Upload
hoangthien
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Akhir Penelitian Tahun I
H I B A H K E R J A S A M A A N T A R P E R G U R U A N T 1 N G G I (Hibah Pekerti)
Preparasi dan karakterisasi material konduktor ionik berbasis ion Na sebagai komponen sensor gas NOx dan peluang aplikasinya
Dr. Agus Setiabudi M . S i Angkatan I I I
Dibiayai oleh Direktorat Penibinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Dengan Nomor Kontrak: 029/SPPP/PP/DP3M/IV/2005 tanggal 11 April 2005
F A K U L T A S ^ P E N D I D I K A N M A T E M A T I K A D A N I L M U P E N G E T A H U A N A L A M
U N I V E R S I T A S P E N D I D I K A N I N D O N E S I A 2005
pengesahan 1. Judul: Preparasi dan karakterisasi material konduktor ionik berbasis ion natrium
sebagai komponen sensor gas NOx dan peluang aplikasinya
2. Tim Penelitian
a. Nama Ketua T P P Pekerjaan/Jabatan
b. Nama Anggota T P P Pekerjaan/Jabatan
Alamat T P P
c. Nama Ketua T P M Pekerjaan/Jabatan
d. Nama Anggota T P M Pekerjaan/Jabatan
Alamat T P M
3. Perguruan Tinggi T P P Universitas
4. Jangka Waktu Penelitian Biaya yang.disetujui untuk tahun 1:
Dr. Agus Setiabudi M.Si Dosen-Peneliti UPI/Lektor Drs. Nahadi M.Si Dosen-Peneliti UPI/Assisten ahli Jur. Kimia U P I J l . Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154 Tlp./Fax. 022 2000579
Dr. Bambang Sugijono Dosen Peneliti PS Material Sciences, U I Dr. Achmad Hanafi Setiawan Dosen-Peneliti PS Material Sciences, U I J l . Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430 Te l . 021 3927554, Fax (021) 31938136
Pendidikan Indonesia ( U P I )
2 (dua) tahun Rp. 68.000.000
Ketua T P M
(Dr. Bambang Soegijono) NIP. 131 103 737
Bandung, 24 Oktober 2005 Ketua T P P ,
(Dr. Agus Setiabudi) NIP. 131 993 865
MengetabiA^ Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitiam
Daftar Isi
Hal
Daftar Isi 5 1
Daftar Gambar 1 1
Ringkasan Hasil Penelitian 1 1 1
Bab I . Pendahuluan '
Bab EL Tinjauan Pustaka 3
Bab I I I . Metode Penelitian 9
Bab I V . Hasil dan Pembahasan 1 2
Bab V . Kesimpulan 2 2
Daftar Pustaka 2 8
Lampiran 1 Proposal Kegiatan Penelitian Tahun I I 29
iii
Daftar Gambar Hal
Gambar 2 .1 . Sema umum sel sensor amperometrik 4
Gambar 2.2. Diagram alir preparasi Na3Zr2Si2POi2 ( N A S I X O N ) dengan 8 methode sol-gel
Gambar 3. 1. Skema fahap-tahap preparasi dan karakterisasi katalis ^
Gambar 4 .1 . Difraktogram bahan baju, N a 3 P 0 4 dan Z r S i 0 4 j 2
Gambar 4. 2. K u r v a T G - D T A pemanasan campuran natrium fosfat dan , ~ zirkonium silikat; pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis.
Gambar 4.3. K u r v a T G - D T A natrium fosfat; pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis.
Gambar 4.4. Gambar spektra F T I R campuran natrium fosfat-zirkonium silikat
Gambar 4.5. Spektra F T - I R Natrium fosfat
Gambar 4.6. Gambar spektra F T I R Z r S i 0 4
Gambar 4.7. Difraktogram X R D variasi suhu sintering
Gambar 4. 8. Difraktogram X R D material N a 3 Z r 2 S i 0 4 yang dipeparasi melalui variasi waktu sintering
Gambar 4. 9. Difraktogram X R D material N a 3 Z r 2 S i 0 4 pada berbagai bentuk 21
Gambar 4. 10. Difraktogram X R D variasi proses penggerusan 22
Gambar 4. 11. Difraktogram X R D variasi komposisi 23
Gambar 4.12. Difraktogram X R D variasi waktu penggerusan 23
Gambar 4.13. Mikrograf S E M sampel N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 ; temperatur sintering 1000 24 C , waktu sintering 1 jam.
Gambar 4.14. Mikrograf S E M material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 15 menit (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
Gambar 4.15. Mikrograp S E M material Na3Zr2Si2POi2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 45 menit. (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
Gambar 4. 16. Mikrograp S E M material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 45 menit. . (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
IV
Ringkasan Hasil Penelitian
Pengukuran gas N 0 X sebagai komponen polusi udara penyebab kabut fotokimia pada umumnya dilakukan dengan instrument spectroscopy dengan prinsip kerja luminisensi kimia atau absorpsi sinar infra merah. Tetapi peralatan-peralatan tersebut bisanya tidak cocok digunakan seba'gai sistem kontrol 'on-site' karena waktu pengukuran yang relatif lama, ukuran peralatan yang besar, dan biaya yang mahal. Cara lain untuk mendeteksi keberadaan gas NOx adalah dengan menggunakan prinsip elektrokimia dengan konsentrasi gas NOx sebagai parameter arus/voltage. Salah satu komponen dalam pembuatan sensor ampherometric ini adalah material konduktor ionic, misalnya Na 3 Zr2Si2P0 1 2 .
Laporan penelitian ini menguraikan hasil-hasil penelitian pengembangan sensor gas NOx pada tahap preparasi material konduktor ionik pada tahun L Material Na3Zr2Si2POi2 telah dipreparasi dari Z r S i 0 4 dan N a 3 P 0 4 melalui reaksi padat-padat. Untuk mendapatkan material yang diharapkan, telah dilakukan variasi pretreatment, temperatur dan waktu sintering. Material hasil preparasi dikarakterisasi dengan menggunakan X - R a y Difraktometri ( X R D ) . Morfologi material Na3Zr2Si2POi2 dipelajari dengan Scanning elctron Microscopy ( S E M ) . Studi dengan menggunakan T G - D T A dan F T I R telah dilakukan untuk mempelajari perubahan struktur dan sifat fisik yang terjadi selama pemanasan bahan baku membentuk Na3Zr2Si2POi2-
Hasil-hasil yang telah dicapai sampai akhir tahun pertama adalah sebagai berikut: • Studi T G - D T A menunjukan bahwa temperatur reaksi natrium fospat dengan zirkonium
silikat membentuk Na 3 Zr 2 Si 2 POi2 terjadi pada temperatur di atas 900 C dan waktu sintering minimum 2 jam
• Sebagaimana ditunjukan oleh data F T I R , material N a 3 Z r 2 S i 2 P 0 1 2 hasil preparasi memil iki struktur P04 3 " , Z r 0 6 , dan S i 0 2 .
• Data X R D menunjukan bahwa material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dipreparasi pada 1000 °C memiliki pola difraksi yang serupa dengan N A S I C O N rujukan. Struktur N A S I C O N pada difraktogram ditunjukkan pada 20 = 12, 18, 19, 27, 3 1 , dan 34. Semua pola X R D menunjukan adanya pengotor pada sudut 29 = 23.5. Penambahan aseton pada saat pencampuran, asam oksalat pada campuran, waktu sintering dapat mengurangi intensitas puncak pengotor.
• Hasil analisa S E M menunjukan bahwa material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 tersusun atas partikel dengan ukuran 1-2 pm yang bentuknya relatif homogen. Walaupun data S E M tidak dapat memberikan informasi tentang struktur dan jenis kristal, tetapi homogenitas bentuk mengindikasikan bahwa metode preparasi yang diterapkan telah menghasilkan material dengan bentuk partikel yang homogen.
• Untuk menentukan potensi dan keberhasilan metode preparasi yang digunakan, material Na3Zr2Si2POi2 hasil preparasi perlu diuji sifatkonduktansi dengan impedance spektroskopi. Sampai saat laporan ini dibuat, uji konduktansi dengan impedance spektroskopi sedang dipersiapkan.
i i i
Hasil X R D dan hasil S E M mengidikasikan bahwa material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dibuat dengan cara reaksi padat-padat menunjukan pola difraksi yang serupa dengan N A S I C O N yang pada umumnya dibuat dengan metode sol-gel dan morfologi yang homogen. Untuk mengevaluasi peluang aplikasi dari material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dibuat, penentuan si fat konduktansinya sedang dilakukan secara sistematis.
i v
BAB I PENDAHULUAN
A . Pendahuluan
Oxida nitrogen ( N O x ) merupakan komponen polusi udara yang menyebabkan
terjadinya hujan asam dan kabut fotokimia. Senyawa oksida ini juga dapat menyebabkan
gangguan syaraf dan organ pemapasan. NOx di udara terutama bersumber dari emisi gas
buang kendaraan bermotor dan fasilitas mesin bakar tak bergerak seperti tungku bakar
dan mesin diesel [1] .
Pengukuran konsentrasi NOx sejauh ini dapat dilakukan dengan instrumen
spektroskopi yang bekerja berdasarkan luminisensi kimia atau absorpsi sinar infra merah.
Tetapi peralatan-peralatan tersebut biasanya tidak cocok untuk digunakan sebagai sistem
kontrol 'on-site' karena waktu pengukuran yang lama, ukuran peralatan yang besar dan
biayanya mahal [2,3].
Altematif pengukuran gas NOx yang lain adalah menggunakan sensor
amperometric. Sensor ini bekerja atas dasar prinsip sel elektrokimia dengan konsentrasi
gas NOx sebagai parameter arus/voltage. Salah satu komponen dalam pembuatan sensor
amperometric untuk deteksi NOx adalah N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 . Selain berperan sebagai
konduktor ionik, material ini berperan sebagai membran yang memisahkan dua setengah
sel elektrokimia [2-4].
Penelitian yang sedang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan metode
pembuatan material konduktor ionic berbasis ion natrium yaitu N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang akan
menjadi komponen dari perangkat sensor gas NOx. Metode preparasi N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang
umum adalah metode sol-gel [5] . Disamping keunggulan sebagai metode yang dapat
menghasilkan N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 dengan porositas tinggi, metode sol-gel memerlukan bahan
baku yang berharga mahal.
Pada laporan kemajuan penelitian ini, dilaporkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, yaitu pengembangan metode preparasi N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 melalui reaksi padat-
padat. Metode preparasi yang digunakan dikembangkan dengan cara mnerapkan beberapa
variasi parameter reaksi seperti temperatur, ukuran partikel, dan perlakuan awal terhadap
bahan baku telah diujicobakan. Material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dibuat telah dikarakterisasi
dengan Thermo Gravimetry-Defferensial Thermal Analysis ( T G - D T A ) , X-ray
1
Difraktometry ( X R D ) , Fourier Transformed Infra-Red Sepectroscopy ( F T T I R ) , dan
Scanning Elektron Microscopy ( S E M ) .
B. Masalah Penelitian
Permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah kondisi optimum bagi reaksi padat-padat pada pembuatan material
konduktor ionik berbasis ion natrium, Na 3 Zr2Si2POi2?
2. Bagaimanakah sifat morfologi dari material Na 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 ?
3. Bagaimanakah sifat konduktansi material Na 3 Zr2Si2POi2 ?
C . Tahapan Penelitian
Penentuan kondisi optimum sebagaimana dimaksud pada permasalahan penelitian
ini, dilakukan melalui tahap-tahap:
1. Studi perilaku termal preparasi Na 3 Zr2Si2POi2 dari bahan baku N a 3 P 0 4 dengan
Z r S i 0 4
2. Studi perubahan struktur ikatan yang terjadi pada reaksi N a 3 P 0 4 dengan Z r S i 0 4
menjadi N a 3 P 0 4 .
Selanjutnya variabel reaksi padat-padat diteliti untuk mendapatkan kondisi optimum
reaksi adalah:
1. Pengaruh variabel temperatur sintering terhadap fasa kristal N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil
preparasi.
2. Pengaruh variabel waktu sintering terhadap fasa kristal N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil
preparasi.
3. Pengaruh tekanan sintering terhadap fasa kristal Na 3 Zr2Si2POi2
4. Pengaruh adititf zat organik terhadap fasa kristal N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
5. Pengaruh adititf pencampuran terhadap fasa kristal N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
6. Penentuan sifat morfologi permukaan dan sifat konduktor material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
2
BAB II
TELAAH KEPUSTAKAAN
Sensor Elektrokimia
Sensor elektrokimia dengan elektrolit padatan dapat mengkonversi potensial suatu
spesies kimia tertentu yang tidak diketahui kedalam signal elektris yang terukur
mengikuti persamaan Nernst yang menerangkan bahwa bila terdapat gradient konsentrasi
kimia melewati suatu elektrolit maka akan terbentuk potensial elektris:
Dalam sel elektrokimia, elektrolit padat dapat digunakan bersama sama dengan
reaktan kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Elektolit padat yang digunakan
E=*L\n& {112) nF ^
dalam sensor galvanik menghasilkan beberapa fungsi kritis antara lain: (a) memisahkan
reaktan; (b) voltage pada circuit terbuka melalui elektrolit padatan adalah suatu ukuran
potensial kimia dan(c) muatan yang melewati elektrolit padatan ditentukan oleh transport
ion. Dengan konsep sel galvanik ini, pemanfaatan elektrolit padat semakin berkembang
[6-11].
Jenis sensor elektrokimia:
Sistim elektrik yang digunakan dalam sensor elektrokimia dengan pemanfaatan
elektrolit padat dapat berupa potensiometer atau amperometer. Pada sensor
potensiometri, yang diukur adalah voltase dari sel, EMF(gaya gerak listrik), dari sel
galvanik yang merupakan fungsi logaritma dari rasio P2/P1, dimana P 1 dan P 2 adalah
tekanan gas parsial dari komponen aktif pada kedua elektroda. Sebagaimana diterangkan
sebelumnya, hubungan antara logaritma tekanan parsial dan E M F dikenal sebagai
persamaan Nemst. Biasanya sensor potensiometri digunakan untuk mengukur rentang
konsentrasi yang begitu rendah [11].
Sensor elektrokimia dapat dikelompokan menjadi sensor potensiometri dan sensor
amperometri. Sensor potensiometri bekerja berdasasarkan keadaan kesetimbangan pada
interface konduktor padatan ionic dengan medium yang dinanalisa, melalui pertukaran
speci elektrokimia. Pada sensor potensiometri, besaran yang diukur adalah beda
potensial, E M F (gaya gerak listrik), dari sel galvanik yang merupakan fungsi logaritma
dari rasio P2/P1, dimana Pi dan P2 adalah tekanan gas parsial dari komponen aktif pada
kedua elektroda. Sebagaimana diterangkan sebelumnya, hubungan antara logaritma
tekanan parsial dan »;EMF dikenal sebagai persamaan Nemst. Biasanya sensor
potensiometri digunakan untuk mengukur rentang konsentrasi yang begitu rendah [6] .
Sensor amperometric bekerja berdasarkan reaksi elektrokimia yang tergantung
pada difusi spesi elektroaktif melalui suatu barier [7] . Barier ini biasanya terdiri atas
suatu lapisan porous yang netral. Tegangan sel dibuat tetap pada nilai plateu diffusi dari
kurva I ( V ) . Struktur umum rakitan sel sensor elektrokimia ditunjukan pada Gambar 4.
r l
Conductor Gambar 2 .1 . Sema umum sel sensor amperometrik
Dalam sensor amperometer, limit arus yang mengalir, I ( V ) melalui elektrolit
padatan diukur sebagai nilai preset dari voltage yang digunakan. Besarnya limit arus
proporsional dengan tekanan parsial dari komponen aktif gas [8] . Kondisi operasi
pengukuran biasanya pada temperatur tinggi [9] . Karena respon dari sensor amperometrik
adalah linier, dimana signal elektrik menunjukkan besarnya tekanan parsial gas, maka
perubahan tekanan parsial yang kecil sekalipun dapat diamati. Sehingga pengukuran
dengan sensor ini mempunyai presisi yang sangat tinggi [10].
Dalam sel elektrokimia, elektrolit padat dapat digunakan bersama-sama dengan
reaktan kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Elektolit padat yang digunakan
dalam sensor galvanik menghasilkan beberapa fungsi kritis antara lain: (a) memisahkan
4
reaktan; (b) voltage pada circuit terbuka melalui elektrolit padatan adalah suatu ukuran
potensial kimia dan(c) muatan yang melewati elektrolit padatan ditentukan oleh transport
ion. Dengan konsep sel galvanik ini, pemanfaatan elektrolit padat semakin berkembang
[6, 11-16].
» *
Elektrolit Padat
Elektrolit padat didefinisikan sebagai material bukan logam yang dapat
menghantarkan muatan listriknya melalui konduktifitas ionik. Dengan demikian,
pembawa muatan elektrisnya adalah suatu ion yang mungkin dalam bentuk kation
maupun anion. Material yang umumnya dapat memperlihatkan sifat ini adalah dari jenis
keramik dan beberapa jenis polimer ionik. Fenomena konduksi elektris yang
menyebabkan pergerakan ion didalam padatan telah diketahui sejak pertengahan abad 19,
akan tetapi penelitian secara intensif berlang&ung setelah tahunl960. Elektrolit padatan
kadang disebut juga sebagai high conductivity solid ionic conductor atau fast ion
conductors atau pula super ionic. Elektrolit ini dapat menunjukkan konduktifitas
ioniknya pada suhu yang lebih rendah dari titik lelehnya. Perilaku elektrolit padat ini
telah diteliti dalam cakupan ilmu material yang sangat luas dan ditentukan oleh besarnya
jumlah ion yang bergerak.
Konduktifitas dari material terdiri dari jenis konduktifitas elektronik dan ionik.
Sifat keduanya dimiliki oleh hampir semua keadaan bahan dan yang membedakannya
adalah rasio dari campuran konduktifitas tersebut. Elektrolit padat akan dapat berfungsi
sebagai konduktor ionik bila rasio konduktifitas ionik terhadap konduktifitas total sama
dengan atau lebih besar dari 0.99. Material padatan keramik yang mempunyai
konduktifitas ionik lebih tinggi akan mempunyai ikatan elektron yang kuat sehingga
elektrolit padatan memiliki gap energi yang lebar, meskipun pada temperatur kamar
umumnya merupakan insulator elektrik [16].
Elektrolit padat dikembangkan dari hasil penelitian Faraday pada tahun 1833.
Akan tetapi penggunaannya secara luas dalam pengukuran sifat termodinamik dari
material dimulai oleh Kiukkola dan Wagner [17,18] pada tahun 1957. Elektrolit padat
dapat dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi, diantaranya:
5
a) Klasifikasi menurut temperatur, dimana konduktor ionik mempunyai nilai
tertentu pada suatu rentang temperatur;
b) Klasifikasi dengan dasar jenis ion, didasarkan pada mobilitas yang paling
tinggi antara kation atau anion.
Klasifikasi (b) lebih sering digunakan pada area sensor kimia, sebagian elektrolit
padatan anorganik secara signifikan hanya memperlihatkan konduktivitas ioniknya pada
temperatur elevasi. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya energi aktifitas sebagai energi
minimal yang dibutuhkan untuk menggerakkan ion. Sedangkan beberapa elektrolit
polimer mempunyai kelebihan mampu bekerja pada temperatur yang lebih rendah dan
telah diteliti secara intensif dalam beberapa dekade ini.
Dibandingkan dengan elektrolit larutan, penggunaan elektrolit padatan lebih
praktis, sebagai contoh adalah bahwa elektrolit larutan selalu membutuhkan kontainer
sedangkan hal tersebut tidak dibutuhkan pada pemakaian elektrolit padatan, sehingga
kepraktisan ini dapat memudahkan dalam rancang bangun sensor dan sangat cocok untuk
teknologi pembuatan produk secara mikro, seperti ditunjukkan dalam penggunaan
elektrolit padat pada mikrosensor elektrokimia, perangkat peubah energi seperti sel
baterai dan fuel-cell, electrochromik display [19-21].
Didalam konduktor elektronik, elektron dapat bergerak relatif bebas dengan
adanya pengaruh medan listrik, akan tetapi lain halnya pada konduktor ionik dimana
posisi ion dibatasi oleh struktur kristal ionik tertentu. Muatan yang berlawanan dari ion
terdekat pada suatu padatan ionik akan berusaha mempertahankan posisi ion dalam
kesetimbangan dengan membentuk energi barrier. Agar ion dapat bergerak, dibutuhkan
penambahan energi diatas energi barrier agar dapat menekan ion. Cacat titik dan posisi
kisi terbuka akan menambah kemudahan ion untuk bergerak atau berdifusi melalui
elektrolit padat. Mekanisme konduksi ionik pada elektrolit padat disebabkan oleh adanya
defek, sehingga konsep mekanismenya berdasarkan intertisial dan vakansi.
Pada migrasi vakansi, sejumlah tempat yang akan diduduki secara ideal (struktur
bebas cacat) temyata kosong. Hal ini disebabkan adanya pertambahan kation akibat
panas, yang kemudian berpasangan dengan vakansi anion menhasilkan cacat schottky
ataupun dengan adanya muatan impuritas. Ion yang terletak bersebelahan dengan
vakansi dapat meloncat kedalam vakansi yang lain dan akan meninggalkan suatu tempat
kosong.
Pada migrasi intertisial, tempat intertisi didefinisikan sebagai selalu kosong pada
struktur yang ideal. Pada struktur sebenamya, ion dapat menduduki tempat intertisial
dengan adanya dopingT atau penggantian ion dari kisi kedalam tempat intertisial
sebelahnya. Loncatan ini bisa merupakan hanya satu tahapan dalam suatu proses
konduksi long-range. Kedua mekanisme tersebut dikategorikan sebagai alokasi loncatan
ion. Pada umumnya proses pemindahan ion berlangsung dengan mengikuti mekanisme
intertisial [14].
Konduktor Ionik Sensor gas Nox dan Metode preparasinya
Terdapat beberapa pilihan material sensor untuk gas Nox. Telah dilaporkan dalam
literature bahwa Ago 4 Na 7 .6 (AlS i0 4 )6 (NO )2 dapat digunakan sebagai konduktor ionic pada
peralatan sensor gas N O x [2 ] . Akan tetapi tidak ditemukan literature-literatur yang
menunjukan pengembangan material ini sebagi sensor.
Material konduktor ionic lain yang banyak diteliti adalah, konduktor ionic
berbasis ion Natrium (Natrium Superionik Konduktor/ N A S I C O N ) [3-5]. Material ini
memiliki rumus kimia Na 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 ) . Untuk mendapatkan N A S I C O N yang memiliki
porositas yang tinggi, telah dikembangkan metode preparasi Sol-gel [5] . Metode sel yang
dikembangkan ditunjukkan pada alur preparasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Metode ini terbukti menghasilkan material dengan porositas yang tinggi, tetapi harga
bahan baku metal organic yang sangat mahal mendorong dipilihnya reaksi padat-padat
sebagai metode preparasi N A S I C O N . Gambar 2.2 menunjukan hasil analisis dengan
difraksi sinar-x dari material yang dibuat dengan cara sol gel.
Preparasi konduktor ionic dapat juga dilakukan dengan reaksi padat-padat.
Beberapa literature melaporkan bahwa N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 [3,4] dapat dibuat melalui alur
reaksi tersebut. Secara teoritis, luas kontak antara precursor zat padat yang bereaksi {luas
permukaan padatan), prosedur pencampuran dan perlakuan panas. Dalam literature tidak
pernah ditunjukan prosedur rinci terkait kondisi optimum badi proses pencampuran dan
perlakuan panas. Salah satu alternative metode pencampuran yang dilakukan pada
7
pembuatan M g Z r 4 ( P 0 4 ) 6 adalah penambahan acetone pada saat pencampuran padatan
precursor yaitu MgO, ZrO, dan N H 4 H 2 P 0 4 [22 ] .
Larutan NaOH N H 4 H 2 P 0 4
Pada suhu 80°C Larutan NajO.3SiOj.HjO
Larutan logam organik
Z r ( O C 3 H 7 ) 4 70% dalam metanol
•
Hidrolisis dan Polikondensasi
i •
Gel Alkohol
Evaporasi dg lambat
Serogel
Perlakuan Thermal
Gambar 2.2. Diagram alir preparasi Na3Zr2Si2POi2 (NASIXON) dengan methode sol-gel
8
BAB I I I
M E T O D E PENELITIAN
1. Alat dan Bahan .*
1.1 Alat
Peralatan preparasi material yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
peralatan kimia biasa, dan tungku (Uchida, IMF-72) untuk memanaskan campuran.
Analisis material bahan baku dan hasil preparasi yang dilakukan dengan menggunakan,
diffaktometer sinar-X ( X R D - P W 3 7 1 0 ) digunakan untuk menganalisa fasa kristal hasil
preparasi, X - R a y Fluorometer/XRF digunakan untuk menganalisa kandungan Natrium
fosfat dan Zirkonium silikat, F T - I R ( S H I M A D Z U , F T I R - 8 4 0 0 ) digunakan untuk
mengetahui gugus fungsi material, dan T G - D T A ( T G A / S D T A 85 l e from Mettler
Toledo) digunakan untuk mempeajari perilaku termal pada proses preparasi. Analisis
dengan Scanning Electron Microscopy ( S E M ) dilakukan pada peralatan S E M JEOL-530 .
1.2 Bahan
Bahan-bahan utama yang digunakan pada preparasi material Na3Zr2Si2POi2
adalah
1. Z r S i 0 4 (Sigma Aldrich P . A )
2. N a 3 P 0 4 (Sigma Aldrich P . A )
3. H 2 C 2 0 4 (Sigma Aldrich P . A )
4. Aseton. (Sigma Aldrich P . A )
2. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua tahap utama yaitu tahap preparasi dan
tahap karakterisasi Na3Zr2Si2POi2-
/. Preparasi Na 3 Zr 2 Si 2 POi2
Kegiatan penelitian pada tahap preparasi dilakukan dengan teknik reaksi padat-
padat. Bahan dasar pembuatan material adalah Zirconium silikat ( Z r S i 0 4 ) dan Natrium
9
pospat ( N a 3 P 0 4 ) . Campuran stoikhiometris Z r S i 0 4 dan N a 3 P 0 4 ( 2 : 1 ) dicampurkan
secara mekanik (agate mill/digiling) untuk mendapatkan campuran yang relatif homogen.
Selanjutnya campuran dipanaskan pada temperatur sinteringnya.
Optimasi metoda dilakukan dengan melakukan berbagai variasi yaitu: temperatur
sintering, waktu sintering, penambahan zat organic (asam oksallat) pada proses sintering,
dan penambahan aseton pada proses pencampuran. Dalam bentuk skema tahap penelitian
ini ditunjukan pada Gambar 1. Material hasil preparasi selanjutnya dikarakterisasi dengan
F T I R dan X R D . Sampai saat ini karakterisasi dengan S E M dan Impedance spektroskopi
belum dapat dilakukan sampai hasil interpretasi X R D selesai dilakukan, sehingga dapat
ditentukan material hasil preparasi yang akan diuji.
Bahan baku Na3PQ4 dan ZrSiQ4
Anal isa FTIR «
Pencampuran mekanis (Agate mill)
Anal isa FTIR «— -) Studi perilaku thermal
dengan TG-DTA
Reaksi/Sintering (Variasi: Temperature, waktu sintering, aditif zat organik, dan
penambahan aditif pencampuran)
FTIR XRD SEM Impedance Spectroscopy
Gambar 3. 1. Skema tahap-tahap preparasi dan karakterisasi katalis
Preparasi Material
Preparasi N A S I C O N dilakukan dengan cara mencampurkan N a 3 P 0 4 dan Z r S i 0 4
dengan perbandingan mol 1:2 kemudian campuran digerus dan dipanaskan pada suhu
tinggi. Variasi-variasi yang dilakukan dalam preparasi adalah suhu sintering, waktu
sintering, bentuk pelet dan serbuk, waktu penggerusan, penggunaan aseton pada saat
penggerusan dan penambahan asam oksalat pada campuran.
10
1. Variasi suhu sintering
Untuk mencari suhu pemanasan yang tepat, sampel disintering pada suhu 800, 900
dan 1000 °C.
2. Variasi waktu sintering
Variasi waktu sintering dilakukan pada kondisi suhu 1000 °C dengan campuran
berbentuk pelet. Variasi dilakukan untuk 1, 2, dan 3 jam.
3. Variasi bentuk
Untuk variasi ini campuran disintering pada 1000 °C selama 2 jam.
4. Variasi waktu penggerusan
Waktu penggerusan divariasikan selama 15, 30 dan 45 menit dengan waktu waktu
sintering selama 2 jam pada suhu 1000°C.
5. Variasi proses penggerusan
Untuk membandingkan proses penggerusan campuran digerus dengan aseton dan
tanpa aseton dengan suhu sintering 1000 °C selama 2 jam.
6. Variasi komposisi
Variasi dilakukan dengan menambahkan Asam oksalat dan tanpa penambahan Asam
oksalat terhadap campuran Zirkonium silikat dan Natrium fosfat (1:2 mol).
Sinteringnya sendiri dilakukan pada suhu 1000° selama 2 jam.
2. Karakterisasi: Na 3 Zr2Si2POi2
Material hasil preparasi ini akan dikarakterisasi fasa kristalnya dengan metode
difraksi sinar-X ( X R D ) . Sampai tahap ini, karakterisasi terhadap material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
telah dilakukan dengan X R D dan F T I R . Tahap karakterisasi lain yang masih harus
dilakukan adalah penentuan morphologi materi dengan menggunakan S E M . Micrograp
image diharapkan dapat memberikan gambaran tentang struktur (permukaan) dan
porositas dari material yang dibuat. Sedangkan konduktivitasnya akan diukur dengan
peralatan impedance spektrometer.
1 1
B A B I V H A S I L DAN P E M B A H A S A N
4.1. Karekterisasi Bahan Baku
Sebelum dilakukan prosedur preparasi material Na3Zr2Si2POi2 dilakukan analisa
X R D terhadap natrium fosfat ( N a 3 P 0 4 ) dan dan zirkonium silikat ( Z r S i 0 4 ) , sebagai
kontrol atas bahan baku yang digunakan. Hasil analisa X R D untuk kedua bahan baku
tersebut ditunjukan pada Gambar 4 .1 . Hasil analisis Hanowath menunjukan bahwa
natrium fosfat dan dan zirkonium silikat yang digunakan merupakan fasa mumi.
1 ZrSiO,
.1 1 i . 1 A , 1 A I i l .
L L L L L u ^ ^ ^ ^
—1 1 1
10 20 30 40 50 60
2theta
Gambar 4.1. Difraktogram bahan baju, N a 3 P 0 4 dan Z r S i 0 4
4. 2. Studi T G - D T A preparasi material 'sensor' N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
Thermal Gravimetry dan Deffrensial Thermal Analysis (TG-DTA) dilakukan
terhadap campuran natrium fosfat dan zirkonium silikat untuk mengetahui perilaku
termalnya pada saat dipanaskan. Hasil analisa T G - D T A ini ditunjukan pada Gambar 4.2.
Pada kurva T G A dapat diamati bahwa terjadi dua tahap pengurangan massa, yaitu pada
temperatur 200-260 C dan 280-380 C dengan pengurangan massa sebesar 0.427 mg dan
9.2753 mg atau 0.67% dan 14.56%. Kedua proses ini merupakan proses yang endotermal
12
sebagaimana ditunjukkan oleh kurva D T A . Pada temperatur 650 °C, 820 °C, dan 900 °C
kembali terjadi proses-proses endotermis tetapi tidak disertai dengan perubahan massa.
0 200 400 600 800 1000
Temperatur (°C)
Gambar 4. 2. Kurva T G - D T A pemanasan campuran natrium fosfat dan zirkonium silikat; pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis.
13
0 200 400 600 800 1000
Temperatur (°C)
Gambar 4.3. Kurva T G - D T A natrium fosfat; pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis.
Analisa T G - D T A juga dilakukan terhadap Natrium fosfat untuk mengetahui
proses yang terjadi pada saat pemanasan sebelum dilakukan pencampuran dengan
zirkonium silikat. Kurva T G - D T A untuk natrium fosfat ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Pada kurva tersebut tampak bahwa kenaikan temperatur sampel dari temperatur ruang ke
280 °C diikuti dengan perubahan massa yang landai. Pada temperatur 280-390 °C terjadi
pengurangan massa yang sangat tajam (2.098 l m g atau 6.9% dari massa awal). Diatas
temperatur 390 C perubahan massa yang terjadi hampir tidak teramati. Perubahan ini
serupa dengan hasil T G dari campuran natrium fosfat-zirkonium silikat. Kemiripan lain
juga diamati pada kurva D T A pemanasan natrium fosfat yang menunjukan adanya reaksi
endoterm pada temperatur 280-390 °C, 520-580 °C, dan 600-650 °C. Sedangkan puncak
endoterm pada temperatur 850 dan 900 °C yang terdapat pada kurva D T A campuran
tidak tampak pada kurva D T A natrium fosfat ini.
Karena perubahan yang terjadi pada temperatur 200-260 °C, 280-380 °C, dan 650
°C terjadi pada pemanasan natrium fosfat dan pada campuran natrium fosfat-zirkonium
14
silikat, maka pada temperatur-temperatur tersebut belum ada indikasi terjadinya reaksi
antara N a 3 P 0 4 dengan Z r S i 0 4 . Dengan demikian diduga, reaksi antara N a 3 P 0 4 dengan
Z r S i 0 4 kemungkinan terjadi pada temperatur di atas 800 C sebagaimana ditunjukan oleh
hasil D T A yang menunjukan adanya proses-proses endotermal pada pemanasan
campuran
4. 3 Analisa F T I R
Untuk mengetahui perubahan 'struktur' pada proses preparasi material 'sensor'
Na3Zr2Si2POi2, dilakukan analisa masing-masing terhadap campuran dan bahan baku
secara terpisah. Pengukuran spectra I R dilakukan terhadap campuran natrium fosfat-
zirkonium silikat: (1) sebelum mendapat perlakuan panas, (2) setelah dipanaskan pada
temperature 700 °C, dan (3) setelah dipanaskan pada 1000 °C. Temperatur-temperatur ini
dipilih berdasarkan pengamatan terhadap kurva T G - D T A yang mengindikasikan
perubahan pada temperatur tersebut. Hasil pengukuran dengan F T I R ini ditunjukan pada
Gambar 4.4.
Tampak bahwa pemanasan campuran natrium fosfat-zirkonium silikat
mengakibatkan perubahan pola spektra F T I R . Campuran N a 3 P 0 4 - Z r S i 0 4 sebelum
dipanaskan, memiliki puncak-puncak yang kompleks pada bilangan gelombang 800-1100
cm' 1 . Kompleksitas spektra pada rentang temperatur tersebut hilang setelah sampel
dipanaskan pada temperatur 700 °C. Spektra F T I R untuk campuran yang dipanaskan pada
suhu 700 °C memperlihatkan puncak-puncak pada 1157 cm' 1 , 1053 cm"1, 918 cm"1, 794
cm"1, dan beberapa puncak pada rentang 600-370.
Pada campuran dengan pemanasan 1000 °C terjadi perubahan puncak j ika
dibandingkan dengan pemanasan 700 °C. Puncak pada 1157 cm' 1 bergeser menjadi 1126
cm"1. Analisa F T I R terhadap material serupa yang dibuat dengan metode sol-gel [6]
mengidentifikasi puncak inffamerah pada rentang 800-1091 cm' 1 sebagai vibrasi ulur dari
Z r 0 6 , S i 0 44 " , dan P 0 4
3 " dan serapan pada 420-750 cm"1 sebagai vibrasi tekuk dari Z r 0 6 ,
S i 0 44 " , dan P Q 4
3 " .
15
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
Bilangan Gelombang (cm"1)
Gambar 4.4. Gambar spektra F T I R campuran natrium fosfat-zirkonium silikat
Untuk mengetahui apakah perubahan spectra yang terjadi hanya merupakan
proses yang terjadi pada bahan baku yang dipanaskan dilakukan pula analisa terhadap
bahan baku secara terpisah. Analisa dilakukan pada sample sebelum dan sesudah
dipanaskan pada suhu 260 dan 380 °C. Pemanasan pada temperatur ini dipilih
berdasarkan hasil experimen dengan T G A yang menunjukan terjadinya perubahan massa
yang tajam dengan reaksi yang endotermis. Hasil spektra F T I R untuk N a 3 P 0 4 ditunjukan
pada Gambar 4.5. Tampak bahwa terdapat perbedaan antara spektra N a 3 P 0 4 sebelum dan
setelah pemanasan. Pada spektra tanpa pemanasan terlihat puncak-puncak kompleks.
Kompleksitas spektra ini biasanya diakibatkan oleh kandungan air pada sample. Puncak
pada bilangan gelombang 1350 cm"1 dan 1400 cm'1 hilang setelah pemanasan dan timbul
puncak baru pada bilangan gelombang 1100 cm' 1 . Hasil yang serupa ditunjukkan pada
literatur [ 7] .
16
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
Bilangan Gelombang (cm 1 )
Gambar 4.5. Spektra F T I R Natrium fosfat
Spectra F T I R untuk zirkonium silikat ditunjukkan apada Gambar 4.6 yang
memperlihatkan adanya puncak serapan yang lebar pada pada 800-1299 dan 613 cm"1.
Tidak ada perbedaan spektra F T I R antara zirkonium silikat yang dipanaskan dengan
zirkonium silikat asal, yang berarti tidak ada perubahan yang terjadi pada pemanasan
zirkonium silikat sampai suhu 380 °C. Hal ini juga berarti bahwa perubahan yang terjadi
pada pemanasan campuran natrium fosfat-zikonium silikat sampai dengan temperatur
380 merupakan perubahan yang terjadi pada natrium fosfat dan bukan menunjukkan
adanya reaksi. Puncak serapan yang lebar antara 850-1250 cm' 1 juga diamati pada [7]
dan merupakan vibrasi untuk S i - 0 atau O-Si-O.
Dari hasil analisa F T E R ini bisa dilihat karakteristik dari gugus fosfat masih
terdapat pada F T I R campuran yang dipanaskan pada temperatur 1000°C. Hal ini terlihat
dari adanya serapan pada 1161 cm"1 untuk fosfat awal yang bergeser menjadi 1157 cm'1
pada fosfat yang merupakan serapan dari P O 4 3 " . Seperti pada fosfat, pita serapan dari
zirconium silikat juga masih teramati pada campuran yaitu pada bilangan gelombang 794
cm"1 dimana pada Zirkonium silikat puncak ini teramati pada 798 cm" . Hasil-hasil FTER
17
pada campuran yang dipanaskan pada 1000 °C menunjukkan adanya gugus Zr06, S i 0 44 " ,
dan P 0 43 " .
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
Bilangan Gelombang ( cm 1 )
Gambar 4.6. Gambar spektra F T I R Z r S i 0 4
4. 4 Analisa X R D Material N a 3 Z r 2 P 0 1 2 Hasil Preparasi
Sebagaimana telah diuraikan tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan
metode preparasi konduktor ionic berbasis ion N a + , yaitu N a 3 Z r S i 0 4 P O i 2 , dan dikenal
dengan sebutan N A S I C O N . Preparasi material N a 3 Z r S i 0 4 P O i 2 direkayasa melalui
berbagai variasi perlakuan, yaitu: variasi suhu sintering, waktu sintering, bentuk, waktu
penggerusan, proses penggerusan dan komposisi. Pada bagian ini ditampilkan
difraktogram-difraktogram X R D dari N a 3 Z r S i 0 4 P O i 2 hasil preparasi. Untuk
mengevaluasi keberhasilan dari setiap variasi preparasi, difraktogram X R D dibandingkan
dengan pola X R D N A S I C O N literature [8,9].
4.4.1 Variasi suhu sintering
Gambar 4.7 memperlihatkan difraktogram X R D material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil
preparasi pada suhu sintering 800, 900 dan 1000 ° C . Symbol lingkaran-lingkaran kecil
18
merupakan puncak-puncak N A S I C O N yaitu senyawa N a 3 Z r 2 S i 2 P O ] 2 yang memiliki sifat
konduktor ionik. Difraktogram X R D pada suhu 800 °C mulai menunjukkan adanya
puncak-puncak N A S I C O N , walaupun pada 26 53,5 dan 56 masih terdapat puncak
Z r S i 0 4 . Puncak-puncak khas N A S I C O N pada 26 = 13, dua puncak disekitar 19, 23, 27.5,
dan 30 sudah mulai muncul. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 800 °C sudah mulai
terjadi reaksi antara N a 3 P 0 4 dan Z r S i 0 4 membentuk N A S I C O N tetapi masih memiliki
fasa Z r S i O sebagai bahan baku.
Pada temperatur yang lebih tinggi, 900 °C, pola difraksi X R D N A S I C O N
tampak lebih jelas, walaupun puncak Z r S i 0 4 pada 26 = 53 masih teramati. Puncak sekitar
28 menunjukkan puncak dari Natrium fosfat. J ika dibandingkan dengan difraktogram
X R D yang diperoleh dengan metode sol-gel [8] maka puncak-puncak N A S I C O N sudah
terdapat pada material hasil preparasi melalui sintering pada 1000 °C. , tetapi masih ada
satu puncak interferece pada 26 = 21.5 derajat.
9 0 ?
, 1 1 1 1
10 20 30 40 50 60
2 theta
Gambar 4.7. Difraktogram X R D variasi suhu sintering
19
4.4.2 Variasi Waktu Sintering
Selain temperatur sintering, variabel yang juga penting untuk diperhitungkan
adalah waktu sintering. Hasi l preparasi material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 dengan waktu sintering 1,
2, dan 3 jam diperlihatk^n pada Gambar 4.8. Difraktogram sinar-X menunjukkan pada
suhu 1000 °C untuk waktu sintering 1 j am puncak pada 20 sekitar 13 belum muncul.
Puncak pada 21.5 untuk waktu sintering 3 jam intensitasnya berkurang j i k a dibandingkan
dengan waktu sintering 2 j am.
i — i L .
)
\ L 1 2 Jam
1 — 1 1 1 I
10 20 30 40 50 60
2 theta
Gambar 4. 8. Difraktogram X R D material N a 3 Z r 2 S i 0 4 yang dipeparasi melalui variasi waktu sintering
4.4.3 Pemberian Tekanan (Bentuk Pelet dan Serbuk)
Variabel yang dipelajari melalui variasi bentuk (Pelet/Serbuk) adalah perlakuan
pemberian tekanan pada bahan baku setelah pencampuran. Material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2
dibentukdalam pelet dengan memberi tekanan sebesar 60 psi. Hasi l analisa dengan X R D
untuk sampel serbuk dan pelet, ditunjukkan pada Ganbar 4.10. Perbedaan difraktogram
pelet dan serbuk untuk sintering pada suhu 1000 °C dengan waktu sintering 2 jam tidak
20
berbeda pada pola difraktogramnya. Perbedaan yang terjadi adalah adanya pergeseran
puncak-puncak.
10 20 30 40 50 60
2 theta
Gambar 4. 9. Difraktogram X R D material N a 3 Z r 2 S i 0 4 pada berbagai bentuk
4.4.5 Aditif pada proses pencampuran
Difraktogram untuk material N a 3 Z r 2 S i 0 4 yang dipreparasi dengan penambahan
aseton pada saat pencampuran, ditunjukan pada Gambar 4.10. Aseton digunakan sebagai
"alat bantu" untuk lebih menghomogenkan campuran. Aseton digunakan pada saat
penggerusan dengan lumpang alu. Hasil difraksi sinar-X menunjukkan adanya
pengurangan puncak "pengotor" pada 2d 21.5.
21
10 20 30 40 50 60
2 theta
Gambar 4. 10. Difraktogram X R D variasi proses penggerusan
4.4.6 Penggunaan aditif organik (As. Oksalat)
Penggunaan asam oksalat untuk sintering pada 1000 °C tidak berpengaruh
terhadap hasil sintering. Tidak ada pengaruh yang cukup signifikan yang ditunjukkan
oleh difraksi sinar-X. Tetapi kedua metode menghasilkan pola difraksi yang
mengindikasikan terbentuknya N A S I C O N .
4.4.7 Pengaruh Waktu Penggerusan
Experiment melalui variasi waktu pengerusan menghasilkan trend difraktogram
yang sulit diintepretasi. Walau demikian pola difraksi N A S I C O N masih tetap tampak dan
intensitas "puncak" pengotor juga makin berkurang.
22
Gambar 4 .11 . Difraktogram X R D variasi komposisi
45 menit ^ -
15 Menit
10 20 50 30 40
2 t he ta
Gambar 4.12. Difraktogram X R D variasi waktu penggerusan
60
23
4.5 Studi Morfologi Material N a 3 Z r 2 S i P O i 2 dangan S E M
Gambar 4.13 memperlihatkan mikrograf S E M dari sample material
Na3Zr 2 Si 2 POi 2 yang dipreparasi pada temperatur 1000 °C, waktu sintering 1 jam dengan
pebesaran (a) 150x, (b) 2000x, dan (c) 7500x. Pada perbesaran 150x tampak bahwa
permukaan material N a j Z r 2 S i 0 4 P O i 2 hasil preparasi memiliki bagian yang masif dengan
beberapa bagian berlubang yang terdistribusi secara tidak merata. Apabila bagian masif
material diperbesar sampai 2000x, tampak bahwa N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi tersusun
atas partikel-partikel dengan bentuk dan ukuran yang relatif homogen. Pada perbesaran
7500x tampak bahwa partikel-partikel tersebut berbentuk balok dengan ukuran sekitar 1
s.d 2 pm.
(a) (b) (c) Gambar 4.13. Mikrograf S E M sampel N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 ; temperatur sintering 1000 C , waktu sintering 1 jam.
Gambar serupa untuk material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dipreparasi pada temperatur
1000 °C dan waktu sintering 2 jam ditunjukan pada Gambar 4.14. Waktu penggerusan
pada pencampuran bahan baku untuk sampel ini adalah 15 menit. Sedangkan untuk
material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang dipersiapkan dengan waktu penggerusan 45 menit
ditunjukan pada Gambar 4.15.
24
(a) (b) (c)
Gambar 4.14. Mikrograf S E M material Na3Zr 2 Si 2 POi 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 15 menit (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
(a) (c) Gambar 4.15. Mikrograp S E M material Na3Zr 2 Si 2 POi 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 45 menit. (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
Walaupun kedua material yang dibuat dengan waktu penggerusan berbeda
menunjukkan morfologi yang mirip, tetapi N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi dengan waktu
penggerusan 45 menit memiliki homogenitas textur dibanding hasil preparasi dengan
waktu penggerusan 15 menit.
Material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu
sintering 2 jam dengan penambahan asam oxalat menunjukan morfologi permukaan yang
25
berbeda dari Material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 yang lainnya. Mikrograf S E M untuk sampel yang
dipreparasi dengan penambahan asam oksalat ditunjukan pada Gambar 4.16. Perbedaan
yang paling nyata dari material ini adalah, terbentuknya agregasi partikel-partikel.
Gambar 4. 16. Mikrograp S E M material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi pada temperatur sintering 1000 °C waktu sintering 2 jam, dengan waktu penggerusan 45 menit. . (a) perbesaran 2000x (b) perbesaran 7500x
Hasil analisis morfologi dengan S E M , secara keseluruhan menunjukkan bahwa
material hasil preparasi pada skala mikro bagian masif material memiliki homogenitas
bentuk dan ukuran partikel tetapi masih memiliki pori-pori dengan ukuran sekitar 1 s.d
2 pm. Sedangkan hasil preparasi dengan metode sol-gel yang dilaporkan pada literatur
menunjukkan ukuran partikel sebesar 0.01 s.d 0.1 pm [23,24]. Pori-pori ini diperlukan
j i k a material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 digunakan sebagai material sensor. Dengan adanya pori
pada material gas yang dideteksi dapat berdifusi dari satu sisi ke sisi lainnya.
26
B A B V K E S I M P U L A N
Metode reaksi padat-padat yang dimodifikasi telah dicobakan untuk
mempreparasi material Na3Zr 2 Si 2 POi 2 . Material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi memiliki
pola difraksi yang sangat mirip dengan N A S I C O N yang umumnya dibuat melalui metode
preparasi sol-gel. Kondisi reaksi yang dapat menghasilkan material dengan pola difraksi
serupa N A S I C O N adalah temperatur sintering 1000 °C, waktu sintering minimal 2 jam.
Modifikasi pada proses pencampuran seperti penambahan aseton dan penambahan asam
oksalat dapat mengurangi intensitas difraksi pengotor yang masih tampak.
Analisis morfologi pada material hasil preparasi menunjukkan bahwa material
N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi memiliki bentuk dan partikel yang homogen yaitu bentuk
persegi dengan ukuran antara 1 sd 2 mikron. Peluang aplikasi material Na3Zr 2 Si 2 POi 2
hasil preparasi dapat ditentukan setelah Sifat konduktansinya dievaluasi.
27
7. Daftar Pustaka
[ I ] N . Miura, S. Yao , Y . Shimizu, and N Yamazoe, New auxiliary sensing material for solid electrolyte N02 sensors, Solid State Ionic, 70/71 (1994) 572-577
[2] M . R . M . Jiang and M . T Weller, A nitrite solidate N 0 2 gas sensor, Sensors and Actuator B : Chemical 30 (1996) 3-6
[3] N . Miura, M . Ono>- K Shimanoe, and N . Yamazoe, A compact amperometric NO2 sensor based on Na+ conductive solid electrplyte, Journal o f Applied Electrochemistry 28 (1998) 863-865
[4] Y . Yang and C - C L i u , Development of a NASICON based aperometric carbon dioxide sensor, Sensor and Actuators B : 62 Chemical (2000) 30-34
[5] E . Traversa, H . Aono, Y . Sadaoka, and L Montanaro, Electrical properties of sol-gel processed NASICON having new composition, Sensor and Actuators B : 65 Chemical (2000)204-20
[6] W . Weppner, Sensors and Actuators 12 (1987) 107. [7] P. Fabry and E . Siebert, Electrochemical Sensor, in P. J . Gellings and H.J .M. ,
Bouwmeester, The C R C Handbook of Solid State Electrochemistry, C R C Press, Bocaraton: 1997
[8] K . T . Jacob and X Mathews, High Conductivity Solid Ionic Conductors (Elsevier, North Holland Inc., Amsterdam, 1989) 513-563.
[9] H . Dietz, Solid State Ionics 6 (1982) 175. [10] D . J . Fray, Solid State Ionics 86-88 (1996) 1045-1054. [ I I ] P .G . Bruce, Solid State Electrochemistry (Cambridge University Press, Camridge,
(1995) 1-4. [12] K . S . Goto, Anal . Chem. Symp. Ser. 17 (1983) 388. [13] K . S . Goto, Nippon Kuizoku Gakkai Kaiho 23 (1984) 978. [14] D . E . Will iams and P.Mc. Geehim, J . Electrochem. 9 (1984) 246. [15] W . C . Maskell and B . C . H . Steele, J . Appl. Electrochem. 16 (1986) 475. [16] K . Kiukkola and C . Wagner, J . Electrochem. Soc. 1045 (1957) 308-316. [17] J .N . Pratt, Metall. Trans. A 21A (1990) 1223-1250. [18] M . Klettz and A . Pelloux, Fast Ion Transport in Solid (Elsevier North Holland, I N C , Amsterdam, 1979) 69. [19] C . C . L i u , Mat. Chem. Phys. 42 (1995), 87-90. [20] J . M . Rean and J . Portier, Solid Electrolytes (Acad. Press, New Y o r k , 1978) 313-333. [22] L . Wang, R . V . Kumar, A new S02 gas Sensor based on an Mg2+ conducting solid
electrolyte, Journal of Electroanalytical Chemistry 543 (2003) 109-114 [23] S. Zhang, B . Quan, Z . Zhao, Z . Zhao, B . Zhao, Y . He, W . Chen, Preparation and
characterization of NASICON with a new sol-ge, process, Material Letters 58 (2003) 226-229
[24] F . Qui, Q. Zhu, X . Yang, Y . Quan, B X u , Preparation of planar CO2 sensor based on solid-electrolyte NASICON synthesized by sol-gel process, 83 (2004) 193-198
[25] Y Yang, C - C L i u , Development of NASICON-based ampherometric carbon dioxide sensor, Sensor and Actuators B 62 (2000) 30-34
28
Lampiran 1
Proposal Kegiatan Penelitian Tahun Ke Dua
Preparasi dan karakterisasi material konduktor ionik berbasis ion Na sebagai komponen sensor gas NOx dan peluang aplikasinya
A. Capaian Penelitian Tahun Pertama
Metode reaksi padat-padat yang dimodifikasi telah dicobakan untuk membuat
N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 sebagai material sensor gas NOx. Material Na3Zr 2 Si 2 PO] 2 hasil preparasi
memiliki pola difraksi yang sangat mirip dengan N A S I C O N rujukan yang umumnya
dibuat melalui metode preparasi sol-gel. Kondisi reaksi yang dapat menghasilkan
material dengan pola difraksi serupa N A S I C O N adalah temperatur sintering 1000 °C dan
waktu sintering minimal 2 jam. Modifikasi pada proses pencampuran seperti penambahan
aseton dan penambahan asam oksalat dapat mengurangi intensitas difraksi pengotor yang
masih tampak pada material hasil preparasi. Analisis morfologi pada material hasil
preparasi menunjukkan bahwa material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi memiliki bentuk
dan partikel yang homogen yaitu bentuk persegi dengan ukuran antara 1 sd 2 mikron.
Untuk menentukan potensi dan keberhasilan metode preparasi yang digunakan,
material Na3Zr 2 Si 2 POi 2 hasil preparasi perlu diuji sifat konduktansi dengan impedance
spektroskopi.
B. Masalah Penelitian Tahun ke Dua
Pada tahun ke dua akan diselesaikan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sifat konduktansi material Na3Zr 2 Si 2 POi 2 hasil preparasi dengan
metode reaksi padat-padat yang dimodifikasi?
2. Kondisi preparasi optimum apakah yang dapat menghasilkan material
Na3Zr 2 Si 2 POi 2 dengan sifat konduktansi yang disyaratkan?
3. Bagaimanakah peluang aplikasi material N a 3 Z r 2 S i 2 P O i 2 hasil preparasi dengan
metode reaksi padat-padat yang dimodifikasi?
29
C. Rencana Kegiatan Penelitian Tahun Ke Dua
1. Evaluasi sifat konduktansi sebagai fungsi dari variasi metode preparasi
2. Optimasi metode preparasi untuk menghasilkan material untuk mendapatkan
konduktansi yang disyaratkan
3. Penelusuran metode perakitan sel sensor
D. Usulan dan Justifikasi Anggaran Tahun Ke dua
Dana yang diusulkan untuk tahun ke dua: Rp. 75.000.000
Biaya T P P a. Bahan Habis Pakai
Nama Barang Kegunaan kuantitas Harga total ( R P )
N a N 0 2 Auxilary sel sensor 500 g 594.000 Kawat Platina Elektroda sel sensor 20 cm 5.000.000 Sputering A u Auxi lary sel sensor 10 kal i 2.000.000 Tabung Quartz Saluran gas sample 1 m 1.750.000 Ceramabond Pengeleman pada perakitant 100 g 1.750.000 Jumlah 12.000.000
b. Instrumentasi Jenis Peralatan/Pengukuran Pengukuran/
pembelian Biaya Satuan
( R P )
Jumlah (Rp
X R D di tempat T P P 12 kali 250.000 3.000.000 Pemeliharaan Furnace 2 kali 500.000 1.000.000 Jumlah 4.000.000
Jenis perjalanan Kepentingan Total (Rp) Antar Kota (Bandung-Jakarta-Bandung) 1 kal i x 2 orang x Rp. 500.000/rang 1.000.000
Jumlah 1.000.000
Jenis pengeluaran Kepentingan Total (Rp) Biaya hidup T P P di T P M 2 orang x 4 bulan x Rp. 1.500.000/bulan/orang Pelaksanaan penelitian 12.000.000 Jumlah 12.000.000
30
e. Honorarium jcms pengeluaran 1 otal (Kp) rionoranum iveiua oan anggota l r r / n r ' i n o v 1 fl r v i i l o n v I?r*\ A A A A A A / V i n l o n / z - i r o T i r r Z. U l d l l g A 1U U U l d l l A I\p. O O U . U U U / D U l d l l / O r d l l g 1 1 C\(\(\ A A A 1 Z . U U U . U U U 111 m I o ri j umidn
1 A A A A A A 1 Z.UUU.UUU
f. Seminar dan Laporan Jenis pengeluaran Total (Rp)
Seminar 2.000.000 Laporan 2.000.000 Jumlah 4.000.000 Total Biaya T P P : Rp. 45.000.000 (Empat puluh lima juta rupiah)
Justifikasi anggaran T P M a. Instrumentasi
Jenis Peralatan/Pengukuran Pengukuran/ Biaya Jumlah (Rp pembelian Satuan (Rp)
X R D 10 kali 250.000 2.000.000 S E M 10 kali 400.000 3.000.000 Impedance Spectrometer 10 kali 500.000 4.000.000 Jumlah 9.000.000
b. Perjalanan Jenis perjalanan Kepentingan Total (Rp)
Antar Kota (Bandung-Depok-Bandung) 1 kali x 2 orang x Rp. 500.000/rang
Tinjauan T P M ke T P P
1.000.000 Jumlah 1.000.000
c. Akomodasi Jenis pengeluaran Kepentingan Total (Rp)
Akomodasi T P M di T P P 1 kali x 1 orang x 3 hari x Rp. 250.000/bulan/orang 1 kali x 1 orang x 4 hari x Rp . 250.000/bulan/orang
Tinjauan T P M ke T P P 750.000
1.000.000
Jumlah
d. Honorarium
1.750.000
Jenis pengeluaran Total (Rp) Honorarium Ketua dan anggota T P P 1 orang x 6 bulan x Rp. 1.000.000/bulan/orang 1 orang x 6 bulan x Rp. 750.000/bulan/orang
6.000.000 4.500.000
3 1
Jumlah 10.500.000
e. Seminar dan Laporan Jenis pengeluaran Total (Rp)
Seminar Laporan
2.000.000 2.000.000
Jumlah 4.000.000 Total Biaya T P M : Rp. 26.250.000
(Dua puluh enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah rupiah)
Institutional fee: Rp. 4.750.000
(Empat juta tujuh ratus limapuluh ribu rupiah)