33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah untuk mengetahui dan mampu serta terampil dalam mengerjakan resep sediaan steril. 1.2 Tujuan Adapun tujuan praktikum ini yaitu : 1.2.1 Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik dan benar sesuai dengan cara kerja. 1.2.2 Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan. 1.2.1 Untuk mengetahui perhitungan tonisitas sediaan steril dengan benar. 1.3 Manfaat Manfaat praktikum ini yaitu : 1.3.1 Dapat membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik dan benar sesuai dengan cara kerja. 1.3.2 Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.

LAPORAN INJEKSI P1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

injeksi

Citation preview

Page 1: LAPORAN INJEKSI P1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah

untuk mengetahui dan mampu serta terampil dalam mengerjakan resep

sediaan steril.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan praktikum ini yaitu :

1.2.1 Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa ampul dengan

baik dan benar sesuai dengan cara kerja.

1.2.2 Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.

1.2.1 Untuk mengetahui perhitungan tonisitas sediaan steril dengan benar.

1.3 Manfaat

Manfaat praktikum ini yaitu :

1.3.1 Dapat membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik dan benar

sesuai dengan cara kerja.

1.3.2 Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.

1.3.3 Dapat menghitung tonisitas sediaan steril dengan benar.

Page 2: LAPORAN INJEKSI P1

BAB II

DASAR TEORI

STERILISASI

Ada beberapa pengertian dari sterilisasi yaitu :

Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril

(E.A. Kenneth, 1994, hal 1470).

Sterilisasi adalah proses pembunuhan dan pemusnahan bakteri dan

mikroorganisme lainnya (Junkins, B.L, hal 403).

Adapun pengertian dari steril sendiri adalah suci hama atau bebas dari

mikroorganisme, atau keadaan/kondisi yang tercipta akibat pemusnahan atau

penghilangan semua mikroorganisme. Sterilitas adalah tingkat kesterilan

setelah dilakukan sterilisasi.

Tujuan dari sterilisasi yaitu untuk memusnahkan seluruh mikroorganisme

dalam atau pada suatu objek atau sediaan dan dipastikan bahwa dia bebas dari

resiko infeksi.

Proses Sterilisasi Terdiri Dari :

1. Proses Fisika

Penggunaan panas baik uap maupun pemakaian sinar ultraviolet (UV)

2. Proses Mekanik

Organisme tidak dibunuh langsung tetapi dipisahkan dengan cara menyaring

dengan penyaring bakteri.

3. Proses Kimia

Penggunaan Bahan Kimia (Desinfektan). Persyaratan Desinfektan Yang Ideal

Yaitu :

1. Mempunyai potensi yang tinggi pada kondisi pemakaian.

Page 3: LAPORAN INJEKSI P1

2. Mudah larut atau bercampur dengan air pada konsentrasi mikroba yang

efektif.

3. Tidak merusak kain dan logam.

4. Stabil dalam penyimpanan.

5. Tidak kaustik dengan derajat toksitas yang rendah dan tidak berbahaya pada

jaringan yang lembut.

6. Relatif murah.

7. Tercampur sempurna dengan antimikroba yang lain yang dipakai dan

komponen lain yang ada dalam formulasi desinfektan.

Proses Pembuatan dan Proses Sterilisasi

Cara Sterilisasi Akhir

Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan

dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya

molekul air dan suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada

tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya

ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan

lebih dahulu.

Cara Aseptis

Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif

pada suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja

farmakologisnya. Antibiotika dan beberapa hormone tertentu merupakan zat

aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara

sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril

dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.

Sterilisasi Panas Dengan Tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoklaf)

Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan

suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energy laten uap

yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible

akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini dilakukan dengan

Page 4: LAPORAN INJEKSI P1

suhu 1210C selama 30 menit. Autoklaf digunakan umtuk mensterilkan alat-

alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.

Sterilisasi Panas Kering (Oven)

Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh

permukaan alat yang disterilkan lalu merambat kebagian dalam permukaan

sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan

mematikan jasad renik melalui mekanisme dehidrasi-oksidasi terhadap

mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 1700C selama 30

menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti

beaker glass, erlenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang

pengaduk.

Metode Sterilisasi Pada Injeksi Terdiri Dari :

Pemanasan Kering

1. Metode Oven

Menggunakan udara kering, tidak ada uap air, daya hantar pada suhu

2500F

Syarat Oven :

Suhu sterilisasi.

Variasi suhu kecil maximum 50C.

Panas merata.

Sebar panas (1800C/30 menit).

Keuntungan :

Dapat untuk bahan yang tidak tahan lembab.

Tidak merusak alat-alat gelas.

Dapat untuk alat yang tertutup rapat.

Hasilnya kering.

Kerugian :

Suhu tinggi dan waktu lama.

Banyak obat, karat dan plastik tidak tahan lama.

2. Metode Pemijaran

Page 5: LAPORAN INJEKSI P1

Dengan api langsung atau bunsen. Dilakukan dengan cepat selama 20

detik, dimana bila kontak langsung dengan nyala api biasanya nyala

oksidasi. Pemakaian terbatas :

Untuk alat dan bahan dengan suhu tinggi.

Untuk logam.

Gelas, pengaduk, kaca arloji, dan mortir dipanaskan secara langsung.

3. Pemanasan Basah

Sistem dengan menggunakan air. Adapun keuntungannya yaitu dapat

membunuh kuman pada suhu rendah lebih mudah daripada pemanasan

kering. Faktor-faktor :

pH.

Obat yang mempengaruhi.

Jumlah antibakteri.

Jumlah pelindung.

Jumlah mikroorganisme.

4. Pemanasan Dengan Uap Jenuh Bertekanan Tinggi (Autoklaf)

Keuntungan :

Lebih cepat dari pemanasan kering.

Dapat digunakan untuk sebagian besar sediaan injeksi.

Alat dan komponen dari karet, plastik akan tahan dengan kondisi

ini.

Kerugian :

Tidak cocok untuk bahan-bahan tanpa air.

Tidak dapat digunakan bahan-bahan sediaan injeksi.

5. Pemanasan dan Bakteri

6. Tindalisasi

Materi dipanaskan pada suhu 800C selama 1 jam atau 1000C kurang dari

1 jam selama 3 hari berturut-turut.

7. Pasteurisasi

8. Penyaringan Bakteri

Page 6: LAPORAN INJEKSI P1

9. Teknik Aseptik

OBAT SUNTIK

Obat suntik adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke

dalam tubuh secara langsung atau melalui kulit, mukosa, atau selaput.

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek

jaringan ke dalam kulit atau melaui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,

emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih

dahulu sebelum digunakan.

Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan

sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke

dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda.

Produk steril adalah sediaan terapis dalam bentuk terbagi-bagi yang

bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang

unik. Diantara bentuk orang terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui

kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan

garis pertahanan petama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan

mukosa. Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari

komponen toksis dan harus yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus

dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,

kimia, atau mikrobiologi.

Preparat parenteral biasa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang

paling umum adalah intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan dan

intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan

kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat

diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan

menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara

pemberian yang lain. Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :

1. Efek terapi lebih cepat didapat.

2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.

Page 7: LAPORAN INJEKSI P1

3. Cocok untuk keadaan darurat.

4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

Sedangkan kerugian dari sediaan injeksi adalah :

1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.

2. Cara pemberian yang lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.

3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.

4. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan sediaan oral.

Adapun komponen-komponen dalam obat suntik (injeksi) adalah :

1. Bahan obat/zat berkhasiat

a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing

dalam farmakope.

b. Pada etiket tercantum : p.i (pro injection).

c. Obat yang beretiket p.a (pro analisis) walaupun secara kimiawi terjamin

kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2. Zat pembawa atau pelarut

Dibedakan menjadi 2 bagian :

a. Zat pembawa berair

Umumnya digunakan untuk injeksi (aqua pro injection) yang dibuat dengan

cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah

logam yang dilengkapi dengan labu perak. Hasil sulingan pertama dibuang,

sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera

digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus

disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.

b. Zat pembawa tidak berair

Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya

oleum sesame, oleum olivarum, oleum arachidis.

3. Bahan pembantu/zat tambahan

Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :

Page 8: LAPORAN INJEKSI P1

a. Untuk mendapatkan pH yang optimal.

b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.

c. Untuk mendapatkan larutan iosioni.

d. Sebagai zat bakterisida.

e. Sebagai pemati rasa setempat.

f. Sebagai stabilisator.

Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara

parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :

Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada

dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat

perusakan obat secara kimia dan sebagainya.

Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap

steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antarbahan obat dan material

dinding wadah.

Tersatukan tanpa terjadinya reaksi, untuk beberapa faktor yang paling

menentukan bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis,

isotonis, isohidris, bebas bahan melayang.

Klasifikasi Sediaan Injeksi :

1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C

2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer

3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital

4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol

5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi bismuth

subsalisilat

6. Emulsi steril, contohnya infus ivelip 20%

7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya injeksi solumedrol.

Tonisitas Larutan Obat Suntik :

1. Isotonis

Page 9: LAPORAN INJEKSI P1

Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel

darah merah, sehingga tidak ada pertukaran cairan diantara keduanya, maka

larutan dikatakan isotoni (ekivalen dengan larutan 0,9% NaCl)

2. Isoosmotik

Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose

dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154

mmol Na+ dan 150 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose

6,86). Pengukur menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per

liter larutan.

3.Hipotonis

Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum

darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah

yang semipermeable memperbesar volume sel darah merah dan

menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar

menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah disebut hemolisa.

4.Hipertonis

Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum

darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah

melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya perintah

sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.

Wadah dan Tutup Wadah :

Ada tiga macam wadah untuk larutan injeksi :

1. Wadah tekanan tunggal ialah ampul 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml. Dibuat dengan

gelas dan ditutup dengan peleburan.

2. Wadah takaran ganda ialah vial atau flacon, dibuat dari gelas dengan tutup

karet dan diluarnya ditutup dengan tutup kap dari aluminium.

3. Untuk cairan infus digunakan dengan botol infus, biasanya 500 ml, atau

wadah dalam plastik.

BAB III

URAIAN BAHAN

Page 10: LAPORAN INJEKSI P1

I. LANDASAN TEORI

1.1 Acidum Ascorbicum (FI III, hal 47)

a. Sinonim : Asam Askorbat; Vitamin C

b. Pemerian : Serbuk atau hablur atau agak kuning, tidak berbau ,rasa

asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap

dalam keadaan kering, mantap diudara, dalam larutan

cepat teroksidasi. Titik lebur ± 1900C.

c. Dosis : DL anak dan bayi 1x = 200 mg – 300 mg dibagi dalam 3

4 dosis (FI III, hal 920)

DL dewasa 1 hr = 75 mg – 1 g biasanya 500 mg

(FI III, 959)

d. Daftar Obat: Obat bebas

e. Stabilitas :

Stabilisator : -

pH : 5,0 – 6,5 (Fornas, hal 9); 5,5 – 7,0 (FI III, hal 47)

Diperlukan pemakaian buffer untuk meningkatkan

stabilitas zat aktif dengan menambahkan larutan

NaOH encer agar menambahkan pH.

Pengawet : Pada resep kali ini tidak menggunakan pengawet

tetapi menggunakan carbo adsorben sebagai

penyerap.

Antioksidan : Resep kali ini menggunakan air steril, yaitu air

yang mengalami 2 kali penyaringan atau bebas O2

atau CO2, antioksidan dan asam askorbat 100

mg/ml. Gas inert yang digunakan berupa nitrogen

untuk meningkatkan kestabilan produk dengan

R/ Inj. Vitamin Cm.f da in ampul 2 ml No. V

Page 11: LAPORAN INJEKSI P1

mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara

dengan obat. Zat aktif yang digunakan mudah

teroksidasi oleh cahaya. Penyimpanan dalam

wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya.

OTT : Dengan garam-garam besi. Oksidasi agent dan

garam-garam dari logam berat terutama tembaga.

Injeksi dari asam askorbat telah dilaporkan OTT

dengan aminofili, bieonisin sulfat, eritromisin

laktabionat, mofisilin sodium, nitrofurantan

sodium, estrogen konjugasi sodium bikarbonat dan

sulfarunazole di etanilamine kadang-kadang

ketidakcocokan bergantung pada pH atau

konsentrasi terjadi dengan kloramfenikol sodium

suksinat, kloratiazide sodium dan hidrokortison

sodium.

1.2 Carbo Adsorben (FI III, hal 133)

a. Sinonim : Arang Jerap.

b. Pemerian : Serbuk sangat halus, bebas dari butiran, hitam, tidak

berbau, tidak berasa.

c. Fungsi : Penyerap pirogen/antidotum.

d. Konsentrasi: 0,1% (IMO,204)

1.3 Aqua Pro Injection (FI III, hal 97)

a. Sinonim : Aqua untuk injeksi.

b. Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

c. Konsentrasi: 0,1%.

II. STERILISASI

Tipe sterilisasi pada praktikum kali ini adalah tipe A dan tipe C

Tipe A :

Page 12: LAPORAN INJEKSI P1

Pemanasan dengan autoklaf. Sediaan yang disterilkan diisikan kedalam

wadah yang cocok. Kemudian ditutup kedap. Jika volume wadah tidak

lebih dari 100 ml. sterilisasi dilakukan dengan uap air jernih pada suhu

1150C sampai 1160C selama 30 menit. Bila volume lebih dari 100 ml,

maka sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 1150C –

1160C selama 30 menit (IMO, 202).

Tipe C :

Disterilkan dengan cara, larutan disaring melalui penyaring bakteri steril,

diisikan kedalam wadah yang steril, kemudian ditutup kedap menurut

teknik aseptik (FI III, hal 18)

Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi

yang tidak dapat diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil

akhir sesungguhnya steril (IMO, hal 203).

III. TONISITAS

3.1 Perhitungan ekivalensi untuk 4 ampul

PTB Vitamin C = - 0,1050C

PTB NaCl = - 0,5760C

TB Vit.C = - 0,1050C = 0,182

TB NaCl - 0,5760C

Volume Sediaan = 2 ml (2% x 2) = 2 ml + 0,04 = 2,04 ml

Jumlah Sediaan = n + 1 = 3 + 1 = 4 ampul

Total Volume = 4 x 2,04 ml = 8,16 ml

Zat Aktif = 5% b/v = 5 g/100 ml

Zat Aktif + 5% = 100 mg/ml + (5 g/100 ml x 100 mg/ml)

= 100 mg/ml + 5 mg/ml

= 105 mg/ml

Total Zat Aktif = 105 mg/ml x 8,16 ml = 856,8 mg

Ekivalensi Vit.C = 0,182 x 856,8 mg = 155,94 mg

Ekivalensi NaCl 0,9% = 0,9 g/100 ml x 8,16 ml

= 0,07344 g = 73,44

Page 13: LAPORAN INJEKSI P1

Kesimpulan : Hipertonis

3.2 Perhitungan PTB

Larutan NaCl 0,9% = 0,9 g/100 ml x Volume Total

= 0,9 g/100 ml x 6,12 ml

= 0,05508 g

= 55,08 mg

B = - 0,52 – b1.c

b2

= - 0,52 – (0,105 x 10)

0,576

= - 0,53 = - 0,92

0,576

Kesimpulan: Hipertonis

3.3 Perhitungan ekivalensi untuk 6 ampul

Volume Sediaan = 2 ml + (2% x 2 ml)

= 2 ml + 0,04 = 2,04 ml

Jumlah Sediaan = n + 1 = 5 + 1 = 6 ampul

Total Volume = 6 x 2,04 ml = 12,24 ml

Zat Aktif + 5% = 100 mg/ml + (5 g/ml x 100 mg/ml)

= 100 mg/ml + 5 mg/ml

= 105 mg/ml

Total Zat Aktif = 12,24 ml x 105 mg/ml = 1285,2 mg

Ekivalensi Vit.C = 0,182 x 1285,2 mg = 233, 90 mg

Ekivalensi NaCl 0,9% = 0,9 g/ 100 ml x 12,24 ml

= 0,11 g = 110 mg

Perbandingan

110 mg NaCl ˂ 233,90 mg Vit.C

Kesimpulan : Hipertonis

Page 14: LAPORAN INJEKSI P1

IV. STERILISASI ALAT

No Nama Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Suhu dan Waktu

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Beaker Glass

Erlenmeyer

Gelas Ukur

Batang Pengaduk

Corong dan Kertas Saring

Ampul

Cawan Porselen

Spatel Logam

Gelas Arloji

Aqua Destilata

Oven

Oven

Oven

Oven

Autoklaf

Oven

Oven

Oven

Oven

Autoklaf

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1210C, 15 menit

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1700C, 30 menit

1210C, 15 menit

Prosedur tetap sterilisasi alat dan wadah primer :

1. Alat dan wadah dibersihkan.

2. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau

wadah berongga besar.

3. Masukkan kedalam alat sterilisasi sesuai tabel, hingga waktu sterilisasi sejak

suhu mencapai suhu yang diinginkan.

4. Setelah suhu dan waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi,

keluarkan alat dan wadah yang telah disterilkan.

V. PEMBUATAN

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Disterilkan alat-alat dengan autoklaf (kertas saring, corong dan aquadest)

dengan suhu 1210C selama 15 menit dan dengan menggunakan oven (gelas

Page 15: LAPORAN INJEKSI P1

beker, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, ampul, cawan porselen,

spatel logam dan gelas arloji) dengan suhu 1700C selama 30 menit.

3. Ditimbang masing-masing bahan dengan kaca arloji.

4. Dibuat API bebas CO2.

Dipanaskan alat dan bahan.

Dipanaskan aqua hingga mendidih.

Seteleh mendidih tetap dilakukan perebusan selama 30 menit kemudian.

ditambah 10 menit untuk bebas CO2.

5. Dipijarkan carbo adsorben dengan menggunakan cawan porselen diatas

bunsen.

6. Dilarutkan vitamin C dengan aqua pro injeksi hingga larut.

7. Dimasukkan carbo adsorben yang sudah berpijar kedalam larutan asam

askorbat, sambil diaduk selama 3-10 menit.

8. Disaring larutan menggunakan kertas saring ganda, dengan terlebih dahulu

kertas saring dibilas dengan API.

9. Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan indicator pH (5-6,5).

10. Dimasukkan kedalam ampul masing-masing 2 ml dengan menggunakan

spuit.

11. Disterilisasi akhir dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama

15 menit.

12. Dikemas, beri etiket dan label.

VI. FORMULA LENGKAP

R/ Injeksi Vitamin C

Tiap ml mengandung :

Vitamin C 100 mg

Aqua Pro Injection ad 1 ml

VII. PENIMBANGAN

8.1 Penimbangan 4 ampul

1. Vitamin C = 642,6 mg

2. Carbo adsorben = 0,1% x 8,16 ml

Page 16: LAPORAN INJEKSI P1

= 0,00816 g

= 8,16 mg

3. Aqua = 8,16 ml

8.2 Penimbangan 6 ampul

1. Vitamin C = 1285,2 mg

2. Carbo adsorben = 0,1% x 12,24 ml

= 0,01224 g

= 12,24 mg

3. Aqua = 12,24 ml

VIII. ETIKET

Acidum AscorbicumVitamin C 10%

Ampul

Komposisi :Tiap 1 ml mengandungAcidum Ascorbicum . . . . . . . . . . . . 100 mg

HARUS DENGAN RESEP DOKTERKeterangan lebih lanjut lihat dibrosur

Diproduksi Oleh No.Reg : GKL2077740550A1PT.Hendro Farma No. Batch : 2031011Samarinda Indonesia Exp.Date : 03 Oktober 2013

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 17: LAPORAN INJEKSI P1

Pada praktikum Farmasetika II ini percobaan yang dilakukan adalah

pembuatan sediaan steril, khususnya ampul. Ampul sendiri adalah suatu sediaan

larutan steril dalam dosis tunggal yang hanya dapat yang hanya dapat digunakan

untuk satu kali penyuntikan, ampul yang dibuat mengandung zat akftif yaitu asam

askorbat atau yang biasa dikenal dengan vitamin C yang berfungsi sebagai

pengobatan defisiensi vitamin C. Yang mana pada manusia sumber asam askorbat

eksogen dibutuhkan untuk pembentukan kolagen (kolagen dikulit, tulang,

kartilago, otot dan pembuluh darah serta membantu absorbsi besi) dan perbaikan

jaringan. Asam askorbat secara reversibel dapat dioksidasi menjadi asam

dehidraaskorbat didalam tubuh. Kedua bentuk vitamin ini juga terlibat dalam

metabolism tirosin, konversi asam folat menjadi asam folinat, metabolism

karbohidrat, sintesis lipid dan protein, metabolism besi, resistensi terhadap infeksi

dan pernapasan seluler.

Menurut Formularium Nasional asam askorbat dapat dibuat dengan

menggunakan metode filtrasi dan sterilisasi akhir (metode A dan C). Sterilisasi

tipe A yaitu pemanasan basah dengan autoclave. Prosesnya yaitu sediaan diisikan

kedalam wadah yang cocok dan ditutup kedap. Jika volume tidak lebih dari 100

ml, dilakukan sterilisasi dengan uap jenuh pada suhu 1150 – 1160 selama 30 menit.

Bila volume lebih dari 100 ml, maka sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi

berada dalam suhu 1150 – 1160C diperlukan lebih pendek dan suhunya lebih

rendah dari pemanasan kering. Selain itu, alat atau komponen dari bahan karet,

plastik, dan PVC akan tahan dengan suasana dalam autoclave.sterilisasi perlu

dilakukan agar seluruh mikroorganisme dalam suatu objek atau sediaan dapat

dimusnahkan dan dipastikan bebas dari resiko infeksi. Dan metode C yaitu

penyaringan bakteri steril dengan menggunakan kertas saring ganda dan teknik

aseptik. Dalam resep kali ini ada beberapa bahan tambahan dalam proses

pembuatan injeksi ini yaitu API (Aqua Pro Injeksi) sebagai pelarut khusus untuk

sediaan steril atau sebagai pembawa sediaan. Akan tetapi dalam ketersediaannya

API yang ada di laboratorium tidak tersedia, oleh karenanya kita harus

membuatnya terlebih dahulu dengan cara, aquadest dipanaskan diatas kompor

Page 18: LAPORAN INJEKSI P1

atau lampu bunsen hingga mendidih dengan waktu 30 menit, untuk aqua bebas

CO2 waktu ditambahkan 10 menit. Dan kemudian Aqua Pro Injeksipun siap

digunakan dalam praktikum ini. Kemudian pada sediaan ampul ini zat tambahan

lain yang digunakan adalah carbo adsorben. Guna dari carbo adsorben ialah untuk

menyerap pirogen. Pirogen adalah produk metabolism dari mikroorganisme

secara kimiawi pirogen adalah zat lemak yang berhubungan dengan suatu molekul

pembawa yang biasanya merupakan polisakarida, tetapi juga merupakan suatu

peptida dan jika menginfeksi dapat menyebabkan demam. Kira-kira 1 jam setelah

infeksi pada manusia, pirogen menghasilkan kenaikan temperatur tubuh demam

(panas dingin), sakit badan, vasokontriksi pada kulit dan kenaikan dalam tekanan

darah arteri, jadi agar hal ini tidak terjadi maka ditambahkan carbo adsorben.

Karbon aktif atau carbo adsorben adalah arang halus nabati/hewani yang

telah diaktifkan melalui suatu proses tertentu yaitu pemijaran. Senyawa ini

memiliki daya serap pada permukaannya (adsorpsi) yang kuat terutama zat-zat

yang molekulnya besar seperti alkaloid, toksin bakteri atau zat-zat beracun yang

berasal dari makanan. Begitu pula banyak obat dapat diabsorpsi pada carbo

invivo, sehingga penggunaan obat harus diberikan 2-3 jam setelah pemberian

carbo adsorben. Sehingga dalam penggunaannya untuk pembuatan sediaan ini

yaitu karbo adsorben dengan terlebih dahulu dipijarkan diatas api sampai merah

membara dengan pemanasan pada suhu 50-700C. kemudian karbon aktif yang

sudah membara seluruhnya langsung dimasukkan kedalam larutan zat aktif sambil

terus diaduk selama 15 menit. Kemudian tunggu sampai hangat lalu masukkan

kedalam ampul yang sesuai. Dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan

dengan kertas saring ganda. Dilakukan penyaringan agar tidak tercampur dengan

larutan zat aktif, jadi kondisinya sama dan digunakan kertas saring ganda

bertujuan untuk meminimalkan kotoran yang masuk dihasil akhir dan berguna

untuk memperkecil pori-pori. Yang mana pada dasarnya salah satu syarat dari

injeksi adalah harus jernih.

Adapun tujuan dibuatnya sediaan steril obat suntik dalam bentuk dosis

tunggal yaitu ampul adalah pemberian lebih wadah untuk pasien yang tidak bisa

Page 19: LAPORAN INJEKSI P1

menelan/muntah, selain itu kerja obat lebih cepat dan obat/zat aktif tidak dirusak

oleh enzim pencernaan seperti halnya bila digunakan secara oral.

Evaluasi sediaan yang dapat diperoleh setelah sediaan injeksi selesai

dibuat adalah evaluasi penampilan sediaan injeksi yang dihasilkan diperoleh

larutan bening berwarna orange, ini dikarenakan kurang membara/kurang aktifnya

carbo adsorben yang digunakan. Seharusnya larutan injeksi vitamin C berwarna

bening. Dengan kadar pH 4 (kondisi asam) seharusnya larutan injeksi vitamin C

yang ideal dan stabil pada pH 5,0 – 6,5. Hal ini dikarenakan tidak adanya

penambahan dapar/penambahan pH. Pengaturan pH dilakukan dengan

penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan

untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 9. Pada pH > 9, jaringan mengalami

nekrosis, pada pH < 3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat

menghancurkan jaringan. Pada pH < 3 atau pH > 11 sebaiknya tidak didapar

karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m dan s.c.

Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :

Meningkatkan stabilitas obat

Mengurangi rasa nyeri dan iritasi

Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.

Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, larutan dapar boraks dan

larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.

Dalam halnya penambahan gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida

perlu ditambahkan untuk meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah

reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat. Dalam sediaan dosis

tunggal ini penambahan pengawet tidak perlu dilakukan karena pemakaiannya

hanya satu kali pemakaian sedangkan untuk sediaan dosis ganda perlu

penambahan pengawet.

Kemudian untuk evaluasi kebocoran ampul dan proses sterilisasi akhir

tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan alat yang diperlukan. Hanya dapat

menguji pH sediaan. Apakah pH sediaan cocok dengan pH cairan didalam tubuh.

Page 20: LAPORAN INJEKSI P1

Untuk praktikum selanjutnya diharapkan dapat melakukan proses sterilisasi akhir

dan dapat menguji semua evaluasi untuk sediaan injeksi. Dan sediaan injeksi

vitamin C ini disimpan dalam wadah tertutup rapat dan ampul yang digunakan

harus kedap cahaya dengan penyimpanan pada suhu 250 – 300C atau pada suhu

kamar. Faktor kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini adalah ampul yang

digunakan adalah 1 ml sedangkan seharusnya ampul yang digunakan sesuai

dengan jumlah volume yang akan dibuat yaitu 2 ml dan pembuatan

injeksi/pembuatan steril harus dilakukan diruangan khusus yaitu black area, grey

area dan white area. Kemudian karena keterbatasan waktu dan alat, praktikum kali

ini hanya membuat sediaan 4 ampul dan 3 diantaranya dimasukkan kedalam kotak

kemasan, hal ini tidak sesuai dengan resep yang ada untuk dibuat sebanyak 6

ampul.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Page 21: LAPORAN INJEKSI P1

Setelah melaksanakan praktikum pembuatan sediaan steril dalam

bentuk dosis tunggal yaitu ampul, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sediaan steril dalam dosis tunggal untuk satu kali penyuntikan saja disebut

ampul, biasa tersedia dalam 3 – 5 ml.

2. Pemakaian atau penyuntikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli.

3. Ampul disterilkan dengan sterilisasi akhir menggunakan autoclave.

4. Berdasarkan perhitungan tonisitas sediaan untuk ampul dengan vitamin C

sebagai zat aktifnya adalah larutan hipertonis yaitu larutan yang memiliki

tekanan osmotic yang tidak sama dengan plasma darah namun dapat

diterima dalam jumlah tertentu.

5. pH larutan yang didapat yaitu 4, sedangkan pH seharusnya adalah 5,0 –

6,5.

6. Hasil berwarna jernih kekuningan dengan volume 3 ml tiap ampulnya.

7. Pada etiket harus terdapat label “HARUS DENGAN RESEP DOKTER”

karena tergolong obat keras.

8. Sediaan disimpan pada suhu 50 – 80C atau pada suhu kamar (250C – 300C)

dan terlindung dari cahaya.

5.2 Saran

Praktikan diharapkan dapat berhati-hati dalam pekerjaan sediaan

serta memahami cara pembuatan dan perhitungan tonisitas untuk sediaan

steril seperti ampul. Kebersihan juga perlu dijaga pada saat proses

pengerjaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Page 22: LAPORAN INJEKSI P1

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim.1999. Formularium Nasional. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.

Tjay, T.H dan K.Rahardja.2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.