14
BAB I PUNTIRAN (TWIST) A. Latar belakang Beberapa aplikasi teknik menggunakan poros sebagai transmisi daya dari mesin penggerak ke mesin yang lain seperti pompa, kompresor, system kendaraan dan lain-lain. Beban poros pada system ini adalah torsi. Bila sebuah poros mendapat beban torsi maka poros tersebut akan terpuntir membentuk sudut puntir tertentu dan dipenampang poros akan terentuk distribusi tegangan tertentu pula tergantung pada dimensi poros dan modulus geser elastisnya. B. Tujuan Tujuan praktikum adalah: 1. Mencari besar hubungan sudut puntir suatu poros dengan beban torsi 2. Mencari besar modulus geser elastis bahan poros 3. Menggambarkan distribusi tegangan penampang poros C. Dasar Teori Gambar 1.a menunjukan sebuah poros yang dijepit mati dibagian kiri dan bebas dibagian ujung kanan. Gambar1.b menunjukan deformasi bagian-bagian poros setelah bekerjanya torsi T pada ujung poros kanan. Kita lihat garis AB dipuntir

Laporan Fenomena Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Fenomena Dasar

BAB I

PUNTIRAN (TWIST)

A. Latar belakang

Beberapa aplikasi teknik menggunakan poros sebagai transmisi daya dari mesin

penggerak ke mesin yang lain seperti pompa, kompresor, system kendaraan dan lain-lain.

Beban poros pada system ini adalah torsi. Bila sebuah poros mendapat beban torsi maka

poros tersebut akan terpuntir membentuk sudut puntir tertentu dan dipenampang poros akan

terentuk distribusi tegangan tertentu pula tergantung pada dimensi poros dan modulus geser

elastisnya.

B. Tujuan

Tujuan praktikum adalah:

1. Mencari besar hubungan sudut puntir suatu poros dengan beban torsi

2. Mencari besar modulus geser elastis bahan poros

3. Menggambarkan distribusi tegangan penampang poros

C. Dasar Teori

Gambar 1.a menunjukan sebuah poros yang dijepit mati dibagian kiri dan bebas dibagian

ujung kanan. Gambar1.b menunjukan deformasi bagian-bagian poros setelah bekerjanya

torsi T pada ujung poros kanan. Kita lihat garis AB dipuntir pada permukaan poros menjadi

garis helix AB’. Radius OB diputar membentuk sudut Ø menjadi posisi baru OB’. Elemen-

elemen poros yang ada dipermukaan poros yang berbentuk bujursangkar berubah menjadi

jajar genjang (rhombus).

Page 2: Laporan Fenomena Dasar

Deformasi ini menunjukan bahwa elemn-elemen poros mengalami tegangan geser.

Panjang sisi-sisi elemen tersebut tidak berubah, tidak ada tegangan normal pada elemen baik

arah longitudinal ataupun transfersal, ini menujukan bahwa elemen poros hanya mengalami

tegangan geser (pure share).

Jika tegangan geser maksimim yang disebabkan oleh torsi pada poros masih ada pada

batas elastis maka tegangan geser dipenanmpang melintang poros tersbut liniear dari sumbu

poros ke permukaan luar poros. Gambar 2 menunjukan distribusi tegangan gerser sepanjang

radius penampang. Tegangan geser terbesar max terletak dikulit poros salah satunya di titk

C. tegangan geser pada elemen dengan luasan berlokasi di dari sumbu dirumuskan

secara semigrafis:

Gaya geser pada elemen ΔA adalah:

Torsi yang dihasilkan oleh gaya geser ΔF terhadap sumbu poros:

Page 3: Laporan Fenomena Dasar

torsi total yang dihasilkan gaya geser pada semua elemen pada penampang poros:

Sehingga

Dimana:

Didefinisikan sebagai momen inersia polar penampang melintang poros, untuk penampang

lngkaran J=π d4/32 dengan

D = diameter lingkaran

τma x = tegangan geser maksimum pada permukaan luar poros

T = torsi yang bekerja pada poros

C = jarak dari sumbu poros kearah keluar permukaan poros (radius poros)

Ketika poros diberi beban torsi, dua ujung poros berputar membentuk sudut tertentu

relative terhadap yang lain. Displacement sudut relative antara dua ujung pada poros disebut

sudut puntir.

Gambar diatas menunjukan sebuah poros panjang L yang dijepit mati disebelah kiri dan

disebelah kanan bekerja torsi T. garis longitudinal AB pada permukaan pors dipuntir

Page 4: Laporan Fenomena Dasar

menggunakan torsi T menjadi garis AB’. Radius OB berputar sejauh Ø menjadi OB’. Sudut

Ø disebut sudut puntir dari poros sepanjang L.

Ambil panjang poros terpendek ΔL seperti gambar dibawah ini:

Garis longitudinal PQ menjadi PQ’ setelah dipuntir menggunakan torsi T. pada saat yang

sama radius OQ berputar dengan sudut yang kecil ΔØ (dalam radian) ke posisi OQ’. Sudut

QPQ’ dalam radian menunjukan distorsi sudut antara dua garis setelah dipuntir, sudut ini

didefinisikan sebagai shear strain γ (pertambahan sudut geser). Pada keadan elastic γmax

adalah sangat kecil, kita dapatkan:

………………………………(c)

Dimana C adalah jari-jari penampang melintang poros.

Hubungan distorsi elastic poros dalam hal ini pertambahan sudut geser (γmax) dan tegangan

geser maksimum pada daerah elastis sesuai hokum hooke:

Dimana: τmax = tegangan geser maksimum di permukaan poros

G = modulus geser material poros

Sedangkan:

(persamaan b)

Dimana J = momen inersia polar penampang melintang poros

Sehingga:

Page 5: Laporan Fenomena Dasar

……………………………………………………(d)

Substitusikan persamaan (d) ke persamaan (c) di dapat:

Yang di sebut sebagai sudut puntir poros sepanjang ΔL.

Sudut total puntir poros yang dikenal torsi T sepanjang garis L adalah:

Sedangkan

Maka:

Dimana: Ø = sudut puntir poros dalam radian

T = torsi yang bekerja pada poros

G = modulus geser material poros

J = momen inersia sudut penampang melintang poros

Untuk penampang lingkaran J=πd4/32, dengan d=diameter lingkaran.

D. Alat dan Bahan

Alat:

1. Twist dan Beam Apparatus.

2. Dial indikator.

3. Jangka sorong.

4. Lempengan beban dengan massa 0,5 kg dan 1 kg.

Bahan:

1. Spesimen uji puntir yaitu batang baja karbon rendah ST 37

Page 6: Laporan Fenomena Dasar

.

E. Langkah Kerja

1. Memisahkan kedua chuck pemegang pada relnya sejauh panjang spesimen puntir.

2. Mengkendorkan chuck pemegang dan memasukkan ujung-ujung spesimen ke masing-

masing chuck, kemudian mengencangkan chuck untuk menjepit specimen dan

memastikan tuas beban torsi dalam keadaan horizontal.

3. Mengukur diameter spesimen puntir (d). Mengukur panjang spesimen (L) dari ujung

dalam chuck sebelah kiri sampai ujung dalam chuck sebelah kanan.

4. Menggeser dudukan chuck mikrometer dibelakang chuck sebelah kanan, meletakkan

ujung mikrometer gauge tepat menempel diatas pena pengukuran pada chuck sebelah

kanan dan kemudian menyetting mikrometer pada posisi angka nol. Memastikan

mikrometer sudah kencang.

5. Memasang beban tertentu W pada tuas beban. Melihat berapa kenaikan pena pengukuran

(t) pada mikrometer.

6. Menurunkan beban dari tuas beban dan melihat apakah jarum mikrometer kembali ke

posisi nol. Kalau tidak kembali ke posisi nol, ada beberapa kemungkinan yaitu:

a. Dudukan mikrometer bergeser sewaktu beban diberikan, dudukan mikrometer harus

dikencangkan kembali.

b. Pencengkraman chuck kurang sehingga spesimen puntir selip terhadap chuck. Chuck

harus dikencangkan lagi.

c. Beban yang diberikan terlalu besar sehingga spesimen memasuki daerah plastis, maka

spesimen harus diganti dan memberikan beban yang lebih ringan.

7. Mengulangi urutan kerja no. 5 dan no. 6 sehingga diperoleh lima nilai t pda daerah elastis

dengan memvariasikan beban W dan panjang lengan l.

8. Ukurlah lengan pena pengukuran (r) dari sumbu chuck ke pena pengukuran tempat ujung

mikrometer gauge menempel. Sudut puntir dapat dicari dengan rumus puntir sebagai

berikut: Ø = arc tg (t/r)

Page 7: Laporan Fenomena Dasar

F. Analisa Data

1. Hasil pengukuran

d = 8,00 mm; C = d/2 = 4.00 mm; J = πd4/32 = 401.92 mm4

l = 148, 249 mm

L = 49,00 mm

r = 36,00 mm

g = 9,82 m/dt2

Data hasil pengukuran uji puntir pada lengan kedua =148 mm.

NoM

(Kg) t (mm)1 1 1.122 1.5 1.33 2 2.184 2.5 3.25 3 5.09

Data hasil pengukuran uji puntir pada lengan kedua = 248 mm.

No m (kg)t

(mm)

1 1 2.652 1.5 3.643 2 4.84 2.5 6.355 3 7.4

Page 8: Laporan Fenomena Dasar

BAB II

DEFLEKSI PADA BATANG

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dikenal dengan kekuatan gaya yang bekerja pada

suatu material, secara umumnya jika suatu material diberikan gaya berupa tekanan dari

segala arah maka akan menyebabkan perubahn bentuk dari material tersebut. Eprubahan

yang terjadi salah satunya adalah perubahan bentuk permukaan atau sering disebut lendutan

(defleksi).

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah:

a. Mencari hubungan defleksi sebuah batang dengan beban melengkung

b. Memperoleh modulus elastisitas

c. Menggambarkan distribusi tegangan penampang batang

C. Landasan Teori

Batang horizontal (beam) yang diberi gaya vertikal kebawah akan melengkung cembung

kebawah. Bagian batang yang melengkung cembung kebawah disebabkan oleh momen

lengkung positif seperti pada gambar berikut:

Dua garis ab dan cd tegak lurus garis sumbu batang pada gambar. Titik potong O dari

garis ab dan cd adalah titik pusat kurva dan jarak dari titik O ke titik-titik sumbu batang

adalah jari-jari kurva ρ. Panjang busur mn sepanjang sumbu batang tidak berubah walaupun

Page 9: Laporan Fenomena Dasar

busur bd merenggang dan busur ac memendek. Sudut Δθ dalam radian, panjang busur mn

adalah ρ . Δθ. Regangan εmax busur bd adalah:

untuk lengkung elastic, tegangan σmax sebanding dengan tegangan menurut hokum

hooke:

; dengan E modulus elastisitas

Rumus tegangan pada lengkungan σmax = M.C/I dengan M: momen yang bekerja, I:

momen inersia, maka kita dapatkan:

E.C/ρ = M.C/I

ρ = EI/M…………………………………………………………(1)

salah satu metode untuk menghitung defleksi sebuah batang adalah metode momen

area. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa:

1. Keadaan batang homogen dan mentaati hokum hooke, modulus elastisitas sama

pada perlakuan tarik dan tekan, bending dalam keadaan elastis.

2. Batang mempunyai garis semitri vertikal sejajr dengan batang luar yang bekerja.

3. Defleksi sangat kecil yang disebabkan hanya oleh momen lengkung, defleksi

karena geseran tidak ada.

Metode luasan momen merupakan metode semigrafik untuk mendapatkan slope dan

defleksi batang. Gambar 2.a dibawah adalah gambar sebuah batang sederhana yang diberi

gaya lengkung. Diagram momen dan kurva defleksi batang terlihat pada gambar 2.b dan 2.c.

Dua titik p dan q pada kurv defleksi adalah jarak kecil ΔX. Jari-jari kurva pada

defleksi pada titik ini adalah ρ. Sudut kecil Δθ dala radian antara jari-jari Op dan Oq sama

dengan:

Subtitisikan persamaan (1) kepersamaan daitas:

Dimana ΔA = M . ΔX adalah luas diagram momen antara titik p dan q. garis singgung

kurva defleksi di titik p dan q juga membuat sudut Δθ.

Page 10: Laporan Fenomena Dasar

Penambahan devisiasi tangensial Δt sepanjang ΔX adalah ditunjukan gambar 2.c. bila Δt

sama dengan penambahan sudut Δθ dikali jarak elemen horizontal elemen ketitik B (XB).

Devisiasi tangensial total tAB adalah jarak vertikal antara titik B ke garis singgung kurva

defleksi dititk A.

Substitusikan Δθ = ΔA/(EI)

∑(XB . ΔAAB) adalah sama dengan AAB.X(rata-rata) dimana AAB adalah luasan diagram

momen dari titik A ke B dan X rata-rata adalah jarak horizontal pusat luasan ketitik B.

meskipun θAB = θBA dan AAB = ABA akan tetapi devisiasi tangensial tAB tidak sama dengan tBA

seperti ditunjukan pada gambar 3. TAB diukur dari titik A pada kurva defleksi secara vertical

ke garis singgung kurva defleksi titik B.

G. Analisa Data

1. Hasil pengukuran

b = 24.40 mm

h = 3.20 mm

L = 645.00 mm

I = bh3/12 = 66.62 mm

No m (Kg) P=m.g (N) δc (mm)

1 0.5 4.91 2.47

2 1 9.82 4.02

3 1.5 14.73 6.38

Page 11: Laporan Fenomena Dasar

4 2 19.64 8.13

5 2.5 24.55 -

g=9.82 m/s2