49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik perbanyakan tanaman secara in vitro melalui metode kultur jaringan telah lama berkembang. Di Indonesia, teknik ini telah dikenal sejak tahun 80-an. Berbagai tanaman telah dikembangbiakkan secara in vitro, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, tanaman hias, tanaman obat serta tanaman pangan. Perbanyakan tanaman secara in vitro ini dianggap sangat membantu dalam menghasilkan tanaman baru, karena teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : teknik kultur jaringan akan mampu menghasilkan anakan dalam jumlah sangat banyak, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama petani dalam pemenuhan kebutuhan bibit tanaman, waktu yang dibutuhkan dalam perbanyakan tergolong singkat dengan hasil yang banyak jika dibandingkan dengan perbanyakan secara vegetative biasa dilakukan sehari-hari, tanaman anakan yang dihasilkan juga identik dengan tanaman induk, meskipun bagian tanaman yang digunakan dalam perbanyakan sangat kecil dan perbanyakan tanaman yang dilakukan secara in vitro dapat menjadi alternative apabila suatu tanaman tidak dapat diperbanyak dengan cara vegetative biasa. Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Tidak heran jika berbicara masalah teknologi yang menunjang dalam perkembangan Kultur Jaringan, karna Indonesia sangat jauh ketinggalan dari bangsa-bangsa lain ketika Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 1

laporan akhir kultur jaringan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kultur jaringan lengkap

Citation preview

Page 1: laporan akhir kultur jaringan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknik perbanyakan tanaman secara in vitro melalui metode kultur jaringan telah lama

berkembang. Di Indonesia, teknik ini telah dikenal sejak tahun 80-an. Berbagai tanaman telah

dikembangbiakkan secara in vitro, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, tanaman hias, tanaman

obat serta tanaman pangan.

Perbanyakan tanaman secara in vitro ini dianggap sangat membantu dalam menghasilkan

tanaman baru, karena teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : teknik kultur jaringan

akan mampu menghasilkan anakan dalam jumlah sangat banyak, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat terutama petani dalam pemenuhan kebutuhan bibit tanaman, waktu yang

dibutuhkan dalam perbanyakan tergolong singkat dengan hasil yang banyak jika dibandingkan

dengan perbanyakan secara vegetative biasa dilakukan sehari-hari, tanaman anakan yang dihasilkan

juga identik dengan tanaman induk, meskipun bagian tanaman yang digunakan dalam perbanyakan

sangat kecil dan perbanyakan tanaman yang dilakukan secara in vitro dapat menjadi alternative

apabila suatu tanaman tidak dapat diperbanyak dengan cara vegetative biasa.

Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan

jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Tidak heran jika berbicara masalah

teknologi yang menunjang dalam perkembangan Kultur Jaringan, karna Indonesia sangat jauh

ketinggalan dari bangsa-bangsa lain ketika berbicara masalah teknologi. Kesenjangan teknologi, baik

dilihat dari segi akademis, lembaga penelitian, dan juga public yang menjadi subjek dalam praktek

kultur jaringan.

Salah satu penyebab lambatnya perkembangan teknologi yang menunjang praktek kultur

jaringan ini adalah persepsi yang mengatakan bahwa modal dasar memulai usaha kultur jaringan

sangatlah mahal. Sehingga sebagian masyarakat di Indonesia menganggap bahwa teknik kultur

jaringan hanya cocok bagi perusahaan saja.

1.2 Tujuan Pratikum

1. Mengetahui alat-alat yang ada dilaboratorium dan mengetahui fungsinya masing-masing

2. Mengetahui sterilisasi alat dan bahan

3. mengetahui bagaimana cara pembuatan media biakan yaitu VW dan MS

4. Mengetahui bagaimana sterilisasi ekplan, pada kultur pisang dan karet

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 1

Page 2: laporan akhir kultur jaringan

5. Mengetahui cara kultur anggrek

6. Mengetahui cara kultur Biji karet

7. Mengetahui cara kultur pisang

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 2

Page 3: laporan akhir kultur jaringan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kultur Anggrek

1.1 Perbanyakan Anggrek Secara in Vitro

Teknik kultur jaringan pada anggrek sampai saat ini memang belum biasa

dilaksanakan oleh para petani tradisional, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman

memerlukan keterampilan khusus dan dilatar belakan gi den gan ilmu pengetahuan dasar

tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan

demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu,

pelaksanaan perb anyakan in vitro anggrek mutlak memerlukan laboratorium khusus,

walaupun dapat di usahakan secara sederhana, namun tetap memerlukan peralatan yang

memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara aseptik. Karena

semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hatri-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran

yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perban yakan tanaman anggrek secara in vitro ini juga

sangat mahal, kecuali bisa meramu medium sendiri (Nadia. 2008).

A. Taksonomi dan Morfologi Anggrek Dendrobium

Anggrek yang merupakan tanaman dari keluarga Orchidaceae banyak terdapat di

Indonesia. Sekitar 20.000-30.000 jenis dari 700 genus yang berbeda, kurang lebih 5.000

diantaranya berada di hutan-hutan Indonesia. (Widiastoety, 2003)

Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan menurut Sutiyoso

dan Sarwono(2002) sebagai berikut :

Kingdom : Planthae (dunia tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji tunggal)

Ordo : Orchidales (bangsa anggrek-anggrekan)

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 3

Page 4: laporan akhir kultur jaringan

Family : Orchidaceae (keluarga anggrek-anggrekan)

Genus : Dendrobium

Spesies : D. bifale, D. macrophyllum, D. affine,

D. phalaenopsis

Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe

simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki

batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan

anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium

memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi

batangnya. Pada umumnya, anggrek tipe simpodial bersifat epifit.

Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek yag dicirikan oleh adanya titik tumbuh

di ujung batang, pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang

diatara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodil adalah Vanda dan Phalaenopsis

(Widiastoety, 2003).

Seperti tanaman lainnya, anggrek mempunyai bagian-bagian seperti akar, batang, daun,

bunga dan buah.

1. Akar

Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah.

Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan

tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna

hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan coklat dan kering.

2. Batang

Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging

seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudoblub).

Berdasarkan pertumbuhannya batang anggrek dibedakan menjadi:

a. Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan ujung batang

terbatas. Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan yang tumbuh di

sampingnya. Contoh anggrek tipe ini adalah Cattleya, Oncidium, dan Dendrobium.

b. Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas.

Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan keluar di antara 2

ketiak daun. Contohnya Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 4

Page 5: laporan akhir kultur jaringan

3. Daun

Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada yang

berbentuk agak bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari tipis sampai

bedaging, rata dan kaku. Daun anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang.

Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun memanjang, ujungnya berbelah, tulang daun sejajar

dengan tepi daun hingga ke ujung daun.

4. Bunga

Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlakuntum pada satu karangan

bunga terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki lima bagian utama

yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stemen (benang sari), pistil (putik), dan

ovari (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal

5. Buah

Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak

dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki

endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari

luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety, 2003).

Perbanyakan tanaman anggrek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perbanyakan

dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan dalam

skala penelitian atau percobaan yang bertujuan untuk menghasilkan turunan baru melalui

persilangan (hibridasi). Persilangan bertujuan untuk mengkombinasikan dua sifat atau

lebih yang baik dari kedua tanaman induk yang disilangkan. Sedangkan perbanyakan

secara vegetatif memiliki keuntungan yaitu dapat diperoleh turunan atau generasi baru yang

mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang sama seperti induknya. Disamping itu

perbanyakan tersebut juga bertujuan untuk menyeleksi tanaman unggul yang terdapat

diantara populasi, memperoleh keseragaman tanaman karena komersial dan memperbanyak

tanaman yang mempunyai sifat biologis spesifik (khas) (Rukmana, 2000).

B. Lokasi dan Syarat Tumbuh Anggrek

Tanaman anggrek tersebar luas dari daerah tropis sampai daerah subtropis. Anggrek akan

tumbuh sehat dan berbunga teratur jika persyaratan dan kebutuhan hidupnya terpenuhi

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 5

Page 6: laporan akhir kultur jaringan

dengan baik. Persyaratan kebutuhan hidup anggrek antara lain ketinggian tempat, cahaya

matahari, air siraman, media tanam dan tempat tumbuh, serta perawatan yang sesuai.

1. Ketinggian tempat

Umumnya anggrek tumbuh baik di daerah tropis. Meskipun demikian, ketingian tempat

ikut menentukan pertumbuhanya. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, anggrek dibagi

menjadi tiga golongan yaitu anggrek yang tumbuh baik di dataran tinggi, dataran sedang, dan

dataran rendah. Menurut Pranata (2005), anggrek yang tumbuh baik di dataran sedang

contohnya antara lain Dendrobium, Cattleya, Phalaenopsis, dan Oncidium. Dataran sedang

mempunyai ketingian antara 500-1000 m dpl dengan suhu pada siang hari 29-32o C dan pada

malam hari 19-21o C.

2. Kebutuhan cahaya

Pada umumnya kebutuhan cahaya anggrek Dendrobium sekitar 35- 65%. Namun

Dendrobium phalaenopsis yang tergolong anggrek litofit atau anggrek yang tumbuh pada

batu-batuan, dapat tahan terhadap cahaya matahari penuh (100%). Sedangkan Dendrobium

yang tergolong anggrek epifit, kebutuhan intensitas cahaya hanya sekitar 50-60%.

3. Sirkulasi udara

Anggrek membutuhkan sirkulasi udara yang lembut dan terusmenerus jika sirkulasi udara

tidak ada atau tidak lancar, anggrek akan mudah diserang penyakit terutama yang disebabkan

oleh cendawan dan bakteri. Begitu pula jika sirkulasi udara terlalu kencang, akan

menyebabkan anggrek mengalami dehidrasi.

4.Kelembaban udara

Semua jenis anggrek memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Di alam aslinya

anggrek mengambil sebagian kebutuhan airnya melalui udara, baik lewat akar maupun mulut

daun. Pada umumnya tanaman anggrek membutuhkan kelembaban udara pada siang hari

berkisar antara

50-80% dan pada musim berbunga sekitar 50-60%.

5. Kebutuhan air

Tanaman anggrek akan tumbuh dengan baik jika kebutuhan airnya tercukupi. Sehingga

dalam frekuensi dan banyaknya penyiraman sangat tergantung pada cuaca (suhu, angin, dan

cahaya), jenis, ukuran tanaman, serta keadaan lingkungan tanaman. Penyiraman yang

berlebihan akan menyebabkan penyakit kebusukan yang disebabkan oleh bakteri atau

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 6

Page 7: laporan akhir kultur jaringan

cendawan. Sedangkan kekeringan yang berkepanjangan akan menimbulkan dehidrasi

(kekurangan air) yang ditandai dengan pseudoblub (umbi semu) yang berubah menjadi

keriput (Sutiyoso dan Sarwono, 2002).

1.2 Pengaruh Media in Vitro Anggrek

Dalam melakukan kultur in vitro anggrek, media yang digunakan biasanya adalah

media VW, kemudian dari media dasar tersebut ditambahkan beberapa perlakuan seperti

penambahan hormon ataupun pupuk cair. Selain dengan media VW tang umumnya

digunakan, kultur anggrek juga bisa dilakukan dengan media MS. Menurut Te-Chato (2009),

dalam kultur anggrek di mana eksplan yang diambil dari tunas anggrek, dapat diberi

perlakuan paclobutrazol (pbz) . PBZ yang merupakan hormon penghambat tumbuh, ternyata

malah dapat merangsang keluarn ya anakan pada buku-buku, dan keluarnya tunas bunga pada

anggrek apabila dicampur pada media MS dan penambahan sukrosa 3 %.

1.3 Manfaat Kultur Anggrek

Media tanam adalah senyawa-senyawa anorganik maupun senyawa-senyawa organik

yang dipergunakan untuk pertumbuhan eksplan dan plantlet (Soeryowinoto dan Moeso 1977).

Media kultur jaringan anggrek paling terkenal dan telah menjadi media dasar kloning

anggrek adalah media Vacin and Went (media VW). Media yang diformulasikan dan

diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan

mikro dalam bentuk garam-garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan

tanaman khususnya anggrek. Komposisi dan cara membuat media ini seolah telah dan harus

menjadi keahlian dasar para praktisi kultur jaringan anggrek. Sehingga demikian, banyak

penelitian yang mempelajari pengaruh pemberian ”unsur tambahan” ke dalam media VW

terhadap pertumbuhan bahan tanaman (plantlet). Sehingga saat ini, salah satu media kultur

jaringan anggrek yang umum digunakan adalah media Vacin and Went ditambah 1) bahan

organik kompleks (seperti air kelapa dan pisang) dan 2) sumber energi, yaitu karbohidrat

sederhana (seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa). Selain itu, untuk media padat ditambahkan

agar-agar dan charcoal (arang aktif) (Gunawan, 1990).

Tabel 2. Komposisi Media Vacin and Went

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 7

Page 8: laporan akhir kultur jaringan

Bahan-bahan Jumlah per

liter media

Stok per 100 ml

(untuk 10 l

media)

Keterangan

Ca3(PO4)2

KNO3

KH2PO4

(NH4)2SO4

MnSO4.2H2O

MgSO4.7H2O

Fe EDTA

Sukrosa/gula

Agar

Air kelapa

Aquadest

0,20 g

0,525 g

0,25 g

0,50 g

0,0075 g

0,25 g

0,028 g

20,0 g

8 g

150 ml

±850 ml

2 g+

5,25 g*

2,5 g*

5 g*

0,075 g*

2,5 g*

0,28 g+

*) dicampur kemudian

dilarutkan dengan aquadest

hingga 100 ml. Volume

stok yang digunakan untuk

1 l media adalah 10 ml.

+) Ca3(PO4)2 dilarutkan

dahulu dengan HCl 1 N

beberapa tetes, Fe EDTA

dilarutkan dengan NaOH 1

N beberapa tetes. Masing-

masing dilarutkan dengan

aquades hingga 100 ml.

Volume stok yg digunakan

untuk 1 l media adalah 10

ml.

Sumber : Gunawan (1990) dan Imelda (1995)

Medium VW mengandung unsur hara makro yang meliputi C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan

Mg, serta unsur mikro meliputi Fe dan Mn yang semuanya dalam bentuk garam (Vacin dan Went

1949). Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut merupakan bahan dasar penyusun protein,

asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan

respirasi, serta berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel. Hal ini dibuktikan dengan

meningkatnya tinggi planlet (Widiastoety, 2010).

Di dalam kultur in vitro senantiasa diupayakan untuk menemukan konstituen penyusun

medium semurni mungkin dan mengindari penggnuan ekstrak-ekstrak alami yang masih mentah.

Produk-produk, seperti pepton, ekstrak ragi dan ekstrak malat belum banyak digunakan. Ditinjau

dari sudut pandang ilmiah, penggunaan ekstrak-ekstrak alami masih dapat dianjurkan, dan

kehadiran senyawa-senyawa tersebut didak dapat diabaikan begitu saja apabila ternyata

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 8

Page 9: laporan akhir kultur jaringan

senyawa-senyawa murni tidak dapat memenuhi apa yang didapatkan. Jus buah pun merupakan

suplemen organik penting (Zulkarnain, 2009).

Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan oleh media tanam. Campuran media yang

satu belum tentu cocok untuk semua jenis tanaman. Menurut Dixon (1985) komposisi media

untuk pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan dapat dikelompokkan menjadi 6

kelompok.

1.      Unsur hara makro

Unsur hara makro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah banyak. Yang temasuk

unsur hara makro adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium

(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Hardjowigeno, 1995).

2.      Unsur hara mikro

Unsur hara mikro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi

meskipun diper lukan dalam jumlah sedikit, tanpa salah satu unsur hara mikro sama sekali maka

pertumbuhan tanaman akan terganggu. Yang termasuk un sur hara mikro yaitu besi (Fe), mangan

(Mn), boron (B), molibde num (Mo), tembaga (Cu), seng (Zn), khlor (Cl), dan kobal (Co)

(Hardjowigeno, 1995).

3.      Chelating agent

Derajat keasaman (pH) media yang cocok untuk pertumbuhan anggrek dalam media

Vacin and Went berkisar antara 4,8 – 5,0. Untuk menghindari ketidak stabilan pH dibutuhkan

chelating agent misalnya ferri tartrat (Fe EDTA) (Soeryowi noto dan Moeso, 1977). Unsur yang

dapat membentuk chelate adalah besi (Fe), mangan (Mn), Zn, Cu (Hardjowigeno, 1995). Dengan

adanya chelating agent ini maka ferri dapat tetap mudah larut meskipun pH media tinggi.

1.4 Variasi pada penambahan media VW

Variasi pada penambahan media VW + Air kelapa Air kelapa saat ini telah menjadi

bahan tambahan tetap media VW di dunia kultur jaringan anggrek Indonesia. Menurut

Widiastoety et al., (1997), dalam penggunaannya, jenis kelapa tidak memberikan efek yang

berbeda terutama antara kelapa varietas genjah kuning dan varietas genjah hijau. Apa yang perlu

diperhatikan adalah tingkat ketuaan buah kelapa.

Widiastoety et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan air kelapa umur muda dan

umur sedang sebanyak 150 ml/L media dapat mendorong pertumbuhan tinggi, panjang dan lebar

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 9

Page 10: laporan akhir kultur jaringan

daun serta panjang dan jumlah akar plantlet anggrek Dendrobium, sedangkan pemberian kelapa

tua tidak memberikan efek yang berbeda dengan media tanpa air kelapa. Air kelapa baik

digunakan pada media kultur jaringan karena mengandung zat atau bahan-bahan seperti vitamin,

mineral, asam-asam amino, dan asam nukleat fosfor serta zat tumbuh auksin dan asam giberelat

yang berfungsi sebagai penstimulir proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan respirasi

(Tuleckle et al., 1961 didalam Widiastoety et al., 1997).

Selain itu, air kelapa juga mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh

sitokinin) yang mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel,

terutama dalam hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar (Hess, 1975 didalam

Widiastoety et al., 1997). Selain itu, air kelapa juga mengandung karbohidrat yang merupakan

bahan dasar untuk menghasilkan energi dalam proses respirasi dan bahan pembentukan sel-sel

baru.

Penggunaan air kelapa tua kurang berdampak positif karena kandungan zat hara dalam air

kelapa tersebut telah tidak mencukupi lagi bagi kebutuhan tanaman. Dalam hal ini, unsur-unsur

hara tersebut telah digunakan untuk pembentukan daging buah air kelapa (Widiastoety et al.,

1997). Sama dengan manusia, sumber energi utama tanaman adalah karbohidrat. Karena

pentingnya peran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman tersebut, maka ke dalam media kultur

jaringan anggrek ditambakan pula sumber karbohidrat sederhana, seperti sukrosa, glukosa dan

fruktosa.

2. KULTUR BIJI KARET

2.1 Perbanyakan Karet Secara in Vitro

Teknik kultur jaringan pada karet jarang sekali dilakukan di petani maupun perusahan ,

karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan

dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi

tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Tanaman karet susah dikulturkan karena botol yang

terlalu kecil dan pertumbuhan karet cepat. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk

diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan perb anyakan in vitro

anggrek mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara

sederhana, namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani

akan merasa enggan bekerja secara aseptik. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 10

Page 11: laporan akhir kultur jaringan

secara hatri-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan

perban yakan tanaman karet secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali bisa meramu

medium sendiri (Nadia. 2008).

Menurut Cahyono (2010), klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Karet

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell. Arg.

2. Morfologi Tanaman 

1. Akar

  Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini

mampu menampang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. 

2. Batang 

  Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.

Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan

memiliki perimbangan yang tinggi di atas. Di bebrapa perkebunan karet ada kecondongan

arah tumbuh tanamannya agak miring ke utara. Batang ini mengandung getah yang

dikenal dengan nama Lateks.

3. Daun 

Daun karet berwarna hijau apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau

merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal” kerontokan daun pada setiap musim

kemarau. Dimusim rontok ini kebun karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah

warna dan jatuh berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai daun.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 11

Page 12: laporan akhir kultur jaringan

Panjang tangkai daun berukuran 3-20 cm. Panjang tangkai arakan daun antara 3-10

cm,dan pada ujungnya terdapat kelenjar anak daun disebut eliptis, memanjang dengan

ujung meruncing. Tepinya serta dan gundul tidak terjun. 

4. Bunga 

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam mali

payung tambahan yang jarang, pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya

terdapat lima tajuk yang sempit, panjang tenda bunga 4-8 mm, bunga betina berambut vil,

ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan yang mengandung bakal buah yang beruang

tinggi. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah.

Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersususun menjadi satu liang. Kepala

sari terbagi dalam dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujungnya

adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna. 

5. Buah 

 Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-nasing ruangan

berbentuk wilayah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang.

Garis tengah buah 3-5 cm. Apabila buah sudah masak maka akan pecah dengan

sendirinya. Pecahannya terjadi dengan kuat menurut ruang-ruangnya. Pecahan biji ini

berhubungan dengan pengembang biakan tanaman karet secara alami, biji yang terlontar

kadang-kadang sampai jatuh, maka akan tumbuh dalam lingkungan yang medukung. 

6. Biji

 Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga kadang

sampai enam sesuai dengan jumalah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.

Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpoin yang khas. Biji yang sering

menjadi mainan anak-anak sebenarnya berbahaya karena mengandung racun. 

3. Syarat Tumbuh dan Sistem Budidaya 

3.1 Syarat Tumbuh 

Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di daerah yang memiliki ketinggian antara

0-400 m dari permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45o. Jika ditanam di daerah

yang memiliki ketinggian diatas 400 m maka pertumbuhannya akan lamban. Apalagi jika

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 12

Page 13: laporan akhir kultur jaringan

tumbuh diketinggian 600 m dari permukaan laut dan tanahnya mulai kritis, maka hasil

yang diperoleh sangat rendah dan mudah terjangkit penyakit walaupun dirawat dengan

baik. Walaupun tanaman ini ditanam pada ketinggian antara 0-400 m dari permukaan laut

kalau tanahnya bekas perswahan atau selalu tergenag air maka pertumbuhannya keurang

memuaskan. Dianjurkan jangan menanam keret di daerah bekas hutan. Tanah bekas kebun

karet dan bekas ditumbuhi alang-alang akan lebih baik asalkan penjalaran akar tidak

terhalang. Oleh karena itu bila diperoleh lapisan cadas atau batu saat penanaman

sebaiknya lapisan itu disingkirkan atau dihancurkan. Tanaman karet ini menghendaki

daerah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun

yang terbaik antara 2500-4000 mm dengan 100-150 hujan. a. Curah Hujan Curah hujan

tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman keret tidak kurang dari 2000 mm.

Optimalnya antara 2500-4000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan.

Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya mempunyai produksi

(Djoehana Setiyamidjoyo, 2000). b. Ketinggian Tempat Tanaman karet tumbuh optimal di

daerah dataran rendah yakni pada ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Maki

tinggi letak tempat pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian

lebih dari 600 m dari pernukaan laut tidak cocok bagi tanaman karet (Djoehana

Setiyamidjoyo, 2000). c. Suhu Untuk pertumbuhan karet yang lebih, memerlukan suhu

antara 25-30oC dengan suhu optimal rata-rata 28oC. d. Angin Angin juga mempengaruhi

pertumbuhan karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat

mengakibatkan tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap

angin kencang. e. Tanah Tanaman karet dapat tumbuh pada bagian jenis tanah baik pada

tanah-tanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, alluvial bahkan tanah gembur. Tanah

vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisik yang cukup baik, terutama dari segi struktur,

tekstur,solum, kedalaman air tanah, aerase dan draenasenya. Akan tetapi sifat-sifat

kimianya umumnya kurang baik. Pembuatan saluran draenase akan menolong keadaan

tanah tersebut. Reaksi tanah yang umumnya ditanami karet mempunyai PH antara 3,0

sampai 8,0. PH tanah dibawah 3,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat.

Menurut Setiyamidjoyo (2000) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet sebagai

beikut: - Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan -

Aerase dan Draenasenya baik - Remah, poros dan dapat menahan air - Tekstur terdiri atas

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 13

Page 14: laporan akhir kultur jaringan

35% liat dan 30% pasir - Tidak bergambut dan jika ada tidak lebih dari 20 cm -

Kandungan unsure hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsure mikro - PH 3,0-8,0 

3. Kultur Jaringan Pisang

3.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang

Klasifikasi tanaman pisang menurut Jumari dan Pudjorianto (2000) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Scitaminae

Famili : Musaceae

Subfamili : Muscoidae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca LinnJenis pisang dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak

yaitu M. paradisiaca var Sapientum.Misalnya pisang Ambon, Susu, Raja, Cavendish, Barangan

dan Mas, 2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typical

atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok, 3)Pisang

berbiji yaitu M. brachycarpa. Misalnya pisang batu dan klutuk, dan 4) Pisang yang diambil

seratnya misalnya pisang Manila (Abaca) (Pujaratno, 2010). Tanaman pisang diduga berasal dari

Asia Selatan dan Asia Tenggara. Hingga saat ini, budidaya tanaman pisang tersebar luas hingga

107 negara beriklim tropis. Pusat keragaman pisang (Musa paradisiaca) berada di daerah Asia

Tenggara, Papua, dan Australia Tropika (Mudzakir, 2009).

Sunarjono (2002) dalam Nisa dan Rodinah (2005), mengungkapkan kelompok pisang

yang terkenal ialah yang mempunyai susunan gen tripel (AAB dan AAA), bersifat triploid, dan

tidak berbiji (partenokarpi) (Sunarjono, 2002). Huruf besar “A” dan “B” masing-masing

menggambarkan banyaknya genom (kelompok kromosom) yang berasal dari nenek moyang

pisang diploid Musa acuminata dan Musa balbisiana. Pisang kepok mengandung genom BBB,

pisang mauli mengandung genom AA dan pisang raja mengandung genom AAB. Beberapa

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 14

Page 15: laporan akhir kultur jaringan

jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. ×paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi

yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun

menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika

matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau bahkan hampir

hitam (http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang, 2012).

Pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang tersusun atas

batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun scara rapat dan

teratur. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk

lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman

pisang (Budiman, 2009).

Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral secara spiral. Daun

pelindung berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok dengan panjang 10—25 cm. Bunga

tersusun dalam dua baris melintang. Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi dan

panjangnya 6—7 cm. Setelah bunga keluar akan terbentuk sisir pertama, kemudian memanjang

lagi dan membentuk sisir (Satuhu dan Supriyadi 2000).

Pisang Ambon Kuning memiliki jumlah sisir tiap tandan 8—14. Jumlah buah tiap

sisir 14—20. Panjang buah 14—20 cm, tebal kulit 2,4—3,0 mm. Daging buah Berwarna putih

kekuningan, tekstur lunak dan halus, serta beraroma jelas dan khas dan rasanya manis (Gardjito

dan Saifudin, 2011).

Pisang Raja Bulu memiliki daging buah agak tebal, rasanya manis, dan aromanya

kuat. Pada waktu matang, warna kulit buahnya kuning berbintik-bintik cokelat, sementara warna

daging buahnya putih kemerahan. Pisang Raja bulu memiliki jumlah sisir 6—7 tiap tandan.

Setiap sisir berisi sekitar 10—15 buah. Panjang buahnya ± 25 cm dengan diameter 6—6,5 cm

(Supriyadi dan Suyanti, 2010).

Pisang sebagai bahan konsumsi adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber

vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan

tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi

alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan

trandisional Indonesia.

Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang

yang dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba,

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 15

Page 16: laporan akhir kultur jaringan

kambing). Sedangkan, air umbi batang pisang kapok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan

pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan

penawar racun (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005).

3.2 Syarat tumbuh

Pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh. Pisang merupakan

tanaman yang terdapat di daerah dataran rendah di lingkungan yang basah.

Tanaman ini dapat tumbuh disembarang tempat, namun agar

produktivitasnya optimal, sebaiknya ditanam di daerah dataran rendah

dengan ketinggian tempat di bawah 1000 m dpl (di atas permukaan laut).

Pada umumnya, tanaman pisang tumbuh dan berproduksi secara optimal di

daerah yang mempunyai ketinggian antara 400 – 600 m dpl. Suhu yang baik

untuk perkembangan buah pisang adalah berkisar antara 15° C – 38° C

dengan suhu optimum 27° C. Tipe iklim yang cocok adalah iklim basah

sampai kering dengan curah hujan 1400 – 2500 mm per tahun dan merata

sepanjang tahun. Tempat penanaman pisang yang baik adalah tempat yang

mendapat sinar matahari atau terbuka. Di daerah atau tempat yang

terlindung, tanaman pisang akan terhambat pertumbuhannya. Tiupan angin

yang terlalu kencang kurang baik terhadap tanaman pisang karena dapat

menyebabkan helaian daun sobek (Satuhu & Supriyadi, 2000).

Tanaman pisang mempunyai sistem perakaran yang dangkal, sehingga

untuk pertumbuhan yang optimal dibutuhkan lapisan tanah atas (top soil)

yang subur, gembur, dan mengandung bahan organik. Tanaman ini tahan

terhadap kekeringan atau kekurangan air karena perakarannya banyak

mengadung air. Pemberian air pada waktu musim kemarau sangat

diperlukan terutama bila tanaman sedang berbuah dan berbunga. Pisang

yang ditanam di tanah yang kritis juga dapat menghasilkan. Jenis tanah yang

sesuai untuk tanaman pisang adalah tanah liat yang mengandung kapur

atau tanah alluvial dengan pH antara 4,5 – 7,5 sehingga tanaman pisang

yang tumbuh di tanah berkapur sangat baik. Di daerah yang memiliki musim

kering antara 4 – 5 bulan, tanaman pisang masih dapat tumbuh subur

apabila kedalaman air tanah tidak lebih dari 150 cm di bawah permukaan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 16

Page 17: laporan akhir kultur jaringan

tanah. Kedalaman air tanah yang sesuai untuk tanaman pisang adalah 50 –

200 cm di bawah permukaan tanah (Satuhu & Supriyadi, 2000).

3.3 Kandungan gizi dan manfaat tanaman pisang

Tanaman pisang memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Bunga

dan bonggol pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat sayur, manisan, acar, dan lalapan. Daun

pisang banyak dimanfaatkan untuk membungkus. Daun-daun yang tua dan kulit buah pisang

digunakan untuk pakan ternak dan biasa pula dibuat kompos. Batangnya digunakan untuk

membuat lubang pada bangunan, dan buahnya banyak digunakan sebagai makanan (Astuti,

1989).

Manfaat pisang bagi kesehatan cukup potensial karena buah pisang mengandung gizi yang

lengkap. Menurut ilmuwan dari Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat bahwa potasium

(kalsium) dalam pisang sangat membantu memudahkan pemindahan garam (natrium) dalam

tubuh, sehingga akan cepat menurunkan tekanan darah. Pisang barangan termasuk buah meja

yang populer di Indonesia. Kandungan gizi buah pisang mengandung energi, protein, lemak,

berbagai vitamin dan mineral (Mulyanti, 2005).

Tabel 1. Kandungan gizi buah pisang, per 100 gram bahan

Senyawa Satuan Kompetensi

Air Gram 75,00

Energi kalori 88,00

Karbohidrat Gram 23,00

Protein Gram 1,20

Lemak Gram 0,20

Ca Mg 8,00

P Mg 28,00

Fe Mg 0,60

Vitamin A Mg 439,00

Vitamin B-1 Mg 0,04

Vitamin C Mg 78,00

Sumber : Mulyanti (2005)

Pisang bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat

dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 17

Page 18: laporan akhir kultur jaringan

memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Selain itu, kandungan vitamin A yang tinggi dapat

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ISPA, kulit bersisik, dan kebutaan. Manfaat lain,

pisang bisa menjadi pengganti makanan pokok, sehingga mengurangi ketergantungan rakyat

Indonesia terhadap beras (Wardana, 2009).

Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya.

Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran.

Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar,

maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat

memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas (Astuti, 1989).

3.4 Jenis-jenis pisang

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas tiga

macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat, yang dimanfaatkan

bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias umumnya ditanam

bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas

dan pisang-pisangan (Wardana, 2009).

Pisang buah (Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya.

Pisang buah dapat dibedakan atas empat golongan. Golongan pertama adalah yang dapat

dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja), contohnya adalah: pisang

barangan, kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, serta pisang cavendish.

Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang

tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan

langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang kepok dan

pisang raja. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah,

misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang

klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau

mules setelah makan rujak (Cahyono, 1995).

3.5 Perbanyakan Pisang secara Teknik Kultur JaringanSalah satu tanaman yang diperbanyak secara komersial melalui teknik kultur jaringan

adalah pisang. Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari

anakan adalah bahwa perbanyakan melalui teknik kultur jaringan dapat mengatasi masalah

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 18

Page 19: laporan akhir kultur jaringan

penyakit layu bakteri pada tanaman pisang yang selama ini masih sulit diatasi. Hal tersebut

karena bibit asal kultur in vitro merupakan bibit yang terbebas dari penyakit sehingga dapat

mencegahpenyebaran penyakit di pertanaman yang baru. Ukuran bibit yang kecil memudahkan

untuk transportasi. Ukuran dan umur bibit seragam sehingga waktu panen dapat diatur untuk

kepentingan ekspor. Perbanyakan tanaman pisang melalui teknik kultur jaringan dari satu mata

tunas pisang dapat dihasilkan 500 atau lebih bibit pisang dalam waktu kurang lebih satu

tahun (Yusnita, 2003).

Pembiakan tanaman secara kultur jaringan menurut George (2008), dapat dibagi

menjadi 5 tahap yang berurutan sebagai berikut:

1. Tahap 0, memilih dan menyiapkan tanaman induk untuk eksplan

2. Tahap 1, inisiasi kultur (culture establishment).

3. Tahap 2, multiplikasi atau perbanyakan propagul (bahan tanaman yang diperbanyak

seperti tunas atau embrio).

4. Tahap 3, mempersiapkan untuk transfer propagul ke lingkungan eksternal yaitu

pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar.

5. Tahap 4, aklimatisasi planlet ke lingkungan eksternal.

Eksplan adalah bagian yang diambil dari tanaman induk yang digunakan sebagai bahan

tanam dan dipindahkan ke dalam medium buatan untuk pertumbuhan atau pemeliharaan. Bahan

tanam awal atau eksplan yang digunakan untuk memulai pengulturan merupakan merupakan

salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan perbanyakan in vitro. Beberapa aspek

penting yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan eksplan adalah dari bagian tanaman mana

eksplan diambil, umur jaringan, kesehatan tanaman atau kebersihannya dari infestasi

mikroorganisme, ukuran eksplan dan cara sterilisasi eksplan (Yusnita, 2010).

Menurut Yusnita (2003), umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan

adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif karena jaringan tanaman yang masih muda

mempunyai daya regenerasi yang tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif bersih

(mengandung lebih sedikit kontaminan). Pemilihan eksplan didasarkan oleh beberapa faktor,

yaitu organ yang digunakan, waktu pengambilan eksplan, ukuran eksplan, kualitas tanaman asal

eksplan, dan umur ontogeni, serta kualitas fisiologi tanaman sumber eksplan (Wattimena, 1998).

Sumber eksplan sebagai bahan tanam harus jelas jenis dan varietasnya, serta harus

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 19

Page 20: laporan akhir kultur jaringan

sehat dan bebas dari hama penyakit. Potongan daun, potongan akar, hipokotil, potongan batang

berbuku, meristem, dan lain-lain dapat digunakan sebagai sumber eksplan. Eksplan untuk inisiasi

kultur pisang ekplan yang digunakan berupa mata tunas aktif dan mata tunas yang berada pada

bonggol. Tahap inisiasi bertujuan untuk mendapatkan kultur yang aseptik atau aksenik.

Tahap selanjutnya adalah tahap multiplikasi. Pada prinsipnya tahapan ini ditujukan untuk

menggandakan propagul dan memeliharanya pada keadaan tertentu, yang sewaktu-waktu bisa

dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini biasanya dibutuhkan zat pengatur tumbuh

(ZPT). Tunas-tunas dari tahap multiplikasi selanjutnya menuju tahap pengakaran dan

aklimatisasi. Aklimatisasi Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban dan

menambah intensitas cahaya secara bertahap. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru

bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan

tinggi. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam

kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi

berkecukupan. Tanaman juga memperlihatkan beberapa gejala ketidaknormalan, seperti bersifat

sukulen, lapisan kultikula tipis dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi

daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil

berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah. Planlet dengan karakteristik seperti itu mudah

layu atau kering jika dipindahkan kekondisi eksternal secara tiba-tiba. Oleh karena itu, planlet

perlu diadaptasi di lingkungan baru yang berbeda, dengan kata lain planlet perlu di aklimatisasi

(Yusnita, 2003) bertujuan agar planlet mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada

lingkungan ex vitro. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban dan

menambah intensitas cahaya secara bertahap. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru

bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan

tinggi. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam

kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi

berkecukupan. Tanaman juga memperlihatkan beberapa gejala ketidaknormalan, seperti bersifat

sukulen, lapisan kultikula tipis dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi

daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil

berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah. Planlet dengan karakteristik seperti itu mudah

layu atau kering jika dipindahkan kekondisi eksternal secara tiba-tiba. Oleh karena itu, planlet

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 20

Page 21: laporan akhir kultur jaringan

perlu diadaptasi di lingkungan baru yang berbeda, dengan kata lain planlet perlu di aklimatisasi

(Yusnita, 2003).

3.6 Media Tumbuh Murashige dan Skoog

Media kultur jaringan bermacam-macam, dengan komposisi yang berbeda-beda pula,

misalnya Murashige dan Skoog, Heller, White, Vacin dan Went, Woody Plant Medium, Nitsch

dan Nitsch, N6, B5, dan Gamborg. Pada dasarnya media-media terdiri atas zat anorganik makro,

mikro, dan organic berupa vitamin dan karbohidrat (sukrosa, glukosa, dan myoinositol). Media

Murashige dan Skoog (MS) adalah media standar yang digunakan secara luas dan netral (Abidin,

1990).

Murashige dan Skoog adalah nama dari penemu. Seorang Profesor pada tahun 1962

bernama Murashige yang berasal dari Universitas Calivornia yang mencoba membagi

perbanyakan tanaman secara in vitro dalam tiga tahapan yang banyak digunakan dalam

laboratorium-laboratorium komersial. Pada tahun yang sama, tahapan-tahapan ini disempurnakan

oleh Skoog menjadi lima tahapan, yakni persiapan media, sterilisasi eksplan, inisiasi,

multiplikasi, dan aklimatisasi tanaman (Abidin, 1990).

Zat orgnaik yang biasanya ditambahkan ke dalam medium kultur jaringan adalah

karbohidrat, vitamin, myoinositol, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Karbohidrat yang

sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sukrosa dan glukosa, sedangkan vitamin yang

digunakan adalah thiamin, asam nikotinat dan piridoksin, untuk penambahan myoinisitol dalam

media dapat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogensis, sehingga sering kali dimasukkan

kedalam golongan vitamin (Gunawan, 1995).

Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energy bagi pertumbuhan tanaman, terutama bagi

jaringan/bahan tanam yang ditumbuhkan dalam medium tumbuh. Gula lebih cocok untuk

menunjang pertumbuhan kultur jaringan umumnya bersifat heterotrof dan mempunyai laju

fotosintesis. Garam mineral yang terdapat dalam media MS pada kultur jaringan dimanfaatkan

oleh sel tanaman untuk mensitesis molekul organic atau sebagai katalisator dalam reaksi

enzimatik. Garam mineral atau hara dibagi atas hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah

banyak dan hara mikro dalam konsentrasi rendah (Santoso & Nursandi, 2003)

3.7 Zat Pengatur Tumbuh

Perkembangan dan pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan tanaman tidak lepas

dari peran hormon yang dihasilkan secara endogen maupun zat pengatur tumbuh yang

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 21

Page 22: laporan akhir kultur jaringan

ditambahkan ke dalam media kultur. Menurut Pierik (1997) dalam Prawitasari (2005), senyawa-

senyawa lain yang memiliki karakteristik sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen

dikenal sebagai zat pengatur tumbuh, sedangkan menurut Hendaryono & Wijayani (1994), zat

pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat

mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.

Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam

jaringan tanaman dan dapat menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis.

Aktivitas zat pengatur tumbuh didalam pertumbuhan tanaman tergantung dari jenis, struktur

kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman (Prawitasari, 2005).

Zat pengatur tumbuh ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, sitokinin,

giberelin dan inhibitor. Zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin adalah Indol Asam Asetat

(IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen Asam Asetat (NAA) dan 2.4-Diklorofenoksiasetat

(2.4-D). Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin adalah Kinetin, Zeatin dan

Bensil Aminopurin (BAP), sedangkan golongan giberelin adalah GA1, GA2, GA3, GA4, dan

golongan inhibitor adalah fenolik dan asam absisik (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Zat pengatur tumbuh golongan auksin umumnya berperan merangsang pemanjangan sel,

terutama didaerah meristem, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif. Auksin

berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun

kehadirannya dibutuhkan dalam meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel.

Konsentrasi auksin yang rendah meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan

konsentrasi auksin yang tinggi merangsang pembentukan kalus, mencegah morfogenesis,

mempercepat dan memperbanyak jumlah embrio somatik yang terbentuk (Hendaryono &

Wijayani, 1994).

Peran auksin pada embriogenesis somatik antara lain untuk inisiasi embriogenesis somatik,

induksi kalus embriogenik, proliferasi kalus embriogenik dan induksi embrio somatik. Dari

berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk

induksi kalus embriogenik. Selain auksin, sering pula diberikan sitokinin seperti benzil adenin

(BA) atau kinetin secara bersamaan (Utami dkk., 2007).

Golongan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam

embriogenesis somatik. Keberhasilan embriogenesis somatik dari 65 spesies tanaman dikotil,

pada media tanpa zat pengatur tumbuh mencapai 17 spesies, pada media yang mengandung

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 22

Page 23: laporan akhir kultur jaringan

auksin mencapai 29 spesies dan 25 spesies pada media yang mengandung sitokinin. Diantara zat

pengatur tumbuh auksin yang digunakan adalah 2.4-D (49%), NAA (27%), IAA (6%), picloram

(5%) dan Dicamba (5%), sedangkan sitokinin yang digunakan adalah BAP (57%), kinetin (37%),

zeatin (3%) dan thidiazuron (3%) (Utami dkk., 2007).

Menurut Prawitasari (2005) bahwa selain golongan auksin, zat pengatur tumbuh yang

sering digunakan adalah golongan sitokinin. Sitokinin berperan dalam meningkatkan

pembelahan sel serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Di dalam kultur

jaringan, sitokinin berperan dalam proliferasi dan morfogenesis pucuk. Golongan sitokinin yang

sering dipergunakan dalam kultur jaringan adalah BAP (6-Benzylaminopurine). BAP merupakan

salah satu sitokinin sintetik yang aktif dan daya merangsangnya lebih lama karena tidak mudah

dirombak oleh enzim dalam tanaman. BAP memiliki struktur yang mirip dengan kinetin dan juga

aktif dalam pertumbuhan dan proliferasi kalus, sehingga BAP merupakan sitokinin yang paling

aktif.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 23

Page 24: laporan akhir kultur jaringan

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan tempat

Praktikum Pengenalan alat-alat laboratorium dilaksanakan setiap hari selasa mulai

dari tanggal 21 Oktober 2014 sampai dengan 8 November, sedangkan pengamatan

dilaksanakan sampai tanggal 5 Januari 2015 pukul 10.00 WIB - 12.00 WIB di

laboratorium Bioteknologi Ilmu Tanah , Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakanpada praktikum pengenalan alat yaitu laminar air flow,

timbangahn, autoklaf, hot plate, timbangan analitik, neraca digital, pH meter, kulkas, rak

kultur, rak bahan kimia, rak penyimpanan alat-alat, tissue, botol kultur, Kemera karet

gelang, gunting, petridish, Gelas ukur, gunting, skapel,kater, gelas piala, Ember, Bunsen,

spiral, sarung tangan, masker.

Bahan yang digunakan adalah anggrek, bonggol pisang, biji karet, alat-alat tulis,

KNO3, ZnSO4.4H2O, FeSO4.7H2O, (NH4)2NO3, MgSO4.7H2O, MnSO4. 4H2O, KH2PO4,

KOH, HCL, air kelapa, agar-agar, aquades, klorof, gulaku, plastic, karet gelang, Benlox, agrep,

alkohol,

3.3 Prosedur Percobaan Pengenalan Alat-alat

1. Pengenalan Alat-Alat

1. Merpersilahkan praktikan masuk ke dalam area laboratorium dengan terlebih

dahulu memakai baju / jas laboratorium.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 24

Page 25: laporan akhir kultur jaringan

2. Memberikan sedikit pengarahan dan pengenalan tentang Kegiatan yang akan di

lakukan praktikan.

3. Mempersilahkan praktikan Masuk ke dalam ruangan Kultur jaringan.

4. Memperkenalkan alat dan bahan di masing-masing ruangan tempat praktikum.

5. Memperhatikan dan mendengarkan setiap Penjelasan dari asisten, kemudian

praktikan mencatat fungsinya

2. Prosedur Kerja Sterilisasi

1. Siapkan alat yang akan disterilkan.

2. Cuci semua peralatan gelas/ non gelas dengan menggunakan dan detergen sampai

benar-benar bersih kemudian bilas dengan air keran yang telah tersedia.

3. Menaruh alat dan gelas yang telah dicuci pada rak alat dengan posisi terbalik agar

cepat kering.

4. Kemudian alat-alat yang akan digunakan tersebut disususun dalam rak alat.

5. Dimasukan air aquades sebanyak ¾ ke gelas ukur, sebanyak 6 botol.

6. Ditutup dengan plastic bening, selanjutnya diikat menggunakan karet.

7. Disusun kedalam ranjang, kemudian masukan plastic kedalam ranjang

8. Setelah itu masukkan ke dalam autoclave pada suhu 150 0 C ± 120 menit.

9. Kemudian keluarkan kembali alat- alat yang telah steril tersebut.

10. Setelah alat tersebut dingin siap digunakan untuk membuat media kultur.

3. Prosedur Kerja Pembuatan media VW

1. Timbang senyawa-senyawa yang akan digunakan diantaranya :

MgSO4.7H2O sebanyak 50 g menggunakan timbangan analitik.

MnSO4.4H2O sebanyak 1,560 g menggunakan timbangan analitik

KNO3 sebanyak 26,250 g menggunakan timbangan analitik.

(NH4)2NO3 sebanyak 25 g mengguanakan timbangan analitik

KH2PO4 sebanyak 50 g mengguanakan timbangan analitik

ZnSO4.4H2O sebanyak 50 g mengguanakan timbangan analitik

FeSO4.7H2O sebanyak 2,8 g mengguanakan timbangan analitik

Agar-agar sebanyak 7 g.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 25

Page 26: laporan akhir kultur jaringan

Gulaku sebanyak

2. Mencampurkan semua senyawa ke dalam gelas piala dan masukkan air 1 Liter.

3. Setelah itu lakukan pemanasan menggunakan hot plate

4. Setelah mendidih, ukur pH mengguanakan pH meter. Apabila pH kurang dari 5,6

ditambah KOH dan jika lebih dari 5,8 ditambah HCL.

5. dituang 250 ml media ditambah 0 %, 10 %, 20%, 30% air kelapa yaitu tanpa

perlakuan, 25 ml, 50 ml, dan 75 ml.

6. Kemudian media dituang ke dalam botol kultur lalu tutup mengguanakan plastic

dan ikat dengan karet dan beri label sesuai dengan perlakuan.

7. Memasukkan ke dalam autoclave selama ± 150 menit.

8. Kemudian media dikeluarkan dan disusun di rak kultur sesuai dengan perlakuan.

9. Media bibiarkan seminggu kemudian siap untuk digunakan.

6. Prosedur Kerja kultur Angrek

1. Menyalakankan lampu light dan blower pada Laminary Air Flow.

2. Menyediakan media dan tanaman yang sudah di sterilkan.

3. Membasuh tangan dengan alkohol.

4. Mensterilkan alat dengan pemanas Bunsen.

5. Memotong tanaman anggrek pada setiap ruas batang , satu persatu.

6. Menanam tanaman yang sudah dipotong pada media.

7. Menanam tanaman dengan posisi berdiri tegap.

8. Tutup botol media dengan plastik dan ikat dengan karet gelang.

9. Sebelum dan sesudah ditutup botol harus dipanaskan dengan pemanas Bunsen.

7. Prosedur Kerja Kultur Pisang

1. bersihkan eksplan tunas pisang dari tanah kemudian dikupas diambil bagian dalam

tunas

2. Memotong eksplan dengan ukuran 6-10 cm, cuci eksplan hingga bersih dengan

menggunakan air mengalir,

3. Timbang agreb dan benlox seberat 3 gr , setelah itu masukan air sebanyak 100 ml

4. Eksplan direndam selama 24 jam sambil di kocok-kocok beberapa kali.

5. Eksplan Direndam menggunakan klorof 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml

direndam selama 10 menit

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 26

Page 27: laporan akhir kultur jaringan

6. Cuci eksplan dengan aquades sampai bersih

7. Rendam alkohol 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml direndam selama 10 menit

8. Cuci samapi bersih dengan aquades Kemudian dipotong-potong kecil

9. Tanam pada media ms

10. Diamati selama satu bulan

8. Prosedur kerja kultur biji Karet

1. Mencuci biji karet sampai bersih

2. Timbang agreb dan benlox seberat 3 gr , setelah itu masukan air sebanyak 100 ml

3. Eksplan direndam selama 24 jam sambil di kocok-kocok beberapa kali.

4. Buang kulit/cangkang biji karet dan ambil endospermnya

5. Eksplan dicuci samapi bersih menggunakan aquades

6. Eksplan Direndam menggunakan klorof 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml

direndam selama 10 menit

7. Cuci eksplan dengan aquades sampai bersih

8. Rendam alkohol 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml direndam selama 10 menit

9. Cuci sampai bersih dengan aquades Kemudian dipotong menjadi 2 bagian

10. menanam pada media ms

11. Diamati selama sebulan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 27

Page 28: laporan akhir kultur jaringan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil kultur anggrek perlakuan VW+10% air kelapa

Data Pengamatan Tanaman Subkultur Anggrek

Perlakuan VW+10%

PengamatanMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

1 - - Tumbuh Tumbu tunas2 - - - Tumbuh3 - - Tumbuh Tumbuh tunas4 - Tumbuh Tumbuh Tumbuh tunas5 - - Tumbuh Tumbuh6 - - - Tumbuh7 - - Tumbuh Tumbuh

8 Tumbuh Tumbuh tunas Terdapat daunDaun semakin

banyak9 - - Tumbuh Tumbuh10 - - Tumbuh Tumbuh tunas11 - - - Kontaminasi12 - Tumbuh Tumbuh tunas Terdapat daun13 - Tumbuh Tumbuh tunas Terdapat daun14 - - Tumbuh Kontaminasi15 - - Kontaminasi -16 - - - Tumbuh17 - - - Tumbuh18 - Tumbuh Kontaminasi -

19 Tumbuh Tumbuh tunas Terdapat daunDaun semakin

banyak

20 Tumbuh Tumbuh tunas Terdapat daunDaun semakin

banyak

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 28

Page 29: laporan akhir kultur jaringan

Data pengamatan Tanaman Karet menggunakan cangkang

PengamatanMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

1 - - Tumbuh Tumbuh akar2 - Kontaminasi - -3 - - Tumbuh Tumbuh akar

4 Tumbuh Tumbuh akarTumbuh akar dan batang

Tumbuh tunas

5 - Kontaminasi - -6 - - Tumbuh Tumbuh akar7 - Kontaminasi - -

8 Tumbuh Tumbuh akarTumbuh akar dan batang

Kontaminasi

9 - - Kontaminasi -10 - - Kontaminasi -

1. Kultur Angrek

Pada pratikum subkultur anggrek media yang kami gunakan adalah media VW (Vent

Woody) dengan tambahan air kelapa dengan 3 perlakuan yaitu pelakuan 10% , 20%, 30%

dan tanpa perlakuan. dan sebelum melakukan peananam kultur anggrek hal pertama yang

harus dilakukan adalah sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan, karena sterilisasi ini

berfungsi untuk

Tabel hasil pengamatan menunjukkan

Selanjunya Sriyanti juga berpendapat bahwa biji-biji (biji kultur anggrek) dalam botol

akan tumbuh menjadi plb, yaitu calon akar, batang, dan daun yang masih berbentuk bulatan

kecil. Plb tumbuh dan berwarna hijau setelah berumur 3-4 bulan. Dan 2-3 bulan kemudian,

akan tumbuh planlet-planlet yang sangat kecil dan berdesak-desakan.

Pengaruh dari air siwalan dan air kelapa terhadap kultur anggrek Phalaenopsis amabilis L.

ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan belum menunjukkan pertumbuhan kalus.

Fungsi air kelapa mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh sitokinin) yang

mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel, terutama dalam

hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar.

Penggunaan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman anggrek Dendrobium sangat

menguntungkan dilihat dari hasil penelitian yang telah disajikan. Air kelapa mengandung zat

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 29

Page 30: laporan akhir kultur jaringan

tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein yang kalau dikonversikan dalam jumlahnya

sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan tunas makro

anggrek Dendrobium. Zetein mempunyai nilai harga yang sangat tinggi sehingga, denang

penggunaan air kelapa sangatlah ekonomis (Parera, 1997).

2. Kultur Pisang

Teknik kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptic, penggunaan media

kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT serta kondisi ruang kultur dengan

suhu dan pencahayaan yang terkontrol. Selain itu, dalam pengkulturan jaringan tanaman, hal

yang perlu diperhatikan adalah pemilihan eksplan (tanaman yang dikulturkan) karena

pemilihan eksplan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus. Adapun hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam pemilihan eksplan antara lain: umur fisiologis eksplan, umur

ontogenik, sumber tanaman dan ukuran eksplan serta harus sehat dan bebas dari hama

penyakit.

Pada  praktikum kultur jaringan ini kelompok kami menggunakan eksplan  berupa

bonggol pisang. Kelebihan dari eksplan bonggol pisang ini salah satunya adalah semi steril

karena yang dipakai dalam eksplan ini adalah bagian yang paling dalam atau yang

terbungkus oleh bagian–bagian diluarnya. Pada saat praktikum untuk lebih mensterilkan

eksplan menggunakan agrep dan benlox selama 24 jam.

Sebelum dilakukan penanaman eksplan bonggol pisang yang akan disterilkan terlebih

dahulu dengan menimbang agreb dan benlok, kemudia media bonggol pisang dimasukan ke

dalam aquades yang berisi benlok dan agrep. Tunggu samapi 24 jam sembari di kocok-kocok

Pada pengambilan bonggol pisang pada bagian dalam pun dilakukan dalam kondisi aseptic.

Bagian yang digunakan dalam kultur jaringan binggol pisang adalah pangkal dari akar yang

masih muda, karena pada bagian tersebut terdapat jaringan yang aktif membelah, sehingga

tingkat keberhasilan dalam pengkulturan lebih tinggi. Akan tetapi bagian yang terlalu muda

akan lebih sulit untuk dikulturkan.

Respon perubahan eksplan bonggol pisang setelah dikulturkan dapat dikatakan tidak

mengalami pertumbuhan yangt cepat, dibuktikan pada waktu pengamatan kurang lebih 4

minggu, eksplan tidak mengalami pembengkakan, hal ini menunjukan kurangnya respon

pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan atau percobaan yang dilakukan. Mungkin karena

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 30

Page 31: laporan akhir kultur jaringan

pratikum ini tidak ada perlakuan yang diberikan. Sehingga pertumbuhan kalus tidak terjadi

semestinya. Pembengkakan berlanjut dengan bagian ujung dari eksplan tersebut merekah

mengindikasikan terbentuknya kalus. Terbentuknya kalus disebabkan keseimbangan karena

adanya rangsangan luka. Rangsangan tersebut menyebabkan keseimbanagan pada dinding sel

berubah arah dan sebagian protoplas mengalir keluar. Selain itu , ada beberapa factor yang

mempengarui partumbuhan kalus antara lain:

1. Macam dan kadar hormon pertumbuhan yang dipakai.

2. Macam dan kadar sumber karbon.

3. Kondisi lingkungan kultur seperti cahaya dan suhu ruang kultur.

Dari pengkulturan eksplan bonggol pisang tidak semuanya membentuk kalus, ada bagian 

Eksplan yang hanya merekah saja tanpa membentuk kalus. Faktor lain yang menyebabkan

tidak terbentuknya tunas pada percobaan ini adalah kombinasi NAA dan kinetic yang kurang

tepat, dengan konsentrasi NAA terlalu rendah dibandingkan kinetin.

Berdasarkan data pengamatan yang kami tanam (25 eksplan), dari 20 botol jeem terdapat 12

ekplan yang masih bertahan (tidak terkontaminasi). Dan pada tanggal 10 Desember 2010

kelompok kami melakukan sub kultur kedalam media baru. Kurang lebih satu minggu

eksplan yang kami tanam masih bisa bertahan, tetapi pada tanggal 17 Desember semua

ekspalan tersebut mengalami kontaminasi, karena pada bonggol pisang terdapat media agar

yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Hal ini dapat terlihat pada media yang

digunakan, disekeliling eksplan media diselimuti oleh spora yang berbentuk kapas berwarna

putih, dan bergerombol. Kontaminasi pada media ini dapat terjadi oleh beberapa factor,

diantaranya:

1. Faktor sterilisasi ruangan, ruangan yang steril dapat berubah menjadi tidak steril

terutama pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur

dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan

mikroorganisme.

2. Faktor sterilisasi dalam penanaman eksplan kedalam botol kultur.

3. Penutupan botol yang kurang rapat.

4. Terkontaminasi oleh lingkungan.

Karena bonggol pisang mengalami kontaminasi sejak penanamannya maka pengamatan yang

dilakukan sampai pada tanggal 19 Desember 2010 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 31

Page 32: laporan akhir kultur jaringan

Untuk hasil pengamatan dari anakan anggrek,semuanya menunjukan aadanya pertumbuhan

yang maksimal,hal ini karena anakan anggrek mendapatkan nutrisi yang cukup pada waktu

anakan tersebut di dalam botol jeem,selain itu pada waktu anakan anggrek distrilkan dari

agar(media untuk pertumbuhan dalam botol jeem)sudah benar-benar terbebas dari

jamur,sehingga pada waktu dipindahkan dalam kompot,dan mendapat sinar matahari yang

cukup anakan anggrek tersebut dapat tumbuh dengan baik dan optimal.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan Page 32