Upload
m-firdaus-alamsah
View
491
Download
40
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan fisio 2 kedokteran hewan
Citation preview
Tangal Praktikum : 26 Februari 2013
Jam Praktikum : Pukul 11.00 – 13.30 WIB
Dosen Pembimbing : Drs. Pudji Achmadi, M.Sc
Kelompok Praktikum : IIA5
OTOT
Anggota kelompok:
Meilany Cyntia B04110009 ( )
Saadah Daroyni Alhasanah B04110011 ( )
Alamsah Firdaus B04110033 ( )
Gina Melisa Sitorus B04110034 ( )
Prista Ayu Nurjanah B04110041 ( )
M. Ibnu Abdhika B04110047 ( )
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENDAHULUAN
A. Rangsangan terhadap sediaan otot saraf
Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari cara mematikan katak untuk diambil
bagian tubuhnya, mempelajari cara membuat sediaan otot saraf, mengenal jenis dan kerja
beberapa alat perangsang, serta mengenal berbagai macam rangsangan terhadap sediaan otot
saraf.
Dasar Teori
Otot memiliki karakteristik tersendiri yakni eksitabilitas, kontraktilitas,
ekstensibilitas, dan elastisas. Fungsi otot adalah untuk pergerakan, mempertahankan posture
tubuh, dan produksi panas. Otot terbagi atas tiga jenis, yakni otot rangka, otot jantung, dan
otot polos (Campbell et al, 2004).
1. Impuls pada saraf dan kontraksi otot
Impuls pada saraf merambat dari dendrit sampai ujung akson. Setiap rangsangan
Yang kekuatanya mencapai harga ambang akan menimbulkan potensial aksi yang akan
merambat sepanjang akson dan ini disebut impuls saraf. Pada ujung akson, pada motor
end plate, impuls saraf ini menyebabkan sekresi asetilkolin-reseptor ini menimbulkan
potensial aksi pada serabut otot yang akan menjalar berupa impuls otot melalui tubulus T
yang nantinya akan sampai pada sisterne retikulum sarkoplasma, dan menstimulasi
pengeluaran Ca2+. Peningkatan kadar ion Ca2+ bebas intra sel yang berasal dari retikulum
sarkoplasma ini diperlukan untuk berlangsungnya kontraksi otot rangka, demikian pula
energi dari ATP yang dihidrolisa oleh ATP-ase. Setelah kontraksi selesai ion kalsium
harus dipompa kembali ke dalam sisterne secra aktif yang juga memerlukan energi dari
ATP (Staf Pengajar Fisiologi, 2013).
2. Mekanisme kerja alat perangsang
a. Pinset Galvanis.
Kaki-kaki pinset galvanis terdiri dari tembaga dan seng. Menurut deret volt antar
keduanya terdapat perbedaan potensial, yang bila dihubungkan melalui suatu larutan
elektrolit akan terjadi arus listrik, Cu merupakan kutub positif dan Zn merupakan kutub
negatif (Staf Pengajar Fisiologi, 2013).
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain sonde (jarum penusuk)
otak katak, papan katak, beberapa buah jarum pentul, alat diseksi, gunting, gelas arloji
atau gelas petri, pinset galvanis, stimulator elektronik lengkap dengan kabel kabelnya,
gelas pengaduk, korek api. Bahan-bahan yang dipakai adalah dua ekor katak sawah
(Fejervarya cancrivora), larutan garam faali berupa NaCl 0.65% atau larutan ringer,
kristal garam dapur atau gliserin dan cuka glasial.
Tata Kerja
1. Mematikan katak untuk keperluan percobaan
Memperlakukan hewan percobaan dengan menimbulkan rasa sakit seminimal
mungkin agar katak tidak merasa sakit, otaknya dirusak dan agar tidak meronta selama
perlakuan, sumsum punggungnya dirusak.
Katak dipegang dengan posisi yang benar, yakni kepala katak dipegang antara
telunjuk dan jari tengah, katak difiksir dengan ketiga jari lainnya dan kepalanya
dibengkokan. Otak katak ditusuk dengan sonde yang tajam pada bagian foramen
occipitalenya (sudut medial antara garis tulang kepala dengan garis tulang punggung),
sonde dimasukkan ke ruang otak, diputar kekiri, kekanan, keatas dan kebawah. Mata
katak dilihat, bila setengah menutup dan tidak ada reaksi lagi terhadap sentuhan,
perusakkan dihentikan. Kemudian sumsum punggung dirusak dengan menusukkan sonde
ke arah belakang ke dalam kanalis vertebralis, sonde ditusukkan sejauh mungkin dan
perhatikan kaki katak tang meronta-ronta sewaktu sonde ditusukan sebagai tanda medula
spinalis telah tertusuk. Sonde dilepaskan dan kaki katak menjadi lemas.
2. Membuat sediaan otot saraf
Katak yang telah mati pada percobaan pertama diletakkan di atas papan, lalu kulit
katak dan otot perut dibuka dan jeroannya disingkirkan. N.ischiadicus diperhatikan
keluar dari sumsum tulang belakang, dan masing masing n.ischiadicus dilihat. Kemudian
n.ischiadicus dipotong pada bagian cranial dan badan katak dibalikkan. Tulang ekor
diangkat tinggi-tinggi serta dipotong kearah cranial sejauh mungkin, n.ischiadicus
ditelusuri sampai ke atas sambil menggunting otot otot disebelah atasnya. Facia antara m.
biceps femoris dengan m. semimembranosus disayat dan akan tampak n.ischiadicus dan
a. femoralis setelah kedua otot tadi dikuakkan. Paha dipotong di atas seperempat bagian
bawah (n.ischiadicus jangan terpotong). Lalu m. gastrocnemius dilepaskan dari tulangnya
dan tendo achilles dipotong maka akan dapat preparat otot saraf yang terdiri dari,
sepertiga bagian bawah paha, n.ischiadicus, m. gastrocnemius.
3. Berbagai macam rangsangan pada sediaan otot saraf
a.Rangsangan mekanis
Pangkal dari n.ischiadicus dipijat dengan batang korek api atau gelas pengaduk.
b. Rangsangan Galvanis
Kaki kaki pinset galvanis ditempelkan pada saraf dan saraf harus dalam keadaan basah
oleh larutan faali. Satu kaki pinset ditempelkan pada saraf dan kaki satunya pada
medium garam faali,lalu kaki kaki pinset ditempelkan pada mediumnya saja sementara
saraf berada pada diantaranya. Perhatikan pada saat kaki diangkat dari medium dan
pada saat ditempelkan pada medium.Adakah pada keduanya itu montraksi otot?
c.Rangsangan otomatis
Sejumlah kecil serbuk garam dapur ditempelkan dengan kertas atau gelas pengaduk
pada pangkal saraf.Tunggu beberapa menit dan perhatikan sifat kontraksi.Jika tidak ada
garam dapur dapat memakai gliserin.
d. Rangsangan kimiawi
Sepotong kertas atau kapas dicelupkan ke dalam cuka glasial dan ditempelkan pada
pangkal saraf.
e.Rangsangan panas
Sebatang korek api dinyalakan lalu dipadamkan dan ditempelkan pada pangkal saraf
atau gelas pengaduk direndam dalam air yang mendidih, dengan hati-hati diangkat dan
ditempelkan pada pangkal saraf.
f. Rangsangan paradis
Saraf dirangsang dengan rangsangan tunggal dengan elektroda dari suatu stimulator dan
atur kekuatan rangsangannya (voltasenya).
B. Kontraksi sederhana
Tujuan
Menentukan masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi dari suatu kontraksi
sederhana (atau disebut juga kontraksi tunggal) dari otot skelet.
Dasar teori
Kontraksi otot adalah hasil kontraksi. Kontraksi terjadi karena adanya dua set
filamen di dalam sel otot kontraktil berupa aktin dan miosin. Cara kerja kontraksi otot
bergantung pada interaksi kedua protein kontraktil ini. Dalam kontraksi otot juga, peran
kalsium dan protein-protein regulasi sangat dibutuhkan (Campbell, et al, 2010).
Kontraksi otot rangka tunggal merupakan sentakan semua atau tidak sama sekali
yang singkat, kontraksi otot secara keseluruhan. Terdapat tiga fase atau periode saat otot
tersebut akan berkontraksi sampai selesai dan siap menerima stimulus yang lain. Periode
laten adalah waktu selama impuls berjalan sepanjang sarkolema dan tuulus transversa
bagian bawah ke reticulum sarkoplasmik. Pada periode ini, kalsium muncul dan berperan
dalam kontraksi otot. Selanjutnya, otot akan berkontraksi yang diawali dengan difusi
asetilkolin melalui celah pada jembatan neuromuskular, lalu serabut otot terstimulasi dan
impuls mengalur sampai ke sarkoplasmik retikulum (SR) .Ion Ca keluar dari SR dan
berikatan dengan molekul troponin. Kemudian, troponin dan tropomiosin berinteraksi
agar gugus ikatannya menghadap ke aktin dan ujung saraf motorik melepaskan
asetilkolin. Aktin dan miosin saling bersinggungan setelah ATP dikepala
miosin terhidrolisa sehingga jembatan lintasan menarik aktin
masuk.Serabut otot memendekpada waktu kontraksi (Campbell, et al,
2010).
Pada periode relaksasi, asetilkolin esterase memecah asetilkolin
diserabut otot sehingga membran tidak terstimulasi dan ion Ca
ditransport kembalit ke SR. Adanya ATP mengakibatkan hubungan
aktin-miosin terputus tanpa harus terdegradasi, troponin dan
tropomiosin berinteraksi untuk mencegah ikatan aktin. Lalu, serabut
otot relaks dan ATP terhidrolisa dan miosin siap untuk stimulasi
berikutnya (Campbell, et al, 2010).
Bahan dan Alat
Bahan yang dipakai dalam percobaan kali ini adalah sediaan otot saraf
(n.ischiadicus dan m. gastrocnemius), larutan garam faali (NaCl 0.65%), sedangkan alat
yang digunakan berupa kimograf lengkap dengan drum dan kertas pencatat, stimulator,
alat fiksasi otot (klem otot), alat pencatat rangsangan dan statif.
Tata kerja
Otot difiksasi dengan klem otot atau jarum pentul besar bila menggunakan bak
khusus. Tendo archilles diikat dengan benang pada alat pencatat kontraksi dengan kuat
sehingga tidak kendur. Selama perlakuan,otot diusahakan selalu basah oleh larutan garam
faali. Selanjutnya, listrik dihubungkan dengan alat pencatat rangsangan, elektroda
perangsang disentuhkan pada saraf atau ototnya. Kemudian, kunci rangsangan otomatis
diaktifkan, stimulator dinyalakan dan diatur untuk rangsangan tunggal. Pada kimograf
dibuat putaran dengan putaran yang paling cepat dan dinyalakan. Kunci rangsangan
tunggal ditekan sampai tercatat kontraksi otot pada kertas tromol kemudian putaran drum
dihentikan dengan rem atau tangan sebelum terjadi kontraksi otot yang kedua. Berikan
tanda-tanda yang diperlukan untuk masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi.
Gunakan pencatat kontraksi untuk memproyeksikan puncak kontraksi pada garis dasar
dan masa laten, masa kontraksi, dan masa relaksasi dihitung. Bila kecepatan kimograf
berputar dapat diketahui maka masa-masa tadi dapat dihitung dengan membagi jarak
masing-masing tadi dengan kecepatannya. Hitung dengan detik atau milidetik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Reaksi Otot terhadap Berbagai Rangsangan
Jenis Rangsangan Kekuatan Kontraksi
Rangsangan Mekanis +
Rangsangan Galvanis
a. Reaksi Tertutup
b. Reaksi Terbuka
-
+
Rangsangan Osmotis ++
Rangsangan Kimia -
Rangsangan Panas +++
Rangsangan Faradis -
Keterangan : +++ : Respon tinggi ++ : Respon sedang + : Respon rendah- : Tidak ada respon
Lembar kerja B
Gambar 1. Hasil Kimograf Percobaan Kontraksi Sederhana
1. Kecepatan kimograf : 625 mm/sec V
2. Jarak masa laten = 4mm sL
3. Jarak kontraksi = 3 mm sK
4. Jarak masa relaksasi = 2.5 cm = 250 mm sR
tL = sL/v =4/625 = 0.0064 milidetik Waktu Laten
tK = sK/v =3/625 = 0.0048 milidetik Waktu Kontraksi
tR = sR/v =250/625 = 0.4 milidetik Waktu Relaksasi
Stimulus setiap reseptor sensoris menimbulkan sejenis penyandian yang terdiri atas
potensial aksi yang disalurkan oleh serabut saraf dan pembukaan sandi dalam sistem saraf pusat.
Impuls dari organ indera dapat berbeda dalam (1) jumlah serabut yang menyalurkan, (2) serabut
tertentu yang membawa potensial aksi, (3) jumlah potensial aksi yang melalui suatu serabut
tertentu, (4) frekuensi potensial aksi yang melalui serabut tertentu atau (5) hubungan waktu
antara serabut potensial aksi dengan serabut-serabut tertentu berbeda-beda (Ville et al, 1984).
Mekanoreseptor merupakan reseptor yang peka terhadap peregangan, tekanan atau
perputaran yang terjadi pada jaringan oleh bobot tubuh, gerakan-gerakan relatif dari bagian-
bagian, dan dampak medium sekitar (air dan udara). Mekanoreseptor memberi informasi
mengenai bentuk, tekstur, bobot, dan hubungan topografis dari benda di lingkungan sekitarnya.
Bergeraknya tendo Achilles merupakan akibat jalannya impuls saraf dari Nervus ischiadicus
menuju tendo Achilles. Refleks sentakan tendo Achilles melibatkan lebih dari satu sirkuit
sensoris/ motoris sederhana. Kontraksi otot paha diikuti oleh inhibisi otot paha yang melenturkan
kaki bawah dan menariknya ke arah tubuh (Campbell et al, 2004). Percobaan yang dilakukan
sesuai dengan teori, karena ketika n. Ischiadicus ditekan dengan gelas pengaduk, m.
Gastrocnemius bergerak. Namun, gerak otot tersebut hanya kecil saja karena kemungkinan
sediaan otot yang dibuat sudah rusak.
Percobaan selanjutnya dengan memberikan rangsangan galvanis menggunakan pinset
galvanis. Rangsangan yang diberikan oleh pinset galvanis dapat disebabkan karena adanya
perbedaan ion Cu pada rangsangan tertutup yang mengakibatkan kecepatan kontraksi lebih besar
bila dibandingkan dengan rangsangan terbuka. Pada rangsangan galvanis arus tertutup terdapat
rangsangan dari elektroda (Zn dan Cu) secara tidak langsung terhadap saraf, sehingga otot tidak
berkontraksi, sedangkan pada rangsangan terbuka, salah satu kaki dari pinset galvanis diletakkan
langsung pada saraf dan kaki satunya pada cairan fisiologis sehingga terjadi arus listrik yang
mengalir pada saraf dan mengakibatkan otot berkontraksi.
Percobaan selanjutnya yaitu dengan memberikan rangsangan osmotis pada serabut saraf
dengan penambahan NaCl pada bagian luar serabut saraf yang akan meningkatkan terdifusinya
Na ke dalam sitosol serabut saraf. Pada percobaan didapatkan kontraksi otot yang lambat. Hal ini
sama seperti literatur yang membahas bahwa pada rangsangan osmotis kontraksi otot lemah dan
waktunya lambat. Kekuatan kontraksi dan kecepatan waktu kontraksi yang disebabkan oleh ion
Na dari NaCl hanya menghantarkan reseptor ke dalam serabut saraf. Kontraksi dapat terjadi
karena potensial aksi pada membran sel serabut saraf yang dihantarkan sampai ke terminal
akson, sama seperti potensial aksi normal yaitu membuka saluran kalsium, melepaskan
asetilkolin, menciptakan potensial aksi baru di membran sel serabut otot dan di sarkoplasmik
retikulum yang akhirnya akan mengakibatkan kontraksi otot (Campbell et al, 2004).
Percobaan dengan memberikan rangsangan kimiawi dapat dilakukan dengan
menempelkan asam cuka glasial yang akan menimbulkan respon. Namun, pada percobaan ini
tidak terjadi kontraksi setelah saraf diberikan rangsangan kimiawi. Hal ini dapat terjadi karena
keadaan saraf yang sudah mulai lemah atau bisa saja karena terjadi karusakan pada saraf.
Sehingga otot tidak memberikan respon positif terhadap rangsangan dari cuka glasial. Percobaan
dengan memberikan rangsangan panas dapat dilakukan dengan cara menempelkan gelas
pengaduk pada saraf yang telah direndam dalam air mendidih. Hasil percobaan didapatkan
bahwa otot katak tersebut masih dapat berkontraksi dengan cepat dan kuat setelah menempelkan
gelas pengaduk yang panas pada pangkal syaraf.
Semua sel hidup mempunyai perbedaan muatan listrik melintasi (di kedua sisi) membran
plasmanya. Perbedaaan muatan ini menghasilkan gradient voltase listrik melintasi membran.
Voltase yang diukur melintasi membran disebut potensial membran, voltase ini biasanya berkisar
-50 sampai -100mV pada sel hewan. Potensial membran di luar sel lebih positif jika
dibandingkan dengan potensial membran di dalam sel. Potensial membran disebabkan oleh
perbedaan komposisi ionik dalam cairan intraseluler dan ekstraseluler. Rangsangan Faradis
merupakan rangsang yang terjadi akibat adanya sinyal listrik yang dialirkan melalu elektroda
bermuatan positif dan negatif. Saraf yang teraliri listrik akan mengalami perubahan potensial
listrik sehingga terjadi aliran impuls saraf dan menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Ville et al,
1984). Pada percobaan rangsangan Faradis, hasil yang diperoleh negatif karena sediaan otot saraf
yang digunakan kemungkinan sudah mulai rusak sehingga saraf tidak mampu menghantarkan
impuls saraf yang diberikan oleh elektroda.
Percobaan kontraksi sederhana dilakukan dengan menggunakan alat stimulator dan
kimograf untuk menghitung masa laten, masa kontraksi, dan masa relaksasi. Berdasarkan data
yang diperoleh, diketahui massa laten 0.0064 milidetik, massa kontraksi 0.0048 milidetik, dan
massa relaksasi 0.4 milidetik. Hal tersebut dapat membuktikan teori yang menyatakan bahwa
waktu relaksasi lebih lama dibandingkan dengan waktu kontraksi maupun relaksasi karena pada
saat relaksasi, terjadi pemutusan hubungan aktin-miosin tanpa harus terdegradasi,
serta troponin dan tropomiosin berinteraksi untuk mencegah ikatan aktin
sehingga memerlukan waktu yang relatif lebih lama (Campbell, et al, 2010).
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa otot dapat berkontraksi
karena adanya inervasi dari saraf. Inervasi tersebut dapat dirangsang oleh beberapa rangsangan
seperti rangsangan mekanis, rangsangan galvanis, rangsangan osmotis, rangsangan kimiawi,
rangsangan panas, dan rangsangan Faradis. Semua rangsangan menyebabkan otot berkontraksi
kecuali rangsangan tertutup galvanis dan rangsangan kimia. Hal tersebut dapat terjadi karena
sediaan otot yang dibuat sudah rusak. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan kontraksi
sederhana, dapat diketahui bahwa massa relaksasi lebih lama dibandingkan dengan massa
kontraksi maupun massa laten.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell et al. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Wasmen Manalu, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Biology, Fifth Edition.
Campbell, et al. 2010. Biologi Edisi Kedelapan. Damaring Tyas Wulandari, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Biology Eight Edition.
Staf Pengajar Fisiologi. 2013. Buku Penuntun Praktikum Fisiologi II. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Villee et al. 1984.Zoologi Umum Edisi Keenam. Nawangsari Sugiri, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: General Zoology Sixth edition.