Upload
anonymous-wkbmfodt
View
224
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Field Work Modul 1
Citation preview
LAPORAN FIELD WORK MODUL 1
MASALAH KESEHATAN KOMUNITAS “ISPA”
DI WILAYAH PUSKESMAS KAPASA
Tutor : Dr. dr. A.Armyn Nurdin, M.Sc
KELOMPOK 18
C11111014 Triani Dhamayanti
C11111110 Harrison Randy Bungasalu
C11111135 Regi Anastasya M.
C11111155 Leuw Terry Frans Toliu
C11111174 St. Nursyamsiah Masud
C11111195 Ratna Sari
C11111254 Elsa Hartina Febrianti
C11111272 Ika Hardiyanti B.
C11111290 Sinta
C11111308 Andi Noviani Babba
C11111326 Indah Lestari S.M.
C11111344 Jeanne Vibertyn R.
C11111362 Nur Chotimah
C11111380 Tantri Lestari S.
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN
KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam GBHN dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat
dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula
pembangunan.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan
infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan
sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya
cukup gawat.
Dari Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013
menyatakan bahwa Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur
(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur
(28,3%), Sedangkan Sulawesi Selatan berada di urutan ke-20 dengan kejadian ISPA
sebanyak 24,9%. Kejadian ISPA paling banyak dialami pada balita usia 1-4 tahun.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa sendiri, pada tahun 2013 angka kejadian ISPA
merupakan yang terbanyak dan menduduki peringkat pertama dari daftar 10 penyakit
terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Kapasa. Hal ini membuat kita perlu memikirkan
lagi beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya penyakit ISPA
agar pelayanan kesehatan bagi masyarakat di lingkungan Puskesmas Kapasa dapat
ditingkatkan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan dan penanggulangan masalah penyakit ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Kapasa?
C. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi pelayanan dan penanggulangan masalah penyakit ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Kapasa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
3
1. Bagi Puskesmas
Meningkatkan upaya pelayanan dan penanggulangan penyakit ISPA di wilayah
kerjanya.
2. Bagi Mahasiswa
Memperoleh pengalaman menyusun perencanaan puskesmas (plan of action) dari
masalah kesehatan yang diberikan.
3. Bagi Masyarakat
Memperoleh pengetahuan mengenai cara pencegahan penyakit ISPA.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di
setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang
termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis,
dan pneumonia
Morbiditas dan mortalitas
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak
berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak (WHO, 1992).
Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering pada
anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun.
Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada
balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami
ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode
(WHO,1992).
ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40%
balita yang berobat, dan ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah
sakit sekitar 30-35% dari seluruh balita yang dirawat inap.
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan
masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO (1992) memperkirakan
12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.
Penyebab
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90%
untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil
(WHO, 1984). Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit
5
infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian
bawah hamper 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang
bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H.
Influenza sekitar 10-20%
Faktor resiko
Menurut WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi
pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi
tidak lengkap,defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin,
jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas
beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai
berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch
et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al,
2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,
kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi
yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan
6
terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
e. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan
yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita
ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
7
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat
orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan
saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka
yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya
perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada
siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan
wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman
untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Mishra, 2003).
Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsillitis tergolong bukan pneumonia.
8
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Manifestasi Klinis
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi
lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat
berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting
expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan
cardiac arrest.
9
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris yang ditemukan yaitu hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosia
baik secara metabolik atau repsiratorik.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya
pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
Penatalaksanaan ISPA
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup promosi dan pencegahan termasuk petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi
pederita ISPA .
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Pengobatan pada ISPA
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di
beri oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika
terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik selama 10 hari.1
2. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
10
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.1
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
Immunisasi.
3. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita
mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat
melalui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang
perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat
yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan
tenaga yang tersedia.
2. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-
kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
3. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan
tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah
sakit bila dianggap perlu.
4. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah
sakit.
5. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta
tindakan penunjang di rumah,
6. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang
mengobati penderita penyakit ISPA,
7. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
11
8. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian
target.
Paramedis Puskesmas pembantu
1. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
2. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu
seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
3. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
4. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
5. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan
dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.5
Kader kesehatan
1. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
2. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang
perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.
12
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
Puskesmas Kapasa terletak di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar dengan luas
wilayah kerja kira-kira 4,18 km2. Wilayah kerjanya meliputi 1 kelurahan, yaitu Kelurahan
Kapasa, yang terdiri dari 63 RT dan 13 RW.
Pemanfaatan potensi lahan dan alih fungsi lahan terjadi sedemikian rupa, yang akan
membawa pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan sosial ekonomi dan keamanan
masyarakat. Keadaan wilayah di beberapa bagian beralih fungsi menjadi pemukiman
penduduk. Alih fungsi lahan banyak terjadi pada sektor pemukiman dan perumahan yang
menjamur beberapa tahun terakhir. Hal demikian akan membawa pengaruh pada urbanisasi,
status gizi, pola, dan jenis penyakit di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
Adapun letak atau batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kapasa sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan Daya Kecamatan Biringkanaya
Sebelah Barat : Kelurahan Bira & Kel. Parang Loe Kec. Tamalanrea
Sebelah Selatan : Kelurahan Tamalanrea Indah Kecamatan Tamalanrea
Sebelah Timur : Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Tamalanrea
VISI, MISI, TUGAS, DAN FUNGSI
PUSKESMAS KAPASA
A. VISI
Mewujudkan masyarakat Kapasa yang sehat secara mandiri dan berkeadilan.
B. MISI
- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
- Memelihara dan Meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta
lingkungan.
- Memelihara dan meningkatkan pelayanan-pelayanan yang bermutu dan terjangkau.
C. TUGAS POKOK
Memimpin, mengawasi, mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan kesehatan
secara paripurna kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
D. FUNGSI
1. Melaksanakan pengelolaan urusan kepegawaian, surat menyurat serta pencatatan dan
laporan.
13
2. Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M)
termasuk imunisasi.
3. Melaksanakan kegiatan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), KB (Keluarga Berencana),
perbaikan gizi, usaha kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, pengobatan termasuk
pelayanan darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut.
4. Melaksanakan kegiatan lingkungan usaha kesehatan sekolah, kesehatan olah raga, dan
penyuluhan kesehatan masyarakat.
5. Melaksanakan kegiatan laboratorium dan mengelola obat-obatan.
KEGIATAN PUSKESMAS KAPASA
Kegiatan Puskesmas adalah suatu upaya yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan status kesehatan penduduk, khususnya pada kelompok rentan yaitu anak balita
(bawah lima tahun), bumil (ibu hamil), bulin (ibu bersalin) dan busui (ibu menyusui). Salah
satu bentuk penjabaran dari strategi pembangunan jangka panjang untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal dilaksanakan melalui Panca Karsa Husada yang meliputi :
Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang
kesehatan.
Meningkatnya status gizi masyarakat
Menurunnya angka kesakitan dan kematian
Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan
Pengembangan keluarga sejahtera.
Peningkatan keberhasilan dari kelima upaya tersebut ditentukan oleh upaya kesehatan
di Puskesmas sebagai pos pelayanan kesehatan terdepan. Oleh karena itu, sesuai dengan
peranan dan fungsi Puskesmas untuk melaksanakan upaya kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu dalam wilayah kerja, maka Puskesmas Kapasa berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 48 ayat 1 dengan 17 kegiatan
penyelenggaraan upaya kesehatan, yaitu :
a. pelayanan kesehatan
b. pelayanan kesehatan tradisional
c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
e. kesehatan reproduksi
14
f. keluarga berencana
g. kesehatan sekolah
h. kesehatan olahraga
i. pelayanan kesehatan pada bencana
j. pelayanan darah
k. kesehatan gigi dan mulut
l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
m. kesehatan matra
n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
o. pengamanan makanan dan minuman
p. pengamanan zat adiktif; dan/atau
q. bedah mayat
1. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
A. Pemeriksaan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil (K1) adalah indikator yang dapat
menggambarkan hal upaya KIA dan tingkat perilaku kesehatan ibu hamil,
pemeriksaan K1 dengan 5T yang meliputi : timbang, tinggi fundus, tensi, Tetanus
Toksoit dan tablet besi sudah dilakukan di Puskesmas Kapasa selama tahun 2012.
Berdasarkan data yang diperoleh dari unit pelayanan KIA sampai akhir tahun
2012, bahwa cakupan pemeriksaan pertama ibu hamil (K1) adalah 299 (90,88%),
sedangkan cakupan pemeriksaan ke-empat ibu hamil (K4) adalah 247 (70,07 %).
B. Pertolongan persalinan
Selama tahun 2012, di wilayah kerja Puskesmas Kapasa proses persalinan yang
mendapat pertolongan oleh tenaga kesehatan adalah 266 (88,96%).
C. Kunjungan Neonatus
Kunjungan Neonatus adalah jumlah kunjungan neonatal minimal 1 kali pada usia
0-7 hari dan 1 kali pada 8-28 hari. Untuk Puskesmas Kapasa cakupan kunjungan
Neonatus sampai bulan Desember 2012 sebesar 226 (75,58%).
2. Keluarga Berencana
Gerakan KB nasional dilakukan melalui unit-unit pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta. Keberhasilan KB dapat diketahui dari beberapa indikator
15
yang meliputi cakupan peserta KB baru dan cakupan peserta KB aktif terhadap padangan
usia subur.
a. Cakupan peserta KB Baru
Jangkauan pelaksanaan akseptor baru adalah 600 , sedangkan jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada adalah 2825 pasangan sehingga persentase
cakupan peserta KB baru adalah 21,2 %. Jumlah peserta yang memakai kontrasepsi
sebanyak 600 orang.
b. Cakupan peserta KB aktif
Cakupan peserta KB aktif dapat diketahui melalui beberapa indikator antara lain :
Cakupan peserta KB aktif terhadap target
Cakupan peserta KB aktif terhadap PUS
Cakupan peserta KB aktif menurut pola penggunaan alat kontrasepsi
Cakupan peserta KB aktif terhadap PUS di Puskesmas Kapasa pada tahun 2012
adalah 1287 peserta ( 45,6 %).
3. Upaya Peningkatan Gizi
a. Cakupan distribusi Vitamin A
Distribusi Vitamin A pada tahun 2012 dilakukan pada bulan Februari dan Agustus
di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kapasa dengan sasaran utamanya pada anak bayi
dan balita, sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi (6–11 bulan) vitamin A sebanyak 331bayi dan yang
mendapat vitamin A sebanyak 327 bayi dengan cakupan 98,79 %.
Jumlah sasaran anak balita yang mendapat vitamin A (1–5 tahun) sebanyak 717
balita dan yang mendapat vitamin A sebanyak 695 anak balita dengan cakupan 96,9%
b. Cakupan distribusi tablet besi (Fe)
Pemberian tablet Fe kepada ibu hamil diharapkan dapat menanggulangi anemia
gizi pada ibu hamil. Pemberian tablet Fe kepada ibu hamil di Puskesmas Kapasa
sebanyak 329 bumil selama tahun 2012.
c. Penimbangan bulanan bayi dan balita
Indikator penimbangan bayi dan balita dapat diketahui dari cakupan penimbangan
dan frekuensi penimbangan bayi dan balita. Disamping itu partisipasi masyarakat
dalam
kegiatan penimbangan (D/S) dan keberhasilan program gizi (N/S) dapat dinilai
sebagai salah satu indikator keberhasilan program posyandu.
16
Adapun pencapaian masing-masing indikator tersebut pada puskesmas Kapasa
tahun 2012, adalah :
Jumlah bayi (0-11 bulan) yang mempunyai KMS : 288 ( 30,2 %).
Rata-rata bayi yang ditimbang ke posyandu tiap bulan : 158 ( 16,3 %).
Jumlah Batita (1-3 tahun) yang mempunyai KMS : 821 ( 86,1 %).
Rata-rata Batita yang ditimbang ke posyandu perbulan : 85 ( 8,9 %).
Jumlah anak balita (3-5 tahun) yang mempunyai KMS : 857 ( 89,8 %).
Rata-rata anak balita ditimbang ke posyandu per bulan : 75 ( %).
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penimbangan (D/S) : 85,2 %.
Keberhasilan program gizi (N/S) ( 72 %).
Jumlah bayi (0-11 bulan) yang status gizi buruk sebanyak 1 orang.
Jumlah anak balita (1-5 tahun) yang status gizi buruk sebanyak 2 orang.
4. Kesehatan Lingkungan
a. Pengaruh Air Bersih
Salah satu bentuk kebutuhan pokok masyarakat adalah tersedianya air bersih,
sehingga penyediaan air bersih terus ditingkatkan. Dalam rangka mencukupi
kebutuhan air bersih masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kapasa telah dibangun
berbagai jenis sarana air bersih, yang meliputi Sumur pompa tangan, sumur gali,
ledeng, sitem pompa dan lain-lain.
Adapun rincian jumlah sarana tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Jumlah Sarana Air Bersih Diwilayah kerja
Puskesmas Kapasa Tahun 2012
No Sarana Air Bersih Jumlah Persentase
1 Sumur Gali 247 10,9
3 Sumur Gali Plus 312 13,7
4 Ledeng 1704 52,01
5 Sistem Pompa 0 0
Jumlah 2.263 100
Sumber: Petugas Sanitasi Puskesmas Kapasa 2012
17
b. Sarana Pembuangan Air Limbah
Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kapasa pada umumnya membuang air
limbahnya pada selokan dengan dasar semen sebanyak ____ buah, pembuangan air
limbah pada selokan dengan dasar tanah sebanyak ____ buah sedangkan yang
membuang air limbah pada pipa sebanyak _____.
Tabel 3
Jumlah SPAL Menurut Kondisi Diwilayah kerja
Puskesmas Kapasa Tahun 2012
No Kondisi Jumlah Persentase
1 Dasar semen
2 Dasar tanah
3 Dasar pipa
Jumlah 2.076 100
Sumber: Petugas Sanitasi Puskesmas Kapasa 2010
c. Jamban Keluarga
Penggunaan jamban keluarga pada setiap keluarga smerupakan hal yang
sangat penting, hal ini sangat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat, akibat
yang akan ditimbulkan akibat buang tinja disembarang tempat adalah menularnya
berbagai penyakit
Penggunaan jamban keluarga pada masyarakat pada wilayah kerja Puskesmas
Kapasa dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Jumlah Sarana Jaga Menurut Jenis di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Tahun 2012
No Kondisi Jumlah Persentase
1 LA-ST 184 0,80
2 LA+ST 2101 91,94
Jumlah 2.285 100
Sumber: Petugas Sanitasi Puskesmas Kapasa 2012
d. Perumahan
Perumahan di wilayah kerja Puskesmas Kapasa menurut data pencatatan
satuan kesehatan lingkungan Puskesmas Kapasa terdiri dari Unit rumah, yang
18
terbagi dalam 3 perumahan yaitu permanent sejumlah _____ rumah, semipermanen
_____ Rumah dan darurat sebanyak _____ rumah. Kondisi dari perumahan tersebut
yaitu dalam kategori memenuhi syarat sebanyak _____ rumah dan tidak memenuhi
syarat sebanyak _____ rumah.
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
A. Imunisasi Bayi
Kegiatan imunisasi bayi tahun 2011 dimana jenis imunisasi yang diberikan
adalah BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B. Jumlah bayi yang menjadi sasaran
program imunisasi sebanyak _299_ bayi, dan jumlah bayi yang telah diimunisasi
selama tahun 2012 dengan perincian sebagai berikut :
BCG sebanyak 208 bayi ( 96,3 %)
DPT -HB1 sebanyak 287 bayi ( 96 %)
DPT-HB3 sebanyak 269 bayi ( 90 %)
Polio 4 sebanyak 269 bayi ( 90 %)
Campak sebanyak 269 bayi ( 90 %)
B. Imunisasi Ibu Hamil
Jumlah saasaran ibu hamil yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kapasa
_____ orang dan pencapaian cakupan imunisasi TT1 sebanyak 299 orang ( 90,88 %)
dan imunisasi TT2 sebanyak 247 orang ( 75.07 %).
C. Diare
Program diare juga merupakan salash satu kegiatan pada lingkup P2M Puskesmas
Kapasa. Hasil pengumpulan data penyakit diare pada tahun 2012 sebanyak 216
penderita.
D. ISPA
ISPA juga merupakan salah satu kegiatan dilingkup P2M di Puskesmas Kapasa.
ISPA merupakan penyakit yang menduduki urutan pertama pada 10 penyakit terbesar
pada wilayah kerja Puskesmas Kapasa. Pada tahun 2012 jumlah penyakit ISPA
sebanyak 1736 orang.
E. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Semua desa/kelurahan mempunyai resiko yang terjangkit DBD, karena nyamuk
Aedes Aegypty tersebar luas di pelosok tanah air kecuali dipegunungan dengan
ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Agar desa/kelurahan bebas
dari ancaman DBD, maka Puskesmas Kapasa telah melaksankan program
19
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di rumah penduduk dan dilingkungan masing-
masing. Kegiatan PSN ini meliputi pemeriksaan jentik, kunjungan rumah secara
berkala, penyuluhan dan kerja bakti, kebersihan lingkungan serta penanggulangan
kejadian DBD bersama Dinas Kesehatan Kota Makassar. Selama tahun 2012 jumlah
kasus DBD diwilayah kerja Puskesmas Kapasa sebanyak 7 orang dan telah dilakukan
fooging focus sebanyak 3 kali dengan jumlah rumah kurang lebih 350 telah
dilakukan abatesasi sebanyak 14 rumah yang terletak pada 1 kelurahan.
6. Pengobatan
Selama tahun 2012 jangkauan pengobatan rawat jalan adalah :
Jumlah seluruh kunjungan dalam gedung Puskesmas Kapasa 11489 orang
Jumlah seluruh kunjungan baru dalam gedung Puskesmas Kapasa 3731 orang
Jumlah seluruh kunjungan lama dalam gedung Puskesmas Kapasa 5758 orang
7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan penggerakan peran serta masyarakat,
berdasarkan hasil kegiatan Puskesmas Kapasa adalah sebagai berikut :
Peran serta masyarakat melalui pembinaan dan pengembangan PKMD/ Posyandu
(Jumlah Posyandu sebanyak 10 buah), frekuensi pembinaan setiap posyandu 12 kali
pertahun.
Pembinaan dan bimbingan teknik kader, jumlah kader yang dilatih sebanyak 50
orang dan yang aktif sebanyak 50 orang.
Pembinaan kerjasama lintas sektoral melalui rapat koordinasi 2 kali pertahun
8. Upaya kesehatan sekolah
Upaya kesehatan sekolah (UKS) merupakan salah satu kegiatan pokok di Puskesmas
Kapasa dengan hasil pencapaian dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
SD dengan UKS sebanyak 3 sekolah
SMP dengan UKS sebanyak 1 sekolah
Frekuensi kunjungan ke sekolah sebanyak 2 kali.
9. Kesehatan Gigi dan Mulut
20
Upaya kesehatan gigi masyarakat merupakan salah satu program di Puskesmas
Kapasa. Jenis kegiatan/tindakan yang telah dilakukan selama tahun 2012 adalah sebagai
berikut :
Rawat Jalan sebanyak 579 orang
Rawat Gigi Baru sebanyak 495 orang
Penambalan gigi sebanyak 76 orang
Pencabutan gigi sebanyak 126 orang
10. Laboratorium
Puskesmas Kapasa belum memiliki sarana laboratorium.
11. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
Kegiatan Perawatan kesehatan masyarakat pada tahun 2012 telah dilakukan kepada
orang, dan membina keluarga sebanyak 190 KK.
12. Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelayanan dilakukan terhadap target penderita dalam wilayah kerja Puskesmas
Kapasa dengan jumlah yang dilayani sebanyak orang.
13. Pelayanan Kesehatan Mata
Tidak ditemukan adanya kasus penyakit mata pada tahun 2012 baik penderita
conjungtivitas, katarak maupun kelainan refraksi.
14. Pelayanan Usia Lanjut
Dilakukan pembinaan terhadap 2 kelompok usia lanjut dalam wilayah kerja
Puskesmas Kapasa dengan jumlah yang dilayani sebanyak 1130 orang.
15. Pelayanan Peningkatan Kesehatan Kerja
Memberikan penyuluhan dan pengamatan secara berkala kepada para buruh dan
tenagakerja tentang pentingnya pemakaian dan penggunaan alat pelindung atau pengaman
dalam melaksanakan pekerjaan.
16. Pelayanan Kesehatan Olah Raga
21
Memberikan penyuluhan dan contoh pada masyarakat tentang pentingnya kesegaran
jasmani atau senam untuk diri sendiri di dalam masyarakat dan penyuluhan tentang
pentingnya makanan yang bergizi seimbang serta dianjurkan istirahat yang cukup agar
badan tetap segar dan fit.
17. Sistem Pencatatan Dan Pelaporan
Salah satu kegiatan dalam program pokok Puskesmas Kapasa adalah pencatatan
pokok Puskesmas, yaitu pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi
kesehatan. Pelaksanaan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
merupakan sub sistem dari sistem informasi manajemen Puskesmas. Pencatatan yang
utama adalah :
1. Kartu individu seperti : kartu rawat jalan, kartu ibudan kartu TB
2. Register seperti kunjungan KIA, register posyandu dan sebagainya
3. Laporan kejadian KLB dan laporan bulanan sentinel
Jenis laporan dari puskesmas ke tingkat kota adalah sebagai berikut :
1. Laporan bulanan (LB 1, LB 2, LB 3 dan LB 4)
2. Laporan sentinel (LB1S dan LB2S)
3. Laporan Tahunan (LT1, LT2 dan LT3)
4. Laporan KLB dan wabah
5. Laporan lainnya menurut program yang ada petunjuk khususnya
18. Peran serta masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan diri
dan lingkungannya, sementara masyarakat maasih merasakan kesepakatan untuk
menunjang pembangunan kesehatan, tanggapan atau taksiran masyarakat mengenai
kewajiban dan tanggungjawabnya tentang kesehatan masih berbeda-beda, hal ini sangat
mempengaruhi keikutsertaan mereka dalam upaya kesehatan.
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat perlu diciptakan iklim yang
memungkinkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang, untuk itu
diperlukan komunikasi yang sehat antara pengembang upaya kesehatan dengan
masyarakat, tingginya peranserta masyarakat dapat diukur dengan indikator yaitu semakin
berkembangnya usaha-usaha yang dikelola oleh masyarakat, dalam hal ini kaser,
misalnya ratio kader terhadap posyangdu. Jumlah posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Kapasa sebanyak 10 posyandu, jumlah kader yang aktif sebanyak 50 orang.
22
FASILITAS DAN SUMBER DAYA
Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna harus ditunjang dengan
pemenuhan sumber daya : dana, tenaga dan sarana kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Sumber daya kesehatan dapat diukur dengan beberapa indikator sebagai berikut :
A. Dana/pembiayaan puskesmas
Pembiayaan kesehatan di Puskesmas Kapasa tahun 2011 berasal dari berbagai sumber
keuangan yang berbeda, secara garis besar dikelompokkan dalam 2 kelompok
pembiayaan dari pemerintah.
1. APBN :
a. Biaya pembangunan meliputi :
DIP Sektoral
Operasional dan Pembangunan Puskesmas
BLN (Bantuan Luar Negeri)
Dan lain-lain
b. Biaya rutin meliputi :
DIK
SBBO (Subsidi Bantuan Biaya Operasional)
2. APBD Tingkat I
Pembangunan (DIPDA I)
Rutin (DIKDA I)
3. APBD Tingkat II
Pembangunan (DIPDA II)
Rutin (DIKDA II)
B. Sarana Kesehatan
Penyediaan sarana kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu perhatian utama pembangunan di
bidang kesehatan yang bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati layanan
kesehatan. Selain Puskesmas Kapasa, di wilayah ini terdapat fasilitas / sarana kesehatan
lainnya, sebagaimana pada tabel berikut
23
Tabel 5
Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
NO Jenis Sarana Jumlah
1 Dokter Praktek Swasta
2 Bidan Praktek Swasta
3 Balai Pengobatan Swasta
4 Balai Kesehatan Ibu Dan Anak
5 Puskesmas Pembantu -
6 Posyandu 10
Jumlah
Sumber Laporan kegiatan Puskesmas Kapasa 2012
C. Tenaga
Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Kapasa sebanyak 22 0rang
(PNS) dan tenaga sukarela sebanyak 2 orang.dengan rincian jumlah dan jenis tenaga
kesehatan (Paramedis) serta non medis dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6
Situasi Sumber Daya Manusia
Puskesmas Kapasa
NO Jenis Tenaga Jumlah
1 Dokter Umum 2
2 Dokter Gigi 1
3 Perawat Bidan 2
4 Perawat 8
5 Bidan 2
24
6 Perawat Gigi 1
7 Rekam Medis 1
8 Sanitasi 1
9 Petugas Gizi 1
10 Laboran 0
11 Juru Imunisasi 1
12 Asisten Apoteker 0
13 Promosi Kesehatan 1
14 Admin Kesehatan 1
Jumlah 22
Sumber Laporan kegiatan Puskesmas Kapasa 2012
BAB IV
25
PEMBAHASAN
KRITERIA
Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)
Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)
Kriteria C : Kemudahan Penanggulangan (nilai 1-5)
Kriteria D: PEARL faktor (nilai 0 atau 1)
1. Besar Masalah
No. MasalahSasaran
%
Cakupan
%
Selisih
%
1 Penemuan dan penanganan penderita
penyakit AFP per 100.000 penduduk100 0 100
2 Penemuan dan penanganan pneumonia
penyakit balita100 0 100
3 Penemuan dan penanganan penderita
penyakit pasien baru TB BTA+100 33,33 66,67
4 Penemuan dan penanganan penderita
penyakit DBD yang ditangani100 0,18 99,82
5 Penemuan dan penanganan penderita
penyakit diare yang ditangani100 100
Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval menggunakan rumus sebagai
berikut :
Kelas N = 1 + 3,3 log n (n= jumlah kelompok masalah)
= 1 + 3,3 log 5
= 1 + 3,3 (0,7)
= 1 + 2,31
= 3,31
= 3
Interval= Nilai Tertinggi−Nilai TerendahJumlah Kelas
26
¿100−66,67
3
¿33,33
3
¿11,11
No
.Masalah
Besar Masalah Terhadap Pencapaian
Program
NilaiInterval
66,67-77,78 77,79-88,9 88,91-100,02
Nilai
3,3 6,7 10
1 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit AFP per
100.000 penduduk
X 10
2 Penemuan dan penanganan
pneumonia penyakit balitaX 10
3 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit pasien baru
TB BTA+
X 3,3
4 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit DBD yang
ditangani
X 10
5 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit diare yang
ditangani
X 10
2. Kegawatan Masalah
27
Merupakan hasil rata- rata pengambilan suara dari 14 anggota kelompok
mengenai 3 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :
Keganasan Biaya
Sangat ganas : 5 Sangat murah : 5
Ganas : 4 Murah : 4
Cukup berpengaruh : 3 Cukup murah : 3
Kurang ganas : 2 Mahal : 2
Tidak ganas : 1 Sangat mahal : 1
Urgensi
Sangat mendesak : 5
Mendesak : 4
Cukup mendesak : 3
Kurang mendesak : 2
Tidak mendesak : 1
No. Masalah KeganasanTingkat
Urgensi
Biaya yang
DikeluarkanNilai
1 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit AFP per
100.000 penduduk
5 4 1 10
2 Penemuan dan penanganan
pneumonia penyakit balita4 5 3 12
3 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit pasien baru
TB BTA+
5 4 3 12
4 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit DBD yang
ditangani
4 5 2 11
5 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit diare yang
ditangani
2 5 4 11
3. Kemudahan Penanggulangan
28
No. Masalah Kemudahan Penanggulangan
1 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit AFP per
100.000 penduduk
2
2 Penemuan dan penanganan
pneumonia penyakit balita3
3 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit pasien baru
TB BTA+
3
4 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit DBD yang
ditangani
3
5 Penemuan dan penanganan
penderita penyakit diare yang
ditangani
3
4. PEARL faktor
Terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan yaitu :
Propriety : Kesesuaian dengan program daerah/ nasional/ dunia
Economy : Memenuhi syarat ekonomi untuk melaksanakannya
Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan
lembaga terkait
Resources : Tersedianya sumber daya
Legality : Tidak melanggar hukum dan etika
Skor yang digunakan diambil melalui pengambilan suara 14 anggota kelompok :
1 = Setuju
0 = Tidak Setuju
No. Masalah P E A R L Nilai
1 Penemuan dan penanganan penderita
penyakit AFP per 100.000 penduduk1 1 1 1 1 1
29
2Penemuan dan penanganan pneumonia
penyakit balita1 1 1 1 1 1
3Penemuan dan penanganan penderita
penyakit pasien baru TB BTA+1 1 1 1 1 1
4Penemuan dan penanganan penderita
penyakit DBD yang ditangani1 1 1 1 1 1
5Penemuan dan penanganan penderita
penyakit diare yang ditangani1 1 1 1 1 1
PENILAIAN PRIORITAS MASALAH
Setelah Kriteria A, B, C, dan D ditetapkan, nilai tersebut dimasukan ke dalam rumus ;
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = ( A+B ) x C
Nilai Prioritas Total ( NPT) = ( A+B ) x C x D
1) Penemuan dan penanganan penyakit AFP
NPD = (A + B)C = (10 + 10) x 2= 40
NPT = (A + B)C.D = (10+ 10) x 2x 1= 40
2) Cakupan Penemuan dan Penanganan Pneumonia
NPD = (A + B)C = (10 + 12) x 3 = 66
NPT = (A + B)C.D = (10 + 12) x 3x1 = 66
3) Cakupan Penemuan dan Penanganan TB Paru BTA +
NPD = (A + B)C = (3,3 + 12) x 3= 45,9
NPT = (A + B)C.D = (3,3 + 12) x 3x1= 45,9
4) Penemuan dan Penanganan DBD
NPD = (A + B)C = (10 + 11) x 3= 43
NPT = (A + B)C.D = (10 + 11) x 3x1= 43
5) Penanganan Diare
NPD = (A + B)C = (10 + 11) x 3= 43
NPT = (A + B)C.D = (10 + 11) x 3 x 1= 43
Prioritas Masalah
1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Pneumonia
2. Cakupan Penemuan dan Penanganan TB Paru BTA +
3. Penemuan dan Penanganan DBD
30
4. Penanganan Diare
5. Penemuan dan penanganan penyakit AFP
Identifikasi Penyebab Masalah pendiagnosisan infeksi saluran pernafasan Akut rendah
KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB
INPUT
MAN Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit
MONEY Tidak ada masalah
MATERIAL Fasilitas Sederhana untuk menunjang diagnosis
kurang
METODE Tidak ada masalah
MARKETING Tidak ada masalah
LINGKUNGAN
Wilayah kerja puskesmas kapasa berada di
lingkungan industri yang memungkinkan
tingginya angka infeksi saluran pernafasan akut
PROSES
P1 Tidak ada masalah
P2 Tidak ada masalah
P3 Tidak ada masalah
Analisis penyebab masalah :
A. Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit, sehingga system administrasi tidak
berjalan dengan maksimal
B. Kurangnya poster dan pamflet sebagai sarana promosi kesehatan
C. Wilayah kerja puskesmas kapasa berada di lingkungan Industri
D. Kurangnya fasilitas lab sederhana untuk menunjang diagnosis
Tabel Paired Comparison
A B C D TOTAL
HORIZONTAL
A A C D 1
31
B B D 1
C D 0
D 0
TOTAL VERTIKAL 0 0 1 3
ROTAL HORIZONTAL 1 1 0 0
TOTAL 1 1 1 3 6
Tabel Kumulatif
D 3 3/6X100% 50% 50%
A 1 1/6X100% 17,33% 67.33%
B 1 1/6X100% 17,33% 84.66%
C 1 1/6X100% 17,33% 100%
JUMLAH 6 100%
Analisis Penyebab Masalah
A. Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit, sehingga system administrasi tidak
berjalan dengan maksimal
B. Kurangnya poster dan pamflet sebagai sarana promosi kesehatan
C. Wilayah kerja puskesmas kapasa berada di lingkungan Industri
D. Kurangnya fasilitas lab sederhana untuk menunjang diagnosis
Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa
rendahnyan kemampuan pendiagnosisan dan penanganan suatu masalah infeksi saluran
pernafasan pada pasien puskesmas kapasa maka yang disarankan menyelesaikan 4 penyebab
karena penyebab tersebut memiliki angka kualitatif yang sama pentingnya agar mencapai
standar minimal 80% tindakan penyelesaian masalah, yaitu :
1. Kurangnya fasilitas lab sederhana untuk menunjang diagnosis
32
2. Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit, sehingga system administrasi tidak
berjalan dengan maksimal
3. Kurangnya poster dan pamflet sebagai sarana promosi kesehatan
4. Wilayah kerja puskesmas kapasa berada di lingkungan Industri
Rencana kegiatan :
A. Membagikan masker secara gratis kepada masyarakat apabila kondisi udara disekitar
lingkungan sudah mulai tercemar dan telah mengganggu aktivitas
B. Melakukan penyuluhan atau sosialisasi yang menghadirkan visualisasi serta
manajemen dan sampel yang lebih nyata (real) sehingga dapat membuka wawasan
masyarakat tentang pentingnya keadaan lingkungan dengan tingkat kejadian ISPA
(TB Paru dan Pneumonia) dan juga tentang pentingnya kepatuhan minum OAT secara
teratur agar tidak terjadi resistensi obat pada penderita TB Paru.
C. Melakukan kunjungan rutin ke setiap rumah masyarakat sebagai dasar kepedulian
penyelenggara Kesehatan tentang pentingnya kesehatan
D. Menyelenggarakan pemasangan pamflet yang dikreasikan dengan gambar-gambar
yang menarik tentang bahaya ISPA (TB paru dan Pneumonia), bagaimana proses
penularannya serta pentingnya kedisiplinan dan kepatuhan dalam meminum obat
OAT pada penderita TB paru, di beberapa tempat seperti puskesmas,warung-warung
serta pos kamling di tempat sekitar.
Kriteria Mutlak :
Kegiata Input Output Keterangan
33
nMa
n
Mone
y Material Method Marketing
A 1 1 1 1 1 1
Dapat
dilakukan
B 1 1 1 1 1 1
Dapat
dilakukan
C 1 1 1 1 1 1
Dapat
dilakukan
D 1 1 1 1 1 1
Dapat
dilakukan
Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keinginan , maka ada empat kegiatan yang dapat
dijadikan rencana kegiatan / Plan Of Action (POA), yaitu :
A. Melakukan penyuluhan atau sosialisasi yang menghadirkan visualisasi serta
manajemen dan sampel yang lebih nyata (real) sehingga dapat membuka wawasan
masyarakat tentang pentingnya keadaan lingkungan dengan tingkat kejadian ISPA
(TB Paru dan Pneumonia) dan juga tentang pentingnya kepatuhan minum OAT secara
teratur agar tidak terjadi resistensi obat pada penderita TB Paru.
B. Menyelenggarakan pemasangan pamflet yang dikreasikan dengan gambar-gambar
yang menarik tentang bahaya ISPA (TB paru dan Pneumonia), bagaimana proses
penularannya serta pentingnya kedisiplinan dan kepatuhan dalam meminum obat
OAT pada penderita TB paru, di beberapa tempat seperti puskesmas,warung-warung
serta pos kamling di tempat sekitar.
C. Membagikan masker secara gratis kepada masyarakat apabila kondisi udara disekitar
lingkungan sudah mulai tercemar dan telah mengganggu aktivitas
D. Melakukan kunjungan rutin ke setiap rumah masyarakat sebagai dasar kepedulian
penyelenggara Kesehatan tentang pentingnya kesehatan
No Tujuan Kegiatan Sasaran Waktu PIC
34
1 Untuk mencegah
penularan dan
menurunkan angka
kejadian penyakit ISPA
(TB Paru dan
Pneumonia) serta
mencegah terjadinya
resistensi OAT terhadap
penderita TB Paru dan
Meningkatkan
pengetahuan serta
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pem
sputum
penyuluhan atau
sosialisasi yang
menghadirkan visualisasi
serta manajemen dan
sampel yang lebih nyata
(real) sehingga dapat
membuka wawasan
masyarakat tentang
pentingnya keadaan
lingkungan dengan
tingkat kejadian ISPA
(TB Paru dan
Pneumonia) serta
menjelaskan pentingnya
pemeriksaan sputum dan
kepatuhan minum OAT
secara teratur agar tidak
terjadi resistensi obat
pada penderita TB Paru
Masyara
kat di
wilayah
Kerja
Puskesm
as
Kappasa
khususn
ya
penderit
a ISPA
(TB
Paru dan
Pneumo
nia)
Bulan
april-
juni
2014
Kepala
puskesmas
dan kepala
program P2M
ISPA (TB
Paru dan
Pneumonia)
di
Puskesmas
Kappasa
2 Untuk mencegah
penularan dan
menurunkan angka
kejadian penyakit ISPA
(TB Paru dan
Pneumonia) serta
mencegah terjadinya
resistensi OAT terhadap
penderita TB Paru dan
Meningkatkan
pengetahuan serta
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pem
sputum
pemasangan pamflet
yang dikreasikan dengan
gambar-gambar yang
menarik tentang bahaya
ISPA (TB paru dan
Pneumonia), bagaimana
proses penularannya
serta pentingnya
pemeriksaan sputum dan
kedisiplinan dan
kepatuhan dalam
meminum obat OAT
pada penderita TB paru,
di beberapa tempat
seperti
Masyara
kat di
wilayah
Kerja
Puskesm
as
Kappasa
khususn
ya
penderit
a ISPA
(TB
Paru dan
Pneumo
Mei-
juli
2014
Petugas
kesehatan dan
Koordinator
Program P2M
ISPA (TB
paru dan
Pneumonia)di
Puskesmas
kappasa
35
puskesmas,warung-
warung serta pos
kamling di tempat
sekitar.
nia)
3 Untuk mencegah
penularan dan
menurunkan angka
kejadian penyakit ISPA
(TB Paru dan
Pneumonia) serta
mencegah terjadinya
resistensi OAT terhadap
penderita TB Paru dan
Meningkatkan
pengetahuan serta
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pem
sputum
Membagikan masker
secara gratis kepada
masyarakat apabila
kondisi udara disekitar
lingkungan sudah mulai
tercemar dan telah
mengganggu aktivitas
Masyara
kat di
wilayah
Kerja
Puskesm
as
Kappasa
April
–
Desem
ber
2014
Petugas
kesehatan
puskesmas
Kappasa
4 Untuk mencegah
penularan dan
menurunkan angka
kejadian penyakit ISPA
(TB Paru dan
Pneumonia) serta
mencegah terjadinya
resistensi OAT terhadap
penderita TB Paru dan
Meningkatkan
pengetahuan serta
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pem
Melakukan kunjungan
rutin ke setiap rumah
masyarakat sebagai dasar
kepedulian
penyelenggara
Kesehatan tentang
pentingnya kesehatan
Masyara
kat di
wilayah
Kerja
Puskesm
as
Kappasa
khususn
ya
penderit
a ISPA
(TB
Paru dan
April
–
oktobe
r 2014
Dokter
umum dan
petugas
kesehatan
Puskesmas
Kappasa
36
sputum Pneumo
nia)
37
DOKUMENTASI
38
39
40
41
42
43