Upload
elsarestiana
View
54
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PLENO PEMICU 3
A. PEMICU 3
Bpk. Hasbul berusia 55 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan
keluhan sulit buang air besar dan sering jika buang air besar mengeluarkan
bercak darah. Dokter umum yang memeriksanya memutuskan untuk merujuk
Bpk. Habul kepada seorang Ahli Penyakit dalam dan setelah dilakukan
pemeriksaan, ditegakkan diagnosis bahwa ia mengidap Kanker Kolrektal.
Diketahui dari anamnesis bahwa Bapak ini adalah seorang karyawan yang
cukup sibuk dalam hal pekerjaannya dan diketahui kedua orang taunya
meninggal akibat serangan jantung
B. KLARIFIKASI DAN DEFINISI
1. Kolorektum : Bagian usus yang terletak 10 inci atau 25 cm sebelah distal
disebelah distal dan termasuk distal
2. Anamnesis : Sejarah kasus pasien medis/psikiatris terutama dengan
menggunakan ingatan pasien
3. Poliklinik : Balai pengobatan umum
4. Kanker : Istilah yang berlaku untuk sekelompok penyakit dimana sel
tidak responsive terhadap pengendalian pertumbuhan yang
normal
5. Diagnosis : Penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit
dengan yang lainnya. Penentuan jenis penyakit
berdasarkan tanda dan gejalanya.
C. KATA KUNCI
1. Laki-laki
2. Usia 55 tahun
3. Bercak darah
1
4. Kanker kolorektal
5. Diagnosis
6. Serangan jantung
7. Sulit buang air besar
8. Aktivitas cukup sibuk
D. RUMUSAN MASALAH
Apa penyebab kanker kolorektal jika dianalisis secara biologi molekuler
E. ANALISIS MASALAH
2
KANKER KOLREKTAL
DIAGNOSIS MOLEKULER
MUTASI GEN
DEFINISI JENIS PENYEBAB MEKANISMEPENCEGAHAN
F. HIPOTESIS
Kanker kolorektal yang diderita oleh Bapak Hasbul jika didagnosis
secara biologi molekuler disebabkan oleh mutasi gen dan dapat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan
G. PERTANYAAN DISKUSI
1. KANKER KOLREKTAL
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Karsinogenesis
d. Onkogenesis
e. Faktor penyebab
f. Pencegahan
g. Terapi
h. Gejala
i. Jenis
j. Faktor resiko
2. MUTASI GEN
a. Definisi
b. Jenis
c. Penyebab
d. Pencegahan
e. Mekanisme
3. DIAGNOSIS MOLEKULER
4. EKSPRESI GEN
3
H. PEMBAHASAN
1. Kanker Kolorektal
A. Definisi
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa
colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip,
oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker
colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak
menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus
besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat
mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat
menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti
ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati
karena colon mengalirkan darah ke sistem portal (Jurnal Kedokteran
Universitas Sumatera Utara)
B. Epidemiologi
Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4
dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak
daripada perempuan dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000
penduduk. Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara,
Australia, Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di
antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multirasial.
Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam
setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan
terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup.
Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari
seluruh pasien kanker di Amerika Serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru,
terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan angka kematian pertahun
4
mendekati angka 60.000. Di AS umumnya rata-rata pasien kanker
kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi
pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.
Di Indonesia, seperti yang terdapat pada laporan registrasi kanker
nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Patologi Anatomik
Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda. Hal yang menarik di
sini adalah kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan
dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data
dari Bagian Patologi Anatomik FKUI didapatkan angka 35,265%.
C. Karsinogenesis
Pada kanker kolorektal terdapat 2 model perjalanan perkembangannya
atau biasa disebut dengan karsinogenesis yaitu antara lain :
- LOH (Loss of Heterozigocity)
Model LOH mencakup mutasi tumor gen supressor yang yang
meliputi gen : APC, DCC dan P53 serta aktifasi onkogen yaitu K-Ras,
contohnya adalah perkembangan polip adinoma menjadi karsinoma
- RER (Replication Error)
Model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1 dan
hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah HNPCC.
(Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International
Edition. Pennsylvania: Elsevier)
D. Onkogenesis
Onkogenesis adalah proses transformasi ganas yang mengarah ke
pembentukan sebuah tumor (tumorigenesis). Hal ini ditandai dengan
perkembangan perubahan pada tingkat selular dan genetik yang pada
akhirnya sel reprogram untuk menjalani tak terkendalikan divisi sel,
sehingga membentuk keganasan massa. Onkogenesis gen abnormal
5
yang diduga diaktifkan oleh zat kimia tertentu ketika gen tersebut mampu
membuat kunci dan gembok kimiawi yang paling palsu sehingga dapat
menipu sel-sel yang normal untuk terus tumbuh tanpa terkendali mnjadi
menjadi sel-sel kanker
(Sudarto Pringgoutomo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi. Sagung Seto)
E. Faktor Penyebab
Kanker dapat terjadi karena mutasi pade gen-gen tertentu termasuk gen
penekan tumor p53. Setiap organisme berasal dari sel dimana sel ini
akan membelah diri. Ketika terjadi mutasi maka pembelahan sel tidak
dapat terkontrol dimana ketika sel yang seharusnya hanya membelah
menjadi dua akan membelah menjadi sepuluh atau ratusan. Mutasi pada
kanker sendiri merupakan mutasi multipel.
(Dawn B. Marks, dkk. 2000. Biokimia Kedoteran Dasar. Jakarta: EGC)
Perkembangan kanker kolon merupakan sebuah proses yang bertahap,
dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan
adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna
dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi gen penekan tumor dan
DCC (deleted in colorectal cancer) memungkinkan perkembangan dari
formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif
karsinoma. Berkembangnya kanker kolon diawali dengan alterasi
(perubahan) pada gen APC (Adenopoliposis coli). Gen ini menyandi
suatu protein yang berfungsi sebagai penekan tumor. untuk mengatur
pembelahan sel-sel epitel usus. Mutasi ini menyebabkan akumulasi
kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan dan aktivasi onkogen
K-ras dan hilangnya gen penekan tumor DCC dan p53
6
- Mutasi K
K-ras menyebabkan ketidakmampuannya dalam menghidrolisis
guanosin trifosfat (GTP) menjadi guanosin difosfat (GDP). Hal ini yang
menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol. Mutasi gen DCC
dan p-53 terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal.
Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progresi dari tumor yaitu jalur :
loss of heterozygosity (LOH) dan jalur replication error (RER). Sekitar
80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH,
sisanya merupakan mutasi jalur RER yaitu kesalahan pasangan sewaktu
replikasi DNA. Jalur RER diinisiasi oleh mutasi gen mismatch repair
(MMR) seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2 , dan hMSH6
(Sorghum bicolor L. Moench) Administra-tion Inhibit Colon Cancer
Development in Balb/c Mice through Improvement of Colon
Microenvironment.
F. Pencegahan
Prevensi dapat dilakukan pada tiga taraf yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Pada prevensi primer diupayakan untuk mencegah penyakitnya;
pada prevensi sekunder tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan dengan penangnan pada stadium
pendahuluan atau stadium dini dan pada prevensi tersier diupayakan
untuk menyembuhkan secara lebih cepat dan lebih baik serta mencegah
timbulnya residif (kekambuhan).
G. Terapi
Pilihan terapi sangat tergantung pada stadium, posisi dan ukuran tumor
serta penyebarannya.
- Pembedahan/ operasi.
7
Tindakan ini paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir
dan dapat diobati.
- Radioterapi/ radiasi.
Tergantung pada letak/posisi dan ukuran tumor, radioterapi hanya
digunakan untuk tumor pada rektum, sehingga mempermudah
pengambilannya saat operasi. Radioterapi juga bisa diberikan setelah
pembedahan untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih
tersisa.
- Kemoterapi.
Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak
kemampuan sel kanker untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus
kemoterapi diperlukan untuk memastikan kanker telah hilang dan tak
akan muncul lagi. Salah satu pilihan kemoterapi yang banyak digunakan
adalah Capecitabine (Xeloda®), kemoterapi berbentuk tablet yang
pertama di dunia. Capecitabine adalah tablet yang bekerja menyerang
sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan dan bahaya seperti
pada kemoterapi infus konvensional.
- Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).
Salah satu jenis terapi fokus sasaran adalah antibodi monoklonal.
Antibodi ada dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan
tubuh yang disebut sistem kekebalan (sistem imun) yang berfungsi
melawan penyebab penyakit seperti bakteri. Antibodi monoklonal dapat
bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh alamiah untuk
secara khusus menyerang sel kanker. Terapi ini dapat digunakan secara
tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Salah satu terapi antibodi
monoklonal adalah Bevacizumab (dipasarkan dengan nama Avastin®)
yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke tumor
sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor
dan mematikannya.
(World Health Organization)
8
- Pendekatan Terapi Gen untuk Pengobatan Kanker
Secara umum, terapi gen dilakukan dengan cara meng-ganti atau
menginaktifkan gen yang tidak berfungsi, menam-bahkan gen
fungsional, atau menyisipkan gen ke dalam sel untuk membuat sel
berfungsi normal. Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik yang
di-kontrol secara genetis untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan:
Sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak
normal , sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu,
sel-sel kanker melawan kerja sistem imun tubuh. Oleh karena itu
terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan pada koreksi
kecepatan pertumbuhan, kontrol kematian sel dan membuat sistem
imun membunuh sel-sel kanker. Pendekatan lain untuk terapi gen
kanker adalah dengan strategi bunuh diri.
(Terapi Gen pada Penyakit Kanker Teresa Liliana Wargasetia, JKM. Vol.
4, No. 2, Februari 2005)
H. Gejala
Tanda dan gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen,
perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing
dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri
cenderung mengakibatkan perubahan pada defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks, mengecilnya ukuran feses dan konstipasi
karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan
obstruksi.
Terdapat dua jenis gejala daripada kanker kolortektal, yaitu antara lain:
- Gejala Subakut
Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare, pasien
mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap,
tetapi tumor seringkali menyebabkan pendarahan yang samar yang
9
tidak disadari oleh pasien, kehilangan darah dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi,n pada wanita
menopause dan pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi,
maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan
yang tepat harus dilakukan, sakit perut bagian bawah biasanya
berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri yang mereda
setelah buang air besar. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah
penurunan berat badan dan demam. Meskipun kecil kemungkinannya
tetapi kanker kolorektal dapat menjadi tempat utama intersusepsi.
- Gejala Akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi,
maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Pasien yang
mengalami obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus (buang air
besar), kram perut dan perut yang menegang. Jika tidak diterapi akan
terjadi iskemia dan nekrosis kolon.
(Kumar V, Abbas KA, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, Elsevier Saunders, 7th edition. 2005)
I. Jenis
Berdasarkan besarnya diferensiasi sel maka Broder (1920) membuat
klasifikasi dalam 4 tingkat yaitu :
- Grade I : Sel-sel anaplastik tak akan melebihi 25%
- Grade II : Sel-sel anaplastik terdapat antara 25-50%
- Grade III : Sel-sel anaplastik terdapat antara 50-75%
- Grade IV : Sel-sel anaplastik terdapat lebih dari 75%
Di samping klasifikasi yang berdasar atas diferensisasi sel maka dikenal
juga klasifikasi yang diajukan pleh Curthbert Dukes yang dibagi atas
penyebaran sel kanker yaitu :
10
- Dukes A : Invasi ke dalam dinding usu, belum menembus
Prognosis hidup setelah 5 tahun 97%
- Dukes B : Invasi menembus dinding usus tanpa metastasis di
kelenjar limfe Prgonosis hidup setelah 5 tahun 80%
- Dukes C : Metastasis ke kelenjar limfe
C1 : Beberapa kelenjar limfe dekat tumpr primer, prognosis
hidup setelah 5 tahun 65%
C2 : Dalam kelenjar limfe jauh, prognosis hidup setelah 5
tahun 35%
- Dukes D : Ditemukan metastasis hati, prgonosis hidup setelah 5
tahun <5%
J. Faktor Resiko
Faktor resiko kanker kolorektal :
- Kebiasaan makanan yang salah (asupan makanan yang tinggi lemas
dan protein , rendah serat)
- Obesitas
- Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya
- Serajah keluarga
- Pernah memiliki polip di usus
- Umur
- Jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga
(Bayle P, Langman JS. ABC of colorektal cancer. Epidemiology. BMJ
2000; 321: 805-808)
2. Mutasi Gen
A. Definisi
Mutasi adalah perubahan yang terjadi bahan genetik (DNA maupun
RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut myasi titik) maupun pada taraf
kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi.
11
Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi
dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-
variasi baru pada spesies.
B. Jenis
Terdapat dua jenis mutasi gen, antara lain :
- Mutasi gen (Point mutation)
Mutasi gen ialah perubahan kimiawi pada satu atau beberapa
pasangan basa dalam satu gen tunggal yang menyebabkan
perubahan sifat individu tanpa perubahan jumlah dan susunan
kromosomnya. Mutasi gen dapat terjadi melalui berbagai cara,
diantaranya:
a) Penggantian/substitusi pasangan basa: terjadi karena penggantian
satu nukleotida dengan pasangannya di dalam untaian DNA
komplementer dengan pasangan nukleotida lain. Contoh; anemia
bulan sabit.
b) Insersi dan delesi; Insersi merupakan penyisipan atau
penambahan satu atau lebih nukleotida ke dalam rantai
polinukleotida. Delesi adalah pengurangan satu atau lebih
pasangan nukleotida pada suatu gen saat replikasi DNA.
- Mutasi Kromosom
Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada kromosom
yang disertai dengan perubahan struktur dan jumlah kromosom.
Mutasi kromosom dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu :
a) Perubahan struktur kromosom (aberasi kromosom)
Mutasi ini menyebabkan kerusakan (aberasi) pada bentuk
kromosom, diantaranya:
12
- Translokasi adalah pemindahan sebagian dari segmen
kromosom ke kromosomlainnya yang bukan kromosom
homolognya.
- Duplikasi terjadi karena adanya segmen kromosom yang
mengakibatkan jumlah segmen kromosom lebih banyak dari
kromosom aslinya.
- Delesi adalah mutasi yang terjadi karena sebagian segmen
kromosom lenyap sehingga kromosom kekurangan segmen.
- Inversi adalah mutasi yang terjadi karena selama meiosis
kromosom terpilin dan terjadinya kiasma, sehingga terjadi
perubahan letak/kedudukan gen-gen.
b) Perubahan jumlah kromosom
Mutasi yang terjadi ditandai dengan perubahan jumlah
kromosom individual atau dalam jumlah perangkat kromosom.
- Euploid terjadi karena adanya penambahan atau
pengurangan perangkat kromosom (genom). Contoh:
haploid, diploid, triploid, tetraploid, poliploid.
- Aneuploid terjadi karena adanya perubahan salah satu
kromosom dari genom individu. Contoh; monosomik,
Nullisomik Trisomik dan Tetrasomik.
C. Penyebab
Penyebab mutasi gen terbagi menjadi 2, antara lain :
- Mutasi spontan (spontaneous mutation ) : mutasi yang tidak diketahui
penyebabnya , terjadi dengan frekuensi yang sangat kecil
- Mutasi karena induksi (induced mutation) : terjadi karena paparan fisik
atau kimia yang disebut mutagen
13
D. Pencegahan
Pada dasarnya DNA memiliki mekanisme reparasi dirinya sendiri. Maka
untuk pencegahannya sendiri kita dapat menjauhi agen atau mutagen
penyebab dari mutasi, karena apabila mutasi sudah berlebihan maka
DNA tidak dapat memperbaiki diri sendiri. (Jom, Wim de. 2004. Kanker,
Apakah Itu?. Jakarta: Arcan)
E. Mekanisme
Meskipun tidak selalu, perubahan urutan asam amino pada suatu protein
dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein tersebut. Hal ini
karena pelipatan rantai polipeptida sebagai penentu struktur tiga dimensi
molekul protein sangat bergantung kepada interaksi di antara asam-asam
amino dengan muatan yang berlawanan. Contoh yang paling sering
dikemukakan adalah perubahan sifat biologi yang terjadi pada molekul
hemoglobin.
Hemoglobin pada individu dewasa normal terdiri atas dua rantai
polipeptida α yang identik dan dua rantai polipeptida β yang identik juga.
Namun, pada penderita anemia bulan sabit (sickle cell anemia) salah
satu asam amino pada polipeptida β, yakni asam glutamat, digantikan
atau disubstitusi oleh valin. Substitusi asam glutamat, yang bermuatan
negatif, oleh valin, yang tidak bermuatan atau netral, mengakibatkan
perubahan struktur hemoglobin dan juga eritrosit yang membawanya.
Hemoglobin penderita anemia bulan sabit akan mengalami kristalisasi
ketika tidak bereaksi dengan oksigen sehingga akan mengendap di
pembuluh darah dan menyumbatnya. Demikian juga, eritrositnya menjadi
lonjong dan mudah pecah.Seperti dikatakan di atas, perubahan urutan
asam amino tidak selalu menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi
protein atau menghasilkan fenotipe mutan. Substitusi sebuah asam
amino oleh asam amino lain yang muatannya sama, misalnya substitusi
14
histidin oleh lisin, sering kali tidak berpengaruh terhadap struktur molekul
protein atau fenotipe individu. Jadi, ada tidaknya pengaruh substitusi
suatu asam amino terhadap perubahan sifat protein bergantung kepada
peran asam amino tersebut dalam struktur dan fungsi protein.
Setiap perubahan asam amino disebabkan oleh perubahan urutan basa
nukleotida pada molekul DNA. Akan tetapi, perubahan sebuah basa pada
DNA tidak selamanya disertai oleh substitusi asam amino karena sebuah
asam amino dapat disandi oleh lebih dari sebuah triplet kodon (lihat Bab
X). Perubahan atau mutasi basa pada DNA yang tidak menyebabkan
substitusi asam amino atau tidak memberikan pengaruh fenotipik
dinamakan mutasi tenang (silent mutation). Namun, substitusi asam
amino yang tidak menghasilkan perubahan sifat protein atau perubahan
fenotipik pun dapat dikatakan sebagai mutasi tenang.
Mutasi yang terjadi pada sebuah atau sepasang basa pada DNA disebut
sebagai mutasi titik (point mutation). Mekanisme terjadinya mutasi titik ini
ada dua macam, yaitu (1) substitusi basa dan (2) perubahan rangka baca
akibat adanya penambahan basa (adisi) atau kehilangan basa (delesi).
Mutasi titik yang disebabkan oleh substitusi basa dinamakan mutasi
substitusi basa, sedangkan mutasi yang terjadi karena perubahan rangka
baca dinamakan mutasi rangka baca (frameshift mutation) seperti telah
disinggung sebelumnya pada bab X di pembahasan yang seperti
tercantum diatas.
Apabila substitusi basa menyebabkan substitusi asam amino seperti
pada kasus hemoglobin anemia bulan sabit, maka mutasinya dinamakan
mutasi salah makna (missense mutation). Sementara itu, jika substitusi
basa menghasilkan kodon stop, misalnya UAU (tirosin) menjadi UAG
(stop), maka mutasinya dinamakan mutasi tanpa makna (nonsense
mutation) atau mutasi terminasi rantai (chain termination mutation).
Substitusi basa pada sebuah triplet kodon dapat menghasilkan sembilan
kemungkinan perubahan triplet kodon karena tiap basa mempunyai tiga
15
kemungkinan substitusi. Sebagai contoh, kodon UAU dapat mengalami
substitusi basa menjadi AAU (asparagin), GAU (asam aspartat), CAU
(histidin), UUU (fenilalanin), UGU (sistein), UCU (serin), UAA (stop), UAG
(stop), dan UAC (tirosin). Kita bisa melihat bahwa perubahan yang
terakhir, yakni UAC, tidak menghasilkan substitusi asam amino karena
baik UAC maupun UAU menyandi asam amino tirosin.
Mutasi substitusi basa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
transisi dan transversi. Pada transisi terjadi substitusi basa purin oleh
purin atau substitusi pirimidin oleh pirimidin, sedangkan pada transversi
terjadi substitusi purin oleh pirimidin atau pirimidin oleh purin.
Sementara itu, mutasi rangka baca akan mengakibatkan perubahan
rangka baca semua triplet kodon di belakang tempat terjadinya mutasi
tersebut. Akan tetapi, adisi atau pun delesi sebanyak kelipatan tiga basa
pada umumnya tidak akan menimbulkan pengaruh fenotipik mutasi
rangka baca. Demikian pula, seperti dikatakan pada Bab X adisi satu
basa yang diimbangi oleh delesi satu basa di tempat lain, atau
sebaliknya, akan memperbaiki kembali rangka baca di belakang tempat
tersebut. Selain itu, apabila adisi atau delesi terjadi pada daerah yang
sangat dekat dengan ujung karboksil suatu protein, maka mutasi rangka
baca yang ditimbulkannya tidak akan menyebabkan sintesis protein
nonfungsional. Dengan perkataan lain, mutasi tidak memberikan
pengaruh fenotipik.
Mutasi Spontan
Perubahan urutan basa nukleotida berlangsung spontan dan acak.
Tidak ada satu pun cara yang dapat digunakan untuk memprediksi saat
dan tempat akan terjadinya suatu mutasi. Meskipun demikian, setiap gen
dapat dipastikan mengalami mutasi dengan laju tertentu sehingga
memungkinkan untuk ditetapkan peluang mutasinya. Artinya, kita dapat
16
menentukan besarnya peluang bagi suatu gen untuk bermutasi sehingga
besarnya peluang untuk mendapatkan suatu alel mutan dari gen tersebut
di dalam populasi juga dapat dihitung.
Terjadinya suatu peristiwa mutasi tidak dapat dikatakan sebagai
hasil adaptasi sel atau organisme terhadap kondisi lingkungannya.
Kebanyakan mutasi memperlihatkan pengaruh yang sangat bervariasi
terhadap tingkat kemampuan adaptasi sel atau organisme, mulai dari
netral (sangat adaptable) hingga letal (tidak adaptable). Oleh karena itu,
tidak ada korelasi yang nyata antara mutasi dan adaptasi. Namun,
pemikiran bahwa mutasi tidak ada sangkut pautnya dengan adaptasi
tidak diterima oleh sebagian besar ahli biologi hingga akhir tahun 1940-
an ketika Joshua dan Esther Lederberg melalui percobaannya pada
bakteri membuktikan bahwa mutasi bukanlah hasil adaptasi. Dengan
teknik yang dinamakan replica plating koloni-koloni bakteri pada kultur
awal (master plate) dipindahkan ke medium baru (replica plate)
menggunakan velvet steril sehingga posisi setiap koloni pada medium
baru akan sama dengan posisinya masing-masing pada kultur awal.
Medium baru dibuat dua macam, yaitu medium nonselektif seperti
pada kultur awal dan medium selektif yang mengandung lebih kurang
109 fag T1. Hanya koloni-koloni mutan yang resisten terhadap infeksi fag
T1 (mutan T1-r) yang dapat tumbuh pada medium selektif ini. Dari
percobaan tersebut terlihat bahwa koloni-koloni mutan T1-r yang tumbuh
pada medium selektif tidak terbentuk sebagai hasil adaptasi terhadap
kehadiran fag T1, tetapi sebenarnya sudah ada semenjak pada kultur
awal. Dengan demikian, teknik selektif semacam itu hanya akan
menyeleksi mutan-mutan yang telah ada sebelumnya di dalam suatu
populasi.
(Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC.
Jakarta)
17
3. Diagnosis Molekuler
Diagnostik molekuler dapat dilakukan dengan beberapa metode. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
- PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) memungkinkan kita
memperjelas rangkaian DNA secara enzimatis, dengan
menggunakan probe DNA sintetik pendek. Jika rangkaian diketahui,
dengan menggunakan dua oligonukleotid, kita dapat memperjelas
secara spesifik rangkaian DNA yang diapit oleh probe. Dari DNA yang
terdapat dalam satu sel, cukup DNA yang cocok untuk rangkaian
spesifik yang dapat digunakan untuk merangkai, untuk memprobe
dengan hibridisasi atau untuk mengklon. Metode ini memungkinkan
pemeriksaan secara langsung adanya mutasi dan dapat diterapkan
pada keadaan di mana jumlah DNA yang tersedia amat terbatas.
Dalam praktik, prosedur ini digunakan untuk memperjelas suatu
segmen DNA yang akan diperiksa, adanya mutasi selanjutnya
dideteksi dengan cara hibridisasi atau perangkaian langsung. Pada
teknik hibridisasi, ahli genetika menentukan apakah probe cocok atau
tidak berkenaan dengan rangkaian yang berhibridisasi tepat, dan
normal terhadap rangkaian yang telah diperjelas pada keadaan-
keadaan di mana pasangan yang tepat dapat dibedakan dari
pasangan lain yang tidak tepat.
- Antibodi Monoklonal
Antibodi monoclonal merupakan ‘clone’ antibody dengan spesifisitas
untuk penentu antigen tunggal. Antibody monoclonal berasal dari fui
limfosit tikus diimunisasi dengan sel myeloma tikus. Proses fusi
memungkinkan limfosit hibridisasi hasilnya tumbuh kontinu dalam
biakan jaringan. Degan proses pengenceran berseri dan pemilihan,
18
‘clone’ tunggal limfosit (hibridoma) yang menghasilkan antibody
yang diinginkan dapat diisolasi dan cairan atas hasilnya akan
mengandung satu antibody yang dihasilkan oleh ‘clone’ tunggal itu.
Antibodi monoclonal mengenali setiap determinan antigen (bagian
dari makromolekul yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh /
epitope). Antibodi monoklonal menyerang molekul targetnya dan
bisa memilah antara epitope yang sama. Selain sangat spesifik,
antibody monoclonal juga memberikan landasan untuk perlindungan
melawan patogen. Antibodi monoclonal sekarang telah digunakan
untuk banyak masalah diagnostik seperti :
Mengidentifikasi agen infeksi
Mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto
Mengukur protein dan level drug pada serum
Mengenali darah dan jaringan
Mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon
kekebalan dan mengidentifikasi
Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk melihat protein
tertentu dalam tubuh, misal antibodi monoklonal dikonjugasikan
dengan logam inert pasien yang dirontgen. Dari hasil rontgen
tersebut dapat dikenali protein tertentu yang terlibat dalam penyakit.
Cara ini juga diterapkan dalam melihat metastasis sel kanker.
Antibodi monoklonal juga dapat diaplikasikan untuk identifikasi
penyakit yang lebih dikenal dengan imunologikal diagnostic. Deteksi
imunologik merupakan sistem deteksi yang sensitif, spesifik, dan
sederhana. Misal: membedakan DHF dan tifus.
4. Ekspresi Gen
19
Produk-produk gen tertentu seperti protein ribosomal, rRNA, tRNA,
RNA polimerase, dan enzim-enzim yang mengatalisis berbagai reaksi
metabolisme yang berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sel merupakan
komponen esensial bagi semua sel. Gen-gen yang menyandi
pembentukan produk semacam itu perlu diekspresikan terus-menerus
sepanjang umur individu di hampir semua jenis sel tanpa bergantung
kepada kondisi lingkungan di sekitarnya. Sementara itu, banyak pula gen
lainnya yang ekspresinya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan
sehingga mereka hanya akan diekspresikan pada waktu dan di dalam
jenis sel tertentu. Untuk gen-gen semacam ini harus ada mekanisme
pengaturan ekspresinya.
Pengaturan ekspresi gen dapat terjadi pada berbagai tahap, misalnya
transkripsi, prosesing mRNA, atau translasi. Namun, sejumlah data hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaturan ekspresi gen, khususnya
pada prokariot, paling banyak terjadi pada tahap transkripsi.
Mekanisme pengaturan transkripsi, baik pada prokariot maupun pada
eukariot, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori
utama, yaitu
(1) mekanisme yang melibatkan penyalapadaman (turn on and turn
off) ekspresi gen sebagai respon terhadap perubahan kondisi
lingkungan dan
(2) sirkit ekspresi gen yang telah terprogram (preprogramed circuits).
Mekanisme penyalapadaman sangat penting bagi mikroorganisme untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang seringkali terjadi
secara tiba-tiba. Sebaliknya, bagi eukariot mekanisme ini nampaknya
tidak terlalu penting karena pada organisme ini sel justru cenderung
merespon sinyal-sinyal yang datang dari dalam tubuh, dan di sisi lain,
sistem sirkulasi akan menjadi penyangga bagi sel terhadap perubahan
kondisi lingkungan yang mendadak tersebut.
20
Pada mekanisme sirkit, produk suatu gen akan menekan transkripsi
gen itu sendiri dan sekaligus memacu transkripsi gen kedua, produk gen
kedua akan menekan transkripsi gen kedua dan memacu transkripsi gen
ketiga, demikian seterusnya. Ekspresi gen yang berurutan ini telah
terprogram secara genetik sehingga gen-gen tersebut tidak akan dapat
diekspresikan di luar urutan. Oleh karena urutan ekspresinya berupa
sirkit, maka mekanisme tersebut dinamakan sirkit ekspresi gen.
Mekanisme operon pada prokariotik, ekspresi gen pada prokariotik
dapat tergantung pada lingkungan dan mediumnya. Hal ini kami jelaskan
dalam mekanisme operon laktosa dan operon triptofan. Apabila
prokariotik berada pada medium yang kaya triptofan maka prokariot tidak
akan mensintesis triptofan, karena repressor akan aktif dan dapat
menghambat sintesis sedangkan apabila terdapat pada medium laktosa
maka prokariot akan mensintesis beta galaktosidase karena repressor
tidak aktif sehingga dapat terjadi sintesis.
(Yuwono, Triwibowo. 2007. Biologi Molekular. Erlangga)
I. KESIMPULAN
Hipotesis kami diterima yaitu “Kanker kolorektal yang diderita oleh
Bapak Hasbul jika didagnosis secara biologi molekuler disebabkan oleh
mutasi gen dan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.”
21
DAFTAR PUSTAKA
Bayle P, Langman JS. ABC of colorektal cancer. Epidemiology. BMJ 2000;
321: 805-808
Dawn B. Marks, dkk. 2000. Biokimia Kedoteran Dasar. Jakarta: EGC
Jom, Wim de. 2004. Kanker, Apakah Itu?. Jakarta: Arcan
Jurnal Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Kumar V, Abbas KA, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, Elsevier Saunders, 7th edition. 2005
Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International
Edition. Pennsylvania: Elsevier)
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta
Sudarto Pringgoutomo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi. Sagung Seto)
Teresa Liliana Wargasetia, JKM. Terapi Gen pada Penyakit Kanker. Vol.
4, No. 2, Februari 2005
Yuwono, Triwibowo. 2007. Biologi Molekular. Erlangga
22