Upload
revaninuri
View
164
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN RESMI ADSORBSI ISOTHERMIS KELOMPOK 6A TENTANG ADSORBSI ISOTHERMIS, KIMIA FISIKA, TEKNIK KIMIA, LANGMUIR, FREUNDLICH, BET, ADSORBSI, ADSORBEN, ADSORBAT, KARBON AKTIF
Citation preview
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : ADSORBSI ISOTERMIS Kelompok : VI A
Nama : 1. Aristania Nila Wagiswari NRP. 2313 030 005 2. Revani Nuriawati NRP. 2313 030 019 3. M. Fikri Dzulkarnain Rimosan NRP. 2313 030 037 4. Rio Sanjaya NRP. 2313 030 065 5. Nur Annisa Oktaviana NRP. 2313 030 089
Tanggal Percobaan : 7 Oktober 2013
Tanggal Penyerahan : 4 November 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si., M.T.
Asisten Laboratorium : -
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati peristiwa Adsorbsi Isotermis dari suatu larutan
pada suhu konstan. Larutan yang digunakan adalah asam asetat 0,015 N; 0,03 N; 0,06 N; 0,09 N;
0,12 N; 0,15 N dengan kecepatan pengadukan sebesar 200 rpm dan lama pengadukan selama 30
menit. Selanjutnya letakkan 1 gram karbon aktif ke dalam 6 Erlenmeyer. Lalu, membuat larutan
asam asetat dengan konsentrasi 0,15 N ; 0,12 N ; 0,09 N ; 0,06 N ; 0,03 N dan 0,015 N dibuat dari
larutan 0,15 N. Masukkan 100 ml larutan 0.03 N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada
karbon aktifnya, yang selanjutnya akan digunakan sebagai kontrol. kemudian tutup semua
Erlenmeyer tersebut dengan menggunakan alumunium voil dan mengocoknya secara periodik
selama 30 menit dan mendiamkannya paling sedikit selama 1 jam agar terjadi kesetimbangan.
Setelah itu saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, membuang 10 ml pertama
dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorb oleh kertas saring. Yang terakhir
menitrasi 25 ml larutan filtrat dengan larutan 0,1 N NaOH baku dengan indicator PP. Tahap ini
dilakukan sebanyak 2 kali untuk setiap larutan. Selain itu nilai adsorbsi semakin meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi larutan adsorbat yang digunakan. Adsorben yang digunakan adalah
karbon aktif yang merupakan suatu adsorben yang sangat baik dan dapat menyebabkan besarnya
adsorbsi yang terjadi kerena memiliki permukaan yang luas.
Kata kunci : Adsorbsi isotermis, karbon aktif, asam asetat.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKS ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... I-2
I.3 Tujuan Percobaan ...................................................................................... I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ............................................................................................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ................................................................................. III-1
III.2 Bahan Yang Digunakan .......................................................................... III-1
III.3 Alat Yang Digunakan .............................................................................. III-1
III.4 Prosedur Percobaan ................................................................................. III-2
III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................... III-3
III.6 Gambar Alat Percobaan .......................................................................... III-4
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan ...................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan.............................................................................................. IV-2
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ vi
DAFTAR NOTASI ................................................................................................... vii
APPENDIKS ............................................................................................................. viii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
Fotokopi Literatur
Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kurva Asam Kuat vs Basa Kuat...... ………………...…........................... II-8
Gambar II.2 Kurva Basa Lemah dan Asam Kuat ...………………………................... II-9
Gambar II.3 Kurva Basa Kuat dan Asam Lemah ……………………………………… II-9
Gambar III.6 Gambar alat.................................... ……………………………………… III-4
iv
DAFTAR TABEL
Tabel II.1.1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia ............................................................... II-14
Tabel IV.1. Hasil perubahan warna setelah penambahan volume NaOH ......................... IV-1
Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat Sebelum dan Sesudah Teradsorbsi
oleh Karbon Aktif ........................................................................................... IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.1 Isothermis langmuir ….............................................................................. II-3
Grafik II.2 Isothermis Freudlich ….......……………………………………………... II-4
Grafik II.3 Isothermis BET…………………….......................................……… …… II-5
Grafik IV.4 Hasil perubahan warna setelah penambahan volume NaOH…......... …… IV-1
Grafik IV.5 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan mol Asam Asetat
yang Teradsorbsi…………………………………………………...
……
IV-3
Grafik IV.6 Hubungan Faktor Koreksi dengan Normalitas……………………. …… IV-3
Grafik IV.7 Hubungan Normalitas dengan N Teori……………………………. …… IV-4
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini, sistem penjernihan dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik
memiliki beberapa macam teknik. Sistem pengolahan air limbah industri tekstil yang
banyak ditunjukkan untuk menghilangkan warna dan yang umum digunakan adalah
koagulasi – flokulasi. Alternatif pengganti untuk proses koagulasi – flokulasi adalah proses
adsorbsi dengan menggunakan karbon aktif. Proses adsorbsi oleh karbon aktif terbukti
membersihkan hasil yang terbaik dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik,
namun biaya menjadi sangat mahal untuk mengganti karbon aktif yang jenuh.
Energi yang dihasilkan seperti ikatan hidrogen dan gaya Van Der Walls menyebabkan
bahan yang teradsorbsi terkumpul pada permukaan penjerat. Bila reaksi dibalik, molekul
yang terjerat akan terus berkumpul pada permukaan karbon aktif sehingga jumlah zat di
ruas kanan reaksi sama dengan jumlah zat pada ruas kiri. Apabila kesetimbangan telah
tercapai, maka proses adsorps telah selesai.
Adorbsi isotermis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya faktor tersebut
adalah konsentrasi zat. Pada konsentrasi larutan rendah, jumlah bahan yang dijerap sedikit,
sedang pada konsentrasi tinggi jumlah bahan yang dijerap semakin banyak. Hal ini
disebabkan karena kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin besar.
Adsorpsi suatu bahan dalam limbah cair adalah salah satu alternatif yang banyak
digunakan dalam proses pengolahan limbah. Penggunaan adsorben arang aktif, zeolit,
bentonit untuk mengurangi kandungan logam berat, ataupun bau telah banyak digunakan di
industri kelas menengah maupun industri besar. Namun pada industri rumah tangga
sebagian bear belum menyadari pentingnya pengolahan limbah, misalnya industry
pewarnaan (batik, sablon, jeans). Padahal limbah yang dihasilkan dari industri ini banyak
mengandung zat organik yang sulit terdegradasi, naftol misalnya maupun logam- logam
(basa pencampur / pelarut warna).Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui tentang adsorbsi
isothermis oleh karbon aktif secara mendalam maka dilakukanlah percobaan ini.
I-2
BAB I Pendahuluan
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peristiwa adsorbsi isotermis dari suatu larutan pada suhu konstan?
I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mengamati peristiwa adsorbsi isothermis dari suatu larutan pada suhu konstan.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Adsorpsi
Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan molekul-molekul cairan atau gas pada
permukaan adsorban, hingga terjadi perubahan konsentrasi pada cairan atau gas
tersebut (taher, 2013). Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukan distribusi
adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada suhu tertentu. Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf
dan berpori yang mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon (batubara, kulit kelapa dan sebagainya) atau dari karbon yang
diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas (nasik, 2013).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Adsorbsi secara fisika
Adsorbsi secara fisika ini mempunyai karakteristik antara lain panas reaksi
yang rendah yaitu 10000 kal/mol atau kurang. Hal ini disebabkan oleh ikatan yang
terlibat dalam adsorbsi itu ikatan yang lemah, yakni gaya Van der Waals.
2. Adsorbsi secara kimia.
Adsorbsi secara kimia ini melibatkan panas adsorbsi yang cukup besar yaitu
antara 10000 kal/mol sampai 20000 kal/mol. Hal ini disebabkan adanya reaksi
kimia yang biasanya terjadi dan menyebabkan adanya ikatan antara adsorban dan
adsorbat menjadi lebih kuat. Hubungan antara jumlah substansi yang diserap oleh
adsorban dan tekanan atau konsentrasi pada kesetimbangan pada suhu konstan
disebut adsorbsi isothermis (taher, 2013).
Adsorben dan Adsorbat
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida (Saragih, 2008). Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang
sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil
maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada
permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan
bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul
melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainnya. Adsorben yang
II-2
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
digunakan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar
dan non polar (Saragih, 2008).
Adsorben Polar Adsorben polar disebut juga hydrophilic. Jenis adsorben yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif, dan zeolit.
Adsorben non polar Adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Jenis
adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer adsorben dan
karbon aktif (pangabean, 2010).
Sedangkan adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang
terkonsentrasi pada permukaan adsorben. Adsorbat terdiri atas dua kelompok yaitu
kelompok polar seperti air dan kelompok non polar seperti methanol, ethanol dan
kelompok hidrokarbon (Suzuki, 1990 dalam saragih, 2008). Karbondioksida
merupakan jenis adsorbat yang sesuai digunakan untuk adsorben jenis hidrofobic
seperti karbon aktif. Karbondioksida merupakan persenyawaan antara karbon dengan
oksigen. Pada kondisi tekanan dan temperatur atmosfir, karbondioksida merupakan
gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak reaktif, tidak beracun dan tidak mudah
terbakar (non flammable). Pada kondisi triple point, karbondioksida dapat berupa
padat, cair ataupun gas bergantung pada kondisinya. Karbondioksida berada pada fase
padat pada temperature -109 °F(-78,5oC) dan tekanan atmosfir akan langsung
menyublimasi tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Sedangkan pada tekanan dan
temperatur di atas triple point dan di bawah temperatur 87,9 °F (31,1oC) maka
karbondioksida cair dan gas akan berada pada kondisi kesetimbangan (pangabean,
2010).
Persamaan untuk Adsorpsi
Pengukuran isoterm adsorpsi pada umumnya disasarkan atas turunan dari persamaan
1. Isoterm Langmuir
Langmuir berpendapat bahwa gas diadsorpi pada permukaann solid dan
membentuk tidak lebih dari saatu lapis ketebalannya.Teori Langmuir
menggambarkan proses adsorpsi terdiri dari dua proses berlawanan, yaitu
kondensasi molekul-molekul fase teradsorpsi menuju permukaan dan
evaporasi/penguapan molekul-molekul dari permukaan kembali ke dalam larutan
Isoterm ini berdasarkan asumsi, bahwa :
II-3
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
1. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi
satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Seluruh permukaan
adsorben memiliki aktivitas adsorbsi yang sama atau seragam. Tidak ada
interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
2. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme sama
3. Tidak terjadi interaksi antara molekul-molekul adsorbat.
4. Hanya terbentuk satu lapisan tunggl saat adsorpsi maksimum.
Namun , biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut :
1. Selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan.
2. Molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme adsorpsi pada molekul pertama
sangat berbeda dengan mekanisme adsorpsi yang pada molekul terakhir
teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
keterangan :
A = molekul gas dan
S = permukaan adsorpsi
Adsorpsi ion logam oleh material padat secara kuantitatif mengikuti persamaan
langmuir, yaitu
A + S AS
C/(c/m)=1/Kbt C/b
II-4
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik II.1 Isotermis Langmuir
Persamaan tersebut dapat digunakan pada adsorpsi oleh padatan konstanta
pada persamaan adsorpsi langmuir menunjukkan besarnya adsorpsi yang
dihubungkan dengan energi ikat.
2. Isoterm Freundlich
Hubungan antar jumlah zat teradsorpsi persatuan luas atau satuan massa dan
tekanan dinyatakan dengan persamaan Freundlich
(Maron and Lando, 1980)
keterangan :
y = berat atau volume zat teradsorpsi persatuan luas atau massa adsorban.
P = tekanan saat kesetimbangan tercapai
K,n = konstanta-adsorben
Untuk adsorpsi solute yang tidak melibatkan gas maka persamaan Freundlich
menjadi :
(Maron and Lando, 1980)
Y = k.
Y = x/m = k.
II-5
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
keterangan :
Y = berat atau volume zat teradsorpsi persatuan luas atau massa adsorban.
x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konstanta dari adsorben yang tersisa dalam kesetimbangan
K,n = konstanta adsorben
Jika kemudian dibuat plot log y melawan log C, maka akan diperoleh garis
lurus yang mempunyai slope sebesar 1/n dan nilai interceptnya sebesar log k. Dari
isoterm ini akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan karena dengan isoterm ini dapat
ditentukan efisiensi dari suatu adsorben.
Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah :
1. Kurva isoterm yang cenderung datar, artinya isoterm yang digunakan menyerap
pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan
2. Kurva isoterm yang curam, artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi keseimbangan.
Grafik II.2 Isotermis Freudlich
3. Isoterm Brunauer, Emmet and Teller ( BET)
Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan Isotermini dengan Languir adalah BET berasumsi bahwa
molekul-molekul adsoerbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
II-6
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
permukaanya. Pada isoterm ini, mekanisme adsorpsi untuk setiap proses adsorpsi
berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adaah : Isoterm
Langmuir biasanya lebih baik apabuila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan
isoterm BET lebih baik daripada isoterm Langmuir bila diterapkan pada adsorpsi
fisika
Grafik II.3 Isotermis BET
Karbon Aktif
Karbon aktif umumnya memiliki daya adsorpsi yang rendah da daya adsorpsi
tersebut dapat diperbesar dengan mengaktifkab arang dengan menggunakan uap atau
bahan kimia. Aktivasi karbon bertujuan memperbesar luas permukaan arang dengan
membuka pori-pori yang tertutup. Hidrokarbon allppkatt dapat digunakan sebagai
bahan pengaktif karbon yang mempunyai aktivasi baik (yovita, 2012)
Setyaningsih (1995) membedakan karbon aktif menjadi 2 berdasarkan
fungsinya, yaitu Karbon adsorben gas (gas adsorbent carbon): Jenis arang ini
digunakan untuk mengadsorpsi kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada
karbon aktif jenis ini tergolong mikropori yang menyebabkan molekul gas akan
mampu melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon aktif
jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa. Selanjutnya adalah karbon fasa
cair (liquid-phase carbon). Karbon aktif jenis ini digunakan untuk mengadsorpai
kotoran atau zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari
karbon aktif ini adalah makropori yang memungkinkan molekul berukuran besar untuk
II-7
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
masuk. Karbon jenis ini biasanya berasal dari batu bara, misalnya ampas tebu dan
sekam padi.
Aktivasi adalah perubahan fisik berupa peningkatan luas permukaan karbon aktif
dengan penghilangan hidrokarbon. Ada dua macam aktifasi, yaitu aktivasi fisika dan
kimia. Aktivasi kimia dilakukan dengan merendam karbon dalam H3PO4, ZnCl2,
NH4Cl, dan AlCl3 sedangkan aktivasi fisika menggunakan gas pengoksidasi seperti
udara, uap air atau CO2 (yulia, 2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Proses Adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
Agitation (Pengadukan) Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film
maupun difusi pori, tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.
Karakteristik Adsorban (Karbon Aktif) Ukuran partikel dan luas permukaan
merupakan karakteristik penting karbon aktif sesuai dengan fungsinya sebagai
adsorban. Ukuran partikel karbon mempengaruhi tingkat adsorbsi; tingkat adsorbsi
naik dengan adanya penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu adsorbsi
menggunakan karbon PAC (Powdered Acivated Carbon) lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan karbon GAC (Granular Acivated Carbon). Kapasitas total
adsorbsi karbon tergantung pada luas permukaannya. Ukuran partikel karbon tidak
mempengaruhi luas permukaanya. Oleh sebab itu GAC atau PAC dengan berat yang
sama memiliki kapasitas adsorbsi yang sama.
Kelarutan Adsorbat Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat
terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut.
Ukuran Molekul Adsorbat Tingkat adsorbsi pada aliphatic, aldehyde, atau
alkohol biasanya naik diikuti dengan kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat
dijelaskan dengan kenyataan bahwa gaya tarik antara karbon dan molekul akan
semakin besar ketika ukuran molekul semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat
adsorbsi tertinggi terjadi jika pori karbon cukup besar untuk dilewati oleh molekul.
pH Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan
adsorbsi basa organik efektif pada pH tinggi.
Temperatur Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan
turun diikuti dengan penurunan temperatur (pangabean, 2010).
II-8
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Permukaan zat padat mengadsorpsi zat terlarut dari dalamnya. Hal ini disebabkan
karena adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan tersebut.
Biasanya adsorpsidiikuti dengan pengamtan isoterm adsorpsi.
Dalam adsorpsi antara fase padat dan gas pada tekanan rendah, mekanismenya
semata-mata tergantung pada sifat gaya yag bekerja antara molekul-molekul adsorben
dan adsorbat. Dalam kasus yang paling sederhana yaitu adsorpsi larutan biner.
Mekanisme adsorpsi larutan biner tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut:
1. Gaya yang bekerja diantara molekul-molekul adsorben dan permukaannya
2. Gaya yang bekerja di antara pelarut-pelarut (s) dan permukaan adsorben
3. Gaya yang bekerja diantara molekul-molekul larutan (Z dan S) baik dalam lapisan
permukaan maupun dalam fase ruahnya.
Perbedaan Adsorpsi dengan Absorpsi
Adsorpsi berbeda dengan Absorpsi. Pada Absorbsi zat yang diserap masuk ke
dalam absorben sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada
permukaanya (Sukardjo,1985). Peristiwa adsorpsi yang terjadi jika berada pada
permukaan dua fase yang bersih ditambahkan komponen ketiga, maka komponen
ketiga ini akan sangat mempengaruhi sifat permukaan. Komponen yang ditambahkan
adalah molekul yang teradsorpsi pada permukaan (dan karenanya dinamakan surface
aktif). Jumlah zat yang terserap setiap berat adsorben tergantung bila adsorben sudah
jenuh, konsentrasi tidak lagi berpengaruh. Adsorpi dan desorpsi (pelepasan) merupakan
kesetimbangan (Kartohadiprojo, 1999).
Titrasi Asam-Basa
Menentukan konsentrasi suatu larutan dengan konsetrasi dan volume yang telah
diketahui dapat direaksikan dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya sampa
perbandingan molnya tepat seperti yang diperlukan dalam persamaan kimia seimbang
kemudian konsentrasi larutan yang belum diketahui dapat dihitung. Prosedur titrasi.
Suatu indikator digunakan untuk memberitahukan kapan titrasi harus dihentikan.
Biasanya indikator adalah suatu senyawa yang mempunyai satu warna dalam larutan
yang bersifat asam dan mempunyai warna lain dalam larutan yang bersifat basa
(Goldberg,2004).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan digunakan
sebagai pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen antara 4-10. Titik
II-9
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
akhir ditandai dengan semcam perubahan sifat fisis. Titik ekuivalen adalah titik di
mana asam telah beraksi sempurna atau telah ternetralkan oleh basa (Chang, 2005).
Indikator Phenolphtaelin
Titik ekivalen titrasi yang mana memiliki campuran dua zat pada perbandingan
tepat sama. Dalam hal ini membutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya
mendekati titik ekivalen. Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titrasi
yang lain.
Asam kuat vs Basa kuat
Diagram berikut menunjukan kurva pH untuk penambahan asam kuat
pada basa kuat, bagian yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH
untuk metil jingga,metil merah, fenol merah, dan fenolftalein.
Gambar II.1 Kurva Asam Kuat vs Basa Kuat
anda dapat melihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik
ekivalen. Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang
menunjukan tidak terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan
apapun indikator yang anda pilih. Akan tetapi, hal tersebut berguna pada titrasi
untuk memilih kemungkinan warna terbaik melalui penggunaan tiap indikator.
Jika anda menggunakan fenolfatelin, anda akan mentitrasi sampai fenolfatelin
berubah menjadi tak berwarna (pada PH 8,8) karena itu adalah titik terdekat
untuk mendapatkan titik ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan jingga metil, anda akan menitrasi sampai
dengan bagian pertama kali muncul warna jingga dalam larutan. Jika lalrutan
II-10
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik yang lebih jauh dari titik
ekivalen.
Basa lemah vs Asam kuat
Gambar II.2 Kurva Basa Lemah dan Asam Kuat
Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolfatelin akan lebih tidak berguna. Akan
tetapi jingga metil berubah kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen.
Anda memiliki pilihan indikator yang berubah warna pada bagian kurva yang curam.
Basa kuat vs Asam lemah
Gambar II.3 Kurva Basa Kuat dan Asam Lemah
Kali ini, jingga metil sia-sia! Akan tetapi, fenolfatelin berubah warna dengan
tepat pada tempat yang anda inginkan. (Clark, 2007)
II-11
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel II.1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh
gaya van der Waals
Molekul terikat pada adsorben oleh
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai –
40 kJ/mol
Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai
– 800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
bawah titik didih adsorbat Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu
Melibatkan energi aktifasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Kecepatan pengadukan : 200 rpm
2. Waktu pengadukan : 30 menit
III.2 Bahan Yang Digunakan
1. Aquadest
2. Indikator PP
3. Karbon aktif
4. Larutan asam asetat (0,12N, 0,15N, 0,05N, 0,015N, 0,02N,0,03N)
5. Larutan NaOH 0,1N
III.3 Alat Yang Digunakan
1. Corong kaca
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Kaca arloji
5. Kertas saring
6. Labu ukur
7. Pipet tetes
8. Spatula
III-2
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kima
FTI-ITS
III.4 Prosedur Percobaan
1. Bersihkan dan keringkan Erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah
2. Letakkan 1gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer
3. Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N,
0,015N dengan volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N,
0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N
4. Masukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidaka ada
karbon aktifnya yang selanjutnya akan digunakan sebagai control
5. Tutup semua Erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodic selama 30 menit,
kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi kesetimbangan
6. Saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml pertama
dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring
7. Titrasi 25ml larutan filtrat dengan larutan 0,1 N NaOH baku dengan indicator PP,
tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan
III-3
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kima
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Menyaring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10 ml
pertama dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas
saring
Menutup semua Erlenmeyer tersebut dan mengocok secara periodic selama 30
menit, kemudian mendiamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi
kesetimbangan
SELESAI
Menitrasi 25ml larutan filtrat dengan larutan 0,1N NaOH baku dengan indicator PP,
tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan
Masukkan 100 ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada
karbon aktifnya sebagai kontrol
MULAI
Membersihkan dan mengeringkan Erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah
Meletakkan 1gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer
Membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N,
0,03N, 0,015N denagn volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N,
0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N
III-4
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kima
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat
Corong kaca
Erlenmeyer
Gelas Ukur
Kaca Arloji
Kertas Saring
Labu Ukur
Pipet Tetes
Spatula
IV-1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Percobaan
Dari percobaan yang telah dilakukan didaptkan hasil sebagai berikut :
Tabel IV.1 Hasil perubahan warna setelah penambahan volume NaOH
Bahan Variabel Perubahan
Warna
Perubahan warna
terjadi pada
volume
Larutan
Asam
Asetat
0,015 Merah Muda 0,5
0,03 Merah Muda 0,7
0,03* Merah Muda 0,9
0,06 Merah Muda 0,8
0.09 Merah Muda 1,1
0,12 Merah Muda 1,3
0,15 Merah Muda 1,5
Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat Sebelum dan Sesudah
Teradsorbsi oleh Karbon Aktif
Bahan
Variabel
Faktor
Koreksi
N Teori N Akhir
Jumlah mol
Awal Akhir Terabsorbsi
Larutan
Asam
Asetat
0,015 0,67 0,0105 0,02 0,375 0,5 -0,125
0,03 0,93 0,0279 0,028 0,75 0,7 0,05
0,03* 1,2 0,036 0,036 0,75 0,9 -0,15
0,06 1,067 0,064 0,032 1,5 0,8 0,7
0,09 1,467 0,132 0,044 2,25 1,1 1,15
0,12 1,73 0,2076 0,052 3 1,3 1,7
0,15 2 0,3 0,06 3,75 1,5 2,25
(*) = tanpa Karbon
IV-2
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengamati peristiwa adsorbsi isotermis dari
suatu larutan pada suhu konstan. Pada percobaan adsorbsi isoterrmis larutan asam
asetat diadsorbsi oleh karbon. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan
asam asetat dalam berbagai konsentrasi, yaitu: 0,015 N, 0,03 N, 0,06 N, 0,09 N, 0,12
N, 0,15 N agar dapat mengetahui seberapa besar hubungan antara variasi konsentrasi
dengan daya adsorbsi. Semua konsentrasi tersebut ditambahkan dengan karbon aktif.
Penggunaan karbon aktif bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dan
meningkatkan daya adsorpsi. Tetapi, untuk konsentrasi 0,03 N dibuat dua larutan
dengan satu larutan tidak diberi karbon dengan maksud sebagai pembanding diantara
larutan-larutan yang lain. Filtrat dari larutan tersebut diaduk dengan kecepatan 200
rpm selama 30 menit dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N menggunakan
indikator pp. Tujuan dari titrasi asam asetat adalah untuk menghitung konsentrasi
larutan asam asetat setelah dititrasi. Pengadukan dilakukan untuk mengatur tumukan
antara absorben dengan absorbat, jika kecepatan pengadukan yang rendah
menyebabkan kurang efektifnya tumbukan yang terjadi antar adsorben dengan
adsorbat sehingga daya serap yang ada bernilai kecil. Untuk kondisi sebaliknya
dengan kecepatan pengadukan yang terlalu cepat, maka kemungkinan yang terjadi
struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal. Sesuai
dengan tabel IV.1, dapat terlihat bahwa beberapa faktor mempengaruhi peristiwa
adsorbsi isothermis. Selain menentukan harga rata-rata volume NaOH dari variabel
tersebut, percobaan ini juga dilakukan untuk menghitung konsentrasi akhir dari
larutan. Selain menentukan harga rata-rata volume NaOH dari variabel tersebut,
percobaan ini juga dilakukan untuk menghitung N akhir, N dan control dari masing-
masing variable.
IV-3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
0.5 0.7
0.8
1.1 1.3 1.5
00.20.40.60.8
11.21.41.6
Vo
lum
e N
aO
H (
V)
Konsentrasi CH3COOH (N)
AsamAsetat
Grafik IV.4 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume Titrasi NaOH
Berdasarkan grafik IV.4 dapat diketahui bahwa volume rata-rata NaOH pada
normalitas 0,015 N sebesar 0.5, pada 0,03 N volume rata-rata NaOH sebesar 0.7, pada
volume rata-rata NaOH sebesar 0.9, pada 0,06 N volume rata-rata NaOH sebesar 0.8, pada
0.09 N volume rata-rata NaOH sebesar 1.1, pada 0,12 N volume rata-rata NaOH sebesar
1.3, pada 0,15 N volume rata-rata NaOH sebesar 1.5. Dari keseluruhan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin besar normalitas larutan asam asetat maka semakin besar pula
volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi larutan asam asetat tersebut. Hal ini
sesuai dengan teori dimana nilai adsorbsi semakin meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi larutan yang diukur.
Berdasarkan grafik IV.4, dapat diambil kesimpulan bahwa grafik tersebut sesuai
grafik adsorbsi isotermis Langmuir. Karena hanya menggunakan satu (homogen) zat yaitu
asam asetat yang berbeda normalitasnya. Hal ini dikarenakan adsorbsi isotermis Langmuir
hanya memakai satu (homogen) zat yaitu asam asetat yang berbeda normalitasnya.
Berdasarkan grafik IV.4 juga dapat diambil kesimpulan, bahwa adsorbsi isotermis ini
termasuk kedalam adsorbsi fisika. Suhu memainkan peranan penting dalam adsorpsi pada
karbon aktif, umumnya memiliki pengaruh negatif pada jumlah yang terserap. Adsorpsi
komponen organik (termasuk zat warna) merupakan proses eksotermis dan ikatan fisika
antara komponen organik dan daerah aktif dari karbon aktif akan melemah seiring dengan
naiknya suhu. Seiring dengan naiknya suhu, kelarutan asam asetat juga naik, gaya tarik
antara larutan dengan pelarut menjadi lebih kuat daripada larutan dan adsorben, akibatnya
zat terlarut lebih sulit untuk diserap. Kedua fitur tersebut cocok dengan kapasitas adsorpsi
Langmuir.
IV-4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
0.67 0.93
1.067
1.467 1.73
2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0.015N
0.03N
0.06N
0.09N
0.12N
0.15N
Fa
kto
r k
ore
ksi
Konsentrasi CH3COOH (N)
AsamAsetat
-0.125 0.05
0.7
1.15
1.7
2.25
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0.015 N 0.03 N 0.06 N 0.09 N 0.12 N 0.15 N
Mo
l te
rra
dso
rbsi
Normalitas CH3COOH
Asamasetat
Selain volume NaOH yang dititrasi terhadap larutan asam asetat, faktor
pengadukan juga berpengaruh dimana semakin lama waktu adsorbsi (pengadukan dan
didiamkan), maka volume titran yang diperlukan semakin sedikit.
Grafik IV.5 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan mol Asam Asetat yang
Teradsorbsi
Berdasarkan grafik IV.5 diketahui bahwa jumlah mol asam asetat pada normalitas
0,015 N sebesar -0,125, pada 0,03 N mol yang teradsorbsi sebesar 0.05, pada 0,06 N mol
yang teradsorbsi sebesar 0.7, pada 0,09 N mol yang teradsorbsi sebesar 1.15, pada 0,12 N
mol yang teradsorbsi sebesar 1.7, dan 0,15 N mol yang teradsorbsi sebesar 2.25. Rumus
mol teradsorbsi yaitu, sebagai berikut :
Grafik IV.6 Hubungan Faktor Koreksi dengan Normalitas
Berdasarkan grafik IV.6, dapat dilihat bahwa pada 0,015 N diperoleh faktor koreksi
sebesar 0,67, pada 0,03 N diperoleh faktor koreksi sebesar 0.93, pada 0,06 N diperoleh
faktor koreksi sebesar 1,067, pada 0,09 N diperoleh faktor koreksi sebesar 1.467, pada 0,12
Teradsorbsi = n awal – n akhir
IV-5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
0.0105 0.0279 0.064
0.132
0.2076
0.3
00.05
0.10.15
0.20.25
0.30.35
0.015N
0.03N
0.06N
0.09N
0.12N
0.15N
N t
eori
Normalitas
Asamasetat
N diperoleh faktor koreksi sebesar 1.73, pada 0,15 N diperoleh faktor koreksi sebesar 2.
Dari dat tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar normalitas larutan asam asetat
semakin besar pula faktor koreksi yang diperoleh.
Grafik IV.7 Hubungan Normalitas dengan N Teori
Berdasarkan grafik IV.7, dapat kita lihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan
asam asetat maka semakin besar pula N teori yang dihasilkan sesuai dengan rumus yang
digunakan, N teori = variabel (normalitas) x faktor koreksi. Hal ini dikarenakan N teori
berbanding lurus dengan variabel normalitas larutannya.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan adsorbsi isotermis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi larutan asam asetat adalah untuk
konsentrasi 0,015 N sebesar 0,5 ml, untuk konsentrasi 0,03 N adalah 0,7 ml. Sedangkan
untuk konsentrasi 0,06 N sebesar 0,8 ml. Untuk konsentrasi 0,09 N adalah 1,1 ml. Untuk
konsentrasi 0,12 N sebesar 1,3 ml. Dan untuk konsentrasi 0,15 N adalah 1,5 ml.
2. Adsorbsi isotermis ini termasuk kedalam adsorbsi fisika karena suhu memainkan peranan
penting dalam adsorpsi pada karbon aktif. Adsorpsi komponen organik adalah proses
eksotermis dan ikatan fisika antara komponen organik dan daerah aktif dari karbon aktif
akan melemah seiring dengan naiknya suhu. Seiring dengan naiknya suhu, kelarutan asam
asetat juga naik, gaya tarik antara larutan dengan pelarut menjadi lebih kuat daripada
larutan dan adsorben, akibatnya zat terlarut lebih sulit untuk diserap.
3. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar normalitas larutan asam asetat maka semakin
besar pula volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi larutan asam asetat tersebut.
Dan dapat diketahui pula bahwa adsorbsi isothermis ini merupakan adsorbsi fisika.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R. (2005). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Clark, J. (2007, November 7). org. Retrieved October 23, 2013, from http://www.chem-is-
try.org:
http://www.chemistry.org/materi_kimia/kimia_fisika1/kesetimbangan_asam_basa/indikat
or_asm_basa/
Lando, M. a. (1980). Fundamental of physics.
nasik. (2013, June 6). blogspot. Retrieved September 23, 2013, from
http://dewasaababil.blogspot.com: http://dewasaababil.blogspot.com/2013/06/isoterm-
adsorpsi-zat-warna-oleh-karbon.html
pangabean, C. (2010, October 22). blogspot. Retrieved September 23, 2013, from
http://pestacarolgabe.blogspot.com:
http://pestacarolgabe.blogspot.com/2010/10/pengertian-adsorbenadsorben-merupakan.
html
taher, T. (2013, February 2). blogspot. Retrieved September 23, 2013, from http://chemist-
try.blogspot.com: http://chemist-try.blogspot.com/2013/02/isoterm-adsorbsi.html
yovita, n. (2012, Desember 12). blogspot. Retrieved September 23, 2013, from http://iamnovhie-
yovita.blogspot.com: http://iamnovhie-yovita.blogspot.com/2012/12/laporan-adsorpsi-
isoterm.html
yulia. (2010, October 1). wordpress. Retrieved September 23, 2013, from
http://yulia4ict.wordpress.com: http://yulia4ict.wordpress.com/kimia/laporan-kimia-
fisika/isoterm-adsorbsi-karbon-aktif-2/
vii
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETERANGAN SATUAN
N Normalitas N
n Mol mol
V Volume ml
viii
APPENDIKS
Perhitungan N akhir
1. Nakhir 0,015
2. Nakhir 0,03
3. Nakhir 0,03 *
4. Nakhir 0,06
5. Nakhir 0,09 044,025
1,11
6. Nakhir 0,12 052,025
3,11
7. Nakhir 0,15 06,025
5,11
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan faktor Koreksi
1. Faktor Koreksi 0,015 67,003,0
02,0
2. Faktor Koreksi 0,03 93,003,0
028,0
3. Faktor Koreksi 0,03 * 2,103,0
036,0
4. Faktor Koreksi 0,06 067,103,0
032,0
Nakhir = N NaOH x Volume rata-rata
Vol. Larutan yang dititrasi
02.025
5.01
036,025
9.01
028,025
7.01
032,025
8,01
Faktor Koreksi = Nakhir
Nkontrol
ix
5. Faktor Koreksi 0,09 467,103,0
044,0
6. Faktor Koreksi 0,12 73,103,0
052,0
7. Faktor Koreksi 0,15 203,0
06,0
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan N Teori
Rumus :
1. NTeori 0,015 = 0,015 x 0,67 = 0.0105
2. NTeori 0.03 = 0,03 x 0,93 = 0.0279
3. NTeori 0.03* = 0,03 x 1,2 = 0.036
4. NTeori 0.06 = 0,06 x 1,067 = 0.064
5. NTeori 0.09 = 0,09 x 1,467 = 0.132
6. NTeori 0.12 = 0,12 x 1,73 = 0.2076
7. NTeori 0.15 = 0,15 x 2 = 0,3
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan n awal
Rumus :
1. n awal 0,015 = 0,015 x 25 = 0,375
2. n awal 0,03 = 0,03 x 25 = 0,75
3. n awal 0,03*= 0,03 x25 = 0,75
4. n awal 0,06 = 0,06 x 25 = 1,5
5. n awal 0,09 = 0,09 x 25 = 2,25
6. n awal 0,12 = 0,12 x 25 = 3
7. n awal 0,15 = 0,15 x 25 = 3,75
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan n akhir
NTeori = N awal x Faktor Koreksi
n awal = Nawal x Volume titrasi
n akhir = Nakhir x Volume titrasi
vii
Rumus :
1. n akhir 0,015 = 0,02 x 25 = 0,5
2. n akhir 0,03 = 0,028 x 25 = 0,7
3. n akhir 0,03 = 0,036 x 25= 0,9
4. n akhir 0,06 = 0,032 x 25 = 0,8
5. n akhir 0,09 = 0,044 x 25 = 1,1
6. n akhir 0,12 = 0,052 x 25 = 1,3
7. n akhir 0,15 = 0,06 x 25 = 1,5
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan Teradsorbsi
Rumus :
1. Teradsorbsi 0,015 = 0,375 – 0,5 = -0,125
2. Teradsorbsi 0,03 = 0,75 – 0,7 = 0.05
3. Teradsorbsi 0,03 * = 0,75-0,9 = -0,15
4. Teradsorbsi 0,06 =1,5 – 0,8 = 0,7
5. Teradsorbsi 0,09 =2,25 – 1,1 = 1,15
6. Teradsorbsi 0,12 = 3 – 1,3= 1,7
7. Teradsorbsi 0,15 = 3,75 – 1,5 = 2,25
(*) = tanpa Karbon
Teradsorbsi = n awal – n akhir