya suhu,

laju konsumsi O2 dan produksi CO2 semakin bertambah.

d. Penjenuhan persen dari udara dengan uap air yang disebut kelembaban

relatif (RH) disekitar ruangan penyimpanan. Kelembaban relatif akan

menurun jika udara luar berkurang dengan naiknya temperatur

5. Karena kemasan tersebut ditempatkan dalam luas permukaan

tertentu pada suatu alat maka akan mengakibatkan terjadinya

perubahan tekanan antara sisi dalam dan sisi luar. Akibat adanya

perbedaan tekanan tersebut, uap air dari tekanan tinggi akan

melewati kemasan sehingga terjadi pertambahan berat bahan

desikan dan perubahan warna yang sedikit memudar dari semula.

6. Tekanan juga mempengaruhi permeabilitas kemasan karena

adanya gaya yang bekerja pada permukaan tertentu

Page 17: Laporan Acara IV (PE&PP)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. http://ifonlytrias.blogspot.com/2009/04/wax-atau-malam.html

diakses pada Rabu, 16 Maret 2011 pukul 18:30 WIB.Anonimb. 2010. http://web.ipb.ac.id/~rokhani/artikel_files/page0002.html diakses

pada Rabu, 16 Maret 2011 pukul 19:33 WIBAnonimc. 2010. http://kemahasiswaan.um.ac.id/?p=1910 diakses pada Rabu, 16

Maret 2011 pukul 19:54 WIBAtkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Edisi ke-4. Jilid ke-1. Erlangga. Jakarta.

Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Edisi ke-4. Jilid ke-2. Erlangga. Jakarta.

Keenan, Kleinfelter, Wood. 1980. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Edisi ke-6. Jilid ke-1. Erlangga. Jakarta.

Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip- Prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta.

Pine, dkk. 1988. Kimia Organik 2 ( terjemahan Roehyati dan Sasanti ). ITB. Bandung.Sutrisno, dkk. 1999. Penyusunan dan Pengujian Model Pendugaan Konsentrasi

O2 dan CO2 dalam Kemasan Modified Atmosphere Sayuran Tropika. Buletin Keteknikan Pertanian. Vol.13. No.1. Hal 10.

Utama, I Made S, dkk. 2010. Mempelajari Pengaruh Ketebalan Plastik Film Polietilen Densitas Rendah Sebagai Bahan Kemasan Buah Manggis Terhadap Modifikasi Gas Oksigen dan Karbondioksida.

Wahyono, Hendro. 2007. Peningkatan Kandungan Silika Melalui Proses Elektrodialisis. Vol. 13. No. 1. Hal 35-36.

Page 18: Laporan Acara IV (PE&PP)

Wahyudi, Slamet, dkk. 2010. Pengaruh Temperatur CaCl2 Terhadap Efisiensi Thermal Liquid Dessicant Dehumidification System. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin ke-9. Hal 334-335.

Yanti, Hafri, dkk. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik PE (Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) di Pasar Arengka Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. Vol 5. No 1. Hal 23.