79
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah kromosom mula-mula dikemukakan oleh Clark (1963) yang berasal dari kata latin “kroma”= warna dan “soma” = badan. Disebut demikian karena badan ini mudah menyerap zat warna bila preparat diberi warna. Sebenarnya kromosom merupakan rangka bagi inti sel. Dalam keadaan interfase kromosom berujud kromatin yang berasal dari kata kroma“ dan ”tin“ yang berarti benang. Pada saat memulai aktivitas pembelahan, kromatin memendek dan menebal disebut kromosom. Tahap selanjutnya ketika kromosom mengganda disebut dengan kromatid. Kromosom merupakan suatu kemasan materi genetik (DNA). (Yatim, 1992) DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting pada makhluk hidup, yang membawa keterangan genetik dan pewarisan sifat dari makhluk hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Molekul DNA terdapat pada nukleus, mitokondria, plastida dan sentriol. Molekul DNA pada nukleus memiliki bentuk sebagai benang lurus dan tidak bercabang, sedangkan DNA yang terletak pada mitokondria dan plastida berbentuk lingkaran (Muladno, 2002). Setiap jenis makhluk hidup memiliki ukuran dan bentuk kromosom yang bervariasi. Umumnya panjang

Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Proyek

Citation preview

Page 1: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah kromosom mula-mula dikemukakan oleh Clark (1963) yang

berasal dari kata latin “kroma”= warna dan “soma” = badan. Disebut demikian

karena badan ini mudah menyerap zat warna bila preparat diberi warna.

Sebenarnya kromosom merupakan rangka bagi inti sel. Dalam keadaan interfase

kromosom berujud kromatin yang berasal dari kata ”kroma“ dan ”tin“ yang

berarti benang. Pada saat memulai aktivitas pembelahan, kromatin memendek dan

menebal disebut kromosom. Tahap selanjutnya ketika kromosom mengganda

disebut dengan kromatid. Kromosom merupakan suatu kemasan materi genetik

(DNA). (Yatim, 1992)

DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting pada makhluk

hidup, yang membawa keterangan genetik dan pewarisan sifat dari makhluk hidup

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Molekul DNA terdapat pada nukleus,

mitokondria, plastida dan sentriol. Molekul DNA pada nukleus memiliki bentuk

sebagai benang lurus dan tidak bercabang, sedangkan DNA yang terletak pada

mitokondria dan plastida berbentuk lingkaran (Muladno, 2002).

Setiap jenis makhluk hidup memiliki ukuran dan bentuk kromosom yang

bervariasi. Umumnya panjang kromosom berkisar antara 0,2 mikron – 50 mikron

dengan diameter antara 0,2 mikron – 20 mikron (Campbell, 2000). Pada lalat buah

(Drosophila melanogaster) dikenal memiliki kromosom yang berukuran besar

atau disebut dengan kromosom raksasa. Karena besarnya, kromosom lalat buah

ini bisa diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.

Kromosom baik satu buah, sepasang, maupun seluruh pasangan pada

dasarnya bukanlah yang menentukan (mengendalikan) jenis kelamin yang

terwujud pada makhluk hidup. Oleh karena itu, pandangan bahwa kromosom Y

pada Drosophila melanogaster ataupun hewan tingkat tinggi lainnya menentukan

jenis kelamin sesungguhnya tidak benar (Corebima, 2013: 34). Pengontrol

ekspresi kelamin atau yang menentukan jenis kelamin adalah gen, sebagaimana

karakter lain pada makhluk hidup. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa gen

Page 2: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

yang bertanggung jawab atas ekspresi kelamin makhluk hidup tidak hanya satu

buah atau hanya satu pasang gen melainkan banyak pasangan gen. Gen – gen

tersebut dapat terletak pada kromosom kelamin maupun kromosom autosom. Oleh

karena yang bertanggung jawab atas ekspresi kelamin terdiri dari banyak gen

maka terjadi interaksi gen yang bertanggung jawab atas pengendalian ekspresi

kelamin tersebut. Sebagaiman ekspresi gen apapun, ekspresi gen – gen yang

interaksinya bertanggung jawab atas fenotip kelamin makhluk hidup dipengaruhi

juga oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini ekspresi gen – gen itu tidak bebas dari

pengaruh faktor – faktor lingkungan (fisikokimiawi) internal maupun eksternal

(Corebima, 2013: 35)

Nisbah kelamin adalah jumlah individu – individu jantan dibagi dengan

jumlah individu – individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz,

1973 dalam Farida, 1996). Untuk hewan dengan mekanisme penentuan kelamin

XY, individu betina akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan

individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah

yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983 dalam Farida 1996).

Drosophila melanogaster betina mempunyai kromosom XX dan XY untuk

Drosophila jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryo (1992) bahwa pada

umumnya Drosophila melanogaster XX adalah betina dan XY adalah jantan.

Menurut Stansfield (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor untuk sifat jantan

yang terdapat dalam semua autosom ”diimbangi” dengan faktor-faktor untuk sifat

betina yang terdapat dalam kromosom X. Sehingga menurut Brigde dalam Farida

(1996) menyatakan bahwa perimbangan genetik dijadikan landasan untuk

menentukan jenis kelamin.

Pada Drosophila melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak

1:1). Hal demikian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu

viabilitas, pautan gen resesif letal, karakteristik fisik dari spermatozoa, keberadaan

dari gen tra (transformer), suhu, segregation distortion, umur jantan, faktor

genetik, dan peristiwa non disjunction. Selain faktor – faktor yang telah

disebutkan, faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan

kelamin antara lain adalah faktor lingkungan misalnya kurang sterilnya wadah dan

medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan Drosophila melanogaster

Page 3: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

sehingga terdapat insecta lain seperti kutu dan semut yang dapat mengacaukan

rasio kelamin yang muncul.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti melakukan suatu

penelitian untuk mengetahui pengaruh materi genetik dan perubahan materi

genetik dalam penentuan ekspresi kelamin pada lalat buah (Drosophila

melanogaster). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui rasio

kelamin atau kecenderungan munculnya kelamin jantan dan kelamin betina pada

tiap generasi dari persilangan strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x

m♀. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengangkat judul “Fenomena Nisbah

Kelamin atau Kecenderungan Munculnya Kelamin Jantan dan Betina pada

Drosophila melanogaster Persilangan Homogami (N♂ x N♀) dan Persilangan

Heterogami (m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x m♀) pada Setiap Generasi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka di dapatkan

rumusan masalah pada penelitian ini antara lain;

a. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin

normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

homogami Drosophila melanogaster strain N♂ x N♀ ?

b. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin

normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

heterogami pada Drosophila melanogaster strain m♂ x w♀ ?

c. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin

normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

heterogami pada Drosophila melanogaster strain w♂ x m♀ ?

Page 4: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,

maka di dapatkan tujuan pada penelitian ini antara lain;

a. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

homogami Drosophila melanogaster strain N♂ x N♀

b. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

heterogami Drosophila melanogaster strain m♂ x w♀

c. Mengetahui rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan

heterogami pada Drosophila melanogaster strain w♂ x m♀

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan pada penelitian ini tidak hanya diperoleh bagi

peneliti saja melainkan untuk masyarakat luas, antara lain adalah :

1.4.1 Bagi Peneliti

a. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam

tentang ilmu genetika bagian dasar.

b. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalat buah

(Drosophila melanogaster) khususnya strain N, m dan w.

c. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetika yang

diperoleh pada saat teori dengan menerapkannya pada proyek genetika.

d. Dapat mengetahui nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan

Drosophila melanogaster strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂

x m♀

e. Memberikan wawasan baru mengenai rasio fenotip kelamin dari generasi

ke generasi (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilangan Drosophila

melanogaster strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x m♀

Page 5: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

1.4.2. Bagi Mahasiswa Biologi

a. Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru mengenai nisbah

kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi.

b. Memberikan ilmu pengetahuan tentang nisbah kelamin yang terjadi pada

Drosophila melanogaster pada persilangan yang homogami (N♂ x N♀)

dan heterogami (m♂ x w♀ dan w♂ x m♀).

c. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbah kelamin dan

rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada Drosophila

melanogaster pada persilangan yang homogami (N♂ x N♀) dan

heterogami (m♂ x w♀ dan w♂ x m♀).

1.4.3 Bagi Masyarakat

a. Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat

tentang karakteristik dari lalat buah Drosophila melanogaster khususnya

strain N, m, dan w.

b. Dapat memberikan informasi mengenai fenomena nisbah kelamin dan

memberikan informasi mengenai rasio fenotip kelamin dari generasi ke

generasi pada Drosophila melanogaster.

c. Dapat memberikan informasi mengenai perawatan dan pengembangbiakan

serta siklus hidup dari lalat buah (Drosophila melanogaster).

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan masalah untuk

membatasi bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak melebar antara

lain sebagai berikut,

a. Pada penelitian ini menggunakan lalat buah pada spesies yang sama yakni

Drosophila melanogaster.

b. Pada penelitian ini menggunakan tiga strain yang berbeda yang terdiri dari

wild type (strain N) dan mutan (strain m dan w).

c. Pada penelitian ini hanya membahas tentang fenomena nisbah kelamin

yang terjadi pada persilangan strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya

w♂ x m♀.

Page 6: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

d. Pada penelitian ini pengamatan dan perhitungan fenotip dibatasi pada hasil

anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 dari persilangan strain N♂ x N♀,

m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x m♀.

e. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengamatan fenotip

meliputi warna mata, warna tubuh, keadaan sayap, faset mata namun lebih

ditekankan pada jenis kelamin pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6,

dan F7.

f. Masing – masing persilangan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

g. Pengambilan data berupa perhitungan fenotip (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan

F7) dari persilangan strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x

m♀ dimulai dari hari ke 0 sampai hari ke 6 (selama 7 hari).

h. Pembahasan pada penelitian lebih ditekankan pada fenomena terjadinya

nisbah kelamin dan rasio fenotip dari generasi ke genesari (F1, F2, F3, F4,

F5, F6, dan F7).

1.6 Asumsi Penelitian

Ada beberapa hal yang pada penelitian ini yang diasumsikan sama antara

lain adalah :

a. Kondisi dan keadaan medium dan nutrisi yang digunakan pada penelitian

dianggap sama pada setiap ulangan.

b. Botol dan penutup gabus yang digunakan baik ukuran, jumlah, dan jenis

serta tingkat kesterilan dianggap sama pada setiap ulangan.

c. Faktor – faktor eksternal seperti cahaya, suhu, kelembaban, dan pH dalam

botol dianggap sama pada setiap ulangan.

d. Umur dari lalat buah atau Drosophila melanogaster yang digunakan untuk

penelitian terutama untuk penyilangan dianggap sama pada setiap ulangan.

Page 7: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

1.7 Definisi Operasional

Ada beberapa hal yang dijadikan definisi operasional pada penelitian ini

antara lain adalah:

a. Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan

jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama

(Herskowitz, 1973 dalam Nurjanah, 1998). Menurut King (1974) dalam

Farida (1996) ”sex ratio the relative proportion of males and females of a

specified age distribution in population”.

b. Generasi adalah semua individu yang dihasilkan dalam suatu daur hidup

(Rifai, 1991 dalam Farida, 1996). Sedangkan menurut Dewan Bahasa dan

Pustaka (1990) dalam Farida (1996) generasi adalah suatu set individu

dalam suatu peringkat keturunan.

c. Kecenderungan adalah kecondongan, keinginan akan (Tim penyusun

kamus pusat, 2002 dalam Farida, 1996).

d. Fenotip adalah karakter – karakter yang dapat diamati pada suatu individu

(yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat

hidup dan berkembang) (Ayala 1984 dalam Correbima, 2013; 36).

e. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung

pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu makhluk

hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang

sedang menjadi perhatian (Ayala, 1984 dalam Correbima, 2013; 36).

f. Autosom adalah kromosom tubuh sedangkan genosom adalah kromosom

kelamin.

g. Strain merupakan suatu kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu

atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam

keadaan homozigot untuk ciri – ciri tersebut (Indayati, 1999 dalam

Muliati, 2000).

h. Persilangan resiprok merupakan persilangan yang merupakan kebalikan

dari persilangan awal (Yatim, 1992).

i. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik

(Corebima, 2013).

Page 8: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

j. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak

identik (Corebima, 2013).

k. Dominan adalah suatu sifat yang mengalahkan sifat yang lain (Corebima,

2013)

l. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebima,

2013)

m. Galur murni adalah populasi – populasi yang merupakan turunan murni

tanpa adanya variasi genetik yang berarti (Gardner dkk, 1984 dalam

Corebima, 2013).

Page 9: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Drosophila Melanogaster

Drosophila melanogaster atau di Indonesia lebih sering disebut dengan

lalat buah ini banyak sekali ditemukan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh

faktor lingkungan yang ada di Indonesia yang sangat mendukung untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan dari Drosophila melanogaster. Menurut

Strickberger (1985), Drosophila melanogaster ini klasifikasinya adalah sebagai

berikut;

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Mandibulata

Kelas : Insecta

Subkelas : Pterygota

Ordo : Diptera

Sub ordo : Cyclorrapha

Famili : Drosophilidae

Genus : Drosophila

Sub Genus : Sophophora

Spesies : Drosophila melanogaster

Gambar 1. Drosophila melanogaster (King, 1965)

Page 10: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Gambar 2. Organ dari Larva Drosophila melanogaster (King, 1965)

2.2 Alasan Drosophila Melanogaster Banyak Digunakan Sebagai Bahan

Penelitian Genetika

Drosophila melanogaster banyak digunakan sebagai hewan uji coba dalam

melakukan penelitian mengenai genetika. Banyak alasan yang dapat diberikan

untuk menjelaskan mengapa lalat buah (Drosophila melanogaster) dipakai dalam

bidang percobaan genetika. Menurut Iskandar (1983) dalam Kusmindarti (1998)

ada beberapa keunggulan penggunaan Drosophila melanogaster sebagai bahan

praktikum genetika, antara lain adalah 1) pada umumnya tidak diperlukan kondisi

yang steril seperti pada praktikum yang menggunakan mikroorganisme; 2) mudah

diperoleh; 3) mudah dipelihara; 4) biaya pemeliharaan lebih murah; 5) dalam

pemeliharaannya tidak diperlukan tempat yang luas dan banyak; 6) tidak

membahayakan kesehatan; 7) ukuran tubuh cukup besar; 8) siklus hidup pendek;

9) mempunyai 4 pasang kromosom; 10) memiliki kromosom raksasa (giant

kromosom); 11) jenis mutannya banyak; 12) jumlah keturunan banyak.

Page 11: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

2.3 Karakteristik Drosophila melanogaster

Karakteristik atau ciri – ciri umum dari Drosophila melanogaster yang

pernah dikemukakan oleh Bock (1982) dalam Rudiyanto (1995) antara lain

adalah;

a. Costa normal, bulu presccutellar berkembang baik.

b. Arista plumose bercabang ke arah dorsal dan ventral.

c. Bulu postvertical normal, bulu acrostical tersusun atas 6 – 8 deret, bristle

orbital recclinate posterior terletak lebih dekat dengan bristle proclinate

daripada dengan bristle vertical bagian dalam.

Pada penelitian nisbah kelamin ini digunakan tiga strain yang berbeda

antara lain adalah strain N (normal), m (miniatur), dan w (white).

2.3.1 Karakteristik Drosophila melanogaster strain N (normal)

Drosophila melanogaster strain Normal (N) memiliki ciri – ciri antara

lain, ciri – ciri panjang tubuh imago dewasa tergantung pada nutrisi dan faktor

lingkungan, akan tetapi biasanya berukuran 2 – 3 mm. Imago betina memiliki

ukuran yang lebih besar apabila dibandingkan dengan jantan. Strain N (normal)

ini memiliki warna tubuh coklat kekuningan dengan faset mata berwarna merah

dan halus, memiliki sayap yang menutupi tubuh secara sempurna (menutupi

bagian posterior). Pada tarsal kaki depan Drosophila melanogaster jantan terdapat

“sex comb” dan pada abdomen bagian dorsal terdapat garis berwarna hitam,

sedang pada imago betina tidak ada (Herskowitz, 1965 dalam Farida, 1996).

Gambar 3. Drosophila melanogaster strain Normal (N), Jantan dan Betina

(Dokumentasi pribadi: Februari, 2014)

Page 12: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

2.3.2 Karakteristik Drosophila melanogaster strain m (miniature)

Drosophila melanogaster strain miniature (m), menurut King (1965)

memiliki ciri antara lain, warna faset mata merah dan halus, tubuh berwarna

kuning kecoklatan dan memiliki sayap yang tidak menutupi tubuh secara

sempurna (tidak menutupi bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang

terletak pada kromosom no 1 pada lokus 36.1 (Corebima, 2013).

Gambar 4. Drosophila melanogaster strain miniature (m),

(Dokumentasi pribadi: Februari, 2014)

2.3.3 Karakteristik Drosophila melanogaster strain w (white)

Drosophila melanogaster strain white (w), menurut Shorrocks (1972) dan

Lefevre (1975) dalam King (1965) memiliki ciri warna faset mata putih dan halus,

tubuh berwarna kuning kecoklatan, memiliki sayap yang menutupi tubuh secara

sempurna (menutupi bagian posterior), testes pada imago dewasa tidak berwarna

(colourless), tubulus malphigi pada larva berwarna putih. Sifat ini dikendalikan

oleh gen yang terletak pada kromosom no 1 pada lokus 1.5 (Corebima, 2013).

Gambar 5. Drosophila melanogaster strain miniature (m),

(Dokumentasi pribadi: Februari, 2014)

Page 13: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

2.4 Ekspresi Fenotip Kelamin

Makhluk hidup di bumi sangat beraneka ragam, pada beberapa kelompok

hewan dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Beberapa tipe

penentuan jenis kelamin yang dikenal ialah tipe XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo,

1992). Tipe penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster adalah tipe

XY.

Suryo (1992) menambahkan bahwa inti tubuh Drosophila melanogaster

memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas:

a) 6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan

bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom

(kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.

b) 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (kromosom

seks), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan

(Suryo, 1992).

Berikut merupakan gambar model XY pada penentuan jenis kelamin

Drosophila melanogaster:

Parental : Betina >< Jantan

XX XY

F1 : 1 XX : 1 XY

Betina Jantan

Gambar 6. Metode XY pada Penentuan Jenis Kelamin (Stansfield, 1983)

Page 14: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Seiring dengan semakin banyaknya penelitian di bidang genetika, ternyata

penentuan jenis kelamin tidak sesederhana yang diduga semula. Penyelidikan

yang dilakukan oleh C. B. Bridges dalam Gardner (1991) terhadap Drosophila

melanogaster memperlihatkan bahwa sebenarnya faktor penentu jantan terdapat

dalam autosom. Bridges membuktikan bahwa lebih dari sebuah gen dalam

kromosom X mempengaruhi sifat betina, sedangkan gen-gen yang mempengaruhi

sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak ditemukan pada kromoson Y.

Singleton (1962) dalam Farida (1996) menyatakan bahwa kehadiran kromosom Y

bukan merupakan faktor penentu jenis kelamin, melainkan ditentukan oleh

perimbangan jumlah kromosom X dan jumlah pasangan autosom. Selanjutnya

Riley (1948) dalam Farida (1996) dan Stansfield (1983) menyatakan bahwa

adanya kromosom Y pada Drosophila untuk fertilitas jantan, yang diperlukan

untuk membentuk jantan fertil. King (1965) juga menyebutkan bahwa autosom –

autosom menentukan jenis kelamin jantan dan kromosom – kromosom X

menentukan jenis kelamin betina, sedangkan Y dapat diabaikan.

Bridges dalam Gardner (1991), menyatakan bahwa mekanisme penentuan

jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori

perimbangan genetik. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis

kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi

banyaknya autosom (X/A). Perimbangan dari dua kromosom X dengan dua

pasang autosom akan berkembang menjadi betina. Sedangkan perimbangan satu

kromosom X dengan dua pasang autosom menentukan jantan (Rothwell, 1983

dalam Nurjanah, 1998). King (1965) dalam Farida (1996) menyebutkan bahwa

jenis kelamin tergantung pada perbandingan kromosom X dan autosom.

Sedangkan menurut Stansfield (1983), penentuan jenis kelamin ini disebutkan

sebagai genic balance.

Dalam penentuan jenis kelamin (ekspresi kelamin), yang menetukan jenis

kelamin adalah gen (Corebima, 2013). Lebih lanjut, Corebima (2013) menyatakan

bahwa gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup

tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen. Gen – gen tersebut terletak

pada kromosom kelamin maupun autosom.

Page 15: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Dalam keadaan normal, Drosophila melanogaster betina membentuk satu

macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Drosophila melanogaster

jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid, ada spermatozoa yang

membawa kromosm X (3 AX) dan ada yang membawa kromosom Y (3AY).

Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom X, terjadilah

Drosophila melanogaster betina diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu

dibuahi oleh spermatozoa yang membawa kromosom Y, terjadilah Drosophila

melanogaster (jantan) yang diploid (3AAXY). Kadang – kadang pada saat

meiosis selama pembentukan sel – sel kelamin, sepasang kromosom kelamin itu

tidak memisahkan diri melainkan tetap berkumpul. Peristiwa ini disebut “non

disjunction”. Jika sampai terjadi non disjunction selama oogenesis maka akan

terbentuk dua macam sel telur yaitu sel telur dengan dua kromosom X (3AXX)

dan sel telur tanpa kromosom X (3AO). Rincian gambaran jika sel telur hasil “non

disjunction” dibuahi oleh spermatozoa normal akan dikemukakan lebih lanjut

seperti pernyataan Gardner (1991) dan Strickberger (1985).

a. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa X,

maka akan dihasilkan Drosophila melanogaster betina super (3AAXXX)

yang memiliki 3 kromosom X. Drosophila melanogaster ini tak lama

hidupnya karena mengalami kelainan dan kemunduran pada beberapa alat

tubuhnya (selalu mati)

b. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa yang

membawa kromosom Y akan dihasilkan Drosophila melanogaster betina

yang mempunyai kromosom Y (3AAXXYY)., Drosophila ini fertil.

c. Apabila sel telur yang tidak mempunyai kromosom X dibuahi oleh

sperma yang membawa kromosom X, maka akan dihasilkan Drosophila

melanogaster jantan (3AAXO) yang steril.

d. Apabila sel telur yang tidak memiliki kromosom X dibuahi oleh sperma

yang membawa kromosom Y, maka tidak akan dihasilkan keturunan,

sebab lethal (3AAYO)

Page 16: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

2.5 Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin adalah jumlah individu – individu jantan dibagi dengan

jumlah individu – individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz,

1973 dalam Farida, 1995). Untuk hewan dengan mekanisme penentuan kelamin

XY, individu betina akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan

individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah

yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983 dalam Farida, 1996). Gardner (1991) dan

Maxon (1985) dalam Farida (1996) mengemukakan bahwa konsekuensi dari

hukum segregasi/pemisahan Mendel dan adanya fertilisasi secara acak pada

pasangan kromosom XY, jenis kelamin diramalkan akan terjadi dengan nisbah 1 :

1. Stansfield (1983) menyatakan bahwa penentuan kelamin dengan metode XY

akan menghasilkan nisbah kelamin 1 : 1 untuk tiap generasi.

Pada Drosophila melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak

1:1). Hal demikian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu

adanya alela resesif autosom yang disebut transformer (tra). Pada perilangan

antara betina carrier tra (Tratra XX) dengan jantan homozigot resesif tra (tratra

XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan banding nisbah betina dengan

rasio yang tidak normal yaitu 3 : 1 (Rothwell, 1983 dalam Farida 1996). Hadirnya

gen letal pada kromosom X juga akan mempengaruhi nisbah kelamin, di mana

dari persilangan antara betina (heterozigot) yang membawa gen letal dengan

jantan normal diperoleh keturunan jantan banding betina dengan rasio 1 : 2

(Strickberger, 1985).

2.6 Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nisbah Kelamin

Drosophila melanogaster

Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah

kelamin pada Drosophila melanogaster, antara lain adalah sebagai berikut;

a) Viabilitas

Jantan beberapa spesies mempunyai jumlah kematian lebih tinggi

dibanding dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Lebih lanjut, William

dan Poulson dalam Strickberger (1985) menyatakan bahwa kematian zigot jantan

dapat disebabkan oleh kehadiran “helical mycoplasma” yang bersifat dapat

Page 17: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

menginfeksi materi genetik asam nukleat strain – strain Drosophila

melanogaster. Menurut Rudiyanto (1995), Gardner (1984) menjelaskan bahwa

viabilitas adalah “Degree of capability to live and develop normally” (kemampuan

untuk hidup dan berkembang secara normal). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

viabilitas makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal dalam hal ini adalah sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup

tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban,

nutrisi, ruang gerak, dan faktor – faktor lain.

b) Pautan Gen Resesif Letal

Pautan gen resesif letal menyebabkan kematian jantan hemizigot, sehingga

berakibat tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985).

Selanjutnya Strickberger (1985) menyatakan bahwa apabila satu dari kromosom

X membawa gen letal l, maka jantan yang menerima kromosom X tersebut akan

mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa alel normal l). Akan tetapi

betina heterozigot selalu hidup karena kromosom X yang satunya membawa alel

normal l. Pada persilangan antara betina (heterozigot) yang membawa gen letal

dengan jantan normal, diperoleh keturunan jantan banding betina dengan rasio 1 :

2. Pada kasus lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina.

c) Karakteristik Fisik Spermatozoa yang Mengandung Kromosom X dan Y

yang Berbeda

Spermatozoa Y dapat bergerak cepat, bila sampai pada sel telur pertama

kali maka kemungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan

betinanya. (Maxon, 1985).

d) Gen Transformer (tra)

King (1962) menyatakan bahwa pada tahun 1945, Sturtevent melaporkan

penemuannya tentang gen resesif transformer (tra). Bruns (1989) menyatakan

bahwa bila alela resesif tra tersebut dalam keadaan homozigot akan mengubah

normal diploid betina (AAXX) menjadi jantan steril. Herskowitz (1997)

menyatakan bahwa homozigot tra selalu membentuk individu jantan tanpa

memperhatikan nomor kromosom X (tra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam

kromosom X bersifat hipostasis). King (1962) selanjutnya mnjelaskan bahwa

testes individu jantan mengkerut, tidak mengandung sperma dan memiliki sel –

Page 18: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

sel yang karakteristiknya seperti ovarium. Lebih lanjut Stansfield (1983)

menyatakan bahwa gen resesif tra terletak pada kromosom no 3 Drosophila

melanogaster. Kehadiran gen tra ini dianggap dapat mengubah nisbah kelamin

(Rothwell, 1948).

e) Suhu

Proses hidup dibatasi oleh suhu. Sifat fenotip tampak setelah zat – zat

dalam sel diubah menjadi hasil akhir melalui suatu seri reaksi kimia (Crowder,

1990). Dalam Gardner (1991) dinyatakan bahwa pada reaksi kimia tersebut, tiap

tahap reaksi dikatalisis oleh enzim yang spesifik. Enzim ini dikode oleh suatu atau

beberapa gen. Weaver dan Hedrik (1989) dan Gardner (1991) menyatakan bahwa

enzim aktif pada suhu rendah, tetapi sebagian atau keseluruhan tidak aktif pada

suhu tinggi.

Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin

berhubungan dengan suhu terjadi pad Drosophila melanogaster, dimana pada

suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan

frekuensi gen resesif letal. Semakin meningkatnya gen resesif letal ini, maka

diramalkan akan makin besar pula penyimpangan nisbah kelamin yang terjadi

pada Drosophila melanogaster. Sehubungan dengan suhu, dalam Dobzhansky

(1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih dalam

pertumbuhan, jika diberi suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster

intraseks tersebut berubah menjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah menjadi

individu jantan.

f) “ Segregation Distortion”

Curtsinger dan Feldman dalam Strickberger (1985) menyatakan bahwa

adanya peristiwa “ Segregation Distortion” atau “ Meiotic Drive” (adanya

gangguan pada pemisahan gamet saat gametogenesis) menyebabkan individu

jantan Drosophila melanogaster akan memproduksi lebih banyak gamet yang

membawa kromosom X. Gardner (1991) menyebutkan bahwa “ Segregation

Distortion” ini disebabkan oleh adanya urutan DNA yang dapat bergerak dan

menyelinap di antara urutan DNA yang ada atau disebut sebagai “transposable

element” atau biasa disebut transposon.

Page 19: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

g) Umur jantan.

Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan

yang belum pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur

jantan. Pada umur jantan muda cenderung menurukan gamet X. Hal ini berarti

perbedaan umur juga dapat menyebabkan perbedaan rasio kelamin.

h) Faktor Genetik

Menurut Corebima (2004), penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen.

Gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin makhluk hidup salah

satunya Drosophila melanogaster tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasang

yang terletak pada kromosom kelamin maupun autosom.

i) Peristiwa “Non Disjunction”

Terjadinya peristiwa “Non disjunction” selama oogenesis dimungkinkan

dapat berpengaruh terhadap nisbah kelamin. apabila sel telur hasil “Non

disjunction” ini dibuahi oleh spermatozoa normal, maka akan diperoleh jumlah

individu betina lebih besar dibandingkan dengan individu jantan karena adanya

jantan steril (XO) dan individu letal (YO).

Page 20: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Gen memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik atau sifat

makhluk hidup

Drosophila melanogaster merupakan salah satu makhluk hidup yang

ekspresi fenotipnya dikendalikan oleh gen

Gen memiliki peranan penting salah satunya adalah untuk menentukan jenis

kelamin (ekspresi fenotip kelamin)

Gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup

tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen.

Mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih

tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik.

Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin

digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya

autosom (X/A).

Perimbangan dari dua

kromosom X dengan dua

pasang autosom akan

berkembang menjadi betina.

Perimbangan satu kromosom

X dengan dua pasang

autosom menentukan jantan

Page 21: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Persilangan Drosophila melanogaster strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan

resiproknya w♂ x m♀

Pengamatan dan Perhitungan Jumlah Fenotip pada hasil anakan strain N♂

x N♀ (F1, F2, F3, F4), strain m♂ x w♀(F1, F2, F3), dan strain w♂ x m♀

(F1, F2, F3)

Analisis data menggunakan rekonstruksi kromosom dan analisis statistika

uji Chi Square (X2)

Pembahasan

Kesimpulan

Nisbah kelamin dari setiap

strain tidak menyimpang

dari rasio nisbah kelamin

normal yaitu 1 : 1

Nisbah kelamin dari setiap

strain menyimpang dari

rasio nisbah kelamin

normal yaitu 1 : 1

Page 22: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka di dapatkan

hipotesis pada penelitian ini antara lain;

a. Rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan

betina pada setiap generasi pada persilangan homogami Drosophila

melanogaster strain N♂ x N♀ tidak menyimpang dari rasio nisbah

kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1.

b. Rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan

betina pada setiap generasi pada persilangan heterogami Drosophila

melanogaster strain m♂ x w♀ tidak menyimpang dari rasio nisbah

kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1.

c. Rasio nisbah kelamin pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan

betina pada setiap generasi pada persilangan heterogami Drosophila

melanogaster strain w♂ x m♀ tidak menyimpang dari rasio nisbah

kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1.

Page 23: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif

kuantitatif yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan perhitungan

fenotip F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 pada anakan lalat buah atau Drosophila

melanogaster yang dihasilkan dari persilangan N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan

resiproknya w♂ x m♀.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 03 Februari 2014 sampai 19 April

2014. Waktu penelitian dilakukan hari Senin sampai Minggu dan dimulai pada

pukul 07.00 – 19.00 WIB di Laboratorium Genetika (Biologi 307).

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika (Biologi 307), Gedung

08 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA),

Universitas Negeri Malang. Kegiatan penelitian yang dilakukan di Laboratorium

Genetika antara lain adalah meremajakan strain lalat N, m, dan w, mengampul

pupa strain N, m, dan w, menyilangkan Drosophila melanogaster strain N, m, dan

w, sesuai dengan prosedur, mengamati strain N, m, dan w, dan menghitung

fenotip F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 dari persilangan yang telah dilakukan.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua lalat buah atau Drosophila

melanogaster yang diperoleh dari stok Laboratorium Genetika Jurusan Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri

Malang (UM).

Page 24: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Drosophila

melanogaster strain N, m dan w yang diperoleh dari stok Laboratorium Genetika

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA),

Universitas Negeri Malang (UM) yang digunakan dalam penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah persilangan Drosophila

melanogaster pada strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x m♀.

b. Variabel Terikat

Fenomena yang teramati atau terjadi.

c. Variabel Kontrol

Jenis lalat (Drosophila melanogaster), umur, medium, itensitas cahaya,

suhu, dan kelembaban

d. Variabel Moderator

Kutu dan Semut

4.5 Alat dan Bahan

4.5.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain,

1) Mikoroskop stereo

2) Botol selai

3) Gunting

4) Kuas

5) Timbangan

6) Kompor gas

7) Pisau

8) Kardus

9) Selang ampul

10) Selang kecil (sedotan)

11) Cutter

12) Blender

13) Kain kasa

14) Cotton bud

15) Panci

16) Pengaduk

17) Spons/Busa

18) Timbangan

19) Sendok

20) Plastik

Page 25: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

21) Lap

22) Spidol

23) Alat Tulis

4.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain,

1) Drosophila melanogaster strain N, m, dan w

2) Pisang Raja Mala

3) Tape singkong

4) Gula merah

5) Kertas Pupasi

6) Fermipan

7) Air

8) Kertas Label

4.6 Prosedur Kerja

4.6.1 Pembuatan Medium

a) Menimbang bahan – bahan yang digunakan untuk membuat medium antara

lain pisang, tape singkong dan gula merah dengan perbandingan 7 : 2 : 1

(pembuatan satu resep) yaitu 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape

singkong dan 100 gram gula merah.

b) Memotong-motong pisang kecil – kecil kemudian menambahkan air

secukupnya lalu menghaluskannya bersama tape singkong dengan

menggunakan blender.

c) Mengiris gula merah hingga halus kemudian dicairkan dengan cara

memanaskan menggunakan api sedang.

d) Memasukkan pisang dan tape singkong yang telah dihaluskan ke dalam panci

kemudian memasaknya diatas kompor dengan api sedang selama 45 menit

sambil terus diaduk – aduk.

e) Memasukkan gula merah yang telah dicairkan ke dalam panci berisi medium

sebelum medium matang sempurna.

Page 26: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

f) Setelah ± 45 menit, mengangkat medium dari kompor kemudian dimasukkan

ke dalam botol selai yang bersih dan steril menggunakan centong lalu ditutup

dengan busa penutup yang sudah disterilkan dengan cara diuapkan

g) Mendinginkan medium dengan cara memasukkan botol yang berisis medium

di dalam nampan yang berisi air.

h) Medium yang telah di dinginkan di dalam botol selai ditambahkan dengan ± 4

– 5 butir yeast dan sebuah kertas pupasi kemudian botol ditutup kembali.

4.6.2 Peremajaan Stok

a) Mengambil beberapa pasang Drosophila melanogaster strain N, m, dan w

dari botol stok

b) Memasukkan beberapa pasang Drosophila melanogaster sesuai strain (N, m,

dan w) pada tiap botol selai berisi medium yang telah disiapkan

c) Memberi identitas pada botol berupa tanggal pemasukan D. melanogaster dan

strain menggunakan spidol atau balpoint.

d) Menunggu hingga ada pupa yang menghitam kemudian meletakkan pupa

tersebut di dalam selang ampul yang telah diisi irisan pisang.

e) Menunggu pupa menetas sehinga siap untuk dikawinkan sesuai dengan

prosedur penyilangan.

4.6.3 Pengampulan

a) Menggunting ± 6 cm selang pipa yang bersih

b) Mengiris buah pisang melintang dengan ketebalan ± 1 cm

c) Mencetak pisang dengan selang pipa yang telah dipersiapkan dan

memasukkan pisang sampai pada bagian tengahnya

d) Membasahi ujung kuas dengan air yang akan digunakan untuk mengambil

pupa yang menghitam

e) Mengambil pupa yang menghitam menggunakan kuas yang telah dibasahi air

pada bagian dinding botol

f) Memasukkan pupa yang ada pada ujung kuas ke dalam pipa selang yang

sudah berisi pisang

g) Menutup ujung – ujung selang yang telah berisi pupa yang menghitam (± 2

pupa) dengan gabus spons

Page 27: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

h) Menunggu pupa yang diampul menetas ( ± 3 hari ) untuk kemudian dapat

disilangkan.

4.6.4 Persilangan

a) Menyiapkan botol selai sebanyak pasangan lalat yang akan disilangkan

kemudian diisi dengan medium yang sudah siap dipakai.

b) Memasukkan sepasang lalat dari strain N, m, dan w sesuai dengan prosedur

persilangan P1 (N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan w♂ x m♀) dari selang ampul ke

dalam botol selai yang berisi medium (usia lalat yang digunakan untuk

persilangan maksimal 3 hari dihitung setelah hari pertama menetas),

kemudian memberinya label sesuai jenis persilangan, ulangan dan tanggal

penyilangan. Persilangan yang induknya berasal dari ampulan stok disebut

induk pertama atau P1.

c) Melepas induk jantan P1 (N♂, m♂, dan w♂) setelah dua hari persilangan.

d) Menunggu hingga muncul larva, setelah muncul larva, induk betina P1 (N♀,

m♀, dan w♀) dipindahkan ke medium yang baru (medium B). Pemindahan

induk betina dilakukan minimal sampai pemindahan pada medium D .

e) Setelah larva berubah menjadi pupa berwarna hitam, kemudian beberapa

pupa hitam dari P1 medium A, tersebut di ampul untuk dijadikan induk

persilangan selanjutnya (dijadikan induk P2).

f) Mengamati fenotip yang muncul dan menghitung jumlah jantan maupun

betina yang menetas, termasuk yang menetas di selang ampul sesuai jenis

persilangan dan ulangan asalnya (anakan lalat yang menetas ini disebut

generasi F1). Penghitungan ini dilakukan selama 7 hari mulai dari hari ke 0

sampai hari ke 6.

g) Prosedur persilangan diatas dilakukan sampai generasi F7 dengan

menyesuaikan generasi yang menetas yang akan dijadikan induk pada

persilangan selanjutnya. Misalnya untuk persilangan menuju generasi F3,

berarti induk P3 diambil dari ampulan generasi F2, dan seterusnya.

h) Setiap jenis persilangan (persilangan strain N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan w♂ x

m♀) dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada setiap jenis persilangan.

Page 28: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

4.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan fenotip yang

meliputi warna mata, warna tubuh, keadaan sayap, faset mata dan jenis kelamin

pada F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 setiap jenis persilangan. Selain itu juga

dilakukan perhitungan jumlah fenotip pada F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 setiap

jenis persilangan yang dilakukan mulai dari hari ke 0 sampai hari ke 6 (selama 7

hari). Pengamatan dan perhitungan jumlah anakan yang muncul ini dilakukan

pada botol A sampai pada botol D, kemudian hasilnya dicatat dalam tabel

pengamatan seperti berikut.

Tabel 4.7.1 Data Pengamatan F1 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

m♂ x w♀ w ♂

N ♀

w♂ x m♀ m ♂

N ♀

Tabel 4.7.2 Data Pengamatan F2 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, w♂ x

N♀ dan m♂ x N♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

w♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

w ♀

m ♂

m ♀

Page 29: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

m/w ♂

m/w ♀

m♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

w ♀

m ♂

m ♀

m/w ♂

m/w ♀

Tabel 4.7.3 Data Pengamatan F3 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

m♂ x w♀ w ♂

N ♀

w♂ x m♀ m ♂

N ♀

Tabel 4.7.4 Data Pengamatan F4 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, w♂ x

N♀ dan m♂ x N♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

w♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

Page 30: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

w ♀

m ♂

m ♀

m/w ♂

m/w ♀

m♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

w ♀

m ♂

m ♀

m/w ♂

m/w ♀

Tabel 4.7.5 Data Pengamatan F5 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

m♂ x w♀ w ♂

N ♀

w♂ x m♀ m ♂

N ♀

Tabel 4.7.6 Data Pengamatan F6 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, w♂ x

N♀ dan m♂ x N♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

Page 31: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

w♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

w ♀

m ♂

m ♀

m/w ♂

m/w ♀

m♂ x N♀ N ♂

N ♀

w ♂

w ♀

m ♂

m ♀

m/w ♂

m/w ♀

Tabel 4.7.7 Data Pengamatan F7 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂

N ♀

m♂ x w♀ w ♂

N ♀

w♂ x m♀ m ♂

N ♀

4.8 Teknik Analisis Data

Page 32: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

rekonstruksi kromosom dan dengan uji statistika Chi Square (X2). Rekosntruksi

kromosom dari persilangan N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan w♂ x m♀ dari F1, F2, F3,

F4, F5, F6, dan F7 untuk mengetahui silsilah keturunannya, sedangkan uji

statistika Square (X2) untuk mengetahui besarnya nilai nisbah kelamin pada tiap

tipe persilangan dan tiap generasi dan untuk menguji rasio fenotip kelaminnya

tidak menyimpang dari rasio fenotip kelamin normal 1 : 1.

Page 33: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB V

DATA DAN ANALISIS DATA

5.1 Data

Pada penelitian ini, digunakan lalat buah (Drosophila melanogaster) yang

memiliki strain N (normal), m (miniatur), dan w (white). Berdasarkan hasil

pengamatan fenotip yang dilakukan, diperoleh data pengamatan sebagai berikut :

Tabel 5.1.1 Karakteristik Fenotip Strain N (normal)

Strain N (Normal)

Warna mata Merah

Warna tubuh Kuning kecoklatan

Faset Mata Halus

Sayap Menutupi seluruh bagian tubuh dengan sempurna

(melebihi bagian posterior)

Gambar

(a) Jantan (b) Betina

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Februari 2014

Tabel 5.1.2 Karakteristik Fenotip Strain m (Miniature)

Strain m (Miniature)

Warna mata Merah

Warna tubuh Kuning kecoklatan

Faset Mata Halus

Sayap Menutupi sebagian tubuh (tidak melebihi bagian

posterior)

Page 34: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Mutasi Kromosom 1 lokus 36.1

Gambar

(b) Betina

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Februari 2014

Tabel 5.1.3 Karakteristik Fenotip Strain w (White)

Strain w (White)

Warna mata Putih

Warna tubuh Kuning kecoklatan

Faset Mata Halus

Sayap Menutupi seluruh bagian tubuh dengan sempurna

(melebihi bagian posterior)

Mutasi Kromosom 1 lokus 1.5

Gambar

(b) Betina

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Februari 2014

Page 35: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Pada penelitian ini, digunakan lalat buah (Drosophila melanogaster) yang

memiliki strain N (normal), m (miniatur), dan w (white). Persilangan yang

dilakukan adalah N♂ x N♀, m♂ x w♀ dan resiproknya w♂ x m♀.

Berdasarkan hasil perhitungan fenotip yang dilakukan pada F1, F2, F3,

dan untuk persilangan N♂ x N♀ sampai F4 untuk diperoleh data pengamatan

sebagai berikut :

Tabel 5.1.4 Data Pengamatan F1 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂ 113 74 62 249 543

N ♀ 130 93 71 294

m♂ x w♀ w ♂ 120 137 160 417 842

N ♀ 149 115 161 425

w♂ x m♀ m ♂ 72 76 163 311 645

N ♀ 70 106 158 334

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂ 100 270 174 544 1043

N ♀ 85 252 162 499

w♂ x N♀ ♂ 156 169 191 516 1056

♀ 188 202 150 540

m♂ x N♀ ♂ 231 245 206 682 1348

♀ 243 211 212 666

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

w♂ x N♀ N ♂ 41 30 27 98 1056

N ♀ 106 100 79 285

w ♂ 92 108 144 344

w ♀ 80 98 65 243

m ♂ 21 12 17 50

Page 36: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

m ♀ 2 3 5 10

m/w ♂ 2 19 3 24

m/w ♀ 0 1 1 2

m♂ x N♀ N ♂ 47 74 44 165 1348

N ♀ 159 118 135 412

w ♂ 123 135 133 391

w ♀ 82 92 67 241

m ♂ 55 35 77 117

m ♀ 2 0 8 10

m/w ♂ 6 1 2 9

m/w ♀ 0 1 2 3

Tabel 5.1.6 Data Pengamatan F3 Drosophila melanogaster N♂ x N♀, m♂ x

w♀ dan w♂ x m♀)

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂ 199 169 172 540 1040

N ♀ 188 145 167 500

m♂ x w♀ w ♂ 172 130 149 451 891

N ♀ 172 116 152 440

w♂ x m♀ m ♂ 103 111 107 321 674

N ♀ 125 126 102 353

Tabel 5.1.7 Data Pengamatan F4 Drosophila melanogaster N♂ x N♀

Parental Strai

n

♂/♀ Ulangan ∑ ∑ Total

1 2 3

N♂ x N♀ N ♂ 102 84 103 289 588

N ♀ 106 82 111 299

5.2 Analisis Data

5.2.1 Analisis Data Menggunakan Rekonstruksi Kromosom

a) Rekonstruksi Kromosom pada Persilangan N♂ x N♀

Page 37: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

1. Persilangan N♂ >< N♀ (P1)

P1 : N♂ >< N♀

Genotip : N +¿

¿ ¿ >< N+¿

N +¿¿¿

Gamet : N+, >, N+, N+

F1 :

N+ N+

N+ N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

> N +¿

¿ ¿ (N♂) N +¿

¿ ¿ (N♂)

Fenotip = Jantan Normal (N♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

2. Persilangan N♂ >< N♀ (P2)

P2 : N♂ >< N♀

Genotip : N +¿

¿ ¿ >< N+¿

N +¿¿¿

Gamet : N+, >, N+, N+

F2 :

N+ N+

N+ N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

> N +¿

¿ ¿ (N♂) N +¿

¿ ¿ (N♂)

Fenotip = Jantan Normal (N♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

Page 38: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

3. Persilangan N♂ >< N♀ (P3)

P3 : N♂ >< N♀

Genotip : N +¿

¿ ¿ >< N+¿

N +¿¿¿

Gamet : N+, >, N+, N+

F3 :

N+ N+

N+ N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

> N +¿

¿ ¿ (N♂) N +¿

¿ ¿ (N♂)

Fenotip = Jantan Normal (N♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

4. Persilangan N♂ >< N♀ (P4)

P4 : N♂ >< N♀

Genotip : N +¿

¿ ¿ >< N+¿

N +¿¿¿

Gamet : N+, >, N+, N+

F4 :

N+ N+

N+ N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

N+¿

N +¿¿¿ (N♀)

> N +¿

¿ ¿ (N♂) N +¿

¿ ¿ (N♂)

Fenotip = Jantan Normal (N♂) : Betina Normal (N♀)

Page 39: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Rasio = 1 : 1

b) Rekonstruksi Kromosom pada Persilangan m♂ x w♀

1. Persilangan m♂ >< w♀ (P1)

P1 : m♂ >< w♀

Genotip : mw+¿

¿ ¿ >< m+¿ w

m+¿w ¿¿

Gamet : mw+¿ ¿, >, m+¿ w¿, m+¿ w¿

F1 :

m+¿ w¿ m+¿ w¿

mw+¿ ¿m+¿w

mw+¿¿¿ (N♀) m+¿w

mw+¿¿¿ (N♀)

> m+¿w

¿ ¿ (w♂) m+¿w

¿ ¿ (w♂)

Fenotip = Jantan White (w♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

2. Persilangan w♂ >< N♀ (P2)

P2 : w♂ >< N♀

Genotip : m+¿w

¿ ¿ >< m+¿w

mw+¿¿¿

Gamet : m+¿ w¿, >, m+¿ w¿, mw+¿ ¿

F2 :

m+¿ w¿ mw+¿ ¿

m+¿ w¿ m+¿ w

m+¿w ¿¿ (w♀)

mw+¿

m+¿w ¿¿ (N♀)

> m+¿w

¿ ¿ (w♂) mw+¿

¿ ¿ (m♂)

Page 40: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Fenotip = w♂ : m♂ : w♀ : N♀

Rasio = 1 : 1 : 1 : 1

Fenotip = Jantan (♂) : Betina (♀)

Rasio = 1 : 1

3. Persilangan m♂ >< w♀ (P3)

P3 : m♂ >< w♀

Genotip : mw+¿

¿ ¿ >< m+¿ w

m+¿w ¿¿

Gamet : mw+¿ ¿, >, m+¿ w¿, m+¿ w¿

F3 :

m+¿ w¿ m+¿ w¿

mw+¿ ¿m+¿w

mw+¿¿¿ (N♀) m+¿w

mw+¿¿¿ (N♀)

> m+¿w

¿ ¿ (w♂) m+¿w

¿ ¿ (w♂)

Fenotip = Jantan White (w♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

c) Rekonstruksi Kromosom pada Persilangan w♂ x m♀

1. Persilangan w♂ >< m♀ (P1)

P1 : w♂ >< m♀

Genotip : m+¿w

¿ ¿ >< mw+¿

mw+¿¿¿

Gamet : m+¿ w¿, >, mw+¿ ¿, mw+¿ ¿

F1 :

Page 41: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

mw+¿ ¿ mw+¿ ¿

m+¿ w¿ mw+¿

m+¿w ¿¿ (N♀)

mw+¿

m+¿w ¿¿ (N♀)

> mw+¿

¿ ¿ (m♂) mw+¿

¿ ¿ (m♂)

Fenotip = Jantan Miniature (m♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

2. Persilangan m♂ >< N♀ (P2)

P2 : m♂ >< N♀

Genotip : mw+¿

¿ ¿ >< mw+¿

m+¿w ¿¿

Gamet : mw+¿ ¿, >, mw+¿ ¿, m+¿ w¿

F2 :

mw+¿ ¿m+¿ w¿

mw+¿ ¿ mw+¿

mw+¿¿¿ (m♀) m+¿w

mw+¿¿¿ (N♀)

> mw+¿

¿ ¿ (m♂) m+¿w

¿ ¿ (w♂)

Fenotip = m♂ : w♂ : m♀ : N♀

Rasio = 1 : 1 : 1 : 1

Fenotip = Jantan (♂) : Betina (♀)

Rasio = 1 : 1

3. Persilangan w♂ >< m♀ (P3)

P1 : w♂ >< m♀

Genotip : m+¿w

¿ ¿ >< mw+¿

mw+¿¿¿

Gamet : m+¿ w¿, >, mw+¿ ¿, mw+¿ ¿

F1 :

Page 42: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

mw+¿ ¿ mw+¿ ¿

m+¿ w¿ mw+¿

m+¿w ¿¿ (N♀)

mw+¿

m+¿w ¿¿ (N♀)

> mw+¿

¿ ¿ (m♂) mw+¿

¿ ¿ (m♂)

Fenotip = Jantan Miniature (m♂) : Betina Normal (N♀)

Rasio = 1 : 1

5.2.3 Analisis Data Menggunakan Uji Chi – Square (X2 )

a) Analisis Chi Square (X2 ) pada Persilangan N♂ x N♀

1. Persilangan N♂ x N♀ (P1)

F1 (N♂ x

N♀)

N♂ x N♀ U1 U2 U3 Fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

N♂ 113 74 62 249 271,5 -22,5 506,25 1,864640884

N♀ 130 93 71 294 271,5 22,5 506,25 1,864640884

      F total 543     Chi hitung 3,729281768

             

Chi Tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 3,729281768

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(3,729281768) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain N♂ x N♀ pada F1.

Page 43: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

2. Persilangan N♂ x N♀ (P2)

F2 (N♂ x

N♀)

N♂ x N♀ U1 U2 U3 Fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

N♂ 100 270 174 544 521,5 22,5 506,25 0,97075743

N♀ 85 252 162 499 521,5 -22,5 506,25 0,97075743

      F total 1043     Chi hitung 1,941514861

             

Chi Tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 1,941514861

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(1,941514861) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain N♂ x N♀ pada F2.

3. Persilangan N♂ x N♀ (P3)

F3 (N♂ x

N♀)

N♂ x N♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

N♂ 199 169 172 540 520 20 400 0,769230769

Page 44: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

N♀ 188 145 167 500 520 -20 400 0,769230769

      F total 1040     Chi hitung 1,538461538

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 1,538461538

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(1,538461538) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain N♂ x N♀ pada F3.

4. Persilangan N♂ x N♀ (P4)

F4 (N♂ x

N♀)

N♂ x N♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

N♂ 102 84 103 289 294 -5 25 0,085034014

N♀ 106 82 111 299 294 5 25 0,085034014

       F total 588      Chi hitung 0,170068027

             

 Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,170068027

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,170068027) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

Page 45: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain N♂ x N♀ pada F4.

b) Analisis Chi Square (X2 ) pada Persilangan m♂ x w♀

1. Persilangan m♂ x w♀ (P1)

F1 (m♂ x w♀)

m♂ x w♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

w♂ 120 137 160 417 421 -4 16 0,038004751

N♀ 149 115 161 425 421 4 16 0,038004751

      F total 842     Chi hitung 0,076009501

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,076009501

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,076009501) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain m♂ x w♀ pada F1.

2. Persilangan w♂ x N♀ (P2)

F2 (w♂ x N♀)

w♂ x N♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

♂ 156 169 191 516 528 -12 144 0,272727273

♀ 188 202 150 540 528 12 144 0,272727273

Page 46: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

      F total 1056     Chi hitung 0,545454545

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,545454545

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,545454545) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain w♂ x N♀ pada F2.

3. Persilangan m♂ x w♀ (P3)

F3 (m♂ x w♀)

m♂ x w♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

w♂ 172 130 149 451 445,5 5,5 30,25 0,067901235

N♀ 172 116 152 440 445,5 -5,5 30,25 0,067901235

      F total 891     Chi hitung 0,135802469

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,135802469

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,135802469) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

Page 47: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain m♂ x w♀ pada F3.

c) Analisis Chi Square (X2 ) pada Persilangan w♂ x m♀

1. Persilangan w♂ x m♀ (P1)

F1 (w♂ x m♀)

w♂ x m♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

m♂ 72 76 163 311 322,5 -11,5 132,25 0,410077519

N♀ 70 106 158 334 322,5 11,5 132,25 0,410077519

      F total 645     Chi hitung 0,820155039

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,820155039

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,820155039) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain w♂ x m♀ pada F1.

2. Persilangan m♂ x N♀ (P2)

F2 (m♂ x N♀)

m♂ x N♀ U1 U2 U3 fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

♂ 231 245 206 682 674 8 64 0,09495549

♀ 243 211 212 666 674 -8 64 0,09495549

Page 48: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

      F total 1348     Chi hitung 0,189910979

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 0,189910979

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(0,189910979) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain m♂ x N♀ pada F2.

3. Persilangan w♂ x m♀ (P3)

F3 (w♂ x m♀)

w♂ x m♀ U1 U2 U3 Fo fh fo-fh (fo-fh)^2 (fo-fh)^2/fh

m♂ 103 111 107 321 337 -16 256 0,759643917

N♀ 125 126 102 353 337 16 256 0,759643917

      F total 674     Chi hitung 1,519287834

             

Chi tabel

(0,05) 3,841459149

X2 hitung : 1,519287834

X2 tabel (0,05) : 3,841459149

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai X2 hitung

(1,519287834) ≤ dari nilai X2 (0,05) db (2-1) yakni (3,841459149), maka

hipotesis nol (Ho) diterima. Artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin

Page 49: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

dari nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan

munculnya kelamin jantan dan betina pada persilangan Drosophila melanogaster

strain w♂ x m♀ pada F2.

Page 50: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada zaman yang semakin maju ini telah dikenal pola ekspresi kelamin

pada makhluk hidup dan salah satu diantaranya adalah pola ekspresi kelamin

kromosomal, yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Pola ekspresi

kelamin kromosomal mengenal adanya perangkat kromosom kelamin (Corebima,

2013: 37). Berdasarkan referensi yang didapatkan diketahui bahwa banyak

kromosom kelamin yang telah teridentifikasi, dan salah satu contohnya adalah

kromosom kelamin pada lalat buah (Drosophila melanogaster) yang diketahui

memiliki tipe XX (betina) dan XY (jantan). Tipe kromosom XX – XY ini

kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat tinggi termasuk manusia

(Corebima, 2013: 38).

Berdasarkan pernyataan Herskowitz (1973) dalam Nurjanah (1998)

menyatakan bahwa nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi

dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama. Untuk

hewan dengan mekanisme penentuan jenis kelamin XY, individu betina akan

memproduksi sel telur yang membawa kromosom X dan individu jantan

memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih

sama. Konsekuensi hukum segregasi atau pemisahan Mendel dan adanya

fertilisasi secara acak pada pasangan kromosom XY, jenis kelamin diramalkan

akan terjadi dengan nisbah 1 : 1 (Rothwell, 1983 dalam Nurjanah, 1998). Hal ini

dipertegas oleh (Maxon, dkk 1985 dalam Corebima, 2013 : 58) yang menyatakan

bahwa ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster ditentukan gen pada

kromosom kelamin Y, dan karena individu jantan menghasilkan gamet – gamet

pembawa kromosom kelamin X dan pembawa kromosom kelamin Y dalam

jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua,

kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi rasio 1 : 1.

Menurut T.H Morgan dan C. B. Bridges (1910) dalam Corebima (2013:

46) menyatakan bahwa individu betina Drosophila melanogaster mempunyai dua

kromosom kelamin X yang identik, sedangkan individu jantan mempunyai

kromosom kelamin XY. Pada hubungan ini diketahui bahwa individu betina

Page 51: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Drosophila melanogaster mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk jantan,

dan satu kromosom kelamin X lainnya dari induk betina, sedangkan individu

jantan mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk betina, dan satu kromosom

kelamin Y dari induk jantan. Dari dua kromosom kelamin X pada individu betina

tersebut, satu kromosom diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya

diwariskan pada keturunan jantan, sedangkan pada kromosom kelamin XY pada

individu jantan , kromosom X diwariskan pada keturunan betina, dan kromosom

Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu

sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom kelamin X akan

mengalami suatu pewarisan menyilang (crisscross inheritance).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan analisis data

menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi Square (X2) diketahui bahwa

dari persilangan homogami N♂ x N♀ pada F1, F2, F3, dan F4 tidak terjadi

penyimpangan terhadap rasio nisbah kelamin normal 1 : 1, hal tersebut

mengartikan bahwa kecenderungan jumlah kelamin jantan dan kelamin betina

yang muncul atau dilahirkan pada setiap generasi relatif sama. Hal ini sesuai

dengan pendapat Devries, Zimeries dan Fowler dalam Nurjanah (1998) yang

menyatakan bahwa persilangan Drosophila melanogaster dengan strain yang

sama mendekati nisbah kelamin normal yaitu 1:1. Pada persilangan heterogami

yakni persilangan antara strain m♂ x w♀ beserta resiproknya yakni w♂ x m♀,

setelah dianalisis menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi Square (X2)

diketahui bahwa hasil anakan fenotipnya mengikuti rasio nisbah kelamin normal

yakni mengikuti perbandingan 1 : 1.

Hasil perhitungan Chi Square (X2 ), pada semua fenotip baik dari

persilangan homogami (N♂ x N♀) dan heterogami (m♂ x w♀ beserta

resiproknya yakni w♂ x m♀) semuanya menunjukkan hasil lebih kecil dari nilai

Chi tabel (0,05) db (2-1). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima sedangkan H1

ditolak yang berarti bahwa tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin pada

nisbah kelamin normal dengan rasio 1 : 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Maxson (1985) dalam Corebima (2013) yang menyatakan bahwa dasar hukum

pemisahan mendel kedua kromosom kelamin seharusnya memperlihatkan

proporsi 1 : 1.

Page 52: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Pada hasil analisis data dengan perhitungan Chi Square pada F1 dari

persilangan P1 (N♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (3,729281768), pada F2 dari

persilangan P2 (N♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (1,941514861), pada F3

persilangan P3 (N♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (1,538461538), dan pada F4 dari

persilangan P4 (N♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (0,170068027). Pada semua Chi

hitung setiap generasi dari F1 sampai F4 menunjukkan bahwa Chi hitung ≤

daripada Chi tabel 0,05; db 2-1; (3,841459149). Hal ini menunjukkan bahwa H0

diterima yang berarti bahwa tidak ada penyimpangan nisbah kelamin dari rasio

nisbah kelamin normal 1:1 pada setiap generasi pada persilangan Drosophila

melanogaster strain N♂ x N♀.

Pada hasil analisis data dengan perhitungan Chi Square pada F1 dari

persilangan P1 (m♂ x w♀) diperoleh Chi hitung (0,076009501), pada F2 dari

persilangan P2 (w♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (0,545454545), dan pada F3

persilangan P3 (m♂ x w♀) diperoleh Chi hitung (0,135802469). Pada semua Chi

hitung setiap generasi dari F1 sampai F3 menunjukkan bahwa Chi hitung ≤

daripada Chi tabel 0,05; db 2-1; (3,841459149). Hal ini menunjukkan bahwa H0

diterima yang berarti bahwa tidak ada penyimpangan nisbah kelamin dari rasio

nisbah kelamin normal 1:1 pada setiap generasi pada persilangan Drosophila

melanogaster strain m♂ x w♀.

Pada hasil analisis data dengan perhitungan Chi Square pada F1 dari

persilangan P1 (w♂ x m♀) diperoleh Chi hitung (0,820155039), pada F2 dari

persilangan P2 (m♂ x N♀) diperoleh Chi hitung (0,189910979), dan pada F3

persilangan P3 (w♂ x m♀) diperoleh Chi hitung (1,519287834). Pada semua Chi

hitung setiap generasi dari F1 sampai F3 menunjukkan bahwa Chi hitung ≤

daripada Chi tabel 0,05; db 2-1; (3,841459149). Hal ini menunjukkan bahwa H0

diterima yang berarti bahwa tidak ada penyimpangan nisbah kelamin dari rasio

nisbah kelamin normal 1:1 pada setiap generasi pada persilangan Drosophila

melanogaster strain w♂ x m♀.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa fenotip kelamin pada

Drosophila melanogaster adalah sebagai hasil interaksi antara determinan jantan

pada autosom, dan determinan betina pada kromosom kelamin X. Menurut Ayala,

dkk (1984) dalam Corebima (2013), mekanisme perimbangan X terhadap A

Page 53: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

tampaknya ada semacam signal yang dihasilkan oleh perimbangan X/A, yang

dipercaya bertanggung jawab terhadap penentuan jenis kelamin. Berdasarkan

pernyataan ini, dapat diketahui bahwa kromosom kelamin Y pada Drosophila

melanogaster, sama sekali tidak ada peranannya terhadap ekspresi kelamin.

Menurut Stanfield dan Gardner dalam Corebima (2013: 23) menyatakan bahwa

kromosom Y mempunyai peranan terhadap fertilitas jantan. Menurut Tamarin,

dkk (1991) dalam Corebima (2013: 20) mekanisme ekspresi kelamin X/A pada

Drosophila melanogaster diketahui bersangkut paut dengan beberapa gen pada

kromosom X maupun autosom, salah satunya adalah gen Sxl (sex - lethal) yang

terdapat pada kromosom X, serta beberapa gen lain pada kromosom X maupun

autosom.

Gen Sxl (sex - lethal) tampaknya mempunyai dua macam keadaan

aktivitas (Tamarin 1991 dalam Corebima 2013: 20) yaitu “keadaan sedang

bekerja” dan “keadaan tidak sedang bekerja”. Pada keadaaan sedang bekerja, gen

Sxl (sex - lethal) bertanggung jawab atas perkembangan betina, tetapi pada

keadaan sedang tidak bekerja, maka yang berkembang adalah kelamin jantan. Gen

Sxl ternyata ternyata diregulasi oleh gen – gen lain yang terletak pada kromosom

X maupun autosom. Gen – gen pada kromosom X menggiatkan gen Sxl supaya

bekerja (mendorong perkembangan betina), gen – gen pada kromosom X tersebut

disebut sebagai “ elemen – elemen numerator” karena gen – gen itu bekerja atas

numerator keseimbangan genik (genic balance) X/A. Namun dilain pihak gen –

gen pada autosom mempengaruhi gen Sxl supaya tidak bekerja (mendorong

perkembangan jantan) disebut sebagai “elemen – elemen denominator”.

Menurut Tamarin, dkk (1991) dalam Corebima (2013: 21) ditemukan juga

informasi tentang peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer) terhadap

fenotip kelamin Drosophila melanogaster. Baik gen dsx maupun gen tra sama –

sama merupakan gen resesif autosomal. Pada Stansfield (1983) dalam Corebima

(2013: 21) ditemukan informasi definitif yang menyatakan bahwa gen tra terletak

pada kromosom 3. Gen dsx mengubah individu jantan maupun betina menjadi

individu intrasex (Tamarin, 1991 dalam Corebima, 2013: 21) sedangkan gen tra

mengubah individu betina (berdasarkan konstitusi kromosom) menjadi individu

jantan steril.

Page 54: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

Pada Drosophila melanogaster juga sering terjadi penyimpangan nisbah

kelamin, tidak sesuai dengan rasio kelamin normal yang memiliki perbandingan

1:1. Hal demikian ini dapat disebabkan oleh berapa faktor, diantaranya yaitu

viabilitas, pautan gen resesif letal, karakteristik fisik dari spermatozoa, keberadaan

dari gen tra (transformer), suhu, segregation distortion, umur jantan, faktor

genetik, dan peristiwa non disjunction. Selain faktor – faktor yang telah

disebutkan, faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan

kelamin antara lain adalah faktor lingkungan misalnya kurang sterilnya wadah dan

medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan Drosophila melanogaster

sehingga terdapat insecta lain seperti kutu dan semut yang dapat mengacaukan

rasio kelamin yang muncul. Pada persilangan heterogami frekuensi terjadinya

penyimpangan nisbah kelamin lebih tinggi daripada persilangan homogami

apalagi yang menggunakan strain N (Normal), hal ini disebabkan karena pada

persilangan heterogami lebih banyak mengandung gen – gen yang mengalami

mutasi sehingga frekuensi terjadinya penyimpangan rasio kelamin lebih besar.

Page 55: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada persilangan homogami Drosophila melanogaster strain N♂ x N♀,

hasil anakan F1, F2, F3, dan F4 tidak menyimpang dari rasio kelamin

normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya

kelamin jantan dan betina pada setiap generasi

2. Pada persilangan heterogami Drosophila melanogaster strain m♂ x w♀,

hasil anakan F1, F2, dan F3 tidak menyimpang dari rasio kelamin normal

dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan

dan betina pada setiap generasi

3. Pada persilangan heterogami Drosophila melanogaster strain w♂ x m♀,

hasil anakan F1, F2, dan F3 tidak menyimpang dari rasio kelamin normal

dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan

dan betina pada setiap generasi

7.2 Saran

Pada kegiatan proyek mata kulian genetika ini, biasanya terdapat

beberapa kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa yang menyebabkan data yang

dihasilkan kurang akurat, sehingga ada beberapa saran yang diberikan antara lain:

1. Dalam melakukan penelitian diharapkan praktikan lebih rajin, ulet, giat

dan lebih telaten dalam mengerjakan proyek yang diberikan.

2. Dalam melakukan penelitian proyek genetika ini, praktikan diharapkan

lebih memperhatikan medium yang digunakan agar tidak mempengaruhi

hasil anakan (fenotip), medium diusahakan segar dan steril.

3. Dalam melakukan penelitian diharapkan mahasiswa lebih mengontrol

faktor – faktor lain (variasi moderator) seperti semut dan kutu agar tidak

mempengaruhi rasio anakan (fenotip).

Page 56: Laporan Genetika Nisbah Kelamin

4. Mahasiswa (praktikan) hendaknya mencuci dan mensterilkan botol dan

tutup botol (spons) agar tidak mempengaruhi kualitas dari medium.

5. Mahasiswa (praktikan) diharapkan lebih jujur, teliti, cermat, dan sabar

dalam mengamati dan menghitung jumlah anakan baik dari F1. F2, F3, F4,

F5, F6, F7 agar data yang diperoleh lebih akurat.

6. Diharapkan kepada mahasiswa biologi lain yang ingin meneliti tentang

proyek nisbah kelamin ini, lebih banyak mencari dan mendalami referensi

– referensi yang berkngaitan dengan nisbah kelamin Drosophila

melanogaster.

7. Diharapkan pada peneliti dan mahasiswa lain yang ingin meneliti tentang

nisbah kelamin ini tidak mudah putus asa dan tetap semangat dalam

mencari data walaupun sering mengalami kegagalan, sehingga nantinya

dapat memperoleh data yang lengkap dan akurat.