Upload
eko-roharto
View
51
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan tutorial
Citation preview
LAPORANTUTORIAL SKENARIO A BLOK 15
Disusun oleh : Kelompok 10
Anggota
Eko Roharto Harahap 04011181320063RA Deta Hanifah 04011281320023Tri Kurniawan 04011281320019Akbar Rizly Wicaksana 04011381320003Abi Rafdi 04011281320013Zana Almira 04011181320107Alind Praditya Racha C 04011181320053Ayub 04011281320051Anusha G Perkas 04011381320081M Auzan Ridho 04011381320075Endy Averoussely P 04011381320017Regina Paranggian L Toruan 04011281320009Feliani 04011181320027
Tutor : dr. Zulkarnain Musa Sp.PA
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial
Skenario A Blok 15 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dr. Zulkarnain Musa Sp.PA serta
pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak.Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat
bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
I. Skenario....................................................................................................................4
II. Klarifikasi Istilah......................................................................................................5
III. Identifikasi Masalah.................................................................................................6
IV. Analisis Masalah......................................................................................................7
V. Keterkaitan Masalah................................................................................................30
VI. Hipotesis……………………………………………………………………………….31
VII. Learning Issue.........................................................................................................31
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah…………………………… 31
B. Sindroma Koroner Akut…………………………………………………………..41
C. EKG………………………………………………………………………………..45
D. Penanda Jantung (Cardiac Marker)……………………………………………...57
E. Hipertensi …………………………………………………………………………60
F. Miokard Infark ……………………………………………………………………69
VIII. Kerangka Konsep.....................................................................................................79
IX. Kesimpulan...............................................................................................................80
X. Daftar Pustaka..........................................................................................................81
3
I.SKENARIO A BLOK 15
Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric
pain since 8 hours ago while he was working. The pain radiated his lower jaw, and it felt like
burning. He was unconscious for three minutes. He also complained shortness of breath,
sweating, and nauseous. He has history of hypertension. He is a heavy smoker.
Physical Exam
Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR : 58bpm regular, PR : 58
bpm, regular, equal, RR : 24x /min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales (+) on both side,
liver : not palpable, ankle edema (-).
Laboratory Result
Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet :
214.000/mm3.
Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%
CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.
Additional Exam
Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking increased.
ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec. pathologic Q
wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.
4
II. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Pengertian
1 Epigastric pain Rasa nyeri dan tidak nyaman pada abdomen atas dengan atau tanpa disertai
heartburn.
2 Nauseous (Mual) Perasaan tidak nyaman pada perut yang biasanya muncul sebelum muntah.
3 Hypertension Tingginya tekanan darah arteri secara persisten
4 Dyspneu Pernapasan yang sukar atau sesak.
5 Pallor Pucat seperti pada kulit.
6 Sinus rhythm Irama jantung normal yang berasal dari impuls yang dicetuskan oleh nodus
SA yang terletak di dekat muara vena cava superior di atrium kanan jantung.
7 Diaphoresis Mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang terinfeksi dalam tubuh
dengan cara berkeringat secara berlebihan.
8 Muffle Heart Sound Suara jantung yang terdengar melemah atau menjauh.
9 Minimal basal rales Suara pernapasan abnormal yang terdengar.
10 CK NAC Enzim yang keluar dari otot jantung (miokard) yang mengalami infark.
11 CK MB Kadar keratin kinase dengan fraksi MB yang merupakan indicator untuk
nekrosis miokard.
12 Troponin I Molekul protein yang merupakan bagian dari otot rangka dan otot jantung.
13 ESR Erythrocyte Sedimentation Rate (Tes yang secara tidak langsung dipakai
untuk mengukur seberapa banyak inflamasi yang ada dalam tubuh).
14 CTR (Cardio Thorax
Ratio)
Suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan mengukur perbandingan
antara ukuran jantung dan lebarnya rongga dada pada foto thorax proyeksi
PA.
15 Boot-shaped Hasil foto rontgen dada dimana didapatkan adanya pembesaran dari
ventrikel kanan dengan penampakan jantung seperti sepatu boot.
16 Bronchovascular Pembuluh darah yang memperdarahi bronkial.
17 ST-elevation Gelombang EKG abnormal yang menandakan adanya acute myocard infark
dan perikarditis.
18 ST-depression Segmen ST berada dibawah garis isoelektrik infark meliputi otot jantung
bagian dalam (subendocardial).
19 aVF Sadapan ektremitas tambahan yang diperoleh dari elektroda yang sama
sebagai sadapan I, II, dan III.
5
III. IDENTIFIKASI MASALAH
No Identifikasi Masalah Main Problem
1. Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been
having epigastric pain since 8 hours ago while he was working. The pain
radiated his lower jaw, and it felt like burning. He was unconscious for three
minutes.
VVV
2. He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has
history of hypertension. He is a heavy smoker.
VV
3. Physical Exam
Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR :
58bpm regular, PR : 58 bpm, regular, equal, RR : 24x /min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales
(+) on both side, liver : not palpable, ankle edema (-).
V
4. Laboratory Result
Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR
20/mm3, platelet : 214.000/mm3.
Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg
%
CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.
V
5. Additional Exam
Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking
increased.
ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec.
pathologic Q wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead
V1, V2, V3.
V
6
IV. ANALISIS MASALAH
Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having
epigastric pain since 8 hours ago while he was working. The pain radiated his lower jaw, and it
felt like burning. He was unconscious for three minutes.
a. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan keluhan pada Mr. T?
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner yang merupakan penyebab utama Infark Miokard
meningkat seiring bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia
40 tahun, dan ketika memasuki usia 40 hingga 60 tahun, insiden infark miokard meningkat hingga
5 kali lipat. Secara keseluruhan, resiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Perempuan relative lebih kebal terhadap penyakit ini sampai usia
setelah menopause karena terdapat efek perlindungan estrogen. Pada kasus Mr.T bekerja sebagai
tukang becak, yang pekerjaannya tergolong berat untuk usia 56 th. Saat mengayuh becak
kebutuhan oksigen di tubuh maupun jantung meningkat. Mr.T adalah seorang perokok berat
dimana rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang bersifat toksin, karsinogenik, dan
terotogenik. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine,
dietil eter, polifenol, naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawa-senyawa kimia dalam
rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga timbul plak. Kondisi ini juga diperparah oleh
riwayat hipertensinya. Karena adanya plak, lumen menyempit sehingga aliran darah terhambat,
suplai oksigen dan nutrisi ke miokard berkurang (padahal dibutuhkan pasokan O2 yang lebih
banyak). Jadi miokard melakukan metabolisme anaerob sehingga terbentuk asam laktat dimana
terjadi penurunan pH yang selanjutnya akan merangsang serabut saraf nyeri melalui symphatetic
afferent pada area korteks sensoris primer (area 3, 2, 1 Broadmann) sehingga timbul rasa nyeri di
bagian epigastric. Akibat berkurangnya pasokan oksigen juga menyebabkan Mr.T tidak sadar,
sesak nafas, dan mual.
b. Apa yang menyebabkan nyeri di daerah epigastrik pada Mr. T?
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme
anaerob, sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif
lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang merangsang ujung-ujung
syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis,
kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan dipersepsikan nyeri
dada. Adapun nyeri epigastirum yang dikeluhkan Mr.T merupakan nyeri alih dari nyeri dada
tersebut. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan
terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi
oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke
7
permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera
tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa. Pada
kasus ini, distribusi nyeri sesuai dengan dermatom diamana organ tersebut berasal saat embrio
yakni C3-T5. Sehingga nyeri dari jantung akan dialihkan ke permukaan tubuh bagian yang
dipersarafinya (dada, punggung, lengan, rahang bawah, epigastrium).
c. Apa penyebab Mr. T tidak sadar? Bagimana mekanismenya?
Pada penderita sindrom koroner akut, akan menyebabkan perfusi darah ke jantung tidak adekuat,
bahkan pada beberapa kejadian penderita sindrom koroner akut dapat mengalami infark miokard.
Infark pada jaringan otot jantung akan menyebabkan fungsi jantung sebagai alat pompa darah ke
seleuruh jaringan tubuh terhambat. Pada gangguan fungsi jantung yang berat dapat menyebabkan
penurunan perfusi darah yang mengandung glukosa dan oksigen sebagai bahan metabolisme ke
otak dan jaringan lain. Penurunan perfusi yang berat pada otak dapat mengganggu proses
metabolisme otak. Dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran hingga syncope.
d. Apa penyebab nyeri menjalar ke rahang bawah seperti rasa terbakar? Bagaimana mekanismenya?
Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan defisiensi oksigen, yang
merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP
melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar
dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tapi
beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai. Oleh
karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan saraf brakhialis
intercostal (T2) akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri
karena nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang.
8
He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has history of
hypertension. He is a heavy smoker.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme :
Napas pendek
Mual
Berkeringat
Napas pendek
Pada infark miokard akut terjadi penurunan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi
hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, akan terjadi peningkatan usaha bernapas
dan denyut jantung dipercepat oleh respon adrenergic.
Mual
Nausea merupakan efek yang dihasilkan oleh respon neuromuscular. Pada kasus ini, terjadi ST
Elevasi Miocard Infarction dimana sekitar seperempat kasus STEMI bermanifestasi hiperaktivitas
saraf simpatis. Stimulasi saraf simpatis akan menurunkan gerak lambung dan sekresi asam
lambung. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nausea.
Berkeringat
Aktivasi saraf simpatis juga akan menyebabkan pengeluaran keringat yang berlebihan dan
meningkatkan kontraksi jantung sehingga heart rate nya juga meningkat
b. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi dan perokok berat dengan gejala pada kasus?
Kebiasaan merokok yang dilakukan Mr.T dan riwayat hipertensi membuat terjadinya disfungsi dan
jejas endotel sehingga nantinya timbul atherosklerosis. Adanya faktor presipitasi membuat ruptur
atherosklerosis tersebut dan menyumbat arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan gejala-
gejala yang dialami Mr.T.
Physical Exam
9
Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR : 58bpm regular, PR : 58
bpm, regular, equal, RR : 24x /min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales (+) on both
side, liver : not palpable, ankle edema (-).
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan
Fisik
Hasil
Pemeriksaan
Nilai
Normal
Interpretasi
Pernafasan Dsypnea - Gangguan jantung dan
paru /obesitas
BMI Ht: 160 cm,
BW: 55 kg
BMI21,48
kg/m2
18,5-22,9 Normal
BP 150/100 120/80 Hipertensi
HR 58 bpm reguler 60-100 bpm Bradicardia
PR 58 bpm,
reguler, equal
60-100 bpm,
reguler
RR 24x/menit 12-20
x/menit
Tinggi
Warna kulit Pallor Tidak pucat Tidak Normal
JVP <5-2> <5-2> Normal
Basal Rales (+) (-) Tidalk Normal
Liver
palpable
(-) (-) Normal
Ankle edema (-) (-) Normal
Diaphoresis (+) (-) Tidak normal
Muffle heart
sound
(+) (-) Terdapat darah diruang
pericardium
b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?
10
1. Dyspnea
Mekanisme Abnormal :
Gagal jantung CO perfusi O2 di periferjaringan kekurangan O2 kemoreseptor O2 di
badan karotisserabut aferen melalui nervus glosofaringeus pusat pengaturan pernafasan di
medulla mekanisme kompensasi sesak nafas.
2. Blood Pressure: 150/100 mmHg, HR 58 bpm regular.
Mekanisme abnormal BP: adanya atherosclerosis sehingga terjadi penyempitan lumen
menyebabkan tekanan darah meningkat.
3. Heart Rate
Intepretasi HR : di bawah normal (bradikardi)
Mekanisme abnormal:
Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan atau hipertensi) sedangkan pada pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi). Mr. T mengalami bradikardi karena adanya
hiperaktivitas parasimpatis, tapi mengalami hipertensi kareena ia telah memiliki riwayat penyakit
tersebut sebelumnya.
4. Pallor, diaphoresis
Pallor
Iskemik jantung yang luas kegagalan kompensasi<< perfusi jaringan perifer pallor
5. Diaphoresis
HR rendah perapatan aliran darah terbentuk konduksi panas oleh darah merangsang area
preoptik (dibagian anterio hipotalamus) ke medulla spinalis melalui jaringan saraf otonom
ke kulit seluruh tubuh melalui jaras simpatis merangsang kelenjar keringat berkeringat
(diaphoresis)
6. Muffle heart sounds.
Infark transmural dinding nekrotik yang tipis pecah perdarahan masif ke dalam kantong
perikardium yang relatif tidak elastis dan tidak berkembang kantong perikardium terisi darah
menekan jantung saat auskultasi terdengar muffle heart sounds
Bunyi jantung kecil karena pompa jantung tidak kuat lagi, katup jantung juga menutup
lemah, aliran darah balik juga lemah, menyebabkan suara yang terdengar seperti sayup,
jauh.
Laboratory Result
11
Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet :
214.000/mm3.
Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%
CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.
a. Bagaimana interpretasi?
Pemeriksaan Nilai Kasus Nilai Normal Interpretasi
Hemoglobin 14 g/dl 13,5-17,0 g/dl Normal
WBC 6000/mm3 5000-10000/mm3 Normal
Diff Count
Basofil 0 % 0-1 % Normal
Eosinofil 2 % 1-3% Normal
Neutrofil Batang 5 % 2-6 % Normal
Neutrofil Segmen 65 % 50-70 % Normal
Limfosit 22 % 20-40 % Normal
Monosit 6 % 2-8 % Normal
ESR 20/mm3 0-15/mm3 Meningkat
Platelet 214.000/mm3 150.000-350.000/mm3 Normal
Kolesterol Total 328 mg% < 200 mg% Hiperkolesterolemia
> 200 waspada PJK
Trigliserida 285 mg% < 150 mg% Meningkat
LDL 194 mg% < 130 mg% Meningkat
HDL 25 mg% > 55 mg% Menurun
CK NAC 473 U/L 80 U/L Meningkat
CK MB 72 U/L < 16 U/L Normal tinggi
(kadarnya meningkat 3-12
jam setelah IMA,
puncaknya 12-24 jam,
kembali ke normal setelah
2-3 hari)
Troponin 0,3 ng/ml < 0,03 ng/ml Meningkat
(kadarnya meningkat 2-8
jam setelah IMA,
puncaknya 12-96 jam,
menurun kadarnya setelah
12
hari ke-14)
b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?
- ESR 20/mm3 (Lebih dari Normal)
LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, atau dsebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi. LED
tinggi juga dapat terjadi pada :
Anemia
Kanker seperti lymphoma atau multiple myeloma
Kehamilan
Penyakit Thyroid
Diabetes
Penyakit jantung
- Total cholesterol 328 mg% (Lebih dari Normal
Triglyceride 285 mg% ( Lebih dari Normal)
LDL 194 mg% (Lebih dari normal)
HDL 25 mg% (kurang dari normal)
Peningkatan Total kolesterol, trigliserid, LDL dan penurunan HDL merupakan faktor resiko
yang mempermudah terjadinya arterosklerosis.
Plak arterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung llemak
dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang kleretakan
timbul pada dinding yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur
menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya
trombus.
- CK NAC 473 U/L (lebih dari normal)
CK NAC meningkat karena otot rangka atau jantung mengalami jejas.
Creatin Kinase
13
Kreatin kinase terdapat dalam aktivitas tinggi di otot jantung, otot rangka dan otak, serta tidak
terdapat didalam hepar dan eritrosit. Terdiri dari 2 dimer subunit B dan M dan tiga iso enzim
BB, MB, dan MM, CK-MB hampir seluruhnya terdapat didalam miokrdium dan BB didalam
otak. Nilai rujukan CK-MB adalah 7-25 U/L .CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA
paling cepat terdeteksi 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam
paska infark.
- CK MB 72 U/L (Lebih dari Normal)
Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler yang salah satunya adalah CK MB akan masuk
dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan
aliran limfatik. CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA; paling cepat terdeteksi 3-4 jam
setelah onset gejala.
- Troponin I : 0,3 ng/ml
Troponin I meningkat mengidentifikasi positif cedera sel miokardium.
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.
Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena
pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga
polipeptida :
1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi
ion kalsium yang mengatur kontraksi.
2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang
berfungsi mengikat aktin.
3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang
ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.
cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot rangka
mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.
Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama,
pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium
dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan
demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung
juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini
memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase
(LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah
kejadian akutnya.
14
Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin. Karena itu
penggabungan pengukuran mioglobin (sangat sensitif tetapi kurang spesifik untuk cedera
miokardium) dan troponin jantung (sangat spesifik untuk cedera miokardium) sangat
bermanfat.
c. Bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan biomarker jantung berdasarkan waktu?
Ada 3 biomarker jantung utama pada infark mioard akut:
1. Creatine Kinase
- Isoenzim: CK-MM, CK-MB, CK-BB
- Mulai meningkat 4-6 jam setelah jejas, puncaknya 12-36 jam & kembali normal : 3-4 hari
2. Mioglobin
- Konsentrasi di otot jantung 2 kali lebi renda dibandingkan pada otot rangka
- Konsentrasi di plasma meningkat 2-3 jam setelah jejas miokardium, puncak : 6-12 jam,
kembali normal : 24 jam
- Reperfusi menyebabkan pencapaian puncak terjadi 4-6 jam lebih awal
3. Cardiac Troponin
- Kompleks troponin terdiri dari TnC, TnI, dan TnT
- Mulai terdeteksi di plasma: 4-10 jam, puncak: 12-48 jam,
tetap abnormal : 4-10 hari
- Direkomendasikan oleh ESC/ACC, the National Academy of Clinical
Biochemistrypenanda tunggal IMA
15
16
Additional Exam
Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking increased.
ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec. pathologic Q
wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.
a. Bagaimana interpretasi?
Hasil Interpretasi Keadaan normal
CTR >50% Tidak normal, menunjukkan
adanya perbesaran jantung
CTR < 50%
Boot shaped Tidak normal Tidak memperlihatkan
gambaran seperti boot
Heart rate : 58bpm Tidak normal 60-100 bpm
PR interval 0,22 second Tidak normal 0,12-0,20 second
Pathologic Q wave Tidak normal Normal Q wave
Elevasi ST di LII, III aVf Tidak normal Tidak terjadi elevasi
SR depresi di V1, V2, V3 Tidak normal Tidak terjadi depresi ST
b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?
1. CTR >50%
CTR atau cardio thoracic ratio menggambarkan perbandingan antara jantung dengan rongga
thorax, dalam keadaan normal CTR bernilai <50%. CTR > 50% menggambarkan adanya
perbesaran jantung atau hipertropi. Hipertropi merupakan upaya kompensasi jantung dalam
menghadapi beban tekanan.
Nilai CTR di dapat dengan membandingkan rasio antara nilai maksimum dari transverse
diameter dari jantung (MD) dengan nilai maksimum dari transverse diameter dari rongga
dada (ID)
CTR = MD / ID
Kondisi yang dapat menyebabkan CTR >50% =
A. Gagal jantung
B. Efusi perikardium
C. Hipertopi ventrikel kanan atau kiri
17
2. Boot shaped
Boot shaped menggambarkan adanya perbesaran jantung yang lebih pasti. Infark miokard
disebabkan karena kebutuhan otot jantung terhadap oksigen tidak dapat terpenuhi karena
adanya oklusi. Akibatnya miokardium tidak dapat berkontraksi dengan normal, selain itu
metabolisme yang terjadi merupakan metabolisme anaerob yang menghasilkan asal laktas,
akibatnya terjadi penumpukan pH menjadi asam. Gabungan dari hipoksia, asidosis, dan
berkurangnya energi mengakibatkan fungsi ventrikel kiri semakin terganggu.
Berkurangnya fungsi ventrikel kiri menyebabkan perubahan hemodinamik. Perubahan yang
terjadi seperti curah jantung berkurang, karena berkurangnya volume sekuncup, berkurangnya
pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan di
jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri juga akan meningkat, hal
ini dapat menimbulkan terjadinya hipertropi, terutama ventrikel kiri.
3. Lungs: bronchovascular marking increased
Bronchovascular marking yang meningkat berarti terdapat Infeksi pada saluran pernapasan
atau overload cairan. Infeksi dapat bersifat akut atau kronis. Jika laporan radiologi meningkat
tanda bronchovascular tapi situasi klinis tidak mendukung apapun yang dapat diabaikan dan
gambaran radiologi dapat dianggap normal
4. ECG: Normal axis
Normal axis menunjukkan tidak adanya deviasi axis pada jantung yang diakibatkan oleh
belum adanya hipertrofi pada jantung, baik hipertrofi kanan maupun kiri.
5. Heart rate
Nilai heart rate menggambarkan bahwa terjadi bradikardi, hal ini bisa dikarenakan karena
Mr.T mengalami oklusi pada arteri koronaria kanan yang juga memperdarahi SA node, akibat
dari oklusi tersebut terjadi gangguan sistem konduksi SA. SA sebagai sistem konduksi utama
tidak bekerja, akibatnya sistem konduksi jantung di ambil alih oleh AV node yang memiliki
kekuatan hantaran lebih rendah yaitu 40-60, oleh karena itu Mr.T mengalami bradikardi.
18
6. Perpanjangan interval PR
Dalam keadaan normal panjang interval PR 0,12-0,2. Jika terjadi perpanjangan interval PR ,
bisa jadi disebabkan karena adanya blok jantung, karena interval ini terbentuk ketika aliran
listrik melewati berkas HIS.
7. Pathologic Q wave/ ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.
Keadaan normal gelombang Q : lebar kurang dari 0,04 second, tinggi < 0,1 second
Keadaan patologis jika yang terbentuk : Panjang gelombang Q > 1/3 R , ada QS pattern
dengan gelombang R tidak ada.
Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI). Bila
gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti iskemik belum lama terjadi (<
12 jam), masih dapat diselamatkan.
Jika terjadi gelombang Q menunjukkan keadaan yang parah, sudah terjadi kematian otot
jantung, oklusi yang terjadi sudah total. Jika otot jantung baru mengalami iskemia maka akan
terbentuk elevasi segmen ST.
Berikut lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
Lokasi Perubahan gambaran EKG
Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan
aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan
V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-
19
V3. Gelombang T tegak di V1-V2
RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya
ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya
tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Gambaran EKG diatas menunjukkan terjadinya infark miokard pada dinding inferior. Inferior
jantung diperdarahi oleh a. koronaria kanan dan a. Descending posterior cabang dari a.
koronaria kiri. Arteri tersebut memberikan suplai ke tempat berbeda di dalam dinding inferior
jantung, oleh karena itu akan memberikan gambaran yang khas pada EKG jika terdapat oklusi
di kedua arteri tersebut.
Jika okulusi terjadi pada a. Koronaria kanan yang menyuplai bagian bawah dan kanan jantung
yang mengalami oklusi maka akan terjadi elevasi ST di LIII, LII, dan aVf.
Jika oklusi terjadi pada arteri posterior descending yang mengalami oklusi akan menimbulkan
gambaran elevasi ST pada L1 V5 dan V6. Sehingga dapat dilihat bahwa pada kasus ini yang
terjadi adalah oklusi arteri koronaria kanan.
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak
menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi
negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini
tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q
di lead ini lebar dan dalam .
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut
lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi
segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury,
maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi
juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh
daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah
iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang
T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat
proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial
elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi.
20
Pada kasus ini, Mr. T mengalami Akut Infark Miokard Inferior yang ditunjukkan oleh adanya
ST elevasi sadapan II, III, dan aVF. Sedangkan ST depresi pada gambaran EKG ini dapat
disebut sebagai perubahan resiprokal. (Perubahan resiprokal adalah depresi ST segmen pada
sadapan yang terletak jauh dari bagian yang mengalami akut infark). Depresi ST segment
merupakan indikator untuk akut infark miokard. Perubahan resiprokal terlihat pada 70% dari
inferior dan 30% dari infark anterior. Depresi ST segmen pada kasus ini terjadi pada sadapan
VI, VII, dan VIII yang menunjukkan daerah true posterior.
Diagnosis Banding :
Diagnosis Kerja : Sindroma koroner akut dengan STEMI.
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina). Kriteria nyeri dada angina adalah sebagai berikut :
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
- Sifat : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dipelintir.
- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
- Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.
Pemeriksaan Fisik
- Tampak cemas dan tidak dapat istirahat (gelisah)
- Ekstremitas pucat disertai keringat dingin
- Takikardia dan/atau hipotensi
- Brakikardia dan/atau hipotensi
- S4 dan S3 gallop
21
- Penurunan intensitas bunyi jantung pertama
- Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
- Peningkatan suhu sampai 38oC dalam minggu pertama
Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi
gelombang T. Perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen
ST disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.
Laboratorium
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Mioglobin : dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
b. Apa diagnosis banding pada kasus?
Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau
saluran cerna,emboli paru,dan tension pneumothorax
2. Non iskemik : miokarditis, perikarditis akut, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-parkinson-white.
3. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duodenum,pleuritis, GERD, nyeri otot
dinding dada, kostokondritis, serangan panik, gangguan gastrointestinal, dan gangguan
psikogenik
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes
melitus dan usia lanjut.
c. Bagaimana etiologi dari diagnosis kerja?
Etiolog
1. Penyempitan arteri koroner non sklerotik
2. Penyempitan aterosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak
22
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium (sepsis, thyrotoxicosis)
7. Penurunan aliran darah koroner (anemia, hipotensi)
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
d. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja pada kasus?
Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara
lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.
Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi
ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST
adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-
elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus
komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen.
Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung
akut tanpa elevasi segmen ST.
e. Bagaimana manifestasi klinik dari diagnosis kerja?
Nyeri epigastrik
23
Aterosklerosis
Ruptur plak
Pembentukan trombus
Penyempitan pembuluh darah
Kurang supply oksigen
Mekanisme anaerob
Penumpukan asam laktat
Tersensitisasi nosiseptor polimodal
Rangsangan ke korteks somatosensorik, thalamus, dan formatio retikularis
Nyeri epigastrik
Terdapat 3 kategori reseptor nyeri yaitu nosiseptor mekanis, yang berespon terhadap
kerusakan mekanis misalnya tusukan, benturan, atau cubitan; nosiseptor termal yang
berespon terhadap suhu yang berlebihan terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang
berespon setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat
kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera.
Shortness of breath
Nausea
24
Pada MI, curah jantung menurun mengakibatkan hipoksia jaringan
Sebagai kompensasi, denyut jantung dipercepat oleh respon adrenergik
Peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik
Tekanan atrium kiri naik
Tekanan kapiler pulmonal naik
Transudasi cairan ke jaringan interstitium paru
Cairan merembes ke alveoli
Penurunan tekanan oksigen di paru
Rangsangan ke medula oblongata untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen
Gagal karena ada obstruksi cairan di paru
Shortness of breath
MI
Supply oksigen ke jaringan berkurang
Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis
Menurunkan peristaltik dan tonus otot usus dengan peningkatan tonus otot sphincter
Diaphoresis
f. Apasaja faktor resiko dari diagnosis kerja?
Faktor-faktor risiko terjadinya SKA dapat dibagi bedasarkan faktor resiko yang dapat dikontrol
maupun tidak, dan faktor resiko mayor dan minor.
Dapat dikontrol : tekanan darah tinggi, kolesterol darah tinggi, merokok, aktivitas fisik,
obesitas, diabetes, stres dan emosi
Tidak dapat dikontrol : jenis kelamin, keturunan (genetik), ras, dan umur
Resiko mayor : hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan genetic.
Resiko minor : antara lain obesitas, stress, kurang olah raga, laki-laki, perempuan
menopause.
g. Apasaja komplikasi yang mungkin terjadi dari diagnosis kerja?
• Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
• Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur
korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan
pembentukkan rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru.
25
Refluks cairan ke lambung
Nausea
MI
Supply oksigen ke jaringan berkurang
Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis
Meningkatkan fungsi kerja neuron simpathetic cholinergic yang menginervasi kelenjar keringat
Pengeluaran keringat berlebihan
h. Bagaimana cara menatalaksana pasien pada kasus? (terapi farmakologik dan nonfarmakologik)
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke
unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan oleh tenaga medik
ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI
akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan
infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam
atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi, mengurangi rasa
nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai
tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang sampai
ke miokard.
Tata Laksana Pra Rumah Sakit
a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien mencari
pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta
petugas kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:
- mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160- 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15
menit sampai 3 kali.
- Bila memungkinkan pasang infus.
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan selang
oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih.
Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat
- Tirah baring
- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%.
- Pasang infus dan pasang monitor.
- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak ada
riwayat alergi aspirin.
- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang
setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada.
- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari
- Segera pindahkan ke ICCU.
26
Tata Laksana Di ICCU
- Pasang monitor 24 jam
- Tirah baring
- pemberian oksigen 3-5 L/menit
- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara
titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-
20 mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial Pressure (MAP) menurun 10%
pada normotensi dan 30% pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.
- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien SKA dengan hipertensi dan
takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-50mg.
- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru atau fungsi ventrikel kiri
yang rendah dengan EF <>100mmHg.
- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.
- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15 menit bila nyeri belum teratasi.
- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.
- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg
- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel buruk, resiko tinggi trmbosis,
fibrilasi atrial, trombus intra kardiak dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan revaskularisasi.
- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).
Atasi komplikasi :
• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia & blok, Perikarditis.
• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis.
• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
ditatalaksana dengan operasi.
i. Bagaimana prognosis dari diagnosis kerja?
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA:
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru
dan syok kardiogenik
Tabel 2.
Klasifikasi Killip
pada Infark
Miokard Akut
Klas
Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda
gagal jantung
kongestif
6
27
II +S3 dan atau
ronki basah
17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP)
Tabel 3.
Klasifikasi
Forrester
untuk
Infark
Miokard
Akut Klas
Indeks
Kardiak
(L/min/m2)
PCWP
(mmHg)
Mortalitas
(%)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51
3) TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
fibrinolitik.
Tabel 4. TIMI Risk Score untuk
STEMI Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko / Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)
Usia >75 tahun (3 poin) 1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau
angina (1 poin)
2 (2,2)
Tekanan darah sistolik <100mmHg
(2 poin)
3 (4,4)
Frekuensi jantung >100 (2 poin) 4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)
28
Mr. T , 56 tahun. Pengemudi becak
Perokok berat
Di bawa ke RSMH
Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1
poin)
7 (23,4)
Waktu ke reperfusi >4 jam (1 poin) 8 ( 26,8)
Skor risiko = total poin (0-14) >8 (35,9)
j. Apa kompetensi dokter umum pada kasus? Jelaskan!
Kompetensi Dokter Umum : 3B
Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis.
V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
29
VI. HIPOTESIS
30
Mr. T, 56 tahun , pengemudi becak dibawa ke RSMH karena Syndrom Coroner Acute dengan
Miocard Infark acute
VII. LEARNING ISSUE
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
Jantung adalah sebuah organ penting yang berfungsi sebagai pompa yang memiliki empat bilik. Dua bilik yang terletak di atas disebut Atrium, dan dua yang lainnya di bawah disebut dengan Ventrikel. Jantung juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kanan yang bertugas memompa darah ke paru-paru, dan bagian kiri yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh manusia. Atrium dan ventrikel ini masing-masing akan dipisahkan oleh sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan oleh sebuah sekat yang dinamakan dengan septum.
Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung janan menerima dan memompa darah beroksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah kiri memompa darah beroksigen tinggi. Sedangkan katup jantung dalam hal ini berfungsi terutama agar darah yang telah terpompa tidak kembali masuk ke dalam lagi.
Dua katup jantung yaitu katup atrioventrikel (AV) terletak di antara atrium dan ventrikel kanan dan kiri. Katup AV kanan disebut dengan katup trikuspid karena memiliki tiga daun katup sedangkan katup AV kiri sering disebut dengan katup bikuspid atau katup mitral karena terdiri atas dua daun katup. Katup-katup ini mengijinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan atrium lebih rendah dari tekanan ventrikel), namun secara alami mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium ketikapengosongan ventrikel atau ventrikel sedang memompa.
Dua katup jantung lainnya yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak pada sambungan dimana tempat arteri besar keluar dari ventrikel. Keduanya disebut dengan katup semilunaris karena terdiri dari tiga daun katup yang masingmasing mirip dengan kantung mirip bulan-separuh. Katup ini akan terbuka setiap kali tekanan di ventrikel kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis selama ventrikel berkontraksi dan mengosongkan isinya. Katup ini akan tertutup apabila ventrikel melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Katup yang tertutup mencegah aliran balik dari arteri ke ventrikel.
Sirkulasi darah dalam jantung mempunyai 3 komponen yang penting. Dan ketiga komponen tersebut adalah :
1. Jantung itu sendiri yang mempunyai fungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap
darah agar timbul gradien dan darah dapat mengalir ke seluruh tubuh.
2. Pembuluh darah yang mempunyai fungsi sebagai saluran untuk mendistribusikan darah dari
jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikannya kembali ke dalam jantung sendiri.
3. Darah yang mempunyai fungsi sebagai medium transportasi dimana darah akan membawa
oksigen dan nutrisi.
Vaskularisasi Jantung
31
Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valve aortaae. Arteriae coronariae dan cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.
Arteria coronaria dextra mendarahi semua ventriculus dexter (kecuali sebagian kecil daerah
sebelah kanan sulcus interventricularis), bagian yang bervariasi dari facies diafragmatica
ventriculus sinister sepertiga posteroinferior septum ventriculare, atrium dextrum dan sebagian
atrium sinistrum, nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, dan faciculus atrioventricularis.
Cabang berkas kiri juga menerima darah dari cabang-cabang kecil.
Arteria coronaria sinistra mendarahi hampir semua ventriculus sinister, sebagian kecil
ventriculus dexter sebelah kanan sulcus interventricularis, duapertiga anterior septum
ventricularem hampir seluruh atrium kiri, cabang berkas kanan
dan cabang berkas kiri faciculus atrioventricularis.
Innervasi Jantung
Innervasi jantung dibagi menjadi innervasi intrinsic, yaitu system penghantar rangsang dan innervasi ekstrinsik, dibentuk oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut-serabut simpatis berasal dari dua sumber, yaitu secara langsung berasal dari ganglion paravertebrale thoracale 1-5, disebut rami mediastinales dan secara tidak langsung dari ganglion cervical. Ganglion cervical adalah ganglion paravertebrale yang merupakan bagian dari truncus sympathicus, terdiri dari ganglion cervical superior, ganglion cervical medium dan ganglion cervical inferius (ganglion cervicothoracicum=ganglion stellatum).
Serabut-serabut saraf parasimpatis berasal dari Nervus vagus, sebagai berikut :
1. Ramus cardiacus superius yang dipercabangkan tepat setelah
n.vagus mempercabangkan nervus laringeus superior.
2. Ramus cardiacus inferius yang dipercabangkan sewaktu
n.vagus mempercabangkan nervus recurrens.
3. Ramus cardiothoracalis yang dipercabangkan di sebelah
kaudal nervus recurrens di dalam cavitas thoracis.
Persyarafan jantung tersusun atas sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls dari jantung yang terdiri atas beberapa struktur yang memungkinkan bagi atrium dan ventrikel untuk berdenyut secara berurutan dan memungkinkan jantung berfungsi sebagai pompa yang efisien. Sistem ini terdiri atas:
1. Simpul sinoatrial (dari Keith dan Flack) sebagai alat pacu (pace maker) jantung.
2. Simpul atrioventrikuler (dari Tawara).
3. Berkas atrioventrikuler (berkas His) yang berasal dari simpul atrioventrikuler dan berjalan ke
ventrikel, bercabang dan mengirimkan cabangcabang ke kedua ventrikel.
32
Otot jantung mempunyai kemampuan autostimulasi, tidak tergantung dari impuls syaraf. Sel-sel otot jantung yang telah diisolasi dapat berdenyut dengan iramanya sendiri. Pada otot jantung, sel-sel ini sangat erat berhubungan dan terjadi pertukaran informasi dengan adanya gap junction pada discus interkalaris.
Bagian parasimpatis dan simpatis sistem autonom mempersyarafi jantung membentuk pleksus-pleksus yang tersebar luas pada basis jantung. Pada daerah yang dekat dengan simpul sinoatrial dan atrioventrikuler, terdapat sel-sel syaraf ganglion dan serabut-serabut syaraf. Syaraf-syaraf ini mempengaruhi irama jantung, dimana perangsangan bagian parasimpatis (nervus vagus) menimbulkan perlambatan denyut jantung, sedangkan perangsangan syaraf simpatis mempercepat irama pace maker.
Histologi Jantung
Secara mikroskopis, dinding jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan terakhir epicardium. Endokardium
Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan subendokardial.
Lapisan endotel berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal. Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas. Lapisan elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot polos. Lapisan endokardial berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang mengandung vena, saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung. Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.
Mikroskopik Endokardium Ventrikel
Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :
- Katup atrioventrikuler
- M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
- Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan
katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat ventrikel
berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.
Miokardium
33
Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung yang terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi dalam 2 kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan dan menghantarkan impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.
Epikardium
Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan mesotel. Jaringan adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul dalam lapisan ini.Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard, perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.
FISIOLOGI JANTUNG
Proses Kontraksi Otot Jantung
Otot berkontraksi dengan adanya aktivasi yang mengawalinya berupa proses masuknya kalsium melalui pompa kalsium yang terbuka sebagai respon gelombang depolarisasi sehingga inisiasi proses kontraksi. Dengan aktivasi tersebut, aktin terdorong lebih jauh menuju pita A. Pada proses tersebut, pita A memiliki panjang yang sama dengan semula sedangkan pita I akan mengalami pemendekan sehingga garis Z jaraknya akan mendekat satu sama lain. Miosin merupakan protein yang kompleks di mana memiliki bagian kepala yang merupakan jempatan antara aktin dan miosin dan tempat dari aktivitas ATPase. Kepala ini yang kemudian akan berikatan dengan filamen aktin.
Filamen tipis memiliki protein regulator yaitu, troponin C, I, dan T. Berbeda dengan miosin, aktin kurang aktivitas enzimatik intrinsik tetapi mengkombinasikan secara reversible dengan miosin untuk penggunaan ATP dan ion kalsium. Ion kalsium mengaktivasi enzim ATPase pada miosin yang mana merombak ATP. Sehingga ketika ion kalsium masuk ke dalam sel maka, enzim ATPase akan merombak ATP menjadi ADP dan mempengaruhi kecepatan kontraksi otot.
34
Beberapa tahap kontraksi dijabarkan sebagai berikut:
1. Hidrolisis yang dilakukan enzim ATPase pada miosin mengakibatkan perpindahan energi menuju
jembatan aktin miosin yang teraktivasi. Ketika konsentrasi ion kalsium dalam sel rendah, maka
sebagai respon relaksasi otot, kompleks troponin pada aktin menghambat bagian aktif pada aktin
untuk berikatan dengan kepala miosin. Sehingga terjadilah kegagalan interaksi aktin-miosin.
2. Ketika ion kalsium yang berikatan dengan troponin C telah mengaktifasi filamen tipis, aktin akan
berikatan dengan miosin membentuk jembatan di mana sumber energi berupa ADP akan ditahan
pada kompleks aktif tersebut.
3. Kontraksi otot terjadi ketika terjadi pemendekan pita I dan menghasilkan produk disasosiasi
berupa ADP yang memisahkan aktin dan miosin sehingga terbentuk kompleks kaku yang rendah
energi akibat kerja mekanik.
4. Ketika aktin berhasil terpisah dengan miosin maka terjadi fase istirahat dan proses kontraksi
selesai ketika molekul ATP yang baru berikatan dengan kompleks yang kaku pasca kerja mekanik.
Siklus ini akan mulai kembali setelah ion kalsium tidak berikatan lagi dengan troponin C sehingga
menyebabkan protein kontraktil kembali pada posisi semula.
Siklus Jantung
Peristiwa yang terjadi pada jantung yang berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai permulaan denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung.Setiap siklus jantung diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus.Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior, dan potensial aksi menjalar dari sini melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Atrium akan berkontraksi mendahului kontraksi ventrikel, sehingga akan mempompakan darah ke ventrikel sebelum terjadi kontraksi ventrikel yang kuat. Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut sistolik. Siklus jantung dapat terbagi menjadi beberapa periode sebagai berikut:
Periode pengisian cepat pada ventrikel (periode diastasis)
Tekanan yang cukup tinggi yang telah terbentuk di dalam atrium selama fase sistemik ventrikel segera mendorong katup A-V agar terbuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel.
Periode kontraksi isovolemik (isometrik)
Tekanan ventrikel meningkat dengan tiba-tiba, sehingga menyebabkan katup A-V menutup. Selanjutnya akan terjadi kontraksi di dalam ventrikel agar dapat membentuk tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris agar terbuka, melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis.
35
Periode ejeksi
Tekanan ventrikel mendorong katup semilunaris hingga terbuka. Darah mulai mengalir keluar dari ventrikel.
Periode relaksasi isovolemik (isometrik)
Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-tiba, sehingga mengurangi tekanan intraventrikel sampai ke tekanan diastoliknya yang rendah. Peninggian tekanan dalam arteri besar yang berdilatasi, yang baru saja diisi dengan darah yang berasal dari ventrikel yang berkontraksi, segera mendorong darah kembali ke atrium sehingga aliran darah ini akan menutup katup aorta dan pulmonalis dengan keras. Otot ventrikel terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak berubah.
Curah Kerja Jantung (Cardiac Output)
Curah kerja sekuncup jantung adalah jumlah energi yang diubah oleh jantung menjadi kerja selama setiap denyut jantung sewaktu memompa darah ke arteri. Curah kerja semenit adalah jumlah total energi yang diubah menjadi kerja dalam 1 menit, yang sebading dengan curah kerja sekuncup atau volume sekuncup(stroke volume) dikalikan dengan denyut jantung per menit atau frekuensi denyut jantung (heart rate).
Pengaturan Pemompaan Jantung
Dua alat dasar yang mengatur volume darah yang dipompakan oleh jantung adalah:
1. Pengaturan intrinsik pempompaan jantung sebagai respons terhadap perubahan volume darah yang
mengalir ke dalam jantung
2. Pengendalian frekuensi denyut jantung dan kekuatan pemompaan jantung oleh sistem saraf
otonom.
1. Pengaturan intrinsik pompa jantung-Mekanisme Frank-Starling
2. Semakin besar otot jantung diregangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan kontraksi
dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta, atau dengan kata lain,
dalam batas-batas fisiologis, jantung akan memompa semua darah yang kembali ke jantung
melalui vena. Berarti, jumlah darah yang dipompa oleh jantung hampir seluruhnya ditentukan
oleh kecepatan aliran darah ke dalam jantung yang berasal dari vena-vena, disebut alir balik
vena.
3. Bila darah dalam jumlah lebih mengalir ke dalam ventrikel, otot jantung sendiri akan lebih
meregang. Keadaan ini selanjutnya akan menyebabkan otot berkontraksi dengan kekuatan yang
bertambah karena filamen aktin dan miosin dibawa mendekati tahap tumpang tindih yang
optimal.
4. Pengaturan Jantung oleh Saraf Parasimpatis dan Simpatis
5. Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan
kontraksi otot jantung, sehingga dapat meningkatkan curah jantung. Serabut-serabut vagus
36
(parasimpatis) didistribusikan terutama ke atrium sehingga terutama mengurangi frekuensi
denyut jantung daripada kekuatan kontraksi otot jantung.
Enzim pada Jantung
Analisa enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostic, yang meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram, untuk mendiagnosa infark miokard. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan infark. Isoenzim bocor ke rongga interstisial miokardium dan kemudian di angkut ke peredaran darah umum oleh system limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan peningkatan kadar dalam darah.
Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode yang berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang di analisa untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzim pertama yang meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan mencapai puncaknya pada 2-3 hari, jauh lebih lambat dibandingkan CK.
Pria Wanita1. CPK/CK Ug/ml 5-35 5-25 IU/L 5-580 0-70 30-180 25-150
2. CKMB U/L 10-13
3. LDH U/L 80-240
4. SGOT/AST U/L s/d 37 s/d 31
5. SGPT/ALT U/L s/d 42 s/d 32
1. CK/CPK (creatin posfo Kinase)
Enzim berkonsentrasi tinggi dalam jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada jaringan otak, berupa senyawa nitrogen yang terfosforisasi dan menjadi katalisastor dalam transfer posfat ke ADP (energy)Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 16-24 jam, kembali normal setelah 72 jam. Peningkatan CPK merupakan indicator penting adanya kerusakan miokardium.
Nilai normal : Dewasa pria : 5-35 Ug/ml atau 30-180 IU/LWanita : 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/LAnak laki-laki : 0-70 IU/LAnak wanita : 0-50 IU/LBayi baru lahir : 65-580 IU/
No. Peningkatan CPK dan Penyebabnyaa. Peningkatan 5 kali atau lebih atau lebih dari nilai normal
37
Infark jantungPolimiositis Distropia muskularis duchene
b. Peningkatan ringan/sedang (2-4 kali nilai normal)
Kerja beratTraumaTindakan bedahInjeksi I.MMiopati alkoholikaInfark miokard/iskemik beratInfark paru/edema paru
c. Peningkatan dengan Hipitiroidisme
Psikosis akut
2. CKMB (Creatinkinase label M dan B)
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium, dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain), yaitu :Isoenzim BB : banyak terdapat di otakIsoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletalIsoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MMOtot bergaris berisi 90% MM dan 10% MBOtot jantung berisi 60% MM dan 40% MBPeningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indicator terpercaya adanya kerusakan jaringan pada jantung.
Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13 U/L atau > 5% total CK menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksi enzim.Klinis:Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita Acute Miocardial Infarction, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada penderita distrofi otot, trauma hebat, paska operasi, latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan hipotiroidisme.Peningkatan CPK-MB : pada Acute Miocardial Infarction, angina pectoris, operasi jantung, iskemik jantung, miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantun.Peningkatan CPK-BB : terdapat pada cedera cerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker otak, cedera otak akut,syndrome reye, embolisme pulmonal dan kejang.Obat-obat yang meningkatkan nilai CPK : deksametason, furosemid, aspirin dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan klofibrat.
3. LDH (laktat dehidrogenase)
Merupakan enzim yang melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal, rangka, hati dan miokardium. Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncak 24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.Nilai normal : 80-240 U/L
38
Kondisi yang meningkatkan LDHNo. Peningkatan LDH Kondisi atau penyebab1. Peningkatan 5X nilai normal atau lebih
Anemia megaloblastikKarsinoma metastasisShok dan hypoxiaHepatitisInfark ginjal
2. Peningkatan sedang (3-5 X normal)
Miokard infarkInfark paruKondisi hemolitikLeukemiaInfeksi mononukleusDelirium remensDistropia otot
3. Peningkatan ringan (2-3Xnormal)
Penyakit hatiNefrotik sindromHipotiroidismeKolagitis
4. Troponin
Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang menghambat kontraksi dengan
memblokade interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan Ca++ , akan mengubah
posisi molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein regulator ini terletak
didalam apparatus kontraktil miosit dan mengandung 3 sub unit dengan tanda C, I, T.
Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium dan potensi terjadinya angina.Nilai normal < 0,16 Ug/L
5. SGOT (Serum glutamik oksaloasetik transaminase)
SGOT adalah enzim transaminase sering juga disebut juga AST (aspartat amino transferase) katalisator-katalisator perubahan asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat.Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum menunjukan adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan hati.Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke-3 sampai hari ke-5.
Nilai normal :
39
Laki-laki s/d 37 U/LWanita s/d 31 U/L
No. Peningkatan SGOT Kondisi1 Peningkatan ringan (< 3X normal) 2 Peningkatan sedang (3-5X normal) 3 Peningkatan tinggi (>5X normal)
6. SGPT (serum glutamik pyruvik transaminase):
Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (alanin aminotransferase).Peningkatan dalam serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati.Nilai normal :Laki-laki : s/d 42 U/LWanita : s/d 32 U/La. Peningkatan SGOT/SGPT : > 20X normal : hepatitis virus, hepatitis toksis.b. Penigkatan 3-10x normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra
hepatic, sindrom reye, dan infark miokard (AST>ALT).c. Peningkatan 1-3X nilai normal : pancreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, dan sirosis biliar.
7. HBDH (alfa hydroxygutiric dehidrogenase)
Merupakan enzim non sfesifik. Untuk diagnostic miokard infark.Pemeriksaaan ini bertujuan untuk membedakan LDH 1,2 dan LDH 3,4. Penigkatan HBDH biasanya juga menandai adanya miokard infark dan juga diikuti peningkatan LDH.
B. SINDROMA KORONER AKUT
DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard
akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial
infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation
myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP).
SKA disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis,
40
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berat atau oklusi pada arteri koroner dengan atau
tanpa emboli.
EPIDEMIOLOGI
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika,
menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami
serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45
sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung
koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas
40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%)
dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7
diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler
menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-
menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya
berkisar antara 30 sampai 36,1%.
PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow antara
lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.
Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi
ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST
adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi
ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus
komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen.
Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut
tanpa elevasi segmen ST.
FAKTOR RESIKO
41
Faktor-faktor risiko terjadinya SKA dapat dibagi menjadi dua yaitu risiko mayor :
hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan genetic. Sedangkan risiko minor
antara lain obesitas, stress, kurang olah raga, laki-laki, perempuan menopause.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri
seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri
menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / interskapula, dan dapat juga ke lengan
kanan. Kadang- kadang nyeri dapat dirasakan di daerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis
dengan dispepsia. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak menghilang.
Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai
gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, pusing seperti melayang, sinkop dan lemas.
2. Elektrokardiogram
• Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
• Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi
gelombang T.
• Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
3. Penanda Biokimia
• CK, CK-MB, Troponin T.
• Enzim meningkat minimal 2x batas atas nilai normal.
DIAGNOSIS BANDING
Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:
• Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum
atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
• Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-Parkinson-White.
• Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot
dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
TERAPI
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke
unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan oleh tenaga medik
42
ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI akut
seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark
miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi, mengurangi rasa
nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai tindakan. Oksigen diberikan
untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang sampai ke miokard.
Tata Laksana Pra Rumah Sakit
a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien mencari
pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta petugas
kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:
- Mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160- 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15 menit
sampai 3 kali.
- Bila memungkinkan pasang infus.
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan selang
oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih.
Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat
- Tirah baring
- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%.
- Pasang infus dan pasang monitor.
- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak ada riwayat
alergi aspirin.
- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang
setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada.
- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari
43
- Segera pindahkan ke ICCU.
Tata Laksana Di ICCU
- Pasang monitor 24 jam
- Tirah baring
- Pemberian oksigen 3-5 L/menit
- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara
titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-20
mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial Pressure (MAP) menurun 10% pada
normotensi dan 30% pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.
- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien SKA dengan hipertensi dan
takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-50mg.
- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru atau fungsi ventrikel kiri yang
rendah dengan EF <>100mmHg.
- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.
- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15 menit bila nyeri belum teratasi.
- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.
- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg
- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel buruk, resiko tinggi trmbosis,
fibrilasi atrial, trombus intra kardiak dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan revaskularisasi.
- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).
Atasi komplikasi :
• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia & blok, Perikarditis.
• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis.
• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
ditatalaksana dengan operasi.
KOMPLIKASI
44
• Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
• Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda,
ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukkan
rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi.
C. EKG
Pengertian EKG
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada EKG
terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan
penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.(1)
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk mencerminkan
kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead
(listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang kondisi jantung yang dapat
dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG.(2)
Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien
yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda lengket kecil diterapkan ke dada
pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa sistem, elektroda dapat diterapkan untuk bahu
dada, dan sisi dada bagian bawah, atau pinggul. Kabel digunakan untuk menghubungkan pasien
dengan mesin EKG. Anda akan diminta untuk tetap diam sementara perawat atau teknisi catatan
EKG. Aktivitas listrik yang diciptakan oleh pasien jantung diproses oleh mesin EKG dan kemudian
dicetak pada kertas grafik khusus. Ini kemudian ditafsirkan oleh dokter Anda. Ini membutuhkan
waktu beberapa menit untuk menerapkan elektroda EKG, dan satu menit untuk membuat rekaman
yang sebenarnya.(3)
B. Kegunaan EKG
EKG dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting untuk
penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan irama jantung.
EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan ketepatan penggunaan trombolisis pada
infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas.(4)
45
Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai oleh kelainan
aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG dapat memberikan informasi yang berguna
mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan kesehatan otot-ototnya.
1. Kelainan Kecepatan
Jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG dikalibrasikan ke kecapatan
jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai
takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut
bradikardi(lambat).
2. Kelainan Irama
Irama mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi
jangtung disebut aritmia.
- Flutter Atrium ditandai oleh urutan deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan
kecepatan antara 200 sampai 300 denyut per menit.
- Fibrilasi Atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkordinasi
tanpa gelombang P yang jelas.
- Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel
memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi.
3. Miopati Jantung
Gelombang EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan
otot jantung).(5)
Kegunaan EKG adalah :
- Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
- Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
- Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
- Mengetahui adanya gangguan elektrolit
- Mengetahui adanya gangguan perikarditis (6)
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu jantung,
gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik miokard,
46
penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan
berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.(7)
C. Sistem Konduksi Jantung
1. Sinoatrial Node (SA Node)
Suatu tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di ujung kristo
terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini impuls diteruskan ke
antrioventrikuler node.
2. Antrioventrikular Node (AV Node)
Susunannya sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat muara sinus
koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel melalui berkas
wenkebach.
3. Antrioventrikuler Bundel (AV Bundel)
Mulai dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir bawah pars
membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel
analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik selanjutnya menuju ke arah apeks kordis dan
bercabang dua :
a. Pars septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum
interventrikulare menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.
b. Pars septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai di sisi kiri
septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel kiri. Serabut-serabut pars
septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut purkinje).
4. Seraburt penghubung Terminal
Serabut penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada endokardium
menyebar pada kedua ventrikel.(8)
D. Sifat-Sifat Sel Jantung
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraselular) dan
ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Natrium (Na+) dan ion
Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada
dalam ruang intraselular.
47
Membran sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na+. Dalam
keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagian luar
tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian
luar berpotensial lebih positif dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut sebagai
potensial membran, uang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung
dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang
menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraselular
terhadap ekstraselular). Perubahan potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi.
Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang
disebut sebagai repolarisasi.(9)
E. Potensial Aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandingkan dengan potensial
di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi
dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan dibagi
menjadi 4 fase yaitu :
- Fase 0
Awal potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan potensial hingga
mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini disebabkan oleh masuknyaion
Na+ dari luar ke dalam sel.
- Fase 1
Masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.
- Fase 2
Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca++
untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+
- Fase 3
Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal yaitu fase 4(9)
F. Sadapan - Sadapan EKG (Lead-lead EKG)
1. Ketiga Sadapan Anggota Bipolar
48
Istilah bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua elektroda yang
terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada anggota badan. Jadi, sebuah sadapan
bukan merupakan kabel tunggal yang dihubungkan dari tubuh, tetapi merupakan gabungan dari dua
kabel dan elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit yang menyeluruh antara tubuh dan
elektrodiograf.
a. Sadapan I
Sewaktu merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf dihubungkan ke lengan
kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.
b. Sadapan II
Untuk merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf dihubungkan ke lengan
kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.
c. Sadapan III
Untuk merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke lengan kiri dan
ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.
2. Sadapan Dada (Sadapan Prekordial)
Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar satu per
satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik seperti dalam diagram. Macam-
macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.(10)
Elektroda dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :
V1 : Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum
V2 : Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum
V3 : Pada pertengahan antara V2 dan V4
V4 : Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis
V5 : Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior
V6 : Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris(1)
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
49
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)(6)
Gambar Letak Elektroda
3. Sadapan Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar
Pada tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik dengan ujung
negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan yang ketiga dihubungkan dengan
ujung yang positif. Bila ujung positif terletak pada tangan kanan, maka sadapan dikenal sebagai
sadapan aVR dan bila pada lengan kiri, maka disebut sebagai sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri
maka disebut sebagai sadapan aVF.(10)
Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut
- aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan tangan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke
arah electroda dari lengan tangan yang benar
- aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang
meninggalkan lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah elektrode yang positif pada
lengan tangan
- ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi tiga yang meluas dari lengan tangan
kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke bawah ke kaki kiri.(11)
Sadapan ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik sehingga sadapan ini bersifat
bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif.(1)
G. Siklus Jantung dalam EKG
1. Gelombang P
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus
sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat
terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang normal berbentuk melengkung dan arahnya ke
50
atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar
gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah
konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan
inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.
2. Interval PR
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga
penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah
0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal menandai adanya gangguan
hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.
3. Kompleks QRS
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot
yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu cepat, normal lama kompleks
QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang
disebut sebagai blok berkas cabang akan menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal
dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks
QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas.
Hipertropi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot
jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan
menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.
4. Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal
perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode ini, tetapi perubaha ini terlalu lemah dan tidak
tertangkap EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan
penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen ST.
5. Gelombang Interval QT
Interval ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu depolarisasi
dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai
dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti
kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).(1)
Gambar Siklus dalam EKG
H. Prinsip Membaca EKG
51
Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan
petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh sebuah
gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga,
irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali disebut
bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks
QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju
QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada
keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus
syndrome.
3. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri,
lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG
dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.
4. Interval -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat satu.
Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White
syndrome.
5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau P-mitral.
52
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung mana
yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R
dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan
hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5
dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel
kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang
mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang terbalik
menunjukkan iskemia miokard yang berat.(7)
I. Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal
dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas dan
membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks
P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
53
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan yang
normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada
sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri
terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang
tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada
sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner
(PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai
kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu
gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal
premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat
masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi
digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal.
Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi
digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak
dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium
yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2. Kelainan interval P-R
- Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik
yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.
PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti
kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-
QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1.,
berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena
Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang
P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P.
jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
- Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS.
Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
54
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari
amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya
gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III
menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan,
stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III
menunjukkan adanya “ left axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri
(LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5
atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
- Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched”
dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung
Rematik).
- Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur
yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit
jantung bawaan.
- Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi,
atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit
Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark
miokard, intoksikasi digitalis.
- Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”,
“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS
sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap normal
sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan,
apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang
55
pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar,
biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi
koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding
anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada
sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan
tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark
ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu dikemukakan
beberapa patokan yaitu :
- Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
- Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
- Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
- Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi kelainan
ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus
tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik,
simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-
kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS
positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari
gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan
tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T
yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama
terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
D. PENANDA JANTUNG (CARDIAC MARKER)
Cardiac Troponin
Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. Tiga subunit yang
telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan troponin C (TnC). Gen yang
56
mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung adalah identik. Karena itulah tidak ada
perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun demikian, subform TnI dan TnT pada otot
rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas, dan immunoassay telah didesain untuk membedakan
keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik dari cardiac troponin.
Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin menunjukkan hasil positif
pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu pengeluaran CK-MB. Meski demikian,
mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari pasca MI.
Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi prognostik untuk pasien
dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT dengan tingkat mortalitas dan adverse
cardiac event pada ACS. Mereka telah menjadi cardiac marker pilihan untuk pasien dengan ACS.
b. Creatine Kinase-MB isoenzym
Sebelum cardiac troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis AMI adalah
isoenzim CK-MB. Kriterium yang kebanyakan digunakan untuk diagnosis AMI adalah 2 serial
elevasi di atas levelcutoff diagnostik atau hasil tunggal lebih dari dua kali lipat batas atas normal.
Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di miokardium (kurang lebih 15% dari total CK), enzim ini
juga terdapat pada otot rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi false
positive muncul pada beberapa keadaan klinis seperti trauma atau miopati.
CK-MB pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24 jam, dan kembali
normal dalam 48-72 jam. CK-MB level walaupun sensitif dan spesifik untuk diagnosis AMI, tidak
prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak mempunyai nilai prognostik.
c. Relative index (Indeks relatif), CK-MB dan total CK
Indeks relatif dihitung berdasarkan rasio [CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat membantu klinisi
untuk membedakan elevasi false positive peningkatan CK-MB otot rangka. Rasio yang kurang
dari 3 konsisten dengan sumber dari otot rangka. Rasio >5 mengindikasikan sumber otot jantung.
Rasio diantara 3-5 menunjukkan gray area. Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk
meningkatkan spesifitas elevasi CK-MB untuk MI.
Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI atau kerusakan otot
rangka tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana terdapat kombinasi AMI dan
kerusakan otot rangka (rhabdomyolysis, exercise yang berat, polymyositis), sensitifitas akan jatuh
secara signifikan.
Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja. Elevasi indeks relatif
dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB pada batas normal. Indeks relatif
hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-MB dua-duanya mengalami peningkatan.
57
d. Mioglobin
Mioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin adalah
protein hemeyang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya yang rendah
menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat pada 2-4 jam setelah
terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali ke normal setelah 24-36 jam.
Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang kardiospesifik. Uji serial
setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas. Peningkatan atau perbedaan 25-40%
setelah 1-2 jam adalah penanda kuat dari AMI. Pada kebanyakan penelitian, mioglobin hanya
mencapai 90% sensitifitas untuk AMI. Nilai prediktif negatif mioglobin tidak cukup tinggi untuk
mengeklusi diagnosis AMI. Penelitian original yang mengevaluasi mioglobin menggunakan
definisi origininal WHO tentang AMI yang distandarkan pada CK-MB. Dengan adopsi dari
standar troponin untuk definisi AMI dari ESC/ACC, sensitifitas mioglobin untuk AMI menurun.
e. Creatine Kinase-MB isoforms
Isoenzim CK-MB terdapat dalam 2 isoform, yaitu CK-MB1 dan CK-MB2. CK-MB2 adalah
bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI. Kemudian berubah di serum
menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala terjadi. Isoform CK-MB dapat
dianalisis menggunakan elektroforesis tegangan tinggi. Rasio CK-MB2/CK-MB1 juga dihitung.
Normalnya, isoform jaringan CK-MB1 lebih dominan sehingga rasionya kurang dari 1. Hasil
pemeriksaan dikatakan positif jika CK-MB2 meningkat dan rasionya lebih dari 1,7.
Pelepasan isoform CK-MB termasuk cepat. CK-MB2 dapat dideteksi di serum pada 2-4 jam
setelah onset dan puncaknya adalah 6-9 jam. Ini adalah marker awal dari AMI. Dua penelitian
besar menyebutkan bahwa sensitivitasnya adalah 92% pada 6 jam setelah onset gejala
dibandingkan dengan 66% untuk CKMB dan 79% untuk mioglobin. Kekurangan terbesar dari uji
ini adalah relatif sulit dilakukan oleh laboratorium.
f. C-reactive Protein
CRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung pada coronary plaque
atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an menunjukkan bahwa level CRP yang
meningkat menunjukkan adverse cardiac events, baik pada prevensi primer maupun sekunder.
Level CRP berguna untuk mengevaluasi profil risiko jantung pasien. Data baru mengindikasikan
bahwa CRP berguna sebagai indikator prognostik pada pasien dengan ACS. Peningkatan level
CRP memprediksi kematian jantung dan AMI.
G. LDH ( Lactat Dehidrogenase)
LDH merupakan enzym yang mengkatalisis perubahan reversibel dari laktat piruvat. Terdapat 5
jenis isoenzym LDH.Pada otot jantung terutama terdapat LDH 1 dan LDH 2.Spesifik
jantung : LDH 1> LDH 2.Kadarnya meningkat 2-8 jam setelah kejadian infark, mencapai puncak
58
24-48 jam kemudian, kadarnya menurun setelah hari ke 7-12. Nilai Rujukan dewasa 120 – 240 u/L
(25 oC)
Referensi Nilai
Hasil normal bervariasi berdasarkan laboratorium dan metode yang digunakan. Informasi di bawah
ini adalah dari ACC dan the American Heart Association (AHA).
Tabel 1. Cardiac marker pada MI.
Marker Waktu Awal
Peningkatan (jam)
Waktu Puncak
Peningkatan (jam)
Waktu Kembali
Normal
CK 4 – 8 12 – 24 72 – 96 jam
CK-MB 4 – 8 12 – 24 48 – 72 jam
Mioglobin 2 – 4 4 – 9 < 24 jam
LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari
Troponin I 4 – 6 12 – 24 3 – 10 hari
Troponin T 4 – 6 12 – 48 7 – 10 hari
Grafik 1. Pelepasan mioglobin, CK-MB, troponin I, dan troponin T berdasarkan waktu.
E. HIPERTENSI
A. Pengertian
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
59
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk,
2004).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu
terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui
(hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut
jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan
volume aliran darah (Kurniawan, 2002).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya
berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan
Nurlaela, 2009).
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu
keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkannya.
B. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program merupakan
sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan agen federal.
Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli
hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and
Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Tekanan
Darah menurut
JNC 7
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 6
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
dan/
atau
Tekanan Darah
Diastol
(mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
60
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya
dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi (Sani, 2008).
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah
mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi
ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
< 120
< 130
130-139
< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
≥ 140
140-149
< 90
<90
(Sumber: Sani, 2008)
c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society
Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah <120/80
mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal
tinggi (Shimamoto, 2006).
61
Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
CHS-2005
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)
d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda, maka
resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas pengobatan
difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-
distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70 mmHg) harus
dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan
adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.
Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diastol
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
62
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
(Sumber: Mancia G, 2007)
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB) (Douglas JG,
2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang
berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3
berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi Sistol
terisolasi
≥ 140 dan < 90
(Sumber: Douglas JG, 2003)
f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani, 2008).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-14
Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman
63
penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani
masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan
untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman
Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di
Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak masih
jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan
darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta
tertentu.
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
dan/atau Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥160-179 Atau ≥100
Hipertensi Sistol
terisolasi
≥140 Dan <90
(Sumber: Sani, 2008)
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan
hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung
berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah
tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan
darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya
dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan
dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan
menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi
64
antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam
keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan
primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui
(Lanny Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna
dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak
menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi
Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal
(Mahalul Azam,2005).
C. Patofisiologi
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008).
65
Renin
Angiotensin I
Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)
Angiotensin II
↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal
↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas
Mengentalkan
↑ Konsentrasi NaCl di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.
(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan
oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral
resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh
interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan
abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung
dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan.
66
Diencerkan dengan ↑ volume ekstraselulerVolume darah ↑
↑ Volume darah↑ Tekanan darah
↑ Tekanan darah
Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)
D. Pengobatan hipertensi
Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan
volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan
curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah
jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi
kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir kembali kondisi
pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi, golongan lainnya
efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan fungsi ginjal yang
kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan
agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan
menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat
Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium
tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan
tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang
berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan tunggal.
Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat
kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan
kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih berpotensi
sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu dengan
spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan menurunnya
curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi
pelepasan renin dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada dosis
rendah dan mengikat baik reseptor β1 daripada reseptor β2. Hasilnya agen tersebut
67
kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman dari non
selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari kronis (COPD),
diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis
ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor β.
3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan
darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa tipe sel
yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama
produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada kenyataannya,
inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma
normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE) dan jalur
alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor ACE hanya
menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I,
reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak
mencegah pemecahan bradikinin.
5. Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran
kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra
selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi dan
berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini
dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali
amilodipin) memberikan efek inotropik negative.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV, dan
menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada penderita
lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut jantung
dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.
6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang
menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang memberikan efek
vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak
menimbulkan efek takikardia.
7. VASO-dilator langsung
68
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol.
Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari pusat
fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin. Oleh
karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga
mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.
8. Inhibitor Simpatetik Postganglion
Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal simpatetik
postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon stimulasi saraf
simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi vaskular perifer .
9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
10. VASO-dilator langsung
F. MIOKARD INFARK
A. DEFINISI
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan
oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland,
2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokontriksi. Obstruksi pembuuh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus, atau plak
aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,volvulus atau hernia.
Ruptur karena trama disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokontriksi pembuluh
darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).
Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumnya pada pria 35-
55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan
dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian
bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens
anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks
kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung.
Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar,
1996). Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.1.
69
B. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara
lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang
inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari
anemia, aritmia, dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
70
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum
kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. A. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali
lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intevention (PCI)
yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko
lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik
(santoso, 2005). Faktor-faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi,
merokok, diabetes, oebsitas, faktor psikososial, konsumsi, buah-buahan, diet dan alkohol,
dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9
tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ii diperkirakan
dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika
berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid seru yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas
normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemuan kolesterol LDL
71
sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial
(CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas
akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung
bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila
proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha,
2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks
masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2
dan obesitas
dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di
abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi
sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko
terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang
rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi
alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya
infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per
hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).
C. PATOLOGI
72
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama- kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah
ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injurybagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif
seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.
Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,
2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn,
2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal
miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih
berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri
koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn,
2005).
73
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi,
glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu
stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+
dan
ambilan Na+
oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20
menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard
(Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner
tersumbat cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus
yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim,
2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn,
2005).
D. GEJALA KLINIS
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif
dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian
nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan
rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit
pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher
dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi
74
berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang
beristirahat (Hanafiah, 1996).
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk
menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat
pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat
(Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa
minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara
jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama,
dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural
tipe STEMI (Antman, 2005).
E. DIAGNOSIS
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih
dari 3 kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat
biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi
segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang
75
menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.
Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke
dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik
(Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan
protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara
lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light
chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard
(Nigam, 2007).
F. EKG sebagai PENEGAKAN DIAGNOSIS INFARK MIOKARD
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak
menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi
negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan
gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik
kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥0,04 detik. Namun hal
ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang
Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan
areainjury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi.
ST depresi juga terjadi pada injurysubendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi (Chou, 1996).
76
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih
negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi
daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T,
mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena
potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T
terekam sangat tinggi (Chou, 1996).
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi
infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan
gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
LOKASI Perubahan Gambaran EKG
Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6
(kadang-kadang I dan aVL)
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3.
Gelombang T tegak di V1-V2
RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya
ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak
dalam beberapa jam pertama infark.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard
yang terkena. Bagi pria u≥si4a0 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST
di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST
elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu
(Antman, 2005).
77
Mr.T 56 tahun
Hipertensi dan perokok
Kerusakan dinding endotel
Aterosklerosis
Ruptur plak
Trombosis
Gangguan arteri koroner
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non
STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpaielevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan
amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang
simetri≥s 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).
VIII. KERANGKA KONSEP
78
IX. KESIMPULAN
Mr. T 56 tahun , pengemudi becak dibawa ke RSMH karena menderita syndrome coroner
acute dengan ST elevasi miokard infark (STEMI)
79
X. DAFTAR PUSTAKA
Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.
Usnizar, Ferry. 2011. “Sindrom Koroner Akut”.
http://drferryusnizar.blogspot.com/2011/01/sindrom-koroner-akut. html, diunduh pada 20
Januari 2015.
Thaler, Malcolm S.. 2013. Satu-Satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Edisi 7. Jakarta :
EGC.
Kamus Kedokteran Dorland. 2011. Jakarta: EGC.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Putz, R., R. Pabst. 2007. Atlas Anatomi Sobotta Jilid 2 Edisi 22. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
80
Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setia. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Siregar, YF.BAB 2-TINJAUAN PUSTAKA.2011.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf.Diakses pada
tanggal 20 Januari 2015.
81