Upload
ditri-satrio
View
244
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bioethanol
Citation preview
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 1
Bab I : Pendahuluan
Energi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam menunjang segala bentuk
aktivitas manusia selama ini. Mayoritas konsumsi energi di dunia berasal dari bahan bakar
fossil. Masalah yang terjadi saat ini adalah sumber bahan bakar fossil saat ini semakin sedikit,
keadaan seperti ini dapat menyebabkan terjadinya krisis energi di berbagai belahan dunia,
selain itu bahan bakar fossil juga menyebabkan emisi karbon di udara meningkat yang dapat
menyebabkan pemanasan global dan juga dapat mengganggu kesehatan manusia. Banyak
upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fossil segabai
sumber energi yang utama yaitu dengan membuat bahan bakar alternatif. Salah satu bahan
bakar alternatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah bioetanol. Etanol adalah salah satu
bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, serta menghasilkan gas
emisi karbon yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai
85% lebih rendah) [Daniel et al., 2012].
Pembuatan bioetanol memanfaatkan proses fermentasi dari glukosa menjadi alkohol
atau alkoholisasi. Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat
melalui proses glikolisis. Asam piruvat tersebut diubah menjadi alkohol melalui dua tahap.
Pertama, asam piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid oleh enzim piruvat
dekarboksilasle (katalis) dengan melibatkan tiamin pirofosfat. Kedua, asetaldehid oleh enzim
alcohol dehydrogenase (katalis) direduksi dengan NADH2 menjadi alcohol.
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang biasa digunakan dalam proses
pembuatan bioetanol. Khamir Saccharomyces Cerevisiae sudah sejak lama digunakan dalam
pembuatan ethanol yang digunakan dalam minuman minuman beralkohol seperti wine dan
bir. Penggunaan Saccharomyces Cerevisiae dalam produksi etanol secara fermentasi telah
banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika
Serikat [Narita, 2005]. Saccharomyces Cerevisiae ini lebih sering digunakan dalam proses
pembuatan etanol karena fisiologi dan morfologi nya yang sudah lebih dikenal dibandingkan
dengan khamir atau fungi lain yang dapat berfungsi sama.
Pada saat ini sebagian besar etanol dibuat dengan menggunakan fermentasi dari gula.
Etanol sebenarnya dibagi menjadi dua generasi yaitu 1st generation, dan 2nd genertaion. Pada
1st generation bahan baku utama yang digunakan adalah tanaman pangan seperti gula tebu,
sorghum, biji-bijian, dan lain-lain. Di Eropa, etanol dibuat secara komersial menggunakan
sereal gandum (50%), jelai (20%), dan sugarbeet (30%) [STS, 2005]. Namun proses ini
memiliki kendala tersendiri, pemanfaatan tumbuhan yang penting secara ekonomi seperti
jagung, gandum ,dan tebu memiliki banyak halangan karena persaingan dengan
penggunaannya sebagai sumber makanan manusia, yang mempengaruhi keberlangsungan
proses [Grey et al., 2006]. Sementara itu pada 2nd generation, bahan baku yang digunakan
adalah produk sampingan dari pengolahan 1st generation atau tumbuhan lain seperti bagasse,
jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain. Ketersediaan dari bahan baku 2nd generation ini
sangatlah melimpah karena memang bahan baku ini adalah hasil sampingan dari produk
utama yang biasanya hanya dibuang saja. Kelimpahan dan kegunaannya yang masih tidak
banyak diketahui orang juga membuat harga bahan baku 2nd generation relatif rendah. Bahan
baku ini mengandung polimer gula dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa, yang mana dapat
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 2
dibebaskan denga hidrolisis dan kemudian difermentasi menjadi etanol oleh mikroorganisme
[Millati et al., 2002; Palmqvist and Hahn-Hargendal, 2000].
Penggunaan agricultural by-product sebagai bahan baku utama pembuatan etanol
memiliki keuntungan karena produk sampingan ini sangat berlimpah. kelimpahan
agricultural by-product disebabkan karena masih kurangnya pemanfaatan dari produk
sampingan ini untuk digunakan sebagai bahan baku penghasil energi. Pemanfaatan
agricultural by-product sebagai bahan baku pembuatan etanol dapat mengurangi sampah
agricultural. Bahan baku agricultural by-product, khususnya bagasse, juga menawarkan
biaya yang rendah dengan jumlah yang banyak [ORNL, 2007], yang menandakan bahwa
pengunaan agricultural by-product sebagai bahan baku tidak membutuhkan biaya yang besar.
Selain itu, penggunaan agricultural by-product tidak berkompetisi dengan produk makanan
[Yalun et al., 2013]
Bagasse merupakan produk sampingan utama dari tebu, bagasse merupakan sisa
padatan yang dihasilkan setelah tebu diambil sari gulanya. Saat ini bagasse biasanya dibakar
dalam boiler untuk menghasilkan uap dan listrik [Dias et al., 2009]. Jumlah bagasse
sangatlah banyak, hampir 35% berat dari tebu adalah bagasse [EUBIA, 2006]. Di Indonesia
sendiri jumlah bagasse sangatlah melimpah dengan banyaknya pabrik pabrik gula yang
beroprasi di Indonesia. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan limbah bagasse tebu sebesar
47 juta ton [Rolanda et al., 2012]. Bagasse itu sendiri mengandung 43.6% selulosa, 33.8%
hemiselulosa, 18.1% lignin, 2.3% abu, 0.8% wax [Sun et al., 2004].
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 3
Bab II : Tujuan
Secara umum tujuan dari dilakukannya riset ini adalah untuk mempelajari metode
dasar pembuatan bioethanol dari khamir Saccharomyces Cerevisiae sebagai agen untuk
memfermentasikan gula dari agricultural by-product yaitu bagasse. Selain tujuan diatas
adapun tujuan khusus dari riset ini yakni mempelajari pembuatan media padat, pembuatan
media cair, penanaman kultur khamir di media padat, pretreatment dan sakarifikasi bagasse,
serta penanaman kultur khamir di media cair secara aerobik maupun secara anaerobik.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 4
Bab III : Teori Dasar dan Metode Kerja
3.1 Teori Dasar
Pada riset ini akan dibuat bioetanol dengan bahan baku bagasse. Bagasse
merupakan bahan baku lignoselulosa, lignoselulosa merupakan gabungan dari
lignin, hemi selulosa dan selulosa [Amit et al., 2007]. Fungsi utama dari lignin
adalah membentuk struktur pendukung untuk tanaman. Lignin menutupi hemi
selulosa dan selulosa yang mengandung glukosa, oleh karena itu untuk dapat
melakukan fermentasi dengan glukosa yang berasal dari bagasse perlu dilakukan
pretreatment terlebih dahulu yaitu hidrolisis.
Hidrolisis merupakan suatu proses pemecahan molekul air menjadi H+ dan
OH- melalui suatu proses kimia. Dalam riset ini, dilakukan hidrolisis lignoselulosa
yang terdiri dari pretreatment dan hidrolisis selulosa. Proses pretreatment ini
bertujuan memecahkan hemiselulosa dan lignin. Pemecahan dilakukan dengan
metode hidrolisis thermochemical dimana bagasse dicampurkan dengan basa kuat
(NaOH) kemudian dikondisikan dalam suhu dan tekanan tinggi. Sedangkan untuk
hidrolisis selulosa bertujuan untuk memutuskan ikatan glikosidik yang dilakukan
dengan melarutkan asam kuat (H2SO4) encer dalam bagasse kemudian
dikondisikan dalam suhu tinggi.
Pembuatan etanol dilakukan dengan melakukan proses fermentasi.
Fermentasi merupakan proses metabolic yang dilakukan oleh mikro organisme
untuk mengubah karbohidrat seperti gula atau pati menjadi alcohol atau asam.
Pada riset ini akan digunakan khamir atau yeast Saccharomyces Cerevisae. Pada
proses fermentasi sample bagasse, yeast Saccharomyces Cerevisae akan
dimasukkan kedalam larutan sample bagasse. Yeast mengandung enzim invertase
yang akan mengkatalis dan membantu mengubah sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa (C6H12O6).
Invertase
C12H22O11
Sukrosa
+ H2O
Air
C6H12O6
Fruktosa
+ C6H12O6
Glukosa
Fruktosa dan glukosa yang terbentuk akan bereaksi dengan enzim lain yang
disebut enzim zymase yang juga terdapat dalam yeast dan berguna untuk
mengubah glukosa/fruktosa menjadi etanol dan karbon dioksida.
Zymase
C6H12O6
Glukosa / Fruktosa
2C2H5OH
Etanol
+ 2CO2
Karbon dioksida
Proses fermentasi dilakukan selama 3 hari pada suhu 25C 30C.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 5
Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, masih tercampur dengan
berbagai zat lain seperti air, media tumbuh, dan produk sampingan dari proses
fermentasi yang harus dihilangkan. Untuk mendapatkan etanol yang murni maka
diperlukan proses destilasi. Destilasi merupakan metode yang sering digunakan
untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan kondisi yang dibutuhkan
untuk berubah fasa, seperti perbedaan titik didih. Campuran hasil fermentasi yang
mengandung etanol akan dipanaskan hingga etanol menguap pada 78.3C, etanol
yang menguap kemudian dikondensasi hingga menjadi cair kembali.
Dalam pengukuran kadar etanol, akan digunakan alkoholmeter. Alat ini
biasanya digunakan dalam industri serta rumah tangga untuk mengukur kadar
alkohol dalam suatu zat. Prinsip kerja alkoholmeter berdasarkan berat jenis antara
air dan alkohol. Alkoholmeter dicelupkan kedalam larutan kemudian dilihat angka
yang ditunjukan pada alkoholmeter. Alkohol yang sifatnya memiliki massa jenis
rendah akan cenderung menenggelamkan alkoholmeter yang menunjukan kadar
alkohol dalam larutan cenderung besar. Sebaliknya apabila alkoholmeter
cenderung mengapung, menandakan bahwa densitas dari larutan tersebut tinggi
dan kadar alkohol di dalam larutan cenderung sedikit dan banyak zat pengganggu
lain yang mempengaruhi densitas larutan.
3.2 Metode Kerja
3.2.1 Pembuatan Medium Padat
Dalam pembuatan medium padat digunakan bahan antara lain Yeast
extract 1 % w/v, Peptone 2 % w/v, Dextrone 2 % w/v, Agar - agar 1.5 %
w/v. Bahan - bahan tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL dan
dilarutkan dengan 300 mL akuades. Setelah semua bahan tercampur tutup
Erlenmeyer dengan aluminium foil agar tidak terjadi kontaminasi. Masukkan
Erlenmeyer yang berisi campuran bahan kedalam autoclave selama 15 menit
dengan suhu 121 o dengan tujuan mensterilisasi campuran bahan. Setelah
selesai dilakukan sterilisasi, segera tuangkan campuran bahan kedalam
cawan petri agar campuran media yang masih cair tidak membeku dalam
Erlenmeyer, penuangan campuran bahan ini dilakukan dalam laminar agar
tetap steril. Dalam menuangkan campuran bahan kedalam cawan petri
usahakan jangan terlalu tipis atau terlalu tebal agar media padat yang
dihasilkan dapat digunakan untuk menumbuhkan khamir Saccaromyces
Cerevisiae. Seteleh itu inkubasi campuran bahan hingga menjadi padat.
3.2.2 Pembuatan Medium Cair
Pada proses pembuatan media cair semi-sintetik digunakan bahan
(NH4)2SO4 5 g/L, K2SO4 6.58 g/L, KH2PO4 3 g/L, MgSO4 0.5 g/L, Yeast
extract 2 g/L, Glucose 2% w/v. Bahan bahan tersebut dimasukkan kedalam
botol pereaksi 1000 mL dan dilarutkan dengan 500 mL akuades, setelah itu
ditera hingga 1000 mL dengan akuades. Setelah Tutup botol pereaksi,
dalam menutup botol usahakan jangan terlalu keras agar saat disterilisasi
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 6
dengan autoclave tidak meledak ketika tekanan tinggi. Masukkan botol
pereaksi yang berisi campuran bahan kedalam autoclave untuk disterilisasi
selama 15 menit pada suhu 121o. Medium cair ini nantinya akan digunakan
dalam perkembang biakan khamir Saccaromyces Cerevisiae secara aerobik
dan anaerobik.
3.2.3 Penanaman Kultur Yeast di Medium Padat
Pada penanaman kultur yeast Saccaromyces Cerevisiae di medium
padat digunakan tusuk gigi untuk alat yang digunakan dalam melakukan
metode T-streak. Metode T-streak ini dilakukan dengan cara seperti pada
gambar.
Gambar 1. Metode T-Streak
Metode ini bertujuan untuk mendapat kan bentuk koloni tunggal dari kultur
yeast Saccaromyces Cerevisiae.
3.2.4 Pretreatment dan Sakarifikasi Bagasse
A. Pretreatment dan sakarifikasi Bagasse (Thermochemical Hydrolysis
Bagasse)
Pada proses pretreatment bagasse digunakan 5 gram bagasse, 250 mL
NaOH 1% w/v, 250 mL H2SO4 1%. Pada tahap campurkan bagasse
dengan 250 mL NaOH 1% w/v, kemudian masukkan kedalam autoclave
dengan suhu 121 o selama 30 menit. Campuran bagasse dan NaOH
kemudian di saring menggunakan corong Buchner yang diberikan kertas
saring, labu vakum, dan pompa vakum. Hasil saringan yang berupa
padatan atau pelet dibilas dengan akuades hingga bersih dari sisa sisa
NaOH. Pelet yang sudah dibilas selanjutnya dicampurkan dengan 250
mL H2SO4 1%, kemudian masukkan kedalam autoclave dengan suhu
121o selama 30 menit. Campuran bagasse dan H2SO4 kemudian disaring
dengan corong Buchner, labu vakum, dan pompa vakum. Pada
penyaringan kali ini ambil air hasil saringan yang berupa sample
bagasse, kemudian masukkan kedalam Erlenmeyer dan tutup dengan
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 7
aluminium foil. Tujuan dari pretreatment dan sakarifikasi bagasse
dengan metode Thermochemical Hydrolisis Bagasse ini adalah untuk
memecah lignin dengan basa dan panas yang terdapat pada bagasse dan
memutus rantai selulosa dengan asam dan panas yang terdapat pada
bagasse menjadi rantai pendek glukosa yang natinya akan difermentasi
dengan yeast Saccaromyces Cerevisiae menjadi etanol.
B. DNS Method
Proses ini bertujuan untuk mengukur kadar gula yang terkandung
dalam bagasse menggunakan kurva standar yang dibuat dengan 5
larutan gula yang sudah diketahui konsentrasi dan dihitung absorbance-
nya dengan spektrofotometer. Pada proses tahap pertama ini dibutuhkan
5 larutan gula dengan konsentrasi 0.75 gr/mL, 0.5 gr/mL, 0.3 gr/mL, 0.2
gr/mL, 0.1 gr/mL yang masing masing dibuat sebanyak 5 mL. Masukkan sampel sampel tersebut kedalam tabung reaksi menggunakan mikro pipet 1000 L agar dapat mencapai konsentarasi
larutan yang tepat karena kuantitas larutan yang dipakai dalam proses is
sangat sedikit. Kemudian masukkan masing - masing 0.5 mL larutan
glukosa kedalam tabung reaksi dengan mikro pipet 1000 L, tambahkan
0.5 mL akuades dan 1.5 mL DNS, siapkan juga 1 mL akuades ditambah
1.5 mL DNS yang akan digunakan sebagai blanko, larutan blanko ini
digunakan untuk menstandarisasi spektometer sebelum digunakan
untuk mengukur absorbance dari larutan gula. Masukkan setiap larutan
gula kedalam kuvette, ukur absorbance masing masing larutan glukosa dengan spektometer dengan panjang gelombang 540 nm,
panjang gelombang ini digunakan berdasarkan hasil serapan maksimum
dan bisa didapatkan dengan percobaan. Setelah didapatkan absorbance
dari larutan gula, buat kurva standar yang bertujuan untuk mendapatkan
persamaan hukum Lambert-Beer yang nantinya dapat digunakan untuk
menentukan kandungan gula dalam bagasse.
Pada proses tahap kedua dibutuhkan sampel bagasse yang sudah
diencerkan 10x dan 20x, pengenceran ini bertujuan agar konsentrasi
sampel bagasse tidak terlalu pekat dan dapat dibaca dengan tepat oleh
spektrofotometer. Sebelum diencerkan sampel bagasse akan dinetralkan
terlebih dahulu menggunakan KOH 5 M yang ditambahkan secara
terukur menggunakan mikro pipet, perhitungan pH dilakukan dengan
pH meter. Masukkan sampet bagasse yang sudah diencerkan dan
dinetralkan masing masing ke dalam tabung reaksi sebanyak 0.5 mL. Tambahkan 0.5 mL akuades dan 1.5 mL DNS, kemudian tutup tabung
reaksi dengan aluminium foil agar sampel tidak tereduksi oleh cahaya.
Panaskan semua sampel bagasse selama 10 menit, tutup tabung reaksi
dengan klereng agar larutan tidak menyembur keluar saat dipanaskan.
Setelah 10, ambil sampel dan diamkan pada suhu ruang.
Pada tahap ketiga akan dilakuan pengukuran absorbance dari
sampel bagasse. Pindahkan larutan dalam tabung reaksi ke kuvette
untuk diukur absorbance-nya dalam spektometer dengan panjang
gelombang 540 nm. Setelah diketahui absorbance danri sampel
bagasse, persamaan yang sudah didapatkan dalam proses tahap pertama
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 8
dapat digunakan untuk menentukan kadar gula dalam sampel bagasse
ini.
3.2.5 Penanaman Kultur Yeast di Medium Cair secara Aerobik dan
Anaerobik
Untuk penanaman kultur di medium cair secara aerobik dibutuhkan
medium cair sebanyak 100 mL. Tambahkan gula sebanyak 5 gram dan aduk
hingga larut dengan tujuan mendapatkan larutan dengan 5 % gula. Untuk
mensterilisasi medium cair yang sudah ditambahkan gula, digunakan
membrane filter dengan ukuran pori 0.22 m, cara filtrasi dengan membran
filtrat lebih baik untuk tahap ini jika dibandingkan sterilisasi dengan panas
dengan alasan panas dapat merusak protein yang ada dalam media cair.
Medium cair yang sudah steril kemudian di pisahkan ke dalam dua tempat
yang berbeda dengan perbandigan 50 : 50 dengan tujuan 50 mL untuk
penanaman kultur secara aerobik dan 50 mL untuk penanaman kultur secara
anaerobik. Untuk kultur secara aerobik digunakan erlenmeyer buffel flask
agar yeast dapat menangkap udara dengan baik saat diinkubasi dan untuk
kultur secara anaerobik digunakan Erlenmeyer biasa. Sebelum inokulum
Yeast Saccaromyces Cerevisiae dimasukkan kedlam media, akan diukur
terlebih dahulu optical density-nya dengan menggunakan spektofotometer
dengan panjang gelombang 660 nm. Sebelum diukur, encerkan inokulum
sampai 10x. Masukkan inokulum Yeast Saccaromyces Cerevisiae 0.36 mL
kedalam masing - masing media cair yang sudah dipisahkan. Inkubasi kedua
media cair, untuk kultur secara aerobik inkubasi dilakukan dalam shaker
dengan suhu 30 o dan rotasi 200 rpm agar yeast dapat lebih baik menagkap
udara karena adanya rotasi, dan untuk kultur secara anaerobik inkubasi
dilakukan dalam oven dengan suhu 30 o.
3.2.6 Scale Up
Dalam penanaman kultur yeast secara anaerob dalam skala besar (2
liter) ini dibuat media cair semi sintetik yang dibuat dari (NH4)2SO4
sebanyak 10 gram/L, K2SO4 13.16 gram/L, KH2PO4 6 gram/L, MgSO4 1
gram/L Yeast extract 4 gram/L, dan gula pasir 10% w/v. setelah itu media
dilarutkan dengan akuades 1950 mL dan inokulum 50 mL ke dalam tabung
Erlenmeyer 2000 mL. setelah larut kemudian diambil sampel dalam larutan
ini untuk pengukuran OD. Dalam scale up ini, glukosa yang akan
difermentasikan tidak lagi didapat dari bagasse karena konsentrasi glukosa
yang didapat dari metode DNS sebelumnya terlalu kecil dan meleset dari
perkiraan sehingga akan sulit apabila melanjutkan fermentasi menggunakan
bagasse sebagai sumber glukosa. Karena itu digunakan gula pasir sebagai
pengganti sumber glukosa. Media cair tersebut kemudian di sterilkan dan
dikondisikan anaerobik. Media dimasukan kedalam oven dengan suhu
sebesar 30 0C selama 3 hari yang bertujuan agar glukosa di dalam larutan
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 9
yang kita dapatkan benar-benar habis terkonversi menjadi etanol. Setelah 3
hari, Erlenmeyer di keluarkan dari oven dan di dibiarkan dalam suhu
ruangan dan etanol siap diukur. Tujuan dari scale up ini adalah untuk
memperbesar volume glukosa yang difermentasi sehingga hasil etanol akan
lebih banyak dan pengukuran kadar alkohol dapat dilakukan dengan lebih
mudah.
Pengukuran OD (optical density) bertujuan untuk mengetahui jumlah
yeast saccharomyces cerevisiae sebelum dan sesudah fermentasi.
Pengukuran OD dari kultur di lakukan pada saat sebelum fermentasi dan
sebelum fermentasi. Sampel di ambil dengan pipet kemudian di simpan
(untuk sampel sebelum fermentasi). Setelah fermentasi, diambil sampel dari
media dengan pipet kemudian dimasukan kedalam kuvet. Ke dalam kuvet
yang berbeda juga dimasukan sampel sebelum fermentasi serta larutan
blanko yang didapat dari YPD. Dari ketiga kuvet tersebut di ukur optical
density dengan metode spektrofotometri.
3.2.7 Pengukuran Kadar Alkohol
Dalam pengukuran kadar etanol, ada 2 metode yang dapat diterapkan
yakni metode analitik dan metode skala rumah tangga / industri. Dalam
metode analitik, dapat digunakan beberapa alat seperti HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) atau GC-MS (Gas Chromatography
Mass Spectrometry) yang dapat melihat profil keseluruhan analit didalam
sampel yang ingin diketahui komponennya.
Dalam riset ini, akan digunakan pengukuran dengan metode skala
rumah tangga / industri dengan menggunakan alkoholmeter. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan air keran (air tawar), alkohol 95% dan
media cair semi sintetik sebagai pembanding, serta fermentation broth yang
akan diukur kadar alkoholnya. Air keran dimasukan kedalam silinder ukur
kemudian alkoholmeter dicelupkan kedalamnya kemudian dilihat angka
yang tertera dalam alkoholmeter yang menunjukan % alkohol didalam
larutan. Apabila kadar alkohol semakin tinggi alkoholmeter akan semakin
tenggelam sebaliknya apabila kadar alkohol semakin rendah maka
alkoholmeter akan semakin terangkat / mengambang. Percobaan dilakukan
dengan volume yang berbeda-beda. Kemudian, dilakukan perlakuan yang
sama seperti air keran terhadap alkohol 95%, media cair dan fermentation
broth.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 10
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
4.1 Medium Padat
Komponen medium padat dengan pengukuran aktual :
Yeast Extract 1% 3.0050 gr.
Peptone 2% 6.0559 gr.
Dextrose 2% 6.0163 gr.
Agar 1.5% 4.5273 gr.
Akuades hingga 300 ml
Gambar 2. Media padat YPD
4.2 Medium Cair
Komponen media cair semi-sintetik dengan pengukuran actual dalam 1000 ml :
(NH4)2SO4 5.00 gr K2SO4 6.58 gr KH2PO4 2.99 gr MgSO4 0.5097 gr Yeast extract 2.0066 gr Glukosa 20.0613 gr
Akuades hingga 1000 mL
Gambar 3. Media cair semi sintetik
4.3 Penanaman Kultur Yeast dalam Medium Padat
Gambar 4. YPD yang sudah ditumbuhi kultur yeast dengan metode T-Streak.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 11
4.4 Pretreatment, Sakarifikasi Bagasse dan DNS Method
Pada awalnya sebelum kami mengukur kandungan gula dalam bagasse,
digunakan prinsip hukum Lambert-Beer untuk membuat plot grafik hubungan
antara konsentrasi sampel (glukosa) dengan absorbansinya dengan metode DNS.
Untuk kalibrasi dibuat larutan blanko yang mendapat perlakuan sama dengan
sampel namun tidak mengandung sampel.
Komponen larutan yang diujikan:
o Sampel 0.5 mL
o DNS 1.5 mL
o Akuades 0.5 mL
Komponen larutan blanko:
o DNS 1.5 mL
o Akuades 1 mL
Untuk sampel bagasse, karena asumsi kami kandungan gula didalam bagasse
cukup besar, maka kami melakukan pengenceran sebesar 10x dan 20x.
Konsentrasi Sampel
(mg/mL)
Absorbansi
0.1 0.034
0.2 0.155
0.3 0.277
0.5 0.502
0.75 0.907
pengenceran 10x 0.045
Pengenceran 20x 0.021
Table 1. Data pengamatan absorbansi pada spektrofotometer
Dari tabel diatas di buatlah kurva standar untuk mendapatkan persamaan untuk
mencari nilai kandungan gula didalam sampel uji.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 12
Grafik 1. Kurva standar sampel glukosa
Dari persamaan yang didapat dari kurva diatas, dimana:
Y = 1.3246X - 0.1151
Dimana Y adalah absorbansi dan X adalah kandungan gula yang terdapat di dalam
sampel maka didapat:
Konsentrasi sampel bagasse pengenceran 10x = 0.12086 mg/mL.
Konsentrasi sampel bagasse pengenceran 20x = 0.10274 mg/mL.
Gambar 5.1. Sampel dalam tabung reaksi Gambar 5.2. Sampel di dalam kuvet
Karena asumsi sedikit meleset, dimana kandungan gula yang didapat dari sampel
bagasse pengenceran 10x dan pengenceran 20x terlalu kecil kami melakukan
pengujian ulang dengan konsentrasi sampel yang berbeda yakni:
Pengenceran sampel bagasse 5x yang didapat nilai absorbansinya sebesar
0.189.
Sampel bagasse tanpa pengenceran yang didapat nilai absorbansinya sebesar
1.649.
Masih dengan persamaan yang sama yang didapat dari kurva diatas
didapat konsentrasi sampel bagasse dengan pengenceran 5x sebesar 0.2295
mg/mL dan konsentrasi sampel bagasse tanpa pengenceran sebesar 1.33719
mg/mL.
Dari nilai konsentrasi yang didapat, akan sulit apabila melanjutkan ke
tahap berikutnya karena jumlah etanol yang terkonversi dari gula yang sangat
sedikit juga akan menghasilkan entanol yang sedikit. Untuk itu sebelum
melanjutkan ke proses berikutnya, ditambahkan gula sebanyak 5 gram pada media
cair. Penambahan gula di tengah proses seperti ini memang tidak disarankan
karena media yang sudah ada sudah steril namun karena adanya penambahan gula
kita harus mensterilisasikannya lagi.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 13
4.5 Penanaman Kultur Yeast di Medium Cair secara Aerobik dan
Anaerobik
Gambar 6. Penanaman kultur secara anerobik dan aerobik
Dari nilai konsentrasi yang didapat pada proses sebelumnya, akan sulit
apabila melanjutkan ke tahap berikutnya karena jumlah etanol yang terkonversi
dari gula yang sangat sedikit juga akan menghasilkan etanol yang sedikit. Untuk
itu sebelum melanjutkan ke proses berikutnya, kami tidak lagi menggunakan
bagasse tapi melainkan menggantikannya dengan menambahkan gula sebanyak 5
gram pada media cair dalam 100 mL. Penambahan gula di tengah proses seperti
ini memang tidak disarankan karena media yang sudah ada sudah steril namun
karena adanya penambahan gula kita harus mensterilisasikannya lagi.
Inokulum ini setelah kami encerkan 10x, didapat nilai optical density sebesar
1.4 yang berarti nilai optical density sebenarnya sebesar 14. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat 3-4 gram Saccharomyces Cerevisiae di tiap liter
inokulum tersebut.
4.6 Scale Up
Dalam pembuatan media cair semi sintetik, komposisi bahan yang terukur
adalah sebagai berikut:
(NH4)2SO4 10.04 gr
K2SO4 13.20 gr
KH2PO4 6.09 gr
MgSO4 1.06 gr
Yeast extract 4.03 gr
Gula pasir 200.11 gr
Gambar 7. Fermentation broth
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 14
Dalam pengukuran optical density, digunakan panjang gelombang 660 nm
dan didapat optical density sebelum fermentasi sebesar 0.413 dan sesudah
fermentasi di dapat OD sebesar 0.639. Kenaikan optical density ini menandakan
adanya petambahan jumlah yeast dalam fermentation broth selama proses terjadi,
hal ini terjadi karena yeast Saccharomyces Cerevisiae berkembang biak saat
proses fermentasi terjadi.
4.7 Pengukuran Kadar Alkohol
4.7.1 Pada Alkohol 95%
Gambar 8. Pengukuran kadar alkohol pada alkohol 95%
Jika dilihat dari gambar, dapat dilihat bahwa alkoholmeter menunjukan
angka 80, hal ini menunjukan bahwa kadar alkohol yang terdapat pada
larutan alkohol tersebut adalah 80%. Memang ada ketidak sesuaian antara
kadar alkohol hasil pengukuran dengan kadar alkohol yang terdapat pada
label yaitu 95%.
4.7.2 Pada Air Tawar
Gambar 9. Pengukuran kadar alkohol pada air tawar
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 15
Jika dilihat pada gambar, kadar alkohol pada air adalah 0. Percobaan ini
membuktikan bahwa alkoholmeter yang digunakan tidak mengalami kerusakan
sehingga dapat digunakan untuk mengukur larutan yang mempunyai kadar alkohol
tertentu, karena pada saat mengukur air yang tidak mengandung alkohol, angka
pada alkoholmeter menunjukan angka 0.
4.7.3 Pada Media Cair Semi sintetik
Gambar 10. Pengukuran kadar alkohol pada media cair semi sintetik
Pada pegukuran kadar alkohol yang terdapat dalam media cair semi
sintetik, angka kadar alkohol tidak dapat terbaca seperti yang terlihat pada
gambar. Seperti yang telah diketahui bahwa prinsip pengukuran dengan
alkoholmeter adalah berdasarkan massa jenis dari larutan yang diukur. Pada
media cari semi sintetik diketahui bahwa didalamnya banyak campuran-
campuran bahan seperti gula, dan yeast extract yang dapat mempengaruhi
pengukuran, diketahui juga bahwa pada media cair semi sintetik tidak
terkandung alkohol karena belum ada yeast yang dicampurkan dan belum
difermentasikan, sehingga seharusnya kadar alkohol dari media cair semi
sintetik adalah 0.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 16
4.7.4 Pada Fermentation Broth
Gambar 11. Pengukuran kadar alkohol pada fermentation broth.
Sama halnya dengan pengukuran kadar alkohol pada media cair semi
sintetik. Kadar alkohol pada fermentation broth juga tidak dapat ditentukan
walaupun yeast sudah dicampurkan dan proses fermentasi sudah terjadi
sehingga seharusnya terdapat alkohol di dalam fermentation broth. Keadaan
seperti ini terjadi karena dalam fermentation broth tidak hanya ada alkohol
saja melainkan masih banyak senyawa senyawa lain yang mungkin masih
tersisa, seperti gula dan yeast atau adanya hasil sampingan dari proses
fermentasi, seperti karbon dioksida dan asam, sehingga kadar dari alkohol
dalam fermentation broth tidak dapat terukur.
Jika dilakukan perhitungan secara teoritis maka seharusnya jumlah
etanol yang didapatkan adalah :
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
0.5843 mol - -
0.5843 mol 0.5843 mol 0.5843 mol
-
0.5843 mol 0.5843 mol
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
0.5843 mol - -
0.5843 mol 1.1686 mol 1.1686 mol
- 1.1686 mol 1.1686 mol
MWsukrosa = 342.29648 g/mol etanol = 789 g/L
MWetanol = 46.06844 g/mol
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 17
Nsukrosa =
metanol = 1.1686 x 46.06844 = 53.8345 g
Vetanol =
Etanol yang didapatkan dengan asumsi seluruh sukrosa sebanyak 200 g
yang dimasukan terfermentasi semua menjadi etanol, maka akan didapatkan
etanol sebanyak 68.2314 mL.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 18
Bab V : Kesimpulan
5.1 Kesimpulan
Penggunaan agricultural by-product dalam pembuatan bioetanol dengan yeast
Saccaromyces Cerevisiae merupakan langkah yang baik dalam mengatasi krisis
energi dalam skala kecil dan pencemaran lingkungan. Tetapi disamping itu
penggunaan bahan bakar dari bioetanol dalam skala besar masih kurang efisien,
karena energi yang dihasilkan dari etanol masih jauh lebih kecil jika dibandingkan
dengan bensin, hal ini dapat dilihat dari rantai karbon etanol yang lebih pendek dari
rantai karbon bensin. Selain itu proses pembuatan etanol sendiri tidak mudah,
dibutuhkan waktu dan effort yang cukup besar dan juga biaya yang tidak sedikit, hal
ini juga mempengaruhi harga etanol yang menjadi lebih mahal jika dibandingkan
dengan bensin.
5.2 Future Work
Dalam riset ini terdapat kendala yaitu konsentrasi glukosa yang terkandung
dalam sampel bagasse sangat kecil sehingga sulit untuk dilakukan tahap selanjutnya
yaitu fermentasi. Kendala ini kemungkinan besar terjadi karena proses hidrolisis dan
sakarifikasi bagasse yang kurang sempurna. Hidrolisis dan sakarifikasi yang kurang
sempurna dapat mempengaruhi seluruh proses pembuatan bioethanol ini, karena
proses hidrolisis dan sakarifikasi yang kurang sempurna mengakibatkan masih
banyaknya lignin yang menutupi selulosa dan hemi selulosa yang mengandung gula
sehingga sulit untuk mengambil kandungan gula yang terdapat dalam selulosa dan
hemi selulosa. Selain itu pemutusan rantai gula yang kurang sempurna dapat
menyebabkan kesalahan dalam pengukuran kadar gula dengan metode
spektofotometri, karena satu rantai panjang gula yang bisa saja terdiri dari beberapa
rantai glukosa hanya terbaca satu rantai glukosa saja sehingga kadar glukosa yang
terbaca hanya sedikit. Untuk mengatasi kendala ini dapat dilakukan dengan
memperpanjang waktu hidrolisis dan sakarifikasi agar proses tersebut berlangsung
secara sempurna.
Dalam melakukan pengukuran kadar alkohol dengan alkoholmeter, sebaiknya
etanol dalam fermentation broth di murnikan terlebih dahulu dengan cara distilasi
untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang dapat mengganggu pengukuran kadar
alkohol, sehingga kadar alkohol dapat diukur dengan lebih baik.
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae
Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 19
Refrensi
Agence Internationale De LEnergie. 2008. FROM 1st- TO 2nd-GENERATION BIOFUEL
TECHNOLOGIES.
Amores I, Ballesteros I, Manzanares P, Sez F, Michelena G, Ballesteros M. 2013. Ethanol
Production from Sugarcane Bagasse Pretreated by Steam Explosion.
Arifin Y, Tanudjaja E, Dimyati A, Pinontoan R. 2013. A Second Generation Biofuel from
Cellulosic Agricultural By-product Fermentation Using Clostridium Species for
Electricity Generatio.
Dias M, Ensinas A, Nebra S, Filho R, Rossell C, Maciel M. 2009. Production of bioethanol
and other bio-based materials from sugarcane bagasse: Integration to conventional
bioethanol production process.
Elevri P, Putra S. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccaromyces Cerevisiae yang
dimobilisasi Dengan Agar Batang.
EUBIA (European Biomass Industry Association). 2006. Creating Markets for Renewable
Energy Technologies EU RES Technology Marketing Campaign.
Indral D, Salim M, Mardiah E. 2012. Pembuatan Bioetanol dari Ampas Sagu dengan
Hidrolisis Asam dan Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae.
Laopaiboon P, Thani A, Leelavatcharamas V, Laopaiboon L. 2009. Acid Hydrolysis of
Sugarcane Bagasse for Lactic Acid Production.
Nag A, Pradhan R. 2007. Production of Ethanol From Bagasse.
Nerdy Science Blog. 2014. http://science.kukuchew.com/2008/04/13/plate-streaking/.
Diakses pada hari Kamis, 19 Juni 2014 pukul 15.30 WIB.
Rolanda E, Yuwono T, Widjaja A, Soeprijanto. 2012. Fermentasi Hidrolisat Enzimatik
Bagasse Tebu Menjadi Hidrogen.
STS (Sustainable Tranport Solusion). 2005. Bioethanol Fact Sheet.
Taherzadeh M, Karimi K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from
Lignocellulosic Materials.