Upload
saputra20473
View
38
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmasi
Citation preview
PERCOBAAN III
SKRINING HIPOKRATIK
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami dan terampil melakukan skrining farmakodinamik obat menggnakan teknik
Skrining hipokratik
2. Memahami dan mampu menganalisa hasil-hasil skrining farmakologi obat
II. TINJAUAN PUSTAKA
Skrining/penapisan farmakologi adalah suatu metode untuk mengetahui aktivitas
farmakologik suatu zat. Prinsipnya adalah melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan coba
setelah diberi zat uji.
Penapisan atau skrining farmakologi dilakukan untuk mengetahui aktivitas farmakologi
suatu zat yang belum diketahui efeknya. Hal ini dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang
timbul pada hewan coba setelah diberi zat uji. Zat atau obat yang disediakan dalam praktikum ini
antara lain yang memberikan efek depresan SSP, perangsang SSP, simpatomimetik,
parasimpatomimetik, simpatolitik, muscle relaxant, analgesik, vasokonstriktor, dan vasodilator.
Pada percobaan ini akan dilakukan evaluasi dan pengelompokan efek-efek yang timbul
pada hewan uji (tikus) berdasarkan efek yang dapat ditimbulkan oleh zat atau obat tersebut.
Prinsip dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari persen aktivitas yang terjadi
pada setiap kelompok efek–efek tersebut, kemudian dapat ditarik kesimpulan berdasarkan persen
aktivitas yang paling besar. Semakin besar persen aktivitas pada suatu efek maka zat atau obat uji
semakin mempunyai kecenderungan berasal dari kelompok efek tersebut.
Uji ini merupakan tahap awal penelitian farmakologi atau zat-zat yang belum diketahui
efeknya serta untuk mengetahui apakah obat tersebut memiliki efek fisiologis atau tidak sehingga
disebut sebagai penapisan hipokratik (penapisan awal). Penapisan ini masih merupakan prediksi.
1. Parasimpatomimetik
Parasimpatomimetika atau kolinergika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang
sama dengan stimulasi susunan parasimpatis, karena melepaskan neurohormon asetilkolin di ujung-
ujung neuronnya. Efek-efek yang muncul setelah pemberian kolinergika adalah:
• Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah
lambung (HCl), juga sekresi air mata, dll.
• Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan
penurunan tekanan darah.
• Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak
diperbesar.
• Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler
akibat lancarnya pengeluaran air mata.
• Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
• Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
• Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.
2. Simpatomimetik
Simpatomimetika atau adrenergika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian)
efek yang sama dengan stimulasi susunan sipaticus dan melepaskan noradrenalin di ujung-ujung
sarafnya. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
• Vasokonstriksi otot polos dan menstimulsi sel-sel kelenjar dengan bertambahnya antar
lain sekresi liur dan keringat.
• Menurunkan peristaltik usus.
• Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
• Bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
3. Simpatolitik
Simpatolitika atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh
aktivitas susunan saraf simpatis. Efeknya melawan efek yang ditimbulkan oleh simpatomimetika.
4. Analgetik
Anlagetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.
5. Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh darah secara
langsung.
6. Vasokonstriktor
Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan vasodilator.
7. CNS Activation
Zat-zat yang dapat merangsang SSP. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
• Konvulsi.
• Meningkatkan laju pernapasan.
Misal pada tikus, efek yang diitmbulkan antara lain:
• Aktivitasmotorik meningkat
• Temperatur rektum naik
• Rasa ingin tahu meningkat
8. CNS Depressant
Zat-zat yang dapat menekan SSP. Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan CNS
activation. Misal pada tikus, efek yang ditimbulkan antara lain:
• Aktivitasmotorik menurun
• Laju pernapasan menurun
• Hilang refleks pinal
• Paralisa kaki
• Hilang daya cengkeram
9. Muscle Relaxant
Efek yang ditimbulkan mirip dengan CNS depressant.
III. BAHAN DAN ALAT
A. Bahan yang dipakai
o Mencit
o Obat yang dirahasiakan nama/jenisnya (X)
B. Alat yang dipergunakan
o Alat suntik oral
o Stopwatch
o Hotpalate
o Termometer
o Platform
o Rotain road
o Pinset
o Kertas saring
o Alat gelantung
o Jaring kawat
IV. CARA KERJA
Timbang mencit terlebih dahulu.
Tandai dan tentukan dosis yang diperlukan untuk hewan (X 100 mg/kg BB)
BB mencit = 33 gr
VaO = 100mgkg
BB x0,033kg
10mg /ml
VaO = 0,33 ml
Amati parameter-parameter seperti yang tertera pada Tabel, dan beri skor 1 atau o untuk respon
kualitatif dan 1,2 dan 3 untuk respon kuantitatif
Setelah semua parameter teramati( pada keadaan tak diberi obat = kontrol) injeksi masing-
masing hewan pada dosis yang telah ditentukan
Amati lagi semua parameter diatas pada 5, 10, 15. 30 dan 60 menit setelah penyuntikan obat
Tabelkan hasil pengamatan tersebut
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Parameter K 5’ 10’ 15’ 30’ 60’
Kelopak mata ↓ 0 0 0 0 1 1
Bulu berdiri 0 0 0 0 0 0
Ekor berdiri 0 0 0 0 0 0
Bola mata menonjol 0 0 0 0 0 1
Ekor Memerah 0 0 0 0 0 0
Telinga memerah 0 0 0 0 0 0
Ekor pucat 0 0 1 1 1 1
Fasikulasi 1 1 1 1 1 1
Tremor 0 0 0 0 0 0
Aktiv. Motorik menurun 0 0 1 2 2 2
Aktiv. Motorik meningkat 0 0 0 0 0 0
Respirasi meningkat 1 1 2 2 2 2
Respirasi menurun 1 1 0 0 0 0
Gerak berputar 0 0 0 0 0 0
Ekor bergelombang 0 0 0 0 0 0
Agresif 0 1 0 0 0 0
Rasa Ingin tahu ↑ 0 0 0 0 0 0
Rasa ingin tahu ↓ 0 0 0 0 0 0
Refleks kornea hilang 0 0 0 0 0 0
Refleks telinga hilang 0 0 0 0 0 0
Refleks balik hilang 0 0 0 0 0 0
Salvias 0 0 1 1 0 0
Lakrimasi 0 0 0 0 0 0
Lakrimasi ↓ 0 0 0 0 0 0
Air mata berdarah 0 0 0 0 0 0
Paralisa kaki 0 0 0 0 0 0
Tremor 0 0 0 0 0 0
Konvulsi 0 0 0 0 0 0
Urinasi 0 0 0 0 0 0
Diare 1 0 0 0 1 1
Temperatur rectum ↑ 0 0 0 0 2 2
Temperatur rectum ↓ 0 2 2 2 0 0
Jatuh dari Rotaroad 0 3 3 3 3 3
Katelepsi 0 0 0 0 0 0
Tonus tubuh menuruns 0 0 0 1 2 2
Reaksi plat panas ↓ 0 1 2 2 2 2
Reaksi jepit ekor ↓ 1 1 1 0 1 1
Menggeliat 1 1 1 0 0 0
Pandangan tak lurus 1 1 0 1 0 0
Pupil mengecil 0 0 0 1 0 0
Pupil melebar 1 1 1 0 0 0
Ekor naik 1 0 0 0 1 1
Berat badan ↑ 0 0 0 2 0 0
Berat badan ↓ 0 0 0 0 0 0
1. PENURUNAN SISTEM SARAF PUSAT
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor Total Skor
Maksimum
Kelopak mata ↓ 0 0 0 1 1 2x1=2 2x1x1=2
Respirasi ↓ 1 0 0 0 0 1x2=2 1x1x2=2
Rasa ingin tahu ↓ 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x5=0
Reflex kornea hilang 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Reflex telinga hilang 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Paralisa kaki 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Temperature rectum ↓ 2 2 2 0 0 6x1=6 6x2x1=12
Jatuh dari rotaroad 3 3 3 3 3 15x1=15 15x3x1=45
Katalepsi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Tonus tubuh ↓ 0 0 1 2 2 5x1,5=7,5 5x2x1,5=15
Rx plat panas ↓ 1 2 2 2 2 9x1=9 9x2x1=18
Rx jepit ekor ↓ 1 1 0 1 1 4x1=4 4x1x1=4
Pandangan tak lurus 1 0 1 0 0 2x2=4 2x1x2=4
Pupil mengecil 0 0 1 0 0 1x1,5=1,5 1x1x1,5=1,5
Aktiv. Motorik
menurun0 1 2 2 2 7x1=7 7x2x1=14
Refleks balik hilang 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
∑ skor total/
SBT = 58
∑ skor
maksimu/
SMT = 117,5
% EFEK PENEKANAN SISTEM SARAF PUSAT = SBT/SMT X 100%
= 58/117,5 X 100 % = 49,36 %
II. RELAKSASI OTOT
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor
Total
Skor
Maksimum
Kelopak mata ↓ 0 0 0 1 1 2x1=2 2x1x1=2
Aktiv. Motorik menurun 0 1 2 2 2 7x1=7 7x2x1=14
Respirasi ↓ 1 1 0 0 0 2x2=4 2x1x2=4
Rasa ingin tahu ↓ 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Reflex telinga hilang 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=1
Paralisa kaki 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Jatuh dari rotaroad 3 3 3 3 3 15x1=15 15x3x1=45
Tonus tubuh ↓ 0 0 1 2 2 5x1,5=7,5 5x2x1,5=1
5
Rx plat panas ↓ 1 2 2 2 2 9x1=9 9x2x1=18
Rx jepit ekor ↓ 1 1 0 1 1 4x1=4 4x1x1=4
Menggeliat 1 1 0 0 0 2x0,5=1 2x1x0,5=1
SBT =
49,5
SMT = 104
% EFEK RELAKSASI OTOT = SBT/SMT X 100%
= 49,5/104 X 100% = 47,60%
III. SIMPATOMIMETIK
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor total Skor
maksimal
Bola mata menonjol 0 0 0 1 1 2x1,5=3 2x1x1,5=3
Bulu berdiri 0 0 0 0 0 0x0,5=0 0x0x0,5=0
Lakrimasi ↓ 0 0 0 0 0 0x2=0 0x5=0
Konvulsi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Temperature rectum ↑ 0 1 0 2 2 5x2=10 5x2x2=20
Pupil melebar 1 1 0 0 0 2x0,5=1 2x1x0,5=1
SBT = 14 SMT = 24
% EFEK SIMPATOMIMETIK = SBT/SMT X 100%
= 14/24X 100% = 58,33%
IV. PARA SIMPATOMIMETIK
Paremeter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor total Skor
maksimal
Bulu berdiri 0 0 0 0 0 0x0,5=0 0x0x0,5=0
Fasikulasi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Salivasi 0 1 1 0 0 2x1=2 2x1x1=2
Lakrimasi ↑ 0 0 0 0 0 0x0,5=0 0x0,5=0
Air mata berdarah 0 0 0 0 0 0x1,5=0 0x0x1,5=0
Konvulsi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Urinasi 0 0 0 0 0 0x2=0 0x0x2=0
Diare 0 0 0 1 1 2x1=2 2x1x1=2
Temperature rectum ↓ 2 2 2 0 0 6x1=6 6x2x1=12
Pupil mengecil 0 0 1 0 0 1x1,5=1,5 1x1x1,5=1,5
Pupil melebar 1 1 0 0 0 2x0,5=1 2x1x0,5=1
SBT = 12,5 SMT = 16,5
% EFEK PARASIMPATOMIMETIK = SBT/SMT X 100%
= 12,5/16,6 X 100% = 75,76%
V. STIMULASI SISTEM SARAF PUSAT
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 6
0’
Skor total Skor maksimal
Faskulasi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Tremor 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Respirasi ↑ 1 2 2 2 2 9x1=9 9x2x1=18
Gerak berputar 0 0 0 0 0 0x1=2 0x0x1=1
Ekor bergelombang 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Agresif 1 0 0 0 0 1x1=1 1x1x1=1
Rasa ingin tahu ↑ 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Konvulsi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Temperature rekctum ↑ 0 1 0 2 2 5x2=10 5x2x2=20
Tonus tubuh ↑ 0 0 1 2 2 5x1,5=7,5 5x2x1,5=7,5
Aktiv. Motorik meningkat 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
SBT = 29,5 SMT = 47,5
% EFEK STIMULASI SSP = SBT/SMT X 100%
= 29,5/47,5 X 100% = 62,10%
VI. ANALGETIK
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor total Skor
maksimal
Ekor berdiri 0 0 0 0 0 0x0,5=0 0x0x0,5=0
Gerak berputar 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
Rx plat panas ↓ 1 2 2 2 2 9x1=9 9x2x1=18
Rx jepit ekor ↓ 1 1 0 1 1 4x1=4 4x1x1=4
Pupil melebar 1 1 0 0 0 2x0,5=1 2x1x0,5=1
Ekor naik 0 0 0 1 1 2x0,5=1 2x1x0,5=1
SBT= 15 SMT= 24
% EFEK ANALGETIK = SBT/SMT X 100%
= 15/24 X 100% = 62,5%
VII. SIML
Parameter 5’ 10’ 15’ 30’ 60’ Skor total Skor
maksimal
Konvulsi 0 0 0 0 0 0x1=0 0x0x1=0
temperature rectum ↓ 2 2 2 0 0 6x1=6 6x2x1=12
pupil mengecil 0 0 1 0 0 1x1,5=1,5 1x1x1,5=1,5
SBT = 7,5 SMT = 13,5
% EFEK SIML = SBT/SMT X 100%
= 7,5/13,5 X 100% = 55,55%
B. Pembahasan
Percobaan kali inidigunakan satu ekor mencit yang beratnya 33 gram. Mencit tersebut
diberi obat secara peroral dengan dosis 100 mg / kg BB.
Kemudian kedua mencit tersebut diamati berdasarkan parameter fisiologis yang terjadi
pada menit ke-0, 10, 15, 30, dan 60. mencit memberikan kondisi awal normal. Aktivitas motorik
yang tinggi, laju pernafasan stabil, dan tidak jatuh dari rotarod lebih dari satu menit. Setelah
penyuntikkan obat, aktivitas motorik terlihat sangat menurun, laju pernafasan yang menurun
secara bertahap, tikus ini juga sempat jatuh dari rotarod, tikus ini juga mengalami eksoftalmus,
bulu berdiri, dan mengalami diare dan urinasi serta berat badan yang menurun.
Pada data pengamatan berdasarkan persentase, efek yang paling besar adalah
parasimpatomimetik(75,76%). Efek-efek lainnya terjadi dengan persentase bervariasi, antara lain
Penurunan SSP (49,36 %), Relaksasi otot ( 47,60%), simpatomimetik (58,33 %), stimulasi SSP
(62,10 %), Analgetik (62,5 % ), simpatolitik (55,55 %).
Mencit tersebut juga mengalami diare, yang mengakibatkan berat badannya menurun.
Dan tikus tersebut mengalami sekresi saliva meningkat sehingga obat ini mungkin golongan
parasimpatomimetik.
Dosis obat yang lebih besar seharusnya akan memberikan efek terapi yang lebih besar
sehingga efek lebih terlihat. Pada percobaan ini kami menggunakan dosis menengah sehingga
efek yg ditimbulkan kurang jelas terlihat.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi mungkin disebabkan karena pengamatan dari efek terapi
mencit yang subjektif, agak susah untuk dapat menentukan apakah terjadi perubahan signifikan
pada mencit. mencit tersebut juga mungkin saja kurang memberikan efek terapi yang seharusnya
ada oleh karena sifat mencit yang agak resisten, bisa dilihat dari persentase efek yang sangat
kecil.
VII. KESIMPULAN
Pada data pengamatan berdasarkan persentase, efek yang paling besar adalah
parasimpatomimetik(75,76%). Efek-efek lainnya terjadi dengan persentase bervariasi, antara lain
Penurunan SSP (49,36 %), Relaksasi otot ( 47,60%), simpatomimetik (58,33 %), stimulasi SSP
(62,10 %), Analgetik (62,5 % ), simpatolitik (55,55 %).
- Zat yang diuji (larutan X) merupakan Parasimpatomimetik
- Zat atau obat yang diberikan dengan dosis berbeda seharusnya memberikan besar efek
yang berbeda pula.
VII. PERTANYAAN
1. Apa beda skrining buta dengan skrining spesifik ?
Jawab :
Skrining buta merupakan penapisan aktivitas suatu obat/ bahan obat hanya melihat aktifitas secara
keseluruhan. Sedangkan skrining spesifik merupakan penapisan aktifitas suatu obat/ bahan obat
dilihat secara spesifik apa yang menonjol pada aktifitasnya tersebut.
2. Apa kelebihan metode skrining hipokratik dibandingkan dengan skrining spesifik ? Apa
pula kelemahannya ?
Jawab :
Kelebihan :
Membedakan suatu bahan/ obat yang berguna dan tidak berguna dengan cepat dan biaya yang
relative murah.
Kelemahan :
Agak susah untuk dapat menentukan apakah terjadi perubahan signifikan pada hewan uji dalam uji
skrining hipokratik.
3. Apakah toksisitas bahan dapat diramalkan menggunakan cara skrining ini ? Jelaskan
Jawab :
Bisa, karena uji ini merupakan tahap awal penelitian farmakologi atau zat-zat yang belum diketahui
efeknya serta untuk mengetahui apakah obat tersebut memiliki efek fisiologis atau tidak
(toksisitas). Skrining ini dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan coba
setelah diberi zat uji. Setelah dilihat maka dapat kita ramalkan apakah obat tersebut memiliki efek
baik atau justru memberikan efek toksisitas tergantung pada dosis yang diberikan.
4. Jelaskan tahap-tahap penelitian yang harus dilalui untuk suatu obat baru agar ia dapat
digunakan secara klinis.
Jawab :
Tahap-Tahap Pengembangan dan Penilaian Obat :
1. Meniliti dan skrining bahan obat.
2. Mensintesis dan meneliti zat/senyawa analog dari obat yang sudah ada dan diketahui efek
farmakologinya.
3. Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi struktur
4. Dikembangkan obat alami dengan serangkaian pengujian yang dilaksanakan secara sistematik,
terencana dan terarah untuk mendapatkan data farmakologik yang mempunyai nilai terapetik
Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji :
1. Uji Praklinik
Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu diuji dengan
serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada
manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik,
farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji. Serangkaian uji praklinik yang dilakukan
antaralain :
Uji Farmakodinamika, Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik
seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan secara
in vivo dan in vitro.
Uji Farmakokinetik, yaitu untuk mengetahui ADME, merancang dosis dan aturan pakai
Uji Toksikologi, yaitu untuk mengetahui keamanannya
Uji Farmasetika, Memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi, standarisasi, stabilitas,
bentuk sediaan yang paling sesuai dan cara penggunaannya.
2. Uji Klinik
Uji dilakukan pada manusia. Dibagi menjadi 4 Fase :
Uji Klinik Fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Yang diteliti
disini ialah keamanan dan tolerabilitas obat, bukan efikasinya, maka dilakukan pada sukarelawan
sehat, kecuali untuk obat yang toksik (misalnya sitostatik), dilakukan pada pasien karena alasan
etik
Tujuan fase ini adalah menentukan besarnya dosis maksimal yang dapat toleransi (maximally
tolerated dose = MTD), yakni dosis sebelum timbul efek toksik yang tidak dapat diterima.
Pada fase ini, diteliti juga sifat farmakodinamik dan farmakokinetiknya pada manusia. Hasil
penelitian farmakokinetik ini digunakan untuk meningkatkan ketepatan pemilihan dosis pada
penelitian selanjutnya.
Uji klinik fase I dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, dengan
jumlah subyek bervariasi antara 20-50orang.
Uji Klinik Fase II
Pada fase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah melihat apakah obat ini memiliki efek
terapi.
Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan
penelitian eksploratif, karena itu belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai efikasi
obat yang bersangkutan.
Untuk menunjukkan bahwa suatu obat memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik komparatif
(dengan pembading) yang membandingkannya dengan plasebo; atau jika penggunaan plasebo tidak
memenuhi persyaratan etik, obat dibandingkan dengan obat standar (pengobatan terbaik yang ada).
Ini dilakukan pada fase II akhir atau awal, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi pasien,
dan monitoring pasiennya. Untuk menjamin validasi uji klinik komparatif ini , alokasi pasien harus
acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik berpembanding,
acak, tersamar ganda.
Fase ini terjakup juga studi kisaran dosis untuk menetapkan dosis optimal yang akan digunakan
selanjutnya.
Uji Klinik Fase III
a. Pada manusia sakit, ada kelompok kontrol dan kelompok pembanding
b. Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman.
c. Setelah terbukti efektif dan aman obat siap untuk dipasarkan
Uji Klinik Fase IV
a. Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveilance)
b. Mamantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya
c. Dug safety : drug mortality atau drug morbidity
d. MESO : Monitoring Efek Samping Obat
5. Jelaskan hubungan parameter-parameter yang diamati dengan jenis aktivitas-aktivitas
yang ditentukan.
Jawab :
1. Parasimpatomimetik
Parasimpatomimetika atau kolinergika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang
sama dengan stimulasi susunan parasimpatis, karena melepaskan neurohormon asetilkolin di ujung-
ujung neuronnya. Efek-efek yang muncul setelah pemberian kolinergika adalah:
Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan
getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dll.
Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan
penurunan tekanan darah.
Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi
dahak diperbesar.
Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan
intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.
2. Simpatomimetik
Simpatomimetika atau adrenergika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian) efek yang
sama dengan stimulasi susunan sipaticus dan melepaskan noradrenalin di ujung-ujung sarafnya.
Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
Vasokonstriksi otot polos dan menstimulsi sel-sel kelenjar dengan bertambahnya antar lain
sekresi liur dan keringat.
Menurunkan peristaltik usus.
Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
3. Simpatolitik
Simpatolitika atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas
susunan saraf simpatis. Efeknya melawan efek yang ditimbulkan oleh simpatomimetika.
4. Analgetik
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.
5. Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh darah secara
langsung.
6. Vasokonstriktor
Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan vasodilator.
7. CNS Activation
Zat-zat yang dapat merangsang Sistem Saraf Pusat. Efek-efek yang ditimbulkan adalah :
a) Konvulsi
b) Meningkatkan laju pernapasan.
Misal pada tikus, efek yang diitmbulkan antara lain:
a) Aktivitas motorik meningkat
b) Temperatur rektum naik.
c) Rasa ingin tahu meningkat
8. CNS Depressant
Zat-zat yang dapat menekan SSP. Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan CNS activation.
Misal pada tikus, efek yang ditimbulkan antara lain:
a) Aktivitas motorik menurun
b) Laju pernapasan menurun
c) Hilang refleks pinal
d) Paralisa kaki
e) Hilang daya cengkeram
9. Muscle Relaxant
Efek yang ditimbulkan mirip dengan CNS depressant
Daftar Pustaka
- Andrajati, Retno. 2007. Penuntun Praktikum Farmakologi. Depok: Laboratorium
Farmakologi dan Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
- Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi ed.4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
- Tan, Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia