19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan Inventarisasi Dengan berpegang pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang telah mengamanatkan perlunya pengembangan kawasan yang memiliki fungsi pelestarian warisan budaya lokal dalam bentuk kawasan strategis maupun bentuk kawasan perdesaan, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang telah mengamanatkan pelestarian cagar budaya pada dimensi darat dan air melalui pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya; dan PP No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang mengamanatkan pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya yang mencakup berbagai kawasan peninggalan budaya maupun yang memberikan fungsi peningkatan kualitas sosial dan budaya; maka Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum bersama-sama Badan Pelestarian Pusaka Indonesia telah menginisiasi Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang berjalan secara efektif di berbagai provinsi di Indonesia khususnya pada kota- kota yang tergabung dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Tujuan dari inisiasi ini adalah untuk mendorong pemerintah daerah dapat melaksanakan P3KP dan menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka dalam rangka untuk melestarikan aset pusaka, meningkatkan kapasitas pengelolaan kota pusaka, dan meningkatkan kualitas ruang kota pusaka yang lebih berkelanjutan baik secara lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) agar target terwujudnya Kota Pusaka Indonesia (IHC) dapat tercapai, maka melalui Surat Keputusan Walikota dibentuklah tim pengarah dan pelaksana teknis yang tergabung dalam Tim Kota Pusaka Daerah untuk Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang terdiri dari SKPD

Laporan Akhir BAB I_BB OK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Akhir BAB I_BB OK

Citation preview

Page 1: Laporan Akhir BAB I_BB OK

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan Inventarisasi

Dengan berpegang pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

yang telah mengamanatkan perlunya pengembangan kawasan yang memiliki

fungsi pelestarian warisan budaya lokal dalam bentuk kawasan strategis

maupun bentuk kawasan perdesaan, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya yang telah mengamanatkan pelestarian cagar budaya pada dimensi

darat dan air melalui pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar

budaya; dan PP No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang yang mengamanatkan pengembangan kawasan strategis dari sudut

kepentingan sosial dan budaya yang mencakup berbagai kawasan peninggalan

budaya maupun yang memberikan fungsi peningkatan kualitas sosial dan

budaya; maka Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan

Umum bersama-sama Badan Pelestarian Pusaka Indonesia telah menginisiasi

Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang

berjalan secara efektif di berbagai provinsi di Indonesia khususnya pada kota-

kota yang tergabung dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).

Tujuan dari inisiasi ini adalah untuk mendorong pemerintah daerah dapat

melaksanakan P3KP dan menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka dalam

rangka untuk melestarikan aset pusaka, meningkatkan kapasitas pengelolaan

kota pusaka, dan meningkatkan kualitas ruang kota pusaka yang lebih

berkelanjutan baik secara lingkungan, ekonomi dan sosial budaya.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian

Kota Pusaka (P3KP) agar target terwujudnya Kota Pusaka Indonesia (IHC) dapat

tercapai, maka melalui Surat Keputusan Walikota dibentuklah tim pengarah dan

pelaksana teknis yang tergabung dalam Tim Kota Pusaka Daerah untuk

Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang terdiri dari SKPD

Page 2: Laporan Akhir BAB I_BB OK

2

terkait, akademisi dan unsur masyarakat yang bertugas merumuskan dan

melaksanakan P3KP baik dari segi konsep, kebijakan, subtansi, koordinasi,

maupun fasilitasi. Untuk melengkapi tugas dari Tim Kota Pusaka Daerah

tersebut, maka pada tahun 2013 dilakukan kegiatan fasilitasi inventarisasi aset

pusaka secara menyeluruh untuk 10 kota terpilih salah satunya adalah Kota

Baubau.

Bicara tentang sejarah kerajaan Buton, maka tak lepas dari proses

perkembangan bentukan kota Bau-Bau. Sebagai ibu kota kerajaan Buton, Kota

Bau-Bau menyimpan berbagai pusaka budaya berdasarkan jejak sejarah

maupun alam yang masih terjaga hingga saat ini. Seperti yang telah banyak

diketahui bersama, kota Bau-Bau terkenal dengan karakter alam pesisirnya yang

indah, kekayaan seni budaya yang unik, juga berbagai benda kuno, bangunan,

serta tempat terjadinya peristiwa bersejarah selama masa kerajaan

maupun kesultanan Buton, termasuk benteng terbesar di dunia.

Namun dari berbagai pusaka yang telah teridentifikasi, masih terdapat

kesimpangsiuran informasi akan peristiwa dibalik pusaka negeri Buton.

Kondisi ini membuat pemaknaan akan sejarah negeri Buton menjadi samar.

Melihat fenomena ini, sangatlah penting untuk menggali lebih dalam akan

peristiwa yang terjadi di masa lampau, dan memaknainya menjadi satu

rangkaian peristiwa penting dalam perjalanan panjang negeri Buton.

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan Inventarisasi

Kegiatan inventarisasi aset pusaka Kota Baubau dalam melengkapi

Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) dimaksudkan untuk

mengetahui seluruh aset pusaka yang dimiliki oleh kota Baubau beserta nilai

keunggulan sejagat didalamnya yang dijadikan dasar dalam upaya

dan strategi pengembangan kota pusaka kedepannya.

Adapun tujuan yang menguraikan lebih rinci dari kegiatan ini selain

mengetahui seluruh aset pusaka yang dimiliki oleh kota Baubau beserta nilai

Page 3: Laporan Akhir BAB I_BB OK

3

keunggulan universal di dalamnya yang dijadikan dasar dalam upaya

pengembangan kota pusaka ke depannya juga bertujuan memfasilitasi Tim Kota

Pusaka Kota Baubau agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik

serta mendorong dan meningkatkan kinerja pelaksanaan P3KP dalam rangka

perwujudan pengembangan Kota Pusaka Indonesia 2014 dan Kota Pusaka Dunia

2020.

Kegiatan fasilitasi ini terdiri dari :

• Fasilitasi Kegiatan Pendampingan Tim KP dalam Proses Inventarisasi

• Fasilitasi Pelaksanaan Inventarisasi Aset Pusaka Kota Baubau

• Fasilitasi Penyusunan Program

Sasaran dari kegiatan ini adalah :

1). Terselenggaranya pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota

Pusaka (P3KP) di Kota Baubau;

2). Tersusunnya data base inventarisasi aset pusaka kota dan pada

kawasan prioritas;

3). Tersusunnya peta pusaka skala makro !:25.000 dan skala mikro

1:5.000;

4). Tersedianya dokumen hasil inventarisasi aset pusaka.

Sasaran lain dari kegiatan ini antara lain adanya bantuan teknis dari

konsultan kepada tim P3KP daerah terhadap tugasnya pada tahun anggaran

2013 untuk;

- Menginventarisasi aset pusaka;

- Menyusun peta kawasan pusaka.

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan Inventarisasi

Lingkup Kegiatan Fasilitasi Tim Kota Pusaka Kota Baubau dalam

Kegiatan Inventarisasi Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)

dilakukan melalui beberapa tahapan pelaksanaan yaitu:

1. Persiapan kegiatan

Page 4: Laporan Akhir BAB I_BB OK

4

a. Persiapan tim teknis inventarisasi bersama-sama dengan tim Kota

Pusaka Kota Baubau dengan dukungan supervisi dari ditjen Penataan

Ruang Kemen PU dan fasilitator dari BPPI dalam kegiatan Pelaksanaan

Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka;

b. Perumusan Kerja;

c. Penajaman metodologi.

2. Penyiapan perangkat kegiatan, antara lain:

a. Format pelaporan

b. Format persuratan, seperti: SK Tim Teknis Kota Pusaka, undangan

koordinasi (bila diperlukan), dan lain-lain.

c. Jadwal kerja pelaksanaan proses Kegiatan Inventarisasi Aset

Pusaka Kota Baubau.

3. Melakukan koordinasi dengan pemerintah kota Baubau dan pihak-pihak

terkait dalam rangka persiapan penyusunan peta pusaka makro dan penentuan

alternatif kawasan pusaka prioritas;

4. Penyusunan peta pusaka makro dengan skala 1:25.000 (kedalaman RTRW);

5. Penentuan delineasi kawasan pusaka prioritas (core zone dan buffer zone);

6. Perumusan desain survei, format isian pendataan aset pusaka makro

berbasis GIS dan pendataan detail mikro, serta peta kawasan terpilih

dengan skala 1:5.000 sebagai acuan dalam melakukan survei lapangan;

7. Survei (observasi lapangan) dalam rangka mengumpulkan data primer

terkait aset pusaka alam, budaya ragawi, budaya tak ragawi, dan saujana serta

bekerjasama dengan tim mahasiswa teknik arsitektur Univesitas Haluoleo di

Kota Kendari dan mahasiswa teknik sipil Univesitas Dayanu Ikhsanudin di Kota

Baubau;

8. Penempatan para tenaga ahli di lapangan sesuai bidang yang dibutuhkan

minimal 2 bulan dalam proses survei dan kegiatan inventarisasi aset

pusaka;

9. Melakukan verifikasi data hasil survei dengan melibatkan tim kota pusaka

Page 5: Laporan Akhir BAB I_BB OK

5

daerah bersama arahan tim supervisi dan fasilitator Kota Baubau;

10. Perumusan dan analisis data base aset pusaka yang terintegrasi dengan

peta berbasis GIS berdasarkan hasil survei lapangan;

11. Penyusunan peta pusaka skala mikro 1:5.000 dan buku hasil inventarisasi

aset pusaka;

12. Pembuatan film pendek resolusi tinggi (durasi 5-6 menit) terkait hasil

inventarisasi aset pusaka yang telah dilakukan;

13. Pembahasan laporan progres atau hasil kegiatan sebanyak 3 (tiga) kali

(awal, antara dan akhir); dan

14. Pelaporan Hasil Kegiatan Inventarisasi Aset Pusaka Kota Baubau secara

menyeluruh dalam Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka.

Sementara itu kegiatan inventarisasi aset pusaka Kota Baubau dalam

pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Baubau dilaksanakan

dalam lingkup wilayah Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4. Sistematika Pelaporan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan Inventarisasi

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan Inventarisasi

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan Inventarisasi

1.4. Sistematikan Pelaporan

1.5. Metode dan Pendekatan Kegiatan Inventarisasi

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1. Tinjauan Kebijakan RTRW Kota 2010-2030 terkait Tema

Pusaka Kota Baubau

2.1.1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang

Wilayah Kota

Page 6: Laporan Akhir BAB I_BB OK

6

2.1.2. Rencana Struktur Tata Ruang

2.1.3. Rencana Pola Ruang (Peruntukan Kawasan

Strategis)

2.1.4. Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kota (Aspek

Sosial Budaya)

2.1.5. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota (Indikasi

Program Utama)

2.2. Tinjauan Kebijakan RDTR terkait Tema Pusaka Kota Baubau

2.3. Tinjauan Kebijakan terkait Penataan dan Pelestarian Kota

Pusaka Kota Baubau

Visi dan Misi Pembangunan Kota Baubau

2.4. Renstra Kota Pusaka (Rencana Aksi Kota Pusaka) Kota

Baubau

BAB III PROFIL MAKRO KOTA PUSAKA DAN INVENTARISASI ASET

PUSAKA KOTA BAUBAU

3.1. Sejarah Perkembangan Kota Baubau (Morfologi Kota)

3.2. Kondisi eksisting (Data Geografis) Kota Baubau

(Kondisi fisik, kependudukan, eksosbud, tata guna lahan,

sarana prasarana, dan data kerawanan bencana secara singkat)

3.3. Sebaran Aset Pusaka Makro Kota Pusaka Kota Baubau

3.3.1. Peta Sebaran Aset Pusaka 1:25.000 berbasis GIS

3.3.2. Tabel Inventarisasi Pusaka Makro

(yang dijabarkan lengkap dalam buku dokumen

inventarisasi aset pusaka)

1. Sebaran Aset Pusaka Alam

2. Sebaran Aset Pusaka Budaya Ragawi

3. Sebaran Aset Pusaka Budaya Tak Ragawi

4. Sebaran Aset Pusaka Saujana

Page 7: Laporan Akhir BAB I_BB OK

7

BAB IV USULAN KONSEP STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA PUSAKA

KOTA BAUBAU (CITY WIDE)

4.1. Usulan Konsep Tematik Pengelompokan Kawasan-kawasan

Pusaka

(menampilkan peta tematik skala kota dengan konsep penamaan

untuk pengelompokkan kawasan-kawasan pusaka serta

permasalahan umum kawasan-kawasan pusaka Kota Baubau dan

keterajutannya antara 1 kawasan pusaka dengan kawasan pusaka

lainnya)

4.2. Usulan Konsep Tematik Penataan dan Pengembangan

Kawasan-kawasan Pusaka

4.3. Peran Stake Holder terkait Pengelolaan Kawasan- kawasan

Pusaka

(menampilkan dalam bentuk skema/tabel peran stake

holder/peran kelembagaan pusaka dan ekonomi pusaka)

BAB V PROFIL MIKRO DAN INVENTARISASI ASET PUSAKA KAWASAN

PRIORITAS: KAWASAN BENTENG KERATON WOLIO SEBAGAI

ZONA INTI DAN KAWASAN PERMUKIMAN SEKITARNYA SERTA

PELABUHAN LAMA SEBAGAI ZONA PENYANGGA

5.1. Delineasi dan Kondisi Eksisting Kawasan Prioritas

(berdasarkan FGD dengan Tim KP Baubau)

5.2. Justifikasi Kawasan Prioritas

(kaitkan dengan keunggulan Nilai sejagad/ouv untuk proses

justifikasi)

5.3. Sebaran Aset Pusaka Mikro Kawasan Prioritas

5.3.1. Identifikasi Pusaka Alam

(yang dijabarkan lengkap dalam buku dokumen

inventarisasi aset pusaka)

1. Peta Sebaran/Keragaman Aset Pusaka Alam

Page 8: Laporan Akhir BAB I_BB OK

8

pada Kawasan Prioritas 1:5000

2. Peta Tematik 1:5000

(Peta Fungsi Ruang Terbuka, Alam dan Buatan,

Peta Jalur Aliran Air, Alam dan Buatan dan lainnya

jika ada)

3. Deskripsi Ragam Pusaka Alam (Tabel Mikro

terlampir)

5.3.2. Identifikasi Pusaka Budaya Ragawi

(yang dijabarkan lengkap dalam buku dokumen

inventarisasi aset pusaka)

1. Peta Sebaran/Keragaman Aset Pusaka Budaya

Ragawi pada Kawasan Prioritas 1:5000

2. Peta Tematik 1:5000

(Peta Sebaran Bangunan Pusaka dan Non-Pusaka,

Peta Tipe Bangunan, Peta Ketinggian Bangunan,

Peta Fungsi/Guna Bangunan, Peta Kondisi

Bangunan)

3. Deskripsi Ragam Pusaka Budaya Ragawi (Tabel

Mikro terlampir)

4. Identifikasi Detail pada Struktur Kawasan

(Contoh beberapa Struktur Kawasan berupa

Komponen Arsitektur yang Dominan, Pola

Bangunan dan Lingkungan serta Elemen

Pembentuk Kota)

5. Identifikasi Detail pada Bangunan Tunggal

(Contoh beberapa informasi bangunan yang

signifikan tentang kepemilikan, langgam, ciri

arsitektur, kondisi fisik, dan lainnya)

5.3.3. Identifikasi Pusaka Budaya Tak Ragawi

(yang dijabarkan lengkap dalam buku dokumen

Page 9: Laporan Akhir BAB I_BB OK

9

inventarisasi aset pusaka)

1. Peta Sebaran/Keragaman Aset Pusaka Budaya

Tak Ragawi pada Kawasan Prioritas 1:5000

2. Peta Tematik 1:5000

(Peta Sosial Budaya, Peta Sosial Ekonomi)

3. Identifikasi Detail Sosbud dan Sosek pada Skala

Kawasan (Beberapa contoh program dan kegiatan

sosbud dan sosek yang dominan, kaitkan dengan

tema pusaka)

4. Deskripsi Ragam Pusaka Budaya Tak Ragawi

(Tabel Mikro terlampir)

5.3.4. Identifikasi Pusaka Saujana (jika ada)

(yang dijabarkan lengkap dalam buku dokumen

inventarisasi aset pusaka)

1. Peta Sebaran/Keragaman Aset Pusaka Saujana

pada Kawasan Prioritas 1:5000

2. Deskripsi Ragam Pusaka Saujana (Tabel Mikro

terlampir)

5.4. Analisis Kebutuhan Fisik dan Non Fisik Kawasan Prioritas

(tampilkan dalam peta analisis dan tabel kebutuhan fisik dan Non

fisik untuk melengkapi, masukan kebutuhan galeri Pusaka dan

rencana penempatannya dalam kawasan prioritas)

BAB VI KONSEP PENATAAN DAN PELESTARIAN KAWASAN KOTA LAMA

KESULTANAN BUTON (KAWASAN BENTENG KERATON WOLIO DAN

PELABUHAN LAMA) - BAUBAU

6.1. Isu Strategis

6.1.1. Permasalahan Kawasan Kota Lama Kesultanan Buton

6.1.2. Tantangan Kawasan Kota Lama Kesultanan Buton

6.1.3. Harapan Kawasan Kota Lama Kesultanan Buton

Page 10: Laporan Akhir BAB I_BB OK

10

6.2. Maksud dan Tujuan

6.3. Konsep Penataan Kawasan Kota Lama Kesultanan Buton

6.4. Strategi Penataan Kawasan Kota Lama Kesultanan Buton

6.5. Rencana Kerja Penataan Kawasan Kota Lama Kesultanan

Buton

LAMPIRAN

1.5. Metode dan Pendekatan Kegiatan Inventarisasi

Sesuai dengan pemahaman terhadap KAK di atas, untuk mempermudah

pemahaman dalam pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Aset Pusaka Kota Baubau

dalam Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota

Bau-Bau, maka akan diuraikan dalam dua bahasan mendasar yaitu metodologi

pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan pendekatan yang dilakukan.

1.5.1. Metodologi Kegiatan Inventarisasi

Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji

perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang

diperoleh memenuhi ciri- ciri Ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang

sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat.

Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya

adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang

dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.

Dalam kegiatan Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian

Kota Pusaka (P3KP), perlu disusun langkah-langkah yang tersistematis

agar mendapatkan hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

Metodologi yang digunakan dalam proses kegiatan Inventarisasi

Aset Pusaka dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota

Pusaka(P3KP), tentunya disesuaikan dengan ruang lingkup dan output

yang telah ditetapkan di dalam Kerangka Acuan Kerja.

Page 11: Laporan Akhir BAB I_BB OK

11

A. Tahap Persiapan dan Inventarisasi Data Awal

Tahap persiapan dasar dan inventarisasi data awal kegiatan Inventarisasi

Aset Pusaka dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka(P3KP) Kota

Baubau, merupakan tahap awal kegiatan yang memuat kegiatan-kegiatan

pokok berupa persiapan dan mobilisasi, pengumpulan data awal, kajian awal

data sekunder, serta penyiapan desain/pedoman survei.

1. Persiapan dan Mobilisasi

Persiapan dan mobilisasi pada kegiatan ini meliputi :

a. Pemahaman KAK

Kerangka Acuan Kerja yang menjadi acuan utama dalam

pelaksanaan kegiatan inventarisasi aset pusaka ini, harus dipahami

dengan baik oleh pihak konsultan sehingga seluruh proses pelaksanaan

pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

b. Penyelesaian Administrasi Pekerjaan

c. Persiapan Peralatan dan Personil

Persiapan peralatan dilakukan pada tahap awal, baik peralatan

untuk kepentingan survei lapangan maupun peralatan untuk pekerjaan

studio/kantor.

d. Penyusunan Pendekatan dan Metodologi Studi

Penyusunan pendekatan dan metodologi dijabarkan dalam

bentuk naratif serta bagan alir yang mencakup seluruh tahapan kegiatan

yang akan dilakukan.

e. Penyusunan Detail Rencana Kerja

Penyusunan rencana kerja dilakukan agar rangkaian tahapan

proses pelaksanaan kegiatan inventarisasi ini dapat dilakukan dengan

lebih terarah sesuai dengan maksud, tujuan, dan sasaran kegiatan.

f. Kegiatan Persiapan/Perijinan

Perijinan dilakukan sebagai persiapan awal untuk melakukan

survei ke daerah.

g. Inventarisasi dan Persiapan Perangkat survei

Page 12: Laporan Akhir BAB I_BB OK

12

Persiapan peralatan meliputi peralatan untuk kepentingan survei

lapangan, misalnya alat GPS untuk mendeteksi titik koordinat setiap aset

pusaka yang diinventarisasi.

h. Mobilisasi tim

Kegiatan mobilisasi tim (tenaga ahli) dilakukan pada tahap awal

dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga ahli sesuai dengan yang

diminta (sesuai KAK) dengan kualitas memadai, di samping itu untuk

mempercepat koordinasi antar tenaga ahli, agar tenaga ahli tersebut

mampu berkomunikasi dan bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan

terutama dengan Tim Kota Pusaka Kota Sawahlunto dan arahan supervis

dan fasilitator, hal ini dikarenakan informasi dari setiap tenaga ahli

diperlukan oleh tenaga ahli lainnya dan seluruh tim.

2. Penyiapan Desain/Pedoman Survei

Rencana kerja yang telah dimantapkan berdasarkan penyempurnaan

kerangka pikir pelaksanaan pekerjaan yang telah dibuat, dipakai dasar dalam

penyusunan desain survei. Pada kegiatan perumusan desain survei ini,

sekaligus dipersiapkan alat-alat bantu (tools) yang dipergunakan dalam kegiatan

survei. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan pokok, meliputi :

Penyusunan peta pusaka makro skala 1 : 25.000 (kedalaman RTRW).

Penentuan delineasi kawasan pusaka prioritas (core zone dan buffer

zone).

Perumusan desain survei, format isian pendataan aset pusaka, dan

peta kawasan prioritas dengan skala 1 : 5.000 sebagai acuan dalam

melakukan survei lapangan.

3. Pelaksanaan Survei

Rencana kerja yang telah dimantapkan berdasarkan penyempurnaan

kerangka pikir pelaksanaan pekerjaan yang telah dibuat, dipakai dasar dalam

Page 13: Laporan Akhir BAB I_BB OK

13

pelaksanaan survei. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan pokok,

meliputi:

Pelaksanaan Survei (Observasi Lapangan) dalam rangka

mengumpulkan data primer terkait aset pusaka alam, budaya ragawi,

budaya tak ragawi, dan saujana bekerjasama dengan tim mahasiswa

teknik arsitektur Univesitas Haluoleo di Kota Kendari dan mahasiswa

teknik sipil Univesitas Dayanu Ikhsanudin di Kota Baubau.

Penempatan beberapa tenaga ahli di lokasi lapangan selama 2 bulan

dalam proses kegiatan inventarisasi dan survei lapangan.

Melakukan verifikasi data hasil survei melibatkan tim kota pusaka daerah

dan tim supervisi serta fasilitator

4. Perumusan dan Analisis

Hasil survei yang telah dimantapkan berdasarkan penyempurnaan

kerangka pikir pelaksanaan pekerjaan yang telah dibuat, dipakai dasar dalam

pelaksanaan perumusan dan analisis. Pada tahap ini dilakukan beberapa

kegiatan pokok, meliputi :

Perumusan dan analisis data base aset pusaka Kota Baubau yang

terintegrasi dengan peta berbasis GIS berdasarkan hasil survei lapangan.

Penyusunan peta pusaka skala makro 1:25.000 dan peta skala mikro 1 :

5.000 serta buku deluxe hasil inventarisasi aset pusaka Kota Baubau.

Pembuatan film pendek resolusi tinggi (durasi 5-6 menit) terkait hasil

inventarisasi aset pusaka Kota Baubau yang telah dilakukan.

Page 14: Laporan Akhir BAB I_BB OK

14

B. Diagram Metodologi Kegiatan Inventarisasi Aset Pusaka Kota Baubau

Dalam diagram metodologi kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Kota

Baubau, laporan tim inventarisasi ini sudah mencapai tahapan III yang sudah

melewati tahapan survei dan inventarisasi serta beberapa hasil analisis yang

menghasilkan Usulan Konsep Pengembangan Strategi Kota Pusaka Kota Baubau

dengan Kawasan Prioritas: Kawasan Benteng Keraton Wolio sebagai zona inti dan

Kawasan Permukiman sekitarnya serta Pelabuhan Lama sebagai zona penyangga.

Selanjutnya hasil-hasil ini akan didiskusikan bersama Tim Kota Pusaka Baubau,

Supervisi dan Fasilitator guna memfinalisasi output hasil akhir.

1.5.2. Pendekatan Kegiatan Inventarisasi

Dalam melaksanakan kegiatan Inventarisasi Aset Pusaka Kota

Baubau dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) ini

pendekatan yang digunakan diantaranya adalah:

1. Pendekatan Aspiratif dan Partisipatif

Pengertian aspiratif: dalam proses dan tahapan perencanaan

kegiatan dari awal sampai akhir, masukan, ide, gagasan dan pendapat

seluruh komponen dan pelaku menunjang perwujudan hasil inventarisasi

aset pusaka Kota Baubau yang diharapkan bersama.

Pengertian partisipatif: konsekuensi dari pendekatan

perencanaan yang aspiratif, dalam proses dan tahapan perencanaan dari

awal sampai akhir akan melibatkan partisipasi pelaku kegiatan dalam

Page 15: Laporan Akhir BAB I_BB OK

15

pelaksanaan survei, perumusan ide dan gagasan rencana yang

mendukung analisis dan rencana, memberi masukan dalam finalisasi

rencana dan berpartisipasi dalam perwujudan rencana itu sendiri.

Model perencanaan yang partisipatif dan aspiratif umumnya

diwujudkan dalam bentuk perencanaan yang melibatkan peran serta

masyarakat. Di Indonesia konsep peran serta masyarakat mulai muncul

pada UU No. 26 Tahun 2007 khususnya pasal

4 ayat 2 yang menyatakan bahwa ‘Setiap orang dapat mengajukan

usul, memberi saran, atau mengajukan keberatan kepada pemerintah

dalam rangka penataan ruang’.

Kota Baubau memiliki karakter kental dengan budaya masyarakat

lokal dan adat istiadat Kesultanan Buton yang masih melekat, oleh

karena itu setiap tahapan proses kegiatan benar-benar penting untuk

melibatkan unsur masyarakat lokal ini agar dihasilkan dokumen yang

sarat akan pola tradisi yang masih bertahan.

Secara teori terdapat beberapa model pemberdayaan atau peran

serta masyarakat, yaitu diantaranya:

Peran serta sebagai penelitian pasar, yaitu berkonsentrasi pada

survei-survei dan pengumpulan pendapat karena kita

menganggap masyarakat sebagai konsumen/pelanggan;

Peran serta sebagai pembuat keputusan, yaitu dengan

memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk ikut

membentuk badan-badan pengambil keputusan dan bahkan

mungkin menyerahkan pengambilan keputusan kepada

masyarakat;

Peran serta sebagai pemecah oposisi yang terorganisir (partisipasi

retorik) yaitu dengan memasukkan pemimpin-pemimpin golongan

radikal yang cenderung beroposisi sebagai anggota komisi yang

kemudian menurunkan kredibilitas mereka dalam pandangan

Page 16: Laporan Akhir BAB I_BB OK

16

pendukung-pendukungnya;

Peran serta sebagai terapi sosial (social therapy) dengan

melibatkan masyarakat tidak terlalu banyak pada penentuan apa

yang harus disediakan, akan tetapi lebih pada proses penyediaan

nyata dari pelayanan itu sendiri (semacam aktivitas kerja

bakti/gotong royong);

Peran serta sebagai grass-root radicalism, yaitu sebagai ekspresi

puncak dengan mengorganisi kaum miskin untuk melawan

struktur kekuasaan dengan cara apapun yang dianggap tepat

dengan situasi dan kondisi yang ada, misalnya dengan

demonstrasi, pemogokan dan sebagainya;

Peran serta sebagai partaking in benefits yaitu dengan

memusatkan usaha untuk memperluas hubungan masyarakat

melalui brosur, selebaran dan forum penerangan langsung

kepada masyarakat untuk menjelaskan apa yang sedang

dikerjakan dan mengapa hal itu baik untuk mereka. Dengan

demikian peran serta masyarakat dalam berbagaI kegiatan dan

pembangunan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai atau budaya

dan sikap- sikap perencanaan yang dominan di daerah yang

bersangkutan.

Dan pelibatan peran serta masyarakat Kota Baubau dalam

kegiatan inventarisasi ini sangat tepat jika dimasukkan dalam

kategori diatas.

Peran serta masyarakat mempunyai tahapan perilaku sebagai berikut:

Kognitif, masyarakat mengetahui secara baik dan benar tentang

kegiatan inventarisasi aset pusaka Kota Baubau ini serta peran

yang dapat dilakukan olehnya;

Afektif, masyarakat termotifasi dan timbul keinginan untuk

terlibat dan berperan serta dalam kegiatan inventarisasi aset

Page 17: Laporan Akhir BAB I_BB OK

17

pusaka ini sesuai dengan alternatif peran yang dimungkinkan dan

kemampuannya;

Konasi, masyarakat telah terbiasa dan melakukan peran sertanya

dalam kegiatan inventarisasi aset pusaka ini yang secara aktif

menjadi bagian dalam kehidupannya.

2. Pendekatan Kebijakan Pengembangan Investasi

Dalam kebijakan pengembangan investasi sangat penting bagi

pengembangan ekonomi suatu wilayah. Dengan masuknya investasi,

kegiatan produksi akan semakin membesar dan menimbulkan

permintaan turunan terhadap berbagai produk lainnya yang secara

bertahap akan menimbulkan aktivitas ekonomi yang semakin membesar.

Konsep pengembangan investasi di wilayah dapat dilakukan oleh

pemerintah, BUMN dan menggandeng pihak investor swasta baik dalam

maupun luar negeri dengan melakukan pemetaan pembagian bidang-

bidang investasi antara pihak pemerintah dan pihak swasta. Bidang

investasi yang dapat ditawarkan kepada pihak swasta adalah bidang –

bidang yang menarik sektor swasta misalnya:

Investasi pengolahan sektor unggulan

Investasi pengembangan sektor pariwisata

Dalam proses inventarisasi aset pusaka Kota Baubau, pada saat

kita melakukan analisis yang akan menghasilkan usulan konsep strategi

pengembangan maka kita dapat melakukannya dengan menggunakan

pendekatan ini. Kota Baubau sendiri memilki potensi yang sangat bagus

dan bisa dikatakan hampir semua aset pusaka yang ada termasuk

alamnya masih utuh, murni dan belum tersentuh oleh sebuah

pengelolaan yang baik. Walaupun peran masyarakat lokal dapat kita lihat

mengelola secara pribadi aset per aset pusaka, termasuk bagaimana

keluarga dan keturunan kesultanan masih memegang aset-aset pusaka

Page 18: Laporan Akhir BAB I_BB OK

18

penting Buton ini, namun tetap dibutuhkan suatu pengelolaan yang

komprehensif dan terkoordinir dengan baik termasuk didalamnya

melibatkan peran para investor (yang belum terlihat secara nyata di kota

ini) yang memiliki pemahaman akan pelestarian pusaka yang baik.

3. Pendekatan Kebijakan Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan

upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi

kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu

wilayah (Dodi,2002). Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk

mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan geografis secara

terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Penerapan konsep pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan

potensi, permasalahan dan kondisi nyata wilayah bersangkutan.

Pengembangan wilayah berorientasi pada isu-isu dan

permasalahan pokok wilayah yang saling berkaitan dan pengembangan

wilayah tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral

secara terintegrasi.

Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai

kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang

dan sumber daya yang ada dapat optimal mendukung peningkatan

kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran program

pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya tingkat

kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan

lingkungan yang berkelanjutan.

Secara khusus perencanaan tata ruang mempunyai tiga tujuan.

Pertama, meningkatkan efisiensi penggunaan ruang sesuai daya

dukungnya. Kedua, memberikan kesempatan kepada masing-masing

sektor untuk berpartisipasi dan berkembang secara maksimal tanpa

Page 19: Laporan Akhir BAB I_BB OK

19

adanya konflik. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara

merata (BPPT,1999).

Dengan demikian didalam proses inventarisasi aset pusaka Kota

Baubau ini, pada saat kita melakukan analisis yang akan menghasilkan

usulan konsep strategi pengembangan maka kitapun membutuhkan

pendekatan kebijakan pengembangan wilayah, dengan demikian Kota

Baubau dapat memiliki konsep-konsep pengembangan kawasan-kawasan

pusaka yang saling terajut dan bersinergi membentuk konsep citra dan

pemaknaan terhadap Kota Baubau sebagai Kota Pusaka Indonesia.

4. Pendekatan Kebijakan Prioritas

Dalam pelaksanaan suatu pembangunan yang terbatas sumber

dayanya, maka sulit untuk melakukan semua yang direncanakan secara

bersama-sama dengan besaran nilai sesuai kebutuhannya. Karena

keterbatasan sumber daya yang ada (baik dana, sumber daya manusia,

waktu, dan sumber daya input lainnya), maka dalam pelaksanaan

kegiatan inventarisasi aset pusaka Kota Baubau dan dalam melakukan

pendetailan analisis untuk inventarisasi aset pusaka dari beberapa

kawasan pusaka yang ada, dilakukan secara gradual pemilihan kawasan

pusaka yang memiliki nilai prioritas yang paling tinggi melalui pendekatan

ini. Prioritas ini dapat ditentukan berdasarkan beberapa kriteria dan

diturunkan dari aspek-aspek yang berpengaruh pada analisis nilai sejagad

pada kawasan pusaka tersebut serta beberapa potensi dan kesiapan

untuk proses selanjutnya dalam tahapan pengembangan dan pengelolaan

pusaka secara berkelanjutan.