39
LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN KOMPETITIF PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK DI BENGKULU Oleh : Ir Ruswendi, MP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANAGN PERTANIAN Jl. Irian KM. 6,5 Bengkulu 38119 Telp. 0736-23030 Fax. 0736-23030 E-mail: bptp-bengkulu@litbang/deptan.go.id 2011 Kode Registrasi : 633996-2010-6-1-8

LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN KOMPETITIFbengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/LAPKHIR2011... · balai besar pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian badan penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN AKHIR

PENGKAJIAN KOMPETITIF

PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK

DI BENGKULU

Oleh :

Ir Ruswendi, MP

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANAGN PERTANIAN Jl. Irian KM. 6,5 Bengkulu 38119 Telp. 0736-23030 Fax. 0736-23030

E-mail: bptp-bengkulu@litbang/deptan.go.id

2011

Kode Registrasi : 633996-2010-6-1-8

LAPORAN AKHIR

PENGKAJIAN KOMPETITIF

PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK

DI BENGKULU

Tim Pengkaji :

Ir Ruswendi, MP Ir Rachmat Hendayana, MS

Ir Ahmad Damiri, M.Si Ir Siswani Dwi Daliani

Alfayanti, SP

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2011

Kode Registrasi : 633996-2010-6-1-8

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Pengkajian : Percepatan Adopsi Teknologi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi dan Pupuk Organik di Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jln. Irian Km 6,5 PO, Box 1010 Bengkulu 38001

4. Penanggung Jawab Kegiatan : a. N a m a : Ir Ruswendi, MP b. Pangkat/ Golongan : Pembina Tk. I (IV/b) c. Jabatan

c.1. Struktural : - c.2. Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya

5. Lokasi Kegiatan : Bengkulu

6. Satus Kegiatan : Baru

7. Tahun Kegiatan : 2011

8. Biaya Kegiatan TA. 2011 : Rp. 86.784,- (Delapan Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Rupiah)

9. Sumber Dana : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Mengetahui: Penanggung Jawab Kegiatan, Kepala BPTP Bengkulu, Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP Ir. Ruswendi NIP. 19590206 198603 1 002 NIP. 19610320 198903 1 003

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat,

karunia dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir tahun Kegiatan Pengkajian

Kompetitif Percepatan Adopsi Teknologi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai

Pakan Sapi dan Pupuk Organik di Bengkulu dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat

sebagai salah satu pertanggungjawaban terhadap hasil pelaksanaan kegiatan

pengkajian dan diseminasi teknologi spesifik lokasi Bengkulu sampai dengan

akhir tahun 2011.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan

dan penyusunan laporan masih banyak ditemui berbagai kendala dan

kekurangan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami jadikan

sumber perbaikan, mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dan membantu

terlaksananya pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah

pertanian sampai berakhirnya kegiatan pengkajian ini, diucapkan terima kasih.

Semoga pencapaian hasil kegiatan pengkajian akan dapat memberikan manfaat

bagi penerapan dan percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian

sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu.

Bengkulu, Desember 2011 Penanggung Jawab Kegiatan,

Ir. Ruswendi, MP. NIP. 19610320 198903 1 003

iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

DAFTARA TABEL .................................................................................. v

RINGKASAN ......................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. T u j u a n ............................................................................. 3

1.3. L u a r a n ............................................................................. 4

1.4. Dasar Pertimbangan .............................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6

III. METODE PENGKAJIAN ................................................................... 12

3.1. Lokasi Kegiatan ..................................................................... 12

3.2. Metode Pelaksanaan ............................................................... 12

3.3. Analisis Data ......................................................................... 13

3.4. Parameter .............................................................................. 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 16

4.1. Percepatan Adopsi Pemanfaatan Limbah Pertanian Untuk Pakan

Ternak Sapi dan Pupuk Organik .............................................. 16

4.2. Percontohan Penerapan Komponen Teknologi dan Pemanfaatan

Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik Padi Sawah ............. 22

4.3. Kelayakan Ekonomi Adopsi Penerapan Komponen Teknologi

Padi Sawah ........................................................................... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 24

5.1. Kesimpulan ........................................................................... 24

5.2. S a r a n ............................................................................... 24

VI. KINERJA HASIL PENGKAJIAN .......................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27

I L U S T R A S I ................................................................................... 30

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik responden pada lokasi pengkajian percepatan adopsi

teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk

organik di Bengkulu Tahun 2011 ....................................................... 17

2. Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian percepatan adopsi

teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk

organik di Bengkulu Tahun 2011 ....................................................... 19

3. Analisis regresi model logit faktor-faktor peubah variabel yang

mempengaruhi percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah

pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun

2011 ................................................................................................ 21

4. Kelayakan ekonomi usahatani padi sawah diberi pupuk kompos limbah

pertanian di Desa Rimbo Recap, Bengkulu Tahun 2011 ...................... 23

vi

RINGKASAN

Pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu dilakukan pada 4 lokasi terpilih, yaitu di Kabupaten: Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang. Pengkajian ini bersifat kompetitif sesuai kebutuhan daerah, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tingkat percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik serta dampaknya kepada khalayak pengguna dengan dua pokok kegiatan: (1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik, (2) Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah. Metode kajian dan diseminasi percepatan adopsi limbah pertanian ini dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur, jumlah responden sebanyak 120 orang di 4 kabupaten sebagai sampel responden pengukuran adopsi inovasi teknologi dan 30 orang sebagai sampel responden mengadopsi komponen teknologi hasil percontohan di Desa Rimbo Recap, Rejang Lebong. Hasil terapan dan data terkumpul dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis pola percepatan level adopsi berdasarkan waktu percepatan adopsi, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dalam pemanfaatan limbah petanian dianalisis menggunakan pendekatan fungsi logit, percepatan adopsi penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan pupuk organik padi sawah menggunakan pendekatan skala linkert untuk melihat percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian sebagai acuan pengembangan diseminasi pakan sapi maupun pupuk organik dan meningkatnya pengetahuan petani yang dapat mendorong peningkatan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Hasil pengkajian menggambarkan waktu untuk mengadopsi pemanfaatan limbah percepatan berada pada level penerapan 2 - 3 tahun untuk diadopsi sebagai pakan sapi dan untuk diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan sawah dibawah < 2 tahun. Faktor-faktor berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian adalah kepemilikan ternak sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan aksesibilitas sumber informasi (t hitung 1,902 > t tabel 1,658). Produksi padi aplikasi pupuk organik cukup tinggi, yaitu untuk kompos; kotoran ayam, kotoran sapi dan jerami berturut-turut sebesar 7,617 ton; 7,359 ton dan 7,367 ton per hektar (ha) GKP diikuti hasil analisis percepatan adopsi berada pada skala level tertinggi nilai 4,178 (sangat setuju/SS) berada diatas level setuju (S) nilai 4 dan analisis Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) secara ekonomi memberikan nilai kelayakan berturut-turut sebesar 1,553; 2,245 dan 1,801 dalam meningkatkan pendapatan petani.

Kata kunci : Adopsi, teknologi, limbah pertanian, pakan sapi, pupuk organik

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan

melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri. Hal ini menuntut

adanya pengembangan teknologi pertanian secara terpadu guna

mendapatkan nilai tambah setiap produk/komoditi pertanian. Penerapan

inovasi teknologi diharapkan dapat mendorong laju pembangunan

pertanian di daerah, sehingga sektor pertanian akan mampu berfungsi

sebagai penggerak perekonomian daerah.

Salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak

sapi potong, adalah dengan inovasi teknologi pakan inkonvensional asal

limbah pertanian (kelapa sawit, kopi, kakao, padi, jagung dan sayuran)

sebagai alternatif pakan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi sapi potong dan pengganti hijauan. Dilain pihak ternak sapi

memberikan peluang yang besar dari limbah kotoran bersama-sama limbah

pertanian lainnya dapat diproses menjadi pupuk organik guna perbaikan

kondisi lahan sawah sebagai salah satu upaya untuk dapat

mengoptimalkan produktivitas padi sawah. Limbah pertanian merupakan

salah satu bahan produk sampingan dari suatu proses biologis sistem

pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan

ternak (Mariyono dan Endang Romjali, 2007).

Pengembangan teknologi pakan asal limbah pertanian secara aktif

telah memberikan sumbangan positif terhadap kebutuhan pakan hijauan

ternak sapi potong yang semakin sulit mendapatkannya dan penurunan

potensi limbah pertanian yang belum dimanfaatkan, terutama limbah

perkebunan sawit, kopi, kakao, jagung dan jerami padi masih terbuang

atau dibakar dilahan usahatani.

Begitu juga dengan penerapan dan pengembangan teknologi

pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merupakan suatu

pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan

pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif

bersama petani (Badan Litbangtan, 2009). Dimana Pendekatan PTT telah

mendorong penghematan penggunaan benih, peningkatan penggunaan

2

benih berlabel, penanaman bibit muda, pengurangan jumlah bibit per

lubang, penghematan penggunaan pupuk Urea, peningkatan penggunaan

pupuk kandang dan makin banyaknya petani yang menerapkan PHT dan

sistem pengairan berselang.

Disamping itu setiap tahun Badan Litbang Pertanian menghasilkan

sejumlah inovasi teknologi baru pengolahan limbah pertanian, namun

demikian berdasarkan evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan

bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi tersebut lambat sampai

dan diadopsi oleh pengguna. Hal ini berkaitan erat dengan rantai pasok

subsistem penyampaian dan penerimaan (delivery and receiving), dimana

kedua segmen tersebut merupakan penghambat (bottleneck) penyebab

lambannya penyampaian informasi dan rendahnya tingkat adopsi inovasi

yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian (Simatupang, 2004).

Proses adopsi inovasi merupakan proses pengambilan keputusan

yang terjadi pada diri seseorang. Proses keputusan tersebut terdiri dari

beberapa tahapan yang memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk

setiap orang dan dalam proses tersebut terdapat banyak faktor yang

mempengaruhinya. Menurut Hendayana (2006) dalam tatanan praktis

pengalaman empiris menunjukkan, bahwa dinamika proses adopsi inovasi

teknologi dalam bidang pertanian tidak terlepas dari bekerjanya faktor-

faktor pendorong dan penghambat, seperti halnya; 1) adanya kesenjangan

antara teknologi yang diintroduksikan dengan teknologi yang dibutuhkan

petani; 2) pendekatan yang digunakan kurang mengakomodasi kondisi

petani dan dilakukan secara global, padahal karakteristik petani sasaran

sangat beragam sehingga menjadi tidak efektif; 3) berhubungan dengan

pelaku diseminasi dan pelibatan penyuluh di lapangan kurang optimal,

dimana penyelenggaraan pengembangan inovasi teknologi merupakan

ranah penyuluh pertanian lapangan.

Unsur yang mempengaruhi adopsi berhubungan juga dengan

persepsi petani dan adanya pandangan terhadap sifat- sifat inovasi seperti

keuntungan, kompatibilitas, triabilitas, kompleksitas dan mudah tidaknya

dampak inovasi itu diamati (Rogers, 1983). Sedangkan menurut Sukartawi

(1988) ada beberapa hal lain yang mempengaruhi adopsi inovasi teknologi,

3

diantaranya adalah unsur jarak tempat tinggal petani ke sumber informasi

dan tingkat pendidikan atau pengetahuan petani yang mengadopsinya.

Implementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat,

jika proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi

usahataninya. Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau

penyebaran informasi dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar

khalayak pengguna dapat memperoleh informasi maupun teknologi yang

dibutuhkan dengan mudah dan relatif cepat (Fawzia, 2002).

Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan pengkajian ini sebagai

upaya mengungkapkan sampai sejauh mana dampak percepatan adopsi

inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk

organik dapat diadopsi pengguna, disamping itu pemanfaatan limbah

pertanian sebagai pakan akan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas

ternak sapi yang dihasilkan dalam mendukung pencapaian swasembada

daging sapi dan sebagai pupuk organik akan mendorong peningkatan

produksi padi sawah yang berlandaskan kearifan lokal.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan umum

1) Mengkaji percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian

untuk pakan sapi dan pupuk organik

2) Mengkaji adopsi penerapan pupuk organik dan komponen teknologi

padi sawah

3) Menganalisis dampak penggunaan pupuk organik dan komponen

teknologi padi sawah

1.2.2. Tujuan akhir

Mengetahui kemampuan petani peternak dalam mempercepat

adopsi inovasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi

dan pupuk organik pada padi sawah.

4

1.3. Luaran

1) Adopsi petani peternak dalam pemanfaatan limbah pertanian untuk

pakan sapi dan pupuk organik padi sawah meningkat.

2) Percepatan adopsi inovasi teknologi limbah pertanian sebagai acuan

pengembangan diseminasi pakan sapi dan pupuk organik

1.4. Dasar Pertimbangan

Rendahnya adopsi teknologi sampai pada petani berakibat pada

usahatani yang tidak efektif dan efisien serta sering terjadinya komunikasi

belum efektif, maka fokus pengkajian sudah harus diarahkan bagaimana

transfer teknologi dari berbagai sumber sampai pada pengguna dan dapat

diadopsi, sejauh mana dampak percepatan adopsi inovasi pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pakan sapi mempengaruhi tingkat produktivitas

ternak sapi dan pupuk organik mendorong peningkatan produksi padi

sawah.

Kebutuhan pakan ternak sapi potong masih belum dapat terpenuhi

karena semakin sulitnya peternak mendapatkan hijauan, perlu dipikirkan

bagaimana pakannya dapat memenuhi kecukupan gizinya. Begitu juga

dengan produktivitas lahan sawah yang sebagian besar memiliki kadar

bahan organik sangat rendah akibat penanaman padi secara terus menerus

tanpa memperhatikan keseimbangan bahan organik dan pemberian pupuk

organik.

Sejalan dengan kondisi tersebut salah satu cara yang dapat

ditempuh adalah dengan peningkatan pemanfaatan dan pengembangan

inovasi teknologi limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik.

Dimana tingkat adopsi pemanfaatan limbah tersebut masih rendah dan

baru termanfaatkan untuk pakan ternak sebesar 15%, dikembalikan

kepada lahan sebanyak 25% sebagai bahan organik memperbaiki

kesuburan lahan sawah sedangkan sisanya hanya dibakar atau dibuang

disekitar lahan usahatani.

Selanjutnya dilakukan pengkajian untuk mengetahui apakah petani

dan peternak selaku pengguna telah dapat menerapkan dan mengadopsi

teknologi pemanfaatan limbah pertanian ini, serta sejauh mana dampak

percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan

5

sapi dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas ternak sapi dan

sebagai pupuk organik dapat mendukung peningkatan kesuburan lahan

maupun produksi padi sawah di Bengkulu.

6

II TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan komoditas pertanian kedepan perlu didukung oleh

ketersediaan teknologi tepat guna dan sumberdaya manusia terampil untuk

mewujudkan suatu sistem pertanian berorientasikan agribisnis berkelanjutan dan

tersedianya informasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang dapat diadopsi

petani, seperti halnya pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan

pupuk organik pada lahan sawah sekaligus akan menjadikan petani lebih

tangguh dalam menghadapi daya saing dan dinamika pasar yang sudah mengacu

kepada globalisasi.

Pengembangan teknologi pakan dari limbah pertanian dan sisa hasil

industri pertanian sebagai pakan ternak disamping pemberian hijauan,

merupakan alternatif pakan lebih murah, mudah didapat dan sudah mulai

berkembang di Bengkulu yang secara aktif akan memberikan sumbangan nyata

terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang dan belum

dimanfaatkan serta dapat meningkatkan income petani peternak sendiri. Melalui

pengembangan tersebut, maka akan tercipta sentra pertumbuhan peternakan

baru di mana komoditi ternak dapat menjadi unggulan (solely) atau hanya

sebagai penunjang saja (mix farming) dan sebaliknya dapat mendorong yang

tadinya ternak sebagai sumber penunjang menjadi unsur pokok (Luthan, 2009).

Selain pemberian pakan hijauan yang merupakan pakan utama bagi

ternak sapi potong juga perlu diberikan pakan tambahan (konsentrat) agar dapat

memacu peningkatan produksi ternak, untuk itu penggunaan limbah pertanian

dan sisa hasil industri pertanian sebagai bahan pakan tambahan ternak sapi

potong merupakan alternatif yang dapat dimanfaatkan asalkan tidak memberikan

dampak negatif bagi ternak itu sendiri (Umiyasih et all., 2004).

Pengelolaan hara K pada tanah sawah tidak dapat dipisahkan dari

pengolahan bahan organik, karena bahan organik yang cukup tersedia pada

lahan sawah dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah mempersiapkan

hara, siklus hara dan pembentukan pori mikro dan makro tanah. Pemberian

jerami pada lahan sawah dapat memperbaiki sifat biologi, kimia dan fisika tanah

sawah yang sekaligus dapat memasok sebagian kebutuhan hara K dan

memperlambat kemiskinan K, sehingga mengurangi takaran pupuk KCl

disamping juga mampu meningkatkan kesuburan tanah sawah (Hartatik, 2009).

7

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merupakan suatu

pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan

pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif

bersama petani (Badan Litbang Pertanian, 2009). Oleh karena itu, peningkatan

produksi padi diupayakan melalui penerapan teknik budidaya spesifik lokasi, yaitu

melalui konsep PTT padi sawah (Purwanto, 2008; Suryatna et al., 2008).

Komponen teknologi PTT tersebut, antara lain adalah: 1) Penggunaan

varietas padi unggul atau berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi,

2) Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi; 3) Penggunaan

pupuk berimbang spesifik lokasi; 4) Penggunaan kompos bahan organik dan atau

pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah (soil amandement); 5)

Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui: a) Pengaturan tanam, sistem

legowo, tegel maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap

mempertahankan populasi minimum; b) Penggunaan bibit dengan daya tumbuh

tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas

(berisi penuh); c) Penanaman bibit umur muda (<21 hari setelah semai) dengan

jumlah bibit terbatas antara 1-3 bibit per lubang; d) Pengaturan pengairan dan

pengeringan berselang, dan e) Pengendalian gulma; 6) Pengendalian hama dan

penyakit dengan pendekatan PHT, 7) Penggunaan alat perontok gabah mekanis

atau mesin perontok (Abdullah dkk, 2008).

Tingkat adopsi suatu teknologi dapat dipakai sebagai ukuran sampai

sejauh mana teknologi yang diintroduksikan sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi petani setempat. Disamping itu tingkat adopsi juga dapat digunakan

sebagai indikasi komponen teknologi yang harus diperbaiki jika teknologi

tersebut akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas, sesuai dengan

kebutuhan petani pengadopsi (Adnyana dan Kariyasa, 2006). Pendekatan PTT

telah mendorong penghematan penggunaan benih, peningkatan penggunaan

benih berlabel, penanaman bibit muda, pengurangan jumlah bibit per lubang,

penghematan penggunaan pupuk Urea, peningkatan penggunaan pupuk

kandang dan makin banyaknya petani yang menerapkan PHT dan sistem

pengairan berselang.

Teknologi hasil penelitian dan pengkajian tidak bermanfaat jika tidak

sampai, tidak diterima atau tidak diadopsi oleh petani. Oleh karena itu diperlukan

usaha penyampaian inovasi teknologi secara informatif, aplikatif dan efektif dari

8

hasil kegiatan penelitian kepada petani untuk diadopsi dan diterapkan pada

usahataninya. Informasi teknologi pertanian yang mudah dan tepat akan

diadopsi oleh petani secara cepat, sehingga petani termotivasi menguasai

teknologi tersebut dan menjadi lebih tangguh dalam persaingan global.

Manwa dan Oka (1992) menyampaikan, bahwa ada 4 faktor utama yang

harus tersedia dalam menujang keberhasilan penyampaian teknologi agar dapat

diadopsi petani antara lain; (1) teknologi yang sudah matang sesuai dengan

kondisi wilayah, (2) dukungan pemerintah daerah dalam bentuk program dan

penyuluhan, (3) ketersediaan sarana produksi dan iklim pemasaran yang

kondusif, (4) partisipasi petani dalam menerima teknologi yang disampaikan.

Sedangkan motivasi petani merupakan gambaran respon maupun sikap dari

keuletan, percaya diri, bersaing minat konsentrasi serta keinginan (Sadirman,

2001)

Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan

dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan

biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan

kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan

penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian

diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud

dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat.

Selain itu berkembang dan diadopsinya teknologi merupakan sasaran

utama yang harus dilakukan, termasuk setiap komponen teknologi mempunyai

kontribusi masing-masing dan secara utuh akan memberikan manfaat ganda,

seperti; pemanfaatan lahan lebih intensif sehingga indek panen meningkat,

produktivitas meningkat, biaya produksi dapat ditekan dan dapat meningkatkan

pendapatan usahatani (Taher dan Hosen, 1999).

Senada dengan uraian di atas, menurut Sritua (1993) sedikitnya ada

empat faktor yang mempengaruhi pengadopsian teknologi oleh petani yaitu; (1)

teknologi tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapi petani, (2)

prasarana dan sarana produksi yang diperlukan petani untuk penerapan

teknologi tersebut mudah didapat, (3) teknologi tersebut mempunyai efisiensi

ekonomi yang lebih tinggi dari pada teknologi sebelumnya dan (4) produksi yang

dihasilkan dari teknologi tersebut mempunyai prospek pasar yang baik. Maka

secara umum keberhasilan dalam proses adopsi teknologi ditetukan oleh 3 faktor

9

penentu yaitu (1) keuntungan relatif suatu inovasi, (2) kecocokan inovasi dengan

norma kebudayaan setempat, lingkungan yang ada dan (3) kondisi ekonomi

petani, tersedianya penunjang inovasi serta konsekuensi jika inovasi diterima.

Terjadinya perubahan-perubahan perilaku petani demi terwujudnya

perbaikan tingkat kehidupan dapat diakomodir, melalui adopsi inovasi teknologi

berbagai kegiatan dan analisis pesan-pesan pembangunan pertanian. Pesan ini

harus mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan

yang memiliki sifat pembaharuan disesuaikan dengan potensi sumberdaya

setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat

memberikan kenaikan hasil usahatani dan berpatisipasi mendorong swasebada

pangan dengan cepat.

Adopsi teknologi bisa berlangsung lambat atau cepat tergantung antara

lain kepada kompleksitas teknologi dengan kultur budaya, informasi dan tingkat

resiko yang harus ditanggung oleh pelaksananya. Untuk mendorong terjadinya

percepatan transfer teknologi dari berbagai sumber, dibutuhkan pendekatan

strategi komunikasi inovasi dalam penyebaran maupun penerapan berbagai

paket teknologi dalam suatu sistem pengelolaan demo dan gelar inovasi

teknologi secara partisipatif oleh semua unsur pelaku agribisnis.

Harinta (2009) menggambarkan tentang faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kecepatan adopsi dan hubungan antar faktor-faktor tersebut

terhadap kecepatan adopsi inovasi pertanian melalui penelitian survey penjelasan

(explanatory/ cormfirmatory), yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal dan

pengujian hipotesa yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Teknik pengumpulan data

menggunakan metode wawancara, observasi, kuesioner dan ananlisis data

menggunakan formulasi analisis korelasi antar variabel yang disesuaikan dengan

tujuannya.

Purwoko dan Bambang (2007) mengkaji faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi tingkat adopsi pemeliharaan ternak sapi memanfaatkan limbah

tanaman sawit ditentukan oleh; pendapatan bersih, pengalaman beternak,

motivasi kerja dan persepsi tentang inovasi teknologi pemanfaatan limbah

tanaman sawit. Hasil penlitian menggambarkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi pertanian di kalangan petani didasarkan

pada sifat/karakteristik inovasi, calon pengguna, pengambil keputusan adopsi

10

inovasi, saluran komunikasi dan keadaan maupun kualifikasi penyuluhnya sendiri.

Adopsi teknologi bisa berlangsung lambat atau cepat tergantung antara lain

kepada kompleksitas teknologi dengan kultur budaya, informasi dan tingkat

resiko yang harus ditanggung oleh pelaksananya.

Dalam konteks adopsi inovasi rancangan percepatan adopsi berhubungan

dengan waktu, berjalannya proses adopsi yang diukur dari mulai mendengar

adanya inovasi hingga menerapkan inovasi itu atau dengan kata lain percepatan

adopsi ditunjukkan oleh adoption lag yang digambarkan secara grafis akan

berbentuk sigmoid (Stanley Wood, et all., 2001) seperti nerikut;

Grafis proses berjalannya adopsi (Lag Adoption)

Pada grafis tersebut, percepatan adopsi ditunjukkan oleh slope garis level

adopsi. Slope landai mencerminkan proses yang lambat, sedangkan slope curam

menunjukkan proses yang cepat. Model percepatan diarahkan untuk mendorong

slope yang landai menjadi slope adopsi yang curam. Proses adopsi dikatakan

cepat manakala memenuhi dua kondisi. Pertama, terjadinya adopsi oleh adopter

dalam kurun waktu yang lebih cepat dari kondisi umum. Kedua, adopter

mengadopsi teknologi yang lebih banyak dari adopter lainnya dalam kurun waktu

yang sama.

Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan

tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian

tindakan dalam jangka waktu tertentu yang mengakibatkan terjadinya

kesenjangan adopsi (adaption lag) yaitu gap antara kesadaran adanya sampai

diterapkannya teknologi (Kenneth, 2009). Karena itu adopsi suatu inovasi

teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka

percepatan adopsi akan berhubungan dengan proses menarik perhatian

11

(attention), setelah itu akan menumbuhkan minat (interest) dan selanjutnya

akan membangkitkan hasrat (desire) untuk mencoba dan akhirnya memutuskan

untuk menerapkan atau mengadopsi inovasi. Namun bisa saja adopsi tidak selalu

dimulai dari tahap awal, akan tetapi bisa saja tergantung dari kondisi adopter

ketika menerima inovasi dan dimulai dari tengah (tahapdesire), karena

sebelumnya mungkin sudah tahu ataupun tertarik.

12

III METODE PENGKAJIAN

4.1. Lokasi Kegiatan

Kegiatan pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu

dilaksanakan pada daerah sentra pengembangan ternak sapi potong dan

pengembangan PTT padi sawah. Pengkajian ini meliputi dua kegiatan

yaitu; (1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan

ternak sapi dan pupuk organik, (2) Percontohan penerapan komponen

teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi

sawah, dimana lokasi untuk kegiatan;

1) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak

sapi dan pupuk organik dilaksanakan di daerah sentra pengembangan

ternak sapi potong, perkebunan dan tanaman pangan di Kabupaten;

Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong dan Kepahiang. Pemilihan

lokasi ditentukan secara purposive berdasarkan eksistensi adopter yang

sudah mengadopsi inovasi teknologi

2) Percontohan adopsi penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah dilaksanakan di

Kabupaten Rejang Lebong

4.2. Metode Pelaksanaan

1) Kegiatan percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan

ternak sapi dan pupuk organik dilakukan melalui metode wawancara

langsung menggunakan kuesioner terstruktur sebagai alat pengumpul

data pokok pada 4 (empat) kabupaten (Bengkulu Tengah, Seluma,

Rejang Lebong dan Kepahiang). Setiap kabupaten digunakan 30

kooperator sebagai sampel responden pengukuran adopsi inovasi

teknologi berdasarkan strata/penggolongan petani dan peternak yang

pernah menjadi pelaksana dan berada disekitar lokasi kegiatan

diseminasi gelar teknologi, pendampingan dan diseminasi hasil tahun

sebelumnya dipilih berdasarkan kriteria; kepemilikan ternak sapi dan

lahan usahatani, memanfaatkan pakan sapi dan pupuk organik dari

13

limbah pertanian serta mengumpulkan sebanyak mungkin informasi

yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

2) Kegiatan percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah untuk mengetahui

tingkat adopsi dilakukan dengan metode pengukuran waktu dan

intensitas petani dalam mengadopsi komponen teknologi dan

pemanfaatan limbah pertanian.

3) Analisis dampak pengunaan pupuk dan komponen teknologi padi sawah

dilakukan dengan metode analisis pendekatan skala pilihan secara

deskriptif kualitatif menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan

dengan membandingkan sebelum dan setelah pelaksanaan melalui

pengisian kuesioner pada petani pelaksana percontohan perlakuan

pupuk organik berbahan a) limbah kotoran ternak sapi, b) limbah

kotoran ternak ayam, c) limbah jerami padi dan dibandingkan dengan d)

tanpa pupuk organik (4 ulangan), sehingga dibutuhkan 16 petak

perlakuan sesuaikan kondisi petakan sawah dimiliki petani kooperator.

Kegiatan percontohan, menerapkan paket teknologi PTT untuk

melihat komponen teknologi padi sawah yang sudah diadopsi dan aplikasi

pupuk organik memanfaatkan limbah pertanian.

3.3. Analisis data

1) Untuk mengukur percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah

pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik, data yang terkumpul

dianalisis menggunakan analisis empat pola percepatan level adopsi

berdasarkan waktu dan inovasi yang di adopsi, sbb;

Inovasi Inovasi

Waktu Pola I

Waktu Pola II

14

Inovasi Inovasi

Waktu

Pola III

Waktu Pola IV

Untuk mengtahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dalam

pemanfaatan limbah petanian untuk pakan sapi dan pupuk organik,

maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan fungsi logit;

dimana: Pi = Peluang petani memanfaatkan limbah

(P=1, jika petani mengadopsi < rata-rata th dan P=0, jika mengadopsi > rata-rata th)

1- Pi= Peluang petani mengadopsi suatu teknologi > - rata-rata th α = Intersep X1 = Pemilikan ternak sapi (ekor) X2 = Pemilikan lahan usaha tani (ha) X3 = Pendidikan formal (tahun) X4 = Pengalaman berusahatani (tahun) X5 = umur (tahun) X6 = Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (orang) X7 = Jarak pemukiman ke sumber informasi terdekat (km) X8 = Jarak pemukiman ke pasar (km)

X9 = Jarak pemukiman ke sumber modal (km) X10 = Sikap petani terhadap resiko (skor) βi = Parameter peubah Xi Ui = Kesalahan pengganggu

2) Untuk mengetahui adopsi petani terhadap penerapan komponen

teknologi PTT (12 komponen seperti diterapkan pada SL-PTT) termasuk

pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah

dilakukan dengan mengukur tingkat adopsi (TA) yang diperoleh dari

lamanya kadar adopsi (KA) dan intensitas adopsi (IA) inovasi yang

dilakukan pengguna teknologi, dengan rumus;

Ln (Pi/1- Pi) =α + β1X1 + β2X2 + ....... + β10X10+Ui

TA = KA x IA

15

Pengukuran percepatan adopsi terhadap pemanfaatan limbah pertanian

sebagai pupuk organik dianalisis dengan metode analisis deskriptif

kualitatif menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan dengan

pendekatan skala linkert menggunakan 4 (empat) skala pilihan (sangat

tidak setuju - tidak setuju - setuju - sangat setuju) diterapkan.

3) Untuk mengetahui analisis dampak penggunaan pupuk organik dan

kelayakan ekonomi setiap perlakuan, dianalisis dengan menggunakan

Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) dengan rumus sebagai berikut:

dimana: Bst : benefit setelah pengkajian Bsb : benefit sebelum pengkajian Cst : cost setelah pengkajian Csb : cost sebelum pengkajian

3.4. Parameter

1) Waktu adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan

pupuk organik

2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi peluang dalam

pemanfaatan limbah petanian untuk pakan sapi dan pupuk organik

3) Kelayakan ekonomi adopsi penerapan komponen teknologi padi sawah

ΔB Bst - Bsb MBCR = ------- = ------------- ΔC Cst – Csb

16

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pelaksanaan kegiatan pengkajian percepatan adopsi teknologi

pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di

Bengkulu tahun 2011, telah direalisasikan berdasarkan rancangan tahapan

kegiatan yang terangkum melalui dua kegiatan yaitu; (1) Percepatan adopsi

pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik, (2)

Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian

sebagai pupuk organik padi sawah. Termasuk tahapan dalam berkoordinasi

dengan stakholder untuk menyampaikan recana kegiatan dan penetapan lokasi

kegiatan sesuai dengan tujuan kegiatan dan program daerah setempat. Survey

dan identifikasi potensi pengembangan ternak sapi dan pengembangan pola

tanaman terpadu (PTT) padi sawah, limbah pertanian dan pengembangan

pemanfaatan inovasi pakan sapi maupun pupuk organik sesuai dengan

kebutuhan kegiatan yang akan dilaksanakan serta identifikasi kooperator

pelaksana percontohan dan kelompok sasaran PTT padi sawah.

4.1. Percepatan Adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik

Berdasarkan hasil kajian terhadap percepatan adopsi pemanfaatan

limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik berdasarkan

hasil survey dan wawancara langsung terhadap 120 orang responden pada

4 Kabupaten terpilih (Kabupaten : Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang

Lebong dan Kepahiang) telah terangkum hasil terhadap :

4.1.1. Karakateristik responden

Keragaman karakteristik petani peternak di lokasi pengkajian relatif

beragam, seirama dengan dengan profil responden yang dicirikan oleh

keragaman umur (tahun), tingkat pendidikan (tahun), tanggungan keluarga

(orang), keikutan anggota keluarga terlibat berusahatani (orang),

pengalaman berusaha tani atau ternak sapi (tahun) serta

penguasaan/pemilikan ternak sapi (ekor) dan lahan usaha pertanian (ha)

seperti tergambar pada Tabel 1.

17

Tabel 1. Karakteristik responden pada lokasi pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011

No. Peubah Keragaman

1. Umur (tahun) 21 - 65 2. Tingkat pendidikan (tahun) 1 - 16 3. Tanggungan keluarga (orang) 2 - 6 4. Anggota keluarga terlibat berusahatani (orang) 1 - 3 5. Pengalaman usahatani/ternak sapi (tahun) 2 - 10 6. Penguasaan/pemilikan ternak sapi (ekor) 2 - 12 7. Penguasaan/pemilikan lahan usahatani (ha) 0,5 – 3,5

Sumber : data primer terolah

Pada Tabel 1 secara umum hasil pengkajian menggambarkan,

bahwa sebagian besar petani yang menjadi responden tergolong dalam

usia produktif dengan rerata umur responden hasil adalah 43,05 tahun dan

kisaran keragaman antara 21 – 65 tahun. Sehingga dapat diandalkan untuk

dapat mengembangkan usaha ternak sapi maupun usahtani lainnya dengan

baik, karena rataan umur tersebut dibawah rataan umur tenaga kerja yang

mendominasi sektor pertanian yang mencapai lebih dari 50 tahun

(Suharyanto, 2001).

Umumnya petani atau petani peternak berada pada usia produktif

dan mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan pengembangan

usahatani dan ternak sapinya dengan baik, karena didukung oleh

sumberdaya manusia produktif dengan latar belakang pendidikan formal

mencapai rata-rata 8,69 tahun atau identik tamat sekolah lanjutan tingkat

pertama (SLTP) mendekati pendidikan 9 tahun. Bahkan dilihat dari

kenyataan dilapangan memperlihatkan tingkat pendidikan ada juga yang

sampai 12 dan 16 tahun, setara tamat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA)

dan Sarjana (D3/S1).

Dalam menjalankan usaha ternak maupun usahataninya sekitar 75

% responden mengandalkan tenaga kerja keluarga, karena setiap rumah

tangga memiliki anggota keluarga rata-rata mencapai 4 orang dan yang

langsung terlibat dalam mengelola usahatani sampai 3 orang (berada pada

keragaman usia kerja >15 tahun).

18

Berdasarkan identifikasi di lapangan, diketahui pengalaman petani

dalam berusahatani dan memelihara sapi lebih dari 10 tahun, dengan

rataan keragaman mencapai 10,5 tahun. Meskipun demikian, jumlah ternak

sapi yang dipelihara oleh setiap rumah tangga tidak lebih dari 2 ekor.

Kalaupun ada yang memiliki lebih dari 2 ekor, pemilikannya berupa ternak

gaduhan milik orang lain pelihara dengan sistim bagi hasil. Sehingga

terlihat motivasi dalam memelihara ternak sapi itu umumnya sebagai usaha

sampingan yang dijadikan “tabungan” masa depan untuk diuangkan kapan

saja diperlukan.

Demikinan juga dengan penguasaan lahan usahatani rata-rata

hanya 1,373 ha dengan perincian kepemilikan tanah sawah rata-rata 0,316

ha, tanah tegalan 0,267 ha dan tanah perkebunan 0,720 ha untuk setiap

keluarga tani sebagai sumber pendapatan utama. Kondisi ini

menggambarkan bahwa penguasaan lahan petani masih sedikit

diharapkan akan menjadi pemotivasi atau pendorong bagi petani dalam

meningkatkan hasil usahataninya melalui pemanfaatan inovasi dan

sumberdaya yang sudah diadopsi menjadi lebih optimal, termasuk

pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik bagi peningkatan

produktivitas lahan dan usahatani sebagai penopang peningkatan

pendapatan utama keluarga. Seperti harapan Slamet (2000), dimana yang

perlu menjadi perhatian dalam proses adopsi agar tetap menjadi efektif

harus didasari motivasi petani yang mengadopsinya.

4.1.2. Aksesibilitas inovasi teknologi

Aksesibilitas wilayah menjadi faktor kunci yang memiliki peran

penting dalam mendukung atau menghambat keberhasilan usahatani.

Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian ditentukan antara lain

oleh jarak tempuh dari rumah responden ke lokasi kegiatan usaha tani

maupun ternak, jaraknya ke jalan raya, pasar input, pasar output, sumber

permodalan dan sumber teknologi (Tabel 2).

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan aksesibilitas wilayah

relatif baik, ditandai oleh jarak yang pendek dari rumah ke lokasi kegiatan

usaha ternak (< 1 km), didukung kualitas jalan usaha tani yang juga relatif

19

baik, diperkeras dengan batu, dapat dilalui kendaraan roda dua maupun

roda empat.

Tabel 2. Indikator aksesibilitas wilayah di lokasi pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011

No. Peubah Keragaman

1. Jarak pemukiman ke lokasi usaha (km) 0 - 1 2. Jarak pemukiman ke jalan raya (km) 1 - 6 3. Jarak pemukiman ke pasar input (km) 1 - 9 4. Jarak pemukiman ke pasar output (km) 1 - 9 5. Jarak pemukiman ke sumber modal (km) 1 - 10 6. Jarak pemukiman ke sumber teknologi (km) 1 - 5 7. Jarak pemukiman ke sumber limbah (km) 0 - 1

Aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan raya secara umum cukup

kondusif, jaraknya ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km,

sehingga memudahkan pengangkutan input dan output hasil usaha

tani/usaha ternak. Aksesibilitas lokasi yang cukup dekat ini bisa menekan

pengeluaran biaya pengangkutan sehingga akan dapat meningkatkan

efisiensi biaya. Terhadap lokasi pasar sebagai sasaran penjualan hasil dan

pemenuhan kebutuhan saprodi cukup mudah, rata-rata jarak yang harus

ditempuh dari pemukiman sekitar 4,5 km dengan keragaman jarak terdekat

sekitar 1 km dan yang terjauh adalah 9 km dan begitu juga terhadap

sumber modal tidak lebih dari 10 km.

Ketika petani memerlukan teknologi untuk meningkatkan kinerja

usahataninya, umumnya prioritas utama upaya yang ditempuh adalah

dengan melakukan komunikasi pada penyuluh yang mempunyai wilayah

kerja di wilayah usahatani, kemudian pada penyuluh/petugas di Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) relatif dapat dicapai dengan mudah yang

jaraknya < 5 km dan bila memungkinkan berkoordinasi dengan

peneliti/penyuluh BPTP yang sedang bertugas atau lembaran informasi

yang didiseminasikan.

20

4.1.3. Pendugaan Parameter Percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik

1) Waktu adopsi

Dari data waktu adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk

pakan sapi dan pupuk organik terkumpul, setelah dianalisis berdasarkan

pola percepatan level adopsi dan inovasi yang di adopsi. Maka waktu

adopsi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun terhadap inovasi

pemanfaatan limbah untuk diadopsi sebagai pakan sapi dan untuk

diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan usahatani, terutama untuk

lahan sawah waktu yang dicapai dibawah < 2 tahun.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi

Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi

pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan sebagai pupuk

organik menggunakan analisis regresi model logit (Tabel 3),

memperlihatkan variabel peubah-peubah bebas yang berpengaruh nyata

terhadap percepatan adopsi teknologi usaha ternak sapi potong pada

taraf kepercayaan 95% (nyata 5%) adalah pemilikan ternak sapi (X1)

yang ditunjukan dengan nilai t hitung sebesar 3,168 dan t tabel sebesar

1,980 dan pada taraf kepercayaan 90% (nyata 10%) terjadi pada

peubah aksesibilitas ke sumber informasi (X7) yang ditunjukan dengan

nilai t hitung sebesar 1,902 dan t tabel sebesar 1,658. Sedangkan

pemilikan lahan usaha tani (X2) juga perlu menjadi perhatian dilihat dari

nilai t hitung sebesar 1,650 yang hampir mendekati t tabel 1,658 pada

taraf kepercayaan 90%.

Berdasarkan nilai hasil regresi model logit diatas jumlah kepemilikan

ternak sapi dengan koefisien estimasi variabel sebesar 0,490 dapat

diartikan, bahwa setiap penambahan 1% variabel pemilikan ternak sapi

cendrung akan diikuti percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian

untuk pakan sapi dan pupuk organik sebesar 0,490 kali dari sebelum

setiap dibekali pengetahuan. Begitu juga dengan akses jarak untuk

mendapatkan sumber informasi akan mempermudah petani

meningkatkan pengetahuan sebesar 0,241 kali lipat setiap pengurangan

jarak aksesibilitas kesumber informasi.

21

Tabel 3. Analisis regresi model logit faktor-faktor peubah variabel yang mempengaruhi percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu Tahun 2011

Peubah Variabel Standar error Koeffisien t hitung

X1 Pemilikan ternak sapi 0,154 0,490 3,168*

X2 Pemilikan lahan usaha tani 0,278 0,459 1,650

X3 Pendidikan formal 0,087 0,043 0,501

X4 Pengalaman berusahatani 0,035 -0,032 -0,906

X5 umur 0,030 0,026 0,887

X6 Ketersediaan tenaga kerja 0,466 -0,485 -1,042

X7 Jarak ke sumber informasi 0,126 0,241 1,902**

X8 Jarak pemukiman ke pasar 0,097 -0,273 -2,797

X9 Jarak ke sumber modal 0,084 0,097 1,145

X10 Sikap petani terhadap resiko 0,055 0,027 0,503

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95%

** = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90% Konstanta = - 3,803 t tabel = 1,980 (signifikan pada taraf kepercayaan 95%)

= 1,658 (signifikan pada taraf kepercayaan 90%)

Sedangkan luas lahan usahatani yang dimiliki petani tidak

berpengaruh nyata, dikarenakan tidak semua petani yang memanfaatkan

limbah pertanian hasil usahataninya untuk pakan sapi maupun pupuk

organik. Seperti halnya jerami padi, bahkan sebagian besar masih dibakar

setelah panen padi berakhir dan hal ini menyebabkan rata-rata lahan

sawah akan kehilangan hara terutama Carbon dan Nitrogenmasing-masing

mencapai 94% dan 91% serta unsur hara lainnya serperti P, K, Ca dan S

(Hartatik, 2009). Untuk peubah variabel lain yang umumnya belum begitu

memberikan pengaruh terhadap percepatan adopsi, baik itu pendidikan,

pengalaman usahatani, umur, penggunaan tenaga kerja keluarga,

aksesibilitas kepasar dan sumber modal namun hal ini tetap harus menjadi

perhatian. Subagiyo, dkk., (2005) menyampaikan bahwa aspek jarak

tempat tinggal petani dari sumber informasi serta sistem dan nilai-nilai

norma sosial memberi pengaruh dalam proses percepatan adopsi, begitu

juga dengan faktor lingkungan strategis juga merupakan hal yang juga

perlu menjadi perhatian (Fagi, 2008).

22

4.2. Percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah

Berdasarkan hasil kajian terhadap percontohan penerapan komponen

teknologi dan penggunaan pupuk organik pada padi sawah di desa Rimbo

Recap Kabupaten Rejang Lebong, memperlihatkan penggunaan pupuk

organik pada lahan sawah telah memberikan pengaruh terhadap

peningkatan produksi padi gabah kering panen (GKP) varitas Inpari 13 baik

itu terhadap pemberian pupuk organik kompos kotoran ayam, kompos

kotoran sapi dan kompos jerami berturut-turut sebesar 7,617 ton/ha; 7,359

ton/ha dan 7,367 ton/ha dibandingkan tanpa diberi pupuk organik dengan

produksi 7,100 ton/ha. Hasil pengamatan lapangan ternyata perlakuan

percontohan penerapan komponen teknologi dan penggunaan pupuk

organik pada padi sawah telah mendorong percepatan petani disekitar

lahan dan desa Rimbo Recap untuk mengadopsi inovasi pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pupuk organik pada lahan sawah dan penerapan

komponen teknologi PTT, terutama adopsi terhadap komponen

penggunaan varitas ungul dan benih berlabel (Inpari 13), maupun

komponen lain berupa penggunaan jarak tanam 20 x 20 cm dari biasanya

25 x 25 cm, penggunaan bibit muda tanam pada umur 17 hari dengan 1 –

2 bibit per lobang tanam, pemberian pupuk organik dalam bentuk kompos,

pengaturan populasi tanaman secara optimum melalui sistim tanam jajar

legowo 4 : 1 serta pemupukan berdasarkan kebutuhan status hara

tanaman. Sama halnya dengan Ruskandar dan Hermanto (2009)

dibandingkan dengan komponen teknologi lainnya, inovasi penggunaan

varitas unggul lebih mudah diadopsi dan dikembangkan petani.

Kondisi ini juga tergambar dari hasil survei pengukuran percepatan

adopsi terhadap pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik

dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif menggunakan

pendekatan skala linkert menggunakan 5 (lima) skala pilihan (tidak setuju;

kurang setuju; ragu-ragu; setuju dan sangat setuju) untuk menerapkan

komponen teknologi PTT termasuk penggunaan pupuk kompos organik

dengan intensitas 2 kali survei pada awal percontohan dan akhir

percontohan rata-rata memberikan percepatan adopsi dengan nilai 4,178

(sangat setuju atau SS) yang berada pada skala level diatas Setuju (S)

23

dengan nilai 4. Begitu juga dengan tingkat adopsi mendekati kemauan dan

motivasi yang tinggi mencapai penilaian mendekati sempurna pada level

8,356 pada hampir semua komponen teknologi yang sudah diterapkan,

menurut Sadirman (2001) motivasi petani merupakan gambaran respon

serta keinginan dalam memanfaatkan informasi inovasi teknologi bagi

pangguna yang mengadopsinya.

4.3. Kelayakan ekonomi adopsi penerapan komponen teknologi padi

Berdasarkan hasil penghitungan nilai ekonomi dari produksi padi

percontohan penerapan komponen teknologi dan pemupukan kompos

organik limbah pertanian pada padi sawah, memperlihatkan hasil

perhitungan berdasarkan nilai setiap perlakuan yang dianalisis dengan

menggunakan Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) memberikan nilai

ekonomi usahatani padi sawah dengan perlakuan penggunaan pupuk

organik berbahan baku limbah kotoran ayam ; limbah kotoran sapi dan

limbah jerami padi memberikan nilai kelayakan berturut-turut sebesar

1,553; 2,245 dan 1,801 (Tabel 4).

Tabel 4. Kelayakan ekonomi usahatani padi sawah diberi pupuk kompos limbah pertanian di Desa Rimbo Recap, Bengkulu Tahun 2011

No. Bahan Kompos

Cost (Rp.000) ΔC Benefit (Rp.000) ΔB MBCR sebelum setelah sebelum setelah

1. Kotoran ayam 13.613,75 15.384,25 1.771,0 6.386,25 9.135,44 2.749,19 1,553

2. Kotoran sapi 13.613,75 15.784,25 2.170,5 6.386,25 11.258,56 4.872,31 2,245

3. Jerami padi 13.613,75 15.984,25 2.370,5 6.386,25 10.656,37 4.270,12 1,801

Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) pada Tabel 4 menunjukan bahwa

kajian percontohan penggunaan pupuk organik dari limbah pertanian yang

dikomposkan berturut-turut setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos

kotoran ayam akan menghasilkan output 1,553 unit; setiap 1,00 unit

penggunaan pupuk kompos kotoran sapi akan menghasilkan output 2,245

unit serta setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos jerami padi akan

menghasilkan output 1,801 unit. Sehingga inovasi teknologi pemanfaatan

limbah pertanian untuk pupuk kompos pada padi sawah layak untuk

diadopsi dan dikembangkan, karena dapat memberikan peningkatan hasil

untuk setiap 1 unit inovasi sebesar 1,553 sampai 2,245 unit.

24

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Waktu adopsi terhadap inovasi pemanfaatan limbah untuk diadopsi

sebagai pakan sapi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun dan untuk

diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan usahatani, terutama untuk

lahan sawah waktu yang dicapai dibawah < 2 tahun.

2) Faktor yang berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi

pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik

adalah kepemilikan ternak sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan

aksesibilitas sumber informasi (t hitung 1,902 > t tabel 1,658).

3) Percepatan adopsi pemanfaatan limbah berhubungan negatif dengan

faktor pemilikan lahan, umur, pendidikan, pengalaman usaha,

ketersediaan tenaga kerja, jarak pemukiman ke lokasi pasar input dan

jarak pemukiman ke lokasi pasar dan sumber modal. Namun demikian

semua peubah tersebut secara statistik pengaruhnya tidak nyata,

kecuali pemilikan lahan mendekati pengaruh nyata.

4) Terdapat hubungan fungsional antara percepatan adopsi teknologi

dengan faktor-faktor sosial ekonomi yang dimasukkan ke dalam model

regresi linear semi log maupun regresi model logit.

5) Inovasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk kompos

pada padi sawah layak untuk diadopsi dan dikembangkan, karena

secara ekonomi dapat memberikan peningkatan hasil untuk setiap 1

unit inovasi sebesar 1,21 sampai 2,24 unit.

5.2. Saran

1) Implikasi dari temuan pengkajian ini memberikan petunjuk bahwa

untuk mempercepat adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian

untuk pakan sapi dan pupuk organik perlu didukung langkah

peningkatan pemilikan ternak sapi (misalnya dengan mempermudah

mendapatkan modal) dan hubungan positif aksesibilitas ke sumber

teknologi yang dapat dikompensasi dengan mengintensifkan

pengawalan teknologi oleh BPTP dan sumber lainnya.

25

2) Agar pelaksanaan percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah

pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik diperlukan jalinan

komunikasi yang lebih baik, terutama pemberdayaan petani maupun

peternak yang tergabung dalam kelompok dapat menumbuhkan

partisipasi dalam meningkatkan sahanya yang secara otomatis akan

mendorong peningkatan produksi dan pendapatannya.

3) Untuk mempercepat adopsi teknologi secara parsial maupun bersama-

sama para penyuluhan harus jeli melihat sampai sejauh mana tingkat

adopsi oleh petani, apabila petani belum sampai pada tahap

menerapkan sebaiknya ada dukungan akses proses percepatan inovasi

dibutuhkan dapat memberikan hasil yang diperoleh menjadi lebih baik.

26

VI KINERJA HASIL PENGKAJIAN

Kegiatan pengkajian yang sudah dilaksanakan dalam menentukan

faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi teknologi pemanfaatan

limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu tahun 2011,

memperlihatkan masih lemahnya penguasaan inovasi teknologi yang dihasilkan

untuk dapat diadopsi oleh pengguna, untuk itu perlu adanya analisis dan

bimbingan lanjutan bagaimana akses percepatan adopsi inovasi pemanfaatan

limbah pertanian menjadi lebih optimal.

Dalam hal diseminasi dan aplikasi teknologi pemanfaatan limbah

pertanian yang dilaksanakan berupa percontohan penerapan komponen teknologi

dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik padi sawah, telah

mendorong keinginan petani untuk segera mengoptimalkan inovasi yang sudah

ada termanfaatkan dan diyakini akan dapat mendorong peningkatan

pengetahuan dan keterampilan serta pendapatan keluarga petani maupun

masyarakat di sekitar lokasi pengkajian. Hal ini terlihat jelas adanya keinginan

petani disekitar dan desa tetangga lokasi kegiatan menaruh minat dan langsung

menerapkan inovasi yang didiseminasikan, terutama dalam pemanfaatan pupuk

organik pada pada lahan usahatani dengan memanfaatkan limbah yang ada

disekitar lokasi dari sebelumnya belum melakukan pemumupukan organik pada

lahannya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. 2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu., Bengkulu.

Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu. 2009. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu. Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu., Bengkulu.

Fagi, A. M., 2008. Alternatif Teknologi Peningkatan Produksi Beras Nasional. Iptek Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Vol.3 No.1

Fawzia, S. 2002. Revitalisasi Fungsi Informasi dan Komunikasi Serta Diseminasi Luaran BPTP. Makalah di Sampaikan Pada Ekspose dan Seminar Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi., 14 – 15 Agustus 2002, di Jakarata. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi. Bogor.

Harinta, Y.W. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi Inovasi Pertanian Di Kalangan Petani Di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Thesis Program Pascasajana, Universitas Nasional Sebelas Maret. Solo.

Hartatik, W. 2009. Jerami Dapat Mensubstitusi Pupuk KCl. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Vol. 31 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Hendayana, R., 2006. Lintasan dan Peta Jalan (Road Map) Diseminasi Teknologi Pertanian Menuju Masyarakat Tani Progresif. Prosiding Lokakarya Nasional Akselerasi Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Pembangunan

Kenneth F.G Masuki. 2009. Determination of Farm-level Adaption of Water Systems Innovation in Drayland Areas, The Case of Makaya Watershed in Panngani River Basin., Tanzania.

Luthan, F. 2009. Implementasi Program Intergrasi Sapi dengan Tanaman Padi, Sawit dan Kakao. Makalah disampaikan pada Whorkshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman: Padi, Sawit, Kakao pada tanggal 10 Agustus di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia., Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Manwa, I dan Oka. 1992. Sumber Pertambahan Produksi Bagi Pengembangan Tanaman Pangan. Makalah disampaikan Dalam Rangka Menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II Subsektor Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departeman Pertanian. Jakarata.

Mariyono dan Endang Romjali. 2007. Teknologi Inovasi “Pakan Murah” untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong Lokal. Buku Panduan Teknis Pakan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. Pasuruan.

28

Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Penerbit CV.Grafindo Jakarta. Jakarta.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial., Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Slamet, M. 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan Pembangunan. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda. Bogor

Sritua Arief. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia., Press. Jakarta.

Stanley Wood, Liangzhi You dan Wilfred Baitx, 2001. International Food Policy Research Institute, Washington, D.C.

Subagiyo, 2005. Kajian Faktor-Faktor Sosial yang Berpengaruh Terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Suharyanto, Destialisma dan I.A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.

Sukartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia., Press. Jakarta.

Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations. Third Edition, The Free Press. New York.

Ruskandar Ade dan Hermanto. 2009. Dilepass Varietas Unggul Baru Padi dan Palawija. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Vol. 31 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Taher Agusli dan Nasrul Hosen. 1999. Aspek Faktor Biofisik dan Rancangan Teknologi Spesifik Lokasi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Tjitropranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian. Balai Pusat Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.

Umiyasih, U., Gunawan, D.E. Wahyono, Y.N. Anggraini dan I.W. Mathius. 2004. Penggunaan Bahan Pakan Lokal Sebagai Upaya Effisiensi Pada Usaha Perbibitan Sapi Potong Komersial. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 4 - 5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

29

I L U S T R A S I

30

ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN

Gambar 1. Pengolahan lahan dan penyemaian bibit padi varietas Inpari 13

Gambar 2. Bibit padi umur 17 hari lahan sawah siap tanam

Gambar 3. Penaman bibit padi menggunakan jarak tanam sitim legowo 4:1

31

ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN

Gambar 4. Pencampuran pupuk dan pemukan I lahan sawah percontohan

Gambar 5. Kondisi tanaman dan pemupukan II padi sawah percontohan

Gambar 6. Kondisi pertumbuhan tanaman padi percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik di Rimbo Recap, Kabupaten Rejang Lebong

32

ILUSTRASI KEGIATAN PENGKAJIAN

Gambar 7. Kondisi tanaman padi siap panen pada percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kabupaten Rejang Lebong

Gambar 8. Pengambilan ubinan padi hasil percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kab. Rejang Lebong

Gambar 9. Pengambilan komponen hasil, diskusi percepatan adopsi antara Ka. BPTP Bengkulu, Ka. BPP Lubuk Ubar dan Tim Pengkaji percontohan komponen teknologi dan aplikasi pupuk organik padi sawah di Kab. Rejang Lebong